• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membangun Bangsa

Dalam dokumen Buku Filsafat Sains Dasar 2011 (Halaman 80-88)

DAFTAR BACAAN

3.6 Maju : Membangun Diri dan Bangsa

3.6.5 sains dasar untuk Membangun Diri dan Bangsa

3.6.5.2 Membangun Bangsa

Tridharma perguruan tinggi di Indonesia mengacu pada peran serta akademisi dalam bidang pendidikan, penelitian, serta pengabdian kepada masyarakat dan lingkungan hidup. Sudah selayaknya ketiga darma itu dapat dilaksanakan secara sinergis tanpa harus ada pembedaan dan pemilahan. Di dalam ketiga unsur-unsur terdapat hal-hal substansial dan operasional yang dapat dipadukan dan saling menginspirasi. Bahasan-bahasan berikut merupakan telaah bagaimana ketiganya dapat disinergikan.

74

Suatu tugas utama membangun bangsa adalah mengajarkan sains dasar pada generasi muda agar terbentuk kemampuan berpikir sistematik (analitik) melalui kekuatan esensial dari matematika, fisika, kimia dan biologi. Bersama-sama dengan itu, dikembangan kecerdasan emosional yang lebih mengarah ke pembentukan budi luhur, bahkan belakangan ini masalah pembentukan ”karakter bangsa” menjadi tujuan yang bentuknya masih dalam pemantapan.

Proses pengajaran hendaklah merujuk makna filosofi dari Hukum Dinamika Newton:

dimana:

adalah gaya,yang diartikan sebagai bahan ajar yang akan disampaikan agar dapat dipahami peserta didik, sedangkan (percepatan) menyatakan respon terkait dengan apa yang disampaikan (dapat berupa respon motorik terhadap tugas-tugas yang diberikan). Massa sendiri diartikan sebagai kelembaman peserta didik dalam memahami bahan ajar yang disampaikan. Kelembaman yang dimaksud dapat berupa rasa malas, tidak suka dengan mata pelajaran tersebut, tidak suka dengan guru pengajar, tidak dapat berkonsentrasi, dan lain sebagainya.

Yang menjadi masalah yang harus diatasi adalah guru harus memastikan bahwa tanda sama dengan (“=”) berfungsi, artinya bahwa bahasa guru dimengerti oleh murid, kemudian guru harus mampu memperkecil kelembaman agar menjadi besar. Oleh karena itu, keterampilan, keramahan dan daya tarik sangat memegang peranan.

Dari uraian tentang pengajaran tersebut, dapat dimengerti jika sains dasar itu tampak dapat dirasakan kemanfaatannya oleh peserta didik, dan lebih luas lagi oleh masyarakat, maka akan memicu semangat belajar. Oleh karena itu guru dan dosen sains dasar harus mempelajari dan mempunyai keterampilan yang sifatnya menghasilkan manfaat (pendapatan tambahan) sehingga merasakan kegunaan sains dasar yang dipelajarinya.

Memahami matematika, akan juga mengasah keterampilan akuntansi, membuat simulasi dan perangkat lunak, menyelesaikan persoalan, ataupun yang paling praktis bisa membuat bentuk-bentuk geometri kap lampu (lampion) atau rajutan tak berbentuk-bentuk geometri. Jadi seorang guru atau dosen sains dasar harus ”menghilir” dalam proses belajar memantapkan kompetensinya.

Iklim pembelajaran dan suasana pendidikan yang fungsional dan dinamis, selain bersifat kooperatif, aktif, dan kontekstual, harus menjadikan para peserta didik sebagai subjek, pusat, mitra belajar, dan

75

sahabat pengembangan Iptek. Dosen adalah pengelola dan pemeran utama pendidikan tinggi. Kendati berbekalkan penguasaan bidang Iptek dengan jenjang pendidikan strata doktor (S3) dan (minimal) magister (S2), kedudukan dan peranan dosen sebagai pengelola pembelajaran yang efektif harus dibangun sungguh-sungguh. Hal yang dapat dilakukan untu mengembangkan pengajaran adalah:

 Menciptakan cara pengajaran yang ilustratif dan mudah dipahami, sehingga belajar sains dasar bukan merupakan beban tetapi suatu kesenangan

 Perlu diketahui bahwa tidak ada satu metode pun yang dianggap paling baik diantara metode-metode yang lain. Tiap metode mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan masing masing. Suatu metode mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, pokok bahasan maupun situasi dan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak tepat untuk situasi yang lain. Demikian pula suatu metode yang dianggap baik untuk suatu pokok bahasan yang disampaikan seseorang, kadang-kadang belum tentu berhasil dibawakan oleh orang lain.

 Adakalanya seorang guru/dosen perlu menggunakan beberapa metode dalam menyampaikan suatu pokok bahasan tertentu. Dengan variasi beberapa metode, penyajian pengajaran menjadi lebih hidup. Misalnya pada awal pengajaran, guru/dosen memberikan suatu uraian dengan metode ceramah, kemudian menggunakan contoh-contoh melalui peragaan dan diakhiri dengan diskusi atau tanya-jawab. Di sini bukan hanya guru yang aktif berbicara, melainkan siswa pun terdorong untuk berpartisipasi.

 Seorang guru/dosen yang pandai berpidato dengan segala humor dan variasinya, mungkin tidak mengalami kesulitan dalam berbicara, ia dapat memukau siswa dan awal sampai akhir pengajaran. Akan tetapi bagi seorang guru yang kurang mahir berbicara, uraiannya akan terasa kering. Untuk itu ia dapat mengatasi dengan uraian sedikit saja, diselingi tanya jawab, pemberian tugas, kerja kelompok atau diskusi sehingga kelemahan dalam berbicara dapat ditutup dengan metoda lain.

 Mengajarkan dan memberi contoh kreatif dengan menggunakan prinsip sains dasar.

 Belajar konsep tertentu melibatkan identifikasi keduanya yaitu contoh dan noncontoh. Mislanya, sapi adalah contoh dari hewan tetapi itu noncontoh untuk reptil. Australia adalah contoh dari negara di bumi bagian selatan, tetapi itu noncontoh untuk negara berkembang. Katun dan sutera adalah contoh konsep pabrik, tetapi kulit dan baja noncontoh. Ketika akan dideskripsikan kemudian, cara contoh dan noncontoh sangat penting diidentifikasikan dan digunakan dalam konsep pelajaran.

76

 Memperkuat pemahaman sains dasar agar pelajar dan mahasiswa mampu bersaing dalam lomba olimpiade sains internasional

 Prinsip-prinsip sains dasar mengajarkan kejujuran, kritis, ulet, mencari solusi, adaptif, yang sangat baik untuk membangun karakter bangsa.

Belakangan ini, isu character building (pembangunan watak) kembali marak. Hingga Presiden SBY merasa perlu memberikan pernyataan. “Pembangunan watak sangat penting”, ujarnya. Lebih lanjut, presiden mengatakan: “Kita ingin membangun manusia Indonesia yang berakhlak, berbudi pekerti, dan berperilaku baik”, “Bangsa kita ingin pula memiliki peradaban yang unggul dan mulia”, tambahnya.

Begitu pentingnya pembangunan watak, presiden Soekarno pun berwasiat: ”Tugas berat bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan adalah mengutamakan pelaksanaan “pembangunan karakter dan bangsa”. Bung Karno mewanti-wanti, “Jika pembangunan karakter tidak berhasil, bangsa Indonesia hanya akan menjadi bangsa kuli!,” demikian kutipan buku “Karakter Mengantar Bangsa dari Gelap Menuju Terang” (2009).

Berbagai upaya pembangunan karakter terus dilakukan. Bahkan, Kementerian Pendidikan Nasional tengah menyiapkan kurikulum nasional, yakni kurikulum pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan rencana itu justru semakin menegaskan bahwa nation and character building benar-benar berada pada titik nadir. Setelah sekian lama Pancasila tak lagi diajarkan secara masif, bangsa ini seakan kehilangan pegangan. Bahkan, bangsa Indonesia kian kehilangan karakter dan jati dirinya. Lalu, apa yang dimaksud dengan character building? Karakter adalah “moral excellence’ atau akhlak yang dibangun atas berbagai kebajikan (virtues) Karakter baru memiliki makna jika dilandasi nilai-nilai kebudayaan. Jadi, karakter bangsa adalah karakter warga negara yang dinilai-nilai sebagai kebajikan. Oleh karena itu, national and character building harus berorientasi pada upaya pengembangan nilai-nilai kebajikan sehingga menghasilkan “out put” yang memiliki jati diri dan kepribadian.

John C. Maxwell (1991) dalam bukunya ”The 21 Indispensable Qualities of a Leader” menyatakan: “Karakter yang baik lebih dari sekedar perkataan. Karakter yang baik adalah sebuah pilihan yang membawa kesuksesan. Ia bukan anugerah, tapi dibangun sedikit demi sedikit, dengan pikiran, perkataan, perbuatan nyata, melalui pembiasaan, keberanian, usaha keras, dan bahkan dibentuk dari kesulitan demi kesulitan saat menjalani kehidupan”

77

Para pakar pendidikan mengelompokkan karakter ke dalam 9 pilar, yakni; (1) cinta Tuhan dan ciptaannya; (2) kemandirian dan tanggungjawab; (3) kejujuran, amanah, dan bijaksana; (4) hormat dan santun; (5) dermawan, suka menolong, dan gotong royong; (6) percaya diri, kreatif, dan pekerja keras; (7) kepemimpinan dan keadilan; (8) baik dan rendah hati; dan (9) toleransi, kedamaian dan kesatuan.

Keterpurukan bangsa Indonesia bukanlah sebuah mata rantai kebetulan belaka. Melemahnya karakter bangsa bisa jadi sebagai penyebab utama berbagai keterpurukan itu. Celakanya, bangsa Indonesia memiliki “potensi” untuk berlama-lama dalam keterpurukan. Seperti yang ditulis dalam bukunya “Manusia Indonesia-Sebuah Pertanggungan Jawab” (1997) Mochtar Lubis secara gamblang menelanjangi karakter buruk bangsa Indonesia. Yakni, seperti hipokrit, enggan bertanggung jawab, bermental menerabas, ingin kaya tanpa berusaha dan ingin pintar tanpa belajar.

Membangun kembali karakter bangsa ini, akan efektif jika melalui jalur pendidikan. Namun, harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Mulai dari keluarga, sekolah dan masyarakat. Sebab, pendidikan karakter mencakup pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif dan kepengamalan nilai secara nyata. Dari gnosis sampai ke praksis. Singkatnya, pendidikan karakter adalah membimbing orang untuk secara sukarela mengikatkan diri pada nilai.

b. Riset dan Kerja Operasional

Pengembangan penelitian sangat penting baik demi pengembangan ilmu maupun demi kepentingan pembangunan, dan secara khusus bertautan dengan dunia industri. Sumber daya peneliti (dan sejumlah mahasiswa S1, S2, dan S3 pilihan) dengan mutu penelitian yang ditingkatkan secara terus menerus, serta didukung dengan sumber dana dari pemerintah dan sumber dana dari pihak-pihak sponsor dari dalam dan luar negeri, pengembangan penelitian ilmu murni dan ilmu terapan, merupakan peluang dan potensi yang layak dikembangkan. Penelitian dimaknai sebagai sumber daya pengembangan ilmu dan sumber dana individu dan institusi. Di bawah koordinasi Lembaga Penelitian dan Pusat-pusat Penelitian yang ada dan yang akan dikembangkan lagi, terlebih lagi keberadaan kelompok-kelompok peneliti (research group) para guru besar yang terus diberdayakan, niscaya penelitian ilmu-ilmu murni dan ilmu terapan, sangat penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan, pemerkayaan bahan dan penyegaran proses pendidikan, dan pengabdian kepada masyarakat. Demikian pula penelitian ilmu-ilmu interdisipliner, menjadi sangat mendesak untuk dilakukan. Ke depan, pendekatan holistik, interdisipliner, dan multididipliner dalam memecahkan kompleksitas persoalan-persoalan masyarakat dan lingkungan, semakin menjadi kebutuhan dan

78

kecenderungan akademis dalam dimensi pragmatisnya. Penajaman arah penelitian ilmu-ilmu murni, yang menjadi dasar dan sumber inspirasi pengembangan ilmu-ilmu terapan, layak dirumuskan oleh lembaga penelitian, pusat-pusat penelitian, dan kelompk-kelompok penelitian, baik pada tingkat universitas, fakultas, maupun jurusan atau program studi. Seiring dengan pemberdayaan dosen-dosen sebagai peneliti, khususnya para guru besar dan para doktor, sinkronisasi dan koordinasi pengembangan penelitian itu menjadi langkah yang sangat strategis. Selain budaya didik, budaya riset perlu ditumbuhkembangkan secara terus-menerus. Kemampuan mengidentifikasi permasalahan dan keterampilan meneliti, jelas membangun mutu dan daya saing di sektor penelitian baik di tingkat nasional maupun internasional seraya membangun dan memperluas jejaring informasi akademis berskala mondial.

Sebagai penggali dan pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang ilmu pilihan individu dan kelompok berdimensi monodisipliner dan interdisipliner, budaya penelitian yang dikembangkan diarahkan untuk menjadikan ilmu pengetahuan sebagai proses dan masyarakat, tidak hanya sebagai ilmu produk.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan riset dan kerja operasional adalah sebagai berikut.

Melakukan riset dan memajukan ilmu dengan temuan (discovery) yang universal yang akan membawa bangsa Indonesia terperhatikan secara internasional

 Memfokuskan riset sains dasar pada sumber daya alam Indonesia selain untuk kelpentingan kesejahteraan bangsa dapat membawa keunggulan komparatif ini menjadi keunggulan kompetitif dunia karena temuan-temuan yang khas.

 Membangun jaringan pembelajaran, riset, dan pembangunan pusat kerja berbasis riset (Surplus center) untuk mengalirkan hasil kerja cerdas dan bermanfaat untuk membangun proses kebangsaan cerdas.

3.7 Penutup

Demikianlah memajukan sains dasar sangatlah erat dengan memajukan bangsa melalui peningkatan kompetensi diri pada kekuatan dan arah pertumbuhan sains dasar, memandaikan generasi muda dan mengolah sumber daya alam, sumber daya buatan (sistem kerja dan produksi, industri, sistem operasional, kenegaraan) serta kekuatan sosial budaya menjadi suatu “mesin” produksi peradaban dan kesejahteraan.

79

Pembelajaran sains dasar yang benar akan memperkuat karakter bangsa, terutama dalam daya saing, penyelesaian masalah, serta menciptakan kegiatan produktif dan lapangan kerja.

80

DAFTAR KONTRIBUTOR

No. Nama Prodi

1 Ade Yeti N. Fisika

2 Dolfie Pandara Fisika

3 Endi Suhendi Fisika

4 Junios Fisika

5 Masturi Fisika

6 Rosyid Mahmudi Fisika

7 Atthar Kimia

8 Citra Kimia

9 Anna Eddy Persulesy Kimia

10 Handajaya R. Kimia

11 Henry Aritonang Kimia

12 Luchana L. Y. Kimia

13 Nurhasanah Kimia

14 Julia Titaley Matematika

15 Eric Matematika

16 Faisal Matematika

17 M. Ali Misri Matematika

DAFTAR BACAAN

Gunawan, Hendra, 2010, Logika, Epistemologi, Pengembangan Ilmu dan Mortalitas, disampaikan pada Ceramah kuliah Filsafat Sains program Doktor sains dasar/MIPA

Hakim, Euis Holisotan, Filsafat Ilmu Kimia, disampaikan pada Ceramah kuliah Filsafat Sains program Doktor sains dasar/MIPA

Hendrajaya, Lilik, 2010, Dinamika Ilmuwan sains dasar disampaikan pada Ceramah kuliah Filsafat Sains program Doktor sains dasar/MIPA

Hendrajaya, Lilik, 2010, Membangun Teori disampaikan pada Ceramah kuliah Filsafat Sains program Doktor sains dasar/MIPA

Iskandar, Djoko T., Filsafat Ilmu Hayati, disampaikan pada Ceramah kuliah Filsafat Sains program Doktor sains dasar/MIPA

Wiramihardja, Suhardja, 2010, Filsafat Dasar Astronomi disampaikan pada Ceramah kuliah Filsafat Sains program Doktor sains dasar/MIPA

Zen, Freddy P., 2010, Induksi dan Deduksi dalam Sains : Dari Jarak Angstrom sampai Tahun Cahaya, dari Waktu Planck sampai Milyar tahun, disampaikan pada Ceramah kuliah Filsafat Sains program Doktor sains dasar/MIPA

78

BAB 4 MENGHILIRKAN SAINS DASAR

Sebelum memulai bab ini, mari kita simak sebuah pernyataan filsafat,

Sains yang menghilir tanpa melahirkan kemanfaatan, ibarat pohon tinggi dan rindang namun tak berbuah, tak bisa dirasakan manis dan lezatnya (tanpa nama).

Menghilirkan sains dasar adalah suatu ajaran dan suatu keharusan, karena tanpa menghilir sains dasar itu terasa kering dan sulit. Pada kenyataannya di Indonesia hampir sebagian besar dosen atau ilmuwan sains dasar kurang mampu menghilirkan bidangnya. Berikut akan diuraikan bagaimana upaya menghilirkan sains dasar.

Dalam dokumen Buku Filsafat Sains Dasar 2011 (Halaman 80-88)