• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI ANTIHISTAMIN.doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI ANTIHISTAMIN.doc"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

HISTAMIN DAN ANTIHISTAMIN HISTAMIN DAN ANTIHISTAMIN

KELOMPOK: D XII KELOMPOK: D XII

A

AMMEEEER R RRIIDDHHWWAAN N BBIIN N OOSSMMAAN N ::110022000099332277 M

MUUHHAAMMMMAAD D HHAAZZIIM M AAFFIIF F BBIIN N AAMMIIRRUUDDIIN N ::110022000099332288 JJEEYYAABBAASSKKAARRAAN N AA//L L RREENNGGAANNAATTHHEEN N ::110022000099333322 S SPPOOOOBBAALLAAN N AA//L L SSUUBBRRAAMMAANNIIAAM M ::110022000099333333 T THHIIRRUUMMUURRUUGGAAN N AA//L L NNYYAANNAASSEEGGRRAAMM ::110022000099333344 W WAAN NN NOOR R AASSHHIIRRA A BBT T WWAAN N AAHHMMAAD D AAMMRRAANN ::110022000099333355  NURUS SAKINAH NA

(2)

Latar belakang

§

Histamin adalah senyawa jenis amin yang terlibat dalam tanggapan imun lokal, selain itu senyawa ini juga berperan dalam pengaturan fungsi fisiologis di lambung dan sebagai neurotransmitter. Sebagai tanggapan tubuh terhadap patogen, maka tubuh memproduksi histamin di dalam basofil dan sel mast, dengan adanya histamin maka terjadi peningkatan  permeabilitas kapiler-kapiler terhadap sel darah putih dan protein lainnya. Hal ini akan

mempermudah sel darah putih dalam memerangi infeksi di jaringan tersebut. Histamin  bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor histamin di sel. Ada 4 jenis reseptor histamin

yang telah diidentifikasi, yakni:

Reseptor Histamin H1: Reseptor ini ditemukan di jaringan otot, endotelium, dan sistem syaraf   pusat. Bila histamin berikatan dengan reseptor ini, maka akan mengakibatkan vasodilasi,  bronkokonstriksi, nyeri, gatal pada kulit. Reseptor ini adalah reseptor histamin yang paling  bertanggungjawab terhadap gejala alergi.

Reseptor Histamin H2: Ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung.

Reseptor Histamin H3: Bila aktif, maka akan menyebabkan penurunan penglepasan neurotransmitter, seperti histamin, asetilkolin, norepinefrin, dan serotonin.

Reseptor Histamin H4: Paling banyak terdapat di sel basofil dan sumsum tulang. Juga ditemukan di kelenjar timus, usus halus, limfa, dan usus besar. Perannya sampai saat ini  belum banyak diketahui.

Beberapa fungsi pengaturan di dalam tubuh juga telah ditemukan berkaitan erat dengan kehadiran histamin. Histamin dilepaskan sebagai neurotransmitter. Aksi penghambatan reseptor histamin H1 (antihistamin H1) menyebabkan mengantuk. Selain itu ditemukan pula  bahwa histamin juga dilepaskan oleh sel-sel mast di organ genital pada saat terjadi orgasme.

Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor histamin H1. Antihistamin ini biasanya digunakan untuk  mengobati reaksi alergi yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi) sepertiserbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh. Terdapat bebrapa jenis, yang dikelompokkan  berdasarkan sasaran kerjanya terhadap reseptor histamin yaitu:

Antagonis Reseptor Histamin H1: Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah: difenhidramin, loratadin, desloratadin, meclizine, quetiapine dan prometazin.

(3)

Antagonis Reseptor Histamin H2: Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung, Dengan demikian, antagonis H@ (antihistamin H2) dapat digunkaan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan utuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidin, famotidin, ranitin, nizatidin, roxatidin dan lafutidin.

Antagonis Reseptor Histamin H3: Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif, Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobat penyakit Alzheimer’s dan schizophernia. Contoh obatnya adalah ciproxifan dan clobenpropit.

Antagonis Reseptor Histamin H4: Memiliki khasiat imunomodulator, sdang diteliti khasitanya sebagai antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperaminda.

Obat antihistamin memegang peran penting karena banyak sekali penyakit kulit yang disertai gejala gatal-gatal atau akibat alergi lain yang didasarkan pada penglepasan histamin. Reaksi yang timbul pada kulit akibat histamin yang terkenal dengan reaksi triple respnse yang terdiri dari: red spot, wheal (edema) dan kemerahan (flare). Red spot sering kali tidak   jelas terlihat karena ditutup oleh wheal.

Uji kaji antihistamin dan histamin ini akan dilakukan dengan metode Golden Rule: tersamar ganda. Tersamar ganda (double blind clinical trial) adalah studi dalam bidang kedokteran terhadap khasiat suatu obat, si pemberi obat maupun si penerimanya tidak  mengetahui obat yang diminum obat atau plasebo dengan tujuan untuk menghindari faktor  subyektivitas yang akan mempengaruhi keabsahan hasil pengamatan.

Tujuan

Melakukan praktikum Golden Rule; tersamar ganda untuk mengobservasi efek berbagai antihistamin oral pada orang percobaan untuk melawan kerja histamin serta efek proteksi antihistamin pada bronkokonstriksi akibat penyemprotan larutan histamin yang dilakukan  pada hewan coba.

Sasaran Belajar

• Memperlihatkan efek triple response akibat pemberian histamin intradermal pada

manusia

• Memperlihatkan dan membandingkan efek berbagai jenis antihistamin oral dalam

melawan efek histamin

• Memperlihatkan dan membandingkan efek proteksi berbagai jenis antihistamin terhadap

timbulnya bronkokontriksi akibat semprotan histamin

• Memperlihatkan efek adrenalin dalam menanggulangi keadaan darurat akibat reaksi

(4)

• Membiasakan diri dengan Golden Rule; “tersamar ganda”

Metode

Menggunakan metode tersamar ganda atau double blind clinical trial dengan penggunaan obat antihistamin oral seperti Chlorpheniramine maleate (CTM), Cetirizin, Siproheptadin, Loratadin, Homoclomin dan Sacharum lactis (plasebo) yang dikemas dalam kapsul yang sama bentuk,besar dan warnanya tetapi dosis yang berbeda.

Alat dan bahan

1. Hewan coba: 4 ekor marmot.

2. Alat-alat yang dipakai: -tensimeter, stestoskop, termometer kulit, penggaris. -sungkup hewan coba dan nebulizer 

-semprit 2,5 cc, tuberkulin dan jarum suntik no 23G dan 26G -kertas karton yang telah dilubangi dan kapas.

3. Obat-obat: -larutan histamin 1:80

-larutan garam faal (NaCl 0,9%) -larutan alkohol 70%

-larutan antihistamin: difenhidramin dan klorfeneramin -antihistamin oral: Chlorpheniramine maleat (CTM)

Cetirizin

Siprohemtadin Loratadin Homoclomin

Sacharum lactis (plasebo)

Antihistamin dan plasebo di atas dikemas dalam kapsul yang sama bentuk,  besar dan warnanya.

(5)

1. Tiap kelompok 2 orang percobaan dipilih yang tidak mempunyai riwayat alergi, baik  itu alergi kulit seperti gatal-gatal, urtikaria, angio-edem atau sistem organ lain seperti asma bronkial, tukak lambung dll.

2. Orang percobaan puasa 4 jam sebelum percobaan dimulai agar absorpsi obat  berlangsung dengan baik.

Tatalaksana

A. Praktikum dengan orang percobaan

Untuk melihat timbulnya reaksi triple response akibat pemberian histamin intradermal  pada manusia.

1. Pengukuran tanda vital dilakukan: tekanan darah, nadi, frekuensi nafas dan suhu kulit,  pada orang percobaan yang berbaring di atas meja laboratorium. Tiap kelompok 

terdiri 2 orang mahasiswa sebagai orang percobaan dan lainnya bertindak sebagai  pengamat.

2. Dilakukan 2 kali dengan interval 5 menit dan nilai rata-ratanya dicari.

3. Orang percobaan dalam posisi duduk dengan lengan bawah diletakkan di atas meja laboratorium dengan bagian voler menghadap ke atas.

4. Lengan bagian voler kiri dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi alkohol untuk  tindakan asepsis, yaitu dengan secara sentrifugal (dari bagian dalam ke luar) diusap. 5. Kertas karton yang telah dilubangi sebagai alat bantu diletakkan di atas bagian voler 

lengan yang telah dipersihkan tadi dan goresan X dilakukan di dalam lubang tadi. Goresan tidak dilakukan terlalu dalam sampai keluar darah dan tidak terlalu besar  sehingga keluar dari lubang.

6. Larutan histamin diminta pada instruktur dan diteteskan 1 tetes tepat di atas goresan tadi. Waktunya dicatat dan larutan tadi dibiarkan terhisap habis.

7. Observasi dilakukan kapan timbulnya triple response, dicatat sebagai mula kerja dan diukur diameter terpanjang dan terpendek dari udem dan area kemerahan dan dicatat saat triple response mencapai ukuran maksimal sebagai lama kerja.

8. Semua nilai tadi dicatat sebagai parameter dasar.

9. Obat antihistamin diminta pada instruktur dan dicatat kodenya, kemudian obat tadi diminum dengan segelas air oleh orang percobaan.

10. Setelah menunggu 1 jam, maka dilakukan lagi pengukuran tanda vital, suhu kulit serta  percobaan goresan histamin persis di atas.

(6)

11. Triple response dibandingakan yang terjadi sebelum dan selepas minum obat.

12. Semua gejala yang terjadi pada ornag percobaan dicatat juga seperti: mengantuk., mulut kering dll.

B. Demonstrasi efek semprotan histamin pada marmot

Pada percobaan ini akan diperlihatkan terjadinya bronkospasme pada hewan coba marmot akibat semprotan larutan histamin, juga akan terlihat proteksi oleh antihistamin yang diberikan pada marmot sebelum semprotan dan penganggulangan keadaan darurat akibat  bronkospasme yang dpaat menyebabkan kematian marmot oleh adrenalin.

1. Diambil 4 ekor marmot, diberi tanda pada masing-masing marmot, sehingga jelas marmot yang diberi proteksi antihistamin dan yang tidak.

2. Dua ekor marmot disuntik antihistamin, masing-masing dengan larutan difenhidramin dan larutan klorfeniramin maleat secara intraperitoneal, 30 menit sebelum dilakukan semprotan histamin.

3. Disiapkan semprit dan ampul adrenalin yang sudah siap untuk disuntikan.

4. Setelah 30 menit, 2 ekor marmot yang telah disuntik antihistamin dan 2 ekor lagi yang  belum diproteksi antihistamin dimasukkan ke dalam sungkup kaca.

5. Semprotan larutan histamin 1:80 dilakukan dengan menggunakan nebulizer kira-kira sebanyak 1ml.

6. Perubahan yang timbul pada keempat ekor marmot tadi diperhatikan, di mana marmot yang tidak diproteksi antihistamin akan mengalami gejala-gejala bronkospasme. Segera dikeluarkan marmot yang mengalami bronkospasme dari sungkup kaca dan segera disuntik larutan adrnalin intaperotoneal, tindakan pemijatan ringan dilakukan untuk membantu pernafasannya.

Hasil

A. Praktikum dengan orang percobaan

(7)

Parameter Sebelum intake antihistamin Setelah intake antihistamin Tekanan Darah 100/60mmHg 110/70mmHg

Nadi 62/min 58/min

Frekuensi pernafasan

12/min 16/min

Suhu kulit 34.61 oC 35.08 oC

Masa red spot 31 saat 3 menit Diameter maksimal flare 3.0 x 4.8 cm 3.0 x 3.8 cm Diameter maksmal wheal 0.5 x 1.0 cm 0.8 x 1.9 cm Masa maksimal triple response 6 menit 6menit Gejala subyektivitas - -XII (B)

Parameter Sebelum intake antihistamin Setelah intake antihistamin Tekanan Darah 100/70mmHg 116/80mmHg

Nadi 72/min 50/min

Frekuensi pernafasan

20/min 21/min

Suhu kulit 35.80 oC 35.50 oC Masa red spot 10 saat 4 menit Diameter maksimal flare 2.6 x 5.4cm -Diameter maksmal wheal 0.6 x 0.9cm -Masa maksimal triple response 5 menit

(8)

B. Demonstrasi efek semprotan histamin pada marmot

Marmot Efek semprotan histamin Penanggulangan Disuntik 

antihistamin

gelisah, bronkonstriksi disuntik dengan adrenalin dan dipijat ringan untuk membantu pernafsan,

marmot kembali bernafas seperti  biasa

Tidak disuntik  antihistamin

diam, bernafas seperti biasa

-Diskusi

A. Praktikum dengan orang percobaan

1. Berdasarkan hasil praktikum yaitu perbandingan antara data basal dan setelah minum obat, kelompok kami menebak obat yang telah dikonsumsi adalah Chlorpheniramine maleat (CTM). Setelah dipastikan oleh dosen bahwa ternyata obat itu memang benar  adalah Chlorpheniramine maleat (CTM).

2. Chlorpheniramine maleat (CTM) adalah golongan obat antihistamin alkilamin Generasi 1 yang mencegah tanda-tanda alergi pada kondisi seperti rhinitis dan urtikaria.

3. Chlorpheniramine atau chlorphenamine maleat merupakan antagonis H1 reseptor  antihistamin dan bekerja sebagai penghambat reabsorpsi serotonin-norepinephrine. 4. Golongan obat jenis ini umumnya mula bekerja cepat dan masa kerjanya adalah

singkat. Dosis obat CTM yang normal adalah 4-8 mg dan masa kerjanya adalah dari 4 sampai 6 jam.

5. Selain itu,obat dalam golongan tersebut juga menimbulkan rasa kantuk pada orang yang mengambilnya.

6. Ada juga efek antikolinergik karena pemakaian obat tersebut. Contohnya, mulut kering,sukar miksi dan impotensi.Efek yang disebut seperti rasa ngantuk dan mulut kering diperhatikan pada orang percobaan selama percobaan tersamar ganda ini.

7. Oleh itu, para instruktor dalam kelompok kami mendapati gampang untuk menebak  obat yang diminum orang percobaan.

(9)

B. Demonstrasi efek semprotan histamin pada marmot

Histamin merangsang atau, lebih jarang, melemaskan berbagai otot-otot halus. Kontraksi ini disebabkan oleh aktivasi reseptor H1, dan relaksasi (untuk sebagian besar) adalah karena

aktivasi reseptor H2. Tanggapan bervariasi antara spesies dan bahkan di antara manusia. Otot

 bronkial marmut adalah sangat sensitif. Dosis kecil histamin juga akan membangkitkan  bronkokonstriksi intens pada pasien dengan penyakit asma dan beberapa penyakit paru-paru

lainnya, di manusia normal, efeknya tidak begitu terasa. Meskipun pengaruh spasmogenic dari reseptor H1 dominan dalam otot bronkus manusia, reseptor H2dengan fungsi dilator juga

hadir. Jadi histamin-induced bronkospasme mungkin melibatkan komponen refleks tambahan yang timbul dari iritasi ujung saraf aferen vagal.

Kesimpulan

Obat yang dikonsumsi oleh orang percobaan kelompok kami adalah Chlorpheniramine maleat (CTM). Hasil eksperimen ini, didapati bahwa ahli kelompok kami berjaya menebak  kedua-dua obat yang diambil O.P dengan benar. Ini membuktikan bahwa ahli kelompok kami telah memahami akan konsep Gold Standard; ujian tersamar ganda dan telah melakukan eksperimen dengan benar. Di sini dapat ditambah juga, selepas melakukan eksperimen, ahli kelompok telah mengobservasi cara kerja histamin dan antihistamin, efek, indikasi dan kontr-indikasi histamin pada O.P.

(10)

1. Nah Y.K, Rumawas M.A, Azalia A, Sudradjat S, Wijaya D. Buku panduan tatalaksana praktikum farmakologi. Bagian farmakologi. Fakultas Kedokteran. Universitas Kristen Krida Wacana. 2010.

2. Medical Pharmacology at a glance. Micheal J. Neal. 5th Edition. Jakata; Penerbit

Erlangga: 2006.

3. Histami. Diunduh dari http://www.apoteker.info/Topik%20Khusus/histamin.htm, 22 April 2011.

4. Mekanisme histamin. Diunduh dari http://www.news-medical.net/health/Histamine-Mechanism-(Indonesian).aspx, 22 April 2011.

Referensi

Dokumen terkait

Pada menit ke 30:28 terjadi mulai efek anestesi yang ditandai dengan tidurnya mencit, namun jika diberi rangsangan tidak dapat tegak kembali dan selesai efek anestesi tidak dapat

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa obat diabetes mellitus yang paling efektif digunakan untuk menurunkan kadar glukosa

Adapun hewan coba yang di pakai pada percobaan ini adalah tikus ( Rattus novergicus ), alasan digunakannya karena hewan yang digunakan haruslah memiliki kesamaan

Asam asetat glasial merupakan asam lemah yang tidak berkonjugasi dalam tubuh, pemberian asam asetat glasial terhadap hewan percobaan akan merangsang

Berdasarkan hasil praktikum dan analisis data dengan analisis probit, maka dapat disimpulkan yaitu toksisitas dari Ekstrak etanol sawo manila dengan pada hewan

kolinergik pada sistem saraf parasimpatis sama efek farmakodinamiknya dengan. obat-obat golongan antagonis kolinergik

Percobaan yang dilakukan yaitu anastesi dimana obat yang digunakan adalah senyawa obat yang dapat menimbulkan anastesia, yaitu suatu keadaan

Dalam uji toksisitas akut, penentuan LD50 dilakukan dengan cara menghitung jumlah kematian hewan uji yang terjadi dalam 24 jam pertama sesudah pemberian dosis tunggal bahan