commit to user
iv
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul:
DETEKSI MANAJEMEN LABA DENGAN MENGGUNAKAN
VALUATION ALLOWANCE ACCOUNT (VAA):
PENGGUNAAN ANALISIS PLS
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Menyediakan Cadangan Penilaian Aktiva Pajak Tangguhan yang Terdaftar
di BEI pada Tahun 2007-2009)
Surakarta, 30 November 2011
Disetujui dan diterima oleh
Pembimbing
Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak., BKP
commit to user
v
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh tim penguji skripsi Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta, guna
melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, Desember 2011
Tim Penguji Skripsi:
1. Prof. Dr. Hj. Rahmawati, M.Si.,Ak Ketua (.…………...) NIP. 196804011993032001
2. Dra. Sri Murni, M.Si.,Ak. Sekretaris (……….)
NIP. 197103301995122001
3. Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak., BKP Pembimbing/Anggota (……….)
commit to user
vi MOTTO
Tuhanmu adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untukmu,
agar kamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia
adalah Maha Penyayang terhadapmu (QS. Al-Isra’: 66)
Do’a adalah nyanyian hati
Yang selalu dapat membuka jalan terang
Ke dalam singgasana Tuhan
Meskipun terhimpit di dalam tangisan pintu jiwa (Khalil Gibran)
“Waktu tidak akan pernah kembali, maka gunakan waktu dengan
sebaik-baiknya. Kerjakan apa yang bisa kamu kerjakan hari ini, jangan
menunggu sampai esok hari, karena belum tentu masih ada kesempatan
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini aku persembahkan kepada:
Ayah dan ibu tercinta yang selalu mendukung dan selalu mendoakan Ririn, doa kalian
sangat berarti dalam setiap langkah hidupku, terimakasih;
Adik-adikku tersayang Robi dan Anggi, sangat membahagiakan memiliki kalian dalam hidup
kakak, terimakasih untuk doanya;
Nenekku tercinta yang sudah merawatku dari aku kecil, terimakasih untuk kesabaran, doa,
dan motivasinya;
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Pertama penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Deteksi Manajemen Laba dengan Menggunakan Valuation
Allowance Account (VAA): Penggunaan Analisis PLS (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang menyediakan Cadangan Penilaian Aktiva Pajak
Tangguhan yang Terdaftar di BEI pada Tahun 2007-2009)”.
Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dan memberi
dukungan, semangat, serta pemikiran baik secara langsung maupun tidak
langsung yang berupa saran, kritik, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Wisnu Untoro, M.S. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
2. Drs. Santoso Tri. H., Msi., Ak. Selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak., BKP. selaku dosen pembimbing yang
telah dengan sabar memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan sehingga
skripsi ini dapat disusun dengan baik dan lancar.
4. Agus Widodo, SE, Msi, Ak., selaku pembimbing akademik yang telah
commit to user
ix
5. Bapak-Ibu Dosen serta guru TK, SD, SMP dan SMA, terimakasih telah
membekaliku dengan segala ilmu pengetahuan yag diberikan.
6. Ibu dan Ayah: untuk ibu dan ayahku tercinta, terimakasih untuk semua usaha,
kasih sayang, bimbingan, kesabaran, doa yang selalu kalian panjatkan kepada
Allah SWT untuk anakmu ini. Sungguh sangat beruntung dan bahagia menjadi
bagian dari hidup kalian. Maaf, Ririn sering membuat kalian cemas, kecewa,
dan maaf belum bisa membuat kalian bangga terhadap Ririn. Ririn sangat
sayang ibu dan ayah.
7. Adik-adikku Robi dan Anggi: terimakasih untuk dukungan dan doanya. Maaf,
jika selama ini belum bisa menjadi kakak yang terbaik buat kalian. Kakak
sayang sama kalian.
8. Nenekku tersayang: terimakasih nek, selama ini sudah marawat Ririn dengan
penuh kesabaran dan kasih sayang. Ririn sudah banyak merepotkan nenek.
Terimakasih untuk semua, nenekku sayang.
9. Keluarga besar, baik dari keluarga ayah atau ibu, terimakasih sudah
mendoakan dan selalu mendukung Ririn.
10.Buat sahabat-sahabatku Rina, Yeny, Nicky, Ragil, Danik, Ratri, Ika, Ayu,
Dina, terimakasih ya dah jadi sahabat yang baik selama ini. Begitu banyak hal
yang sudah kita lakukan bersama-sama, sangat menyenangkan bisa menjadi
bagian dari persahabatan kalian.
11.Buat keluarga baruku di Solo, temen-temen kost Mela, Tina, Monic, Martina,
commit to user
x
jadi teman dan keluarga yang baik bagiku. Pasti akan sangat merindukan
kebersamaan kita yang sangat menyenangkan di kost tercinta.
12.Buat Rizal, makasih dukungan dan doanya, makasih juga bukunya ya.
13.Teman-teman akuntansi angkatan 2006, serta semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu segala bentuk kritik dan masukan sangat diharapkan. Semoga penelitian
ini bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Surakarta, Oktober 2011
commit to user
HALAMAN PERSEMBAHAN ………... KATA PENGANTAR ………... DAFTAR ISI ………... DAFTAR TABEL ………... DAFTAR GAMBAR ………... DAFTAR LAMPIRAN……… BAB I. PENDAHULUANA. Latar Belakang Permasalahan………...
B. Rumusan Masalah ………
C. Tujuan Penelitian ……….
D. Manfaat Penelitian ………...
E. Sistematika penulisan………
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
commit to user
xii
2. Teori Akuntansi Positif………..………
3. Manajemen Laba………
4. PSAK No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan……….
5. Pajak Tangguhan...
6. Valuation Allowance Account (VAA)... B. Tinjauan Penelitian Sebelumnya...
C. Kerangka Pemikiran...
D. Pengembangan Hipotesis...
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian………...
B. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel...
C. Sumber Data...
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel...
E. Metode Analisis Data...
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Hasil pengumpulan Data…...
commit to user
xiii
C.Keterbatasan dan Saran...
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
61
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
IV. 1
IV. 2
IV. 3
IV. 4
IV. 5
Kriteria Pengambilan Sampel...
Path Coefficient (Mean, STDEV, T-Values)…………..
R-Square………...
Path Coefficient (Mean, STDEV, T-Values)...
R-Square………...
48
50
51
54
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Halaman
2.1
2.2
3.1
4.1
4.2
Faktor-Faktor Penentu VAA Aktiva Pajak
Tangguhan………
Kerangka Pemikiran……….
Earning Targets...
Output Parameter Koefisien Regresi………...
Output Parameter Koefisien Regresi………...
25
32
44
49
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Perusahaan Sampel
Lampiran 2. Keseluruhan Data Diskala dengan Saham yang Beredar
Lampiran 3. Hasil Algoritma PLS Regresi Pertama
Lampiran 4. Gambar Output Bootstrapping Regresi Pertama
Lampiran 5. Data Regresi Kedua
Lampiran 6. Hasil Algoritma PLS regresi Kedua
commit to user
ii
DETEKSI MANAJEMEN LABA DENGAN MENGGUNAKAN
VALUATION ALLOWANCE ACCOUNT (VAA):
PENGGUNAAN ANALISIS PLS
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Menyediakan Cadangan Penilaian Aktiva Pajak Tangguhan yang Terdaftar
di BEI pada Tahun 2007-2009) Ririn Septya Liesti
F0306069 ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan Valuation Allowance Account (VAA) dalam melakukan manajemen laba pada perusahaan manufaktur di Indonesia yang menyediakan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan.
Dalam penelitian ini manajemen laba diukur dengan menggunakan discretionary accrual model yang dikembangkan oleh Frank dan Rego. Sampel yang digunakan dalam peneltian ini sebanyak 30 perusahaan manufaktur yang menyediakan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini dilakukan untuk periode 2007-2009. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Data sekunder yang digunakan diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu www.idx.co.id. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari laporan keuangan perusahaan. Analisis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda yang dilakukan dengan menggunakan software PLS (Partial Least Square).
Hasil penelitian menemukan bukti bahwa manajer menggunakan perubahan VAA untuk melakukan manajemen laba berupa earning bath dan income smoothing dengan tujuan meningkatkan laba ketika laba perusahaan mengalami penurunan.
commit to user
iii
DETECTION EARNING MANAGEMENT BY USING THE VALUATION ALLOWANCE ACCOUNT (VAA):
USING PLS ANALYSIS
(Empirical Study on Manufacturing Companies that set aside Valuation Allowance Account Registered on the Indonesian Stock Exchange
in the Year of 2007-2009) Ririn Septya Liesti
F0306069 ABSTRACT
The objective of this research is to determine the use of the Valuation Allowance Account (VAA) in conducting the earnings management in manufacturing companies in Indonesia that set aside valuation allowance account.
In this research of earnings management is measured using discretionary accrual model developed by Frank and Rego. The sample used in this research as many as 30 manufacturing companies that set aside valuation allowance account listed in Indonesian Stock Exchange (BEI). This research was conducted for the period 2007-2009. Type of data used in this research is secondary data. The secondary data used were obtained from the website Indonesian Stock Exchange (BEI), i.e., www.idx.co.id. The data analyzed in this research are compiled from company financial statements. The data are analyzed with multiple linear regressions by using PLS (Partial Least Square) software.
This research finds evidence that managers use the valuation allowance account for earning management purpose, namely earning bath and income smoothing to increase income when the income decrease.
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan,
yang merupakan ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi
selama tahun buku bersangkutan. Penyusunan laporan keuangan yang
dilakukan oleh manajemen bertujuan untuk menyampaikan informasi
mengenai kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan yang bersangkutan pada
periode tertentu. Informasi yang terkandung di dalam laporan keuangan
merupakan salah satu sumber informasi bagi pihak internal maupun eksternal
perusahaan dalam mengambil keputusan. Informasi yang terdapat dalam
laporan keuangan perusahaan seharusnya memberikan gambaran kinerja
ekonomi dan keuangan perusahaan yang sebenarnya (Deviana, 2009).
Laporan keuangan dapat digunakan oleh pihak internal maupun
eksternal dalam menilai kinerja manajemen perusahaan. Kinerja manajemen
perusahaan tersebut tercermin pada laba yang terkandung dalam laporan laba
rugi. Oleh karena itu proses penyusunan laporan keuangan dipengaruhi oleh
faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi kualitas laporan keuangan.
Dalam menyiapkan laporan keuangan, manajemen membutuhkan penilaian
laporan keuangan diatur dalam Pedoman Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No. 1 Par, 19-20 tentang penyajian laporan keuangan tentang
pendekatan akrual (Acrrual basis). Manajemen dapat memberikan kebijakan dalam penyusunan laporan keuangan untuk mencapai tujuan tertentu. Pilihan
kebijakan akuntansi yang dilakukan manajer untuk tujuan spesifik itu disebut
dengan manajemen laba (Scott, 2000:296).
Manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi dalam
penyusunan laporan keuangan untuk mencapai tujuan tertentu. Standar
akuntansi memberikan berbagai pilihan kebijakan akuntansi sehingga
pencatatan transaksi yang sama dapat dilakukan dengan cara berbeda-beda
tergantung judgement manajemen dalam menentukan metode dan estimasi yang tepat untuk perusahaannya (Yulianti, 2004). Ma’ruf (2006) dalam
penelitiannya menyebutkan manajemen laba adalah campur tangan
manajemen dalam proses pelaporan keuangan dengan tujuan untuk
menguntungkan dirinya sendiri (manajer). Manajemen laba diukur dengan
menggunakan proksi Discretionary Accrual (DA). Sedangkan yang dimaksud
Discretionary Accrual adalah komponen akrual yang berada dalam kebijakan manajer, artinya manajer memberi intervensinya dalam proses pelaporan
akuntansi.
Healy dan Wahlen (1999) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa
manajemen laba dilakukan manajer dengan menggunakan penilaian tertentu
dalam pelaporan keuangan dan menyusun transaksi untuk mengubah laporan
commit to user
terjadi. Perusahaan dapat mempercepat pengakuan pendapatan dan menunda
pengakuan beban-beban tertentu dengan tanpa melanggar aturan-aturan
akuntansi yang berlaku (Kellog and Kellog; Mulford and Comiskey dalam
Rangan, 1998).
Ada beberapa alasan mengapa besarnya VAA dapat digunakan
sebagai instrument manajemen laba, seperti yang dikemukakan oleh Miller
dan Skinner (1998) berikut:
“… (1) there are no well-established formulae or clear guidelines for determining the appropriate level of the allowance; (2) The appropriate level of allowance depends on manager’s expectations about future earnings, sometimes decades into the future; (3) For many firms this provision is large enough to allow managers to make material adjustments to accounting earnings (changes in the allowance have a dollar-for-dollar effect on bottom-line earnings).”
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Frank and Rego (2006) juga
disebutkan bahwa Valuation Allowance Account merupakan akun yang ideal digunakan untuk mendeteksi manajemen laba yang dilakukan oleh
perusahaan, dimana dalam SFAS No. 109 dinyatakan bahwa terdapat
kebijaksanaan yang mengijinkan manajer untuk melaporkan aktiva pajak
tangguhan yang lebih akurat berdasar informasi pribadi manajemen.
Dengan diberlakukannya PSAK No. 46 maka manajer memiliki
kebebasan dalam menentukan kebijakan akuntansi yang akan digunakan
dalam pertimbangan menentukan besarnya cadangan penilaian aktiva pajak
tangguhan. Hal ini memperkuat adanya indikasi terjadi manajemen laba
Penelitian mengenai manajemen laba dengan menggunakan VAA
sudah banyak dilakukan antara lain penelitian yang dilakukan oleh
Visvanathan (1998) yang menguji apakah perubahan VAA berubah secara
sistematis mengikuti pola insentif manajemen laba. Dalam penelitian tersebut
peneliti menemukan bukti bahwa bahwa perubahan VAA lebih konsisten
dengan insentif earning big bath. Bauman (2000) tidak menemukan bukti bahwa perubahan VAA digunakan untuk melakukan manajemen laba, tetapi
perubahan VAA yang dilakukan perusahaan konsisten atau sesuai dengan
ketentuan SFAS 109.
Frank dan Rego (2003) melakukan penelitian terhadap seluruh
perusahaan manufaktur di Amerika dari tahun 1993-2001, yaitu sebanyak 238
sampel perusahaan. Dalam penelitian mereka, Frank dan Rego menemukan
bahwa perusahaan menggunakan VAA untuk menaikkan laba, untuk
memperhalus penurunan laba, dan untuk mencapai target laba tertentu,
khususnya mencapai analyst forecast.
Frank dan Rego (2006) menganalisis praktek manajemen laba dengan
menggunakan Valuation Allowance Account (VAA) dengan data perusahaan dari tahun 1993-2002 yaitu sebanyak 394 perusahaan yang ada di Amerika
Serikat. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa perusahaan menggunakan
VAA untuk melakukan manajemen laba. Frank dan Rego menemukan bahwa
commit to user
tidak menemukan bukti bahwa VAA digunakan manajer untuk menghasilkan
laba yang positif dan meningkatkan laba.
Karena inkonsistensi dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya,
maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait penggunaan VAA
dalam praktek manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur
yang menyediakan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan yang terdaftar
dalam BEI. Dalam penelitian ini menggunakan data perusahaan industri
manufaktur dari tahun 2007-2009 yang terdaftar di BEI.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Frank dan Rego (2006) yang dilakukan pada perusahaan di Amerika Serikat.
Frank dan Rego menganalisis tindakan manajemen laba yang dideteksi
dengan menggunakan perubahan diskresioner VAA, yang dipengaruhi oleh
tiga target laba yaitu melaporkan peningkatan laba, melaporkan laba positif,
dan mencapai ramalan para analis (analyst forecast). Dalam penelitian ini hanya menggunakan dua target laba yaitu melaporkan peningkatan laba dan
melaporkan laba positif, karena terbatasnya data ramalan para analis (analyst forecast) di Indonesia.
Sampel penelitian ini yaitu perusahaan manufaktur yang menyediakan
VAA atau cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan. Pemilihan pada sektor
industri manufaktur dikarenakan pada alasan bahwa industri manufaktur
merupakan kelompok emiten terbesar dibandingkan kelompok industri yang
lain dan berdasarkan penelitian yang dilakukan Kiswara (1999) manajemen
Atas paparan di atas, maka peneliti mengajukan judul “Deteksi
Manajemen Laba dengan Menggunakan Valuation Allowance Account (VAA): Penggunaan Analisis PLS (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Menyediakan Cadangan Penilaian Aktiva Pajak Tangguhan yang Terdaftar di BEI pada Tahun 2007-2009)”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah
penelitian ini adalah apakah diskresioner perubahan VAA digunakan
perusahaan dalam melakukan aktivitas manajemen laba untuk mencapai
target laba yaitu meningkatkan laba dan melaporkan laba positif?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bukti
empiris mengenai penggunaan diskresioner perubahan VAA terhadap
aktivitas manajemen laba dan hubungannya dengan target laba perusahaan
(meningkatkan laba dan melaporkan laba positif) pada perusahaan
manufaktur di Indonesia yang menyediakan cadangan penilaian aktiva pajak
commit to user
D. Manfaat Penelitian1. Bagi Manajemen perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perusahaan dan
memberikan gambaran mengenai pengaruh perubahan VAA terhadap
manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
sehingga dapat membantu investor dalam membuat keputusan investasi
yang tepat.
2. Bagi Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian terdahulu
mengenai manajemen laba dengan menggunakan Valuation Allowance Account (VAA) terkait perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk
melanjutkan penelitian dengan topik yang sama.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan terdiri dari lima bab yang
diuraikan sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
BAB II Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas mengenai teori-teori yang mendasari
penelitian ini dan kerangka pemikiran
BAB III Metode Penelitian
Bab ini membahas proses pemilihan sampel, pencarian data,
dan metodologi yang digunakan.
BAB IV Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini membahas mengenai pengolahan data, hasil dari
analisis data serta pembahasannya.
BAB V Penutup
Bab ini berisi kesimpulan yang didapat dari hasil analisis
data, keterbatasan, dan saran bagi peneliti selanjutnya.
commit to user
9BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Teori agensi merupakan teori utama dalam penelitian ini.
Selanjutnya teori agensi dijadikan pijakan dari teori positif (positive
accounting theory). Teori akuntansi positif menggambarkan dan
memprediksikan apa yang akan dilakukan dan apa yang tidak dilakukan oleh
manajer secara khusus (Watts dan Zimmerman, 1986). Sesuai perkembangan
teori agensi, kajian pada teori akuntansi positif juga mulai melebar bukan
hanya pada perspektif ekonomi tetapi sudah bergesar pada perspektif non
ekonomi. Sehubungan dengan itu, selain kajian berbasis ekonomi, penelitian
akuntansi positif juga sudah mulai mengkaji dalam perspektif nilai
(Mukhlasin, 2007).
1. Teori Agensi
Perusahaan digambarkan sebagai sebuah entitas legal yang
berjalan sebagai sebuah nexus untuk seperangkat kontrak yang komplek di
antara individu-individu yang berbeda (Jensen, 1983). Hubungan agensi
didefinisikan sebagai kontrak antara satu orang atau lebih (principle)
menggunakan orang lain (agent) untuk menyelenggarakan beberapa tugas
demi kepentingannya yang meliputi pendelegasian beberapa otoritas
pengambilan keputusan oleh agen. Namun demikian, hubungan antara
agensi timbul karena ada perbedaan tujuan antara agent dengan principle
(Jensen dan Meckling, 1976).
Premis teori agensi meliputi agen yang mementingkan
kepentingan sendiri, menghindari resiko, bertindak rasional, moral hazard
(selalu mengharapkan hasil yang lebih besar dengan usaha yang sedikit),
dan memproyeksikan diri mempunyai kapabilitas dan keahlian diri yang
lebih tinggi dibandingkan yang sesungguhnya. Selian itu, baik principle
maupun agen diasumsikan bertindak rasional dan berupaya untuk
memaksimalkan utilitasnya, oleh karena itu, masing-masing pihak akan
senantiasa bertindak untuk kepentingannya sendiri (Hefzi, 1998).
Secara garis besar teori agensi dikelompokkan menjadi dua yaitu
positive agency research dan principle agent research. Positive agency
research fokusnya adalah mengidentifikasi situasi dimana agen dan
principal mempunyai tujuan yang bertentangan dan mekanisme
pengandalian yang terbatas hanya menjaga perilaku self serving agen.
Secara eksklusif, kelompok ini hanya memperhatikan konflik tujuan antara
pemilik (stockholder) dengan manajer. Sementara itu principle agent
research mengungkapkan bahwa hubungan agent-priciple dapat
diaplikasikan secara lebih luas, misalnya untuk menggambarkan hubungan
pekerja dengan pemberi kerja, lawyer dengan kliennya, auditor dengan
auditee, penjual dengan pembeli (Ekanayake, 2004).
Jensen dan Meckling (1976) mengungkapkan bahwa perbedaan
commit to user
antara manajer-shareholder dan manajer-bondholder. Baik principal
maupun agen secara rasional sama-sama bertindak untuk kepentingannya
sendiri dan berupaya untuk memaksimalkan utilitasnya sendiri.
Sehubungan dengan itu, maka harus diyakini bahwa tidak selamanya
manajer akan bertindak untuk kepentingan terbaik principal.
2. Teori Akuntansi Positif
Istilah teori akuntansi positif menunjuk kepada sebuah teori yang
mencoba untuk membuat prediksi yang bagus dari kejadian dunia nyata.
Teori akuntansi positif berkaitan dengan memprediksi tindakan seperti
pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer perusahaan dan bagaimana
respon manajer terhadap standar akuntansi baru yang diusulkan (Scott,
2003).
Teori akuntansi positif berusaha untuk menjelaskan fenomena
akuntansi yang diamati berdasarkan pada alasan-alasan yang menyebabkan
terjadinya suatu peristiwa. Dengan kata lain, teori akuntansi dimaksudkan
untuk menjelaskan dan memprediksi konsekuensi yang terjadi jika
manajer menentukan pilihan tertentu. Penjelasan dan prediksi dalam teori
akuntansi positif didasarkan pada proses kontrak atau hubungan keagenan
antara manajer dengan kelompok lain seperti investor, kreditor, auditor,
pihak pengelola pasar modal, dan institusi pemerintah (Watts dan
Deegan (2004) menyatakan bahwa teori akuntansi positif
menjelaskan bagaimana keuangan dapat digunakan untuk meminimalisasi
biaya keagenan dari setiap pihak yang terlibat dalam kontrak yang
masing-masing pihak mengutamakan kepentingannya. Selanjutnya Degaan (2004)
juga menyatakan bahwa kunci untuk menjelaskan pilihan metode
akuntansi oleh manajer berasal dari teori agensi. Teori agensi memberi
penjelasan penting mengapa memilih metode akuntansi tertentu, oleh
karena itu teori agensi sangat penting dalam pengembangan teori akuntansi
positif.
Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa perilaku
oportunistik manajer dapat diprediksikan dengan Positive Accounting
Theory ke dalam tiga bentuk hipotesis, yaitu:
a. The Bonus Plan Hypothesis
Pada dasarnya tidak ada teori yang menjelaskan susunan pola
kompensasi manajemen. Akan tetapi, ada dua tipe dasar rencana
kompensasi untuk menghargai kinerja manajemen yang diukur
dengan bilangan akuntansi (biasanya laba) yaitu rencana bonus dan
rencana kinerja (kinerja saham dan rencana kinerja unit).
Jika rencana bonus memberikan dorongan kepada manajer untuk
memaksimalkan nilai perusahaan, maka indeks kinerja dari
perhitungan bonus harus berhubungan dengan dampak tindakan
manajer terhadap nilai perusahaan. Jika faktor lain dianggap cateris
commit to user
tindakan manajer terhadap nilai perusahaan, semakin mungkin
digunakannya rencana bonus berdasarkan laba untuk memberikan
penghargaan kepada manajer.
Lebih banyak penelitian empiris yang mengkaji dampak rencana
bonus terhadap pilihan manajer atas prosedur akuntansi daripada
dampak dari rencana kinerja terhadap pilihan manajer atas prosedur
akuntansi. Parameter rencana bonus menetapkan bahwa bonus
diberikan sepanjang tahun, dan jika bonus dapat diberikan, maka
jumlah maksimumnya adalah fungsi linier positif dan laba periode
berjalan. Hasil tersebut memberikan petunjuk kepada peneliti bahwa
kompensasi manajer berdasarkan rencana bonus meningkat sejalan
dengan peningkatan laba periode berjalan. Berdasarkan asumsi
tersebut, peningkatan nilai sekarang atas laba perusahaan pada
periode berjalan akan meningkatkan nilai sekarang dari kompensasi
manajer. Hal tersebut dapat diringkas ke dalam hipotesis berikut:
Bonus Plans Hypothesis. Jika semua hal sama (cateris paribus),
maka manajer sebuah perusahaan yang mempunyai rencana
pemberian bonus akan lebih mungkin untuk memilih prosedur
akuntansi yang dapat memindahkan laba periode yang akan datang
ke dalam periode sekarang.
b. The Debt Covenant Hypothesis
Dalam hipotesis ini diasumsikan bahwa jika semua hal sama (cateris
debt covenant, maka semakin memungkinkan manajer memilih
prosedur akuntansi yang dapat menggeser penghasilan periode yang
akan datang ke dalam periode sekarang. Alasannya adalah kenaikan
laba bersih yang dilaporkan akan mengurangi kemungkinan
kegagalan teknis.
Sebagian besar perjanjian hutang berisi persyaratan yang harus
dipenuhi oleh peminjam selama jangka waktu perjanjian. Sebagai
contoh, perusahaan kreditur mensyaratkan untuk memelihara level
debt-to–equity tertentu, cakupan hutang, modal kerja, dan ekuitas
pemegang saham. Jika perjanjian tersebut dilanggar, maka perjanjian
hutang dapat menjatuhkan denda, seperti kendala pada deviden atau
peminjam tambahan. Jelas bahwa kemungkinan adanya pelanggaran
perjanjian merupakan batasan bagi maanjer untuk menjalankan
perusahaan. Untuk mencegah, atau paling tidak menunda
pelanggaran tersebut, manajer mungkin menerapkan kebijakan
akuntansi untuk menaikkan laba masa kini.
Demikian pula hipotesis perjanjian hutang memprediksi bahwa
manajer perusahaan dengan rasio hutang tarhadap ekuitas yang tinggi
akan memilih kebijakan akuntansi yang kurang konservatif
dibandingkan manajer perusahaan dengan rasio yang rendah, dan
akan lebih mungkin untuk menentang standar baru yang membatasi
kemampuan mereka untuk melakukannya dan atau yang dapat
commit to user
memprediksi bahwa manajer dari perusahaan yang lebih besar akan
memilih kebijakan akuntansi yang lebih konservatif daripada
manajer dari perusahaan yang lebih kecil, dan kemungkinan kecil
menolak standar baru yang dapat melaporkan laba bersih yang lebih
rendah.
c. The Politycal Cost Hypothesis
Dalam hipotesis ini dinyatakan bahwa jika semua hal sama (cateris
paribus), maka perusahaan yang menghadapi biaya politis tinggi
akan semakin memungkinkan manajer untuk memilih kebijakan
prosedur akuntansi yang menunda penghasilan sekarang untuk
dilaporkan pada periode berikutnya.
Hipotesis biaya politik memperkenalkan dimensi politik dalam
pemilihan kebijakan akuntansi. Sebagai contoh, biaya politik dapat
dikenakan bagi perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi, yang
mungkin menarik perhatian media konsumen. Perusahaan yang
sangat besar mungkin ditampilkan dengan standar kinerja yang lebih
tinggi, misalnya dengan mematuhi tanggung jawab sosial, hanya
karena mereka merasa menjadi lebih besar, maka biaya politiknya
akan diperbesar.
Tiga hipotesis di atas menunjukkan bahwa teori akuntansi positif
mengaku adanya tiga hubungan keagenan: (1) antara menejemen dengan
pemilik, (2) antara manajemen dengan kreditor, (3) antara manajemen dengan
3. Manajemen Laba (Earning Management)
Manajemen perusahaan bertanggung jawab kepada pemegang
saham dan pihak-pihak lain yang berkepentingan yang berbeda atas
kegiatan bisnis perusahaan sehingga masing-masing pihak dengan
wewenang yang dimiliki akan berusaha untuk memaksimalkan keuntungan
pribadinya. Salah satu contoh kewenangan akuntan untuk meratakan
labanya adalah dengan manajemen laba (Hasan. A, et al., 2009).
Menurut Scott (2000) manajemen laba adalah suatu tindakan
manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu
dengan tujuan memaksimalisasi kesejahteraan pihak manajemen dan atau
nilai pasar perusahaan. Sedangkan menurut Ma’ruf (2006) manajemen
laba dianggap sebagai suatu proses mengambil langkah yang disengaja
dalam batas prinsip akuntansi yang berterima umum baik di dalam
maupun luar batas General Accepted Accounting Principle (GAAP).
Menurut Sugiri (1998:1-8) membagi definisi manajemen laba
menjadi dua, yaitu:
a. Definisi Sempit
Manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan
metode akuntansi. Manajemen laba dalam artian ini didefinisikan
sebagai perilaku manajer untuk bermain dengan komponen
commit to user
b. Definisi LuasManajemen laba merupakan tindakan menajer untuk meningkatkan
(mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit usaha
dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan
peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit
tersebut.
Utari (2007) menyebutkan bahwa terdapat tiga hal yang penting
dalam manajemen laba, yaitu (1) adanya tujuan tertentu yang dilakukan
secara sengaja oleh manajemen, (2) dilakukan oleh manajemen dengan
kewenangan yang dimilikinya, (3) adanya pilihan-pilihan
kebijakan/metode akuntansi yang diperkenankan menurut standar
akuntansi berlaku. Ketiga hal dalam upaya manajemen laba tersebut
menghasilkan jumlah laba tertentu yang dilaporkan oleh perusahaan.
Beberapa motivasi atau insentif yang melandasi timbulnya
manajemen laba dikemukakan Scott (2000), antara lain sebagai berikut.
a. Bonus
Manajemen perusahaan mempunyai insentif untuk melakukan
manajemen laba secara oportunitis untuk memaksimalkan bonus
yang akan diterimanya.
b. Klausul hutang (debt convenant)
Pelanggaran terhadap klausul hutang dapat menimbulkan biaya besar
bagi perusahaan. Karena itu perusahaan mempunyai insentif untuk
c. Politis
Perusahaan-perusahaan besar dan perusahaan dalam industri strategis
(seperti minyak dan gas bumi) secara politis lebih mendapat
perhatian publik dan regulator. Hal ini menyebabkan peningkatan
regulasi atau masalah yang berdampak terhadap profitabilitas
perusahaan. Karena itu perusahaan-perusahaan tersebut mempunyai
insentif untuk melakukan manajemen laba.
d. Pergantian direksi
Direksi yang akan ganti dapat mempunyai insentif melakukan
manajemen laba untuk memaksimumkan bonus yang akan
diterimanya pada saat pergantian direksi. Manajemen laba juga dapat
dilakukan oleh direksi untuk menghindari mereka diberhentikan dari
posisi direksi.
e. Penawaran perdana (Initial Public Offering, IPO)
Manajemen perusahaan yang melakukan penawaran perdana
mempunyai insentif melakukan manajemen laba dengan harapan
dapat meningkatkan harga sahamnya di pasar.
f. Pengkomunikasian Informasi
Manajemen laba dapat juga dilakukan untuk mengkomunikasikan
informasi pribadi mengenai prospek laba masa depan perusahaan
commit to user
Sedangkan pola manajemen laba yang biasa dilakukan menurut
Scott (2003) yaitu:
a. Taking a Bath
Manajer mencoba mengalihkan expected future cost ke masa kini agar
memiliki peluang yang lebih besar mendapatkan laba di masa
mendatang. Biasanya dilakukan bila perusahaan mengadakan
restrukturisasi atau reorganisasi.
b. Income Minimization
Manajer mencoba memindahkan beban ke masa kini agar memiliki
peluang yang lebih besar untuk mendapatkan laba di masa mendatang.
c. Income Maximization
Manajer mencoba meningkatkan laba masa kini dengan memindahkan
beban ke masa mendatang. Biasanya dilakukan manajer dalam rangka
memperoleh bonus tahunan.
d. Income smoothing
Tindakan dimana manajer memperhalus fluktuasi laba dari periode ke
periode dengan cara memindahkan laba dari periode yang memiliki laba
tinggi ke periode yang memiliki laba rendah.
4. PSAK No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan
Akuntansi pajak penghasilan telah diperkenalkan di Indonesia
sejak 1 Januari 1995, sebagaimana diatur dalam PSAK N0. 16, par 77.
Namun sejak diterbitkannya PSAK No. 46 (1997), telah terjadi perubahan
approach” ke pendekatan baru yang bersifat “balance sheet approach”.
PSAK No. 46 ini diterbitkan tahun 1997 dan baru berlaku efektif di
Indonesia mulai tanggal 1 Januari 1999 bagi perusahaan publik, dan mulai
tanggal 1 Januari 2001 bagi perusahaan lainnya.
Masalah utama perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan
adalah bagaimana mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada
periode berjalan dan periode mendatang untuk hal-hal berikut, (PSAK No.
46, par 1):
a. Pemulihan nilai tercatat aktiva yang diakui pada neraca perusahaan
atau pelunasan nilai tercatat kewajiban yang diakui pada neraca
perusahaan, dan
b. Transaksi-transaksi atau kejadian-kejadian lain pada periode berjalan
yang diakui pada laporan keuangan perusahaan.
Pengakuan aktiva atau kewajiban pada laporan keuangan
mengindikasikan bahwa perusahaan akan dapat memulihkan nilai tercatat
aktiva atau akan melunasi nilai tercatat kewajiban tersebut. Jika
kemungkinan besar pemulihan aktiva atau pelunasan kewajiban tersebut
akan mengakibatkan future tax effect bagi perusahaan, maka perusahaan
harus mengakui kewajiban pajak tangguhan atau aktiva pajak tangguhan
dengan beberapa pengecualian (Rakhmawati, 2011).
Realisasi aktiva pajak tangguhan (Deferred Tax Asset atau DTA)
atau penyelesaian kewajiban pajak tangguhan (Deferred Tax Liability atau
commit to user
pajak tangguhan tidak dapat direalisasi sepenuhnya maka nilainya harus
diturunkan melalui akun cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan
(Valuation Allowance Account atau VAA). Selanjutnya, apabila pada
periode berikutnya terdapat bukti positif yang menambah tingkat
keyakinan terhadap realisasi aktiva pajak tangguhan, maka jumlah tersebut
dapat dipulihkan kembali melalui perubahan atas akun cadangan penilaian
aktiva pajak tangguhan atau VAA tersebut. Oleh karena itu, review secara
periodik terhadap aktiva pajak tangguhan harus dilakukan untuk
mengevaluasi probabilitas realisasinya (Tanusdjaja, 2006).
5. Pajak Tangguhan (Deferred Tax)
Pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yang terutang
(payable) atau terpulihkan (recovable) pada tahun mendatang sebagai
akibat adanya perbedaan temporer dan sisa kompensasi kerugian. Pajak
tangguhan dapat dibedakan menjadi Aktiva Pajak Tangguhan (deferred tax
assets) dan Kewajiban Pajak Tangguhan (deferred tax liabilities) (Utari,
2007).
Menurut PSAK No.46, aktiva pajak tangguhan adalah jumlah
pajak penghasilan terpulihkan (recovable) pada tahun mendatang sebagai
akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa
kompensasi kerugian. Di sisi lain, terdapat kewajiban pajak tangguhan
yang merupakan jumlah pajak penghasilan terutang (payable) untuk tahun
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Utari (2007) disebutkan
perbedaan temporer yang muncul karena adanya perbedaan jumlah tercatat
aktiva atau kewajiban dengan Dasar Pengenaan Pajak (selanjutnya
disingkat DPP) atas aktiva atau kewajiban tersebut. Perbedaan temporer
tersebut dapat berupa:
a. Perbedaan Temporer Kena Pajak (taxable temporary differences)
yaitu perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena
pajak dalam perhitungan laba fiskal tahun mendatang pada saat nilai
tercatat aktiva dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut
dilunasi. Perbedaan temporer kena pajak dapat timbul akibat 2 hal:
1) Biaya yang diakui dalam laporan keuangan akuntansi pada suatu
tahun lebih kecil daripada biaya yang diakui dalam laporan
keuangan fiskal.
2) Penghasilan yang diakui dalam laporan keuangan akuntansi pada
suatu tahun lebih besar daripada penghasilan yang diakui dalam
laporan keuangan fiskal. (Perbedaan ini tidak dimungkinkan oleh
peraturan pajak Indonesia yang juga menganut akrual basis).
b. Perbedaan Temporer yang boleh Dikurangkan (Deductible
temporary differences) yaitu perbedaan temporer yang menimbulkan
suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam perhitungan laba fiskal
tahun mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan atau nilai
tercatat kewajiban dilunasi. Perbedaan temporer yang boleh
commit to user
1) Biaya yang diakui dalam laporan keuangan akuntansi pada suatu
tahun lebih besar daripada biaya yang diakui dalam laporan
keuangan fiskal.
2) Penghasilan yang diakui dalam laporan keuangan akuntansi pada
suatu tahun lebih kecil daripada penghasilan yang diakui dalam
laporan keuangan fiskal.
Pendekatan yang digunakan dalam akuntansi pajak penghasilan di
Indonesia adalah pendekatan asset liability method (balance sheet
approach) yang diatur dalam pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
nomor 46. Selain pengakuan kewajiban pajak masa kini (current tax
liability), pendekatan ini mengatur pengakuan efek pajak masa depan
(future tax effect) yang timbul dari perbedaan laba rugi fiskal dengan laba
rugi akuntansi (Yulianti, 2004).
Perbedaan yang terjadi dalam penghitungan laba akuntansi
(komersial) dengan penghitungan laba fiskal disebabkan laba fiskal
didasarkan pada undang-undang perpajakan, sementara laba akuntansi
didasarkan pada standar akuntansi. Dalam penerapannya, undang-undang
pajak memberikan batasan yang lebih ketat dalam prinsip dan asumsi yang
digunakan dalam penyusunan laporan keuangan (Yulianti, 2004).
6. Valuation Allowance Account (VAA)
Valuation Allowance Account atau cadangan penilaian aktiva
manajemen atas bagian dari Deferred Tax Assets yang tidak dapat
direalisasi berdasarkan prinsip “more likely than not”, bisa juga diartikan
penyisihan untuk mengurangi nilai Deferred Tax Assets (Tanusdjaja,
2006).
Penelitian oleh Miller dan Skinner (1998), Visvanathan (1999),
Bauman, Bauman & Halsey (2001) dan Burgstahler, Elliot, Hanlon (2002)
menggunakan Valuation Allowance Account (VAA) sebagai alat
pendeteksi manajemen laba. Berdasarkan standar akuntansi yang
digunakan di Amerika Serikat, perusahaan harus melakukan penyesuaian
terhadap nilai aktiva pajak tangguhan secara berkala. Efek dari
penyesuaian yang dilakukan akan dibebankan kepada akun penyisihan
yang disebut Valuation Allowance Account (VAA). Penyesuaian yang
dilakukan didasarkan pada penilaian (diskresi) manajemen. Karenanya
Valuation Allowance Account (VAA) dianggap dapat dijadikan pengukur
manajemen laba.
Sebagaimana terlihat dalam gambar 2.1, terdapat empat sumber
penghasilan kena pajak masa depan yang dapat merealisasikan aktiva
pajak tangguhan. Keempat sumber ini wajib dipertimbangkan oleh
manajemen ketika memutuskan perlunya pembentukan akun cadangan
penilaian aktiva pajak tangguhan (Valuation Allowance Account) ini.
Keempat sumber penghasilan kena pajak masa depan ini adalah sebagai
commit to user
Sumber: penjabaran SFAS No. 109, dimodifikasi dari Eaton & William (1998)
dalam Tanusdjaja (2006).
Gambar 2.1 Faktor-Faktor Penentu VAA Aktiva Pajak Tangguhan
Sumber2: Apakah penghasilan kena pajak masa depan yang diharapkan dari pembalikan TTD (DTL Rp 2.500 juta) masih dianggap cukup untuk dapat merealisasikan DTA?
VAA diperlukan (Bukti positif)
VAA tidak diperlukan (Bukti negatif)
ya
tidak ya
Sumber4: apakah penghasilan kena pajak masa datang yang berasal dari sumber Pendapatan masa depan masih cukup untuk merealisasikan DTA Rp 3.600 juta?
ya
Sumber3: Apakah strategi perpajakan perusahaan atas penghasilan kena pajak masa depan dianggap cukup memadai untuk merealisasikan DTA Rp 3.600 juta?
ya ya
Sumber 1: Apakah penghasilan kena pajak dari sumber masa lalu masih dianggap cukup untuk dapat merealisasikan DTA (Rp 3.600 juta)
Pertimbangan bukti positif dan bukti negatif
Diasumsikan data awal: DTA Rp 3.600 juta dan DTL Rp 2.500 juta
Apakah ada masalah kelangsungan usaha (going concern)?
tidak
tidak
tidak
a. Penghasilan yang berasal dari pendapatan masa sebelumnya (Income in
previous carryback years)
Sumber ini dapat dinilai paling objektif, karena tidak menggunakan
asumsi laba masa depan, tapi menggunakan transaksi masa lalu yang
masih belum terpenuhi, dan masih berlanjut sampai periode kini. Bukti
positif atau bukti negatif atas eksistensi sumber ini akan menentukan
perlu atau tidaknya pembentukan VAA, sehingga akan berdampak pada
penurunan (peningkatan) jumlah VAA aktiva pajak tangguhan.
b. Pembalikan kemudian terhadap pos-pos perbedaan temporer kena pajak
(future reversal of taxable temporary differences).
Sumber ini sangat tergantung pada laba masa depan, tetapi masih
dianggap cukup objektif karena berbasis perbedaan temporer yang telah
ada pada masa sebelumnya. Contohnya adalah berbagai akrual
pendapatan, seperti pendapatan diterima di muka dan pendapatan yang
masih harus diterima. Bukti positif (negatif) atas eksistensi sumber ini,
berdampak pada penurunan (peningkatan) nilai VAA aktiva pajak
tangguhan.
c. Potensi penghasilan kena pajak masa depan (future taxable income)
Sumber ini dapat dianggap subjektif karena berdasarkan justifikasi
manajemen terhadap berbagai asumsi seperti: kondisi ekonomi dan
commit to user
kontrak penjualan dengan penyerahan kemudian. Bukti positif (negatif)
atas eksistensi ini, berdampak pada penurunan (peningkatan) nilai
VAA.
d. Strategi perencanaan perpajakan perusahaan (tax planning strategies)
Sumber ini juga memerlukan banyak pertimbangan subjektif
manajemen dalam strukturisasi transaksi yang dapat menimbulkan
efisiensi perpajakan, sehingga dapat menciptakan laba kena pajak masa
depan untuk merealisasikan aktiva pajak tangguhan tersebut. Contoh
tindakan korporasi untuk penggabungan usaha dan akuisisi yang dapat
menimbulkan efisiensi perpajakan, pengaturan transaksi usaha yang
dapat menimbulkan penghematan pajak, namun tetap dalam koridor
peraturan pajak. Bilamana strategi perpajakan dapat mencegah
terjadinya saldo rugi fiskal yang kadaluarsa dan atau kredit pajak yang
kadaluarsa, berarti sebagai bukti positif, dapat direalisasikannya aktiva
pajak tangguhan, sehingga tidak diperlukan (penurunan) VAA aktiva
pajak tangguhan.
Namun dalam PSAK No. 46 tidak dijelaskan lebih lanjut
mengenai cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan maupun bukti-bukti
yang mendukung atau menghindari pembentukan cadangan penilaian
B. Tinjauan Penelitian Sebelumnya
Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini
diantaranya:
1. Miller dan Skinner (1998) melakukan penelitian dengan sampel sebanyak
200 perusahaan industri besar selama periode 3 tahun. Mereka
menemukan bahwa tidak ada hubungan di antara perubahan VAA aktiva
pajak tangguhan dan perubahan rasio nilai buku ekuitas terhadap hutang
(proksi dari perataan laba). Dalam penelitiannya, Miller dan Skinner
memasukkan dua variabel manajemen laba dengan tujuan untuk
menentukan apakah perusahaan mencatat VAA sesuai dengan panduan
yang tercantum dalam standar akuntansi pajak penghasilan. Miller dan
Skinner menguji hipotesis hutang (leverage) dan perataan laba (income
smoothing). Menurut hipotesis hutang, manajer dari perusahaan yang
memiliki tingkat hutang tinggi cenderung memilih VAA yang lebih kecil
dibandingkan dengan manajer dari perusahaan yang rendah tingkat
hutangnya agar dapat menghindari pelanggaran klausul hutang. Sedangkan
pada hipotesis perataan laba menyatakan bahwa manajer akan menurunkan
nilai VAA dalam tahun-tahun terjadinya penurunan sementara kinerja laba
dan meningkatkan VAA ketika kinerja laba sangat tinggi. Dengan
demikian perubahan VAA tidak berdampak pada perbaikan laba.
Penemuan mereka tidak mendukung kedua hipotesis tersebut karena
beragamnya insentif manajemen laba dari perusahaan sampel dan juga
commit to user
2. Visvanathan (1998) melakukan penelitian untuk menguji apakah
perubahan VAA berubah secara sistematis mengikuti pola insentif
manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di Standard & Poor’s
(S&P) 500 index dari periode 1992-1994. Dalam penelitian tersebut
menguji hipotesis hutang dan perataan laba dan hipotesis rencana bonus.
Berdasar hipotesis rencana bonus, manajer akan menurunkan laba ketika
laba tersebut di bawah batas terendah atau di atas batas teratas dari rencana
bonus. Visvanathan tidak menemukan bukti bahwa perubahan VAA
berhubungan dengan eksistensi program bonus, rasio ekuitas terhadap
hutang (proksi perjanjian hutang), dan perubahan laba (proksi perataan
laba). Hubungan antara perubahan nilai VAA dengan perubahan laba
tahun berjalan sebelum VAA adalah negatif dan signifikan. Jika manajer
menggunakan VAA untuk perataan laba, seharusnya hubungan tersebut
menjadi positif. Selain itu, hubungan tersebut ternyata menjadi lebih kuat
ketika leverage tinggi. Meskipun demikian, hasil dari penelitian tersebut
lebih konsisten dengan insentif earning big bath bagi manajer ketika
membentuk VAA secara berlebihan pada masa kinerja memburuk.
Tindakan ini dimaksudkan supaya kinerja masa depan terlihat lebih baik.
3. Bauman et al (2000)
Mereka menguji penggunaaan VAA sebagai alat untuk melakukan
manajemen laba pada sampel sebanyak 62 perusahaan yang terdaftar di
Fortune 500 tahun 1997, dengan kurun waktu tiga tahun, 1995-1997.
mengidentifikasikan earnings targets yang hendak dicapai perusahaan
dengan manajemen laba, earnings targets tersebut antara lain: untuk
menghindari kerugian, menghindari penurunan laba, menghindari
kesalahan ramalan laba oleh analis (analyst forecast), dan untuk tujuan
taking a bath. Mereka tidak menggunakan perubahan bersih VAA sebagai
proksi dari efek laba perubahan VAA, melainkan menggunakan jumlah
yang dilaporkan pada rekonsiliasi ETR (effective tax rate) kerena
pengukuran ini dinilai lebih baik. Hasil dari penelitiannya tidak
menemukan bukti tindakan earning management, perubahan VAA yang
dilakukan oleh perusahaan konsisten pada ketentuan SFAS 109.
4. Schrand dan Wong (2003) melakukan penelitian dengan menggunakan
sampel perusahaan publik, sektor perbankan karena disinyalir bank-bank
memiliki aktiva pajak tangguhan yang besar dan sebagai konsekuensinya,
akun VAA juga berpotensi sangat besar. Dalam penelitian tersebut
ditemukan bahwa bank-bank menggunakan VAA untuk memperhalus nilai
laba ke rata-rata laba selama tiga tahun terakhir dan untuk rata-rata
konsensus ramalan para analis (analyst forecast).
5. Phillips dkk (2004) menguji apakah perubahan pada delapan komponen
kewajiban pajak tangguhan bersih (net-DTL) dapat digunakan untuk
mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang mengelola laba guna
menghindari penurunan laba. Phillips dkk memperluas penelitian yang ada
dengan mengungkapkan informasi rinci tentang akun yang berdampak
commit to user
konteks manajemen laba untuk menghindari kerugian, temuannya
menunjukkan bahwa komponen akrual pendapatan dan beban signifikan,
sedangkan komponen diskrisioner VAA digunakan untuk menaikkan laba.
6. Frank dan Rego (2004) melakukan penelitian terhadap perusahaan publik
sektor manufaktur dalam periode 1993-2001. Mereka berfokus pada tiga
target laba (yaitu untuk melaporkan laba positif, untuk melaporkan
kenaikan laba, dan untuk mencapai ramalan para analis). Mereka
menemukan bukti bahwa aktivitas manajemen laba menggunakan VAA
untuk perataan laba, menghindari pelaporan yang merugi atau penurunan
laba, dan untuk mencapai ramalan para analis. Kemudian mereka
melakukan penelitian lagi tentang manajemen laba dengan menggunakan
VAA pada tahun 2006 dengan menggunakan sampel perusahaan sebanyak
394 perusahaan yang ada di Amerika Serikat selama tahun 1993-2002.
Penelitian tersebut menemukan bukti bahwa perusahaan menggunakan
VAA untuk melakukan manajemen laba, yaitu untuk mencapai analyst
forecast, tetapi tidak menemukan bukti bahwa VAA digunakan untuk
menghasilkan laba yang positif dan meningkatklan laba.
7. Hendang Tanusdjaja (2006) melakukan penelitian terhadap perusahaan
publik selama tahun 2000-2003 yaitu sebanyak 163 sampel perusahaan.
Penelitian tersebut menemukan bukti bahwa perubahan VAA dapat
digunakan sebagai alat untuk memprediksi atau mendeteksi terjadinya
aktivitas manajemen laba untuk memperkecil pelaporan kerugian bagi
digunakan untuk mendeteksi aktivitas manajemen laba untuk memperkecil
penurunan laba.
C. Kerangka Pemikiran
Pada bagian ini dijelaskan dan digambarkan kerangka pemikiran
penelitian. Kerangka pemikiran penelitian menunjukkan pengaruh variabel
independen target laba, yaitu melaporkan peningkatan laba dan melaporkan
laba positif terhadap diskresioner perubahan cadangan penilaian aktiva pajak
tangguhan (D∆VAA).
Variabel Independen Variabel Dependen
peningkatan laba
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Peningkatan laba dalam penelitian ini diproksikan dengan premanaged
change in earnings pershare (PM∆EPS), yaitu perubahan laba per lembar
saham sebelum perubahan diskresioner VAA. Sedangkan laba positif dalam
penelitian ini diproksikan dengan premanaged earnings pershare (PMEPS),
yaitu laba per lembar saham sebelum perubahan diskresioner VAA (Frank dan
Rego, 2006).
Laba positif
commit to user
Berdasar perilaku manajemen laba, perusahaan dengan premanaged
earning jauh di bawah target laba (PMEPS<<T, PM∆EPS<<T) mungkin akan meningkatkan VAA untuk melakukan earning bath atau menurunkan VAA
untuk meratakan laba. Perusahaan dengan premanaged earning di bawah
target laba (PMEPS<T, PM∆EPS<T) akan menurunkan VAA untuk
meningkatkan pelaporan laba. Sedangkan perusahaan dengan premanaged
earning di atas target laba PMEPS>>T, PM∆EPS>>T) akan meningkatkan
VAA untuk meratakan laba dan melakukan cookie jar reserve (Frank dan
Rego, 2006).
D. Pengembangan Hipotesis
Hubungan Valuation Allowance Account (VAA) dengan Aktivitas Manajemen Laba
Salah satu komponen penting dari beban (manfaat) pajak penghasilan
yang berdampak terhadap laba adalah perubahan akun VA aktiva pajak
tangguhan atau VAA. Oleh karena adanya kriteria “more likely than not”,
manajer berpeluang melakukan aktivitas manajemen laba (Tanusdjaja, 2006).
Rakhmawati (2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa karena
tidak adanya panduan ataupun rumus pasti untuk menentukan besarnya
cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan, maka manajer memiliki
kebebasan dalam penentuan besarnya cadangan penilaian aktiva pajak
tangguhan. Hal ini juga mengindikasikan bahwa manajer dapat
Dengan diberlakukannya PSAK No. 46 maka manajer memiliki kebebasan
dalam menentukan kebijakan akuntansi yang akan digunakan dalam
pertimbangan menentukan besarnya cadangan penilaian aktiva pajak
tangguhan. Hal ini memperkuat adanya indikasi terjadi manajemen laba
melalui cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan.
Beberapa penelitian menjelaskan bahwa besarnya cadangan penilaian
aktiva pajak tangguhan dapat menjadi instrument manajemen laba, yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Burgstahler dan Dichev (1997) melakukan
analisis terhadap terpatahnya distribusi laba dan menganggap terpatahnya
distribusi ini disebabkan oleh kebaradaan manajemen laba yang dilakukan
perusahaan untuk 2 tujuan, yaitu manajemen laba untuk menghindari
pelaporan kerugian dan manajemen laba untuk menghindari penurunan laba.
Temuan mereka memberi petunjuk bahwa perusahaan dengan kerugian kecil
mempunyai insentif menurunkan akun VAA aktiva pajak tangguhan atau
VAA untuk melaporkan laba positif. Frank dan Rego (2006) meneliti praktek
manajemen laba dengan menggunakan VAA dan menemukan bukti bahwa
perusahaan menggunakan VAA untuk melakukan manajemen laba untuk
mencapai analyst forecast.
Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh (Hayn, 1995, Burgstahler
dan Dichev, 1997, Dechow, Richardson dan Irem Tua, 2003) menunjukkan
adanya usaha dari manajemen untuk menghindari penurunan laba ataupun
menghindari kerugian dengan cara manajemen laba. Perusahaan yang
commit to user
pendapatannya untuk mencapai laba ataupun perubahan laba yang positif.
Usaha manajemen laba yang dilakukan perusahaan-perusahaan ini memang
akan menyebabkan pergeseran dari pelaporan laba (perubahan laba) negatif
menjadi positif tetapi dalam jumlah yang terbatas, hanya untuk melewati
earnings threshold. Dengan demikian walaupun perusahaan-perusahaan
tersebut melaporkan laba atau perubahan laba positif, tetapi dalam nilai yang
kecil.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini akan berfokus pada
tiga aktivitas manajemen laba (mencapai target laba, perataan laba, dan
earning bath) pada dua target laba yaitu meningkatkan laba dan melaporkan
laba positif. Sehingga peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut.
H1a : Premanaged ∆EPS jauh di bawah target laba berpengaruh terhadap
diskresioner perubahan VAA (D∆VAA)
H1b : Premanaged ∆EPS di bawah target laba berpengaruh negatif
terhadap diskresioner perubahan VAA (D∆VAA).
H1c : Premanaged ∆EPS di atas target laba berpengaruh positif terhadap
diskresioner perubahan VAA (D∆VAA).
H2a : Premanaged EPS jauh di bawah target laba berpengaruh terhadap
diskresioner perubahan VAA (D∆VAA).
H2b : Premanaged EPS di bawah target laba berpengaruh negatif
terhadap diskresioner perubahan VAA (D∆VAA).
H2c : Premanaged EPS di atas target laba berpengaruh positif terhadap
commit to user
36BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi empiris yang bertujuan untuk
memperoleh bukti terkait apakah VAA berpengaruh signifikan terhadap
aktivitas manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang menyediakan
cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan yang terdaftar di BEI. Data
penelitian ini diperoleh dari laporan keuangan yang dipublikasikan perusahaan
yang dapat didownload dari website www.idx.co.id dan dari ICMD.
B. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel
Populasi mengacu pada keseluruhan kelompok orang, kejadian, atau
hal minat yang ingin peneliti investigasi (Sekaran, 2006: 121). Populasi dalam
penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan manufaktur yang
menyediakan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan yang terdaftar dalam
Bursa Efek Indonesia dari tahun 2007-2009 yang dipublikasikan melalui
website www.idx.co.id.
Sampel merupakan sejumlah anggota yang dipilih dari populasi.
Dengan mempelajari sampel, penelitian mampu menarik kesimpulan yang
dapat digeneralisasikan terhadap populasi peneltian (Sekaran, 2006: 123).
Sampel dari penelitian ini diambil dengan teknik purposive sampling, yaitu
commit to user
berdasarkan kebijakan dari peneliti. Pertimbangan atau kriteria yang
digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan manufaktur yang menyisihkan cadangan penilaian aktiva
pajak tangguhan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia dan
mempublikasikan laporan keuangannya dari tahun 2007-2009
2. Perusahaan menerapkan periode pelaporan akuntansi 01 Januari - 31
Desember
3. Perusahaan memiliki pengungkapan rinci pajak tangguhan dan
komponennya pada laporan keuangan auditan.
4. Perusahaan memiliki akun cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan
dengan selisih tidak sama dengan nol antara periode berjalan dengan
periode sebelumnya.
C. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan sumber data yang mengacu pada informasi yang
dikumpulkan dari sumber yang telah ada (Sekaran, 2006: 60). Sumber data
dari penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan manufaktur yang
menyediakan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia dari tahun 2007-2009 yang dipublikasikan melalui
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Penelitian ini menggunakan dua tahapan analisis. Tahap pertama
dilakukan untuk mengetahui apakah manajemen melakukan discretionary
dalam menentukan besarnya perubahan pada Valuation Allowance Account.
Tahap kedua dilakukan untuk mengetahui apakah discretionary tersebut
termotivasi oleh dua target laba yaitu melaporkan peningkatan laba dan
melaporkan laba positif.
1. Manajemen Laba (Earning Management)
Variabel dependen dalam panelitian ini adalah manajemen laba
(earning management) yang diukur dengan discretionary change in VAA
(D∆VAA). VAA diperoleh dari pengungkapan dalam catatan pajak
penghasilan dalam laporan keuangan auditan perusahaan. ∆VAA diperoleh
dengan mengurangi nilai VAA tahun t dengan t-1. Variabel VAA ini
diskala dengan jumlah saham yang beredar pada tahun t. Sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Tanusdjaja (2006) pemisahan ∆VAA
menjadi komponen ∆VAA nondiskresioner (∆NDVAA) dan ∆VAA
diskresioner (∆DVAA) dilakukan dengan model yang dikembangkan oleh
Frank and Rego (2006).
Perubahan VAAt dalam penelitian ini dinyatakan dalam persamaan
berikut.
commit to user
Untuk mengukur bagian nondiskresioner dari perubahan VAAt,
penelitian ini menggunakan model regresi (tahap pertama) sebagai berikut:
∆VAAit = β1∆DTAit + β2∆DTLit + β3∆HEPSit + β4∆EPSit + β5∆FEPSit +
β6HEPSit + β7∆MTBit +εit ………(2)
Keterangan:
∆VAAit = Perubahan VAA aktiva pajak tangguhan perusahaan i
pada tahun t, diskala dengan jumlah saham yang beredar
(CSO) pada tahun t.
∆DTAit = Perubahan aktiva pajak tangguhan perusahaan i pada tahun
t, diskala dengan jumlah saham yang beredar (CSO)
pada tahun t.
∆DTLit = Perubahan kewajiban pajak tangguhan perusahaan i pada
tahun t, diskala dengan jumlah saham yang beredar
(CSO) pada tahun t.
∆HEPSit = [(Pretax incomet-1/ CSOt-1) – (pretax Incomet-2/CSOt-2)]
∆EPSit = [(Pretax incomet/ CSOt) – (pretax Incomet-1/CSOt-1)]
∆FEPSit = [(Pretax incomet+1/ CSOt+1) – (pretax Incomet/CSOt)]
HEPSit = [(Pretax incomet-1/CSOt-1)+(pretax Incomet-2/CSOt2)/2]
Perubahan nondiskresioner dari VAA (∆NDVAAt) merupakan
fitted value dari persamaan (2) di atas, sedangkan perubahan diskresioner
dari VAA (D∆VAAt) adalah nilai residunya.
Dengan menggunakan nilai residu dari persamaan (2) atau regresi
tahap pertama sebagai proksi D∆VAA, peneliti mengesitimasi persamaan
(3) untuk menguji hubungan VAA dengan perilaku manajemen laba, yang
ditunjukkan oleh persamaan di bawah ini.
D∆VAAit = β1PMEPS<<Tit + β2PMEPS<Tit + β3PMEPS>>Tit +
β4PM∆EPS<<Tit + β5PM∆EPS<<Tit + β6PM∆EPS>>Tit +
ε
it……….(3)Keterangan:
D∆VAAit
=
perubahan diskresioner VAA perusahaan i pada tahun t.PMEPS<<T = Variabel dummy yang bernilai sama dengan 1 jika PMEPS
lebih kecil/ kurang dari -0.05, dan bernilai 0 jika tidak.
PMEPS<T = Variabel dummy yang bernilai 1 jika PMEPS lebih besar
dari -0.05 dan kurang dari 0, dan bernilai 0 jika tidak.
PMEPS>>T = Variabel dummy yang bernilai 1 jika PMEPS lebih dari
0.05, dan bernilai 0 jika tidak.
PM∆EPS<<T =Variabel dummy yang bernilai sama dengan 1 jika
PM∆EPS lebih kecil/ kurang dari -0.05, dan bernilai 0
commit to user
PM∆EPS<T = Variabel dummy yang bernilai 1 jika PM∆EPS lebih besar dari -0.05 dan kurang dari 0, dan bernilai 0 jika tidak.
PM∆EPS>>T = Variabel dummy yang bernilai 1 jika PM∆EPS lebih dari 0.05, dan bernilai 0 jika tidak.
β
=
koefisien regresiε
it=
koefisienErrorRumus untuk menghitung non discretionary perubahan VAA di
atas dibuat berdasarkan ketentuan yang terdapat pada SFAS 109. Standar
tersebut mewajibkan pembentukan VAA untuk mengurangi aktiva pajak
tangguhan yang kemungkinan besar tidak dapat direalisasi. Oleh karena
itu, karena jumlah aktiva pajak tangguhan menjadi dasar penentuan jumlah
VAA. Jadi jika aktiva pajak tangguhan meningkat (∆DTA), maka VAA
juga meningkat (β1 > 0).
Variabel yang lain dalam persamaan (2) digunakan untuk
mengukur sumber pajak penghasilan kena pajak dimana manajer harus
menentukan dalam mengevaluasi kemungkinan realisasi dari aktiva pajak
tangguhan (DTA). Sumber tersebut termasuk pembalikan masa depan dari
kewajiban pajak tangguhan atau Deferred Tax Liability (DTL),
penghasilan kena pajak tahun sebelumnya, strategi perencanaan pajak, dan
penghasilan kena pajak yang diharapkan pada tahun berikutnya.
Peningkatan dari sumber-sumber tersebut pada penghasilan kena pajak
tangguhan (DTA) kemungkinan besar dapat direalisasi di masa depan,
sehingga manajer akan menurunkan nilai VAA.
Sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan (Frank dan
Rego 2006), peneliti mengontrol pembalikan masa depan kewajiban pajak
tangguhan dengan memasukkan perubahan kini kewajiban pajak
tangguhan (∆DTL). Jika kewajiban pajak tangguhan meningkat diprediksi
perusahaan akan menurunkan nilai VAA (β2<0). Peneliti mengontrol
perubahan penghasilan kena pajak tahun sebelumnya dengan memasukkan
perubahan laba sebelum pajak dari t-2 ke t-1 (∆HEPS). Jika perubahan
sejarah laba (historical earnings) positif, maka diprediksi nilai VAA akan
turun (β3<0). Penelitian ini juga memasukkan perubahan kini laba sebelum
pajak dari t-1 ke t (∆EPS). Pengukuran ini bisa menjadi proksi untuk
perubahan lainnya dalam sejarah laba (historical earnings) atau perubahan
harapan manajer untuk penghasilan kena pajak masa depan (β4<0). Sama
seperti penelitian sebelumnya (Frank dan Rego 2006), peneliti juga
memasukkan perubahan laba sebelum pajak dari t ke t+1 (∆FEPS) sebagai
proksi harapan manajer tentang penghasilan kena pajak masa depan. ∆EPS
dan ∆FEPS merupakan ukuran profitabilitas masa depan dengan cara yang
berbeda. ∆FEPS mengasumsikan bahwa manajer memiliki tinjauan masa
depan yang sempurna, sedangkan ∆EPS mengasumsikan bahwa manajer
tidak memiliki wawasan tentang harapan masa depan dengan informasi