• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alat Musik Dawai: Tradisi Atau Modern?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Alat Musik Dawai: Tradisi Atau Modern?"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Alat Musik Dawai:

Tradisi Atau Modern?

7.1 TRADISI VERSUS MODERN

Kita sering mendengar ungkapan klise: “Orang kota lebih modern, sedangkan orang desa lebih tradisional,” atau, “Musik tradisi adalah musik untuk orang desa, sedang musik modern adalah musik untuk orang kota.” Dan banyak lagi yang beranggapan bahwa segala sesuatu yang berasal dari dunia “Barat” (termasuk musik dan alat musik) lebih “modern/maju,” sebaliknya berbagai ekspresi budaya di luar Barat, termasuk di Nusantara, lebih “tradisional/ terbelakang.” Tidak heran muncul anggapan bahwa piano, gitar, biola, dan lainnya yang berasal dari budaya Barat sebagai alat-alat musik modern, sementara rebab Jawa, kecapi Sunda, cuk, atau

teh yan Betawi, sebagai alat-alat musik tradisional.

Dalam beberapa hal pandangan semacam ini memang bisa saja diterima, namun kadang juga menyesatkan. Mengapa? Sebab, kata “modern” atau “tradisional” tidak sepenuhnya sesuai atau dapat diterapkan dalam memahami fenomena budaya kesenian, termasuk musik. Ilustrasi berikut akan memperlihatkan apakah istilah

(2)

“modern” atau “tradisional” itu sesuai digunakan untuk mema-hami fenomena kebudayaan musik. Setidaknya, belajar me-maknai kembali kedua peristi-lahan tersebut serta konteks pemaknaan dibaliknya.

Dalam istilah sehari-hari, kata tradisi umumnya dime-ngerti sebagai sesuatu yang diwariskan dari generasi ke ge-nerasi secara turun temurun. Atau, tradisi dianggap sebagai kebiasaan atau perilaku yang berhubungan dengan kejadian masa lampau. Sedangkan kata modern umumnya dimengerti sebagai sesuatu yang “lebih baru” atau “lebih maju” dari yang pernah ada (tradisi). Modern, dengan kata lain, lalu dianggap sebagai sesuatu yang mewakili masa sekarang (kekinian).

Ilustrasi 1: Biola Barat dan rebab di Nusantara, yang sama-sama alat dawai gesek, mungkin mewakili contoh pembahasan kita. Biola adalah salah satu alat musik tradisi Barat yang hingga kini masih umum dimainkan/dipertunjukkan, sementara rebab meru-pakan bagian dari alat musik tradisi di Nusantara yang juga masih dimainkan/dipertunjukkan. Jika kata “modern” dan “tradisi” diang-gap sebagai pemisah batas waktu (modern= ”masa kini”, dan tra-disi=”masa lampau”), maka pengertian dari kedua istilah tersebut menjadi kabur; sebab dalam kenyataan biola dan rebab sama-sama alat musik tradisi dan masih tetap digunakan di masing-masing bu-daya pemiliknya. Biola memang diadopsi oleh sebagian masyarakat Nusantara dan digunakan, baik dalam konteks musik Barat maupun diadaptasi dalam ekspresi musik Nusantara. Ini tidak berarti biola menjadi lebih modern dari rebab.

Atau bandingkan: jika kita sempat menyaksikan pertunjukan

Tradisi TradisiTradisi Tradisi

Tradisi, istilah yang diambil dari ba-hasa Inggris tradition, memiliki pengertian “memegang teguh ajaran, kepercayaan, kebiasaan, dan lain-nya, dari generasi ke generasi.” Modern

ModernModern Modern

Modern, istilah yang diambil dari bahasa Inggris modern, memiliki pengertian “mengacu pada masa kini; bukan pada masa lalu atau terasing.” Istilah modern cenderung dipertentangkan dengan tradisi (masa lalu) untuk memproyeksikan atau membedakan antara apa yang berlaku pada masa lalu dan masa kini. (disadur dari “Webster’s Encyc-lopedic Unabridged Dictionary of the English Language,” 1983).

Tradisi dan Modern

Tradisi dan Modern

Tradisi dan Modern

Tradisi dan Modern

Tradisi dan Modern

(3)

musik yang menggunakan biola, lalu pada kesempatan lain sempat menyaksikan pula pertunjukan musik yang menggunakan rebab, dapatkah biola kita anggap lebih modern daripada rebab? Jawa-bannya tentu tidak. Mengapa? Karena pada dasarnya kedua alat musik tersebut mewakili suatu tradisi, yang satu ada di Barat, dan yang satu lagi ada di Nusantara. Biola memiliki cara, teknik, maupun estetika bunyi tersendiri sesuai dengan pandangan masyarakat pemiliknya, demikian pula rebab.

Pengertian “Barat” juga sering rancu, misalnya, apakah kata tersebut merujuk pada wilayah geografis, wilayah budaya, atau wila-yah kesenian (musik)? Berikut satu contoh ilustrasi bagaimana kita memahami kata tersebut dalam konteks tradisi dan modern. Biola merupakan bagian tradisi musik rakyat Keltia—kelompok masya-rakat yang bermukim di berbagai wilayah di “Barat”: Eropa (Inggris, Perancis, Spanyol) dan di benua Amerika dan Australia. Permainan

(4)

biola Keltia sangat berbeda dengan permainan biola yang terdapat pada musik klasik Barat di Eropa, karena keduanya memiliki latar belakang tradisi serta estetika musik yang berbeda. Lantas, apakah biola dalam musik klasik Barat dapat dianggap lebih modern dari biola Keltia? Bagaimana mungkin kita membandingkan manalah yang lebih modern dari yang lainnya, karena keduanya sama berasal dari wilayah Barat (Eropa)? Jadi diskusi di sini menjelaskan pada kita, bahwa “Barat” tidak selalu identik dengan “modern,” karena di Barat sendiri banyak yang memiliki musik tradisi selain musik klasik Barat.

Ilustrasi 2: Ilustrasi ini juga akan memberi satu gambaran lagi menyangkut pandangan yang membedakan kata modern dan tradisi atas dasar asumsi teknologis. Semakin canggih produk teknologi yang dipakai, maka suatu budaya akan dianggap semakin modern/ maju. Sebaliknya semakin sederhana produk teknologi, suatu buda-ya akan dianggap semakin tradisional/terbelakang. Dalam konteks ini kata “modern” dan “tradisional” dipakai untuk menentukan tinggi-rendahnya perangkat teknologi di dalam suatu budaya.

Kalau demikian, mari kita simak lagi contoh pertanyaan berikut: “Manakah yang lebih modern: sitar di India atau harpa di Eropa?”

Sitar menggunakan konstruksi teknologis dengan nada-nada yang

dihasilkan dawai utama dan dawai simpatetis, sedangkan harpa hanya memiliki nada-nada yang dihasilkan dawai utama tanpa dawai simpatetis. Kalau harus memakai asumsi teknologi dalam membeda-kan kedua alat musik tersebut, maka sitar amembeda-kan dipandang lebih modern daripada harpa. Jadi kalau kita pakai cara pandang seperti itu, maka contoh ini akan mengungkapkan bahwa pandangan ten-tang segala sesuatu yang berasal dari Barat lebih modern adalah keliru, karena budaya India berada di Timur bukan di Barat? Sekali lagi, diskusi ini juga membuka wawasan kita, bahwa kata modern sekali lagi tidak selalu identik dengan “Barat,” atau tidak selalu identik dengan teknologi baru atau canggih.

Memahami berbagai fenomena kebudayaan musik pada dasar-nya memiliki cara dan sistematika berpikir tersendiri, berbeda de-ngan berbagai produk kebudayaan lainnya. Kita ambil contoh: mana

(5)

yang lebih mudah dan cepat, menggarap sawah dengan cangkul atau dengan mesin traktor? Jawabnya pasti mesin traktor, karena mesin traktor dapat bekerja lebih cepat dan praktis, sedangkan cangkul lebih lambat karena membutuhkan tenaga dan waktu yang banyak. Cangkul dan traktor merupakan dua media teknologis yang berbeda, namun dapat dibandingkan dalam konteks menguji kecepatan dan kemudahan memperoleh hasil dari sebuah pekerjaan dengan acuan yang sama. Bandingkan kemudian dengan pertanyaan berikut. Manakah yang lebih cepat dan mudah, belajar alat dawai dua senar (misalnya, hasapi Toba) atau yang enam senar (gitar)? Jawabnya, kedua-duanya memiliki tingkat kesulitan tersendiri, karena masing-masing alat itu menuntut cara, teknik, maupun gaya permainan yang sama sekali berlainan.

Cangkul dan traktor memiliki cara dan teknik penggunaan yang berbeda dalam menghasikan suatu pekerjaan. Namun keduanya dapat dibandingkan atas dasar efisiensi pekerjaan yang ingin dicapai/ dihasilkan. Jadi kalau kita katakan bahwa mesin traktor lebih prak-tis dan efisien daripada cangkul, itu dapat dimengerti. Sedangkan, kalau membandingkan dua contoh alat dawai yang berlainan dengan jumlah senar, cara, teknik, dan gaya permainan yang berbeda, apa yang bisa dipakai sebagai acuan pembandingnya? Cangkul dan traktor dapat dibandingkan dari sisi aplikasi kemampuan serta praktik teknologisnya, sedangkan hasapi dan gitar tidak dapat di-bandingkan dengan ukuran yang sama. Hasapi, yang sekalipun hanya memiliki dua senar, tidak lantas dapat dianggap lebih mudah dan lebih sederhana dimainkan dibanding dengan gitar yang memi-liki enam senar.

Hal kontras lain yang sering dipertentangkan antara tradisi dan modern adalah anggapan bahwa budaya tradisi seolah tidak memiliki sistem, sedangkan budaya modern sebaliknya. Sistem dianggap sebagai sebuah keteraturan. Lantas, budaya tradisi dianggap tidak “beraturan” sedangkan budaya modern dianggap “beraturan”. Melalui pengalaman mempelajari alat dawai, seperti yang telah dibicarakan dalam bab-bab buku ini, kita mengetahui bahwa pan-dangan seperti ini sesungguhnya keliru. Beberapa bangsa di dunia

(6)

memiliki cara dan sistematika tersendiri, baik dalam cara meng-golongkan alat musik (termasuk alat dawai), membentuk desain alat musik, cara memainkan, hingga bagaimana estetika nada-nada dari masing-masing alat musik dihadirkan. Oleh karena itulah, para ilmuwan musik di kemudian hari mulai mempelajari berbagai karakteristik dari alat-alat dawai yang ada. Kemudian mencoba melihat berbagai hubungan alat-alat dawai yang ada di berbagai masyarakat di dunia, baik melalui aspek fisikal, sosial, hingga kultural. Pengalaman tersebut mengungkapkan bahwa setiap suku bangsa memiliki sistem dalam budaya musiknya sendiri-sendiri; satu dan lainnya berbeda dalam konsep, cara, maupun pemahaman yang diberikan.

Oleh karena itu, ungkapan kata tradisi di buku ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk memperlihatkan tinggi-rendah, atau baik-buruknya sebuah produk budaya alat dawai di berbagai masyarakat, tetapi lebih memperlihatkan fenomena ekspresif dari hubungan an-tara sebuah budaya alat musik, bunyi musik, dan masyarakat atau individu yang melakoninya.

7.2 PENUTUP

Topik-topik yang telah dibicarakan dalam bab-bab buku terda-hulu pada dasarnya bertujuan membawa kita pada pengetahuan serta pemahaman akan keragaman dan keunikan dari berbagai tra-disi alat dawai yang tersebar di dunia, termasuk yang ada di Nusan-tara. Pengenalan terhadap berbagai jenis alat dawai telah diuraikan pada bab 1, di mana ilustrasi dari gambar-gambar yang ditampil-kan memperlihatditampil-kan berbagai jenis alat-alat yang berbeda dari apa yang mungkin selama ini kita ketahui.

Keragaman dari keseluruhan alat dawai pada prinsipnya dapat dihubungkan pada pengetahuan yang lebih universal, yakni dengan melihat bagaimana sesungguhnya proses bunyi yang dihasilkan oleh dawai lewat fenomena fisika bunyi (sebagaimana yang diuraikan pada bab 2). Bunyi yang dihasilkan oleh berbagai jenis alat dawai bersumber pada hal yang sama, yakni getaran. Namun demikian,

(7)

berbagai kelompok masyarakat di dunia menerjemahkan bunyi yang dihasilkan oleh alat dawai terbagi ke dalam cara, konsep, bentuk maupun etetika yang cukup beragam.

Jenis alat-alat dawai, baik yang ditampilkan melalui ilustrasi berbagai gambar maupun melalui materi audio-visual, memperlihat-kan berbagai keunimemperlihat-kan dan keragaman masing-masing alat dawai, baik dari bentuk, karakteristik instrumentasi, maupun cara me-mainkannya. Dalam Bab 3 dan bab 4 telah dibahas berbagai hal yang berkaitan dengan penggolongan, karakteristik serta ciri-ciri yang spesifik dari alat dawai. Beberapa alat dawai dapat dilihat kesa-maannya, misalnya dalam karakteristik bentuk. Kecapi Sunda dan

ajaeng Korea; keduanya digolongkan sebagai alat dawai siter,

bedanya yang satu dipetik, yang lainnya digesek. Jenis siter sema-cam ini tidak terdapat di kebudayaan musik Barat, kecuali jenis yang dimainkan dengan cara dipukul. Atau kita juga bisa melihat persa-maan bentuk sasando di Nusa Tenggara Timur dengan valiha di Madagaskar.

Berbeda halnya dengan alat dawai jenis lut. Jenis lut dapat kita jumpai hampir di semua wilayah kebudayaan dunia, meskipun masing-masing memiliki ciri maupun karakteristik tersendiri. Namun, penggunaan lut petik dengan jumlah dawai minimal (satu-dua buah senar) lebih banyak ditemukan di wilayah kebudayaan musik di Asia Tengah, misalnya dutar di Afghanistan dan Uzbekistan; di Asia Tenggara kita temukan dan bao di Vietnam, dan di wilayah Nusantara kita jumpai hasapi di Batak Toba, sape’ di Kalimantan, dan kecapi di Sulawesi.

Tidak semua kebudayaan musik tradisi di Nusantara memiliki alat dawai jenis lut. Di masyarakat Mandailing, misalnya, tidak ada jenis lut, meski kadangkala kita temukan alat musik biola Barat yang dimainkan dengan estetika bunyi musik tersendiri. Di Minangkabau Sumatera Barat, di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, jarang ditemukan alat dawai tradisi jenis lut petik, kecuali alat dawai

gambus di beberapa wilayah pesisiran. Gambus masih cukup sering

dipakai terutama pada kelompok-kelompok masyarakat Islam yang berdiam di wilayah pesisir pantai Timur Sumatera, pesisir pantai

(8)

Barat Kalimantan hingga wilayah pesisir Sulawesi, dan juga di wilayah-wilayah pesisir pulau Jawa. Sebaliknya jenis alat dawai gesek cukup umum digunakan di wilayah tersebut, misalnya jenis dawai gesek rebab Sunda, rebab Jawa dan rabab Minangkabau.

Peran musikal alat dawai juga dibicarakan khususnya pada bab 5 dalam buku ini. Ulasan yang diberikan lebih dibatasi pada penjelasan bagaimana peran alat dawai dalam konteks komposisi lagu dan ensambel musiknya. Secara umum alat dawai ada yang dimainkan dalam bentuk alat musik solo, atau sebagai iringan, baik yang dimainkan dalam mengiringi nyanyian atau dalam permainan yang bersifat instrumental. Ulasan mengenai peran musikal alat dawai memang tidak dibahas secara detail, baik dalam hal teknis komposisi musik, atau bagaimana hubungan berbagai bunyi terhadap aransemen musik secara keseluruhan. Penekanan analisis musik lebih diarahkan pada kemampuan melihat sekaligus men-dengarkan bunyi musik alat dawai berdasarkan peranan tersebut, melalui contoh-contoh audio visual secara langsung.

Pembahasan pada Bab 6 lebih pada konteks budaya dari alat dawai, baik dilihat dari sisi peradaban sejarah, konteks penggunaan di masyarakat, hingga persebaran budaya. Contoh-contoh bagai-mana alat dawai digunakan, baik sebagai sarana ritual, hiburan, maupun, kepentingan sosial lainnya, dapat dikatakan sangat terba-tas, terutama apa yang dapat disajikan lewat bahan audio visual yang disertakan. Namun diharapkan contoh-contoh yang ada setidaknya dapat memperlihatkan fokus pembahasan yang dimaksudkan.

Ulasan mengenai subtopik gitar, juga cukup mendapat perhatian pada bab 6. Mengapa? Dalam konteks budaya populer saat ini, gitar adalah jenis alat dawai yang paling umum dikenal di mana-mana. Meskipun gitar sesungguhnya merupakan tradisi alat dawai yang diadopsi dari budaya musik Barat, ternyata berbagai pola maupun bentuk permainan gitar—khususnya yang terdapat di wilayah Nusantara—memiliki keunikan tersendiri. Hal yang menarik dari gaya permainan gitar khususnya yang terdapat di berbagai kelompok tradisi masyarakat di Nusantara adalah kemam-puan dari masing-masing kelompok masyarakatnya dalam

(9)

mengadaptasi alat musik tersebut ke dalam sebuah bentuk permainan yang khas. Kekhasan tersebut pada umumnya sangat dipengaruhi oleh estetika budaya di mana alat tersebut berada. Contoh-contoh dari sajian permainan gitar dari berbagai tempat di dunia, termasuk yang ada di Nusantara memperlihatkan bagaimana alat dawai yang sama diadopsi dengan berbagai gaya, ciri, dan estetika musik tersendiri.

Hal yang penting untuk diingat adalah, tidak semua materi atau bahan tulisan mengenai alat dawai yang dituangkan dalam buku ini mencakup seluruh alat dawai di wilayah budaya masyarakat, ter-utama yang ada di Nusantara. Oleh karena itu, terbuka kemungkinan bagi para guru ataupun siswa untuk mengembangkan berbagai topik diskusi yang terdapat pada setiap bab dalam buku ini dengan materi-materi tambahan, baik yang diperoleh dari sumber bacaan, audio, atau audio-visual lainnya, atau juga dari pengalaman langsung di lapangan di mana lingkup budaya para guru maupun murid bermukim. Dalam buku ini pembahasan mengenai jenis-jenis dari alat dawai yang menggunakan teknologi elektrik sengaja diabaikan. Mengapa tidak diulas? Alasannya karena buku-buku dan referensi tentang hal itu cukup banyak tersedia. Jika para guru atau para murid ingin menambah bahan buku pelajaran dawai dengan topik alat dawai elektrik (tentu saja dengan materi yang memadai), dapat saja dikembangkan. Beberapa tema-tema diskusi dapat dilakukan. Misalnya, bagaimana proses bunyi terjadi pada alat dawai elektrik? Bagaimana pula proses amplifikasi yang terjadi pada alat dawai yang menggunakan tenaga elektrik? Ciri-ciri apakah yang membedakan antara alat dawai akustik dengan alat dawai elektrik? Bagaimana proses rekayasa warna bunyi dapat terjadi pada alat dawai elektrik? Dan lain sebagainya.

Sebagai penutup, dengan memahami berbagai bentuk, jenis, ekspresi maupun konteks penggunaan alat dawai yang terdapat di berbagai kebudayaan musik masyarakat di dunia dan di Nusantara, kita bisa mendapatkan sebuah pengalaman baru. Pengalaman memahami keragaman budaya alat musik yang ada sebagai salah satu bentuk kekayaan.

(10)

1Alat-alat musik yang digunakan dalam format band kombo elektrik umumnya terdiri dari gitar elektrik, bas elektrik, kibod elektrik dan drum set.

2Di antara komposer musik klasik Barat yang cukup dikenal di dunia di antaranya adalah Johann Sebastian Bach. Ia menulis banyak komposisi untuk klavier, orgel, dan harpsichord, di era musik Barok. Di era Klasik dan Romantik kita mengenal Beethoven, dan Joseph Haydn, W. A. Mozart, dan lainnya. Karya-karya musik yang dimainkan dalam orkestra Barat saat ini sangat beragam. Ada musik orkestra populer dalam gaya jazz, rock dan lain sebagainya. Namun, karya-karya musik dari era klasik Barok dan Romantik juga cukup sering dimainkan dalam konser-konser musik klasik yang ada. Sekarang ini kita temukan juga kelompok-kelompok musik terkenal di dunia yang membawakan berbagai komposisi musik klasik Barat, di antaranya adalah ensambel musik Philharmonic Orchestra.

3 Salah seorang komponis alat dawai, terutama jenis lut, terkenal dari Eropa pada abad 16-an adalah John Dowland (1562-1626). Ia keturunan Inggris. Di samping sebagai seorang pemusik lut, ia juga menuliskan komposisi lagu-lagunya dalam partitur musik. Beberapa komposisi musiknya, yang ditulis untuk vokal dan lut, dicetak dalam buku berjudul First Book of Ayres pada tahun 1600. Salah satu ayre Dowland yang terkenal adalah Flow My Tears pada Second

Book of Ayres yang juga dicetak pada tahun 1600-an. Kemudian ia

(11)

juga menerbitkan kumpulan ayres dalam bukunya A Pilgrimes of

Solace pada tahun 1612. Tulisan untuk permainan lut yang lebih

bebas dapat dijumpai dalam buku tersebut, salah satu di antaranya

In Darkness let me Dwell. Partitur dari lagu-lagu lut Dowland

banyak digunakan sebagai referensi pelajaran bermain gitar hingga kini (McNeill 1998: hal. 169).

4 Di samping jenis alat musik yang tergolong dawai (stringed

instruments atau disebut juga string section), dalam orkestra Barat

juga ditemukan kelompok alat musik tiup digolongkan pada wind instruments (kelompok tiup) seperti flute, oboe dan piccolo. Kemudian ada juga yang digolongkan brass section (kelompok bras) atau horn section (kelompok horn), misalnya alat musik trumpet,

trombone, dan saxophone. Piano juga umum digunakan sebagai alat

musik utama dalam orkestra serta beberapa alat-alat perkusi Barat seperti simbal, gendang timpani, dan lainnya.

5 Yang dimaksudkan dengan musik sebagai sarana kegiatan ritual-spiritual keagamaan adalah musik yang digunakan sebagai bagian penting dari peribadatan dalam sebuah kepercayaan tertentu. Musik yang bersifat hiburan sosial adalah penggunaan ataupun aktivitas musik dilakukan untuk menghibur diri secara bersama-sama; dapat dilakukan oleh satu orang pemusik atau melibatkan orang-orang yang hadir. Musik yang bersifat hiburan pribadi adalah aktivitas permainan musik yang memang ditujukan hanya untuk menghibur diri sendiri. Musik sebagai sarana untuk mencari nafkah biasanya lebih pada bagaimana sebuah aktivitas musik dilakukan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan imbalan dari orang-orang yang menyaksikannya. Dalam bahasa populer, kita sering menyebutnya musik sebagai “profesi.”

6 Disadur dari Grove Dictionary of Music and Musical

(12)

Suplemen

Audio-Videografi

Track 01. Logo PSN, Edisi Uji Coba

Track 02. Alat Musik Dawai (cuplikan) : Gitar blues, Kacapi bugis, Harpa, Dan Bao Vietnam, Valiha Madagaskar, Al’Ud Arab, Hasapi Batak Toba, Banjo, Jungga Sumba, Ajaeng Korea, Rabab Pasisia, Letor Sikka Flores, Yospan Papua.

Track 03. Memainkan dawai dengan jari-jari ke dua tangan : Kecapi Sunda, Sasando, Siter jawa, Kora Afrika

Track 04. Memainkan dawai dengan dipetik: Shamisen Jepang, Gambus Betawi, Hasapi Toba, Hitek Flores

Track 05. Memainkan dawai dengan dicabik/ditarik: Celo kroncong, Siter pengamen

Track 06. Memainkan dawai dengan dipukul: Keteng-keteng Karo, Teren bas – ensambel dawai), Yospan Papua

Track 07. Gondang Hasapi, Batak Toba, Sumatera Utara

Track 08. Kulcapi dan Keteng-keteng, Batak Karo, Sumatera Utara Track 09. Gitar, Lampung

Track 10. Gambang Kromong, Betawi Track 11. Gambus, Kalimantan Track 12. Sapek, Kalimantan

Track 13. Dade nDate, Sulawesi Tengah Track 14. Yospan, Papua

Track 15. Yospan, Papua Track 16. Gitar dan Biola, Timor Track 17. Sasando, Kupang, NTT Track 18. Kroncong 1

Track 19. Kroncong 2

Track 20. Biola, Lombok, NTB

Track 21. Rabab Pasisia, Sumatera Barat

CD 1 CD 1 CD 1 CD 1 CD 1

(13)

Track 22. Rebab dan Siter, Gamelan Jawa Tengah Track 23. Kacapi, Bugis, Sulawesi Selatan Track 24. Ensambel Dawai, Sikka, Flores, NTT Track 25. Gambus, Sikka, Flores, NTT

Track 26. Hitek, Sikka, Flores, NTT Track 27. Letor, Sikka, Flores, NTT Track 28. Gitar, Sumbawa

Track 29. Es Lilin, Kecapi dan Suling, Sunda Track 30. Pangapungan, Kecapi dan Suling, Sunda Track 31. Jipang Lontang, Kecapi, Sunda

Track 32. Jentreng dan Ngek-ngek, Sunda Track 33. Gambus, Betawi

Track 34. Kora, Afrika

Track 35. Sarangi dan Tanpura, India Track 36. Biwang, Tibet

Track 37. Pelajaran biola, Manca Negara

Track 38. Shamisen dalam ensambel kontemporer Track 39. Shamisen, Jepang

Track 40. Ajaeng, Korea Track 41. Gitar Blues Track 42. Al Ud, Arab Track 43. Dan Bao, Vietnam

Track 01. Logo PSN, Edisi Uji Coba Track 02. Cuk Pengamen

Track 03. Keteng-keteng, Batak Karo, Sumatera Utara Track 04. Kulcapi, Batak Karo, Sumatera Utara Track 05. Hasapi, Batak Toba, Sumatera Utara Track 06. Siter, Jawa Tengah

Track 07. Rebab, Jawa Tengah Track 08. Shamisen, Jepang Track 09. Sarangi, India Track 10. Jentreng, Sunda Track 11. Kecapi, Sunda

Track 12. Jentreng dan Ngek-ngek, Sunda Track 13. Sarangi dan Tanpura, India

CD 1 CD 1CD 1 CD 1 CD 1

(14)

Track 14. Gondang Hasapi, Batak Toba, Sumatera Utara Track 15. Cokek, Cirebon, Jawa Barat

Track 16. Siter Pengamen Track 17. Cuk Pengamen Track 18. Gambus Pengamen Track 19. Gitar

Track 20. Hasapi, Batak Toba, Sumatera Utara Track 21. Saz, Turki dan Timur Tengah

Track 22. Ukulele

Track 23. Kulcapi, Batak Karo, Sumatera Utara Track 24. Rabab Pasisia, Sumatera Barat Track 25. Saung Gauk, Myanmar Track 26. Ensambel Musik Sufi, Turki

Track 01. Gitar Mandar, Sulawesi Selatan Track 02. Gitar Lampung

Track 03. Gitar Sumba Track 04. Gitar Kroncong Track 05. Gitar Spanyol Track 06. Gitar Madagaskar Track 07. Gitar Turki Track 08. Sitar India Track 09. Gitar Blues

Track 10. Gambus Palembang Track 11. Kora – Afrika

CD 1 CD 1 CD 1 CD 1 CD 1

(15)

Apel, Willi 1972. Harvard Dictionary of Music: Second Edition,

Revised and Enlarged. Cambridge Massachusetts: Harvad

university Press.

Danielson Marcus Reynolds 2002. The Garland Encyclopedia of

World Music. New york and London: Routledge.

Hutajulu, Rithaony dan Irwansyah Harahap 2002. Kebudayaan Musik Batak di Sumatera Utara.

Toyota Foundation Research Project, SEANRP 2001-2002. (Tidak

diterbitkan.)

Josse, Pierre 1998. Pubs et Musique en Irlande, dari dalam majalah “L’Inter Celtique.” Lorient: Idea.

Kartomi, Margaret J. 1990. On Concepts and Classifications of

Musical Instruments. Chicago and London: The University

of Chicago Press.

Kottak, Conrad Phillip 1991. Cultural Anthropology. New York: Mc-Graw-Hill, Inc.

Majalah Acara “29e Festival Interceltique de Lorient.” tahun 1999.

Malm, William P. 1959. Japanese Music and Musical Instruments. Rutland, Vermont-Tokyo Japan: Charles E. Tuttle Company.

Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music. Princeton, USA.

Midgley, Ruth (ed.) 1976. Musical Instruments of The World. New York-Oxford: Facts on File, Incorporation.

(16)

Myers, Helen 1992. Ethnomusicology: An Introduction. New York-London: W.W. Norton & Company.

Newman, Daniel M. 1990. The Life of Music in North India. Chicago and London: The University of Chicago Press.

Nketia, J.H. Kwabena 1974. The Music of Africa. New York-London: W.W. Norton & Company.

Rice, Timothy dkk. (ed.) 2000. The Garland Encyclopedia of World

Music Volume 8: Europe. New York-London: Garland

Pub-lishing, Inc.

Sam, Sam Ang dan Patricia Shehan Campbell. 1991. Silent Temples,

Songful Hearts: Traditional Music of Cambodia. Danbury

CT: World Music Press.

Yampolsky, Philip 1996. Melayu Music of Sumatra and the Riau

Islands. Catatan sampul seri “Music of Indonesia” Vol. 11.

USA: Smithsonian Folkways.

Yampolsky, Philip 1997. South Sulawesi Strings. Catatan sampul seri “Music of Indonesia” Vol. 15. USA: Smithsonian Folkways.

Yampolsky, Philip 1996. Music of Biak, Irian Jaya. Catatan sampul seri “Music of Indonesia” Vol. 10. USA: Smithsonian Folkways.

Yampolsky, Philip 1998. Music from Southeast: Sumbawa, Sumba,

Timor. Catatan sampul seri “Music of Indonesia” Vol. 16.

USA: Smithsonian Folkways.

Yampolsky, Philip 1999. Indonesian Guitars. Catatan sampul seri “Music of Indonesia” Vol. 20. USA: Smithsonian Folkways. Yampolsky, Philip 1997. Kalimantan Strings. Catatan sampul seri “Music of Indonesia” Vol. 13. USA: Smithsonian Folkways. Yampolsky, Philip 1997. Music from the Southeast: Sumbawa,

Sumba, Timor. Catatan Sampul seri “Music of Indonesia”

Referensi

Dokumen terkait

“Saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan patuh dan setia kepada  Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara  Republik Indonesia Tahun

Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu terdapat pada respondennya, peneliti sebelumnya meneliti aspek spiritualitas perawat dan kebutuhan

belajaran. 5) juga menyatakan bahwa, model pembelajaran SAVI melatih siswa untuk membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman untuk menciptakan solusi ter- baik

Didalam melaksanakan perkawinan, anak-anak Samin harus mengikuti adat istiadat yang ditetapkan oleh tradisi mereka dengan cara nyuwito atau magang calon pengantin laki-laki

Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan peran pondok pesantren salafiyah sebagai lembaga pendidikan masyarakat, serta untuk membuka kesempatan bagi para santrinya

Untuk itu pemanfaatan campuran jagung dan tepung ikan menjadi bahan baku pembuatan tauco diharapkan dapat menghasilkan tauco dengan harga yang murah dan mempunyai rasa yang

Pada 11 Januari 2012, perseroan telah meraih utang US$ 1 miliar untuk akuisisi 51% saham Borneo Bumi Energi & Metal Pte Ltd, dan 49% saham Bumi Borneo Resources Pte Ltd dari

Tegangan terbesar yang terjadi pada konstruksi kapal bulk carrier 77627 DWT dengan variasi kondisi pembebanan adalah: a. Umur kapal bulk carrier 77627 DWT dengan variasi