• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Sumberdaya Kelautan dan Perikanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jurnal Sumberdaya Kelautan dan Perikanan"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PenanggungJawab : Dr. Kusdi Hi Iksan, SP, MSi

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Program Pascasarjana Unkhair

Pimpinan Redaksi : Dr Ir Martini Djamhur, M.Si

Dewan Ahli:

Dr Kusdi Hi Iksan, SP, MSi (Manajemen Sumberdaya Perairan) DrI rham, SPi, MSi (Manajemen Sumberdaya Perikanan) Dr Yuliana, SPi, MSi (Manajemen Sumberdaya Perairan) Dr A. Baksir, SPi, MSi (Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan)

MitraBestari :

Prof Dr Ir Dietrie ch G Bengen, DEA (Pengelolaan Sumberdaya PLP2K) Prof Dr Ir Muhajir K Marsaoli, MSi (Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan)

Prof Dr Ir Mulyono Baskoro, MSc (Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan)

RedaksiPelaksana : M AbjanFabanjo

Suriyati A Sabu

AlamatRedaksi :

Program Pascasarjana Program StudiIlmu Kelautan Gedung Pascasarjana Unkhair Lantai 1

Jalan Raya Kampus II UnkhairKel. Gambesi Kec.Ternate Selatan Telp/Faks. (0921) 3121854/081356559009

(3)

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa Karena berkat Rahmat_Nya, Jurnal Sumberdaya Kelauatan dan Perikanan yang merupakan edisi kedua dengan tampilan dan letak yang sederhana dapat diterbitkan.

Jurnal Sumberdaya Kelautan dan Perikanan diterbitkan mulai tahun 2015 dengan frekuensi 2 kali setahun oleh Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kelautan Unkhair, berisi hasil penelitian dan ulasan ilmiah dalam bidang Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.

Guna peningkatan mutu penulisan, maka pengelola jurnal senantiasa memperhatikan arahan dan petunjuk Tim Akreditsi Junal Pusat Dekomentasi Ilmia Indonesia-Lembaga Ilmi Pengehuan Indonesia (PDII LIPI).

Pada edisi Maret 2017 ini, ditampilkan tujuh tulisan yang meliputi : i). Prioritas Strategi Pemberdayaan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Perikanan Tangkap Di Kota Ternate, ii). Penentuan Lokasi Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut Berdasarkan Parameter Fisika dan Kimia di Perairan Pulau Moti Kota Ternate, iii). Analisis Efektivitas Operasi Kapal Pole And Line Di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ternate, iv). Evaluasi Lahan Pada Kawasan Rehabilitasi Mangrove di Desa Guraping Kecamatan Oba Utara Kota Tidore Kepulauan. v). Analisis Indeks Ekologi Fitoplankton sebagai Indikator Kualitas Perairan Pulau Ternate, vi). Pelayanan Pelabuhan Perikanan Nusantara (Ppn) Ternate Terhadap Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan dan vii). Hubungan C-Organik dengan Konsentrasi Merkuri pada Sedimen Hutan Mangrove di Kecamatan Kao Teluk, Halmahera Utara

Dengan diterbitkannya jurnal ini, diharapkan dapat memberikan informasi hasil penelitian dibidang Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan yang ada kepada para pengguna dan atau pelaku pengelola sumberdaya serta dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi akademisi dan peneliti. Saran dan masukkan dari pembaca sangat diharapkan guna kesempurnaan penerbitan jurnal di masa mendatang.

(4)

Halaman

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

Prioritas Strategi Pemberdayaan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Perikanan Tangkap Di Kota Ternate

The Empowerment Strategy Priority Business Development Fisheries Catch In Rural Mina Ternate City

Faisal H D Husein, Imran Taeran, Amirul Karman

1-17

Penentuan Lokasi Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut Berdasarkan Parameter Fisika dan Kimia di Perairan Pulau Moti Kota Ternate.

Determination the location for development Seaweed culture based on physical and chemical parameters at Moti Island Water Ternate City

Awat Mustari, Yuliana, Muh. Aries

18-32

Analisis Efektivitas Operasi Kapal Pole And Line Di Pelabuhan Perikanan Nusantara (Ppn) Ternate

Analysis Of The Effectiveness Of The Vessel Operating Pole and Line Fishing Port In The Archipelago (VAT) Ternate Sahlan Norau, Budi Wahono

33-46

Evaluasi Lahan Pada Kawasan Rehabilitasi Mangrove Di Desa Guraping Kecamatan Oba Utara Kota Tidore Kepulauan

Land Evaluation At Mangrove Rehabilitation Region In The Village Guraping Oba Utara District Of Tidore Islands

Kartini Ishak, Muh. Aris, Muhajir K. Marsaoli.

47-68

Analisis Indeks Ekologi Fitoplankton Sebagai Indikator Kualitas Perairan Pulau Ternate

Phytoplankton Ecology Index Analysis as Indicator Quality Of Water Terriority of Nitrogen Island

Inayah, S.Pi, M.Si, Julharni, S.Pi. M.Si

69-88

(5)

Jamaludin, Mutmainah, dan Surahman

Hubungan C-Organik dengan Konsentrasi Merkuri pada Sedimen Hutan Mangrove di Kecamatan Kao Teluk, Halmahera Utara

C-organic correlation to Mercury in Mangrove sediment in Kao Bay, Noth Halmahera

Ardan Samman, Reni Tyas Asrining Pertiwi, Budi Wahono

113-24

(6)

PRIORITAS STRATEGI PEMBERDAYAAN PENGEMBANGAN USAHA MINA PEDESAAN PERIKANAN TANGKAP DI KOTA TERNATE

The Empowerment Strategy Priority Business Development Fisheries Catch In Rural Mina Ternate City

Faisal H D Husein1), Imran Taeran2), Amirul Karman2)

1) Staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ternate 2) Pengajar pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Khairun Ternate

ABSTRAK

Kota Ternate memiliki potensi perikanan dan kelautan yang cukup besar, seharusnya mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat nelayan yang menggantungkan hidup pada potensi tersebut. Realitasnya, kehidupan masyarakat nelayan senantiasa dilanda kemiskinan. Oleh karena itu, agar mereka bisa keluar dari belenggu kemiskinan maka perlu ada dorongan dari pemerintah untuk memberdayakan melalui program-program pemberdayaan. Salah satu program-program pemberdayaan adalah program pengembangan usaha mina pedesaan (PUMP) perikanan tangkap di Kota Ternate yang berlangsung pada tahun 2011- 2013. Program ini berjalan beberapa tahun, tentunya perlu dievaluasi sejauh mana dampak program ini terhadap peningkatan kesejahteran masyarakat nelayan dan bagaimana keberlanjutannya. Tujuan penelitian adalah merumuskan dan menentukan prioritas strategi pemberdayaan PUMP perikanan tangkap yang berkelanjutan dan menguntungkan masyarakat nelayan di Kota Ternate. Metode yang digunakan adalah metode survei. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2016 di 4 Kecamatan: Hiri, Pulau Ternate, Ternate Utara, dan Ternate Selatan. Lokasi sampling meliputi: pengumpulan data dan analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi terbaik yang harus diimplementasikan adalah 1) Penguatan akses permodalan; 2) Penyediaan sarana prasarana penunjang usaha perikanan; 3) Peningkatan SDM nelayan dalam penangkapan dan pengelolaan usaha; 4) Penguatan kelembagaan masyarakat nelayan menjadi badan hukum koperasi; 5) Pengembangan akses pemasaran. Sehingga kemudian yang menjadi prioritas strategi terpilih dan tepat untuk program PUMP perikanan tangkap yang berkelanjutan dan menguntungkan nelayan di Kota Ternate adalah penguatan kelembagaan masyarakat nelayan menjadi badan hukum koperasi.

(7)

ABSTRACT

Ternate has the potential of marine fisheries are enough big, should be able to create welfare of fishing communities dependents that potential. Its reality, lives of fishing communities is always suffer from poverty. Therefore, so that they can get out of the shackles of poverty it is necessary to urge the government to enable through empowerment programs. One program is the empowerment of rural business development programs mina (PUMP) of fisheries in Ternate which took place in 2011 - 2013. The program running a few years, of course, need to be evaluated to what extent the impact of the program is to increase the welfare of fishing communities and how sustainability. The research objective is to formulate and prioritize empowerment strategy PUMP fishing is sustainable and profitable fishing community in the city of Ternate. The method used is a survey method. The experiment was conducted in July-August 2016 in 4 Districts: Hiri, the island of Ternate, Ternate North and South Ternate. Sampling locations include: data collection and data analysis. The results showed that the best strategy that must be implemented are: 1) Strengthening access to capital; 2) The provision of supporting infrastructure of fishing effort; 3) Increased human resources fishermen in the capture and management of business; 4) Institutional strengthening of the fishing communities as legal entities in the cooperative; 5) Development of market access. So then the priorities chosen strategy and appropriate for the PUMP program of fishing is sustainable and profitable fishing in the city of Ternate is the institutional strengthening of fishing communities as legal entities in the cooperative.

Keywords: Strategic priorities, PUMP, fishing, Ternate

PENDAHULUAN

Kota Ternate sebagai Kota Kepulauan, memiliki potensi sumberdaya

perikanan dan kelautan yang potensial. Potensi tersebut dapat

dikembangkan dan dimanfaatkan untuk berbagai sektor usaha,

diantaranya adalah usaha perikanan tangkap. Aktivitas produksi perikanan

tangkap tahun 2015 sebesar 48.999 ton dengan nilai Rp 860,35 milyar,

yang terdiri dari jenis ikan pelagis dan demersal. Produksi terbesar

diperoleh dari jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yaitu sebesar 19.524,5 ton dengan nilai produksi sebesar Rp. 381,69 milyar, disusul

(8)

albacares) sebesar 334,6 ton dengan nilai produksi sebesar Rp. 7,927 milyar (DKP-MU, 2016).

Kota Ternate yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari lautan dan

memiliki potensi perikanan dan kelautan yang cukup besar, seharusnya

mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat nelayan yang

menggantungkan hidup pada potensi kelautan (maritim) tersebut.

Realitasnya, kehidupan masyarakat nelayan senantiasa dilanda

kemiskinan, bahkan kehidupan nelayan sering diidentikkan dengan

kemiskinan. Pada tataran ini, umumnya masyarakat pesisir yang

memanfaatkan sumberdaya pesisir dihadapkan pada persoalan

permodalan. Oleh Karen itu perlu ada dorongan dari pemerintah untuk

memberdayakan melalui program pemberdayaan bagi masyarakat pesisir.

Salah satu upaya untuk membantu masyarakat pesisir dalam hal

permodalan. Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan

membuat kebijakan program pengembangan usaha mina pedesaan

(PUMP) perikanan tangkap berupa program pemberdayaan ekonomi

masyarakat pesisir secara nasional.

Pelaksanaan PUMP perikanan tangkap adalah program percepatan

penanggulangan kemiskinan nelayan bagian dari program nasional

pemberdayaan masyarakat (PNPM) khususnya pemberdayaan nelayan

skala kecil berbasis desa, melalui bantuan modal usaha. Fokusnya pada

kelompok sasaran melalui pembinaan nelayan skala kecil yang tergabung

dalam kelompok usaha bersama (KUB). Setelah program PUMP

perikanan tangkap ini berjalan beberapa tahun, tentunya perlu dievaluasi

sejauh mana dampak program ini terhadap peningkatan kesejahteran

masyarakat nelayan dan bagaimana keberlanjutan program PUMP

perikanan tangkap ini. Oleh karena itu perlu merumuskan dan

menentukan prioritas strategi dalam implementasi program pemberdayaan

(9)

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian adalah merumuskan dan menentukan prioritas

strategi pemberdayaan PUMP perikanan tangkap yang berkelanjutan dan

menguntungkan masyarakat nelayan di lokasi penelitian.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli s/d Agustus 2016 di

Kecamatan Hiri, Pulau Ternate, Ternate Utara, dan Ternate Selatan Kota

Ternate. Keempat lokasi ini memiliki kelompok usaha bersama (KUB)

yang merupakan lembaga yang mendapat program PUMP perikanan

tangkap pada tahun 2011-2013.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei

(Arikunto, 2000). Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu membuat deskripsi,

gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki

(Nazir, 2005).

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer

dan data sekunder baik bersifat kuantatif maupun kualitatif. Sumber data

primer berasal hasil wawancara dari pihak-pihak yang terkait dengan

program PUMP perikanan tangkap baik langsung maupun tidak langsung,

yaitu KUB nelayan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ternate, dan

stakeholder terkait. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran berbagai kepustakaan dan dokumen dari instansi (DKP, BPS), laporan hasil

penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.

Analisis yang digunakan adalah analisis SWOT, digunakan untuk

merumuskan strategi (Rangkuti, 2004) dan AHP untuk menentukan

prioritas strategi (Saaty, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perumusan Strategi Program PUMP Perikanan Tangkap

(10)

ekonomi, dan kelembagaan masyarakat nelayan perikanan tangkap di

Kota Ternate, diperoleh sepuluh faktor internal utama yang dapat menjadi

kekuatan dan kelemahan program PUMP perikanan tangkap diantaranya

adalah ketersediaan fasilitas usaha perikanan tangkap, ketersediaan

tenaga kerja perikanan tangkap, usia nelayan, tingkat pendidikan nelayan,

motivasi dan etos kerja nelayan, penguasaan teknologi, ketersediaan

modal usaha, ketersediaan akses pemasaran, kelembagaan dan

ketersediaan fasilitas penunjang usaha perikanan tangkap.

Hasil perhitungan IFAS menunjukkah bahwa faktor internal yang

memiliki kekuatan utama peningkatan program PUMP perikanan tangkap,

yaitu (1) tingginya ketekunan, motivasi, etos kerja, dan keuletan nelayan

(0,60); (2) banyaknya tenaga kerja perikanan tangkap (nelayan) (0,51); (3)

usia masyarakat nelayan yang cukup potensial (0,50); (4) tingkat

pendidikan masyarakat nelayan yang memadai (0,42). Sedangkan

kelemahan utamanya yaitu: (1) lemahnya permodalan (0,41); (2)

kurangnya fasilitas usaha perikanan tangkap (0,40); (3) rendahnya

penguasaan teknologi dan usaha penangkapan ikan (0,37); (4) kurangnya

fasilitas penunjang usaha perikanan tangkap (0,35); (5) kurangnya

kelompok/organisasi masyarakat nelayan (0,324); dan (6) kurangnya

akses pemasaran hasil perikanan (0,322) (Tabel 1).

Tabel 1 Penilaian internal factor analysis summary

Faktor-Faktor Internal Bobot Rating Skor

Kekuatan:

1. Tingginya ketekunan, motivasi, etos kerja, dan keuletan nelayan (S1)

2. Banyaknya tenaga kerja perikanan tangkap (nelayan) (S2)

3. Usia masyarakat nelayan yang cukup potensial (S3)

(11)

Kelemahan:

1. Lemahnya permodalan (W1)

2. Kurangnya fasilitas usaha perikanan tangkap (W2)

3. Rendahnya penguasaan teknologi dan usaha penangkapan ikan (W3)

4. Kurangnya fasilitas penunjang usaha perikanan tangkap (W4)

5. Kurangnya kelompok/organisasi masyarakat nelayan (W5)

6. Kurangnya akses pemasaran hasil perikanan (W6)

Total Kelemahan 0,50 2,179

Total Faktor Internal 1 4,201

Selisih Skor Kekuatan - Kelemahan -0,149

Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi pemberdayaan

nelayan baik secara langsung maupun tidak langsung ada sembilan

komponen, antara lain: ketersediaan program pendukung permodalan,

adanya keterlibatan yang diberikan pemerintah bagi nelayan dalam

menyusun peraturan perikanan didaerah, ketersediaan sumberdaya

perikanan, pengaruh cuaca dan musim penangkapan ikan, adanya

kegiatan destruktif dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan,

ketersediaan mekanisme pasar dalam mengontrol harga ikan,

ketersediaan bahan bakar minyak bagi nelayan dan ketersediaan peluang

lapangan pekerjaan dibidang perikanan.

Selanjutnya hasil perhitungan EFAS (Tabel 2), menunjukkah bahwa

faktor eksternal utama (peluang) yang mempengaruhi strategi

pemberdayaan, yaitu: (1) melimpahnya sumberdaya ikan (0,62); (2)

ketersediaan program pendukung permodalan usaha perikanan (0,594);

(3) banyaknya peluang lapangan pekerjaan di bidang perikanan (0,589);

dan (4) tingginya dukungan pemerintah (0,56). Sementara ancamannya,

yaitu: (1) harga bahan bakar minyak (BBM) tinggi (0,39); (2) tidak ada

mekanisme pasar dalam mengontrol harga ikan (0,308); (3) tidak adanya

kewenangan yang diberikan pemerintah kepada nelayan dalam menyusun

peraturan perikanan daerah (0,307); (4) faktor alam berupa cuaca buruk

(12)

pemanfaatan sumberdaya perikanan (0,25).

Tabel 2. Penilaian Eksternal Factor Analysis Summary

Faktor-Faktor eksternal Bobot Rating Skor

Peluang:

1. Melimpahnya sumberdaya ikan (O1)

2. Banyaknya program pendukung permodalan usaha perikanan (O2)

3. Banyaknya peluang lapangan pekerjaan di bidang perikanan (O3)

4. Tingginya dukungan pemerintah (O4)

0,14

1. Harga bahan Bakar Minyak (BBM) tinggi (T1) 2. Tidak ada mekanisme pasar dalam mengontrol

harga ikan (T2)

3. Tidak adanya kewenangan yang diberikan pemerintah kepada nelayan dalam menyusun peraturan perikanan daerah (T3)

4. Faktor alam berupa cuaca buruk dan musim penangkapan ikan (T4)

5. Kegiatan destruktif dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan (T5)

0,09

Total Faktor Eksternal 1 3,904

Selisih: Skor Peluang – Ancaman 0,822

Perumusan strategi pemberdayaan masyarakat nelayan digunakan

hasil penilaian faktor internal dan faktor eksternal yaitu mengembangkan

kekuatan dan peluang yang dimiliki dan meminimalkan kelemahan dan

ancaman yang dihadapi. Berdasarkan analisis IFAS dan EFAS

dirumuskan alternatif strategi pemberdayaan masyarakat nelayan dengan

menggunakan analisis matriks SWOT (Tabel 3). Adapun dari hasil analisis

faktor internal yang menjadi fokus adalah tingginya motivasi dan

ketekunan kerja, tenaga kerja yang tersedia, usia produktif, tingkat

pendidikan, kurangnya modal usaha, penguasaan teknologi, fasilitas

penunjang usaha, kelembagaan dan akses pemasaran, sedangkan faktor

eksternal terfokus pada sumberdaya ikan, program penguatan

permodalan, lapangan pekerjaan di sektor perikanan,dukungan

pemerintah, ketersediaan BBM, mekanisme pasar dalam mengontrol

(13)

pemanfaatan sumberdaya perikanan. Maka berdasarkan faktor internal

dan eksternal tersebut didapatlah kelompok strategi yang terbaik untuk

diimplemtasikan adalah:

1) Penguatan kelembagaan nelayan

2) Peningkatan SDM nelayan dalam penangkapan dan pengelolaan

usaha

3) Penyediaan sarana prasarana penunjang usaha perikanan

4) Pengembagan akses pemasaran

5) Pengembangan akses permodalan

Tabel 3. Matriks SWOT program PUMP perikanan tangkap di Kota Ternate

2. Banyaknya tenaga kerja perikanan tangkap (nelayan) (S2)

3. Usia masyarakat nelayan yang

1. Lemahnya permodalan (W1)

2. Kurangnya fasilitas usaha perikanan tangkap (W2)

3. Rendahnya penguasaan teknologi dan usaha penangkapan ikan (W3) 4. Kurangnya fasilitas

penunjang usaha perikanan tangkap (W4) 5. Kurangnya

kelompok/organisasi masyarakat nelayan (W5)

(14)

Peluang:

1. Melimpahnya

sumberdaya ikan (O1) 2. Banyaknya program

pendukung permodalan usaha perikanan (O2) 3. Banyaknya peluang

lapangan pekerjaan di bidang perikanan (O3) 4. Tingginya dukungan

pemerintah (O4)

Strategi SO:

Pengembangan teknologi

dan skala usaha perikanan melalui permodalan (W1 vs O4)

 Penyediaan sarana prasarana penunjang usaha

perikanan (W2, W4 vs O4)

 Penguatan kelembagaan masyarakat nelayan menjadi badan hukum koperasi (W5 vs O2, O4)

 Pengembangan akses pemasaran (W6 vs O4)

Ancaman:

1. Harga bahan Bakar Minyak (BBM) tinggi (T1)

2. Tidak ada mekanisme pasar dalam mengontrol harga ikan (T2)

3. Tidak adanya kewenangan yang diberikan pemerintah kepada nelayan dalam menyusun peraturan perikanan daerah (T3) 4. Faktor alam berupa

cuaca buruk dan musim penangkapan ikan (T4) 5. Kegiatan destruktif

dalam pemanfaatan

pengolahan ikan (S3, T1)

Strategi WT:

Pengelolaan sumberdaya

perikanan berbasis masyarakat (W1 s/d W4, T1 s/d T4)

Penentuan Prioritas Strategi Pemberdayaan PUMP Perikanan Tangkap

Proses hirarki AHP terhadap sistem pemberdayaan masyarakat

nelayan terdapat lima tingkatan, yaitu: (1) level 1 merupakan tujuan

(15)

2 adalah aktor, pelaku yang terlibat dalam sistem pemberdayaan baik

langsung maupun tidak langsung, (3) level 3 dan 4, kriteria dan subkriteria

untuk penentuan strategi; dan level 5, berupa alternatif strategi

pemberdayaan masyarakat nelayan keluaran dari hasil analisis SWOT, strategi WO (Tabel 3).

Penentuan alternatif kebijakan dihitung berdasarkan hasil dari

pertimbangan yang telah dilakukan pada tingkatan dari keseluruhan

hierarki. Berdasarkan pertimbangan secara keseluruhan, diperoleh vektor

prioritas untuk prioritas strategi yaitu penguatan kelembagaan masyarakat

nelayan menjadi badan hukum koperasi (PLHK) sebesar 0,413,

peningkatan SDM nelayan dalam penangkapan dan pengelolaan usaha

(PSDM) sebesar 0,238, penyediaan sarana prasarana penunjang usaha

perikanan (PSPP) sebesar 0,185, pengembangan akses pemasaran

(PAPP) sebesar 0,097, dan penguatan akses permodalan (PAPM)

sebesar 0,067 (Gambar 1).

Analisis AHP menunjukan bahwa aktor yang paling berperan dalam

implementasi strategi pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan di

Kota Ternate secara berurutan adalah pemerintah daerah, nelayan,

perbankan (mitra keuangan), pelaku pemasaran, tenaga pendamping. Hal

ini menggambarkan bahwa pemerintah daerah merupakan pihak yang

berperan penting dalam menentukan strategi pemberdayaan nelayan di

Kota Ternate dan diikuti nelayan yang merupakan subyek atau sasaran

utama program pemberdayaan. Sementara pihak perbankan atau mitra

keuangan lain dan pelaku pemasaran berperan dalam mendorong

pemberdayaan terutama berkaitan dengan dengan usaha perikanan

tangkap. Selanjutnya tenaga pendamping menduduki posisi terakhir

sebagai penentu strategi pemberdayaan. Posisi ini bukan berarti tidak

penting, namun peranan tenaga pendamping sangat terkait dengan

peranan pemerintah daerah dalam pemberdayaan nelayan di Kota

(16)

Tingk at 1:

Keterangan: PAPM = Penguatan Akses Permodalan

PSPP = Penyediaan Sarana Prasarana Penunjang Usaha Perikanan

PSDM = Peningkatan SDM nelayan dalam penangkapan dan pengelolaan usaha

PLHK = Penguatan Kelembagaan M asyarakat Nelayan M enjadi Badan Hukum Koperasi

PAPP = Pengembangan Akses Pemasaran

TEKNOLOGI KELEMBAGAAN

0,067 0,185 0,238 0,413

Gambar 1 Hirarki dan nilai prioritas strategi pemberdayaan nelayan yang berkelanjutan di Kota Ternate

0,097 STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN YANG

BERKELANJUTAN DI KOTA TERNATE

0,055 0,028 0,045

0,383 0,163 0,217 0,144 0,094

0,096 0,064 0,086 0,046 0,105

0,175

(17)

0.067

0.185

0.238

0.413 0.097

0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 0.300 0.350 0.400 0.450 PAPM

PSPP PSDM PLHK PAPP

Vektor Prioritas

Pr

io

ri

ta

s

St

ra

te

g

i/

T

u

ju

a

n

Gambar 1. Prioritas strategi yang berperan dalam program PUMP perikanan tangkap di Kota Ternate

Sehingga dalam pemberdayaan masyarakat nelayan, pioritas

strategi pertama adalah penguatan kelembagaan nelayan. Salah satu

kendala yang dihadapi nelayan adalah lemahnya posisi tawar ketika

dihadapkan pada permasalahan prosedural. Oleh karena itu dibutuhkan

wadah untuk menyatukan segala potensi yang dimiliki. Implementasi

wadah dapat diwujudkan melalui penumbuhan kelompok-kelompok

nelayan di Kota Ternate yang tergabung dalam KUB secara bertahap

diarahkan untuk bergabung dalam wadah koperasi (DKP, 2010). Agar

keberadaan koperasi dapat dirasakan oleh anggotanya maka pembinaan

koperasi diarahkan pada peningkatan akses pasar, perkuatan

permodalan, peningkatan manajemen usaha, dan peningkatan teknologi.

Dengan jumlah nelayan yang sangat banyak dan dominan serta

tergabung dalam suatu organisasi (koperasi) akan dapat meningkatkan

(18)

Bentuk lain dari penguatan kelembagaan nelayan menjadi badan

hukum koperasi ini dapat berupa pembinaan, pendampingan dan

pelatihan dari berbagai instansi terkait. Kegiatan penguatan kelembagaan

masyarakat ini merupakan bagian peran pemerintah dalam memberikan

pelayanan bagi peningkatan wawasan, pengetahuan dan keterampilan

nelayan, serta manajemen usaha perikanan. Hal terpenting dari kegiatan

ini adalah mendorong modal sosial nelayan agar lebih berdaya dan

mandiri dalam menggerakan aktivitas perkonomiannya. Pembinaan dan

pelatihan diharapkan dapat menjadi pemicu tumbuh kembangnya inovasi

usaha perikanan sehingga tidak hanya mengandalkan dari bantuan

pemerintah semata, tetapi potensi sosial ekonomi yang ada dapat

ditumbuh-kembangkan dalam mendukung pengembangan usaha

perikanan secara berkelanjutan.

Prioritas strategi kedua, adalah peningkatan sumberdaya manusia

nelayan dalam penangkapan dan pengelolaan usaha. Strategi ini

bertujuan untuk mendapatkan peningkatkan kemampuan

mengembangkan kepribadian nelayan, meingkatkan kemampuan

penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan nelayan, meningkatkan

kemampuan berkarya nelayan, dan meningkatkan kemampuan nelayan

dalam mensikapi dan berperilaku dalam berkarya sehingga dapat mandiri,

menilai dan mengambil keputusan dalam mengolah usaha perikanan

secara bertanggung jawab. Peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan

dan keterampilan nelayan dalam hal manajemen usaha dapat dilakukan

melalui keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan seminar, lokakarya, dan

pelatihan. Dengan dengan pengetahuan tradisionalnya dan

pengembangan pengetahuan secara berkala, nelayan nantinya dapat

meningkatkan pengaruh nelayan dalam berdemokrasi untuk menentukan

suatu kebijakan perikanan tangkap di Kota Ternate.

Prioritas strategi ketiga adalah adalah penyediaan sarana prasaran

penunjang usaha perikanan. Sarana prasarana penunjang usaha

(19)

pengaktifan sarana prasarana penunjang tersebut sangat mempengaruhi

berkembangnya usaha perikanan. Strategi ini merupakan solusi terhadap

tidak berfungsinya sarana prasarana penunjang usaha perikanan di Kota

Ternate seperti TPI dan keterbatasan pabrik es balok. Kondisi ini

menyebabkan harga ikan yang tidak stabil dan lebih menguntungkan

pedagang pengumpul dari pada nelayan. Rendahnya kualitas ikan dan

tingginya biaya operasional juga dipengaruhi oleh keterbatasan pabrik es

balok dan berujung pada harga ikan menjadi rendah. Semua

permasalahan tersebut telah menyebabkan terganggunya aktivitas usaha

perikanan sehingga pada akhirnya berujung pada penurunan pendapatan

nelayan. Pengaktifan TPI dan pembangunan pabrik es di dekat

sentra-sentra usaha perikanan tangkap dapat menunjang meningkatkan kualitas

produksi ikan, jika mutu ikan baik maka akan meningkatkan harga ikan

dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan.

Prioritas keempat strategi pemberdayaan masyarakat pesisir adalah

pengembangan akses pemasaran. Pemasaran merupakan salah satu

kendala utama pengembangan ekonomi nelayan. Di Kota Ternate,

lazimnya penjualan dan pembelian ikan dilakukan di pelabuhan umum

Dufa-dufa dari nelayan ke pedagang pengumpul.

Sehubungan dengan itu, perlu dikembangkan program pemasaran

yang dapat memperkuat dan memperluas jangkauan pemasaran ikan

nelayan. Program ini tidak terlepas dari kebijakan peningkatan

kemampuan usaha dan kelembagaan perikanan tangkap, yaitu

pendampingan kepada masyarakat nelayan dan penguatan

pemberdayaan KUB.

Selanjutnya, investasi baru dari pihak swasta dalam pembelian dan

pengolahan sangat diperlukan untuk menghindari ketergantungan nelayan

kepada pedagang pengumpul. Ketergantungan ini dapat mengakibatkan

harga yang ada tidak dapat terkontrol, sehingga kadang-kadang jika hasil

panen yang diperoleh melimpah, harga kadang-kadang jatuh pada pihak

(20)

nelayan cenderung sedikit. Untuk itu salah satu langkah strategis dalam

pengembangan usaha perikanan adalah menarik investor baik PMDN

maupun PMA untuk membangun pabrik pengolahan ikan di Kota Ternate.

Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan menyediakan

lapangan kerja bidang perikanan. Selain itu dengan berkembangnya

industri pengolahan ikan skala menengah dan besar akan meningkatkan

jumlah ikan yang dibutuhkan sehingga dapat menampung produksi hasil

tangkapan nelayan baik dari Kota Ternate maupun nelayan dari daerah

sekitarnya di Provinsi Maluku Utara.

Prioritas strategi kelima pemberdayaan masyarakat nelayan adalah

pengembangan akses permodalan. Strategi ini penting karena pada

dasarnya saat ini pemasalahan utama nelayan di Kota Ternate adalah

sangat sulit memperoleh modal untuk pengembangan teknologi dan skala

usahanya. Sifat usaha perikanan yang musiman, resiko tinggi (penuh

ketidakpastian), dan tidak adanya agunan sering menjadi alasan

keengganan pihak perbankan menyediakan modal bagi usaha perikanan.

Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu mengeluarkan berbagai

program untuk meningkatkan kemampuan permodalan nelayan, terutama

nelayan kecil, sehingga usaha perikanan tangkap dapat berkembang

secara baik. Modal ini dapat berupa modal yang difasilitasi pemerintah

daerah, melibatkan pihak swasta maupun oleh masyarakat sendiri.

Menurut Nikijuluw (2001), dengan memperhatikan kesulitan akses

permodalan tersebut, maka salah satu alternatifnya adalah

mengembangkan mekanisme pendanaan sendiri (self financing mechanism). Bentuk dari sistem ini adalah pengembangan lembaga mikro dan kedepannya diharapkan dapat tumbuh menjadi makro, yang

dikhususkan untuk mendukung permodalan usaha di bidang perikanan

seperti pembentukan koperasi nelayan.

Kehadiran lembaga yang berbadan hukum ini nantinya dapat

memainkan fungsinya sebagai wadah aspirasi nelayan sekaligus menjadi

(21)

lembaga ini menjadi lebih luas lagi yaitu dapat menjadi holding company KUB untuk menjalin kemitraan dengan pihak-pihak lain dalam membuka

akses permodalan/investasi, akses pemasaran dan pengembangan

teknologi usaha perikanan.

Penguatan kelembagaan masyarakat nelayan menjadi badan hukum

koperasi merupakan prioritas strategi dalam program PUMP perikanan di

Kota Ternate, disebabkan karena secara individu nelayan sangat sulit

berkembang karena lemahnya kekuatan pasar yang dimiliki, tetapi secara

kolektif melalui manajemen koperasi yang professional, kekuatan pasar

nelayan di pasar input dan output akan meningkat. Dengan demikian

kesejahteraan nelayan juga meningkat. Menurut Yulistiyono (2014),

bahwa kelembagaan koperasi nelayan merupakan solusi yang sangat

strategis dan relevan dalam pemberdayaan ekonomi nelayan. Selanjutnya

Krisnamurthi (2007), menyatakan bahwa terkait pola pemberdayaan

ekonomi nelayan melalui penguatan kelembagaan koperasi, terdapat

kesamaan karateristik antara organisasi usaha modern dengan koperasi.

Menurut Yulistiyono (2014), bahwa sesuai dengan tujuan

didirikannya koperasi nelayan, maka tugas pokok koperasi adalah

meningkatkan kesejahteraan anggota baik dari sisi permintaan maupun

penawaran. Indikator tingkat kesejahteraan di dalam batasan ekonomi

biasanya diterjemahkan ke dalam variabel pendapatan, biaya, dan laba.

Dengan demikian, tugas pokok koperasi untuk mempromosikan anggota

atau meningkatkan kesejahteraan anggota dapat dipertegas menjadi

tugas untuk meningkatkan pendapatan usaha anggota, menekan biaya

usaha, dan meningkatkan laba usaha. Selanjutnya dinyatakan bahwa

beberapa manfaat apabila sekelompok nelayan melakukan kerja sama

melalui koperasi, antara lain; 1) membangun economies of scale dalam setiap transaksi di pasar input maupun pasar output,dengan demikian

akan tercapai efisiensi dan peningkatan daya tawar yang mendorong

kenaikan harga di pasar output dan penurunan harga di pasar input;

(22)

karena peluang kemitraan atau kerjasama dengan berbagai pihak

eksternal semakin terbuka;dan 3)memperoleh manfaat-manfaat

non-ekonomis karena adanya penyatuan individu ke dalam kelompok. Dengan

demikian tugas pokok kelembagaan koperasi nelayan adalah

meningkatkan pendapatan nelayan yang menjadi anggotanya atau

merupakan alat dari anggota untuk memperbaiki kondisi ekonomi rumah

tangganya, sehingga peningkatan kondisi ekonomi rumah tangga anggota

menjadi kriteria evaluasi terhadap kinerja koperasi.

SIMPULAN

Program Pengembangan Usaha Mina Perdesaan (PUMP) Perikanan

Tangkap, merupakan program pemberdayaan yang terfokus pada nelayan

miskin. Program ini berdampak pada peningkatan kapasitas KUB

penerima bantuan, diantaranya terjadi perubahan baik dari teknologi yang

digunakan dalam usaha penangkapan, sosial dan ekonomi. Sehingga

dalam mewujudkan suatu usaha penangkapan ikan yang menguntungkan

dan berkelanjutan pasca program PUMP perikanan tangkap di Kota

Ternate, adalah penguatan kelembagaan nelayan yang berbadan hukum

(koperasi).

DAFTAR PUSTAKA

Ariffin R. 2002. Manfaat Harga Koperasi. Landasan Teoritis Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah. Penerbit: Laboratorium Manajemen Koperasi IKOPIN, Bandung.

Arikunto S. 2000. Manajemen Penelitian, Edisi Baru. Jakarta: Rieneka Cipta. 645 hal.

[DKP-MU] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara. 2016. Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Maluku Utara tahun 2015. Ternate. 64 hal.

Krisnamurthi B. 2007. Koperasi Indonesia: Evaluasi Pengautan Kelembagaan Koperasi Masyarakat Nelayan di Kabupaten Bangkalan. Makalah seminar nasional yang diselenggarakan oleh Asosiasi Dosen dan Peneliti Perkoperasian Indonesia (ADOPKOP).

(23)

Nikijuluw, Victor PH. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Kerjasama Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional dengan PT Pustaka Cidesindo. Jakarta.

Rangkuti F. 2004. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta. 188 hal.

Saaty, Thomas L. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. 202 hlm.

Satria A. 2001. Dinamika Modernisasi Perikanan: Formasi Sosial dan Mobilitas Nelayan. Bandung: Humaniora Utama Press. 153 hal. Siswanto. 2008. Kemiskinan dan Perlawanan Kaum Nelayan. Malang:

Laksbang Mediatama.151 hal.

(24)

PENENTUAN LOKASI UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT BERDASARKAN PARAMETER FISIKA DAN KIMIA

DI PERAIRAN PULAU MOTI KOTA TERNATE.

Determination the location for development Seaweed culture based on physical and chemical parameters at Moti Island Water Ternate City.

Awat Mustari1), Yuliana2), Muh. Aries2)

1) Mahasiswa Pascasarjana Program studi Ilmu Kelautan

2) Pengajar Program Pascasarjana Ilmu Kelautan Unkhair

ABSTRAK

Salah satu pulau yang sangat potensial untuk budidaya rumput laut di Kota Ternate adalah Pulau Moti. Hal ini didukung oleh kondisi geografis dan kualitas perairan yang masih baik. Namun demikian pemanfaatan sumberdaya perairan untuk usaha budidaya rumput laut diperlukan suatu kajian secara mendalam mengenai kesesuaian lahan perairan. Tujuan dari penelitian ini adalah: mengidentifikasi dan menganalisis nilai kesesuaian perairan berdasarkan parameter fisika dan kimia. Metode penelitian yaitu studi literatur, observasi lapangan serta mengukur parameter fisik kimia perairan. Analisis data pada penelitian ini, adalah dengan pembuatan kontur dan pemodelan spatial, dengan penurunan parameter fisika dan kimia berdasarkan pada model geo-statistik serta analisis kesesuaian perairan. Proses analisis dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak software Arcmap 10.1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa i). Lokasi dalam kelas sangat sesuai (S1) seluas 35,7 Ha atau 11,6%, yang tersebar pada sebagian besar wilayah perairan Pulau Moti, yakni pada stasiun 5, 8, 12, 13, 14 dan 16. ii). Lokasi dalam kelas sesuai (S2), dengan luas wilayah 49,7 Ha atau 16, 2% yang tersebar pada lokasi sampling 1 dan 15 dari lokasi penelitian dan iii). Lokasi dalam kelas tidak sesuai (N) dengan luas wilayah 222, 4 Ha atau 8 lokasi sampling yang terdapat pada stasiun 2, 3, 4, 6, 7, 9, 10 dan 11. Dengan demikian hasil analisis kesesuaian lahan menunjukan 50% perairan Pulau Moti memiliki peluang besar untuk dikembangkan kegiatan budidaya rumput lautdenganluasan areal sebesar 85,3 ha.

ABSTRAC

(25)

Moti Island, Ternate and 3). Zoning designation of seaweed farming in general use zone in the waters of Moti Island. The research method is the study of literature, field observations, and measure physical chemistry parameters. Data analysis was done by making the contour and spatial modeling, with a decrease in physical and chemical parameters based on the model and geo-statistical analysis of the suitability of waters. The results showed that the location in the classroom is very suitable (S1) covering an area of 35.7 ha or 11.6%, which is spread in most areas Moti Island waters. The location in the appropriate class (S2), with an area of 49.7 ha or 16, 2%. The location is in a class does not match (N) with an area of 222, 4 ha or 8 locations. The results of land suitability analysis showed 50% Moti Island waters has a great chance to develop seaweed cultivation area with an area of 85.3 ha.

Keywords: determination, seaweed farming, Moti Island

PENDAHULUAN

Salah satu kegiatan perikanan yang diandalkan untuk

pembangunan ke depan di Kota Ternate adalah perikanan budidaya.

Kegiatan perikanan budidaya yang cukup potensial dikembangkan di Kota

Ternate adalah budidaya rumput laut. Kegiatan budidaya rumput laut

berkembang seiring dengan berbagai permasalahan perikanan tangkap di

Kota Ternate, antara lain isu overfishing, semakin menurunnya hasil tangkapan dan semakin mahalnya harga bahan bakar minyak (BBM) yang

digunakan untuk mencari hasil laut di tengah perubahan cuaca yang tidak

menentu. Dengan demikian, salah satu komitmen yang digalakkan oleh

Pemerintah Kota Ternate untuk menjaga kelestarian lingkungan laut dan

meningkatkan pendapatan masyarakat di kawasan pantai adalah dengan

meningkatkan produksi perikanan budidaya terutama yang menjadi

produk unggulan perikanan budidaya daerah seperti rumput laut.

Salah satu pulau yang sangat potensial untuk budidaya rumput

laut di Kota Ternate adalah Pulau Moti. Hal ini didukung oleh kondisi

geografis dan kualitas perairan yang masih baik. Dengan demikian,

pemanfaatan sumberdaya perairan untuk usaha budidaya rumput laut

diperlukan suatu kajian secara mendalam mengenai penentuan lokasi

yang sesuai. Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini untuk

(26)

fisika dan kimia di perairan Pulau Moti Kota Ternate.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis

nilai kesesuaian perairan berdasarkan parameter fisika dan kimia.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di perairan pantai Kelurahan Moti Kota,

Kelurahan Tafaga, dan Kelurahan Takofi, Pulau Moti, Kota Ternate pada

bulan Desember 2016.

Pengambilan Sampel

Data penelitian diperoleh dengan cara mengukur parameter

oseanografi fisika dan kimia. Pada setiap stasiun dilakukan pengukuran

arus (arah dan kecepatan), kedalaman, suhu, salinitas, oksigen terlarut,

material dasar perairan dan pH. Untuk mengetahui parameter kimia (nitrat

dan fosfat) serta mengetahui muatan padatan tersuspensi (MPT)

dilakukan uji di laboratorium dengan mengambil sampel air di lapangan.

Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini, terdiri dari tahapan pembuatan

kontur dan pemodelan spatial, dengan penurunan parameter fisika dan

kimia berdasarkan model geo-statistik, kemudian analisis kesesuaian perairan dengan pembuatan matrik kesesuaian. Selanjutnya membentuk

zona pada lokasi dengan proses overlay (Hartoko, 2000). Berikut ini adalah tahapan analisis data:

1. Pengolahan data Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan berdasarkan kriteria kesesuaian untuk

kegiatan budidaya rumput laut. Pada penelitian ini, analisis kesesuaian

lahan budidaya rumput laut dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:

1. Penyusunan matriks kesesuaian lahan budidaya rumput laut,

(27)

3. Analisis overlay (tumpang susun), yaitu proses penampakan coverage, dilakukan untuk menganalisis dan mengidentifikasi hubungan spasial antara feature-feature dari coverage.

Pada kajian ini proses analisis dilakukan dengan menggunakan

perangkat lunak Arcmap 10.1. Pemberian bobot didasarkan pada tingkat kepentingan masing-masing parameter secara berurutan, mulai dari yang

terpenting sampai yang kurang penting. Hasil akhir akan diperoleh nilai

akhir atau matrik atribut yang merupakan hasil perkalian antara bobot

dengan skor kelas. Total nilai dari hasil perkalian nilai bobot parameter

dengan skor tersebut selanjutnya dipakai untuk menentukan kelas

kesesuaian lahan budidaya rumputlaut berdasarkan karakteristik kualitas

perairan dengan perhitungan sebagai berikut:

.

Keterangan : Y = nilai akhir, ai= faktor pembobot, Xn = nilai tingkat kesesuaian lahanInterval kelas kesesuaian lahan diperoleh berdasarkan metode equal interval(Prahasta, 2002 dalam Septian, 2014) guna membagi jangkauan nilai-nilai atribut ke dalam sub-sub jangkauan dengan ukuran yang sama.

Perhitungannya adalah sebagai berikut:

. . /

Keterangan : I = Interval kelas kesesuaian lahan

k = Jumlah kelas kesesuaian lahan yang diinginkan

Analisis Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Rumput Laut

Untuk mendapatkan kelas kesesuaian maka dibuat matrik

kesesuaian perairan untuk parameter fisikam dan kimia. Penyusunan

matrik kesesuaian perairan merupakan dasar dari analisis keruangan

melalui skoring dan faktor pembobot. Hasil skoring dan pembobotan

dievaluasi sehingga didapat kelas kesesuaian yang menggambarkan

tingkat kecocokan dari suatu bidang untuk penggunaan tertentu. Tingkat

(28)

1. Kelas S: Sangat Sesuai (Highly Suitable. Daerah ini tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan

atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau tidak

berpengaruh secara nyata terhadap penggunaannya dan tidak akan

menaikan masukan atau tingkat perlakukan yang diberikan.

2. Kelas S2: Sesuai (Moderately Suitable). Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat

perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas ini akan meningkatkan

masukan atau tingkat perlakuan yang diperlukan.

3. Kelas S3: Tidak Sesuai (Not Suitable). Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat

perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas akan lebih meningkatkan

masukan atau tingkatan perlakuan yang diperlukan.

Hubungan antar variable dianalisis mengunakan model matematika

multiple regression. Piranti lunak statistical product and service solutions (SPSS) dipergunakan sebagai alat bantu analisis (Sudjana, 2002). Matrik

kesesuaian dengan sistem penilaian pada Tabel 1.

Tabel 1. Sistem penilaian kesuaian perairan untuk lokasi budidaya rumput laut

Variabel Kisaran

Angka

Radiarta et al., (2003)

Radiarta et al., (2003)

(29)

TDS (mg/l) < 25

 Angka penilaian berdasarkan petunjuk DKP (2002) yaitu 5 = baik; 3 = sedang; 1 = kurang

 Bobot berdasarkan pertimbangan pengaruh variabel dominan n

 Skor adalah ∑ = A X B; i=1

Hasil evaluasi dari sistem penilaian kesesuaian lokasi bagi budidaya

rumput laut (sea weed) diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Evaluasi Penilaian Kesesuaian Perairan untuk Lokasi Budidaya Rumput Laut (Sea weed)

No Kisaran Nilai (Skor)1) Tingkat

Kesesuaian2)

1). Rekomendasi DKP (2002) 2). Bakosurtanal (1996)

Selanjutnya untuk mendapatkan peta yang menggambarkan lokasi

pengembangan budidaya rumput laut dilakukan proses griding terhadap nilai skor dari keseluruhan variabel parameter fisika dan kimia pada setiap

(30)

setingkat. Kemudian dilanjutkan dengan proses overlay untuk membentuk plot peta zona peruntukan budidaya rumput laut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lingkungan Perairan

Aspek ekologi suatu lokasi merupakan faktor terpenting, dalam

menentukan keberhasilan usaha budidaya. Parameter ekologis yang perlu

diperhatikan antara lain, keterlindungan, arus, kondisi dasar perairan,

kedalaman, salinitas, kecerahan, suhu, DO, pH, nitrat, fosfat (Akmal et al. 2008). Karakteristik parameter ekologis yang terdapat di wilayah perairan

lokasi penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut :

Keterlindungan

Secara umum lokasi pengambilan sampel merupakan wilayah yang

tidak sesuai untuk pengembangan kegiatan budidaya rumput laut, jika ditinjau dari kriteria keterlindungan lokasi. Hal ini disebabkan 50% lokasi

mengindikasikan tidak sesuai, sementara 12,5 % sesuai dan 37,5% lokasi

yang sangat sesuai. Dengan demikian maka ada 153,85 Ha kawasan

perairan yang dapat dikembangkan kegiatan budidaya rumput laut

berdasarkan parameter keterlindungan. Akmal (2009) menjelaskan

bahwa untuk menghindari kerusakan fisik sarana budidaya dan rumput

laut, maka diperlukan lokasi yang terlindung dari pengaruh angin dan

gelombang yang besar. Lokasi yang terlindung biasanya di perairan teluk

atau perairan yang terlindung atau terhalang oleh pulau hingga

memberikan keleluasan bagi rumput laut budiaya untuk berkembang baik.

Arus

Laju kecepatan arus yang diperoleh dari hasil pengukuran di

lapangan pada 16 titik sampling menunjukkan kisaran antara 0,01 – 0,12

cm/detik dengan nilai rata-rata 0.06 cm/detik. Berdasarakan hasil analisis

peta tematik didapatkan bahwa dari 16 lokasi pengukuran terdapat

81,25% yang tidak sesuai, dan 18,25 % yang sesuai dengan laju

(31)

penelitian di perairan Desa Tafaga Kecamatan Moti menyatakana bahwa

hasil pengukuran kecepatan arus di lokasi budidaya K. alvarezii berkisar antara 0,22-0,25 m/detik. Sementara Akmal et al (2008) menyatakan

bahwa Laju kecepatan arus yang baik untuk kegiatan budidaya rumput

laut berkisar antara 20 - 40 cm/detik. Restiana et al.(2007) menambahkan bahwa kecepatan arus ini bertujuan agar rumput laut dapat dibersihkan

dari kotoran dan suplai nutrien dapat berjalan dengan baik.

Dasar Perairan

Hasil pengukuran substrat perairan diperoleh 7 lokasi dasar perairan

yang memiliki substrat berkarang, 6 lokasi dasar perairan berpasir dan 3

lokasi dasar perairan berlumpur. Sementara hasil analisis peta tematik

didapatkan bahwa 37,5% memiliki tipe substrat yang sangat sesuai, dan

37,5% memiliki tipe substrat yang sesuai sedangkan yang tidak sesuai

terdapat 25%. Maka terdapat luasan 230,78 ha yang dapat menopang

pertumbuhan rumput laut di wilayah perairan Pulau Moti yang didasarkan

pada aspek dasar perairan. Akmal et al., (2008) juga menambahkan bahwa dasar perairan yang sesuai untuk pertumbuhan rumput laut adalah

berupa pecahan-pecahan karang dan pasir kasar. Perairan yang

ditumbuhi rumput laut biasanya merupakan daerah subur, karena

sedimennya terdiri atas partikel-partikel pasir dengan material detritus.

Kondisi dasar perairan yang demikian merupakan indikator adanya

gerakan air yang baik.

Kedalaman

Berdasarkan hasil pengukuran dilapangan terhadap kedalaman

perairan pada ke 16 lokasi sampling memperlihatkan adanya

keberagaman kedalaman di perairan pulau Moti. Kedalaman perairan di

Pulau Moti memiliki kisaran antara 1,50 - 55 m pada pasang tertinggi

dengan nilai rata-rata 16.33 m. Hasil analisis peta tematik terhadap aspek

kedalaman perairan terdapat 50% yang tidak sesuai dengan kedalaman

berkisar antara <1 m dan > 40 m. Sementara 18,75% yang sesuai,

(32)

>15 - 40 sangat sesuai dengan kedalaman yang berkisar antara 3 - 15 m.

Dari hasil analisis terhadap aspek kedalaman di atas, maka 50% wilayah

atau 153,85 ha perairan Pulau Moti layak untuk dikembangkan kegiatan

budidaya rumput laut. Akmal et al. (2008) menambahkan bahwa kedalaman perairan merupakan salah satu indikator berhasil tidaknya

kegiatan budidaya rumput laut yang dilakukan. Faktor kedalaman perairan

ini bertujuan untuk menghindari rumput laut mengalami kekeringan dan

mengoptimalkan perolehan sinar matahari.

Salinitas

Kisaran salinitas yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran yaitu

35,30-36,00 ppt dengan nilai rata-rata 35.73 ppt. Evaluasi kandungan

salinitas secara keseluruhan di lokasi penelitian tidak sesuai untuk

kegiatan budidaya rumput laut. Tingginya kandungan salinits dilokasi

penelitian disebabkan oleh tipe perairan Pulau Moti yang cenderung

terbuka sehingga suplai massa air dari laut Halmahera dan Maluku cukup

tinggi. Selain itu, pergerakkan arus yang lemah menyebabkan tingginya

salinitas. Dahuri dkk, (2003) menyatakan bahwa rumput laut memiliki toleransi terhadap salinitas yang berbeda-beda, namun sebagian memiliki

kisaran yang lebar terhadap salinitas yaitu antara 10‰ - 40‰, Interaksi ini

menunjukkan bahwa spesies yang mempunyai toleransi lebih rendah dari

salinitas normal pada temperatur yang rendah tidak mampu

mempertahankan hidupnya pada salinitas yang sama dalam kondisi

temperatur yang lebih tinggi

Kecerahan

Hasil analisis kesesuaian lahan berdasarkan peta tematik maka

peroleh 43,75% tidak sesuai, dan 18,75% dalam kategori sesuai.

Sementara 37,5% kategori sangat sesuai. Dengan demikian maka ada

173,08 Ha kawasan perairan yang dapat dikembangkan kegiatan

budidaya rumput laut berdasarkan parameter kecerahan. Dahuri dkk., (2003) menyatakan bahwa kebutuhan rumput laut akan intensitas cahaya

(33)

terjadi pada suatu perairan akan meningkatkan muatan sedimentasi, hal

ini dapat mengganggu produktivitas primer dari ekosistem rumput laut.

Suhu

Berdasarkan pengukuran di lapangan, suhu yang terdapat pada

perairan lokasi penelitian yaitu 27,76 - 29,21˚C, dengan nilai rata-rata

28.34 ˚C sedangkan hasil perbandingan dengan nilai optimum yang

terdapat dalam matriks kesesuain lahan budidaya rumput laut ialah 24 -

30˚C. Hal ini berarti bahwa seluruh lokasi penelitian bisa dijadikan sebagai

tempat budidaya rumput laut. DKP (2002) dan Romimitartho (2002)

menyatakan bahwa suhu yang berkisar antara 24 – 30˚C merupakan

kisaran suhu yang sangat sesuai dengan nilai yang diisyaratkan untuk

kegiatan budidaya rumput laut.

Oksogin Terlarut (DO)

Hasil pengukuran kandungan oksigen di perairan Pulau Moti

diperoleh 37,5 % dalam kategori sangat sesuai. Sementara 25%

menyatakan sesuai dan 37,5% dinyatakan tidak sesuai. Dengan demikian

ada 10 titik penelitian atau 192,31 ha perairan Pulau Moti yang dapat

dijadikan sebagai lahan budidaya rumput laut. Kadar oksigen terlarut yang

terdapat pada wilayah perairan lokasi penelitian secara keseluruhan

memenuhi persyaratan yang layak untuk kegiatan budidaya rumput laut

karena kandungan oksigen terlarut pada semua titik pengukuran berkisar

antara 10,11 – 15,03 mg/l dengan nilai rata-rata 12.22 mg/l serta sesuai

dengan kriteria yang ditentukan berdasarkan matriks kesesuaian lahan

untuk budidaya rumput laut. Dimana kandungan oksigen yang memiliki

nilai oksigen terlarut > 6, maka kondisi ini sangat sesuai dengan kriteria

pertumbuhan budaya rumput laut (DKP, 2002).

pH

Hasil pengukuran pH di lokasi penelitian menunjukkan bahwa semua

lokasi tersebut merupakan lokasi yang sangat sesuai untuk kegiatan

(34)

dengan matriks kesesuaian yang berkisar antara 7,3-8,2 juga termasuk

dalam kaategori sangat sesuai. Brotowidjoyo et al.,(1995) menyatakan bahwa konsentrasi nilai pH air laut pada umumnya berkisar antara 7,6–

8,3. Sastrawijaya (2000) menambahkan bahwa nilai pH biasanya

dipengaruhi oleh laju fotosintesa, buangan industri serta limbah rumah

tangga.

Nitrat

Hasil analisis kandungan nitrat di perairan Pulau Moti diperoleh nilai

berkisar antara 1,89 – 4,26 mg/L dengan nilai rata-rata 2.62 mg/L. Kisaran

nilai tersebut termasuk dalam kategori tinggi dan sesuai untuk budidaya

rumput laut. Hasil analisis peta tematik didapatkan bahwa 81,25% dalam

kategori sangat sesuai, dan 18, 75% sesuai.

Fluktuasi distribusi nitrat di laut tergantung pada musim, di perairan

lepas pantai daerah lintang sedang, konsentrasi akan turun dalam musim

panas akibat dari aktivitas fotosintesis tinggi, tetapi pada waktu yang sama

disertai oleh naiknya konsentrasi nitrat karena membusuknya zat-zat

organik (Birowo, 1991 dalam Safarudin, 2011). Fosfat

Kandungan nilai fosfat di lokasi penelitian berkisar antara

0,0001-0,015 mg/l dengan nilai rata-rata 0.03 mg/l. Nilai tersebut merupakan nilai

yang tidak sesuai untuk pertumbuhan budidaya rumput laut. Rendahnya

kandungan fosfat di perairan Pulau Moti disebabkan oleh adanya tipe

pantai Pulau Moti yang terbuka dan bersubstrat berkarang serta memiliki

arus yang agak cepat sehingga menyebabkan tidak adanya proses

penumpukan fosfat serta minimnya distribusi fosfat yang bersumber dari

limbah domestik ke perairan. Menurut Aslan (1998 dalam Restiana, 2007) kandungan fosfat di perairan untuk lokasi budidaya rumput laut adalah 0,1

– 0,2 mg/l. Safarudin (2011) menambahkan bahwa kisaran nilai fosfat

(35)

Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut

Berdasarkan data yang di peroleh dari hasil penelitian di lapangan,

maka dilakukan analisis pada beberapa parameter secara berurutan,

dimulai dari yang terpenting sampai yang kurang penting. Kemudian

dibagi menjadi beberapa kelas yang diberi skor dan bobot berdasarkan

tingkatan nilai kesesuaiannya untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan

budidaya rumput laut yang dapat di manfaatkan pada perairan Pulau Moti.

Hasil analisis kesesuaian secara spasial untuk budidaya rumput laut

yang terdapat pada Gambar 1, dengan luas wilayah penelitian 307,7 Ha,

menunjukkan penyebaran kelas lahan untuk budidaya rumput laut sebagai

berikut :

1. Kelas sangat sesuai (S1) seluas 35.6 Ha atau 11.57%, Adanya kondisi perairan yang sangat mendukung dilaksanakannya kegiatan

budidaya rumput laut

2. Kelas sesuai (S2), dengan luas wilayah 49,7 Ha atau 16,15%. Faktor pembatas pada kawasan ini adalah : (i) Arus yang lemah, (ii) Tingkat

kedalaman rendah, dan (iii) Konsentrasi kandungan fosfat yang

tergolong rendah, yang pada akhirnya akan mempengaruhi

pertumbuhan rumput laut.

3. Kelas tidak sesuai (N) dengan luas wilayah 222, 4 Ha atau atau 72,28%. Faktor penghambat dari wilayah perairan yang terlalu dalam

atau terlalu dangkal, jenis substrat dan arus yang kurang mendukung

serta hambatan lain yang dijumpai adalah lokasi tersebut merupakan

kawasan perairan terbuka yang pada saat tertentu gelombangnya

(36)

Gambar 1. Peta kesesuaian lahan budidaya rumput laut di perairan Pulau Moti

Secara keseluruhan, wilayah perairan Pulau Moti belum

dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat setempat, terutama dalam

pemanfaatan potensi lahan sebagai lahan budidaya rumput laut. Padahal

perairan Pulau Moti memiliki lokasi yang cukup luas yaitu ± 85,3 Ha yang

layak dan potensial (kategori sesuai dan sangat sesuai) untuk

dikembangkan kegiatan budidaya rumput laut.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

Parameter fisik-kimia seperti kedalaman, kecerahan, distribusi

suhu, kandungan oksigen terlarut, kondisi substrat dan kandungan nitrat

sangat mendukung untuk pertumbuhan rumput laut diperairan Pulau Moti.

1. Perairan Kecamatan Pulau Moti Kota Ternate, memiliki peluang untuk

(37)

2. Luas Perairan Pulau Moti yang berpotensial untuk pengembangan

kegiatan budidaya rumput laut dengan luas areal sebesar 85.3 Ha

atau 27.72 %

DAFTAR PUSTAKA

Akmal, S. Raharja dan Ilham. 2008. Teknologi Manajemen Budidaya Rumput Laut (Kappaphycusalvarezii). Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau, Takalar.

Aslan, L.M., 1998. Budidaya Rumput Laut. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Bakosurtanal.1996. Pengembangan Prototipe Wilayah Pesisir dan Marin

Kupang - Nusa Tenggara Timur. Pusat Bina Aplikasi Inderaja dan Sistem Informasi Geografis, Cibinong.

Brotowijoyo, M. D., Dj. Tribawono., E. Mulbyantoro. 1995. Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Dahuri, R., J. Rais., S. P. Ginting., M. J. Sitepu. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Edisi revisi.PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2002. Modul Sosialisasi dan Orientasi Penataan Ruang, Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Ditjen Pesisir dan Pulau - Pulau Kecil. Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau - Pulau Kecil, Jakarta. 2004.

Hartoko, A., 2000. Teknologi Pemetaan Dinamis Sumberdaya Ikan Pelagis Melalui Analisis Terpadu Karakter Oseanografi dan Data Satelit NO AA, Landsat_TM dan Sea WIFS_GSFC di Perairan Laut Indonesian. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Dewan Riset Nasional, Jakarta.

Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Baku Mutu Air Laut. Keputusan Meneg. KLH No 51 tahun 2004, tanggal 8 April 2004, Jakarta. Prahasta, E. 2002. Konsep –Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis.

Penerbit Informatika, Bandung.

Radiarta, I. Ny., S. E. Wardoyo., B. Priyono dan O. Praseno. 2003. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Penentuan Lokasi Pengembangan Budidaya Laut di Teluk Ekas, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Budidaya Jakarta.Vol 9 no 1, hal 67 – 71.

(38)

Romimohtarto, K. 2003. Kualitas Air dalam Budidaya Laut.

Sastrawijaya, A. T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Penerbit RinekaCipta, Jakarta.

(39)

ANALISIS EFEKTIVITAS OPERASI KAPAL POLE AND LINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) TERNATE

Analysis Of The Effectiveness Of The Vessel Operating Pole and Line Fishing Port In The Archipelago (VAT) Ternate

Sahlan Norau1), Budi Wahono2)

1,2,) Staf Pemngajar Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Khairun

ABSTRAK

(40)

tonage GT hanya 1 unit/kapal penangkapan yang memiliki efektivitas tertinggi bila dibandingkan dengan kapal lainnya yaitu Qaulan-06.PMN dengan memiliki efektivitas keseluruhan sebesar 3,28 dan menduduki prioritas pertama.

Kata Kunci: Produksi, gross tone, kekuatan mesin, dan jumlah tenaga

kerja

ABSTRACK

Fishing activities in Ternate develop properly, it is supported by the establishment of Nusantara Fishery Port (VAT) Ternate. Ternate Nusantara Fishery Port is the only port type B in the city of Ternate in North Maluku. VAT Ternate is one of the fishing ports that have been successful in its management, both in terms of facilities, production and value of production, as well as complete arrangements regarding functions as a fishing port. The purpose of this study was Determining the effectiveness of pole and line vessels operating in Ternate VAT. And targets to be achieved is the target to be reached is (i) to obtain the effectiveness of bark and line fishing boats in berasis at the Fishery Port Nuasantara (VAT) Ternate. The results of the analysis of the effectiveness of the four factors that were analyzed showed that the pol and line fishing unit of the group have higher efficacy when compared with pol and line fishing unit in the group into two. The results tally effectiveness of the five factors studied the effectiveness of the obtained results that ship Qaulan-06.PNM have overall effectiveness of 3.28 and occupy the first priority, Foker-136.KM has the overall effectiveness of 2.21 and occupied the second priority, Fishermen Bhakti- 78. KMN had total effectiveness by 1.72 and occupied the third priority, Fishermen Bhakti-91.KM has a total effectiveness of 1.25 and occupied the fourth priority, Fishermen Bhakti-80.KM has a total effectiveness of 0.80 and occupied the fifth priority, Cakarida -02.KMN has a total effectiveness of 0.70 and occupied the sixth priority, Mercury.KM has a total effectiveness of 0.42 and occupied the seventh priority, Porodisa.KMN has a total effectiveness of 0.40 and occupied the eighth priority, Virgo-03. KMN had total effectiveness of 0.35 and occupied the ninth priority, while Son-daughter-03.KMN has a total effectiveness of 0.01 and occupied the tenth priority. So it can be said that the ship Qaulan-06.PMN has the highest effectiveness compared with other ships. A total of 10 pole and line fishing vessels which operate for one year consisting of Group I with catching vessels gross tonnage GT 6-7, and the second group with pol and line fishing unit gross tonnage GT 19-20 only 1 unit / ship arrests have the highest effectiveness when compared to other ships that Qaulan-06.PMN by having the overall effectiveness of 3.28 and occupy the first priority.

Keywords: Production, gross tones, the power of the engine, and the

(41)

PENDAHULUAN

Kegiatan perikanan di Ternate berkembang dengan baik, hal ini

didukung dengan berdirinya Pelabuhan Perikanan Nusantara

(PPN)Ternate. Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate merupakan

satu-satunya pelabuhan tipe B yang ada di Kota Ternate Maluku Utara. PPN

Ternate merupakan salah satu pelabuhan perikanan yang telah berhasil

dalam pengelolaannya, baik ditinjau dari segi fasilitas, produksi dan nilai

produksi, maupun pengaturan secara lengkap mengenai fungsinya

sebagai pelabuhan perikanan. Aktivitas perikanan di daerah tersebut

tergolong tinggi. Hasil tangkapan pol and line mendominasi jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Ternate. Secara umum, hasil

tangkapan yang didaratkan di PPN Ternate masih cukup baik dan layak

dikonsumsi, serta kualitas yang cukup baik. Hal ini disebabkan operasi

penangkapan kapal pol and line umumnya tidak cukup lama, yaitu sekitar 2-3 hari. Ikan yang didaratkan di PPN Ternate umumnya adalah jenis ikan

pelagis besar yang ditangkap dengan menggunakan pole and line, seperti ikan ikan Tuna (Tunnus), cakalang ( (Katsuwonus pelamis), madidihang (Tunnus albacores), beby tuna (Tunnus spp), Tongkol (Auxis spp), lemadang (Coryphaena hippurus), sunglir (Elagatis bipinnulatus). Informasi tentang unit penangkapan yang efektif dan memiliki produktivitas

yang tinggi merupakan hal yang penting dalam pengembangan perikanan

tangkap di Ternate.

Usaha perikanan pole and line di Ternate diharapkan dapat meguntungkan dan berkelanjutan, untuk itu penelitian mengenai “ Analisis efektivitas operasi kapal pole and line yang berbasis di Pelabuhan

Perikanan Nusantara Ternate” perlu dilakukan dengan

mempertimbangkan seluruh aspek yang terkait guna mentahui ukuran

(42)

TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat

efektivitas operasi kapal pole and line di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ternate.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini direncanakan selama 2 (dua) bulan yakni bulan

November-Desember 2016, di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)

Ternate Provinsi Maluku Utara.

Prosedur Penelitian

Kegiatan yang dilakukan dibagi ke dalam beberapa tahap, yaitu

persiapan penelitian, dimulai dengan melakukan survey lapagan,

wawancara dan pengisian kuesioner kepada para responden. Responden

diambil secara purposive yang dianggap dapat mewakili kepentingan penelitian.

Persiapan Penelitian

Tahap ini meliputi studi literatur, penyiapan alat-alat yang akan

digunakan selama kegiatan penelitian, penyiapan kuesioner untuk

wawancara, dan pengambilan sampel serta analisis data sampai pada

tahapan penyusunan penelitian.

Metode Analisis Data

Analisis kegiatan operasi pol and line

Kegiatan operasional kapal pol and line akan digambarkan dengan metode deskriptif. Analisis dilakukan dengan menjelaskan kegiatan

operasi kapal pol and line dari persiapan, penentuan daerah penangkapan ikan, perjalanan, proses penangkapan, pengangkutan dan pengelolaan

hasil tangkapan di atas kapal, dan pendaratan.

Analisis efektivitas

Analisis efektivitas digunakan untuk mengetahui tingkat efektivitas

(43)

menggunakan metode scoring (Suharto, 2003). Penilaian terhadap analisis efektivitas dilakukan untuk membandingkan output dengan input dari masing-masing unit pol and line. Input dari unit penangkapan adalah gross tonage (GT) kapal, kekuatan mesin (PK), bahan bakar, dan jumlah ABK. Output yang digunakan untuk efektivitas adalah produksi kotor per tahun.

Metode scoring digunakan untuk menganalisis efektivitas dan efisiensi unit pol and line. Metode ini dilakukan pada penilaian-penilaian untuk kriteria yang mempunyai satuan berbeda. Pada penilaian semua

kriteria secara terpadu, dilakukan standarisasi nilai. Standarisasi nilai

dapat dilakukan dengan menerapkan dua macam fungsi yaitu pertukaran

(trade off) dan fungsi nilai (Haluan dan Nurani, 1988).

Standarisasi dengan fungsi nilai dapat dilakukan dengan memakai

persamaan sebagai berikut:

1 0

Keterangan:

V(x) = Fungsi nilai dari variabel X X = Variabel X

Xo = Nilai terburuk pada kriteria X X1 = Nilai terbaik pada kriteria X V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A

Vi(Xi) = Fungsi nilai dari alternatif pada kriteria ke-i Xi = Kriteria ke-i

Urutan prioritas dimulai dari nilai tertinggi ke nilai terendah. Dengan

menggunakan fungsi nilai maka urutan prioritas ditetapkan secara urut

dari alternatif yang mempunyai nilai fungsi tertinggi ke alternatif dengan

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Wilayah

Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate (PPN Ternate) dibangun

atas lahan 10,06 Ha dengan luas tanah eksisting 4 Ha dan luas tanah

pengembangan 6,06 Ha. Terletak pada posisi koordinat 00046’0,36’’LU

dan 127022’41’10’’ BT, tepatnya di kota Ternate Maluku Utara.

Fasilitas-fasilitas yang ada di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kota Ternate

meliputi fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas tambahan.

Fasilitas pokok meliputi dermaga, daratan pelabuhan, jalan dan drainase. Fasilitas fungsional meliputi gedung pelelangan ikan, slipway, pabrik es, fish storage, cool box, instalasi bahan bakar minyak, instalasi air bersih, instalasi listrik, telekomunikasi, perbengkelan, tempat pengolahan, Balai

Pertemuan Nelayan, kantor administrasi, pos penjagaan, pagar keliling,

tempat parkir dan wc umum, perumahan dan fasilitas olahraga.

Fasilitas-fasilitas yang tidak terdapat di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)

Kota Ternate adalah break water, alur pelayaran, kolam pelabuhan,

rambu-rambu pelayaran, menara pengawas, kantin poliklinik, penginapan

nelayan, musholla dan perkantoran pengusaha perikanan. Sistem

penjualan yang biasanya berlaku adalah melalui pelaksana penjualan.

Sistem ini cenderung merugikan nelayan, tetapi nelayan sanget

tergantung pada pelaksanaan (PPN Ternate, 2012).

Persiapan

Kapal pol and line di PPN Ternate terlebih dahulu melakukan tahapan persiapan dan melengkapi perbekalan sebelum berangkat ke titik

fishing ground. Persiapan yang dilakukan meliputi persiapan kapal, mesin

kapal, alat tangkap, peralatan dan perlengkapan tambahan, serta

perbekalan. Nama dan spesifikasi kapal sampel yang diteliti seperti terlihat

Gambar

Tabel 1 Penilaian internal factor analysis summary Faktor-Faktor Internal Bobot
Tabel 2. Penilaian Eksternal Factor Analysis Summary
Tabel 3. Matriks SWOT program PUMP perikanan tangkap di Kota
Gambar 1 Hirarki dan nilai prioritas strategi pemberdayaan nelayan yang berkelanjutan di Kota Ternate
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan aktivitas antioksidan (Uji DPPH) ekstrak Boehmeria virgata (Forst) Guill yang diperoleh melalui metode refluks lebih baik daripada dengan

Agar proses pembuatan dan pengiriman tagihan tidak dilakukan secara manual maka dikembangkan sebuah sistem otomatisasi tagihan yang memiliki tujuan secara otomatis membuat

Problem Based Learning dengan pendekatan Active Knowledge Sharing adalah gabungan model pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa lebih banyak aktif dalam

Penelitian ini merupakan penelitian literatur dan metode yang digunakan yaitu studi kepustakaan ( library researh ). Hasil yang didapat dari penelitian ini yaitu

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang proses belajarnya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe example

Probe P21 dan probe L38 akan digunakan untuk melihat aliran darah dalam Vena dan Arteri juga untuk melihat organ dalam tubuh.. Sedangkan untuk probe 4D untuk melihat organ

Sementara menurut Usmani (2003) alasan LKS meng- gunakan murabahah adalah: pertama, mura- bahah adalah suatu mekanisme investasi jangka pendek, dan dibandingkan

65 Bireun ATM SPBU JEUNIB Ds Blang Me Timur Kec Jeunib Kab Bireuen 66 Bireun ATM SPBU MITANA Jl Medan Banda Aceh Kec Peusangan Kab Bireuen 67 Bireun ATM SPBU PUTRI ARBIANA Ds Cot