• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 URAIAN PENDEKATAN, METODE STUDI DAN PROGRAM KERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 URAIAN PENDEKATAN, METODE STUDI DAN PROGRAM KERJA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II- 1

BAB 2

URAIAN PENDEKATAN, METODE STUDI

DAN PROGRAM KERJA

2.1. Landasan Hukum Kajian Lingkungan Hidup Strategis

Landasan hukum KLHS adalah Undang – Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pengertian yang berkaitan dengan KLHS seperti tercantum pada Pasal 1 adalah sebagai berikut:

a. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya.

b. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.

c. Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

Pasal 15 memberikan amanah kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk melaksanakan KLHS sebagaimana tercantum pada Gambar2.1, dimana;

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan atau program.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS ke dalam penyusunan atau evaluasi;

a. Rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan pencana pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;

b. Kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup.

(2)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II- 2

(3) KLHS dilaksanakan dengan mekanisme :

a. Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;

b. Perumusan alternative penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program; dan

c. Rekomendasi perbaikanuntuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Berdasarkan Pasal 19 diketahui, bahwa tujuan KLHS adalah untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program. Sedangkan manfaat yang dapat diambil dari pelaksanaan KLHS ini adalah :

a. Memperkuat proses pengambilan keputusan, baik berdasarkan informasi hasil kajian, kondisi riil, maupun masukan dari para pemangku kepentingan.

b. Menjadi bahan akuntabilitas publik mengenai diintegrasikannya prinsip pembangunan berkelanjutan dalam kebijakan/rencana/ program.

c. Mengurangi implikasi negatif pada tingkat kegiatan usaha/proyek melalui perbaikan arahan pada tingkat kebijakan/rencana/program.

d. Lebih memberikan kepastian bagi investasi pembangunan.

Pasal 16 menyebutkan, bahwaKLHS akan memuat kajian antara lain :

a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan;

b. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup; c. kinerja layanan/jasa ekosistem;

d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;

e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

Dengan demikian, KLHS akan menghasilkan rekomendasi dalam memenuhi ketentuan pada Pasal 17, yaitu menjadi dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah.

(3)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II- 3

Apabila hasil KLHS menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui, maka:

a. kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS; dan

b. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.

Selain Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, peraturan yang melandasi pelaksanaan KLHS adalah Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, terutama dari beberapa pasal berikut :

a. Rencana tata ruang wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/kota harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup (Pasal 19, 22, 25 dan 28).

b. Pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/kota dilaksanakan sesuai dengan standar kualitas lingkungan dan daya dukung dan daya tampung lingkungan (Pasal 34).

c. Penyusunan peraturan perundang-undangan mengenai daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dikoordinasikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (Penjelasan Pasal 25)

2.2. Pedoman Teknis Penyusunan KLHS: PERMEN LH No.9 Tahun 2011

Pelaksanaan teknis penyusunan KLHS berpedoman pada Peraturan Menteri (PERMEN) Negara Lingkungan Hidup No. 09 Tahun 2011, tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Strategis.

Merujuk pada pedoman umum tersebut, diketahui bahwa tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan mengidentifikasi apakah perlu dilakukan KLHS terhadap suatu kebijakan, rencana, dan/atau program. Kebijakan, rencana, dan/atau program yang wajib KLHS tanpa proses penapisan adalah RTRW dan rencana rincinya, serta RPJP dan RPJM nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.Mekanisme pelaksanaan KLHS seperti tercantum pada Gambar 2.1.

Sesuai dengan tujuan KLHS yaitu untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan

(4)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II- 4

suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program, maka dalam rangka revisi rencana tata ruang wilayah, KLHS menjadi salah satu instrumen untuk melakukan perbaikan atau penyesuaian terhadap permasalahan atau issue lingkungan hidup. Kerangka kerja penyusunan KLHS secara umum merupakan hubungan antara komponen kerja KLHS, sesuai dengan tahapan kerja pada Gambar 2.2.

Uraian kerangka kerja KLHS secara umum adalah sebagai berikut; a. Penapisan

Kegiatan penapisan menentukan perlu atau tidaknya dilakukan KLHS terhadap sebuah konsep/muatan rencana tata ruang.

b. Pelingkupan

Pelingkupan merupakan prosesyang sistematisdan terbuka untuk mengidentifikasi isu-isu penting atau konsekuensi lingkungan hidup yang akan timbul berkenaan dengan rencana KRP-RTR Wilayah dan Kawasan.

c. Telaah dan Analisis Teknis

Telaah dan analisis teknis adalah proses identifikasi, deskripsi, dan evaluasi mengenai konsekuensi dan efek lingkungan akibat diterapkannya RTRW; serta pengujian efektivitas RTRW dalam menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan.

d. Pengembangan Alternatif

Alternatif yang dikembangkan dapat mencakup: a) substansi pokok/dasar RTRW, b) program atau kegiatan penerapan muatan RTRW, c) kegiatan-kegiatan operasional pengelolaan efek lingkungan hidup.

e. Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan dilakukan untuk memilih alternatif terbaik yang bisa dilaksanakan, yang dipercaya dapat mewujudkan tujuan penataan ruang dalam kurun waktu yang ditetapkan.

f. Pemantauan dan Tindak Lanjut

Pada dasarnya efektivitas penerapan rekomendasi KLHS berkaitan langsung dengan efektivitas RTRW bagi wilayah rencananya, sehingga tata laksananya bisa mengikuti aturan pemantauan efektivitas RTRW.

g. Partisipasi dan Konsultasi Masyarakat

Seluruh rangkaian KLHS bersifat partisipatif, yaitu semua dalam bentuk partisipasi dan konsultasi masyarakat. Bila KLHS diaplikasikan untuk tingkat kabupaten, kota, atau kawasan, maka proses pelibatan masyarakat atau konsultasi publik harus

(5)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II- 5

dilakukan sedini dan seefektif mungkin. Hal ini disebabkan cakupan muatan RTRW yang bersifat operasional memiliki ragam penerapan yang variatif dan bersinggungan langsung dengan kegiatan masyarakat. Secara spesifik, harus ada ketersediaan waktu yang cukup bagi masyarakat untuk menelaah, memberikan masukan, dan mendapatkan tanggapan dalam proses KLHS. Kegiatan ini juga mensyaratkan adanya tata laksana penyaluran aspirasi masyarakat, termasuk pada tahap pengambilan keputusan.

h. Internalisasi KLHS dalam Proses Penyusunan RTRW

KLHS bisa dijadikan bagian yang tak terpisahkan dari langkah-langkah pekerjaan penyusunan RTRW, yaitu untuk mendukung proses pengambilan keputusan di tahap akhir proses perencanaan dan proses kerjanya bisa terpisah (stand alone).

(6)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II- 6

Gambar 2.2. Kerangka Kerja KLHS

Sumber : Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis sebagai Kerangka berfikir dalam Perencanaan Tata Ruang, Ir. Bambang Setyabudi, MURP

2.3. Rencana Tata Ruang Wilayah

Pasal 29 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menyatakan bahwa :

(1) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.

(2) Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota.

(3) Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota.

Sedangkan menurut Pasal 18 Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman diketahui, bahwa menyusun dan menyediakan

(7)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II- 7

basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota adalah kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota.

Pemanfaatan ruang di suatu wilayah sesuai dengan kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya, oleh karenanya alokasi pemanfaatan ruang harus mengindahkan kemampuan lahan. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dan air di suatu wilayah menentukan keadaan surplus atau defisit lahan dan air yang mendukung kegiatan pemanfaatan ruang. Hasil penentuan daya dukung lingkungan hidup dijadikan acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah. Mengingat daya dukung lingkungan hidup tidak dapat dibatasi berdasarkan batas wilayah administratif, maka penerapan rencana tata ruang harus memperhatikan aspek keterkaitan ekologis, efektivitas dan efisiensi pemanfaatan ruang, serta dalam pengelolaannya memperhatikan kerjasama antar daerah.

2.4. Baku Mutu Lingkungan Hidup

Berdasarkan Pasal 20, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 antara lain diketahui bahwa penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup dan kegiatan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup harus memenuhi persyaratan :

a. baku mutu lingkungan hidup; dan

b. izin dari menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Baku mutu lingkungan hidup yang akan menjadi acuan antara lain:

a. Baku mutu air

b. Baku mutu air limbah

Selain itu, kegiatan yang dilakukan tidak boleh menyebabkan kerusakan lingkungan yang disyaratkan dengan kriteria baku kerusakan ekosistem sebagaimana ditentukan pada Pasal 21, antara lain:

a. kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa;

b. kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Baku mutu air diatur dalam Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Peraturan tersebut memuat kelas air yang dapat digunakan untuk penetapan baku mutu air sesuai dengan

(8)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II- 8

peruntukannya. Selain itu telah ditetapkan berbagai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah.

Skema pada Gambar 2.3 berikut, menunjukkan kaitan antara Kelas Air dan Baku Mutu Air serta Daya Tampung Beban Pencemaran Air, yang digunakan untuk keperluan perizinan, seperti izin lokasi dan izin pembuangan limbah.

Gambar 2.3. Skema Alur Peraturan Perundang- Undangan Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

(9)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II- 9

2.5. Daya Dukung Lahan dan Sumber Daya Air: PERMEN Lingkungan

Hidup No. 17 Tahun 2009

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penentuan Ruang Wilayah menyebutkan, bahwa Penataan Ruang Wilayah mengatur daya dukung dan daya tampung lahan (Gambar 2.4 dan Gambar 2.5). Selanjutnya, menurut peraturan menteri tersebut, daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu:

a. kapasitas penyediaan (supportive capacity) b. kapasitas tampung limbah (assimilative capacity).

Sesuai dengan definisi, daya dukung lahan adalah maksimum jumlah penduduk yang didukung oleh sumberdaya pada suatu wilayah tanpa menimbulkan degradasi sumberdaya tersebut. Perhitungan daya dukung yang menyangkut aspek penduduk merupakan hal yang sangat kompleks, karena tidak hanya menyangkut aspek fisik tetapi juga berkaitan dengan aspek lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya.

Berdasarkan PERMEN tersebut di atas pada Lampiran Bab IV, cara mengetahui daya dukung lahan, yaitu melalui perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan bagi penduduk yang hidup di suatu wilayah (Lampiran 1). Dengan metode ini dapat diketahui gambaran umum apakah daya dukung lahan suatu wilayah dalam keadaan surplus atau defisit. Keadaan surplus menunjukkan bahwa ketersediaan lahan setempat di suatu wilayah masih dapat mencukupi kebutuhan akan produksi hayati di wilayah tersebut,sedangkan keadaan defisit menunjukkan bahwa ketersediaan lahan setempat sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan akan produksi hayati di wilayah tersebut. Hasil perhitungan dengan metode ini dapat dijadikan bahan masukan/pertimbangan dalam penyusunanrencana tata ruang dan evaluasi pemanfaatan ruang, terkait dengan penyediaan produk hayati secara berkelanjutan melalui upaya pemanfaatan ruang yang menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Pada Lampiran Bab IV PERMEN tersebut juga diketahui, cara menentukan daya dukung sumber daya air adalah melalui perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air bagi penduduk yang hidup di suatu wilayah (Lampiran 1).

Ketersediaan dan produktivitas lahan dikonversikan dengan beras, dimana besarnya konsumsi beras yang diekivalensikan dengan besarnya jumlah penduduk merupakan cara untuk mengetahui daya dukung. Hal ini juga dilakukan terhadap

(10)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II- 10

air,dimana air dibutuhkan untuk jasa (transportasi, ruang kerja, perdagangan), tempat tinggal, industri, penampungan limbah dan tempat rekreasi. Teknologi dan manajemen yang menentukan produksi dan produktivitas dapat digunakan untuk meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Dengan metode ini dapat diketahui secara umum apakah sumber daya air di suatu wilayah dalam keadaan surplus atau defisit. Keadaan surplus menunjukkan bahwa ketersediaan air di suatu wilayah tercukupi, sedangkan keadaan defisit menunjukkan bahwa wilayah tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan akan air. Guna memenuhi kebutuhan air, fungsi lingkungan yang terkait dengan sistem tata air harus dilestarikan. Hasil perhitungan dengan metode ini dapat dijadikan bahan masukan/pertimbangan dalam penyusunan rencana tata ruang dan evaluasi pemanfaatan ruang dalam rangka penyediaan sumber daya air yang berkelanjutan.

Ketersediaan air ditentukan dengan menggunakan metode koefisien limpasan berdasarkan informasi penggunaan lahan serta data curah hujan tahunan. Sementara itu, kebutuhan air dihitung dari hasil konversi terhadap kebutuhan hidup layak.

(11)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II- 11

Gambar 2.5. Daya Dukung Lingkungan Sebagai Dasar Pembangunan

Berkelanjutan

(Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2009)

Dengan demikian, kapasitas sumber daya alam tergantung pada kemampuan, ketersediaan, dan kebutuhan akan lahan dan air, sehingga penentuan daya dukung lingkungan hidup dalam pedoman ini dilakukan berdasarkan 3 pendekatan, yaitu :

a. Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang. b. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan. c. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air.

2.6. Penentuan Daya Tampung Beban Pencemaran Air: KEPMEN LH

No. 110 Tahun 2003

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.1 Tahun 2010 menetapkan sebuah metodologi perkiraan beban pencemaran untuk sumber titik dan sumber tersebar (diffuse source). Pedoman teknis tersebut menunjukkan garis besar prosedur dan metodologi sesuai dengan peraturan di atas dan memberikan tambahan penjelasan seperti pada Lampiran 2. Perhitungan DTBP sungai mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.110 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Pada Sumber Air. Perhitungan tersebut didasarkan pada debit air sungai dan baku mutu air sungai/anak sungai atau mutu air sasarannya atau kriteria kualitas air sesuai dengan pemanfaatan air sungai, dengan beberapa acuan sebagai berikut:

(12)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II- 12

a. Perhitungan daya tampung beban pencemaran air sungai juga mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.1 Tahun 2010 tentang Pengendalian Pencemaran Air, dimana dalam lampirannya memuat cara perhitungan daya tampung beban pencemaran air sungai. Debit sungai musim kemarau diperoleh dari data pemantauan Provinsi Jawa Barat;

b. RTRW serta kebijakan lainnya untuk pembangunan Provinsi Jawa Barat. c. Daya dukung dan daya tampung Ekoregion Jawa Barat.

Gambar 2.6. Skema Metode Kajian Daya Tampung Beban Pencemaran Air Sungai

2.7. Pelaksanaan Kajian KLHS Provinsi Jawa Barat

Pengkajian pengaruh RTRW, RPJP, RPJM dan KRP terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup di Provinsi Jawa Barat dilaksanakan melalui tahapan berikut (Gambar2.7 dan Gambar 2.8):

REKOMENDASI ALOKASI BEBAN PENCEMARAN

SUNGAI Segmen: Kecamatan Ruas: Sungai &Anak Sungai Sektor: Industri, penduduk,dll PENGUMPULAN DATA SEKUNDER KARAKTERISTIK SUNGAI Debit Air Kualitas Air Pemanfaatan Air PENGOLAHAN DATA PERHITUNGAN DEBIT AIR

PERENCANAAN Debit Minimal Periodik

PENGUMPULAN DATA SUMBER DAN BEBAN PENCEMARAN AIR

Point Source Non Point Source (DAS)

PERSYARATAN KUALITAS AIR KELAS AIR BAKUMUTU AIR PERHITUNGAN DAYA TAMPUNG SUNGAI Berdasar Ruas Sungai

Point Source Non Point Source (DAS)

PENGOLAHAN DATA PERHITUNGAN BEBAN

PENCEMARAN AIR Beban Pencemaran Sungai PENGUKURAN

LAPANGAN Debit Air Sungai

Kualitas Air KoefisienPenguraianZat

(13)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II- 13

(1). Identifikasi kondisi lingkungan hidup dan permasalahannya, dengan melibatkan

masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya serta instansi terkait:

a. Identifikasi isu permasalahan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.

b. Identifikasi peraturan, program dan kebijakan yang ada untuk dievaluasi dan direvisi.

c. Evaluasi atau telaah peraturan, program dan kebijakan tersebut terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan menggunakan hasil kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

(2). Perumusan alternatif penyempurnaan peraturan, program dan kebijakan.

(3). Rekomendasi revisi RTRW, RPJP, RPJM dan KRP, termasuk pengendalian beban pencemaran lingkungan, terutama dari sektor industri dan penduduk.

(14)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II- 14

Gambar 2.7. Skema Pelaksanaan Kajian KLHS RTRW Provinsi Jawa Barat

Kajian Lingkungan Hidup Strategis KLHS Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kebijakan, Rencana, dan Program yang berpotensi menimbulkan Dampak dan Risiko

Lingkungan hidup Sesuai Daya Dukung Lingkungan ? Sesuai Daya Tampung Beban Pencemaran? Perubahan/ Revisi Rencana dan Program Laksanakan Rencana dan Program BML, BKL Kapasitas Lingkungan Penduduk, Lahan,

Air, Sumber Daya Alam, Beban Lingkungan UU 32/2009 PEMANFAATAN PENGENDALIAN RPPLH, KLHS Pasal 12,13,14,15,16,1 7

(15)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II- 15

Gambar 2.8. Skema Penyusunan Rekomendasi KLHS RTRW

Provinsi Jawa Barat KEBIJAKAN PROVINSI JAWA BARAT RTRW BEBAN LINGKUNGAN PENGENDALIAN BEBAN LINGKUNGAN a. IPAL individual dan

komunal permukiman b. IPAL individual dan

komunal pusat perdagangan c. IPAL industri dan

daur ulang limbah d. Izin lokasi sesuai BPL

dan DTBPL e. Revitalisasi TPA

sampah dan IPAL leachate

PENINGKATAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN a. Pengembangan rasarana

jaringan drainage dan air limbah

b. Penetapan ruas sungai tertentu untuk penampung limbah

c. Penetapan ruas sungai tertentu untuk konservasi dan penyediaan air baku d. Zonasi lahan industri

sesuai BPL dan DTBL e. Imbuhan air tanah REVISI KEBIJAKAN, RENCANA DAN PROGRAM pada RTRW a. Zonasi pemanfaatan lahan sesusi DDL, DTBPL b. Zonasi jenis kegiatan sesuai DDL, DTBPL c. Pengendalian konversi lahan pertanian dan RTH BAKU MUTU & SYARAT LINGKUNGAN REKOMENDASI KONSERVASI LINGKUNGAN

DAYA DUKUNG & DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN

(16)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II - 16

Program kerjakajian KLHS Provinsi Jawa Baratselamaenam bulanterdiridarikegiatan berikut:

a. Persiapan;

Persiapan yang dilakukan adalah perumusan strategi rencana kerja dan menetapkan metode studi yang akan dilakukan, serta koordinasi pekerjaan yang dilakukan oleh tim agar terjadi sinergi sistem kerja.

b. Pengumpulan dokumen tata ruang, perencanaan pembangunan, dan dokumen lain yang relevan;

Pengumpulan dokumen tata ruang mencakup naskah akademis RTRW Provinsi Jawa Barat yang dilengkapi dengan peta-peta spatial, peta spatial merupakan aktualisasi dari RTRW. Rencana pembangunan dan dokumen lainnya yang menunjang studi KLHS RTRW Provinsi Jawa Barat.

c. Survey lapangan yang diperlukan;

Survey lapangan diperlukan dalam rangka melakukan pengamatan dilapangan sehingga akan dapat diketahui potensi dan permasalahan yang ada di Provinsi Jawa Barat.

d. Penyusunan dan Pembahasan Laporan Pendahuluan;

Laporan pendahuluan berisikan mengenai latar belakang masalah, maksud dan tujuan studi, metode studi yang digunakan untuk KLHS evaluasi RTRW Provinsi Jawa Barat, selain itu menjelaskan gambaran umum wilayah studi, serta ulasan singkat mengenai RTRW Provinsi Jawa Barat.

e. Pelaksanaan sekurang - kurangnya 2 kali dialog partisipatif dengan para pemangku kepentingan (FGD), yaitu pada:

(i) penghimpunan isu pembangunan berkelanjutan dan penetapan isu strategis; (ii) penyepakatan rekomendasi perbaikan KRP;

f. Pelaksanaan kajian :

(i) Pengkajian pengaruh KRP terhadap kondisi lingkungan hidup dilakukan melalui 4 (empat) tahapan:

 Identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya yang mewakili: pembuat keputusan, penyusun KRP, instansi terkait, masyarakat yang memiliki informasi dan/atau keahlian, dan masyarakat yang terkena dampak.

(17)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II - 17

ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitannya dan terfokus pada isu utama.

Secara umum isu pembangunan berkelanjutan sangat beragam dan kompleks, namun secara khusus beberapa isu utama diantaranya adalah masalah masalah kawasan industri (terkait IPAL), pesisir (terutama terkait terminal khusus pertambangan pasir besi di pantai selatan), pembangunan infrastruktur strategis yang berindikasi berdampak besar terhadap daya dukung dan tampung lingkungan, seperti infrastruktur permukiman (perumahan skala besar, TPPAS),infrastruktur perhubungan (pembangunan bandara udara, pelabuhan, KA), infrastruktur transportasi (jalan tol) dan infrastruktur lainnya berskala regional maupun nasional yang berlokasi di Provinsi Jawa Barat.  Identifikasi KRP yang akan disusun maupun yang akan dievaluasi.

Identifikasi kebijakan, rencana, dan/atau program baik yang akan disusun maupun yang akan dievaluasi.Tujuan identifikasi kebijakan, rencana, dan/atau program yang akan disusun adalah mengetahui dan menentukan muatan dan substansi rancangan kebijakan, rencana, dan/atau program yang perlu ditelaah pengaruhnya terhadap lingkungan hidup dan diberi muatan pertimbangan aspek pembangunan berkelanjutan. Sedangkan tujuan identifikasi kebijakan, rencana, dan/atau program pada saat evaluasi adalah mengevaluasi muatan dan substansi kebijakan, rencana,dan/atau program yang telah diimplementasikan yang memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup. Setiap kebijakan, rencana, dan/atau program memiliki unsur korelasi satu sama lain yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu dipahami unsur korelasi tersebut, serta pada tingkatan apa (apakah pada tingkatan kebijakan, rencana, atau program) pengaruh terhadap isu pembangunan berkelanjutan dapat terjadi. Contoh kekhasan unsur korelasi tersebut adalah pada rencana tata ruang wilayah, dimana di dalamnya terdapat kebijakan, rencana, maupun program, dan korelasi satu sama lain adalah bahwa kebijakan menjadi arahan bagi rencana, serta rencana (yang berupa rencana pola ruang dan rencana struktur ruang)menjadi arahan bagi indikasi program.

 Telaah pengaruh KRP terhadap kondisi lingkungan hidup di Provinsi Jawa Barat menggunakan salah satu atau kombinasi dari kajian kapasitas daya dukung dan

(18)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II - 18

hidup, kinerja/layanan ekosistem, efisiensi pemanfaatan SDA, tingkat kerentanan dan adaptasi terhadap perubahan iklim, dan tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

Tujuan telaahan pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah untuk mengetahui kemungkinan dampak kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap isu pembangunan berkelanjutan di satu wilayah. Pada tahap ini, dilakukan telaahan terhadap isu pembangunan berkelanjutan dan atau kondisi lingkungan di suatu wilayah yang sudah diidentifikasikan pada tahap sebelumnya. Telaahan pengaruh ini diawali melakukan identifikasi dan memahami komponen apa saja dalam kebijakan, rencana, dan/atau program yang potensial berpengaruh terhadap isu pembangunan berkelanjutan

.

Telaahan komponen kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi memberikan pengaruh pada lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan sebagaimana contoh berikut:

No Komponen Kebijakan, Rencana dan/atau Program

Potensi Pengaruh pada Pembangunan Berkelanjutan

1 Penetapan struktur ruang, misalnyapenetapan susunan pusat permukiman

Dapat berakibat pada perubahan daya dukung lingkungan hidup,yaitu berkurangnya kawasan lindung

2 Penetapan sistem jaringan

jalan, Dapat berakibat pada perubahan daya dukung lingkungan hidup yaitu berkurangnya kawasan resapan air, dan lain-lain

3 PenetapanKawasan

Strategis Provinsi Dapat berakibat pada perubahan daya dukung lingkungan hidup yaitu berkurangnya berkurangnya kawasan lindung, dan lain-lain.

Sumber: Pedoman KLH tentang KLHS

(ii) Perumusan alternatif penyempurnaan KRP.

(iii) Rekomendasi perbaikan KRP dan pengintegrasian hasil KLHS, dengan kriteria: bermanfaat bagi keberlanjutan pembangunan, sesuai dengan urgensi, konteks, dan situasi KRP, rasional dan dapat dilaksanakan dengan ketersediaan SDA, dan disusun secara jelas.

(iv) Pembuatan peta geospasial mengenai isu utama dan alternatif penyempurnaan KRP.

(19)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II - 19

No Kebijakan, Rencana dan/atau Program yang Prioritas untuk Diperbaiki Pengaruh terhadap Lingkungan Hidup Alternatif Penyempurnaan/Perbaikan Kebijakan, Rencana dan/atau Program Perbaikan Rumusan Kebijakan Perbaikan Muatan Rencana Perbaikan Materi Program 1 2 3 4 5 1 Pembanguna

n Jalan Tol Mengurangi jasa

ekosistem: penyediaan produksi pangan Alternatif jalan kereta api Pengalihan jalur jalan tol pada wilayah yang tidak terdapat sawah produktif Kajian program 2 Contoh lain...

Tabel 2.2. Rekomendasi Perbaikan KRP

No Komponen Kebijakan, Rencana dan/atau Program yang Prioritas untuk Diperbaiki Isu Strategis

yang prioritas Mitigasi yang diperlukan

Alternatif Penyempurnaan

KRP Rekomendasi

1 2 3 4 5

1 Pembangunan

Jalan Tol Kecukupan air Keanekaragaman hayati

Alih fungsi lahan

Jalu jalan tol diupayakan tidak

memanfaatkan resapan air

Pengalihan jalur

jalan tol Pengalihan jalur jalan tol untuk tidak menempati area konservasi 2 Contoh lain...

g. Penyusunan dan Pembahasan Laporan Kemajuan h. Penyusunan dan Pembahasan Konsep Laporan Akhir i. Penyusunan Laporan Akhir

(20)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II - 20

1. Tenaga Ahli

No Nama Personil Perusahaan Tenaga Ahli

Lokal/Asing

Lingkup Keahlian

Posisi

Diusulkan Uraian Pekerjaan

Jumlah Orang

Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8

1 DR. Ir. Badruddin Machbub,

Dipl, SE PT. Ecoterra Multiplan Lokal Ahli Lingkungan Ketua Tim • Mengkoordinasikan Kegiatan • Melaksanakan Diskusi Internal • Melaksanakan Pembahasan / Rapat • Melakukan Evaluasi Data Primer • Melakukan Evaluasi Data Sekunder • Membuat dan Koordinasi Laporan-Laporan • Menyusun identifikasi potensi masalah isu

berkelanjutan

• Analisa daya dukung lingkungan dan daya tampung lingkungan

• Menyusun rekomendasi, perbaikan rencana dan program serta mitigasi pada KLHS RTRW Provinsi Jawa Barat.

• Mengkoordinir tim

• Melaksanakan diskusi dengan pengguna jasa • Bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan

yang dilaksanakan

6

2 Ir. Runtiarko, MT PT. Ecoterra

Multiplan Lokal Ahli Geologi/GIS Tenaga Ahli Geologi dan GIS

• Melaksanakan evaluasi kondisi geologi

• Melaksanakan evaluasi geologis berkaitan dengan KLHS

• Melaksanakan pengumpulan data dan informasi tentang KLHS

• Menyusun evaluasi penilaian kriteria Proper- aspek teknik geologi

• Penyusunan peta spatial dengan menggunakan program GIS termasuk permasalahan kondisi lahan di Provinsi Jawa Barat

(21)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II - 21

No Nama Personil Perusahaan

Lokal/Asing Keahlian Diusulkan Uraian Pekerjaan Orang

Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8

• Membantu ketua tim dalam mengkaji terhadap daya dukung lahan terhadap aspek lingkungan • Membantu ketua tim dalam menyusun

rekomendasi mitigasi, perbaikan muatan rencana dan program pada KLHS RTRW Provinsi Jawa Barat

• Menyusun bahan pembahasan dan laporan kegiatan

3 Afi Yusuf Azhari, ST PT. Ecoterra

Multiplan Lokal Ahli Planologi Tenaga Ahli Planologi • Melaksanakan evaluasi kondisi tata ruang wilayah • Menyusun evaluasi kebijakan tata ruang

wilayah Provinsi Jawa Barat

• Menyusun laporan mengenai dampak lingkungan terhadap aspek tata ruang wilayah • Membantu ketua tim dalam menyusun

rekomendasi, mitigasi, perbaikan muatan rencana dan program pada KLHS RTRW Provinsi Jawa Barat

(22)

Pt. eCOterra MuLtIPLan

II - 22

No Nama Personil Perusahaan

Tenaga Ahli Lokal/Asin

g

Lingkup

Keahlian Diusulkan Posisi Uraian Pekerjaan

Jumlah Orang

Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Nesya Asmasari PT. Ecoterra

Multiplan Lokal Administrasi/ Keuangan Pendukung Tenaga • Melaksanakan tugas administrasi teknis dan administrasi keuangan. • Melaksanakan tugas kesektariatan.

• Melaksanakan tugas penyusunan pengetikan bahan laporan.

• Membantu tugas kompilasi data lapangan. • Melaksanakan tugas pengetikan bahan laporan

kegiatan.

6

2 Meldini Riandani PT. Ecoterra

Gambar

Gambar 2.1. Mekanisme Pelaksanaan KLHS
Gambar 2.3. Skema Alur Peraturan Perundang- Undangan Pengelolaan  Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Gambar 2.4. Skema Penentuan Daya Dukung Lahan
Gambar 2.6. Skema Metode  Kajian Daya  Tampung Beban Pencemaran  Air  Sungai
+2

Referensi

Dokumen terkait

Makalah ini akan menguraikan metode pembentukan elemen dan penomeran node ( titik simpul) yang merupakan masalah utama pada penyediaan data elemen. Metode ini di-dasarkan

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan mengembangkan rasa ingin tahu siswa dalam pembelajaran matematika yaitu melalui pembelajaran

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengidentidikasi dan mendeskripsikan profil sosiodemografi (usia, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, jenis pekerjaan,

Kode etik merupakan salah satu kontrol bagi penyalahgunaan komputer, tetapi bergantung sepenuhnya hanya dari kode etik bukan merupakan tindakan yang bijaksana,

persentase 46,1% siswa yang memiliki kreativitas cukup. Terdapat 6 orang siswa dengan persentase 23,1% siswa yang memiliki kreativitas baik. Selain mengobservasi

Disediakan LKS, siswa dapat mencatat hasil dari dari permainan menyangkut operasi hitung perpangkatan dengan menggunakan Kartu

Tabel.. Dikarenakan rhitung memilki nilai yang negatif maka hubungan antar 2 variabel tersebut merupakan hubungan yang negatif. Metode Penelitian Pendidikan :

Dengan demikian perayaan hari besar keagamaan Islam dan Khong Hu.. Chu telah ditentukan atau dinyatakan dalam kitab suci, atau