• Tidak ada hasil yang ditemukan

Maju Dengan Sikap Paradigmatif

Dalam dokumen Buku Filsafat Sains Dasar 2011 (Halaman 161-167)

DAFTAR BACAAN

5.4 Maju Dengan Sikap Paradigmatif

5.4.1 Pengertian

Paradigma adalah sikap yang berlandaskan cara pandang dan cara kerja yang efisien, nyaman dan efektif. Cara pandang ini sebaiknya selalu berlaku pada jenis aturan apapun. Inilah cara yang tepat bagi ilmuwan agar tetap terjaga produktifitasnya dalam memajukan ilmu dan institusinya. Paradigma adalah kumpulan anggapan yang disepakati bersama untuk digunakan sebagai pola pikir dan pola kerja untuk menyusun strategi.

5.4.2 Etos Kerja

Etos sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti adat dan kebiasaan. Etos merupakan kunci dan pondasi keberhasilan suatu masyarakat atau bangsa diterima secara aklamasi. Selain itu, etos merupakan syarat utama bagi semua upaya peningkatan kualitas tenaga kerja atau Sumber Daya Manusia (SDM), baik pada level individual, organisasional, maupun sosial. Selain itu, metode pembangunan integritas bangsa harus dilakukan secara fokus dan serius, membawa misi perbaikan dalam proses berkesinambungan, serta keterlibatan total dari seluruh elemen masyarakat Indonesia Kerja adalah anugerah, oleh karena itu anugerah yang didapatkan harusnya dapat membahagiakan kehidupan kita dalam menjalaninya. Selanjutnya kerja itu adalah amanah, maka senantiasalah menjaga kerja sebagai suatu titipan yang akan dipertanggungjawabkan nanti di akhirat. Oleh karena itu menyia-nyiakan kerja adalah perbuatan dosa. Kerja adalah ibadah, maka senantiasalah memperbanyak produktifitas agar kerja sebagai ibadah mempunyai hasil yang tinggi.

Kerja adalah nafkah, dengan bekerja sungguh-sungguh niscaya kebutuhan hidup akan terpenuhi. Kerja adalah semangat dan keringat, tiada hasil yang baik tanpa ada ikhtiar yang sunguh-sungguh didalamnya. Kerja adalah produktifitas, wajib ada hasil dalam setiap kerja yang dilakukan. Tanpa hasil kerja belum bisa dikatakan selesai. Kerja adalah ketulusan, kejujuran dalam kerjasama untuk manfaat. Kerja adalah disiplin dan martabat, kerja yang dibarengi dengan disiplin biasanya mampu mengahasilkan produk yang tinggi dan biasanya produk itu berkualitas.

Kerja sebagai kehormatan, dan karenanya kita wajib menjaga kehormatan itu dengan menampilkan kinerja yang unggul (excellent performance). Kehormatan itu berakar pada kualitas dan keunggulan. Misalnya, Singapura meskipun negeri kecil dari segi ukuran, tetapi tinggi dari segi mutu birokrasi,

150

nyaris bebas KKN, dan unggul di bidang SDM dan pelayanan sehingga memperoleh status terhormat dalam percaturan bangsa-bangsa.

Yang utama adalah keunggulan budi dan keunggulan karakter yang menghasilkan kerja dan kinerja yang unggul pula. Tentunya, keunggulan tersebut berasal dari buah ketekunan seorang manusia Mahakarya. Kemampuan menghayati pekerjaan menjadi sangat penting sebagai upaya menciptakan keunggulan. Intinya, saat kita melakukan suatu pekerjaan maka hakikatnya kita sedang melakukan suatu proses pelayanan. Menghayati pekerjaan sebagai pelayanan memerlukan kemampuan transendensi yang bersifat melampaui ruang gerak manusia yang kecil.

5.4.3 Paradigma Tridharma Terpadu Produktif Terukur

Tridharma Perguruan Tinggi adalah Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat adalah merupakan kegiatan pokok perguruan tinggi yang wajib dilaksanakan baik secara institusional ataupun individual khususnya bagi tenaga akademik (dosen) yang merupakan penggerak utama perguruan tinggi.

Tridharma jika kita jadikan paradigma harus punya fungsi sebagai generator kegiatan sekaligus generator kemajuan tenaga akademiknya terutama dalam karir dan kesejahteraannya. Paradigma tridharma perguruan tinggi mempunyai ciri-ciri terpadu, produktif dan terukur. Terpadu adalah kegiatan disatu dharma memicu kegiatan baru untuk didharmakan, produktif artinya setiap kegiatan harus menghasilkan produk (produktif), terukur merupakan produk dari kegiatan terukur dalam angka kredit dan pendapatan

151

Gambar 5.1. Diagram Tri Dharma Perguruan Tinggi : Poin dan Coin Generator

Pada diagram diatas terlihat bahwasanya tridharma perguruan tinggi adalah sentral dari produksi yang akan bisa dilempar ke tengah-tengah masyarakat jika memang terjadi simbiosis mutualisme antara perguruan tinggi dengan stake holder yang ada di masyarakat. Artinya perguruan tinggi adalah sebagai problem solving terhadap segala kegiatan yang terjadi di masyarakat. Ini merupakan paradigma terpadu, produktif dan terukur yang mesti menjadi tujuan akhir dari perguruan tinggi di Indonesia.

Bagaimana menjalankan paradigma tridharma terpadu, produktif, terukur tersebut? Untuk menjawab hal ini ada beberapa hal penting yang harus dilakukan, yaitu:

1. Penting untuk individu (secara aktif, kreatif, dan inovatif) memperbanyak latihan serta pemahaman bagaimana menghasilkan kegiatan dalam konsep terpadu. Berlatih mengerjakan kegiatan dan produktif mencapai sasaran. Memperbanyak gaul, semakin banyak interaksi dibentuk maka akan semakin banyak kerjasama yang bisa diaplikasikan dalam rangka menjalankan tridharma perguruan tinggi.

2. Kelompok keahlian harus memiliki pemimpin yang baik dan dapat menjadi motivator bagi anggotanya, dapat mengatur kerjasama antar anggota, mobilitas anggota dan pengaturan

152

pembagian tugas belajar. Strategi pertumbuhan ilmu, penerapan ilmu dan pengembangan diklat terkait perlu menjadi perhatian agar kelompok keahlian mendapatkan pembelajaran yang tepat untuk pengembangan ilmunya.

3. Institusi harus lebih mampu melakukan pengaturan kegiatan bagi manfaat institusional, saling belajar dan berbagi pengalaman dan yang terpenting adalah dukungan fasilitas, regulasi dan kesaling pengertian.

Saat kita berbicara mengenai sebuah lembaga pendidikan maka di dalamnya harus terdapat kurikulum yang paradigmatik, staf pengajar yang amanah dan memiliki kompetensi di bidangnya, proses belajar mengajar, lingkungan dan budaya kampus. Selain itu, terdapat ruang interaksi dan sinergi dengan keluarga dan masyarakat. Adanya interaksi dan sinergi ini diharapkan dapat menciptakan manusia Indonesia yang dirindukan pada abad mendatang, yaitu manusia yang memiliki kualitas SDM-nya serta mentalitasnya.

Jika dimensi ini benar-benar tercipta sudah barang tentu ia sudah siap menghadapi bahkan siap sebagai pelaku di era teknologi itu karena salah satu agenda penting bagi bangsa kita di abad 21 adalah mengusahakan agar kualitas tenaga kerja kita menjadi tenaga kerja bersaing dengan kemapanannya. Sumber daya manusia bangsa ini perlu dikembangkan hingga mencapai kualitas yang setara dengan bangsa-bangsa yang telah maju terlebih dahulu dibandingkan Indonesia. Hal ini semakin penting, karena selain masalah ekonomi yang menjadi penyakit akut di Indonesia, sesungguhnya kualitas SDM menjadi titik kritis sentral dalam proses tata kemajuan peradaban suatu bangsa secara luas baik dilihat secara politik, teknologi, kultural, maupun manajerial.

5.4.4 Paradigma pengembangan tenaga akademik

Tenaga akademik menjadi pokok pada perkembangan perguruan tinggi. Untuk mengembangakan tenaga akademik yang baik diperlukan etos kerja yang baik. Tenaga akademik yang tidak lain adalah sumber daya utama harus mengembangkan ilmu yang dianggapnya proses menjadi hal yang berguna. Pengembangan tersebut meliputi:Mengembangkan kemampuan abstraksi dan menghubungkan teori dalam menyederhanakan permasalahan, mengembangkan dirinya sebagai “server”masyarakat dan pasar , mengembangkan dirinya untuk menjadi terbaik dan mengembangkan kemampuan manajemen kerja

Selain mampu mengembangkan diri, sebagai tenaga akademik harus mempunyai empat hal yang baik sebagai berikut: Baik pada bidang kompetensinya dan maupun alih iptek dari dan kedirinya ,

153

baik produktivitas karyanya dan diakui oleh komunitas bidangnya, baik leadershipnya (team work) dan baik peran sosialnya (komunikatif).

Sumber daya manusia yang baik harus memiliki dua hal yang utama yaitu: 1. Semangat

 Perguruan tinggi harus berkeinginan kuat agar staf akademiknya (terseleksi) diprogramkan untuk mendapatkan gelar doktor (s3) melalui riset yang benar dan bermanfaat

2. Kemampuan

Kompetensi akademik yang menajam (cone of competence)

 Seiring dengan akademik perlu mendapatkan pengetahuan dan pengalaman manajerial yang komplementer ( spiral of management )

Gambar 5.2. Spiral of Management

Pada tingkat kedewasaan menengah, seorang staf akdemik harus mempunyai dan memahami wawasan sosio nasionalisme yang antara lain berisi tentang pemahaman kebangsaan dan cinta tanah air, kehidupan demokrasi dalam mengambil keputusan bagi kepentingan bangsa dan Negara dan demokrasi dalam memilih pemimpin bangsa dan Negara, kehidupan yang berkeadilan dan terlindungi secra hokum, peraulan antar bangsa dan masalah penjajahan dan kemerdekaan[19].

5.4.5 Proaktif mengatasi Kacaunya Birokrasi

Pelaksanaan birokrasi biasanya sangat merujuk pada regulasi (peraturan), sedangkan regulasi ini pada umumnya diciptakan oleh ahli-ahli yang biasanya menyajikan regulasi, dalam hal ini kementrian pendayagunaan aparatur negara. Definisi-definisi kadang kurang tepat untuk kegiatan akademik yang harus selalu didorong maju. Banyak regulasi yang kalimatnya bersifat larangan (tidak, jangan) yang membendung munculnya kreatifitas dan inovasi.

154 Contoh:

Selama tugas belajar di luar negeri, dosen tidak boleh dinaikkan jabatan akademiknya (juga pangkat). Tugas belajar dalam suatu negara untuk meningkatkan kompetensi diri agar institusi (perguruan tingginya) maju. Tugas ini penuh resiko, karena harus rajin, pandai dan cermat, karena jika tidak, bisa mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat menyelesaikan studinya dengan baik. Seharusnyalah setiap prestasi akademik selama tugas belajar perlu dihitung, baik langsung atau disesuaikan dengan jenis pekerjaan jika tidak sedang dalam tugas belajar keluar negeri. Misalnya, mengajar menjadi tugas Teaching Assistant dari profesor pembimbing, atau menjadi junior lecturer. Menulis diktat masih bisa berjalan dengan membuat lecture notes versi luar negeri yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

5.4.6 PPAK (Panitia Penilai Angka Kredit) Sebagai Panitia Pemantau Karir

PPAK pada umumnya bertugas memberikan angka kredit pada kegiatan dosen (dengan bukti) yang diusulkan oleh dosen tersebut. Terjadilah proses pencoretan angka (dikurangi atau dibatalkan). Proses itu sangat kontra produktif dan menjadi kendala silaturrahmi. Bagaimana jika dengan suatu software sederhana database karya dosen dimasukkan dengan bukti yang ada dan PPAK ini mengingatkan perlunya dosen berkegiatan tertentu (yang kurang) dan promosi kenaikan jabatannya yang merencanakan adalah PPAK, di mana dosen diminta melengkapi data jauh sebelum usulan tersebut diajukan ke sidang resmi. Jadi tidak ada pencoretan karena PPAK yang memberikan angka dan yang mendorong dosen untuk naik jabatan akademik.

Demikianlah kebijakan-kebijakan elegan dapat dimunculkan dari seorang leader dengan tetap tidak melanggar regulasi.

155

Dalam dokumen Buku Filsafat Sains Dasar 2011 (Halaman 161-167)