• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk Penyajian Tari Pelebat di Sanggar Lac Suku Alas Kabupaten Aceh Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bentuk Penyajian Tari Pelebat di Sanggar Lac Suku Alas Kabupaten Aceh Tenggara"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

168

BENTUK PENYAJIAN TARI PELEBAT DI SANGGAR LAC SUKU ALAS KABUPATEN ACEH TENGGARA

Mellya Safitri1*, Tri Supadmi1, Aida Fitri1 1Program Studi Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala

*Email: fifitmelya@gmail.com ABSTRAK

3HQHOLWLDQ \DQJ EHUMXGXO ³%HQWXN 3HQ\DMLDQ 7DUL Pelebat di sanggar LAC Suku

$ODV .DEXSDWHQ $FHK 7HQJJDUD´ LQL PHQJDQJNDW PDVDODK EDJDLPDQDNDK EHQWXN SHQ\DMLDQ

tari Pelebat. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk penyajian tari Pelebat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan jenis penelitian deskriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah ketua sanggar, anggota penari dan majelis adat yang mengetahui sejarah tari Pelebat ini. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah bentuk penyajiantari Pelebat suku Alas di sanggar LAC Kabupaten Aceh Tenggara. Pengumpulan data yang digunakan dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu reduksi data, penyajian data dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk penyajian tari Pelebat di sanggar LAC Suku Alas Kabupaten Aceh Tenggara memiliki 5 ragam gerak tari yaitu: gerak penghormatan, gerak pengukuran pedang, gerak langkah 3 (mengiringi), gerak ningcingi (lompat-lompat), gerak pukulan. Pola lantai yang digunakan pola lantai melingkar dengan menggunakan gerak langkah tiga. Pengiring tari menggunakan alat musik yaitu canang yang terbuat dari kaleng ikan dencis dan kayu sebagai pemukul alat musik. Tarian ini tidak menggunakan tata rias tampil apa adanya karena penari dari kalangan lelaki dewasa. Tata busana menggunakan pakaian adat alas baju hitam dan celana hitam yang sudah dihiasi motif sikhat dalam bahasa alas, benang emas dalam bahasa sehari-hari songket dan penutup kepala bulang bulu. Tari ini menggunakan properti bambu dengan panjangnya 1 meter dan tarian ini menggunakan pentas arena yang dapat dilihat dari berbagai sisi.

Kata kunci: bentuk penyajian, tari tradisional Pelebat PENDAHULUAN

Suku Alas merupakan suku yang mendiami daerah dataran tinggi Aceh Tenggara. Suku Alas menguasai tanah pegunungan Leuser. Suku Alas menggunakan bahasa Alas dengan adat istiadat sendiri. Daerah Kabupaten Aceh Tenggara beribukota Kutacane. Bahasa Alas mirip dengan bahasa Batak (Karo, Tapanuli, dan Fak Fak). Sebagian besar suku Alas tinggal di pedesaan dan hidup dari pertanian dan peternakan.

Tanoh Alas merupakan lumbung padi untuk daerah Aceh. Tetapi selain itu mereka juga berkebun karet, kopi, dan kemiri, serta mencari berbagai hasil hutan, seperti kayu, rotan, damar dan kemenyan. Sedangkan binatang yang mereka ternakkan adalah kuda, kambing, kerbau, dan sapi.

Pengertian seni tari tradisional adalah suatu yang berkembang dan tumbuh dalam lingkungan masyarakat. Biasanya digunakan sebagai sarana hiburan, pergaulan, juga bentuk rasa syukur. Seni tari di Aceh memiliki berbagai keberagaman khusus antar wilayah, seperti tari Pelebat. Tari Pelebat dikenal merupakan tari yang menggambarkan

▸ Baca selengkapnya: wawancara sanggar tari

(2)

169

ketangguhan karena adanya gerakan bela diri dan sangat membuat orang ketakutan dalam menyaksikan tariannya. Tari Pelebat dibuat bergaya silat karena sesuai dengan artinya yaitu Pelebat ³PHPXNXO´

Tari Pelebat berasal dari Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara. Tari ini dahulu dimainkan di setiap acara pernikahan kalau ada yang memesan tarian ini. Tari Pelebat dimainkan dengan adanya pihak pengantin laki-laki dan ada pihak pengantin perempuan. Kedua penari dari kedua belah pihak akan memperagakan bela diri dengan properti bambu dan kayu. Tari Pelebat tidak diketahui siapa penciptanya karena sudah ada sejak zaman dahulu dan merupakan tarian khas Tradisional suku Alas, Aceh Tenggara.

Sebuah tari dari Aceh Tenggara yang menggunakan kostum Alas dan adanya kegiatan pengantin di atas pentas pernah ditampilkan dalam ajang Pekan Kebudayaan Aceh ke-II. Tarian ini sangat unik dan banyak yang tidak mengetahui tentang tarian ini. Tarian ini dikatakan Pelebat artinya memukul. Di atas pentas, penari bergerak bela diri dan memukul-mukul bambu dan kayu dengan suara yang keras. Tarian ini dikatakan sudah lama dan turun temurun sehingga menjadi tradisi suku Alas di pegunungan leuser. Keunikan lainnya dari tarian ini adalah diiringi oleh musik yang indah dan tegas sehingga sangat cocok dengan gerakan bela diri yang ditarikan. Pemusik jumlahnya lebih banyak dari penari dan pengantin tidak terlibat dalam tarian.

Pada tahun 1972, tari Pelebat pernah ditampilkan dalam ajang Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) yang ke 2. Setelah itu tarian ini juga sering kita lihat dalam acara-acara pernikahan suku Alas di berbagai daerah. Setelah kejadian tsunami tahun 2004 silam di Aceh, tarian ini tidak terlihat lagi. Tari Pelebat mulai terdengar hilangnya atau punahnya artinya tidak banyak orang yang ingin meneruskan tarian tradisional Aceh ini.

Setiap daerah di Provinsi Aceh mulai terprovokasi oleh dunia luar atau virus yang dikenal Transcultures. Adanya budaya luar yang diterima generasi muda melalui berbagai media membuat kreativitas mereka membangun budaya tersebut lebih maju di tanah Aceh padahal budaya kita sendiri sudah hilang secara perlahan. Generasi muda berfikir seperti saat ini terjadi karena kurang pengetahuan dan media yang meliputi budaya Aceh yang sangat langka kita jumpai eksistensinya, oleh karena itu perlu mengangkat ulang berbagai seni budaya yang tidak pernah kita lihat lagi seperti tari Pelebat. Tari Pelebat tidak pernah kita lihat lagi eksistensinya dalam panggung pertunjukan Aceh dikarenakan pihak pelaku seni kurang memberi kemasan dalam inovasi karya seni tradisional agar disukai oleh remaja saat ini yang serba canggih dan mengikuti perubahan zaman.

Tari Pelebat tidak pernah terdengar lagi namanya dalam panggung seni tradisional Aceh di era 2000-an. Tari ini sangat langka dan bahkan generasi muda tidak ada yang meneruskan tarian ini. Pemerintah kurang mempromosikan tarian ini sebagai bentuk tarian tradisional Aceh yang bisa dijadikan tarian kalangan remaja seperti tari Ranup Lampuan, Guel, Saman, Seudati dll. Ketidaktahuan masyarakat Aceh dan generasi muda tentang tari Pelebat membuat harga tradisi nenek moyang tidak mendapat apresiasi yang baik di masa sekarang. Perlu adanya revitalisasi yang besar bagi tradisi Aceh yang mulai hilang namanya secara perlahan. Oleh karena itu sangat perlu digali bagaimana penyajian tari ini. Supaya karya ini tidak hilang dan untuk menghargai karya yang sudah diciptakan. Pada saat ini keberadaan tari Pelebat ada di sanggar LAC (Leuser Art Community).

Berdasarkan realita yang ada dan karena pentingnya menyelamatkan seni tari tradisional terhadap generasi muda maka sebagai generasi muda, perlu bagi penulis untuk mengangkat suatu penelitian untuk dijadikan sebuah acuan dalam bentuk Skripsi dengan

(3)

170

judul ³Bentuk Penyajian Tari Pelebat di sanggar LAC Suku Alas Kabupaten Aceh Tenggara´

METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dan jenis penelitiannya adalah deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan untuk menjabarkan gambaran secara sistematis, faktual mengenai fakta-fakta, situasi sikap, proses-proses yang sedang berlangsung serta hubungan antara fenomena yang diteliti, jenis penelitian deskriptif sangat tepat digunakan karena terkait mendapatkan informasi secara langsung oleh subjek (penari sanggar dan tokoh adat di Kutacane) pada penguraian data penelitian mengenai bentuk penyajian yang di dalamnya terdapat gerak, pola lantai, tata rias dan busana, properti, musik dan pentas yang digunakan.

Subjek pada penelitian ini dapat memberikan informasi yang terkait dengan rumusan masalah penelitian mengenai bentuk penyajian tari Pelebat di sanggar LAC Suku Alas kabupaten Aceh Tenggara. Subjek adalah bagian kumpulan kata yang menandai apa yang di bicarakan oleh pembicara/peneliti. Adapun yang menjadi subjek pada penelitian ini adalah: Ketua dan penari sanggar LAC Kabupaten Aceh Tenggara, serta tokoh adat Kabupaten Aceh Tenggara. Sedangkan informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek dalam penelitian ini yaitu bentuk penyajian keseluruhan tari Pelebat suku Alas di sanggar LAC Kabupaten Aceh Tenggara

Penelitian ini dilakukan di Sanggar Leuser Art Community (LAC) di Desa Bambel Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara. Alasan dalam menentukan lokasi ini berdasarkan pertimbangan efektifitas dan efisiensi tempat berkembangnya pribumi suku Alas. Pemilihan lokasi ini juga berdasarkan hasil amatan untuk langsung menemukan objek penelitian. Kutacane alas lokasi yang dipilih sebagai salah satu penerus terakhir yang melestarikan tari Pelebat.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun langkah-langkah dalam teknik pengolahan data adalah sebagai berikut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sugiyono, (2014:337) yaitu reduksi data/data reduction, penyajian data/data display dan verifikasi data/conclusion drawing verification´

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil observasi di sanggar LAC Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara bentuk penyajian tari Pelebat terdiri dari: gerak, pola lantai, tata rias dan busana, musik pengiring/alat musik, panggung/pentas, berikut penjelasannya:

Hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dengan beberapa narasumber ketua sanggar, penari dan tokoh adat, menjelaskan bahwa gerak tari Pelebat ini memakai gerak silat atau memukul yang diperhalus menjadi gerak tari. Tata gerak tarian ini sederhana. Masing-masing penari memiliki gerak seperti silat. Gerak tari Pelebat terdiri dari 5 ragam gerak, dimana gerak satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Adapun nama gerak dalam tari Pelebat adalah:

Di dalam tari Pelebat ini penghormatan yang pertama kepada sesama lawan memberikan salam dan kemudian kepada penonton. Pada gerakan penghormatan kepada sesama, kedua penari membungkukkan badan ke arah sesama penari dengan tangan seperti memberi salam di depan sejajar dengan muka dalam hitungan 1x8. Pada gerakan ini penari

(4)

171

mengukur pedang/bambu panjangnya 1 meter yang ujungnya meruncing seperti jari kelingking dan memberi sesuatu (sirih) pada pedang mereka, jika terkena lawan akan meninggalkan bekas dan siapa yang paling banyak meninggalkan bekas akan kalah.

Gerak langkah 3 atau mengiringi lawan sebelum perkelahian dimulai, agar tarian tampak indah, berputar mengiringi lawan, kaki berjalan berputar dan tangan mengikuti. Sampai ke tempat lawan kembali keposisi awal. Gerak Ningcingi (lompat-lompat) Gerak ningcingi ini merupakan gerakan lompat-lompat yaitu mencari selah lawan agar dapat dipukul dan kalah. Gerakan ini lompat-lompat seperti mencari-cari selah sambil berjinjit-jinjit, setelah menemukan selah untuk dipukul baru melakukan gerak pukulan.

Pukulan dalam tari Pelebat ini ada 4 ragam pukulan:

1. Pukulan atas, merupakan pukulan yang dilakukan penari dengan cara mengarahkan masing-masing bambu yang di pegang ke bagian atas kepala, pada penari A tangan kanan memegang properti seperti memukul dan tangan kiri dilentangkan, kaki kanan diangkat setengah lutut sedangkan penari B tangan kanan menangkis pukulan lawan dan kaki kanan diangkat setengah lutut.

2. Pukulan tusuk, merupakan salah satu gerakan penari yang mencondongkan bambu ke arah penari lainnya sehingga menyerupai seperti sedang menusuk satu sama lain. Pada penari A tangan kanan menangkis dan kaki kanan diangkat setengah lutut sedangkan penari B tangan kanan menusuk kearah lawan kaki kiri sedikit mendak.

3. Pukulan kiri, merupakan gerakan pukulan yang dilakukan penari dengan cara masing-masing penari memiringkan sedikit tubuh ke bagian kanan dan masing-masing menyilangkan bambu yang dipegangnya secara berhadapan. Pada gerakan pukulan kiri penari A menangkis pukulan dari lawan, tangan kanan menahan pukulan lawan dan kedua kaki mendak sedangkan penari B memberi pukulan dari arah kiri kaki sedikit mendak.

4. Pukulan kanan, merupakan gerakan pukulan yang dilakukan penari dengan cara satu penari melompat hendak memukul penari lainnya dengan bambu, sedangkan penari lainnya menahan pukulan dengan cara menyilangkan bambu yang dipegangnya ke atas kepala.

Pada tarian Pelebat ini tidak menggunakan tata rias khusus seperti halnya rias cantik, rias gagah, rias fantasi, dan lain sebagainya. Penari Pelebat ini tampil dengan apa adanya tanpa berhias wajah dengan sederhana, karena penari tari Pelebat dari kalangan lelaki.

Pembahasan

Bentuk Penyajian Tari Pelebat di Sanggar LAC Suku Alas Kabupaten Aceh Tenggara

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis adakan di sanggar LAC Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara yang berjudul tari Pelebat. Tari Pelebat merupakan tari yang menggambarkan ketangguhan, di dalam tarian ini menggunakan gerakan silat dan tidak sembarangan orang bisa menarikan tarian ini, Pelebat yang artinya memukul. Tarian ini sudah ada pada zaman sebelum kemerdekaan Indonesia, sehingga dapat dikatakan tari Pelebat ini tari tradisional. Tarian ini di tarikan oleh 2 orang lelaki dewasa dengan memakai properti bambu yang ujungnya diruncingkan sebesar jari kelingking dan di beri kapur agar jika terkena lawan akan meninggalkan bekas.

Pada bentuk penyajian akan di bahas mengenai susunan penyajian dari awal sampai penyajian terakhir. Di dalam tarian masing-masing memiliki bentuk penyajian yang

(5)

172

berbeda-beda. Pada setiap bentuk penyajian sebuah tari itu tidak terlepas dari beberapa elemennya seperti gerak, tata rias dan busana, pola lantai, musik pengiring, pentas dan properti.

Bentuk penyajian yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah bentuk penyajian tari Pelebat yang di dalamnya terkandung unsur-unsur pelengkap atau pendukung dalam menyajikan suatu karya tari yang terdiri dari gerak, pola lantai, musik pengiring, tata rias dan busana, pentas dan properti. Bagian-bagian tersebut dijelaskan sebagai berikut.

Di dalam tarian Pelebat ini memiliki 5 ragam gerak yaitu 1). Gerak Penghormatan sesama/penonton, 2). Gerak Pengukuran pedang, 3). Gerak Langkah 3 (mengiringi), 4). Gerak Nincingi (lompat-lompat, 5). Gerak Pukulan, pukulan terdiri dari pukulan atas, pukulan tusuk, pukulan kiri, pukulan kanan.

Pola lantai mendukung dalam penyajian tari dalam melihat garis-garis yang di lalui penari. Pola lantai bervariasi dalam tarian ini tidak beraturan karena gerakan tari ini perkelahi sehinga tidak beraturan, yang terlihat pola lantai melingkar pada gerak awal, sewaktu di puncaknya gerak pola lantainya tidak beraturan karena perkelahian setelah itu normal melingkar.

Alat musik yang dipakai dalam tari Pelebat adalah canang yang di mainkan dengan cara dipukul pakai kayu kecil dengan menggunakan tempo cepat. Alat musik canang yang terbuat dari kaleng sarden dan kayu kecil untuk memukulnya sehingga menghasilkan irama/musik untuk tarian Pelebat ini. Canang yang dibutuhkan sebanyak 5 buah canang dan hanya kayu yang bisa memukul canang karena jika diganti dengan alat lain akan menimbulkan suara yang beda.

para penari Pelebat adalah baju adat alas atau kemeja hitam yang bermotif sikhat dalam bahasa alas, celana panjang hitam yang sama ukuran dari atas sampai bawah yang sudah di modifikasikan dengan motif sikhat seperti baju, songket atau dalam bahasa alas benang mas dan penutup kepala bulang bulu dalam bahasa alas.

Pada tari Pelebat ini properti yang digunakan bambu yang sudah di haluskan dan di bentuk ujungnya, panjangnya 1 meter besarnya seperti jari kelingking ujungnya meruncing dan dibubuhi kapur sirih jika mengenai lawan akan meninggalkan bekas.

Di dalam pertunjukkan tari tradisional Pelebat ukuran pentas yang digunakan lumayan luas sehingga cocok menggunakan pentas/panggung arena, yang dapat di lihat dari berbagai sisi di lapangan atau panggung.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan di sanggar LAC Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara, maka penulis membuat kesimpulan bentuk penyajian tari Pelebat bahwa gerakan tarian ini gerakan silat yang ditarikan oleh penari lelaki dewasa. Tarian Pelebat ini memiliki 5 ragam gerak yaitu: gerak penghormatan, gerak pengukuran pedang, gerak langkah 3, gerak ningcingi, gerak pukulan. Pola lantai yang digunakan melingkar dengan menggunakan langkah Tari Pelebat ini memakai kostum adat alas yaitu baju hitam dan celana hitam yang bermotif dalam bahasa alas sikhat (ukiran/motif) memakai songket atau benang mas dan di kepala memakai ikatan kepala atau bahasa alas nya bulang bulu, di dalam tarian Pelebat ini tidak memakai rias atau rias alami saja dikarenakan tarian ini mengambarkan perkelahian dan di tarikan oleh lelaki. Properti yang digunakan alam tari Pelebat ini yaitu bambu panjangnya 1 meter dan diruncingkan ujungnya sebesar jari kelingking dan diberi sirih, alat musik tari Pelebat ini menggunakan canang yang terbuat dari kaleng dencis irama berbentuk canang gasak, canang yang

(6)

173

digunakan sebanyak 5 buah kaleng dencis 1 untuk tempo dan yang 4 nya mengikuti irama musik tersebut. Tari Pelebat ini dapat di tarikan di pentas arena atau yang bisa dilihat berbagai sisi.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka ada beberapa saran yang penulis sampaikan, adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut:

1. Dengan dilakukannya penelitian ini, peneliti berharap kepada tokoh adat dan pemerintah daerah Kutacane khususnya sanggar LAC (lauser art comunnity) untuk tetap melestarikan tari tersebut dan diwariskan kepada generasi muda pelaku seni di sanggar tersebut.

2. Kepada mahasiswa/i program studi pendidikan Seni Drama, Tari, dan Musik, FKIP Unsyiah agar dapat ikut mensosialisasikan tari Pelebat, sehingga dapat menjadi salah satu bahan masukan bagi pembaca khususnya mahasiswa/i Sendratasik terkait bentuk penyajian tari Pelebat.

3. Kepada para seniman agar lebih memperkenalkan adat yang sudah ada sehingga tidak

hilang atau punah khususnya Kutacane sebagai salah satu potensi budaya dalam hal kebudayaan.

DAFTAR PUSTAKA

Moleong, J. Lexy. 2012.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja Rosda Karya

Noor, Juliansyah. 2010. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Kotler dan Amstrong (2016:78) dalam variabel harga ada beberapa unsur kegiatan utama harga yang meliputi tingkatan harga, diskon, potongan harga dan periode

CPL yang dibebankan pada mata kuliah adalah beberapa capaian pembelajaran lulusan program studi (CPL-PRODI) yang digunakan untuk pembentukan/pengembangan sebuah mata kuliah

Hasil : Faktor yang berpengaruh terhadap keterlambatan waktu keluarnya kolostrum pertama kali (≥64 jam) adalah ibu yang mengalami emosional distress sebesar 3,7 kali, cara

Jika soal nomor 3, 5, dan 8 harus dikerjakan dan peserta ujian hanya diminta mengerjakan 8 dari 10 soal yang tersedia, maka banyaknya cara seorang peserta ujian memilih soal

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwasanya dari kedua usaha peternakan ayam pedaging yang ada di Desa Ratna Chaton Kecamatan Seputih Raman, keduanya

Mengingat begitu pentingnya pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas, kreatifitas, dan hasil belajar siswa adalah hal yang melatar belakangi dilakukannya penelitian ini guna

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan sebelumnya, permasalahan yang harus diselesaikan pada penelitian ini adalah bagaimana model market share yang dapat dirumuskan

Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Sri Purwanti, yang menyatakan bahwa “faktor kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal adalah kurang paham dalam