• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Metode Psikodrama dalam Men

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Efektivitas Metode Psikodrama dalam Men"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pengajaran sastra di sekolah sebagai bagian dari sistem pembelajaran berfungsi agar siswa memiliki kepekaan terhadap karya sastra sehingga ia merasa terdorong dan tertarik untuk melakonkannya dalam kehidupan nyata disamping itu, pengajaran sastra tidak hanya bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan tentang sastra sebanyak-banyaknya tetapi merupakan sarana untuk mengaplikasikan perasaan, penglaman, kreatifitas imajinasi manusia, sampai pada penelaahan unsur-unsur kehidupan, alam, ketuhanan, teknologi, dan zaman yang disajikan dalam bentuk tulisan.

Drama sebagai salah satu bentuk karya sastra imajinatif. Sebab tujuan akhir dari sebuah drama bukan hanya untuk diminati sebagai sebuah tulisan tetapi utuk dinikmati sebagai sebuah pertunjukan di atas panggung. Ketika drama diangkat menjadi sebuah pertunjukan di atas panggung, seluruh dialog dan tokoh-tokoh yang ada di dalam naskah drama dihadirkan ke atas panggung oleh seorang aktor.

Memerankan tokoh dalam drama, seorang aktor harus berangkat dari konsep bahwa drama merupakan gambaran cerita kehidupan sehari-hari. Kepandaian aktor menafsirkan hidup dan kehidupan secara pas, ekspresif dan estetik di atas panggung, membuat lakon drama menjadi aktual, mirip kehidupan manusia yang sebenarnya yang pernah dan mungkin akan dialami penonton.

Pengajaran sastra di sekolah, dalam hal ini drama masih sangat rendah. Siswa melihat drama hanyalah sebuah pelajaran sepintas lalu. Cukup dengan

(2)

sedikit teori, dibaca sekali dengan vokal seadanya di kelas dan bila dipertujukkan di depan kelas, siswa cukup membawa teks drama tersebut atau hanya menghapal dan melapalkan dialognya di hadapan siswa-siswa yang lainnya. Selesailah pengajaran drama. Pengajaran drama tersebut tidak memberikan siswa ruang untuk mengeksplorasi tokoh dan dialog di atas panggung dan tidak memberitahukan siswa bagaimana bermain drama sebenarnya serta apa-apa saja yang diperlukan dalam bermain drama. Akhirnya siswa hanya mengetahui sebatas itulah drama, padahal sebenarnya mereka masih sangat jauh dari apa yang dikatakan sebagai drama dan bermain drama. Akhirnya siswa hanya mengetahui sebatas itulah drama, padahal sebenarnya mereka masih sangat jauh dari apa yang dikatakan sebagai drama dan bermain drama. Dengan kata lain kemampuan dan pengalaman mereka bermain drama sangatlah rendah.

Hal ini sesuai dengan data yang didapati ketika melaksanakan PPL di SMA Negeri 1 Stabat ketika siswa kelas XI ditugaskan untuk memainkan drama singkat banyak yang beralasan tidak mampu untuk melakonkan tokoh dalam naskah, belum memahami bagaimana bentuk penokohannya, tidak terbiasa bermain peran dimuka umum, dan sebagainya. Teutama pementasan drama singkat di dalam kelas, siswa terlihat tidak mampu dan mengalami kebingungan dalam memerankan tokoh baik dalam berdialog, ekspresi maupun gerak.

(3)

dalam mengajarkan drama. Hanya saja guru masih terlalu memudahkan pengajaran drama. Pengajaran seperti ini menyebabkan terbendungnya minat dan bakat siswa dalam bermain drama, bahkan dalam mempelajari sastra.

Situasi ini menuntut guru untuk mencari metode pembelajaran yang sesuai guna untuk merangsang dan meningkatkan kemampuan bermain atau memerankan tokoh dalam drama. Metode pembelajaran Psikodrama dapat menjadi pilihan sebagai salah satu metode yang dapat dikembangkan untuk menjawab persoalan yang telah dijelaskan sebelumnya. Metode Psikodrama merupakan metode pembelajaran dengan bermain peran yang bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan psikologis. Oleh karena itulah peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian apakah metode Psikodrama efektif dilakukan dalam meningkatkan kemampuan bermain drama.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Metode Psikodrama dalam Meningkatkan Kemampuan Bermain Drama Oleh Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Stabat Tahun Pembelajaran 2009/2010”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran drama di sekolah sering diabaikan begitu saja.

(4)

3. Kurikulum KTSP untuk kelas XI menuntut siswa mampu memerankan tokoh dalam drama.

4. Metode Psikodrama belum diterapkan dalam meningkatkan kemampuan bermain drama siswa.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada penggunaan metode Psikodrama dalam meningkatkan kemampuan bermain drama siswa kelas XI SMA Negeri 1 Stabat Tahun Pembelajaran 2009/2010. Untuk mendukung penelitian ini peneliti memilih naskah”Majalah Dinding” karya Bakdi Sumanto.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah diatas dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu:

1. Bagaimanakah kemampuan siswa bermain drama dengan menggunakan metode Psikodrama?

(5)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kemampuan bermain drama siswa kelas XI SMA Negeri 1 Stabat Tahun Pembelajaran 2009/2010 dengan menggunakan metode Psikodrama.

2. Mengetahui keefektifan metode Psikodrama dalam meningkatan kemampuan bermain drama siswa pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Stabat Tahun Pembelajaran 2009/2010.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Manfaat praktis yaitu memberikan informasi kepada guru tentang metode Psikodrama sebagai model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya bermain drama.

(6)

BAB II

LANDASAN TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. LANDASAN TEORETIS

Landasan teoretis merupakan rancangan teori yang berhubungan dengan hakekat suatu penelitian untuk menjelaskan pengertian-pengertian kelas kontrolang diteliti. Landasan teoretis diupayakan untuk menjelaskan ciri-ciri variabel.

1. Pengertian Efektivitas

Kata efektivitas berasal dari kata efektif. Menurut Handoko (2002:7), “Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.

Selanjutnya Depdiknas (2002:284) menyatakan, “Evektivitas sama dengan Keefektifan merupakan, 1) keadaan berpengaruh; hal berkesan 2) kemanjuran, kemujarabatan, 3) keberhasilan (tentang usaha, tindakan) 4) hal mulai berlakunya (tentang undang-undang,peraturan). Hal senada dikemukakan oleh Soedamaryanti, “Keefektifan adalah suatu usuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target yang ingin dicapai” (dalam Maringga, 1995:61).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas ialah kemampuan untuk menentukan tujuan yang tepat agar tercapai keberhasilan yang telah ditetapkan.

(7)

2. Pengertian Metode Psikodrama

Psikodrama merupakan suatu bentuk terapi kelompok, yang dikembangkan oleh J.L.Moreno (1982-1946) dikutip dari (http://books.google.co.id/books?), dimana siswa didorong untuk memainkan suatu peran emosional di depan para penonton tanpa dia berlatih sebelumnya. Tujuan dari Psikodrama ini adalah membantu seorang siswa atau sekolompok siswa untuk mengatasi masalah-masalah pribadi dengan menggunakan permainan peran, drama, atau terapi tindakan. Lewat cara-cara ini siswa dibantu untuk mengungkapkan perasaan-perasaan tentang konflik, kemarahan, agresi, perasaan bersalah, dan kesedihan. Sama dengan Freud, moreno melihat emosi-emosi yang terpendam dapat dibongkar (kompleks-kompleks emosional dihilangkan dengan membawanya ke kesadaran, dan membuat energi emosional diungkapkan)

(8)

individu-individu di mana subjek memiliki kesempatan menyesuaikan diri dengan mereka dalam kehidupan yang nyata.

Sebaliknya, Whittaker memberikan suatu gambaran singkat tentang bagaimana sebaiknya Psikodrama itu dilaksanakan. Dia mengemukakan bahwa Psikodrama menggunakan 4 instrumen utama, yaitu: (1) panggung, yang merupakan ruang kehidupan psikologis dan fisik bagi subjek atau siswa; (2) sutradara atau pekerja; (3) staf dari ego-ego penolong atau penolong-penolong terapeutik; (4) para penonton. Ego-ego penolong maupun para penonton terdiri dari anggota-anggota kelompok lain. Strateginya adalah memberi kemungkinan kepada subjek untuk memproyeksikan dirinya ke dalam dunianya sendiri dan membangkitkan respons-respons dari kawan-kawan anggota kelompoknya sendiri. Selanjutnya, Whittaker mengemukakan 4 teknik yang bisa digunakan, yaitu: (1) Presentasi diri – siswa mempersentasikan dirinya sendiri atau seorang figur yang penting dalam kehidupannya; (2) Memimpin percakapan sendiri – siswa melangkah keluar dari drama dan berbicara kepada dirinya sendiri dan kepada kelompok; (3) Teknik ganda – seorang ego penolong berperan bersama dengan siswa dan melakukan segala sesuatu yang dilakukan siswa pada waktu yang sama; (4) Teknik cermin – seorang ego penolong berperan sejelas mungkin menggantikan siswa. Dari para penonton, siswa memperhatikan bagaimana dia melihat dirinya sendiri sebagimana orang-orang lain melihatnya.

(9)

mana siswa bertingkah laku tidak tepat atau tidak efektif dalam situasi-situasi itu. Sebagai terapis, pekerja (sutradara) memberikan dukungan atau klarifikasi kepada para aktor, dan kadang-kadang memberikan penafsiran (sering dengan bantuan para anggota kelompok lain) tentang adegan permainan itu (Whittaker, 1974).

Selain itu Sanjaya (2007:161) menyatakan,

Psikodrama adalah metode pembelajaran dengan bermain peran yang bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan psikologis. Psikodrama biasanya digunakan untuk terapi, yaitu agar siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik

tentang dirinya, menemukan konsep diri, menyatakan reaksi terhadap tekanan-tekanan yang dialaminya.

Selanjutnya Anitah (2008:523) mengatakan “Psikodrama merupakan bagian dari simulasi yang dalam pembelajarannya siswa bermain peran sesuai dengan aspek psikologis yang dimilikinya.”

Selanjutnya dalam (http// www. Pro-ibid.com/ content/) dikatakan Psikodrama, “Hampir mirip dengan sosiodrama, perbedaan terletak pada penekanannya. Sosiodrama menekankan kepada permasalahan sosial, sedangkan psikodrama menekankan pada pengaruh psikologisnya.”

(10)

3. Drama

3.1. Pengertian Drama

Kata drama berasal dari bahasa yunani ‘dramoi’ yang berarti menirukan. Berdasarkan etimologi selanjutnya dalam pengertian umum istilah drama diartikan sebagai perbuatan atau gerak, sedangkan sebagai istilah seni, yang dimaksud dengan “seni drama” ialah seni yang mempertunjukan pekerti atau tingkah laku manusia dengan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku di atas pentas. Sehubungan dengan penjelasan di atas, Dietrich berpendapat, “ drama adalah suatu cerita dalam bentuk dialog tentang konflik (pertengkaran) manusia, diproyeksikan dengan ucapan dan perbuatan dari suatu panggung kepada penonton”. (dalam prasmadji, 1984:19)

Menurut Depdiknas (2003:275) didefinisikan bahwa:

“drama adalah (1) Komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (acting) atau dialog yang dipentaskan, (2) Cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus disusun untuk pertunjukan teater, (3) Kejadian yang menyedihkan.

Sedangkan Depdikbud (1985:16) menjelaskan ”Drama adalah, (1) Karya tulis untuk teater, misalnya drama inggris, (2) Setiap situasi yang memiliki konflik dan penyelesaian cerita (resolution), (3) Jenis Sastra berbentuk dialog, yang bisa dipertunjukkan di atas pentas”.

(11)

Kemudian menurut Waluyo (2001:1), “Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas. Drama adalah potret kehidupan manusia, potret suka duka, pahit manis, hitam putih kehidupan manusia.”

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa drama itu merupakan hasil karya yang menggambarkan kehidupan dan aktivitas manusia dengan menyajikan berbagai adegan dan dialog antara sekelompok pelakunya.

3.2. Unsur-unsur Drama

Drama memiliki unsur-unsur yang membentuk menjadi satu kesatuan. Secara umum unsur-unsur drama itu terdiri dari tema, tokoh/penokohan, dialog, alur, dan latar.

a. Tema

(12)

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tema merupakan ide, gagasan, buah pikiran, pesan yang ingin disampaikan pengarang/penulis kepada pembaca atau penonton.

b. Tokoh dan Penokohan

Dalam karya fiksi selalu didukung oleh beberapa tokoh atau pelaku yang memiliki peran ataupun juga watak yang berbeda-beda. Sumardjo (1991:146) mengatakan, “Tokoh cerita adalah mengambil dan mengalami peristiwa yang digambarkan plot”.

Sejalan dengan itu Lailasari (2006:246) berpendapat bahwa, “Tokoh atau penokohan adalah kualitas tokoh, kualitas nalar dan jiwanya yang membedakannya dengan tokoh lain”.

Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa penokohan adalah pemberian watak, sifat kepada peran tertentu sehingga membentuk alur.

c. Dialog

Dalam naskah drama, dialog merupakan yang terpenting karena dialoglah yang membedakan karya drama dengan karya sastra yang lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumardjo bahwa, “bagian lain yang sangat penting dan secara lahiriah membedakan sastra drama dengan jenis fiksi lain adalah dialog. Dialog adalah bagian dari naskah drama yang berupa percakapan antara satu tokoh dengan tokoh lainnya” (1991:146).

(13)

Sihotang berpendapat bahwa,

“Dari perwatakan dilukiskan lewat dialog dan perbuatan. Dialog harus mampu mengungkapkan perwatakan tokoh, baik lewat orang lain maupun lewat tokoh itu sendiri. Dan semuanya harus merupakan satu sebab akibat yang logis. Misalnya seorang Kyai tidak mungkin mengucapkan kata-kata jorok, dan lain sebagainya. Dialog berisikan kata-kata-kata-kata atau kalimat-kalimat antara satu tokoh kepada tokoh yang lain. Karena itu dialog merupakan senjata utama dalam dialog skenario drama.” (2003:42)

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dialog mengungkapkan perwatakan tokoh, dan dalam menyampaikan dengan pengucapan yang jelas, penuh penjiwaan dan emosi serta volume/tekanan suara yang cukup. Susunan dialog dalam drama harus sangat diperhitungkan oleh pengarang, bukan saja kalimat-kalimatnya harus padat dan berisi tetapi menarik untuk diucapkan, dan tidak lepas dari kewajaran orang berbicara.

d. Plot (alur cerita)

Plot merupakan salah satu unsur fungsional dalam drama. Plot dapat diartikan juga sebagai bagian atau kerangka kejadian tempat para tokoh memainkan perannya. Aminuddin berpendapat, “Pengertian plot dalam cerpen atau dalam karya fiksi pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita. Istilah alur dalam hal ini sama dengan istilah plot maupun struktur cerita.” (1990:23)

(14)

Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa alur atau plot merupakan rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan peristiwa mulai dari situasi awal sampai akhir cerita ditata dalam bentuk jalinan yang teratur.

e. Latar Cerita

Waluyo (2003:08) mengatakan, “Latar atau setting adalah tempat dan ruang terjadinya cerita.”

Selaras dengan di atas Wiyanto (2002:28) menyatakan, “Setting atau latar adalah ruang terjadinya cerita.”

Dengan demikian dapat dirumuskan fungsi latar adalah menerjemahkan situasi, waktu dan tempat berlangsungnya peristiwa yang ada pada sebuah cerita.

Selanjutnya ia (2002:28) menjelaskan, “Latar atau setting dalam drama sangat berguna menghidupkan suasana cerita. Selain tiu tugas latar adalah menyokong plot dan perwatakan.”

Maka dapat disimpulkan latar atau setting adalah tempat, waktu, suasana, dan situasi, ketika sebuah peristiwa itu terjadi.

f. Amanat

Amanat atau pesan adalah suatu yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Amanat yang hendak disampaikan oleh pengarang perlu diberikan beberapa alternatif, dalam menafsirkan amanat itu, kita dapat bersifat akomodatif.

(15)

3.3. Unsur-unsur Pementasan Drama

Drama memiliki dwi fungsi. Sebagai sebuah bentuk karya sastra tertulis dan sebagai sebuah sarana pertunjukkan yang dapat dinikmati secara ausiovisual. Bagi seorang pengarang, drama adalah sarana mengaplikasikan kenyataan dan proses imajinatif ke dalam bentuk karya. Sedangkan dalam pertunjukkannya memungkinkan segala bentuk kreatifitas dan masa yang berkepentingan untuk mementaskan drama tersebut.

Maka untuk keperluan pertunjukan tersebut, drama dilengkapi bagian-bagian yang harus disiapkan untuk menjadi sebuah pertunjukan. Semakin besar pertunjukkan yang hendak dibuat, semakin besar kebutuhan yang mesti disipakan. Namun, pertunjukkan itu sendiri dapat disesuaikan dengan situasi atau keadaan yang ada. Misalnya untuk sebuah pertunjukan sederhana atau pertunjukan di sekolah-sekolah.

Untuk itu, dalam proposal penelitian ini dijabarkan seluruh unsur yang dibutuhkan namun untuk penerapannya di lapangan disesuaikan dengan keadaan di sekolah, yakni pertunjukan drama sederhana namun memungkinkan siswa dapat semaksimal mungkin menunjukkan kemampuannya bermain drama dengan menggunakan metode Psikodrama.

(16)

a. Naskah Drama

Naskah drama adalah pedoman awal untuk sebuah pertunjukan drama. Sebab segala kebutuhan dasar pertunjukan drama tersurat atau pun tersirat dalam naskah tersebut. Naskah drama adalah karangan yang berisi cerita atau lakon. Dalam naskah tersebut termuat nama-nama tokoh dalam cerita, dialog yang diucapkan para tokoh, dan keadaan panggung yang diperlukan.

Bermain drama tanpa menggunakan naskah drama akan mengalami kesulitan yang tinggi. Karena pemain akan bermain tanpa tahu arah dan dialog yang hendak disampaikan. Dengan kata lain naskah drama selain bertujuan sebagai murni karya sastra juga sebgai landasan bermain drama.

b. Pemain

Pemain adalah orang yang memperagakan cerita. Segala kesuksesan kehidupan dalam sebuah pertunjukan drama dititikberatkan pada pemain. Pemain disebut juga inti dari sebuah pertunjukan drama. Sebab pemainlah yang menciptakan permainan si atas panggung. Pemain adalah orang-orang yang ditugaskan bermain drama, yakni menghidupkan tokoh yang tertera dalam naskah menjadi nyata di atas panggung. Dengan kata lain pemainlah yang bermain drama di atas panggung untuk dinikmati penonton sebagai sebuah pertunjukan. Lebih sederhananya lagi pemain adalah orang-orang yang bermain drama.

c. Sutradara

(17)

d. Tata Rias

Tata rias adalah cara mendandani pemain. Orang yang mengerjakan tata rias disebut dengan penata rias. Tugasnya merias wajah pemain. Menyesuaikan dengan karakter dan pencahayaan yang dibutuhkan dalam pemeranan pada pertunjukan tersebut.

e. Tata Busana

Tata busana adalah pengaturan pakaian pemain baik bahan, model, maupun cara mengenakannya. Orang yang berkecimpung dalam tata busana disebut penata buasana. Tugasnya menyiapkan busana yang hendak dikenakan pemain. Sesuai dengan penafsiran yang telah dirundingkan terlebih dahulu dengan pemain dan sutradara. Tata busana sebenarnya berhubungan erat dengan tata rias. Karena tugas yang dilaksanakan untuk pementasan masih berhubungan dengan kebutuhan pemain. Oleh karena itu, sering kali tugas mengatur pakaian pemain dirangkap penata rias.

f. Tata Panggung

(18)

g. Tata Lampu

Yang dimaksud dengan pengaturan cahaya di panggung. Karena itu lampu erat hubungannya dengan tata panggung. Karena berhubungan dengan pencahayaan penata lampu harus memiliki kemampuan yang baik tentang listrik dan pengaturan cahaya. Sebab cahaya yang diciptakan harus mampu menggambarkan latar dan mendukung penuh penataan penggung. Misalnya, menciptakan suasana malam, pagi, dll.

h. Tata Suara/Musik

Dalam tata suara, pengaturan suara dan musik pengiring pertunjukan adalah hal terpenting. Alat-alat musik, paduan dan kesesuaian dengan suasana, pengaturan keras lembutnya musik harus mampu siperhitungkan untuk mendukung permainan drama yang baik. Maka seorang penata suara/musik harus tajam menterjemahkan musik dan kebutuhan pementasan akan musik.

i. Penonton

(19)

4. Kemampuan Bermain Drama

Dalam kamus Lengkap Bahasa Indonesia (2003:433) kata kemampuan dinyatakan bahwa kata kemampuan berarti “kesanggupan, kekuatan, melakukan segala perbuatan dan kekayaan yang dimiliki.”

Menurut Depdiknas dalam KBBI (2003:433) dinyatakan bahwa, “Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan, kekayaan.”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kecakapan untuk melakukan sesuatu.

Sedangkan menurut Wiyanto (2002:68), bermain drama diartikan sebagai memainkan sebuah drama mulai dari persiapan, latihan hingga pementasan.

Sedangkan dari penjabaran Rendra dalam bukunya tentang Bermain Drama (1976), dapat diambil kesimpulan bahwa bermain drama tidak lain merupakan proses menciptakan peran dan memainkan peran di atas panggung.

Dan dari berbagai penjabaran tentang bermain drama, titik fokus perhatian dan hal utama dalam bermain drama adalah pemain (aktor/aktris) drama itu sendiri. Ditambah dengan bagian-bagian lain yang dibutuhkan pemain di atas panggung.

(20)

Setiap aktor tentunya selalu menginginkan hasil akting yang dimainkannya baik dan penonton yang menikmati permainannya itu merasa puas. Karena kepuasan penonton adalah kepuasan aktor itu sendiri.

Selanjutnya Anirun (1998:151) menjelaskan, “Konsep kriteria keaktoran berdasarkan: tubuh, yakni menyangkut ekspresi, gerak/gestur, kesadaran, dll. Vokal, yakni menyangkut pengucapan, artikulasi, irama, dan diksi. Sukma, yakni menyangkut penguasaan diri, penghayatan, emosi, motifasi, dll.”

Sedangkan Riantiarno (2003:49) menjabarkan kriteria keaktoran berdasarkan, “raga termasuk di dalamnya ekspresi wajah, vokal, gerak. Pemahaman, termasuk interpretasi, daya ungkap dan penyajian. Sukma, termasuk di dalamnya penghayatan, karakter peran, impropisasi, harmonisasi (respon dan kerjasama pemain), dll.”

Keberhasilan suatu pementasan karena aktor berhasil menerapkan teknik bermain drama. Kegagalan suatu pementasan drama karena aktor gagal menerapkan teknik bermain drama. Jadi, bukan karena naskah dramanya bagus atau jelek untuk ditampilkan.

Naskah drama yang jelek dengan aktor yang baik akan menghasilkan drama yang baik. Naskah drama yang bagus dengan aktor yang buruk akan menghasilkan drama yang buruk.

(21)

Hariningsih (2008:42) mengemukakan, hal-hal yang harus diperhatikan dan dibahas dalam pementasan drama antara lain sebagai berikut.

1. Apakah tema naskah menarik?

Tema yang diangkat untuk naskah drama pentas harus manarik. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat menarik perhatian umum. Tema harus tidak ketinggalan (aptudet) zaman dan mampu memberikan kesan pada penonton. 2. Bagaimana akting para pemeran?

Akting/teknik berperan harus meyakinkan penonton, tidak boleh penonton mengetahui bahwa yang dilakukan hanya sebatas pura-pura. Akting pemain harus mampu membuat penonton yakin tentang segala sesuatu yang dilakukan tokoh. 3. Apakah kerja sama dan kekompakan diterapkan dengan baik di atas panggung? Pemain drama tidak boleh bersikap egois dan ingin menonjolkan diri sendiri pada waktu pemetasan. Mereka harus kerja sama antarpemain karena pertunjukan merupakan kerja bersama. Apabila pemain yang satu tidak merespons pemain lain dengan baik, pementasan akan terlihat tidak menarik.

4. Bagaimana kepaduan unsur pementasan tersebut?

(22)

B. KERANGKA KONSEPTUAL

Psikodrama adalah metode pembelajaran dengan bermain peran yang bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan psikologis. Psikodrama biasanya digunakan untuk terapi, yaitu agar siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang dirinya, menemukan konsep diri, menyatakan reaksi terhadap tekanan-tekanan yang dialaminya.

Bermain drama merupakan salah satu kompetensi dasar yang dipelajari di SMA. Melalui pembelajaran bermain drama diharapkan siswa memiliki kemampuan bermain drama yang baik. Setidaknya menciptakan peran yang sesuai dan bisa dinikmati sebagai sebuah pertunjukan. Baik itu peran antagonis, protagonis, atau tritagonis. Melalui pembelajaran itu pula, diharapkan siswa memiliki kecakapan dasar untuk terjun kedalam dunia drama sebagai sastra maupun sebagai seni pertunjukan.

Pembelajaran bermain drama dengan menggunakan teknik yang tepat akan mendukung keberhasilan dan kemampuan siswa dalam belajar. Penggunaan teknik haruslah selaras dengan kebutuhan siswa, pembelajaran yang hendak diajarkan kepada siswa dan tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian akan didapatkan hasil yang maksimal.

(23)

Dari uraian-uraian yang telah dikemukakan dapat dikatakan bahwa metode psikodrama memungkinkan untuk menciptakan seorang pemain (aktor) yang mampu menunjukkan permainan drama di atas panggung. Hal tersebut mendorong siswa untuk mengeksplorasi bakat yang dimiliki siswa dalam bermain drama dengan menggunakan metode yang bersentuhan langsung dengan bermain drama itu sendiri. Setiap siswa dituntut lebih aktif dan produktif dalam proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran khususnya peningkatan kemampuan bermain drama siswa dapat tercapai.

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teoretis dan kerangka konseptual, maka dapat dibuat sebuah hipotesis penelitian sebagai berikut.

(24)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dipilih sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan bahwa:

1. Sekolah SMA Negeri 1 Stabat, merupakan sekolah yang dapat mewakili dari seluruh jenis sekolah formal.

2. Sekolah SMA Negeri 1 Stabat merupakan tempat peneliti melaksanakan PPL terdahulu sehingga mengetahui permasalahan yang terjadi di sekolah tersebut. 3. Belum pernah dilaksanakan penelitian dengan permasalahan yang sama di

SMA Negeri 1 Stabat.

4. Sekolah SMA Negeri 1 Stabat diharapkan dapat membantu kelancaran dalam penelitian.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka lokasi penelitian ini dipusatkan di SMA Negeri 1 Stabat Tahun Pembelajaran 2009/2010. Waktu penelitian dilakukan pada semester ganjil.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Arikunto (2006:130) menyatakan, “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.” Jadi dapat dikatakan populasi merupakan keseluruhan subjek penelitan.

Berdasarkan pendapat di atas dan yang sesuai dengan judul penelitian ini, maka yang menjadi sasaran penelitian ini adalah siswa kelas X1 SMA Negeri 1 Stabat yang terdiri dari 7 kelas, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

(25)

TABEL I

JUMLAH POPULASI

No Kelas Jumlah

1 XI IA 1 36 orang

2 XI IA 2 36 orang

3 XI IA 3 38 orang

4 XI IA 4 36 orang

5 XI IA 5 36 orang

6 XI IS 1 35 orang

7 XI IS 2 35 orang

Jumlah keseluruhan siswa 252 orang

2. Sampel

Arikunto (2002: 109), mengatakan bahwa ”sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti”.

Selanjutnya Sugiyono (1999:73) mengatakan, ”Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu”. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili).

(26)

Hal yang penting dalam penelitian ini adalah melihat bagaimana keefektifan sebuah metode pembelajaran terhadap siswa, dan hal inilah yang juga menjadi tujuan pengambilan sampel nantinya.

Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kelas XI IA 1 SMAN 1 Stabat yang berjumlah 36 orang.

C. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, metode psikodrama dihubungkan dengan kemampuan bermain drama dengan judul “Majalah dinding” karya Bakdi Sumanto, yang merupakan standar kompetensi yang terdapat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa penelitian ini terdiri dari dua Variabel, yaitu:

1. Variabel (bebas) X pada penelitian ini adalah Metode Psikodrama.

2. Variabel (terikat) Y pada penelitian ini adalah kemampuan bermain drama dengan naskah “Majalah dinding” karya Bakdi Sumanto oleh Siswa kelas XI SMAN 1 Stabat.

D. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu aktivitas yang mempunyai tujuan yaitu hasil yang diperoleh setelah penelitian. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan suatu metode yang tepat dalam penelitian sehingga akan menghasilkan perolehan data yang tepat dalam penganalisisan data.

(27)

menggunakan kelompok pembanding. Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan metode psikodrama dalam pembelajaran bermain drama. Melalui penelitian ini akan terlihat efektivitas metode psikodrama terhadap kemampuan siswa bermain drama.

E. Desain Penelitian

Penelitian eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah design one group pretest-posttest (Nazir, 2005:231). Dalam desain ini, kepada unit percobaan dikenakan dengan dua kali pengukuran. Pengukuran pertama dilakukan sebelum perlakuan diberikan, dan pengukuran kedua dilakukan sesudah perlakuan dilaksanakan.

Jalannya proses pembelajaran yang dimulai dari pre-test, perlakuan, dan post-test selama penelitian ini, dilakukan sepenuhnya oleh guru bidang studi. Namun sebelumnya, peneliti telah menginformasikan kepada guru bidang studi tentang gambaran jalannya proses pembelajaran selama penelitian berlangsung.

Metode pembelajaran Psikodrama dalam hal ini diberi perlakuan. Artinya sebelum guru terjun langsung dalam penelitian sesungguhnya, guru bidang studi tersebut menguji terlebih dahulu metode yang akan digunakan. Penggunaan metode Psikodrama diterapkan dengan kerangka kerja metode Psikodrama, agar hasil atau penguasaan guru dan metode yang akan diterapkan nantinya akan lebih efektif. Peneliti dalam hal ini hanya berperan sebagai pengamat jalannya proses pembelajaran.

TABEL II

(28)

DESIGN ONE GROUP PRETEST-POSTTEST

Kelas Pretes Perlakuan Postest

E 01 Metode Psikodrama 02

Keterangan:

E = Simbol yang kelas eksperimen O1 = Pemberian tes awal/pretes O2 = Pemberian tes akhir/postes

TABEL III

PROSEDUR EKSPERIMEN

DESIGN ONE GROUP PRETEST-POSTTEST DENGAN PENERAPAN METODE PSIKODRAMA

Pertemuan I

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Alokasi Waktu

1. Memberikan sambutan kepada siswa sebagai pembuka kelas. 2. Memberikan pre test

kepada siswa.

1. Siswa memberikan reaksi.

2. Mengerjakan pre tes.

5 menit

40 menit

(29)

1. Guru menjelaskan secara jelas dan benar tentang langkah-langkah pelaksanaan metode Psikodrama

2. Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri 6 orang.

3. Guru membagi naskah drama kepada masing-masing siswa.

4. Guru bertanya dan memberikan bimbingan seputar permasalahan yang dihadapi siswa dalam bermain drama pada tes awal.

5. Guru menjelaskan serta menggambarkan naskah drama dan guru menyuruh siswa untuk

8. Guru menunjuk satu orang perwakilan sari

(30)

Pertemuan ke III

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Alokasi

Waktu 1. Guru memilih secara acak

kelompok yang akan memainkan peran (bermain drama)

2. Melakukan Post test

1. Kelompok yang terpilih memainkan perannya (bermain dengan mengekspresikan tokoh protagonis dan antagonis. Tes tersebut diujikan kepada seluruh sampel, baik untuk pretes maupun postes yang sebelumnya telah diujicobakan pada subjek lain.

Kisi-kisi penilaian terhadap kemampuan bermain drama yang dipakai adalah kisi-kisi penilaian aktor oleh Hariningsih (2008:42), sebagai berikut:

TABEL IV

KRITERIA PENILAIAN BERMAIN DRAMA Nama :

Peran :

No. Aspek Yang Dinilai Skor

1. Vokal 0-20

2. Ekspresi 0-20

(31)

4. Respon 0-20

5. Kerjasama Kelompok 0-20

Jumlah 100

Kriteria penilaian bermain drama:

1. Vokal dinyatakan baik apabila pemain mampu menciptakan tokoh dengan perpaduan irama dan intonasi dalam berdialog yang sesuai dengan kata-kata yang diucapkan.

2. Ekspresi dinyatakan baik apabila pemain mampu menciptakan tokoh dengan mimik wajah yang sesuai dengan karakter, emosi dan dialog.

3. Gestur dinyatakan baik apabila pemain mampu menciptakan gerak dan laku di atas panggung yang sesuai dengan emosi dan mendukung dialog.

4. Respon dinyatakan baik apabila pemain mampu menciptakan tokoh yang mampu menjaga ketepatan dan keselarasan akting terhadap lawan mainnya. 5. Kerja sama kelompok dinyatakan baik apabila pemain mampu menciptakan

tokoh yang mampu menjaga keselarasan antar pemain untuk menciptakan permainan yang hidup, kompak dan rapi.

Untuk mengetahui kategori Efektivitas Metode Psikodrama dalam meningkatkan Kemampuan Bermain Drama, digunakan skor menurut Sudjiono, sebagai berikut:

TABEL V

KATEGORI PENILAIAN

Skor Kategori

85-100 sangat baik

70-84 baik

55-69 cukup

(32)

G. Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul selanjutnya akan dianalisis guna mencapai hasil yang maksimal. Langkah-langkah analisis tersebut dapat dilakukan dengan: 1) Menyusun data pre test dan post test dalam bentuk tabel.

2) Menghitung nilai rata-rata dalam standar deviasi data sampel, yaitu data pre test dan post test.

Menghitung nilai rata-rata digunakan dengan menggunakan rumus:

M =

Keterangan: Mx = Rata-rata

X = Jumlah dari hasil perkalian antara midpoint masing-masing interval dengan frekuensinya.

N = Jumlah sampel

Menghitung standar deviasi menggunakan rumus:

SDx =

Keterangan: SD = Standar deviasi

Fx2 = Jumlah hasil perkalian antara frekuensi masing-masing interval dengan X2

N = jumlah sampel

(Sudijono, 2007:161)

(33)

a. Data hasil belajar X1, X2, X3,...Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3,...,Zn dengan menggunakan rumus:

Zi =

b. Menghitung peluang F(Zi) = P (Z < Zi), dengan menggunakan distribusi normal.

c. Menghitung Z1, Z2, Z3,...,Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S (Zi), maka:

S (Zi) = Banyaknya Z1, Z2, Z3,...,Zn < Zi n

d. Hitung selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya.

e. Ambillah harga paling besar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut yang dinyatakan dengan L0. Jika L0 < L yang diperoleh dari harga nilai

Uji Liliefors dengan taraf nyata = 0,05 , maka data berdistribusi

normal.

4) Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang tidak diambil memiliki varians yang homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan

menggunakan rumus: F =

(34)

F = Dimana S12 = Varians terbesar

S22 = Varians terkecil

(Sudjana, 2002: 261) 5) Menguji Hipotesis

Teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah teknik uji t. Tujuannya untuk mengetahui apakah ada perbedaan kedua nilai tersebut secara signifikan, maka digunakan rumus uji t.

Menurut Arikunto (2005:246-247) sebagai berikut: t0 = MD

SEMD Keterangan :

t0 = t observasi MD = Mean diffrent SEMD = Standart Error

Pengujian rumusan di atas, setelah normalitas dan homogenitas sebagai persyaratan analisis diuji.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan mengkonsultasikan Thitung dan Ttabel pada derajat kebebasan N = 36 pada taraf signifikan 5% jika Thitung ≥ Ttabel maka H0 ditolak dan Ha diterima dan jika Thitung ≤ Ttabel maka H0 diterima dan Ha ditolak. G. Organisasi Pengelolahan Data

Organisasi pengolahan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mentabulasi skor pre-test

2. Mentabulasi skor post-test

(35)

6. Melakukan uji Homogenitas

7. Mengkonsultasikan hasil tes hitung dengan t tabel pada taraf signifikan α 0,05 atau tingkat kepercayaan 95% sebagai batas penerimaan atau penolakan hipotesis.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Penyajian Data

(36)

variabel, yaitu data hasil pre test dan data hasil post test dari siswa kelas XI SMAN 1 Stabat tahun pembelajaran 2009/2010. Berikut ini data hasil pre test dan post test siswa.

TABEL VI

DATA HASIL PRE TEST DAN POST TEST

NO NAMA SKOR PRE TEST SKOR POST TEST

1. ADELINA KURNIATY 44 66

2. ADE LUCIA 64 77

3. AGUSTIA AYU 84 92

4. ANNISA LISMARANI 65 86

5. ANTONI 66 81

6. AS’AD KHAIR 70 84

7. AYU OKTAVIA 65 76

8. AYU SYAHPUTRI 79 90

9. CITRA PURNAMASARI 48 70

10. DEWI WULANDARI 77 82

11. DINI ZAHRA 64 75

12. DOLI ARDIANSYAH 54 74

13. DYAH SARI ANJARIKA 55 72

14. FADILLAH ISLAMI 54 74

15. HENNI SYAHFITRI 60 76

16. HUSNI HAMIDAH 44 92

17. ISMI MULIYANTI 73 81

18. JENNI LILAWATI 68 84

19. JOKO MULYA 62 84

20. KIKI M ANDARI 73 92

21. LUKLU ILMAKNUN 49 73

22. M. FAIZAL 74 92

23. M. HASAN BASRI 60 85

24. M. IQBAL 66 85

25. NINA SORAYA 64 71

26. NURMALA HAYATI 54 66

27. NURUL HUDA ISMI 48 92

28. PURI MAWARDANI 58 78

29. RIRIN WULANDARI 48 69

30. RIZQKA ARIESTA 68 85

31. RIZKY WIDYA PRATIWI 58 88

32. SILVIA ATIKA 62 87

33. TRI ANGGRAINI 58 87

34. WINDARI PRATIWI 60 88

35. WINDA SUWARDIA 84 90

36. YUDHA GUSTANTO 74 86

B. Analisis Data

1. Analisis Data Hasil Pre Test

Distribusi Frekuensi Hasil Pre Test

Perolehan data hasil pre test dapat dideskripsikan sebagai berikut.

TABEL VII

(37)

DISTRIBUSI FREKUENSI HASIL PRE TEST

X F FX (X- ) F

44 2 88 -18,61 346,37 692,75

48 3 144 -14,61 213,48 640,45

49 1 49 -13,61 185,26 185,26

54 3 162 -8,61 74,15 222,45

55 1 55 -7,61 57,93 57,93

73 2 146 10,39 107,93 215,86

74 2 148 11,39 129,71 259,41

77 1 77 14,39 207,04 207,04

79 1 79 16,39 268,60 268,60

84 2 168 21,39 457,48 914,97

36 2254 2179,17 3902,56

(38)

TABEL VIII

IDENTIFIKASI KECENDERUNGAN HASIL PRE TEST

RENTANG F. ABSOLUTE F. RELATIVE KATEGORI

00-54

Dari tabel di atas diketahui bahwa hasil pre test pembelajaran bermain drama dengan menggunakan metode Psikodrama, yang termasuk kategori baik sebanyak 4 orang siswa atau 11,11%, kategori cukup sebanyak 11 oarang siswa atau 30,56%, kategori kurang sebanyak 12 orang siswa atau 33,33%, dan kategori sangat kurang sebanyak 9 orang siswa atau 25%. Identifikasi hasil pre test dalam pembelajaran bermain drama dengan menggunakan metode Psikodrama di atas termasuk kategori kurang. Frekuensi tabel di atas dapat digambarkan dalam bentuk diagram batang berikut.

DIAGRAM BATANG 1. FREKUENSI HASIL PRE TEST Keterangan:

(39)

A= Sangat Baik D= Kurang

B= Baik E= Sangat Kurang C= Cukup

2. Analisis Data Hasil Post Test

Distribusi Frekuensi Hasil Post Test

Perolehan data hasil post test dapat dideskripsikan sebagai berikut.

TABEL IX

DISTRIBUSI FREKUENSI HASIL POST TEST

Y F FY (Y- ) F

66 2 132 -15,44 238,53 477,06

69 1 69 -12,44 154,86 154,86

70 1 70 -11,44 130,98 130,98

71 1 71 -10,44 109,09 109,09

72 1 72 -9,44 89,20 89,20

73 1 73 -8,44 71,31 71,31

74 2 148 -7,44 55,42 110,84

75 1 75 -6,44 41,53 41,53

90 2 180 8,56 73,20 146,40

92 5 460 10,56 111,42 557,10

36 2932 1251,06 2240,89

Dari data di atas dapat dicari rata-rata, standar deviasi hasil post test yaitu: 1. Rata-rata

N = 36

(40)

SDx= = = = 7,68

Dari hasil perhitungan di atas, maka data tersebut dapat dikategorikan menjadi dua kategori cukup dan baik. Adapun ketentuan pengkategorian data sebagai berikut.

TABEL X

IDENTIFIKASI KECENDERUNGAN HASIL POST TEST

RENTANG F. ABSOLUTE F. RELATIVE KATEGORI

00-54

Dari tabel di atas diketahui bahwa hasil post test pembelajaran bermain drama dengan menggunakan metode Psikodrama, termasuk kategori sangat baik sebanyak 17 orang siswa atau 47,22%, kategori baik sebanyak 10 orang siswa atau 27,78%, dan kategori cukup sebanyak 9 orang siswa atau 25%. Identifikasi hasil pembelajaran bermain drama dengan menggunakan metode Psikodrama di atas termasuk kategori sangat baik. Frekuensi tabel di atas dapat digambarkan dalam bentuk diagram batang berikut.

(41)

DIAGRAM BATANG 2. FREKUENSI HASIL POST TEST 3. Uji Persyaratan Analisis Data

a. Uji Normalitas Hasil Pre Test

Untuk menguji normalitas dapat digunakan uji normalitas Liliefors (perhitungan pada lampiran). Berikut tabel normalitas hasil pre test.

TABEL XI

UJI NORMALITAS HASIL PRE TEST

X F F kum Zi F(Zi) S(Zi) L

Berdasarkan tabel di atas, di dapat Lhitung= 0,07 dengan menggunakan =

0,05 dan N = 36, maka nilai kritis melalui uji Liliefors diperoleh Ltabel = 0,148. Ternyata Lhitung < Ltabel, yaitu 0,07 < 0,148, ini membuktikan bahwa data pre test berdistribusi normal.

(42)

Untuk menguji normalitas dapat digunakan uji normalitas Liliefors (perhitungan pada lampiran). Berikut tabel normalitas hasil post test.

TABEL XII

UJI NORMALITAS HASIL POST TEST

Y F F kum Zi F(Zi) S(Zi) L

Berdasarkan tabel di atas, didapat Lhitung = 0,10 dengan menggunakan =

0,05 dan N = 36, maka nilai kritis melalui uji Liliefors diperoleh Ltabel = 0,148. Ternyata Lhitung < Ltabel yaitu 0,10 < 0,148 , ini membuktikan bahwa data post test berdistribusi normal.

c. Uji Homogenitas

(43)

untuk = 0,05 diperoleh Ftabel untuk dk pembilang dan penyebut 36, yaitu Ftabel =

1,78. Jadi Fhitung < Ftabel yakni 1,72 < 1,78. Hal ini membuktikan sampel populasi yang homogen (perhitungan pada lampiran).

C. Pengujian Hipotesis

Setelah pengujian normalitas dan homogenitas dilakukan, maka diketahui bahwa data sebelum dan sesudah perlakuan adalah berdistribusi normal dan mempunyai varians yang sama (homogen). Dengan demikian pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji statistik t (uji beda).

Sebelum dilakukan perhitungan, sebaiknya dijelaskan rata-rata, standard deviasi dan standard error kedua variabel dari hasil pre test dan post test, yaitu:

1. Hasil Pre test

M1 =

SD1 =

SE1 =

=

=

= 1,76

2. Hasil Post Test

M2 =

SD2 = 7,94

SE2 =

=

=

= 1,34

Dari data-data di atas maka diperoleh standar error kedua hasil yaitu: SEMX-MY =

= = = 1,76

(44)

t =

t =

t =

t =

t =

t = 2,87

(45)

D. Rangkuman Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh temuan penelitian sebagai berikut: 1. Kemampuan tes awal siswa (bermain drama sebelum mendapat perlakuan)

menunjukkan nilai rata-rata 62,61. Sedangkan nilai rata-rata tes akhir (bermain drama sesudah mendapat perlakuan dengan menggunakan metode Psikodrama) menunjukkan bahwa nilai rata-rata siswa sebesar 81,42. Hal ini membuktikan adanya peningkatan yang positif dari tes awal bila dibandingkan dengan tes akhir siswa.

2. Pengujian hipotesis 2,87 > 2,03 telah membuktikan bahwa hipotesis alternatif (Ha) diterima yaitu Metode Psikodrama membawa pengaruh yang positif dalam pembelajaran bermain drama oleh siswa kelas XI SMAN 1 Stabat tahun pembelajaran 2009/2010.

E. Pembahasan Hasil Penelitian

Setelah melakukan Prosedur penelitian yang begitu panjang, misalnya dengan melakukan analisis data, kemudian melakukan pengujian hipotesis, akhirnya peneliti mendapatkan sebuah hasil yang tidak sia-sia. Evektivitas Metode Psikodrama dalam meningkatkan kemampuan bermain drama oleh siswa kelas XI SMAN 1 Stabat, ternyata berpengaruh positif. Ini dibuktikan dari hasil pre testdan

post test siswa tersebut. Dapat dilihat (dalam lampiran) bahwa perhitungan rata-rata nilai siswa sebelum mendapatkan perlakuan (tanpa menggunakan metode psikodrama) lebih rendah dibandingkan setelah mendapat perlakuan (dengan menggunakan metode psikodrama).

(46)

karya Bakdi Sumanto. Peningkatan hasil belajar siswa disebabkan karena siswa dibawa untuk memahami seperti apa yang dimaksud bermain drama dan diberikan pula gambaran tentang bagaimana menciptakan tokoh sampai pada bagaimana bermain drama yang baik, tentunya dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat. Salah satu metode yang tepat adalah metode Psikodrama.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dalam meningkatkan kemampuan bermain drama siswa terlebih dahulu guru harus memilih metode mana yang paling tepat untuk digunakan. Hal tersebut dapat menunjang peningkatan hasil belajar siswa. Kemudian terlihat dari analisis data dengan menggunakan uji t diperoleh to sebesar 2,87 , kemudian dikonsultasikan dengan t tabel pada taraf signifikan 5% dengan df = N-1 = 36-1 = 35 dari df = 35 diperoleh taraf signifikasi 5% = 2,03. Karena t0 yang diperoleh lebih besar dari ttabel yaitu 2,87 > 2,03, maka hipotesis nihil (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Hal ini membuktikan bahwa metode Psikodrama berpengaruh positif dalam meningkatkan kemampuan bermain drama.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

(47)

1. Kemampuan siswa bermain drama mengalami peningkatan yang signifikan dengan menggunakan metode Psikodrama.

2. Metode Psikodrama efektif diterapkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam bermain drama.

B. Saran

1. Kemampuan siswa dalam bermain drama perlu ditingkatkan lagi. Hal tersebut tentunya memerlukan metode pembelajaran yang lebih efektif digunakan dalam proses belajar mengajar di sekolah. Salah satu metode yang dapat dijadikan alternatif adalah Metode Psikodrama.

2. Para guru khususnya, disarankan untuk memahami terlebih dahulu dan menerapkan metode yang sesuai terhadap pembelajaran bermain drama. Hingga pembelajaran bermain drama dapat mencapai kompetensi yang diharapkan.

3. Disarankan agar peneliti selanjutnya tetap memperhatikan perkembangan model-model/metode-metode pembelajaran yang digunakan di sekolah khususnya dalam pembelajaran bermain drama.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 1990. Prinsip-prinsip Dasar Penelitian Bahasa dan Sastra. Bandung: Nuansa

Anirun, Suyatna. 2002. Menjadi Aktor. Bandung: STSI Press

Anitah, Sri. 2008. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Depdikbud. 1985. Kamus Istilah Seni Drama. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Depdikbud

(48)

Depdiknas. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka

Hariningsih, Dwi. 2008. Membuka Jendela Ilmu Pengetahuan dengan Bahasa dan Sastra Indonesia 2. Jakarta: Depdiknas

Lailasari. 2006. Kamus Istilah Sastra. Bandung: Nuansa Aulia

Nazir, Mohammad. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia

Oemarjati. 1981. Beberapa Dasar Metode Statistik dan Sampling dalam Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia

Prasmaji, Rh. 1984. Teknik Menyutradarai Drama Konvensional. Jakarta: Balai Pustaka

Riantiarno, Nano. 2003, Menyentuh Teater. Jakarta: Sempoerna Group Rendra, W.S. 2007. Drama Untuk Remaja. Jakarta: Burung Merak Press

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Sihotang, Nahason. 2003. Telaah Drama. Medan: Unimed

Sumardjo, Jacob dan Saini, KM. 1986. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Waluyo, Herman J. 2001. Drama teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya

Wiyanto, Asul. 2002. Terampil Bermain Drama. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia

Wiyanto, Asul. 2005. Kesusasteraan Sekolah Penunjang Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia

(49)

Lampiran I

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SEKOLAH : SMA Negeri 1 Stabat

MATA PELAJARAN : Bahasa Indonesia

KELAS : XI

SEMESTER : 1

ALOKASI WAKTU : 4 X 45 menit

STANDAR KOMPETENSI :Memerankan tokoh dalam pementasan drama

A. KOMPETENSI DASAR :

Mengekpresikan perilaku dan dialog tokoh protaganis dan atau antagonis B. MATERI PEMBELAJARAN :

Naskah drama

(50)

2. tokoh protagonis 3. tokoh antagonis C. INDIKATOR :

1. Membaca dan memahami teks drama yang akan diperankan 2. Menghayati watak tokoh yang akan diperankan

3. Mengekpresikan perilaku dan dialog tokoh protagonis, antagonis, atau tritagonis

4. Mendiskusikan pengekspresian perilaku dan dialog yang disampaikan teman

D. TUJUAN PEMBELAJARAN : Siswa mampu:

1. Memahami teks drama yang akan diperankan 2. Menghayati watak tokoh yang akan diperankan

3. Mengekpresikan perilaku dan dialog tokoh protogonis, antagonis, atau tirtagonis

4. Mendiskusikan pengekspresian perilaku dan dialog yang disampaikan teman

E. METODE PEMBELAJARAN :

1. Psikodrama 2. Tanya Jawab

F. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN :

(51)

memberikan informasi tentang materi yang dipelajari serta memberikan penguatan dengan menerapkan metode psikodrama 3. Siswa mendengarkan penjelasan

materi yang disampaikan guru 5 menit 4. Setelah guru menjelaskan tentang

materi, guru membimbing siswa untuk berlatih bermain drama

10 menit

5. Membaca dan memahami teks

drama yang akan diperankan 10 menit 6. Menghayati dan memerankan watak

tokoh yang akan diperankan

15 menit 7. Mengekpresikan perilaku dan

dialog tokoh protagonis, antagonis, atau tritagonis

15 menit

8. Mendiskusikan pengekspresian perilaku dan dialog yang disampaikan teman

15 menit

9. Memerbaiki penghayatan atas tokoh

yang diperankan 10 menit

Kegiatan Akhir :

1. Refleksi 25 menit

2. Guru menyimpulkan pembelajaran

hari ini. 20 menit

G. SUMBER BELAJAR/ALAT/BAHAN :

Sumber Belajar: Buku Paket Bahasa Indonesia, Naskah Drama Alat: Alat-alat untuk pementasan, CD

H. PENILAIAN :

1. Jenis Tagihan: Perbuatan

2. Bentuk Instrumen: Unjuk Kerja, Format pengamatan

Medan, November 2009 Peneliti,

(52)

Lampiran II

NASKAH DRAMA “Majalah Dinding” Karya: Bakdi Sumanto Pelaku : Anton (Pemimpin redaksi majalah dinding)

Rini (Sekretaris redaksi)

Willar (Wakil Pemimpin redaksi) Trisno (Karikaturis)

Kardi ( Pelajar, Eseist majalah dinding

Cerita : Anton tampak berwajah kusut hari minggu itu, segera lari ke sekolah sesudah mendengar berita dari willar bahwa majalah dinding dibreidel oleh kepala sekolah gara-gara Trisno Karikaturis, mengejek Pak Kusno, Guru karate.

Anton : Kardi Kardi : Ya!

(53)

Kardi : Ada apa, sih?

Anton : Aku perlu bantuanmu. Menyusun surat protes itu.

Rini : Kurasa tak adaa gunanya, kita protes. Kita sudah kalah. Bagi kita, kepala sekolah kita bukan guru lagi. Bukan pendidik. Ia berlagak penguasa.

Kardi : itu tafsiranmu, rin. Menurut dia, tindakannya mendidik.

Anton : Mendidik, tetapi mendidik pemberontak. Bukan mendidik anak-anaknya sendiri.

Kardi : Masa begitu?

Anton : kalau mendidik anaknya sendiri, kan tidak begitu caranya. Kardi : tentu saja tidak. Ia bertindak, dengan caranya sendiri.

Rini : sudahlah. Kalau kalian menurut aku, sebaiknya kita protes diam. Kita mogok. Nanti kalau sekolah kita tutup tahun, kita semua diam. Mau apa pak kepala sekolah itu, kalau kita diam. Tenaga inti masuk staf redaksi semua.

Anton : tapi masih ada satu bahaya. Rini : bahaya?

Kardi : nasib trisno, karikaturis kita itu? Anton : Bisa jadi dia akan celaka. Rini : lalu?

Anton : Kita harus selesaikan masalah ini. Rini : caranya?

Anton : kita harus buka front terbuka. Kardi : itu tidak taktis, bung!

Anton : habis kalau kita main gerilya kita kalah. Dia masih bisa main tangan besi lewat wali kelas.

Kardi : baik, tapi front terbuka juga berbahaya. Rini : orang luar bisa tahu. Sekolah tercemar. Kardi : betul.

Anton : Apakah sudah tak ada jalan keluar lagi? Kita mati kutu?

Kardi : Ada. Tapi jangan grasa-grusu. Kita harus ingat, ini bukan perlawanan melawwan musuh. Kita berhadapan dengan orang tua kita sendiri, di rumah sendiri. Jadi, jangan asal membakar rumah, kalau marah.

Anto : Baik fisuf! Apa rencanamu.

(Trisno masuk, nafasnya terengeh-engah. Peluhnya berlebihan) Rini : Engkau dari mana Tris?

Anto : Dari Rumah Pak Kepala Sekolah?

Kardi : Dari rumah Pak Kepala Sekolah kita? Kau dimarahi? Trisno : Huuuhh. Disemprot ludah pagi hari.

Rini : Mau apa kau ke sana? Kan tak dipanggil? Anton : Engkau goblok Tris. Masa pagi-pagi ke sana.

Kardi : Sebaiknya engkau tidak ke sana sebelum berembug dengan kita. Rini : Haaah. Individualisme itu coba dikurangi. Kita merupakan tim. Anton : Engkau memang selalu begitu tiap kali.

Trisno : Belum tahu sudah menyemprot. Kardi : Pak Kepala ke rumahmu?

(54)

Trisno : Ya. Terus aku mau rembugan bagaimana dengan kalian? Belum bisa bernafas sudah dicekik. Kok suru rembugan dulu.

Rini : Ibumu tahu?

Triso : Untung mereka ke gereja pagi. Anto : Terus?

Trisno : Pokoknya aku didesak, ide itu ide siapa. Sudah dapat izin dari kau apa belum?

Anto : Jawabmu?

Trisno : Aku katakan itu ide itu idee... Anton : Ide Anton...

Trisno : Ide Albertus Trisno sang pelukis! Dengan?

Rini : Tapi, kau bilang sudah ada persetujuan dari pemimpin redaksi? Trisno : Tidak, Rin.

Anto : Kau bilang apa?

Trisno : Aku bilang bahwa tanpa swpengetahuan Anton, aku pasang karikatur itu. Sepenuhnya tanggung jawab saya. Dengar?

Rini : Edaan. Pahlawan ini benar?

Rini : Ooooo, hebat kau Tris, bahagialah Yayuk yang punya kekasih macam kau.

Trisno : Ah, Rin, nanti aku tidak bisa tidur kau bilang Yayuk pacarku.

Anton : Kenapa kau bilang begitu. Kau menghina aku, tris? Aku yang suruh engkau melukis itu. Aku penanggung jawabnya. Akulah yang mesti digantung....bukan kau.

Kardi : lho, lho, sabar, sabar, sabar.

Anton : Ayi, kau mesti ralat pernyataan itu.

Trisno : Begini ton, maksudku, bahwa aku telah....

Anton : sudah! Aku tahu, kau berlagak pahlawan, agar orang-orang menaruh perhatian padamu, sehingga dengan demikian kau...

Rini : Anton! Ini apa. Ini apa?

Kardi : Anton. Sabar. Kau mau bunuh diri apa bagaimana. Mana sedang gawat malah bertengkar sendiri.

Rini : Ayo dong laar, mana dia. Kau ini ngejek! Anton : Kau bertemu dia, pagi ini?

Willar : Dia mau! Anton : Mau. Rini : Mau?

(55)

Rini : Pak Lukas memang guru sejati. Mau melibatkan diri dengan problema anak-anaknya. Dia sunguh seperti bapakku sendiri.

Anton : Dia seorang bapak yang melindungi, sifatnya lembut seperti seorang ibu....

Trisno : Bagaimana kalau dia kita juluki, Pak Lukas sang penyelamat... Semua : Setujuuuuuu

Kardi : (termenung) Rini : Ada apa filsuf?

Kardi : Sekarang sampailah kesimpulan tentang renungan-renunganku selama ini...

Anton : Waaahhhhh! Rini : Renungan apa Di? Trisno : Renungan apa lagi?

Kardi : Bahwa...bahwa kreativitas, ternyata.... ternyata, membutuhkan perlindungan.

Lampiran III

Tugas Awal Siswa

1. Bacalah naskah drama yang berjudul “Majalah dinding” tersebut!

(56)

3. Kemudian berlatih dan berdiskusilah dengan teman sekelompokmu untuk mementaskan naskah drama tersebut!

Lampiran IV

PRE TEST / POST TEST

Mata pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia Pokok bahasan : Bermain Drama

Kelas / Semester : XI / I

(57)

Soal:

Pentaskanlah naskah drama “Majalah dinding” di depan kelasmu sesuai dengan kelompoknya masing-masing!

Lampiran V

KELOMPOK DAN PERAN

Kelompok 1

NO NAMA PERAN

1. ANTONI ANTON

2. AGUSTIA AYU RINI

(58)

3. FADILLAH ISLAMI TRISNO

1. DINI A. ZAHRA RINI

2. WINDARI PRATIWI KARDI

3. TRI ANGGRAINI TRISNO

4. DIAH SARI WILLAR

5. JOKO MULYA ANTON

6. NURUL HUDA ISMI PROLOG

(59)

Kelompok 5

NO NAMA PERAN

1. M. FAIZAL KARDI

2. KIKI MANDARI ANTON

3. AYU SYAHPUTRI RINI

4. LUKLU ILAMKNUN WILLAR

5. HUSNI HAMIDAH TRISNO

6. RIRIN WULANDARI PROLOG

Kelompok VI

NO NAMA PERAN

1. DOLI ARDIANSYAH ANTON

2. M. IQBAL KARDI

3. M. HASAN BASRI TRISNO

4. CITRA PURNAMA SARI RINI 5. RIZKY WIDYA PRATIWI WILLAR

(60)

Lampiran VI

TABEL

HASIL PRE TEST PEMBELAJARAN KEMAMPUAN BERMAIN DRAMA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PSIKODRAMA

NO NAMA ASPEK PENILAIAN HASIL

PRE TEST Vokal Ekspresi Gestur Respon Kerjasama

(61)

21. LUKLU I. 10 9 10 10 10 1049

22. M. FAIZAL 16 14 14 15 15 74

23. M. HASAN B. 13 13 10 12 12 60

24. M. IQBAL 15 14 12 13 12 66

25. NINA SORAYA 14 12 15 13 12 64

26. NURMALA H. 12 11 10 11 10 54

27. NURUL HUDA 10 10 9 9 10 48

28. PURI M. 13 11 12 11 11 58

29. RIRIN W. 9 10 9 10 10 48

30. RIZQKA A. 14 13 14 13 14 68

31. RIZKY WIDYA 12 13 11 11 11 58

32. SILVIA ATIKA 14 13 11 12 12 62

33. TRI A. 12 11 12 12 11 58

34. WINDARI P. 12 12 13 12 11 60

35. WINDA S. 16 17 18 17 16 84

36. YUDHA G. 16 15 15 14 14 74

Lampiran VII

(62)

TABEL

HASIL POST TEST PEMBELAJARAN KEMAMPUAN BERMAIN DRAMA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PSIKODRAMA

NO NAMA ASPEK PENILAIAN HASIL

POST TEST Vokal Ekspresi Gestur Respon Kerjasama

(63)

Lampiran VIII

PERHITUNGAN UJI NORMALITAS HASIL PRE TEST

1. Simpangan Baku S2 =

=

+

+

+ ... +

=

S2= 108,41 S = = 10,41

(64)

Zi =

=

= - 1,76

Demikian untuk mencari Zi selanjutnya.

3. S (Zi) =

= = 0,06

Demikian mencari S(Zi) selanjutnya.

4. F (Zi) = 0,5 (Zi tabel distribusi) = 0,04

Demikian untuk mencari F(Zi) selanjutnya 5. L = F(Zi) – S(Zi)

= 0,04 – 0,06

= - 0,02 (dimutlakkan)

Lampiran IX

PERHITNUNGAN UJI NORMALITAS HASIL POST TEST

1. Simpangan Baku S2 =

=

+

+

+ ... +

= S2= 62,25 S = = 7,89

2. Bilangan Baku (Zi) Zi =

(65)

=

= -1,93

Begitu cara mencari Zi selanjutnya.

3. S (Zi) =

= = 0,06

Begitu cara mencari S(Zi) selanjutnya.

4. F (Zi) = 0,5 (Zi lihat tabel distribusi) = 0,03

Begitu cara mencari F(Zi) selanjutnya 5. L = F(Zi) – S(Zi)

= 0,03 – 0,06

= - 0,03 (dimutlakkan)

Lampiran X

UJI HOMOGENITAS DENGAN MENGGUNAKAN RUMUS PERBANDINGAN VARIANS

Untuk uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan rumus perbandingan varians sebagai berikut:

F = atau

F =

(Sudjana, 2002: 249) Dimana S12 = Varians terbesar S22 = Varians terkecil

Adapun hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut: Ho : ó12 = ó22

Ho : ó12 ≠ ó22

Perhitungan homogenitas varians dengan perbandingan varians: Fhitung =

= 1,74

(66)

Kriteria pengujian adalah terima Ho jika Fhitung < Ftabel diambil dk pembilang adalah dk varians terbesar dan dk penyebut adalah dk varians terkecil. Maka di

dapat dk pembilang 36 dan dk penyebut 36. dari tabel distribusi F untuk = 0,05

diperoleh Ftabel untuk dk pembilang dan penyebut 36, yaitu Ftabel = 1,78. Jadi Fhitung < Ftabel yakni 1,72 < 1,78. Dengan demikian maka Ho yang menyatakan bahwa kedua variabel tersebut homogen.

Lampiran XI

PENGUJIAN HIPOTESIS

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dicari mean beda dan simpangan baku beda yaitu membuat tabel tabulasi data pre test dan post test.

(67)

21. 49 73 -24 -5,22 27,25

22. 74 92 -18 0,78 0,61

23. 60 85 -25 -6,22 38,69

24. 66 85 -19 -0,22 0,05

25. 64 71 -7 11,78 138,77

26. 54 66 -12 6,78 45,97

27. 48 92 -44 -25,22 636,05

28. 58 78 -20 -1,22 1,49

29. 48 69 -21 -2,22 4,93

30. 68 85 -17 1,78 3,17

31. 58 88 -30 -11,22 125,89

32. 62 87 -25 -6,22 38,69

33. 58 87 -29 -10,22 104,45

34. 60 88 -28 -9,22 85,01

35. 84 90 -6 12,78 163,33

36. 74 86 -12 6,78 45,97

-676 3035,91

Diperoleh:

Mean Beda (Xd) =

Xd = = 18,78

Jumlah kuadrat deviasi =3035,91

Maka harga thitung :

t =

(68)

t =

t =

t =

t = 2,87

Selanjutnya t0 diketahui, kemudian dikonsultasikan dengan tabel t pada taraf signifikan 5% dengan df = N-1 = 36-1 = 35 dari df = 35 diperoleh taraf signifikasi 5% = 2,03. Karena t0 yang diperoleh lebih besar dari ttabel yaitu 2,87 > 2,03, maka hipotesis nihil (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Hal ini membuktikan baahwa metode Psikodrama berpengaruh positif dalam meningkatkan kemampuan bermain drama.

Lampiran XII

(69)

Gambar-gambar siswa kelas XI IA 1 SMAN 1 Stabat sedang bermain drma sengan menggunakan naskah ”Majalah dinding” karya Bakdi Sumanto.

(70)
(71)

EFEKTIVITAS METODE PSIKODRAMADALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERMAIN DRAMA OLEH SISWA KELAS XI SMA

(72)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

OLEH:

TITIN SUPRAPTINA SIREGAR NIM 05310622

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2009

PERSETUJUAN

Skripsi ini Diajukan oleh Titin Supraptina Siregar, NIM 05310622, Jenjang Studi S-1, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

(73)

Universitas Negeri Medan

JUDUL SKRIPSI

EFEKTIVITAS METODE PSIKODRAMADALAM MENINGKATKAN

KEMAMPUAN BERMAIN DRAMA OLEH SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 STABAT TAHUN PEMBELAJARAN 2009/2010

Disetujui untuk Diajukan dalam Mengikuti Ujian Mempertahankan Skripsi

Medan, Januari 2010 Dosen Pembimbing Skripsi

Gambar

TABEL I JUMLAH POPULASI No Kelas Jumlah 1 XI IA 1 36 orang 2 XI IA 2 36 orang 3 XI IA 3 38 orang 4 XI IA 4 36 orang 5 XI IA 5 36 orang 6 XI IS 1 35 orang 7 XI IS 2 35 orang
TABEL III
TABEL IV
TABEL VI
+6

Referensi

Dokumen terkait

(9) Rekan – rekan program studi Teknik Sipil angkatan 2013 yang telah berjuang bersama dari awal kuliah hingga mencapai gelar Sarjana Teknik dan semua pihak yang telah

H1: Corporate Action, indikator independensi kepemilikan publik, jumlah susunan struktur GCG, kualitas laporan keuangan auditan, rasio return atas aset perusahaan

a) Pengabaian terhadap sebahagian tugas dan kerja pengetua. Antara isu yang akan timbul ialah terdapat sesetengah pengetua tidak dapat melaksanakan sepenuhnya pengajaran

Pada saat Bank lain, BPR atau Lembaga Pembiayaan telah menyalurkan dana tersebut kepada nasabah KUKnya dan menyampaikan Daftar Nominatif Nasabah KUK kepada Bank pemilik dana,

konsultasi dengan ahli fisioterapi hal ini karena tidak ada kunjungan dari fisioterapi ke ruangan dan tindakan yang dilakukan adalah : melatih pasien ROM pasif minimal 8

Pada saat mulut lusi sudah mulai bersih, pakan dapat disisipkan dengan lebih baik, hanya disini masih ada sedikit gangguan pada alat pengantar benang pakan. Alat

1) Ayoib Che-Ahmad dan Shamharin Abidin (2008) meneliti pengaruh dari variabel klasifikasi industri, ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas, jenis

Kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi, mengajak dan membujuk orang lain untuk m.elakukan sesuatu dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah