• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Filsafat Sains Dasar 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buku Filsafat Sains Dasar 2011"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

KATA PENGANTAR

Tulisan ini disusun dengan tujuan menghasilkan bacaan yang merupakan hasil pengumpulan informasi dari buku-buku lama, pendapat dosen senior sebagai dosen penceramah pada kuliah Filsafat Sains dan konsep pemikiran bagaimana sains dasar harus berfungsi yang kami olah dalam perkuliahan Filsafat Sains Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung 2010. Kami mengharapkan adanya masukan membangun dari para pembaca.

Selamat membaca.

Bandung, April 2011 Penulis, Lilik Hendrajaya dan Peserta Kuliah Filsafat Sains 2010

(3)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR II

DAFTAR ISI III

BAB 1 PENDAHULUAN 1

BAB 2 PERKEMBANGAN BERNALAR DALAM SAINS 3

2.1 BERNALAR DALAM KEHIDUPAN MANUSIA 3

2.1.1 KECENDERUNGAN MANUSIA MENCARI ILMU PENGETAHUAN 3 2.1.2 MANUSIA MENCARI KEBENARAN DAN TIDAK MENYUKAI KEKELIRUAN 4

2.1.3 MANUSIA CENDERUNG MENCARI KEPASTIAN 4

2.1.4 MANUSIA ITU CENDERUNG BERAGAMA 5

2.1.5 MANUSIA BERFILSAFAT DAN BERTEKNOLOGI 5

2.2 KONTRIBUSI SAINS DALAM PERKEMBANGAN BERNALAR 7

2.2.1 PERKEMBANGAN BERNALAR DI MATEMATIKA 7

2.2.1.1 Matematika dan Filsafat 7

2.2.1.2 Pengembangan Filsafat Matematika Abad Pertengahan ke Zaman Modern 10 2.2.1.3 Prinsip Dasar Pengembangan Bernalar di Matematika 11

2.2.1.4 Peran Matematika dalam Pembangunan Ipteks 14

2.2.1.5 Perkembangan Matematika di Indonesia 16

2.2.2 PERKEMBANGAN BERNALAR DI FISIKA 17

2.2.2.1 Perkembangan Bernalar di Fisika Masa Aristoteles 17

2.2.2.2 Perkembanagan Fisika Masa Isaac Newton 19

2.2.2.3 Pengembangan Filsafat Fisika Menurut Maxwell 20

2.2.3 PERKEMBANGAN BERNALAR DI KIMIA 24

2.2.3.1 Ilmu Kimia pada Zaman Purba 24

2.2.3.2 Perkembangan Kimia Sebelum Abad Pertengahan 25 2.2.3.3 Perkembangan kimia di Eropa Zaman Pertengahan 29

2.2.3.4 Alkimia di Zaman Modern dan Renaisanse 33

2.2.3.5 Keruntuhan Alkimia Barat 35

(4)

iv

2.2.4 PERKEMBANGAN BERNALAR DALAM ILMU HAYATI/BIOLOGI 38

2.2.4.1 Awal Perkembangan Ilmu Hayati 38

2.2.4.2 Perkembangan Ilmu hayati abad ke-20 39

2.2.4.3 Arah Perkembangan Ilmu Hayati Pada Masa Depan 41

2.2.5 PERKEMBANGAN BERNALAR DI ASTRONOMI 42

2.2.6 PERKEMBANGAN BERNALAR DI ILMU-ILMU SOSIAL 44

2.2.6.1 Bernalar di Ilmu Sosial Menurut Hegel 44

2.2.6.2 Ekonomi dalam Sudut Pandang Karl Marx 46

2.3 REVITALISASI DAN SUSTAINABILITAS SAINS DASAR 49

2.3.1 REVITALISASI SAINS DASAR 49

2.3.1.1 Pemahaman sains dasar pada Masyarakat Umum 49 2.3.1.2 Produk sains dasar yang Bisa Memberikan Dampak Luas 50

2.3.1.3 Peningkatan Kemampuan Lulusan sains dasar 50

2.3.1.4 Penghiliran sains dasar 50

2.3.2 SUSTAINABILITAS SAINS DASAR 51

DAFTAR KONTRIBUTOR 53

DAFTAR BACAAN 53

BAB 3 MEMAJUKAN SAINS DASAR 54

3.1 MENUJU SINERGISME 54

3.2 DASAR KEILMUAN UNTUK MAJU 55

3.2.1 MEMAJUKAN MATEMATIKA 55

3.2.2 MEMAJUKAN FISIKA 55

3.2.3 MEMAJUKAN ASTRONOMI 56

3.2.4 MEMAJUKAN KIMIA 58

3.2.5 MEMAJUKAN ILMU HAYATI 58

3.3 TATA KERJA SISTEMIK : METODOLOGI PENELITIAN 59

3.4 MEMBANGUN TEORI 60

3.4.1 AWAL BERTEORI. 61

3.4.1.1 Ke Depan (Forward) 61

3.4.1.2 Ke Belakang (Inverse, membalik) 62

3.4.1.3 Sistem Linier 63

(5)

v 3.4.1.5 Reaksi Kimia 64 3.4.1.6 Kemampuan Menahan 64 3.4.2 DIFERENSIAL 64 3.4.2.1 Kepekaan (Sensitivitas) 64 3.4.2.2 Elastisitas 65 3.4.2.3 Deret 65 3.4.3 OPTIMASI 66 3.4.4 ANALOGI 66

3.5 MELANJUTKAN TEORI, MELENGKAPI BUKTI KEBENARAN TEORI 67

3.5.1 KONSTRUKSI TEORI 67

3.5.1.1 Merakit Teori 67

3.5.1.2 Menggunakan/menerapkan teori 67

3.5.1.3 Penguatan sains dasar 67

3.6 MAJU : MEMBANGUN DIRI DAN BANGSA 68

3.6.1 DINAMIKA SAINS DASAR 68

3.6.2 STRUKTUR PROSES DINAMIKA SISTEM PENALARAN SAINS DASAR 69 3.6.3 KENDALA LINGKARAN KEBUNTUAN PENGAJAR SAINS DASAR 70

3.6.4 SOLUSI ITERATIF :REVITALISASI SAINS DASAR 71

3.6.5 SAINS DASAR UNTUK MEMBANGUN DIRI DAN BANGSA 73

3.6.5.1 Membangun Diri 73

3.6.5.2 Membangun Bangsa 73

3.7 PENUTUP 78

DAFTAR KONTRIBUTOR 80

DAFTAR BACAAN 80

BAB 4 MENGHILIRKAN SAINS DASAR 78

4.1 SAINS: APAKAH MENGHILIRKAN ITU SULIT? 78

4.1.1 PERKEMBANGAN SAINS DI BERBAGAI NEGARA 78

4.1.1.1 Sains di Negara Maju 79

4.1.1.2 Sains di Negara Berkembang 80

4.1.2 PERKEMBANGAN SAINS DI INDONESIA 82

4.2 PROSES MENGHILIRKAN SAINS 83

(6)

vi

4.2.2 RISET MENUJU KE KEMANDIRIAN 84

4.2.3 HASIL RISET SAINS DASAR 86

4.2.4 MENGHILIR MENGHASILKAN KOMODITAS YANG DISERAP PASAR 87 4.2.4.1 Teknologi Pengolahan Buah Kelapa Terpadu dengan Skala Rumah Tangga

(disarikan dari “Bambang Setiaji: Coco Power) 88

4.2.4.2 Pengembangan Statistika Aktuaria 95

4.2.4.3 Mempelajari Aliran Magma dan Erupsi Gunung Api 95

4.2.5 MENGHILIRKAN SAINS DASAR DALAM KURIKULUM 96

4.2.5.1 sains dasar dan Problem Solving 97

4.2.5.2 Mengundang Lulusan SMU untuk menjadi Mahasiswa Sains 102 4.2.5.3 Pengajaran sains dasar di Perguruan Tinggi 105

4.2.5.4 Skripsi Inkubator Usaha 109

4.2.5.5 Pemasaran Prodi Sarjana sains dasar 112

4.3 MENGHILIRKAN SAINS MENGUATKAN NEGARA 113

4.3.1 KERJASAMA PERGURUAN TINGGI DENGAN DUNIA INDUSTRI 114

4.4 REVITALISASI PERTANIAN MENURUT SAINS DASAR 118

4.4.1 DASAR PERTUMBUHAN ILMU DAN TEKNOLOGI 119

4.4.2 AGROTEKNOLOGI DAN AGRIBISNIS 120

4.4.3 PERTANIAN/AGROKOMPLEKS 121

4.4.4 BUDIDAYA PERTANIAN DENGAN KONSEPSI SAINS DASAR 122

4.4.5 PENDEKATAN SISTEM PADA PROSES KIMIA 123

4.4.6 REVITALISASI PENDIDIKAN SARJANA DAN PASCA SARJANA PERTANIAN 125

DAFTAR KONTRIBUTOR 127

DAFTAR BACAAN 127

BAB 5 SIKAP, PERILAKU DAN KEPEMIMPINAN SAINS DASAR 127

5.1 BERBAGAI KESULITAN 127

5.2 SIKAP UTAMA 128

5.2.1 SOFT SKILL 129

5.2.2 KEPEMIMPINAN 135

5.3 MEMBENTUK SIKAP DAN PERILAKU KEPEMIMPINAN 136

5.3.1 MEMBENTUK SIKAP DAN PERILAKU SAINS DASAR 137

(7)

vii

5.3.1.2 Jujur Pada Kesalahan dan Segala Aspek yang Dilakukan dalam Penelitian 140 5.3.1.3 Menghindari Research Misconduct Ketika Melakukan Penelitian 140 5.3.1.4 Meminta Bimbingan dan Nasihat dari Pembimbing dan Mentor (Advising dan

Mentoring) 141

5.3.1.5 Membiasakan Keselamatan Bekerja di Laboratorium Saat Melakukan Riset 142 5.3.1.6 Menulis Publikasi Internasional untuk Berbagi Hasil Penelitian 143

5.3.1.7 Ilmuwan dan Masyarakat 144

5.3.2 MEMBENTUK KEPEMIMPINAN 145

5.3.2.1 Kesadaran Diri (Self Awareness) 147

5.3.2.2 Keterampilan Interpersonal (Interpersonal Skills) 147

5.3.2.3 Orientasi Belajar (learning orientation) 148

5.4 MAJU DENGAN SIKAP PARADIGMATIF 149

5.4.1 PENGERTIAN 149

5.4.2 ETOS KERJA 149

5.4.3 PARADIGMA TRIDHARMA TERPADU PRODUKTIF TERUKUR 150

5.4.4 PARADIGMA PENGEMBANGAN TENAGA AKADEMIK 152

5.4.5 PROAKTIF MENGATASI KACAUNYA BIROKRASI 153

5.4.6 PPAK(PANITIA PENILAI ANGKA KREDIT)SEBAGAI PANITIA PEMANTAU KARIR 154

DAFTAR KONTRIBUTOR 156

DAFTAR BACAAN 157

BAB 6 PENUTUP 159

(8)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

sains dasar (Basic Sciences) yang terdiri dari Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi dipercaya di dunia sebagai pengetahuan dasar bagi manusia untuk memahami pengetahuan lainnya, khususnya agar manusia dapat berkemampuan dan berketerampilan untuk bekal hidupnya. Oleh karena itu, pendidikan sains dasar dimulai dari tempat pendidikan dasar dan berlanjut ke tahap berikutnya. Untuk menghasilkan guru atau dosen, diwajibkanlah tiap perguruan tinggi besar atau yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk mempunyai fakultas yang menyelenggarakan sains dasar yang dikenal dengan FMIPA (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) untuk menghasilkan calon ilmuwan, FPMIPA (Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) untuk menghasilkan guru, maupun PMIPA dalam FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan).

Negara maju mengutamakan pendidikan sains dasar bagi pertumbuhan bangsanya. Oleh karena itu dukungan dana pertumbuhan bagi sains dasar amatlah penting. Di tiap perguruan tinggi besar selalu ada Fakultas sains dasar. Atas dasar keyakinan ini, maka FMIPA, FPMIPA maupun keberadaan PMIPA dalam FKIP di Indonesia sangat diutamakan. Hampir di tiap Ibu Kota Propinsi, universitas negeri mempunyai FMIPA atupun FKIP dengan Pendidikan MIPA-nya. Inilah gambaran keberadaan institusi sains dasar di Indonesia yang dimulai secara “by default” karena keyakinan tersebut.

Kemajuan perkembangan sains dasar dalam mutu pelaksannannya ataupun arah pengembangannya sangat bergantung pada wawasan masyarakat dan dosen pengelolanya. Bahkan pada tahun 1983 telah terjadi krisis mutu hasil pendidikan sains dasar pada tingkat Sekolah Lanjutan Atas karena tidak adanya arahan dan kendali pelaksanaan dan tidak terjadinya sinergi “pertolongan” dari institusi pendidikan yang maju dan mapan ke institusi yang asal jalan.

Beberapa perguruan tinggi pembina yang memiliki FMIPA ditugaskan untuk menghasilkan guru lulusan D3 MIPA. Akhirnya pada 1987 terjadilah sinergi yang diharapkan di mana dosen-dosen lulusan sarjana (S1) PMIPA dari IKIP maupun FKIP secara terseleksi dapat melanjutkan ke program Magister Sains di FMIPA perguruan tinggi pembina. Program sinergi berlanjut sekaligus dengan penyamaan kurikulum tingkat sarjana dalam 6 semester. Dengan perbaikan mutu dosen dari program sinergi ini sudah selayaknya sains dasar menunjukkan kemanfaatannya bagi pembangunan bangsa ke bidang lain selain bidang pendidikan. Banyak bidang-bidang ilmu dasar profesi yang belum tumbuh dan terus pertumbuhannya di sains dasar. Pengembangan ke bidang lain yang lebih

(9)

2

“menghilir” sudah cukup lama tetapi belum merata kemajuannya. Beberapa sebab yang sifatnya teknis dan tak disadari oleh para dosen ilmuwan, antara lain adalah:

Ketika para peneliti tersebut menjalani pendidikan pascasarjana (S2, S3) di luar negeri, segera setelah selesai dengan program tersebut, mereka diminta untuk kembali pulang, sehingga belum sempat melihat dan mempelajari bagaimana sains dasar yang dipelajari dapat menghilir di negara maju tersebut.

Tidak banyak, bahkan sangat langka, praktek sains dasar yang menghilir di kehidupan sehari-hari selain lulusan sains dasar bekerja di bidang lain.Jika ada sains dasar yang menghilir, cukup keras juga protes dari bidang lain yang biasa di bidang hilir tersebut karena merasa “pekerjaannya” direbut. Pada era saat ini, di mana anggaran pendidikan telah mencapai 20%, tepat kiranya menjadi waktu bagi sains dasar untuk dapat menguatkan diri dalam cakupan dasar dan mutu serta sekaligus mengembangkan terapan menuju hilir agar warna pengajaran sains dasar lebih bermakna dan berarah ke bidang kehidupan. Selain itu banyak bidang-bidang pekerjaan baru bisa tercipta atau tertangani di mana “tunas-tunas”-nya adalah sains dasar. Bagi Indonesia, di sekitar ibu kota Propinsi di luar Jawa, sumber daya manusia yang berlatar belakang sains dasar (sebagai guru) dan Ilmu Pertanian cukup banyak, yang perlu dipertimbangkan jika ingin membangun industri atau teknologi di daerah. Artinya, mereka yang memiliki latar belakang bidang sains dasar dan pertanian harus bisa berkonversi ke bidang yang akan dibangun.

Berdasarkan hal-hal di atas, tulisan ini mencoba melakukan inventarisasi kekuatan sains dasar yang menggeliat untuk menghasilkan pemikiran dan karya yang dapat menyelesaikan permasalahan bangsa.

(10)

3

BAB 2

PERKEMBANGAN BERNALAR DALAM SAINS

2.1 Bernalar dalam Kehidupan Manusia

Ada berbagai hal yang mendasari perkembangan bernalar dalam kehidupan manusia. Sub bab-sub bab berikut akan membahas berbagai hal tersebut secara terperinci.

2.1.1 Kecenderungan Manusia Mencari Ilmu Pengetahuan

Pada hakekatnya manusia selalu ada rasa ingin tahu. Ini muncul sejak manusia masih dalam kandungan sang ibu hingga mereka menjalani kehidupan ini. Pengalaman menambah pengetahuan, tetapi tidak otomatis manusia yang sudah berpengalaman memiliki persentuhan alam dengan inderanya, otomatis dikatakan berpengetahuan. Jadi, pengalaman semata tidak otomatis mendatangkan pengetahuan. Pengetahuan baru ada apabila demi pengalamannya manusia bisa memberikan putusan. Ilmu adalah seperangkat pengetahuan yang diperoleh melalui prosedur ilmiah. Ilmu harus universal, metodis, sistematis dan obyektif.

Universal, artinya berlaku kapan pun dan dimana pun.Ilmu adalah mencari sesuatu yang bersifat umum, bukan khusus. Dari suatu ilmu yang bersifat umum ini akan terlahir apa yang kita sebut sebagai teori. Teori masih harus diuji kebenarannya. Sebuah teori yang sudah tidak terbantahkan kebenarannya menjadi hukum. Misalnya hukum gravitasi, hukum Newton dan sebagainya.

Metodis artinya hanya pengetahuan yang memenuhi sejumlah tatacara tertentu yang layak disebut ilmu, karena ilmu tidak dibangun secara kebetulan:ada metode dan ada tatacaranya. Tatacara ini ditempuh seorang ilmuwan, agar ilmunya bisa diuji dan diuji lagi oleh ilmuwan lain: diverifikasi bukan secara kebetulan walau idenya bisa saja datang secara kebetulan yang lazim disebut inspirasi. Tatacara ilmiah ini disebut sebagai metode ilmiah.

Sistematis, artinya ilmu bersifat sistematis, tersusun dalam satu rangkaian sebab akibat. Sistematis dapat juga diartikan masuk akal atau logis. Dengan kata lain ilmu itu tidak acak-acakan, tidak ruwet asal-asalan, melainkan tertib dan teratur dengan logika berpikir yang juga tertib dan teratur. Tampaknya dapat dikatakan bahwa jika suatu kesimpulan diperoleh secara sistematis, maka hal tersebut adalah ilmu, tetapi tidak semua yang benar diperoleh secara ilmiah misalnya kebenaran wahyu.

Ilmu bersifat objektif, tidak subjektif. Persoalannya adalah apa itu objektif? Apa pula subjektif? Yang dicari ilmu adalah kebenaran. Sesuatu dinyatakan objektif apabila yang menyatakan benar adalah fakta dan data yang melekat pada objeknya. Sebaliknya, sesuatu dikatakan subjektif jika yang

(11)

4

menyatakan benar adalah subjek manusianya. Maka yang dicari ilmu adalah kebenaran objektif, bukan subjektif.

2.1.2 Manusia Mencari Kebenaran dan Tidak Menyukai Kekeliruan

Dengan naluri ingin tahunya, manusia ingin mengetahui segala yang tersentuh inderanya, segala apa yang ia lihat dan ia rasa, termasuk ikhwal dirinya sendiri: Siapa saya? Darimana saya? Mau ke mana saya? Apakah/dimanakah pusat tatasurya? Mengapa air jika dipanaskan mendidih? Maka, manusia mencari tahu, baik melalui pengalamannya sendiri maupun pengalaman orang lain yang disampaikan kepadanya. Yang dicari manusia adalah pengetahuan yang benar. Manusia tidak suka dengan kekeliruan dan selalu mencari kebenaran. Pada awalnya manusia meyakini bahwa bumi adalah pusat tatasurya. Belakangan manusia menyadari bahwa pengetahuannya keliru. Manusia tidak suka kekeliruan. Bisa jadi tadinya ia menyangka bahwa ia benar. Manakala ia tahu bahwa ia

keliru, maka tidak puaslah ia, dan mencoba mencari kebenaran. Manusia tidak akan pernah lelah

dalam mencari dan menemukan kebenaran.

Maka, apa itubenar? Apa pula keliru? Benar adalah kesesuaian antara pengetahuan/apa yang kita ketahui dengan kenyataan objek-nya. Jika pengetahuan kita menyatakan Kutub Utara dingin dan ternyata Kutub Utara dingin maka dikatakan bahwa pengetahuan kita benar. Sebaliknya, jika pengetahuan kita menyatakan bahwa Kutub Utara panas, padahal kenyataannya Kutub Utara dingin, maka dinyatakan bahwa pengetahuan kita keliru. Jadi, keliru adalah ketidaksesuaian antara pengetahuan dengan kenyataan objeknya.

Masalahnya, satu objek bisa terdiri dari beberapa aspek. Maka, apabila kita hanya tahu sebagian aspek dari sebuah objek, kita tidak dikatakan keliru, melainkan pngetahuannya belum lengkap. Misalnya seseorang mengikuti ujian dengan sejumlah soal sebagai alat ukur untuk tujuan tertentu. Ia menjawab, memberikan putusan. Atas jawabannya, penilai memberi nilai, mulai dari 10 hingga 0. Bagi yang menjawab seluruh aspek dari objek yang ditanyakan, memperoleh nilai 10. Nilai 7 atau 6 jika hanya sebagian aspek yang yang diberikan putusannya. Nilai 0 diberikan untuk Anda yang keliru, atau bisa juga ketidaksesuaian antara pengetahuan dengan kenyataan objeknya.

2.1.3 Manusia Cenderung Mencari Kepastian

Sebagaimana dikemukakan di atas, yang dicari manusia dalah pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang sesuai dengan objeknya. Pengetahuan ini didapatkannya dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Untuk mendapatkan pengetahuan dari orang lain, diperlukan sikap mental yang disebut percaya. Persoalannya adalah:

(12)

5

apa itu percaya? Pada hakikatnya, percaya adalah menerima benar begitu saja tanpa kita mempersoalkan lagi kebenarannya karena otoritas atau kredibilitas orang yang menyatakan. Percaya adalah menerima kebenaran berdasarkan orang lain di mana orang ini punya kredibilitas tinggi. Kepercayaan berbeda dengan keyakinan. Apabila kepercayaan adalah menerima benar berdasarkan kredibilitas orang yang menyampaikan, maka keyakinan adalah menerima benar karena diri kita sendiri yang menyatakan benar. Selain kepercayaan dan keyakinan, masih ada kepastian. Jika kepercayaan yang menyatakan benar adalah orang lain yang punya kredibilitas, keyakinan adalah diri kita yang menyatakan benar, maka dalam kepastian yang menyatakan benar adalah fakta dan data. Fakta dan data menyatakan benar, bukan diri kita atau orang lain. Itulah kepastian.

2.1.4 Manusia itu Cenderung Beragama

Agama dibangun dengan kepercayaan dan atau keyakinan. Dari kepercayaan bisa tumbuh keyakinan, atau sebaliknya: dari keyakinan tumbuh kepercayaan. Dalam agama, percaya adalah kata lain dari iman. Jika Anda sudah tidak percaya, maka Anda tidak lagi beriman. Inilah yang membedakan agama dengan ilmu. Ilmu harus dibangun dengan kepastian. Kepastian artinya yang menyatakan benar adalah fakta dan data dari suatu objek. Masalahnya, tidak semua objek agama bisa diverivikasi, diamati dan diuji, seperti misalnya surga dan neraka. Karenanya, agama berbeda dengan ilmu baik dilihat dari sifat objekmya maupun dari sikap mental dan menyikapi kebenarannya.

2.1.5 Manusia Berfilsafat dan Berteknologi

Ada sebuah ranah yang objeknya berada di antara ilmu dan agama, objeknya ada dan mungkin ada, sekaligus tidak harus ada dalam arti bisa diuji dan diverifikasi secara empirik. Inilah area filsafat, ibu dari segala ilmu. Jadi, filsafat adalah jenis pengetahuan manusia yang mencoba mencari sebab yang sedalam-dalamnya dari segala sesuatu yang ada dan mungkin ada. Dalam mencari sebab yang sedalam-dalamnya itu kita bersifat kritis. Kritis artinya tidak mudah percaya.

Dalam mempertanyakan segala sesuatunya secara mendalam, mendasar, dan kritis, maka terkadang kita kembali kepada pertanyaan awal, titik awal dimana pertanyaan itu bermula. Berfilsafat sesungguhnya mudah. Kita hanya harus bertanya dan bertanya, mempertanyakan segala sesuatu secara mendasar, hingga ke akar. Awalnya seorang anak kecil yang baru bertumbuh rajin bertanya, “Kenapa ada hujan? Kenapa ayam bertelur kucing beranak?” Si Ibu semula rajin menjawab, akhirnya kesal juga. “Sudah jangan lagi tanya-tanya. Ibu sedang sibuk, tahu!” Maka sejak itu si anak takut dan

(13)

6

malas bertanya. Karena pengalamanmengajarkan bahwa pertanyaan akan mendatangkan kemarahan, sejak itu pula, filsafat menjadi sulit bagi kita.

Perkembangan sains tidak terlepas dari perkembangan peradaban manusia dalam ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk filsafat di masyarakat. Sejarah mencatat pada abad ke dua puluh ini terjadi perubahan besar. Semua perubahan tersebut berkembang dari filsafat yang dianut oleh manuasia hampir di seluruh dunia di masa sebelumnya. Kehidupan sekarang diwarnai oleh ipteks yang memaksa masyarakat banyak atau masyarakat awam belajar tata kehidupan berteknologi.

Ilmu pengetahuan merupakan suatu proses pemikiran dan analisis yang rasional, sistematik, logis, dan konsisten. Tujuan luhur ilmu pengetahuan adalah untuk menyejahterakan umat manusia. Ilmu pengetahuan mendorong teknologi, teknologi mendorong penelitian, penelitian menghasilkan ilmu pengetahuan baru. Ilmu pengetahuan baru mendorong teknologi baru. Perkembangan ilmu pengetahuan akan mendorong kemajuan teknologi. Teknologi yang berkembang pun akhirnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Dalam psikologi, dikenal konsep diri dari Freud yang dikenal dengan nama “id”, “ego” dan “super-ego”. “Id” adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis (hawa nafsu dalam agama) dan hasrat-hasrat yang mengandung dua instink: libido (konstruktif) dan thanatos (destruktif dan agresif). “Ego” adalah penyelaras antara “id” dan realitas dunia luar. “Super-ego” adalah polisi kepribadian yang mewakili ideal, hati nurani (JRakhmat, 1985). Dalam agama, ada sisi destruktif manusia, yaitu sisi angkara murka (hawa nafsu). Sifat-sifat dasar manusia inilah yang mendorong manusia untuk berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Setelah satu kebutuhan terpenuhi, muncul kebutuhan yang lain, seakan-akan kebutuhan manusia tidak pernah ada batasnya. Manusia pun terus berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Saat manusia sudah tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya, ilmu pengetahuan pun diperlukan. Manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dengan tujuan memenuhi kebutuhannya.

Perkembangan ilmu pengetahuan tersebut, berkembanglah ilmu teknik/rekayasa yang kemudian melahirkan teknologi. Teknologi tersebutlah yang kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa manusia memiliki ego dan nafsu, hal tersebut mendorong adanya kebutuhan-kebutuhan manusia yang terlampau berlebihan, seperti rasa ingin berkuasa atas orang lain. Kebutuhan manusia ada yang sama dan ada yang berbeda satu sama lain. Kadang-kadang kebutuhan seseorang berbenturan atau beririsan dengan orang lain,

(14)

7

sehingga dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut timbul persaingan satu sama lain. Teknologi pun tidak jarang digunakan untuk hal-hal yang negatif atau destruktif. Saat ini terjadi, seharusnya kita kembalikan lagi ilmu pengetahuan pada tujuan luhurnya, yaitu demi menyejahterakan umat manusia.

2.2 Kontribusi Sains dalam Perkembangan Bernalar

Karena keingintahuan manusia dan setelah ditemukan dan disepakatinya sebuah kebenaran, maka pengetahuan tersebut tersusun. Di dalam pengetahuan inilah nalar (logika) ataupun urutan nalar (bernalar) terjadi.Proses penyelarasan untaian nalar ini selalu terkait dengan objek pengetahuan yang sudah terjadi akan lebih terasa kemanfaatannya daripada proses bernalar pembentukannya. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan kemudian disebarluaskan sekaligus memperkenalkan cara bernalarnya. Agar terjadi kemudahan dalam mengingatnya, beberapa cara bernalar khas dikaitkan dengan ilmu pengetahuan tersebut. Dalam konteks ini matematika menjadi ilmu pengetahuan meskipun tidak selalu dikaitkan dengan fakta, karena hanya ilmu berfikir.

2.2.1 Perkembangan Bernalar di Matematika

2.2.1.1 Matematika dan Filsafat

Salah satu tujuan dari filsafat adalah menemukan pemahaman dan tindakan yang sesuai. Filsafat erat kaitannya dengan ilmu. Matematika dan filsafat memiliki hubungan yang lebih erat, dibandingkan ilmu-ilmu lainnya, karena filsafat adalah pangkal untuk mempelajari ilmu dan matematika adalah ibu dari segala ilmu. Dengan kata lain, filsafat dan matematika adalah ibu dari segala ilmu. Keeratan keduanya menjadi lebih karena keduanya adalah apriori dan tidak eksperimentalis. Artinya, hasil dari keduanya tidak memerlukan bukti secara fisik. Filsafat matematika mempunyai tujuan untuk menjelaskan dan menjawab tentang kedudukan dan dasar dari obyek dan metode matematika, yaitu menjelaskan apakah secara ontologism obyek matematika itu ada, dan menjelaskan secara epistemologis apakah semua pernyataan matematika mempunyai tujuan dan menentukan suatu kebenaran. Mengingat bahwa hukum-hukum alam dan hukum-hukum matematika mempunyai kesamaan status, maka obyek-obyek pada dunia nyata mungkin dapat menjadi pondasi matematika.Di indonesia sendiri pengamalan filsafat dalam ilmu, khususnya matematika, masih sangat amat jarang, bahkan tidak ada.

Salah satu pencetus filsafat matematika adalah Ludwig Josef Johann Wittgenstein . Wittgenstein lahir di Wina, Austria, 26 April 1889 – meninggal di Cambridge, 29 April 1951 pada umur 62 tahun. Wittgenstein adalah salah satu filsuf paling berpengaruh abad kedua puluh dan memiliki kontribusi

(15)

8

yang besar dalam filsafat bahasa, filsafat matematika, dan logika. Wittgenstein merupakan filsuf kelahiran Austria yang kemudian melanjutkan studinya di Inggris. Karya awalnya, Tractatus-Logico-Philosophicus memiliki pengaruh yang sangat besar dalam gerakan Lingkaran Wina, terutama Ruldof Carnap dan Moritz Schick. Hanya buku filsafat inilah yang Wittgenstein diterbitkan selama hidupnya.Oleh beberapa orang ia diniliai sebagai filsuf yang paling penting sejak Immanuel Kant. Wittgenstein berpendapat bahwa masalah filsafat sebenarnya adalah masalah bahasa.

Ada tiga periode pemikiran Wittgenstein, yaitu periode awal (filsafat matematika), periode pertengahan (konsepsi kalkulus), dan periode akhir (konsepsi language game). Periode awal terjadi sekitar tahun 1914-1916. Di dalam Tractatus dan di dalam buku catatannya, Wittgenstein mengkritisi Russel dan Frege yang menulis tentang dasar-dasar matematika. Russel dan Frege dikatakan sebagai aliran logis (logicism). Aliran ini berpandangan bahwa matematika bisa direduksikan ke dalam logika. pendapat Wittgenstein yang pertama adalah bahwa proposisi matematika adalah proposisi-proposisi yang berisi persamaan-persamaan, oleh karena itulah maka proposisi matematika adalah proposisi yang semu. Proposisi matematika tidak menentukan apapun tentang objek. Klaim ini secara nyata tampak dalam pembahasan semantiknya yang ruwet dan pembahasan mengenai metafsisika yang ada di dalam Tractatus.

Periode pertengahan adalah periode konsepsi kalkulus terjadi sekitar tahun 1930. Dia mengatakan bahwa “nama mempunyai makna”. Dia berkata bahwa sebuah proposisi mempunyai makna dalam kalkulus yang dimilikinya. “Kalkulus itu adalah sebagai sesuatu yang otonom, bahasa harus berbicara pada dirinya…..makna adalah aturan kata dalam kalkulus”. Dalam masa transisi ini Wittgenstein membuktikan bahwa tiap kalkuluus secara individu adalah sesuatu yang sangat dekat.dan punya sistem sendiri. Dan ia tidak mempunyai kritik eksternal. Aturan-aturan itu sendiri menentukan makna. Oleh karena itu kalkulus adalah sesuatu yang final dan akhir dari pengadilan (pembuktian). Berikut adalah beberapa kutipan filsafat matematika dan makna filosofisnya.

Alam semesta diatur secara terukur(Phytagoras). Hal yang mengagumkan dari alam adalah disiplinnya yang patuh mengikuti hukum-hukum matematis. Misalnya saja bumi mengelilingi matahari selama 365 hari, bulan mengelilingi bumi selama 30 hari, bumi berotasi pada sumbunya selama 24 jam setiap harinya. Angka-angka ini tidak pernah berubah seenak hati bulan dan bumi. Semuanya teratur mengikuti ukuran yang telah ditentukan. Dan kesadaran akan keteraturan inilah yang merupakan hakekat mengapa perlu belajar matematika.

(16)

9

Sebuah persamaan bagiku tak lain dari ungkapan pikiran Tuhan (Srinivasa Ramanujan).Phytagoras berbicara mengenai kepatuhan alam mengikuti hukum matematis, Sedangkan Ramanujan berbicara bahwa angka2 yang muncul bukanlah hanya sembarang angka. Melainkan hasil dari persamaan yang telah digariskan oleh Sang Pencipta. Dengan kata lain, dunia matematika adalah dunia tentang perubahan kuantitas dari satu ke kuantitas yang lain, dari angka satu ke angka yang lain.

Matematika adalah sebuah bahasa (Osiah Willard Gibbs).Dunia matematika adalah dunia bagaimana mengkomunikasikan sesuatu dengan simbol. Mengkomunikasikan bentuk-bentuk persamaan alam ke dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh manusia.

Salah satu tujuan utama dari penyelidikan teoritis dalam bidang pengetahuan saya adalah untuk menemukan sudut pandang yang darinya pokok persoalannya menjadi tampak dalam kesederhanaannya yang paling tinggi (Josiah Willard Gibbs). Kesederhanaan bahasa matematika, memungkinkan orang memiliki satu pandangan umum untuk mengkomunikasikan pemikirannya. sehingga bias-bias yang terjadi, dapat diminimalisir, bahkan dihilangkan.

Dalam analisis matematika, kita menyebut bagian dari garis yang belum ditentukan besarnya sebagai ; sementara sisanya tidak kita sebut sebagai , sebagaimana kita menyebutnya dalam kehidupan biasa, namun . Di sinilah bahasa matematika memiliki keunggulan yang besar jika dibandingkan dengan bahasa biasa (Lichtenberg George Christoph). Bahasa matematika membuat kita terhindar dari kebingungan fokus. Dari kutipan di atas, ketika matematika bertanya mengenai yang berkaitan dengan , kita akan selalu fokus dengan dan dan tidak akan melenceng ke sehingga akhirnya mempermudahkan kita untuk menyelesaikan masalah antara dan .

Proposisimatematika karenanya memiliki kepastian tak terbantahkan yang sama sebagaimana kepastian yang khas dimiliki oleh proposisi seperti ‘semua bujang itu belum menikah’, namun sekaligus proposisi tersebut juga tak meiliki kandungan empiris dan hal ini terkait dengan sifat kepastiannya itu: proposisi matematika itu kosong dari segenap isi fraktual; proposisi tersebut tidak menyampaikan informasi mengenai kedudukan perkara empiris mana pun (Carl G Hempel).Kutipan ini menjelaskan bahwa mempelajari matematika adalah berkaitan dengan angka atau kuantitas, bukan dengan objek yang diterangkan oleh nilai-nilai kuantitasnya.

Apakah sesuatu yang menumbuhkan rasa keanggunan dalam diri kita dari sebuah penyelesaian perhitungan, dari sebuah pembuktian? yaitu keselarasan di antara unsur-unsur yang berbeda-beda, kesimetrisan mereka, keseimbangan yang serasi di antara mereka; ringkasnya ialah yang menciptakan keteraturan, yang menciptakan keutuhan, yang memungkinkan kita bisa melihat

(17)

10

dengan jernih dan memahami dengan gamblang pada saat yang bersamaan yang keseluruhan dan yang rinci-rinci (Jules Henri Poincare).Kutipan ini menjelaskan bahwa dengan belajar matematika, kita mampu melihat sesuatu secara lebih sistematis dan lebih luas lagi, mengenal hubungan-hubungan detail yang bisa membawa kita memahami sesuatu secara lebih jelas dan dan dalam konteks yang lebih besar.

Matematika sebagai ilmu tentang pola merupakan sebuah cara memandang dunia, baik dunia fisik, biologis dan sosiologis di mana kita tinggal, dan juga cara memandang dunia batin dari pikiran dan pemikiran-pemikiran kita (Keith Devlin). Kutipan ini hampir sama maknanya dengan kutipan sebelumnya, bahwa matematika adalah cara untuk memandang dunia.Tidak hanya memandang bagaimana dunia secara fisik bekerja, tapi lebih dalam lagi ke bawah alam sadar dan pemikiran kita. Dari hubungan ini, terlihat jelas bagaimana memang matematika dan filsafat adalah sesuatu yang bersanding secara sejajar dan saling melengkapi.

2.2.1.2 Pengembangan Filsafat Matematika Abad Pertengahan ke Zaman Modern

Immanuel Kant meletakkan dasar matematika pada kegiatan kognisi manusia, bukan pada obyek di luar matematika. Sementara kaum empiris dan kaum rasionalis berusaha meletakkan dasar matematika sebagai putusan epistemologis yang sah dan benar. Immanuel Kant berusaha mengembangkan bentuk dan kategori untuk menciptakan kondisi bagi dimungkinkanya kegiatan kognisi secara obyektif dari matematika. Perkembangan refleksi pengetahuan dan kognisi matematika menunjukkan bahwa setiap jaman memberikan landasan bagi matematika, namun di antara landasan-landasan tersebut tidak luput dari kritik atas kelemahan-kelemahannya. Pondasi ideal matematika dimana pendekatan deduksi maupun induksi tidak dapat dimasukkan telah ditinggalkan.

Kant menyarankan bahwa, sebagai ganti menganggap bahwa pikiran kita menyesuaikan dengan obyek-obyek di luar diri kita, kita dapat berasumsi bahwa obyek-obyek di luar diri kita itulah uyang disesuaikan dengan pikiran kita. Kant menyatakan bahwa obyek dari pengalaman manusia, yaitu phenomena, mungkin dapat kita ketahui melalui penampakannya. Tetapi kita tidak dapat mengetahui esensi dibalik phenomena yang disebut sebagai noumena atau yang ada di dalam dirinya. Kant berpendapat bahwa tiga disiplin matematika yaitu logika, aritmetika, dan geometri sebagai cabang ilmu matematika yang saling bebas dan masing-masing bersifat sintetik.

Di dalam The Critique of Pure Reason dan The Prolegomena to Any Future Metaphysics, Kant menyatakan bahwa kebenaran geometri bersifat sintetik a priori dan bukannya analitik seperti yang

(18)

11

sekarang diyakini oleh banyak orang. Sedangkan kebenaran logika dan kebenaran yang diperoleh hanya melalui penyebutan definisi merupakan kebenaran analitik sebab mereka tergantung kepada kegiatan analitis dan kegiatan memecah keseluruhan menjadi bagian-bagian tanpa memerlukan informasi tambahan dari luar. Oleh karena itu kebenaran analitik bersifat a priori. Sebaliknya, kebenaran sintetik memerlukan kegiatan mensintesis atau mengkombinasikan dengan informasi yang lain untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

Filsafat modern setelah masa Immanuel Kant memberikan kriteria penting bagi pondasi matematika. Beberapa kriteria tersebut misalnya pondasi matematika harus bersifat logis, berdasarkan kepada filsafat matematika, bersadar pada filsafat bahasa dan merupakan epistemologi matematika. Peranan Teori Pengetahuan dari Immanuel Kant dapat disoroti dari penerapan doktrin Immanuel Kant bagi aljabar dan geometri dan kesimpulannya aljabar adalah ilmu tentang waktu dan geometri adalah ilmu tentang ruang. Karena waktu dan ruang berbentuk intuisi formal maka semua pengetahuan matematika lainnya harus dipelajari dalam ruang dan waktu.

2.2.1.3 Prinsip Dasar Pengembangan Bernalar di Matematika

Dasar bernalar di Matematika adalah logika. Logika adalah suatu metode untuk mengukur ketepatan dalam berpikir dan membuat kesimpulan. Proses logika melalui tiga tahap, yaitu abstraksi, pernyataan, dan penalaran.

Pertama,abstraksi adalah pengambilan informasi-informasi penting dari suatu fenomena yang menjadi pusat perhatian. Misalkan A ingin membuat suatu program komputer, maka yang menjadi permasalahan adalah program apa yang ingin A buat dan mengapa A ingin membuat program tersebut. Lalu permasalahan selanjutnya muncul, bagaimana A dapat membuat program tersebut. Bahasa pemrograman apa yang A kuasai dan bagaimana bahasa pemrograman tersebut membuat program yang A inginkan dapat terwujud.

Kedua,pernyataanproses logika ini mengubah kalimat-kalimat pertanyaan yang muncul dalam proses abstraksi menjadi kalimat-kalimat pernyataan. Pada masalah membuat program komputer di atas, kalimat-kalimat pernyataan yang muncul antara lain. A ingin membuat program ploting evolusi dinamik di sekitar titik kesetimbangan sebagai tugas dari mata kuliah yang A ikuti; A mahir menggunakan bahasa pemrograman Maple; dan program yang A inginkan dapat terwujud dengan adanya fasilitas odeplot 2D dan 3D pada program Maple.

Ketiga, setelah terbentuk kalimat-kalimat pernyataan, proses selanjutnya adalah penalaran. Seperti jika kita melihat ketiga kalimat pernyataan sebelumnya, kita dapat menyimpulkan sepertinya A

(19)

12

dapat menyelesaikan tugas matakuliahnya dengan baik. Terlepas benar atau tidaknya kesimpulan yang kita ambil, secara naluri proses penalaran berlangsung dengan sendirinya.

Cara bernalar manusia terus mengalami perkembangan seiring perubahan zaman. Logika sudah menjadi bagian yang terintegrasi dalam diri seseorang dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam urusan pekerjaan, belajar, bahkan sampai kepada bagaimana kita mengunyah makanan, sebenarnya proses penalaran terus berjalan Setiap harinya ratusan penalaran kita lakukan tanpa diri kita sendiri perlu menyadarinya. Berikut ini, prinsip dasar bernalar di Matematika yang terdiri dari logika klasik, rasionalisme, enpirisme, modernisasi, dialektika, logika matematika, dan bernalar matematika, membangun matematika dalam pembangunan, dan matematika dalam pembangunan nasional.

Logika klasik. Manusia yang pertama kali membakukan proses penalaran atau logika adalah

Aristoteles. Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal (formal logic). Analytic adalah ilmu logika yang berdasarkan pada premis-premis yang diasumsikan benar. Salah satu konsep dasar dari logika Aristoteles adalah silogisme. Pernyataan spektakuler Aristoteles adalah "A discourse in which, certain things being stated, something other than what is

stated follows of necessity from their being so."Contoh silogisme: semua mamalia menyusui(premis

mayor), kuda adalah mamalia (premis minor), karena itu kuda menyusui (kesimpulan). Kesimpulan dapat diambil jika subjek dari premis minor adalah bagian dari subjek premis mayor. Predikat kalimat kesimpulan adalah predikat premis mayor.

Rasionalisme (Latin ratio, "reason") muncul dalam beberapa bentuk nyaris pada setiap tingkatan

filsafat, teologi Barat. Namun, umumnya rasionalisme ini diidentifikasi dengan tradisi yang berakar dari abad ke-17 oleh filsuf dan cendekia Perancis, René Descartes."Aku berpikir, berarti aku ada".(Rene Descartes (1598-1650)). Kalimat tersebut dapat diartikan, segala sesuatu dapat menjadi benar jika dapat dibuat penalaran atau logika yang membuktikannya benar. Itu adalah ide dasar dari paham rasionalisme. Rene Descartes adalah salah satu pelopor faham rasionalisme. Rasionalisme menganggap ilmu yang diperoleh melalui pancaindera itu sebagai rendah martabatnya jika dibandingkan dengan ilmu yang diperolehi melalui akal karena pengalaman dari pancaindera dapat menipu dan tidak mempunyai kepastian.Sebelum Descartes, sebenarnya Plato sudah mengemukakan ide rasionalisme. Menurut Plato, di atas dunia ini terdapat alam-alam ide yang menjadi sumber pengetahuan. Plato berkeyakinan bahwa sebelum memasuki alam ini jiwa manusia berada pada alam ide dan ia juga beranggapan bahwa pemikiran manusia berasal dari Tuhan.

(20)

13

Empirisme. Memasuki masa Rennaissanse ( abad 14-16 M), lahirlah paham empirisme. David Hume

(1611-1776) menyatakan bahwa sumber satu-satunya untuk memperoleh pengetahuan adalah pengalaman atau dengan kata lain eksperimen. Dengan itu, pihak empirisis menafikan kewujudan ilmu yang sedia ada secara semula jadi pada diri manusia (innate knowledge). Bagi paham empirisme pula, ilmu yang sahih terbit dari pengalaman pancaindera dan disahkan juga melaluinya. Empirisme memberikan cukup banyak dorongan pada perkembangan dunia sains dan juga teknologi.

Modernisme. Perbedaan antara rasionalisme dan empirisme coba diambil jalan tengahnya oleh

Immanuel Kant. Immanuel Kant mengajukan sintesis a pripori. Menurutnya, pengetahuan yang benar bersumber dari rasio dan empiris yang sekaligus bersifat a pripori dan a posteriori. Sebagai gambaran, kita melihat suatu benda karena mata kita melihat ke arah benda tersebut (rasionalisme) dan benda tersebut memantulkan sinar ke mata kita (empirisme).

Dialektika. Berbeda dengan logika klasik atau yang juga dikenal dengan istilah analitika, dialekta

berawal dari proposisi-proposisi yang masih diragukan kebenarannya.Ide dasar dialektika sudah dicetuskan oleh Aristoteles dalam Organonnya. Ia menyebutkan sepuluh kategori yang membangun penalaran atau logika dialektika, yaitu substansi, kuantitas, kualitas, relasi, tempat, waktu, posisi, keadaan, aksi, dan keinginan. Sebagaimana Heraclitus mengatakan, “everything flows”.

Logika Matematika. Logika simbolik adalah ilmu tentang penyimpulan yang sah (absah), khususnya

yang dikembangkan dengan penggunaan metode-metode matematika dan dengan bantuan simbol-simbol khusus, sehingga memungkinkan seseorang menghindarkan makna ganda dari bahasa sehari-hari (Frederick B. Fitch dalam bukunya “Symbolic Logic”).Logika simbolis dikenal juga dengan istilah logika matematika. Logika matematika membuat penalaran lebih terarah dan jelas tetapi secara konsep masih mengikuti ilmu logika sudah ada sebelumnya. Sehingga walaupun logika ini lahir di abad 19 M, konsep dasarnya masih sama dengan logika klasik Aristoteles(384-322 SM). Hanya saja, sekali lagi, logika simbolis menerangkan logika dengan lebih rapih. Pengembangan dan diskusi yang terus dilakukan tidak mengubah konsep dasar yang sudah ada. Sehingga wajar jika Cohen dan Nagel, dalam buku mereka “An Introduction to Logic and the Scientific Method”, halaman vii, menyatakan"We do not believe that there is any non-Aristotelian logic in the sense in which there is

a non-Euclidean geometry, that is, a system of logic in which the contraries of the Aristotelian principles of contradiction and the excluded middle are assumed to be true, and valid inferences drawn from them."Logika Hegel lebih dikenal dengan istilah formal logic. Ide dasar formal logic

(21)

14

terangkum dalam tiga hukum atau prinsip, yaituthe law of identity, the law of contradiction, dan

the law of the excluded middle.

2.2.1.4 Peran Matematika dalam Pembangunan Ipteks

Matematika adalah alat berpikir yang dibangun oleh logika. Matematika independen terhadap realitas. Ada matematika yang sesuai realitas dan ada juga yang tidak sesuai realitas. Matematika yang sesuai realitas inilah yang digunakan oleh sains dan sains terus mengamati perkembangan matematika dan bila ada yang dapat diambil untuk penjelasan ilmiah, maka sains akan memakainya. Sebagai contoh, sebelumnya orang mengira bahwa aljabar linier adalah matematika yang tidak sesuai realitas. Namun, dengan mencobakan aljabar linier dalam teka-teki fisika kuantum, para ilmuwan berhasil meprediksikan berbagai hal dan menunjukkan bahwa aljabar linier ternyata dapat digunakan untuk menjelaskan realitas. Semua rumus dibangun dari definisi yang jelas. Matematika bukanlah permainan angka seperti numerologi. Matematika adalah sistem bernalar yang melibatkan persamaan-persamaan yang saling terikat dalam aksioma, definisi, teorema, lema, konjektur, dan postulat. Bila kita mencoba menerapkan matematika dalam keyakinan kita, maka kita membuatnya rentan terhadap analisis. Sedikit saja ditemukan tidak adanya konsistensi, maka keyakinan kita dapat runtuh.

Tampak bahwa matematika bisa berperan dalam hampir seluruh aspek kehidupan karena semua hal bisa dirancang secara matematis. Oleh karena itu, matematika dapat dikatakan sebagai dasar ilmu pengetahuan. Matematika dapat diibaratkan sebagai bahan bakar bagi ilmu pengetahuan. Peranannya sangat besar, meskipun sangat tersembunyi seperti bahan bakar. Namun, suatu kendaraan tentu tidak akan bisa berjalan tanpa bahan bakar. Konkretnya, ilmu matematika bisa digunakan dalam pembangunan. Misalnya, seorang arsitektur. Untuk membuat suatu bangunan, tentu saja seorang arsitek harus melihat seni bangunannya, geometrinya, keindahannya, dan sebagainya. Untuk melihat itu semua, dibutuhkan juga perhitungan secara matematis, seperti beberapa penyangga yang harus dibangun atau bagaimana bentuk bangunan yang akan dibuat. Apa pun yang akan terlihat pada bangunan itu nanti, pasti mengandung unsur matematika. Matematika sebenarnya juga merupakan salah satu ilmu yang mengikuti perkembangan zaman. Akan tetapi, bukan berarti bahwa selalu ada penemuan baru dalam matematika. Sebenarnya, dapat dikatakan bahwa tidak pernah ada penemuan baru di bidang matematika, yang ada hanyalah perkembangan dari satu teori menjadi beberapa teori. Perkembangan itu terus berlangsung mengikuti perubahan pola pikir masyarakat.

(22)

15

Berdasarkan pengamatan pada sejumlah anak, para peneliti dari Universitas California menyimpulkan bahwa belajar musik pada usia dini dapat meningkatkan kecerdasan (kemampuan bernalar dan berpikir) dalam jangka panjang. Hasil penelitian tersebut memang pantas untuk disimak, walaupun hal itu sebenarnya sudah lama diketahui orang. Hal pertama yang menarik untuk dicatat adalah bahwa hasil penelitian tersebut diperoleh secara objektif oleh Gordon Shaw dan kawan-kawan yang merupakan fisikawan, bukan oleh para musisi. Bila seorang musisi yang menyatakan bahwa musik itu perlu dipelajari karena dapat meningkatkan kecerdasan, orang mungkin tidak akan percaya begitu saja karena pernyataan tersebut dapat dinilai subjektif.

Demikian pula halnya bila seorang matematikawan mengatakan bahwa matematika itu penting sehingga perlu dipelajari, orang mungkin tidak akan percaya. Namun, ketika seorang musisi menyatakan bahwa seseorang yang bermain musik sesungguhnya sedang bermatematika dan seluruh susunan syaraf otaknya bekerja, kita baru sadar bahwa matematika (setidaknya melalui musik) melatih otak kita bernalar dan berpikir, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kecerdasan. Matematika dan musik memang sudah "bersaudara" sejak zaman Yunani Kuno. Pythagoras (580-500 SM) seorang filsuf dan matematikawan terkenal pada zaman Yunani Kuno bersama para muridnya menemukan bahwa harmoni dalam musik berkorespondensi dengan perbandingan dua bilangan bulat. Bila kita mempunyai dua utas kawat yang diregangkan dengan ketegangan yang sama, maka perbandingan panjang kedua utas kawat tadi haruslah 2: 1 untuk menghasilkan nada keenam (not yang sama pada oktaf berikutnya), 3: 2 untuk nada kelima, dan 4: 3 untuk nada keempat.

Sebagaimana dikemukan oleh Aristoteles (384-322 SM), Pythagoras, dan para muridnya mempercayai bahwa alam semesta ini dipenuhi oleh interval musik dan sehubungan dengan itu mereka juga mempercayai bahwa all is number. Bagi mereka, perbandingan dasar dalam musik yang terdiri atas bilangan 1, 2, 3, 4, yang banyaknya 10 (yang merupakan basis sistem bilangan yang kita pakai sekarang), adalah suci, dan musik serta teorinya merupakan salah satu dari empat kategori dalam sains, yaitu aritmatika, geometri, musik, dan astronomi. Pada masa Plato (guru Aristoteles), matematika dan musik tidak hanya menjadi kriteria bagi orang cerdas, tetapi juga bagi orang terdidik. Satu hal yang menarik dan penting untuk dicatat mengenai kehidupan Pythagoras dan para muridnya pada zaman itu ialah kehausan mereka untuk mempelajari matematika dan filsafat sebagai basis moral. Pythagoras sendiri diyakini telah mengawinkan kedua kata tersebut, yaitu filsafat (love of wisdom) dan matematika (that which is learned). Pythagoras jugalah yang telah mentransformasikan matematika menjadi suatu bentuk pendidikan yang liberal.

(23)

16

Pada abad pertengahan dan zaman Renaisance, matematika dan musik kembali mendapat tempat yang terhormat di sekolah-sekolah di Eropa. Pada masa itu, aritmatika, geometrika, musik, astronomi, tata bahasa, dialektika (logika), dan retorika merupakan the seven liberal arts. Namun, semua itu kini tinggal sejarah. Musik masih dapat dikatakan bernasib baik bila dibandingkan dengan matematika. Setidaknya orang hampir tidak pernah bertanya kegunaan musik. Matematika, sementara itu, lebih sering dianggap sebagai momok dan orang pun semakin sering bertanya mengenai kegunaan matematika.

2.2.1.5 Perkembangan Matematika di Indonesia

Perkembangan matematika di Indonesia termasuk sangat lambat karena dapat dipastikan bahwa matematika adalah hantu bagi kebanyakan siswa. Matematika dianggap sebagai ilmu yang menakutkan, sulit dipelajari, membosankan, dan tidak berguna, padahal matematika sangat penting dalam setiap aspek hidup manusia, sebagai contoh teori fasih yang digunakan untuk merancang kereta api “terbang” di Jepang yang bernama Shinkansen. Jadi, dari teori yang kecil dan sederhana, sebenarnya sangat bermanfaat untuk menciptakan sesuatu yang besar dan bermanfaat bagi orang banyak.

Lambatnya perkembangan matematika di Indonesia lebih banyak disebabkan oleh kurangnya sumber daya ahli. Mungkin banyak profesor yang ada di Indonesia, tetapi mereka yang sudah disebut profesor sebenarnya hanya ahli dalam satu bidang kecil saja dalam ilmu tertentu, Dalam bidang pembelajaran pun sumber daya yang berkualitas sangat kurang. Sebenarnya, dalam matematika yang penting bukanlah materinya, tetapi bagaimana mengajarkannya kepada siswa dan membuat mereka mengerti dengan benar pentingnya belajar matematika.

Perkembangan olimpiade matematika di Indonesia sudah menuju ke arah yang lebih baik karena adanya peningkatan hasil yang menggembirakan. Akan tetapi, yang masih menjadi masalah di Indonesia adalah siswa terbiasa mengerjakan soal matematika dengan sistem pilihan ganda (multiple choice). Hal-hal inilah yang sebenarnya merusak penalaran kita. Matematika tidak bisa dipaksakan dengan jawaban pilihan. Jika pilihan jawaban itu dipaksakan, ditambah budaya Indonesia yang suka menebak-nebak, maka tidak akan dihasilkan jawaban yang benar. Hal inilah yang perlu disadari oleh para pemerhati matematika.

Situasi di negara kita semakin parah lagi. Selain apresiasi masyarakat terhadap matematika masih sangat rendah, pengajaran matematika di sekolah pun masih bermasalah. Padahal, pada zaman yang semakin bergantung kepada teknologi menyongsong era globalisasi, kita tidak akan dapat

(24)

17

bersaing apabila kita tidak menguasai teknologi. Bagaimana kita dapat menciptakan teknologi sendiri apabila kita tidak cukup menguasai matematika dan sains, yang merupakan cara bernalar, berpikir, dan bahasa untuk memahami alam semesta ini. Revolusi pembelajaran matematika perlu dilakukan secepat mungkin dilakukan. Revolusi pembelajaran matematika bukan berarti bongkar pasang kurikulum

Kunci jawaban untuk semua pertanyaan ini jelas ada di sekolah. Kurikulum pendidikan musik di negara kita harus diperbaiki, bahkan bila mungkin diubah total. Pendidikan musik bukan hanya belajar bernyanyi. Bila hanya dipakai sebagai hiburan, musik bukannya mempercerdas, melainkan malah dapat memperbodoh kita. Seiring dengan itu, kurikulum matematika SD, SLTP, dan SLTA, yang selama ini sering dikeluhkan oleh para orang tua siswa dan juga guru, juga perlu ditinjau kembali dan dibenahi. Matematika bukan sekedar berhitung secara mekanis dan prosedural (menggunakan otak kiri), tetapi juga bernalar dan berpikir secara kreatif dan inovatif dalam upaya memecahkan berbagai masalah dan membuat segala sesuatu lebih baik (menggunakan otak kanan).

Kurikulum yang terlalu berat ke fungsi otak kiri dan mematikan kreativitas dan daya inovasi murid sulit diharapkan untuk meningkatkan kecerdasan mereka. Demi meningkatkan kemampuan berpikir siswa, keseimbangan fungsi otak kiri dan otak kanan perlu mendapat perhatian yang serius dalam penyusunan kurikulum matematika dan juga mata pelajaran lain pada masa yang akan datang.

2.2.2 Perkembangan Bernalar di Fisika

2.2.2.1 Perkembangan Bernalar di Fisika Masa Aristoteles

Aristoteles (350 SM) merupakan seorang filsuf Yunani pertama yang menyodorkan prinsip-prinsip dasar yang abstrak berkaitan dengan alam. Ada beberapa pendapat Aristoteles yang berkaitan dengan fisika adalah ungkapannya yang terkenal, yang pertama adalah bahwa semua gerakan digerakkan oleh sesuatu. Gerak pada sebuah jarak tertentu adalah tidak mungkin terjadi tanpa adanya keterkaitan yang melekat atau terikat secara terus menerus antara yang digerakkan dan yang menggerakkan. Sehingga apabila muncul pertanyaan berikutnya, ”Bagaimana dengan benda jatuh?” hal tersebut tidak akan dapat terjawab oleh Aristoteles.

Fisika, dengan mendasarkan pada Aristoteles bukanlah sebagai ilmu kuantitatif yang sebenarnya, akan tetapi dia telah mempercayai logika dan observasi, ratusan tahun sebelum Francis Bacon memperkenalkan metode ilmiah pada sebuah eksperimen yang disebut dengan vexation of nature. Aristoteles telah melihat perbedaan antara gerak alamiah (natural motion) dan gaya alamiah (force

(25)

18

bergerak secara alamiah dari sebuah posisi sebelumnya. Kesimpulan berikutnya membawa keyakinan padanya bahwa sebuah benda akan tetap diam atau bergerak tidak berhingga cepatnya pada ruang hampa udara. Dalam hal ini Aristoteles merupakan orang yang pertama mendekati hukum inersia. Namun walaupun begitu dia percaya bahwa tidak ada ruang vakum karena udara disekitar ruang vakum akan segera mengisi kekosongan ruang tersebut.

Aristoteles juga mempercayai bahwa bintang dan planet tersusun dari materi yang berbeda dengan materi penyusun bumi (yang disebutnya sebagai eter). Kepercayaannya tersebut merupakan pengaruh dari pendapat Plato dalam pembahasan gerak melingkar sempurna dari langit (On the Heavens). Pernyataan bahwa gerak sempurna tersebut menghasilkan hukum alam yang sempurna di angkasa, berkebalikan dengan bumi yang selalu berubah elemen-elemennya sehingga setiap individu datang atau lahir dan kemudian mati. Secara logika pendapat tersebut mendekati kepercayaan bahwa di dunia seseorang akan dilahirkan dan kemudian mati, tetapi di akhirat atau surga segalanya akan kekal.

Pada tahun 1632 Galileo menulis sebuah buku dengan judul Dialogue Concerning the Two Chief

World System, yang merupakan rangkuman dari perdebatan astronomi aliran Copernicus dengan

aliran Ptolemeus. Terlepas dari perdebatan kedua aliran tersebut yang mewarnai perkembangan mekanika saat itu, Galileo memformulasikan relativitas dari gerak yang menerangkan alasan kenapa kita tidak jatuh kebawah atau terlempar di saat yang bersamaan dengan berputarnya bumi. Pengembangan teleskop dan hasil pengamatan Galileo pada perkembangannya memperjelas bahwa langit atau alam semesta tidaklah bersifat tetap, dengan materi yang tidak berubah. Bersandar pada hipotesis heliosentris Copernicus, Galileo percaya bahwa bumi sama seperti planet yang lain.

Hal menarik tentang Galileo adalah eksperimen yang telah dilakukannya di menara Pisa dengan menjatuhkan dua bola besi (walaupun ada pendapat bahwa keabsahan telah dilakukannya eksperimen tersebut oleh Galileo diragukan, secara teori dan percobaan telah menunjukkan bahwa keduanya sampai di tanah pada waktu yang sama). Galileo berargumentasi bahwa dengan mengabaikan hambatan udara, sebuah benda dengan massa berapapun yang jatuh, percepatannya akan tetap.

Selain menghasilkan teori gerak dipercepat yang didasarkan pada hasil eksperimen kuantitatif yaitu dengan menggelindingkan bola pada sebuah bidang miring. Galileo juga menemukan bahwa benda yang dijatuhkan secara vertikal akan sampai ditanah pada waktu yang sama dengan bila benda tersebut diproyeksikan secara horisontal, sehingga dangan rotasi seragam dari bumi, sebuah benda

(26)

19

yang jatuh ke tanah akan terpengruh oleh gravitasi bumi. Lebih signifikan lagi, hal tersebut dapat menerangkan gerak tetap suatu benda yang tidak dapat dipisahkan dari keadaan diamnya, yang merupakan dasar dari teori reltivitas (seperti yang telah disebutkan di atas).

2.2.2.2 Perkembanagan Fisika Masa Isaac Newton

Sir Isaac Newton adalah orang pertama yang menyatukan kerja Galileo dan orang-orang lain yang tergabung dalam kelompok ”Terrestrial Mechanics” (Falling Bodies) dengan kerja dari Kepler dan orang-orang lainnya yang tergabung dalam ”Celestial Mechanics” (Gerak Planet-planet). Bukunya berjudul Philosophiae Naturalis Principia Mathematica, yang dipublikasikan pada tahun 1687, memformulasikan tiga hukum dari gerak:

1. Lex I: Corpus omne perseverare in statu suo quiescendi vel movendi uniformiter in directum,

nisi quatenus a viribus impressis cogitur statum illum mutare. Setiap benda tetap dalam

keadaannya, tetap diam atau tetap bergerak lurus kedepan, kecuali ada gaya yang merubah keadaannya.

2. Lex II: Mutationem motus proportionalem esse vi motrici impressae, et fieri secundum

lineam rectam qua vis illa imprimitur. Rata-rata perubahan momentum suatu benda

sebanding dengan resultan gaya yang bekerja pada benda dengan arah yang sama.

3. Lex III: Actioni contrariam semper et aequalem esse reactionem: sive corporum duorum

actiones in se mutuo semper esse aequales et in partes contrarias dirigi. Semua gaya terjadi

berpasangan, dan kedua gaya tersebut sama besar dan berbeda arah.

Ketiga hukum tersebut kemudian menjadi pilar dari Mekanika Klasik, yang berlaku baik pada benda-benda di bumi maupun benda-benda angkasa. Newton dan banyak ilmuwan lainnya, kecuali Christiaan Huygens, berharap bahwa mekanika akan dapat menjelaskan seluruh entitas, termasuk cahaya dalam bentuk optik geometri. Newton juga mengembangkan kalkulus yang diperlukan dalam perhitungan mekanika klasik. Terpisah dari Newton, secara mandiri Gottfried Leibniz mengembangkan sebuah kalkulus dengan notasi turunan dan integral yang digunakan sampai saat ini. Selanjutnya Leonard Euler mengembangkan hukum-hukum gerak Newton dari partikel ke rigid

bodies dengan menambah dua hukum lagi.

Setelah era Newton, secara progressif dilakukan re-formulasi untuk solusi-solusi masalah yang melibatkan ekspansi numerik yang lebih tinggi. Yang pertama dilakukan oleh Joseph Louis Lagrange (1788), matematikawan Italia-Prancis. Mekanika Lagrange adalah solusi yang menggunakan lintasan gerak terpendek dan mengikuti kalkulus variasi. William Rowan Hamilton memformulasikan ulang mekanika Lagrangian pada tahun 1833. Hampir keseluruhan bidang kerja

(27)

20

mekanika Hamiltonian dapat di lihat pada mekanika kuantum, walaupun arti sesungguhnya dari bentuk Hamiltonian berbeda dengan efek-efek pada kuantum.

2.2.2.3 Pengembangan Filsafat Fisika Menurut Maxwell

James Clerk Maxwell menjadi peletak dasar teori gelombang elektromagnetik. James Clerk Maxwell (lahir di Edinburgh, 13 Juni 1831 – meninggal di Cambridge, 15 November 1879) adalah fisikawan Skotlandia yang pertama kali menulis hukum magnetisme dan kelistrikan dalam rumus matematis. Pada tahun 1864, ia membuktikan bahwa gelombang elektromagnetik ialah gabungan dari osilasi medan listrik dan magnetik. Maxwell mendapati bahwa cahaya ialah salah satu bentuk radiasi elektromagnetik. Ia juga membuka pemahaman tentang gerak gas, dengan menunjukkan bahwa laju molekul-molekul di dalam gas bergantung kepada suhunya masing-masing.

Meskipun jauh sebelumnya keterkaitan medan listrik dan magnet telah diselidiki, namun Maxwelllah yang berhasil menjabarkan secara tepat mengenai perilaku dan hubungan antara medan listrik dan magnet. Sekitar tahun 1862, di London, Maxwell menghitung bahwa kecepatan propagasi elektromagnetik dari sebuah lapangan yang diperkirakan dari kecepatan cahaya. Dia mengusulkan bahwa fenomena cahaya itu adalah sebuah fenomena elektromagnetik. Maxwell menulis kata-kata yang benar-benar luar biasa:

“Kami sulit menghindari kesimpulan bahwa cahaya terdiri dari modulasi yang sama yang merupakan penyebab fenomena listrik dan magnet”

Nilai terpenting dari pendapat Maxwell yang baru itu adalah banyak persamaan umum yang bisa terjadi dalam semua keadaan. Semua hukum-hukum listrik dan magnet yang sudah ada sebelumnya dapat dianggap berasal dari pendapat Maxwell, begitu pula sejumlah besar hukum lainnya, yang dulunya merupakan teori yang tidak dikenal. Dari pendapat Maxwell ini dapat diperlihatkan betapa pergoyangan bolak-balik bidang elektromagnetik secara periodik adalah sesuatu hal yang bisa terjadi. Gerak bolak-balik seperti pendulum ini disebut gelombang elektromagnetik, yang bilamana sekali digerakkan akan menyebar terus hingga angkasa luar. Dari pendapat-pendapat ini mampu menunjukkan bahwa kecepatan gelombang elektromagnetik itu mencapai sekitar 300.000 kilometer (186.000 mil) per detik. Maxwell mengetahui bahwa ini sama dengan ukuran kecepatan cahaya. Dari sudut pandang ini dia dengan tepat mengambil kesimpulan bahwa cahaya itu sendiri terdiri dari gelombang elektromagnetik.

Jadi, pendapat Maxwell bukan semata merupakan hukum dasar dari kelistrikan dan kemagnetan, tetapi juga sekaligus merupakan hukum dasar optik. Sesungguhnya, semua hukum terdahulu yang

(28)

21

dikenal sebagai hukum optik dapat dikaitkan dengan pendapatnya, juga banyak fakta dan hubungan dengan hal-hal yang dulunya tidak terungkapkan.

Cahaya yang tampak oleh mata bukan semata jenis yang memungkinkan radiasi elektromagnetik. Pendapat Maxwell menunjukkan bahwa bisa saja adagelombang elektromagnetik lain, berbeda panjang gelombang dan frekuensinyadengan cahaya yang tampak oleh mata. Kesimpulan teoritis ini secara mengagumkan diperkuat oleh Heinrich Hertz, yang sanggup menghasilkan dan menemui kedua gelombang yang tampak oleh mata yang diramalkan oleh Maxwell itu. Beberapa tahun kemudian Guglielmo Marconi memperagakan bahwa gelombang yang tak terlihat mata itu dapat digunakan buat komunikasi tanpa kawat sehingga menjelmalah apa yang dinamakan radio itu. Saat ini, yang kita gunakan untuk televisi, sinar X, sinar gamma, sinar infra, sinar ultraviolet adalah contoh-contoh dari radiasi elektromagnetik. Semuanya bisa dipelajari lewat hasil pemikiran Maxwell.

Maxwell mendeskripsikan sifat-sifat medan listrik dan medan magnet, dan hubungannya dengan sumber-sumbernya, muatan listrik dan arus listrik melalui himpunan empat persamaan diferensial parsial menurut teori elektrodinamika klasik. Keempat persamaan ini digunakan untuk menunjukkan bahwa cahaya adalah gelombang elektromagnetik. Secara terpisah, keempat persamaan ini masing-masing disebut sebagai Hukum Gauss, Hukum Gauss untuk magnetisme, Hukum induksi Faraday, dan Hukum Ampere sebagai berikut:

Nama Bentuk Diferensial Bentuk Integral

Hukum Gauss: ∮

Hukum Gauss untuk

magnetisme: ∮

Persamaan Maxwell-Faraday

(Hukum Induksi Faraday) ∮ Hukum Ampere (dengan Koreksi Maxwell)

(29)

22

Persamaan-persamaan dalam bagian ini ditulis dalam satuan SI. Tidak seperti persamaan dalam mekanika misalnya, perumusan persamaan Maxwell berubah-ubah tergantung pada sistem satuan yang digunakan. Meskipun bentuk umumnya tetap, berbagai definisi berubah dan tetapan yang berbeda-beda muncul di tempat yang berbeda-beda pula. Selain satuan SI (yang umum digunakan dalam rekayasa), sistem satuan lain yang umum digunakan adalah satuan Gauss (didasarkan pada sistem CGS dan dianggap memiliki keuntungan teoretis dibandingkan SI (Griffiths, 1999)), satuan Lorentz-Heaviside (biasa digunakan dalam fisika partikel) dan satuan Planck (digunakan dalam fisika teori).Deskripsi konseptual dari keempat hukum tersebut adalah sebagai berikut:

 Hukum Gauss menerangkan bagaimana muatan listrik dapat menciptakan dan mengubah medan listrik. Medan listrik cenderung untuk bergerak dari muatan positif ke muatan negatif. Hukum Gauss adalah penjelasan utama mengapa muatan yang berbeda jenis saling tarik-menarik, dan yang sama jenisnya tolak-menolak. Muatan-muatan tersebut menciptakan medan listrik, yang ditanggapi oleh muatan lain melalui gaya listrik

 Hukum Gauss untuk magnetisme menyatakan tidak seperti listrik tidak ada partikel "kutub utara" atau "kutub selatan". Kutub-kutub utara dan kutub-kutub selatan selalu saling berpasangan.

 Hukum induksi Faraday mendeskripsikan bagaimana mengubah medan magnet dapat menciptakan medan listrik. Ini merupakan prinsip operasi banyak generator listrik. Gaya mekanik (seperti yang ditimbulkan oleh air pada bendungan) memutar sebuah magnet besar, dan perubahan medan magnet ini menciptakan medan listrik yang mendorong arus listrik yang kemudian disalurkan melalui jala-jala listrik.

 Hukum Ampere menyatakan bahwa medan magnet dapat ditimbulkan melalui dua cara: yaitu lewat arus listrik (perumusan awal Hukum Ampere), dan dengan mengubah medan listrik (tambahan Maxwell).

Ada dua perumusan umum persamaan Maxwell. Kedua-duanya ekivalen. Perumusan pertama memisahkan muatan terikat dan arus terikat (yang muncul dalam konteks dielektrik dan/atau bahan magnet) dari muatan bebas dan arus bebas. Pemisahan ini berguna untuk perhitungan yang melibatkan bahan dielektrik dan magnet. Perumusan kedua memperlakukan semua muatan secara setara, menggabungkan baik muatan bebas dan terikat ke dalam muatan total (dan hal yang sama juga berlaku untuk arus). Ini adalah pendekatan yang lebih mendasar atau mikroskopis, dan terutama berguna bila tidak ada bahan dielektrik atau magnetik

(30)

23

Persamaan Maxwell secara umum diterapkan pada rata-rata makroskopik dari medan, yang sangat bervariasi pada skala mikroskopik di sekitar masing-masing atom (di tempat tersebut medan juga mengalami efek kuantum). Hanya bila dipahami sebagai rata-rata kita dapat mendefinisikan besaran seperti permitivitas dan permeabilitas magnet bahan. Pada aras mikroskopik, persamaan Maxwell, dengan mengabaikan efek kuantum, mendeskripsikan medan, muatan dan arus dalam ruang hampa, namun pada level rincian ini kita harus memperhitungkan setiap muatan, bahkan pada level atomik, yang secara umum merupakan masalah yang tidak terpecahkan.

(31)

24

2.2.3 Perkembangan Bernalar di Kimia

2.2.3.1 Ilmu Kimia pada Zaman Purba

Ilmu kimia berkembang seiring dengan berkembangnya kehidupan manusia mulai dari zaman purba hingga zaman modern saat ini. Peradaban manusia sendiri berkembang melalui rentang waktu yang sangat panjang, yang diperkiran mencapai ratusan ribu tahun yang lalu (Poedjiadi & Poedjiadi, 2001). Perkembangan peradaban masyarakat pada zaman purba terjadi melalui kegiatan bercocok tanan, berdagang, transportasi, beternak binatang, serta kegiatan dalam pembuatan peralatan yang digunakan dalam kehidupan mereka. Peralatan yang digunakan mengalami perkembangan, mulai dari tulang binatang, hingga peralatan yang terbuat dari logam. Penggalian terhadap bekas-bekas kota pada zaman purba serta penelitian pada makam raja-raja pada zaman itu telah menghasilkan penemuan adanya perhiasan dan barang-barang yang terbuat dari emas, tembaga, perunggu dan besi. Contohnya emas telah dikenal oleh bangsa Sumeria pada thun 3000 SM, dan telah digunakan sebagai perhiasan, dekorasi, alat minum dn lain-lain yang ditemukan pada makam raja-raja pada zaman itu ( Poedjiadi& Poedjiadi, 2001). Begitu pula dengan bangsa Mesir, dimana pada makam raja Tutankhamen (1340 SM) telah ditemukan perhiasan emaas yang sangat indah.

Logam lain yang telah dikenal bahkan sejak tahun 3500 SM adalah tembaga, ditemukan di daerah Mesopotamia dan Mesir, yang dipergunakan untuk membuat barang-barang berupa senjata, perkakas, tong, bahkan cermin. Bangsa Mesir dan Mesopotamia memperoleh tembaga dari bijih tembaga yang kemudin diolah menjadi logam tembaga dengan memanaskan bijih tembaga dengan arang. Logam tembaga selanjutnya dilebur dan dicetak menjadi barang-barang yang diperlukan. Menurut Poedjiadi& Poedjiadi (2001) kegiatan ini terjadi pula di daerah lain seperti di mohenjo-daro dan Harappa (India), serta Knossos (P. Kreta-Yunani). Temuan selanjutnya menunjukkan bahwa selain logam-logam murni terdapat pula barang-barang pada masa itu yang terbuat dari paduan logam/campuran beberapa jenis logam (alloy) yang memiliki siat yang berbeda dari logam asalnya, misalnya perunggu yang merupakan paduan antara tembaga dengan timah.Logam lain yang telah dikenal pada masa itu yakni besi. Pada pembuatan logam tembaga, tentu terdapat proses kimia yaitu biji tembaga yang terdiri atas oksida tembaga dan tembaga karbonat direduksi oleh arang pada suhu tinggi sehingga diperoleh logam tembaga, meskipun pada masa itu proses ini belum dinamai reaksi reduksi. Sehingga secara filosofi dapat dikatakan bahwa kimia pada saat itu belum merupakan sebuah ilmu melainkan baru berupa pengetahuan. Jadi proses-proses kimia tersebut sesungguhnya telah dilakukan orang-orang pada ribuan tahun sebelum Masehi.

Gambar

Gambar 2.1. Simbol misterius alkimia yang terpahat di batu nisan Nicholas Flamel berada di dalam  Gereja Holy Innocents di Paris
Gambar 3.1. Pilar Alur Kerja Riset Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gambar 3.2. Metode coba-coba (trial and error).
Gambar 3.3. Kedudukan sains dasar terhadap bidang ilmu lain
+7

Referensi

Dokumen terkait

l Berperan serta dalam pencatatan serta penulisan buku laporan kegiatan di Unit Rawat Jalan Mengadakan kerjasama yang baik dengan semua Kepala Bagian,

Permasalah dari Pelayanan dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) pada kantor Kecamatan Solokan Jeruk Kabupaten Bandung berdasarkan pengamatan yang

Angket adalah serangkaian (daftar) pertanyaan tertulis yang ditujukan kepada responden (siswa) mengenai masalah-masalah tertentu yang bertujuan untuk

Hasil dari penelitian ini terdiri dari tiga aspek, yaitu (1) dampak keberadaan hiburan malam (band) terhadap perilaku remaja baik berdampak positif maupun negatif, (2) faktor

Berisi tentang teori-teori yang mendukung penelitian, seperti kualitas pelayanan dan elemen kualitas pelayanan, harga dan faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kajian sosiolinguistik yang berdasarkan etnik, sekurang-kurangnya ada tiga buah penelitian, yaitu (1) Pemakaian Bahasa

Berdasarkan Grafik 4 diatas untuk debit air yang terbuang ini dapat kita ketahui dengan menghitung terlebih dahulu debit input air yang masuk dalam pompa

Pengertian terminal berasal dari kata terminate (berakhir), maksudnya derivasi berakhir jika sentensial yang dihasilkan adalah sebuah kalimat (yang tersusun atas