• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Bernalar di Ilmu-ilmu Sosial .1 Bernalar di Ilmu Sosial Menurut Hegel

Dalam dokumen Buku Filsafat Sains Dasar 2011 (Halaman 51-56)

Georg Wilhelm Friedrich Hegel (lahir 27 Agustus 1770 – meninggal 14 November 1831 pada umur 61 tahun) adalah seorang filsuf idealis Jerman yang lahir di Stuttgart, Württemberg, kini di Jerman barat daya. Pengaruhnya sangat luas terhadap para penulis dari berbagai posisi, termasuk para pengagumnya (F. H. Bradley, Sartre, Hans Küng, Bruno Bauer, Max Stirner, Karl Marx), dan mereka yang menentangnya (Kierkegaard, Schopenhauer, Nietzsche, Heidegger, Schelling). Hegel merupakan filsuf yang pertama kali memperkenalkan gagasan bahwa sejarah dan hal yang konkret adalah penting untuk bisa keluar dari lingkaran philosophia perennis, yakni, masalah-masalah abadi dalam filsafat. Ia juga menekankan pentingnya Yang Lain dalam proses pencapaian kesadaran diri. Di tahun 1821, ketika berada Berlin, Hegel mempublikasikan karya utamanya dalam bidang filsafat politik, Elements of the Philosophy of Right, berdasarkan materi kuliah yang ia berikan di Heidelberg. Namun akhirnya nampak begitu jelas, dasar argumentasi dalam karya ini berasal dari objective spirit karya Encyclopaedia Philosophy of Spirit. Selepas 10 tahun menetap di Berlin, hingga meninggal pada 14 November 1831, manuskrip berikutnya dari karya Encyclopaedia, diterbitkan. Selepas kematiannya, kumpulan materi kuliah Hegel tentang philosophy of history, philosophy of religion, aesthetics, dan history of philosophy, juga turut dipublikasikan.

Hegel dikenal sebagai filsuf yang menggunakan dialektika sebagai metode berfilsafat. Dialektika menurut Hegel adalah dua hal yang dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa dikenal dengan

45

tesis (pengiyaan), antitesis (pengingkaran) dan sintesis (kesatuan kontradiksi). Tesis merupakan perwujudan atas pandangan tertentu,antitesis menempatkan dirinya sebagai opisisi, serta sintesis merupakan hasil rekonsiliasi atas pertentangan sebelumnya yang kemudian akan menjadi sebuah tesis baru. Dan begitu seterusnya. Sehingga ketiganya merupakan pertentangan yang kelak menjadi kesatuan utuh dalam realitas.

Sebagai sebuah analogi sederhana ada ’telur’ sebagai thesis, yang kemudian muncul ’ayam’ sebagai sebuah sinthesis, yang antithesisnya ’bukan-telur’. Dalam dilektika ini, bukan berarti ’ayam’ telah menghancurkan ’telur’ namun dalam hal ini sebenarnya ’telur’ telah melampaui dirinya sehingga menjadi ’ayam’ dengan sebuah proses, yang kemudian akan kembali menjadi telur, dan terus seperti itu. Sehingga dialektika merupakan proses pergerakan yang dinamis menuju perubahan.

Di dalam Philosophy of History, Hegel mencoba membuat suatu metode sejarah menjadi 3 seperti yang dijabarkan dalam uraian berikut.

1. Sejarah Asli. Metode ini memiliki warna yang khas, yang perajalanannya berkisar pada perbuatan, peristiwa, dan keadaan. Fase ini diawali dengan kemunculan filsuf era Yunani kuno, yakni; Herodotus, Thucydides, Xenophone, dll.

2. Sejarah Reflektif, merupakan sejarah yang cara penyajiannya tidak dibatasi oleh waktu yang berhubungan, melainkan yang ruhnya melampaui batas;

3. Sejarah Filsafati.

Hegel menyatakan bahwa sejarah merupakan konsepsi sederhana Rasio. Hegel pun mengungkapkan bahwa “Semua yang real bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat real”. Pernyataan ini cukup beralasan karena Hegel memulai pandangan metafisiknya dari rasio. “Ide yang bisa dimengerti” itu setali tiga uang dengan “kenyataan”. Selalu mengalami proses dialektika. Namun, perlu diuraikan, bahwa rasio disini bukan bermakna rasio manusia perseorangan, sebagaimana mengemuka dalam pandangan kita selama ini, melainkan rasio subyek absolute yang menerima kesetaraan ideal seluruh realitas dengan subyek. Kesetaraan antara “rasio” atau “ide” dengan “realitas” atau “ada”. Dan realitas utuh, sebagaimana dikehendaki Hegel, adalah proses pemikiran (idea) yang terus menerus memikirkan, dan sadar akan dirinya sendiri.

Apa yang benar, bagi Hegel adalah perubahan itu sendiri. Oleh karena itu, konsep filsafatnya menjadi amat relatif dan bersifat historis. Mulai dari sinilah lalu istilah “sejarah” begitu populer dalam filsafat Hegel. Hegel percaya bahwa sejarah adalah kepastian absolute yang akan diperoleh dengan mengkompromikan perbedaan-perbedaan ke dalam satu sistem integral yang dapat

46

mewadahi segala-galanya. Hegel ingin meleburkan berbagai perbedaan dalam sistem metafisiknya ke dalam satu sintesis universal, yakni Aufhebung. Aufhebung ini dapat berupa apa saja: Negara, Masyarakat, Pasar, atau institusi apa pun yang merupakan kompromi dari perbedaan-perbedaan. Hegel membayangkan adanya suatu sistem yang secara metafisik dapat memayungi segala anasir yang berbeda dan merangkulnya menjadi satu. Penalaran dialektis Hegel ini melihat perbedaan sebagai ancaman yang harus ditanggulangi dengan mengintegrasikannya ke dalam suatu pola yang koheren dan stabil. Dalam pandangan Hegel, kemungkinan-kemungkinan direpresi sedemikian rupa dengan menyajikan gambaran yang sepenuhnya pasti tentang masa depan. Hegel sendiri memandang filsafat dan metafisika haruslah memberi kepastian kepada manusia modern. Kepastian ini diperlukan agar mereka dapat melangkah menuju masa depan dengan langkah yang tepat dan terukur.

Pusat filsafat sejarah Hegel ialah konsep Geist, bermakna “roh” atau “spirit”. Roh dalam pandangan Hegel adalah sesuatu yang real, konkret, kekuatan yang obyektif, menjelma dalam berbagai bentuk sebagai world of spirit (dunia roh), dan yang terdapat pada obyek-obyek khusus. Dalam kesadaran diri, roh itu merupakan esensi manusia dan esensi sejarah manusia. Perkembangan Roh bisa dipetakan menjadi tiga, pertama, roh subyektif, menjelaskan bahwa setiap orang masih bertaut erat dengan alam. Pada masa ini, roh mulai bergeser dari “berada-di-luar-dirinya” menuju “berada-bagi-dirinya”. Namun, karena ia belum benar-benar berpindah “bagi-dirinya”, karenanya ia tidak dapat ditukar dengan yang lain. Maksudnya, manusia masih sebagai bagian dari alam karena ia hanya menampakkan drinya sebagian, belum sepenuhnya.

Kedua, roh obyektif, menjelaskan bahwa bentuk-bentuk alamiah yang terkandung dalam roh subyektif diperluas, atau lebih tepatnya direalisasikan, ke dalam wilayah yang lebih konkret. Kehendak rasional yang tadinya besifat individual dibahasakan secara obyektif ke dalam bentuk yang lebih universal. Karena sebab inilah, roh obyektif lebih dominan mengandung unsur-unsur etika, misalnya kesusilaan, moralitas, dan hukum. Unsur-unsur etika dari roh obyektif tadi semakin menemukan tempatnya ketika terjadi pertemuan roh subyektif menuju tingkat yang lebih dewasa dalam keluarga, masyarakat, dan Negara, serta tentu saja sejarah; tempat ketiganya berkembang sebagai proses pertemuan antara idealitas dan realitas.

2.2.6.2 Ekonomi dalam Sudut Pandang Karl Marx

Secara spesifik Karl Marx memiliki pandangan bahwa upah adalah sebagian dari barang-barang dagangan yang telah ada, dengan mana si kapitalis membeli untuk dirinya sendiri sejumlah tertentu tenaga kerja yang produktif. Oleh karena itu upah adalah jumlah uang yang dibayar oleh kapitalis

47

untuk waktu kerja yang tertentu atau untuk hasil kerja tertentu. Sehingga si kapitalis tampaknya membeli kerja mereka dengan uang. Mereka menjual kerjanya kepada kapitalis untuk uang. Tapi ini hanya nampaknya saja. Dalam kenyataannya apa yang mereka jual kepada si kapitalis untuk uang adalah tenagakerja mereka. Kapitalis membeli tenaga kerja ini untuk sehari, seminggu, sebulan dst. Dengan kata lain upah adalah harga suatu barang-dagangan tertentu, yaitu tenaga kerja. Dan upah ditentukan oleh hukum-hukum yang sama dengan yang menentukan harga setiap barang dagangan lainnya. Maka masalahnya ialah, bagaimana harga suatu barang-dagangan ditentukan?

Harga suatu barang-dagangan ditentukan oleh persaingan antara pembeli dan penjual, oleh hubungan permintaan dengan persediaan, tuntutan dengan penawaran. Turun naiknya harga ditentukan oleh hubungan yang berubah-ubah dari penawaran dan permintaan. Jika harga suatu barang dagangan naik banyak karena penawaran tidak cukup atau karena permintaan bertambah dengan tidak sepadan, maka harga salah suatu barang-dagangan lain harus turun secara sebanding, sebab harga dagangan hanya menyatakan dalam uang perbandingan pertukaran barang-dagangan lain dengan barang barang-dagangan itu.

Para ahli ekonomi mengatakan bahwa harga rata-rata barang dagangan-barang dagangan sama dengan biaya produksi; bahwa ini adalah hukum. Biaya produksi terdiri dari 1) bahan-bahan mentah dan penyusutan-harga perkakas-perkakas, yaitu, terdiri dari barang hasil-barang hasil industri yang pembuatannya telah makan sejumlah hari kerja tertentu dan yang karena itu, mewakili sejumlah waktu kerja tertentu, dan 2) dari kerja langsung, yang ukurannya justru waktu.

Hukum-hukum umum yang sama yang mengatur harga barang dagangan-barang dagangan pada umumnya, sudah tentu mengatur juga upah, harga kerja.

Upah akan naik dan turun sesuai dengan hubungan penawaran dan permintaan. Turun-naiknya upah pada umumnya bersesuaian dengan turun-naiknya harga-harga barang-dagangan yang ditentukan oleh biaya produksi tenagakerja. Biaya produksi tenagakerja. adalah biaya yang diperlukan untuk memelihara buruh sebagai seorang buruh dan memajukannya menjadi seorang buruh. Oleh sebab itu, biaya produksi tenaga kerja yang sederhana, adalah sebesar biaya hidup dan reproduksi dari buruh. Harga biaya hidup dan reproduksi ini membentuk upah. Upah yang ditentukan demikian ini dinamakan upah minimum. Upah minimum ini tidak berlaku bagi orang seorang sendiri-sendiri, tetapi bagi seluruh jenisnya. Buruh seorang-seorang, jutaan buruh, tidak mendapat cukup untuk dapat hidup dan membiakkan diri; tetapiupah segenap klas buruh, di dalam turun-naiknya, menyamaratakan diri ke taraf minimum ini.

48

Mengenai kapital, Karl Marx berpendapat bahwa kapital terdiri dari segala macam bahan-bahan mentah, perkakas-perkakas kerja dan bahan-bahan keperluan hidup yang digunakan untuk menghasilkan bahan mentah yang baru, perkakas kerja baru dan bahan-bahan keperluan hidup yang baru. Semua bagian susunan dari kapital ini adalah ciptaan kerja, barang hasil-barang hasil kerja, kerja yang telah diakumulasi. Kerja yang telah diakumulasi yang menjadi alat untuk produksi baru adalah kapital.

Kapital adalah juga suatu hubungan produksi sosial yang merupakan suatu hubungan produksi

darimasyarakat borjuis. Oleh karena itu, kapital tidak hanya jumlah dari barang hasil material; ia adalah jumlah dari barang dagangan-barang dagangan, dari nilai-nilai tukar, dari besaran-besaran

sosial.

Kapital tetap sama, meskipun wol diganti dengan kapas, gandum dengan beras atau kereta-api dengan kapal-uap, asal saja tubuh kapital yaitu kapas, beras, kapal-uap, mempunyai nilai-tukar yang sama, harga yang sama dengan wol, gandum, kereta-api, yang tadinya menjelmakan kapital itu. Tubuh kapital dapat berubah terus-menerus sedangkan kapital itu tidak mengalami perubahan sedikitpun.

Kapital hanya dapat bertambah dengan menukarkan dirinya dengan tenagakerja, dengan menghidupkan kerja-upahan. Tenaga kerja buruh-upahan hanya dapat ditukar dengan kapital dengan jalan menambah kapital, dengan memperkokoh kekuasaan yang memperbudak dia. Karenanya, bertambahnya kapital adalahbertambahnya proletariat, yaitu bertambahnya klas buruh. Oleh karena itu, syarat perlu untuk keadaan buruh yang agak baik ialah pertumbuhan kapital

produktif yang secepat-cepatnya. Pertumbuhan kapital produktif adalah pertumbuhan kekuasaan

kerja yang telah diakumulasi atas kerja hidup. Pertumbuhan penguasaan borjuasi atas kelas buruh. Mengatakan bahwa kepentingan kapital dan kepentingan buruh adalah satu dan sama, hanya berarti mengatakan bahwa kapital dan kerja-upahan adalah dua segi dari hubungan yang satu dan sama. Yang satu mensyaratkan yang lain tepat sebagaimana lintah-darat dan pemboros saling mensyaratkan satu sama lain.

Maka, apakah hukum umum yang menentukan naik-turunnya upah dan laba dalam hubungan timbal-baliknya? Upah dan laba berbanding balik satu sama lain. Andil kapital, laba, naik dalam perbandingan yang sama dengan turunnya andil kerja, upah, dan sebaliknya. Laba naik sebanyak turunnya upah; laba turun sebanyak naiknya upah. Karena itu, tampaklah bahwa sekalipun kita tetap di dalam hubungan kapital dengan upahan, kepentingan kapital dan kepentingan

kerja-49

upahan secara langsung bertentangan. Bahkan keadaan yang paling menguntungkan pun bagi klas buruh, pertumbuhan secepat-cepatnya dari kapital, biar bagaimana pun juga keadaan itu dapat memperbaiki kehidupan material buruh, ia tidak menghilangkan antagonisme antara kepentingan buruh dengan kepentingan borjuasi, kepentingan kaum kapitalis. Laba dan upah tetap berbanding balik sebagai sediakala.

Dalam dokumen Buku Filsafat Sains Dasar 2011 (Halaman 51-56)