• Tidak ada hasil yang ditemukan

SAINS: Apakah Menghilirkan Itu Sulit?

Dalam dokumen Buku Filsafat Sains Dasar 2011 (Halaman 88-93)

DAFTAR BACAAN

4.1 SAINS: Apakah Menghilirkan Itu Sulit?

Sains dan Teknologi merupakan ‘sepasang sejoli’ yang tidak dapat dipisahkan. Cepat lambatnya perkembangan teknologi sangat bergantung pada seberapa cepat lambatnya penguasaan dan pengembangan sains. Teknologi keseluruhannya adalah mengenai ilmu pengetahuan dasar (basic

science) dan aplikasinya. Tanpa fondasi ilmu pengetahuan yang cukup, maka teknologi tidak akan

untuk berkembang. Sebaliknya teknologi dapat mengkatalisasi (mempercepat) perkem-bangan sains dan meningkatkan kemajuan industri. Sains dibangun di atas fondasi kebudayaan, sedangkan teknologi baru dibangun di atas fondasi sains dan teknologi sebelumnya.

Melihat fenomena pengembangan riset sains dasar di berbagai negara, muncul pertanyaan apa-kah yang dijanjikan dari suatu proses menghilirkan sains? Apakah proses menghilirkan sains dasar itu sulit? Untuk itu mari kita lihat perkembangan sains di berbagai negara.

4.1.1 Perkembangan Sains di Berbagai Negara

Kesejahteraan masyarakat suatu negara salah satunya bergantung pada kemampuan masyarakat tersebut dalam menguasai, menerapkan dan mengembangan sains serta teknologi. Kemajuan terpenting dalam sejarah umat manusia adalah berkembangnya kemampuan manusia dalam membaca, menulis dan berhitung. Kemampuan ini terus berkembang hingga ditemukannya alat-alat bantu (teknologi) yang mampu mempermudah kerja manusia yang berasal dari sains. Setiap bangsa beradab pernah mengalami era kemajuan dan kejayaan masing-masing.

Peradaban Barat, Islam, Konfucius, Hindu, Budha dan sebagainya, mempunyai ciri kemajuan masing-masing. Masyarakat di belahan Asia, Eropa, Afrika, Amerika dan di berbagai belahan bumi lainnya berkompetisi dalam memajukan peradabannya terutama dalam mengembangkan sains dan teknologi. Dengan demikian hubungan teknologi dan sains dalam kemajuan sebuah peradaban

79

sangat erat. Pada bagian ini akan diberikan beberapa contoh hubungan perkembangan sains dan teknologi baik di negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, dan Inggris maupun di negara-negara berkembang seperti India, Cina, Thailand, dan Vietnam.

4.1.1.1 Sains di Negara Maju

Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang dapat membangun fondasi sains yang cukup kuat sehingga hasil-hasil penelitian yang dilakukan dapat segera diterap-kan menjadi sebuah teknologi baru, karena didukung dengan pendanaan yang besar. Amerika Serikat tidak hanya mempunyai satu rencana dan tujuan riset nasional pada satu periode tertentu. Sebagai contoh, pernyataan periodik oleh Presiden dan kongres, terkait arahan tujuan pembangunan nasional. Tujuan-tujuan itu dinyatakan baik secara eksplisit maupun implisit dalam alokasi anggaran utama. Banyak tujuan dan prioritas, yang muncul dari sumber-sumber berbeda. Setiap pemerintahan mempunyai prioritas sendiri-sendiri untuk penelitian setelah melalui proses kompleks dan penuh negosiasi yang melibatkan sistem komite di kongres.

Untuk mendorong kolaborasi dalam peneli-tian antara sekolah dan sektor swasta, Amerika Serikat mempunyai beragam organisasi untuk menyediakan dana-dana penelitian, termasuk Badan Sains Nasional (National Science Founda-tion), Institut Kesehatan Nasional (National Institute of Health),

Defense Advanced Project Research Agency, dan Office of Naval Research, di samping dukungan

dana dari badan swasta seperti Ford, Rockerfeller dan MacArthur. Para penyandang dana (pemerintah dan swasta) tidak segan-segan untuk mengucurkan dana jutaan dolar hanya untuk membiayai satu topik penelitian (misalnya penelitian dalam bidang bioteknologi).

Di Inggris, sistem sains telah mengalami reformasi dan perubahan selama dua dekade terakhir, sebagai bagian dari reformasi pemerintah dalam layanan-layanan publik. Intensitas riset di Inggris yang terus menurun antara tahun 1986 dan 1997, sekarang telah hampir pulih. Tren jangka panjang mengindikasikan bahwa pendanaan pemerintah untuk riset menurun sejak pertengahan tahun 80an. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan pendanaan penelitian dari sektor swasta khususnya pada sekitar akhir tahun 90an. Pemerintah Inggris menyatakan tiga elemen kebijakan riset dan inovasi, yaitu : 1) meningkatkan keunggulan sains dengan investasi dalam riset sains dasar, dan membawa penanaman modal dari yayasan dan perusahaan, 2) memperluas kesempatan untuk inovasi, dengan mengoreksi kegagalan pasar dan meningkatkan partnership antara publik dan swasta serta 3) menginspirasi kepercayaan konsumen yang lebih dan meningkatkan pengertian publik dengan menciptakan bingkai kerja yang transparan untuk mengintegrasikan saran ilmiah

80

dalam kebijakan. Reformasi dalam kebijakan sains, teknologi dan pendanaan yang dilaksanakan di Inggris selama dua dekade terakhir adalah sebagai bagian dari penggerak utama untuk menurunkan peranan sektor publik, dan membuat penelitian publik berdasarkan respon terhadap kebutuhan sosial, terutama dalam meningkatkan produktivitas dan performa ekonomi. Arah kebijakan ini diadopsi berdasarkan asumsi bahwa keunggulan penelitian dan pengejaran agenda yang relevan tidak akan bertentangan. Dalam merealisasikan hal-hal tersebut maka sektor riset umum, terutama universitas, harus dilihat sebagai sumber potensi. Transfer ilmu pengetahuan akan optimal ketika universitas-universitas mengejar riset berkualitas tinggi. Namun di sisi lain keagresifan terhadap komersialisasi teknologi dapat menjadi kontra produktif dengan mengalihkan sumber daya menjauhi riset.

Perkembangan Jepang diakui banyak pihak sebagai perkembangan yang luar biasa cepatnya. Dari sebuah negara yang sangat tertutup hingga menjadi salah satu kekuatan militer terkuat di dunia. Dari negara yang kalah perang hingga menjadi negara maju kekuatan ekonomi dan teknologinya. Sejak restorasi Meiji(1866-1869) dan diperbolehkannya teknologi barat masuk dengan cara mengundang para pakar barat untuk mengajarkan ilmu mereka, Jepang bergerak dengan ‘gigi empat’. Tidak sedikit warga Jepang yang dikirim untuk belajar di luar negeri, dan kemudian pulang ke Jepang untuk mengembangkan ilmu yang telah didapatnya. Nasionalisme dari warga Jepang yang kembali itu dalam mengembangkan ilmunya menjadi salah satu alasan perkembangan sains dan teknologi di Jepang sangat pesat. Budaya Jepang yang sangat disiplin menyebabkan setiap pekerjaan atau aktivitas warganya setiap hari efektif. Meskipun Jepang tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun tidak menjadikan negara ini tertinggal. Sumber daya manusia Jepang yang luar biasa menyebabkan Jepang menjadi salah satu negara maju dan paling disegani di seluruh dunia. 4.1.1.2 Sains di Negara Berkembang

Sains dasar juga cukup populer di negara-negara yang sedang berkembang seperti di Cina dan Thailand walaupun di beberapa negara ini perhatian terhadap sains dasar tidak serta merta diterjemahkan ke dalam kehendak politik untuk mendukung penelitian di bidang sains dasar secara finansial. Hal dilematis terjadi di negara-negara berkembang dimana para pembuat keputusan yang berniat baik dan sadar pentingnya ilmu dasar, tetapi mempunyai kekhawatiran apakah mereka mampu untuk berinvestasi pada penelitian sains dasar yang dapat berkontribusi terhadap kondisi ekonomi dan sosial negara.

Di Cina misalnya, kemakmuran sangat erat dihubungkan dengan kemajuan tekno-loginya. Selama sepuluh tahun terakhir, Cina telah menunjukkan lompatan maju yang signifikan dalam bidang

81

ekonomi, politik dan bidang-bidang lainnya. Pada saat ini dunia memberikan perhatian yang besar terhadap perkembangan Cina, bukan hanya karena Cina merupakan pasar terbesar bagi produk-produk mereka, tetapi juga karena pencapaian Cina dalam teknologi yang secara bertahap menjadi dewasa. Di satu sisi Cina menguntungkan mereka dalam kolaborasi, dan di sisi lain menjadi pesaing yang kompetitif yang melakukan satrategi-strategi tandingan.

Walaupun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Cina sudah sangat maju dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia, namun masalah utama yang dihadapi Cina dalam pengembangan sains dasar adalah masalah teknis. Di Cina hanya ada satu Yayasan Ilmu Alam (Natural Science

Foundation), dimana proses evaluasinya tidak cukup transparan karena hanya melibatkan beberapa

orang pembuat keputusan pendanaan riset. Akibatnya bagi para peneliti yang tidak mendapat pendanaan dengan cara ini tidak mungkin untuk dapat melaksanakan proposal riset mereka. Selain itu universitas-universitas di Cina sebagian besar adalah universitas-universitas umum yang diatur oleh departemen pendidikan, dimana pendanaan riset diperoleh melalui departemen pendidikan atau melalui subsidi-subsidi dari propinsi-propinsi dan kota-kota di Cina.

Sejarah panjang Cina mengajarkan bahwa ada hubungan langsung antara kemajuan iptek dengan perhatian pemerintah terhadap pendidikan/pengembangan intelegensia. Kemajuan teknologi pada hari ini bergantung pada bagaimana menciptakan atmosfer akademik yang bebas dan hidup. Pemerintah Cina telah menyadari bahwa untuk mendukung kemajuan dalam bidang iptek, mereka harus mencoba segala cara yang mungkin untuk menyediakan lingkungan kerja yang memuaskan, memberikan kompensasi yang memuaskan pada para ilmuwan yang memungkinkan mereka untuk sepenuh hati menciptakan, mengubah ide-ide mereka ke dalam hasil-hasil ilmiah atau produk-produk industri.

Di Thailand, pemerintahnya melihat adanya pergeseran dari manufaktur padat karya (labour

intensive manufacturing) menuju aktivitas-aktivitas yang berdasar pada keahlian dan teknologi

sebagai dasar persaingan di masa depan. Pemerintah Thailand juga mengakui keahlian dan teknologi yang dimiliki sekarang ini tidak mencukupi untuk mencapai tujuan tersebut. Sistem pendidikan di Thailand telah mengalami masalah kualitas yang serius dari segi pemerataan akses dan kualitasnya. Pada tahun 1995, Thailand hanya mempunyai 119 ilmuwan dan insinyur sepersejuta populasi, sangat tertinggal jika dibandingkan dengan Singapura yang mempunyai lebih dari 2.500 dan Cina mempunyai sekitar 350 ilmuwan (www.dikti.go.id). Pemerintah Thailand telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan jumlah tenaga ilmuwan untuk mendukung kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Diantaranya adalah dengan menambah jumlah pendanaan untuk sekolah-sekolah

82

umum dan pendanaan riset di universitas. Harapannya adalah dapat menghasilkan ilmuwan-ilmuwan yang dapat mengembangkan kemampuan teknologi lokal untuk mengurangi biaya-biaya dalam menyerap teknologi-teknologi baru, dan untuk dapat mengadaptasikan teknologi tersebut kepada kondisi lokal masyarakat Thailand. Walaupun jika semua penemuan dasar berasal dari luar negeri, tetapi desain lokal dan kemampuan pengembangan dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang lebih khas.

Di bidang IT pemerintah Thailand menetapkan tiga tujuan yang ingin dicapai khususnya pada tahun 2010 yaitu:

Meningkatkan kemampuan bangsa Thailand untuk melek teknologi.  Menigkatkan sumber daya manusia terampil dari 12% menjadi 30%.

 Meningkatkan pertumbuhan industri berbasis teknologi informasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 50% sampai dengan tahun 2010.

Untuk mewujudkan ketiga tujuan di atas, pemerintah Thailand telah melakukan identifikasi kebutuhan yang harus dikembangkan, yaitu e-Government, e-Education, e-Commerce, e-Society, dan

e-Industri.

4.1.2 Perkembangan Sains di Indonesia

Ilmu sains dasar di Indonesia merupakan ilmu yang kurang diminati. Mengapa demikian? Ada tiga faktor utama penyebabnya yaitu anggapan bahwa sains adalah ilmu yang sulit, hasilnya apa, dan kalau selesai kuliah sains mau bekerja dimana?

Walaupun mempunyai sumber daya manusia yang cukup potensial, Indonesia,masih cukup ter-tinggal dari negara-negara lain di Asia khususnya dalam kemampuan menghasilkan riset yang dapat memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat banyak. Tidak berkembangnya sains di Indonesia salah satunya dikarenakan tidak adanya kajian sosial untuk sains yang berkembang di Indonesia saat ini. Hal ini penting, karena sains selama ini dianggap sebagai sesuatu yang a-historis,

a-sosial dan non-kontekstual. Akibatnya tanpa sadar hal itu membiarkan perkembangan sains

menjadi autonomus (liar), tidak tahu dan tidak sadar kemana geraknya serta apakah perkembangan sains itu cocok dengan konteks lokal sosial-budaya Indonesia atau tidak. Selain itu jika dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya, Indonesia mempunyai alokasi dana riset dan pengembangan untuk sains dasar yang jauh lebih kecil.

83

1. Keterbatasan sumber daya iptek dan anggaran iptek yang kecil yang berakibat pada terba-tasnya fasilitas riset dan kurangnya biaya untuk operasi dan pemeliharaan.

2. Belum berkembangnya budaya iptek, dimana masyarakat lebih suka memakai/membeli dari-pada menciptakan sendiri.

3. Lemahnya sinergi kebijakan iptek dari pihak terkait, menyebabkan iptek belum sanggup memberikan hasil yang signifikan.

4. Belum terkaitnya kegiatan riset dengan kebutuhan nyata akibatnya adalah terjadi in efisiensi yang luar biasa akibat duplikasi riset dan plagiarism. Dampak lainya adalah merapuhnya budaya riset sebagai pondasi kelembagaan riset dan teknologi, seperti yang terjadi pada sektor pendidikan, dimana pendidikan di Indonesia dapat dikatakan kurang berhasil membudayakan rasa ingin tahu, budaya belajar dan apresiasi yang tinggi pada pencapaian ilmiah.

5. Masih rendahnya aktivitas riset di perguruan tinggi, dimana perguruan tinggi yang diharapkan menjadi sebuah pusat keunggulan belum berhasil mengutamakan riset dan pengembangan dalam Tri Dharma Perguruan Tingginya.

Masalah-masalah tersebut di atas secara langsung telah menghambat perkembangan sains dasar dan teknologi di Indonesia serta proses penghiliran sains dasar sehingga hasil-hasil riset yang dilakukan tidak banyak terkait dengan kehidupan nyata. Oleh karena itu pembahasan berikutnya akan menguraikan tentang bagaimana menghilirkan sains dasar di Indonesia.

Pernyataan filsafat untuk sub bab ini:

Janganlah mencoba untuk menjadi manusia sukses, tetapi jadilah manusia yang memiliki otak yang bernilai (Albert Einstein)

Apabila seseorang membatasi kemampuannya, pada saat yang sama ia telah membatasi hasilnya (Charles M.Schwab)

Dalam dokumen Buku Filsafat Sains Dasar 2011 (Halaman 88-93)