• Tidak ada hasil yang ditemukan

Integrasi Tasawuf dan Sains (9)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Integrasi Tasawuf dan Sains (9)"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Integrasi Tasawuf dan Sains

Merliana Putri Hasibuan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan

e-mail : merlianaputrihasibuan@gmail.com

I. Pendahuluan

Artikel ini mengkaji tentang Integrasi Tasawuf dan Sains dari buku karangan DR.

Ja’far, MA yang berjudul “Gerbang Tasawuf”. Bertujuan untuk mengetahui Integrasi dalam

sejarah Islam, Integrasi dalam Ranah Ontologi, Epistemologi, dan aksiologi. Dan kajian ini

menggunakan metode deskriptif analitis.

II. Pembahasan

A. Integrasi dalam Sejarah Islam

Dalam sejarah intelektual Islam klasik, budaya integrasi keilmuan telah dikenal dan

dikembangkan dengan canggih. Center For Islamic Philosophical Studies and Information

(CIPSI) pernah menyebut 261 ilmuwan, teolog, dan saintis Muslim yang menguasai banyak

bidang, baik ilmu-ilmu kewahyuan maupun ilmu-ilmu rasional dan empirik. Dalam sejarah

Islam, ditemukan seorang ahli astronomi, ahli biologi, ahli matematika, dan ahli arsitektur

yang mumpuni dalam bidang ilmu-ilmu keislaman seperti tauhid, fikih, tafsir, hadis, dan

tasawuf. Meskipun berprofesi sebagai saintis dalam bidang ilmu-ilmu kealaman, para pemikir

Muslim klasik menempuh pola hidup sufistik, dan kajian-kajian ilmiah mereka diarahkan

kepada pencapaian tujuan-tujuan religius dan spiritual.1

Integrasi ilmu dalam Islam bukan hal yang baru. Sebab, para ilmuwan Muslim klasik

telah mengerjakan proyek keilmuan tersebut sepanjang masa keemasan Islam. Mereka

bahkan mengintegrasikan kedua jenis ilmu tersebut, dan keduanya saling mendukung

kegiatan akademik mereka. Meskipun mereka seorang filsuf dan saintis, perilaku hidup

mereka merupakan realisasi terhadap teori mereka mengenai filsafat dan sufisme. Dapat

(2)

disimpulkan bahwa mereka sukses mengintegrasikan antara dua jenis ilmu tersebut, dan

mengintegrasikan keduanya dengan keyakinan dan perilaku hidup mereka sehari-hari.

B. Integrasi dalam Ranah Ontologi

Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, ont yang bermakna keberadaan, dan logos

yang bermakna teori, sedangkan dalam bahasa Latin disebut ontologia, sehingga ontologi

bermakna teori keberadaan sebagaimana keberadaan tersebut. Dengan demikian, ontologi

adalah ilmu tentang teori keberadaan, dan istilah ontologi ditujukan kepada pembahasan

tentang objek kajian ilmu.2

Para sufi awal memang lebih banyak memfokuskan kepada masalah kedekatan

kepada Allah Swt, tetapi belakangan mereka meluaskan objek kajian tasawuf sampai kepada

persoalan wujud, selain tasawuf juga mulai bersingungan dengan filsafat, sehingga mereka

tidak saja membahas dan menyibak hakikat wujud-Nya, tetapi juga wujud alam dan manusia.

Berbeda dari saintis Barat sekuler, para filsuf Muslim dan sufi berpendapat bahwa ada

hubungan erat antara alam dengan Allah Swt. Saintis Muslim sebagai peneliti alam empirik

(terutama dunia mineral, tumbuhan, binatang, dan manusia) harus menyadari bahwa alam

merupakan ciptaan dan manifestasi Allah Swt; dan ajaran Islam mengajarkan bahwa alam

merupakan tanda-tanda keberadaan dan kekuasaan-Nya.3

C. Integrasi dalam Ranah Epistemologi

Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme yang bermakna

pengetahuan, dan logos yang bermakna ilmu atau eksplanasi, sehinggga epistemologi berarti

teori pengetahuan. Suriasumantri menyimpulkan bahwa epistemologi sebagai bagian dari

kajian filsafat ilmu membahas tentang proses dan prosedur menggali ilmu, metode untuk

meraih ilmu yang benar, makna dan kriteria kebenaran, serta sarana yang digunakan untuk

mendapatkan ilmu. Dengan demikian, epistemologi adalah ilmu tentang cara mendapatkan

ilmu.

Kajian-kajian ilmu-ilmu alam mengandalkan metode observasi dan eksperimen yang

disebut dalam epistemologi Islam sebagai metode tajribi, sedangkan kajian tasawuf

2 Ja’far, Gerbang Tasawuf (Medan : Perdana Publishing, 2016), hal.105

(3)

mengandalkan metode ‘irfani yang biasa disebut metode tazkiyah al-nafs. Meskipun ada

perbedaan metode, tetapi kedua metode bisa melengkapi dan mendukung satu sama lain.4

Dari aspek ini, saintis Muslim, meskipun lebih banyak mengedepankan metode tajribi

(observasi dan eksperimen) dalam mengembangkan ilmu-ilmu alam, tetapi perlu mengambil

metode tasawuf dalam menemukan ilmu dan kebenaran. Dari perspektif Islam, kesucian jiwa

manusia menjadi syarat utama untuk memperoleh ilmu secara langsung dari sumber asalnya,

yaitu Allah Swt. Yang diketahui memiliki sifat al-‘Alim.5

D. Integrasi dalam Ranah Aksiologi

Istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani, axios yang bermakna nilai, dan logos

yang berarti teori. Aksiologi bermakna teori nilai, investigasi terhadap asal, kriteria, dan

status metafisik dari nilai tersebut. Jadi, aksiologi membahas tentang nilai kegunaan ilmu,

tujuan pencarian dan pengembangan ilmu, kaitan antara penggunaan dan pengembangan

iilmu dengan kaedah moral, serta tanggung jawab sosial ilmuwan. Kajian aksiologi lebih

ditujukan kepada pembahasan manfaat dan kegunaan ilmu, dan etika akademik ilmuwan.

Dari aspek etika akademik, nilai-nilai luhur tasawuf dapat menjadi landasan etis

seorang ilmuwan dalam pengembangan sains dan teknologi. Konsep al-maqamat dan

al-ahwal dapat menjadi semacam etika profesi seorang saintis sebagai ilmuwan Muslim.

Sekadar contoh, seorang saintis Muslim, sebagaimana ilmuwan Muslim klasik, harus

menampilkan kehidupan sufistik seperti sikap zuhud, warak, sabar, tawakkal, cinta, fakir, dan

rida dalam menjalankan kegiatan akademik maupun dalam kehidupan sosialnya.6

III. Penutup

Dalam kajian ini dapat disimpulkan bahwa dalam Integrasi dalam sejarah Islam,

meskipun mereka berprofesi sebagai saintis dalam bidang ilmu-ilmu kealaman, para pemikir

Muslim klasik menempuh pola hidup sufistik, dan kajian-kajian ilmiah mereka diarahkan

4 Ja’far, Gerbang Tasawuf (Medan : Perdana Publishing, 2016), hal.108

5 Ja’far, Gerbang Tasawuf (Medan : Perdana Publishing, 2016), hal.109

(4)

kepada pencapaian tujuan-tujuan religius dan spiritual. Dan mengintegrasikan keduanya

dengan keyakinan dan perilaku hidup mereka sehari-hari.

Ontologi adalah ilmu tentang teori keberadaan, dan istilah ontologi ditujukan kepada

pembahasan tentang objek kajian ilmu, dan juga membahas tentang wujud alam dan manusia.

Kajian pokok epistemologi adalah makna pengetahuan, kemungkinan manusia meraih

pengetahuan, dan hal-hal yang dapat diketahui. Jadi, Epistemologi adalah ilmu tentang cara

mendapatkan ilmu.

Aaksiologi membahas tentang nilai kegunaan ilmu, tujuan pencarian dan

pengembangan ilmu, kaitan antara penggunaan dan pengembangan ilmu dengan kaedah

moral, serta tanggung jawab sosial ilmuwan.

Daftar Pustaka

Ja’far, Gerbang Tasawuf : Dimensi Teorites dan Praktis Ajaran Kaum Sufi (Medan : Perdana

Referensi

Dokumen terkait

Ant-based document clustering is a cluster method of measuring text documents similarity based on the shortest path between nodes (trial phase) and determines the optimal clusters

Pengembangan  kompetensi  dan  profesionalitas aparatur  daerah  untuk  meningkatkan  kinerja dan  kapasitasnya  dalam  mengoptimalkan

WALL-FOLLOWING BEHAVIOR-BASED MOBILE ROBOT USING PARTICLE SWARM FUZZY CONTROLLER.. Andi Adriansyah 1 , and

Rencana strategi formal yang diinginkan dalam organisasi memiliki karakteristik berikut: Manajemen puncak yakni bahwa perencanaan strategis adalah

[r]

Hermantoro, “Palm Oil Production Based on Prediction of Soil Quality Using Ar- tificial Neural Model Network (ANN) ( Pred- iksi Produksi Kelapa Sawit Berdasarkan Ku- alitas

Tidak jarang sengketa perpajakan disebabkan oleh informasi dalam bentuk produk hukum yang terlambat sampai kepada wajib pajak, terlambatnya sosialisasi

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa dari fraksi eter ekstrak metanol Temu kunci Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlecht dapat diisolasi senyawa flavonoid