• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPUBLIK INDONESIA UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN BUMN/BUMD DAN PERBANKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REPUBLIK INDONESIA UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN BUMN/BUMD DAN PERBANKAN"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

REPUBLIK INDONESIA

UPAYA PENCEGAHAN DAN

PENANGGULANGAN KORUPSI

PADA

PENGELOLAAN BUMN/BUMD

DAN PERBANKAN

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

TIM PENGKAJIAN SPKN

(2)

SAMBUTAN MENTERI

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

Pada era demokrasi dan transparansi dewasa ini, aparatur negara tetap menjadi tumpuan harapan untuk menjadi salah satu dinamisator ke arah pemulihan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan setelah krisis multi dimensi yang melanda bangsa dan negara sejak tahun 1997.

Dalam pada itu, berbagai penilaian yang mengindikasikan merajalelanya KKN di negeri kita, termasuk pada lingkup birokrasi pemerintahan merupakan tantangan tersendiri yang harus dijawab oleh seluruh aparatur negara. Apabila kita tidak dapat membersihkan diri kita sendiri secara sungguh-sungguh akan mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap aparatur negara semakin rendah, yang pada gilirannya kepercayaan rakyat kepada pemerintah akan sirna. Upaya yang terencana dan transparan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk menjadikan pemerintahan yang bersih (clean government)

menuju ke arah kepemerintahan yang baik (good governance) tidak bisa ditunda lagi.

Sehubungan hal tersebut saya menghargai hasil karya BPKP yang merespons surat Men.PAN Nomor: 37a/M.PAN/2/2002 tanggal 8 Pebruari 2002 tentang Intensifikasi dan Percepatan Pemberantasan KKN dengan menerbitkan 5 (lima) Buku Pedoman Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi yaitu di bidang Pengelolaan APBN/APBD, BUMN/BUMD, Perbankan, Kepegawaian, Sumber Daya Alam dan Pelayanan Masyarakat.

Saya berharap agar seluruh aparat baik yang bertugas di Instansi Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/BUMD maupun Perbankan dapat menggunakan Buku Pedoman ini dan mengembangkannya sesuai kondisi lingkungan tugas masing-masing sehingga dapat mencegah dan menanggulangi kasus-kasus KKN secara efektif dan efisien.

Hendaknya selalu diingat bahwa masyarakat sesungguhnya sangat menghendaki munculnya jiwa kepeloporan dan sifat keteladanan aparatur negara sebagai panutan mereka dengan tindakan nyata mencegah dan memberantas KKN. Dimulai langkah yang terpuji serta kesadaran tinggi dalam menjalankan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, kiranya tingkat kepercayaan masyarakat yang saat ini mengalami degradasi dapat diperbaiki dan ditingkatkan sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan menuju kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dapat sukses.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridloi upaya kita bersama.

Jakarta, 31 Juli 2002 MENTERI

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

(3)

REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (BPKP)

KATA PENGANTAR KEPALA BPKP

Korupsi sudah dianggap sebagai penyakit moral, bahkan ada kecenderungan semakin berkembang dengan penyebab multifaktor. Oleh karena itu penanganannya perlu dilakukan secara sungguh-sungguh dan sistematis, dengan menerapkan strategi yang komprehensif - secara preventif, detektif, represif, simultan dan berkelanjutan dengan melibatkan semua unsur terkait, baik unsur-unsur Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, maupun masyarakat luas.

Dalam rangka memenuhi RENSTRA BPKP Tahun 2000-2004, serta sebagai hasil koordinasi dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara mengenai intensifikasi dan percepatan pemberantasan KKN, BPKP telah menerbitkan Buku “Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi Pada Pengelolaan Pelayanan Masyarakat”.

Meskipun Buku ini telah disusun dengan upaya yang maksimal, namun dengan segala keterbatasan dan kendala yang dihadapi Tim Penyusun, disadari bahwa di dalamnya masih terdapat banyak kelemahan dan kekurangan baik dari materi yang disajikan maupun cara penyajiannya, sehingga memerlukan penyempurnaan secara terus-menerus. Untuk itu masukan yang positif dan konstruktif dari para pembaca dan pemakai buku ini sangat diharapkan.

Buku ini diharapkan dapat menjadi petunjuk praktis bagi Instansi Pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah serta BUMN/BUMD untuk menanggulangi kasus-kasus korupsi dalam pengelolaan pelayanan masyarakat, bukan saja bagi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah(APIP)/Satuan Pengawas Intern (SPI) masing-masing, tetapi juga bagi para pimpinan instansi/BUMN/BUMD yang bersangkutan. Hal ini disebabkan pemberantasan korupsi bukan semata-mata tanggung jawab APIP/SPI, karena sifat tugasnya lebih pada penanggulangan korupsi secara detektif dan represif. Penanggulangan korupsi yang lebih efektif dan efisien adalah secara preventif yang merupakan tanggung jawab manajemen. Langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan korupsi yang disajikan dalam buku ini merupakan upaya minimal, yang perlu dilaksanakan secara maksimal dan dikembangkan oleh setiap institusi tersebut di atas secara terus menerus sesuai dengan kompleksitas permasalahan yang dihadapi. Keberhasilan buku ini sangat tergantung pada upaya pihak-pihak yang kompeten untuk menjalankannya dengan tindakan yang nyata, konsisten disertai dengan komitmen yang kuat untuk mencegah dan menanggulangi korupsi secara berkesinambungan.

Kepada semua pihak yang telah mencurahkan segenap tenaga, pikirannya dan membantu baik secara moril maupun materiil dalam penyusunan buku ini, termasuk APIP/SPI yang telah menyampaikan masukan-masukan kami sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

(4)

Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa membimbing kita dalam melaksanakan tugas-tugas Pemerintahan dan Pembangunan, serta upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Jakarta, 31 Juli 2002 KEPALA

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMBUTAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA 2

KATA PENGANTAR KEPALA BPKP 3

DAFTAR ISI 5

Bab I UMUM

A. Dasar Pemikiran 6

B. Pengertian Umum 8

C. Tujuan dan Sasaran 9

D. Ruang Lingkup 9

E. Sistim Pengendalian Manajemen 10

F. Metode Penyajian 12

Bab II UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN KEPEGAWAIAN

A. Pengelolaan BUMN/BUMD

1. Siklus Penjualan dan Penerimaan Barang 17 2. Siklus Pengadaan barang dan jasa serta pembayarannya 26 3. Siklus Penggajian dan kepegawaian 34 4. Siklus Persediaan dan penyimpangan 40 5. Siklus Perolehan Modal dan Pembayaran Kembali 43

6. Kecurangan keuangan lainnya 45

B. Pengelolaan Perbankan

1. Pengelolaan dana pihak ketiga 54

2. Penempatan dana Perbankan 58

3. Pemberian Kredit 61

4. Pengelolaan Transaksi Derivatif 67

5. Kecurangan Perbankan Lainnya 70

Bab III UPAYA PENANGGULANGAN SECARA REPRESIF

A. Penyelesaian oleh Unit Kerja 74

B. Penyelesaian melalui Penyerahan Kasus ke Instansi Penyidik 75

Lampiran : Daftar Kasus/Penyimpangan Tim Penyusun

(6)

BAB I U M U M

A. DASAR PEMIKIRAN

Korupsi telah sejak lama terjadi di Indonesia. Praktik-praktik seperti penyalahgunaan wewenang, penyuapan, pemberian uang pelicin, pungutan liar, pemberian imbalan atas dasar kolusi dan nepotisme serta penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi, oleh masyarakat diartikan sebagai suatu perbuatan korupsi dan dianggap sebagai hal yang lazim terjadi di negara ini. Ironisnya, walaupun usaha-usaha pemberantasannya sudah dilakukan lebih dari empat dekade, praktik-praktik korupsi tersebut tetap berlangsung, bahkan ada kecenderungan modus operandinya lebih canggih dan terorganisir, sehingga makin mempersulit penanggulangannya.

Pada buku Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional (SPKN) yang diterbitkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada tahun 1999, telah diidentifikasikan bahwa faktor-faktor penyebab korupsi di Indonesia terdiri atas 4 (empat) aspek, yaitu:

1. Aspek perilaku individu, yaitu faktor-faktor internal yang mendorong seseorang melakukan korupsi seperti adanya sifat tamak, moral yang kurang kuat menghadapi godaan, penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup yang wajar, kebutuhan hidup yang mendesak, gaya hidup konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras, serta tidak diamalkannya ajaran-ajaran agama secara benar.

2. Aspek organisasi, yaitu kurang adanya keteladanan dari pimpinan, kultur organisasi yang tidak benar, sistem akuntabilitas yang tidak memadai, kelemahan sistem pengendalian manajemen, dan kecenderungan manajemen menutupi perbuatan korupsi yang terjadi dalam organisasinya.

3. Aspek masyarakat, yaitu berkaitan dengan lingkungan masyarakat di mana individu dan organisasi tersebut berada, seperti nilai-nilai yang berlaku yang kondusif untuk terjadinya korupsi, kurangnya kesadaran bahwa yang paling dirugikan dari terjadinya praktik korupsi adalah masyarakat dan mereka sendiri terlibat dalam praktik korupsi, serta pencegahan dan pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila masyarakat ikut berperan aktif. Selain itu adanya penyalahartian pengertian-pengertian dalam budaya bangsa Indonesia.

4. Aspek peraturan undangan, yaitu terbitnya peraturan perundang-undangan yang bersifat monopolistik yang hanya menguntungkan kerabat dan atau kroni penguasa negara, kualitas peraturan perundang-undangan yang kurang memadai, judicial review yang kurang efektif, penjatuhan sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan.

Prasyarat keberhasilan dalam pencegahan dan penanggulangan korupsi adalah adanya komitmen dari seluruh komponen bangsa, meliputi komitmen seluruh rakyat secara konkrit, Lembaga Tertinggi Negara, serta Lembaga Tinggi Negara. Komitmen tersebut telah diwujudkan dalam berbagai bentuk ketetapan dan peraturan perundang-undangan di antaranya sebagai berikut:

(7)

1. Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

2. Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;

3. Undang-undang No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disempurnakan dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001.

4. Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

5. Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 127 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara dan Sekretariat Jenderal Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara.

Disamping itu, Pemerintah dan DPR RI sedang memproses penyelesaian Rancangan Undang-undang tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan hanya dengan komitmen, karena pencegahan dan penanggulangan korupsi bukan suatu pekerjaan yang mudah. Komitmen tersebut harus diaktualisasikan dalam bentuk strategi yang komprehensif untuk meminimalkan keempat aspek penyebab korupsi yang telah dikemukakan sebelumnya. Strategi tersebut mencakup aspek preventif, detektif dan represif, yang dilaksanakan secara terus menerus.

BPKP dalam buku SPKN yang telah tersebut telah menyusun strategi preventif, detektif dan represif yang perlu dilakukan, sebagai berikut:

1. Strategi Preventif.

Strategi preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Strategi preventif dapat dilakukan dengan:

a. Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat;

b. Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya; c. Membangun kode etik di sektor publik.,

d. Membangun kode etik Parpol, Organisasi Profesi dan Asosiasi Bisnis;

e. Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan ;

f. Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia (SDM) dan peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri;

g. Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas kinerja bagi instansi pemerintah;

h. Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen; i. Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Milik Negara (BKMN) ; j. Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat; dan

k. Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional. 2. Strategi Detektif

Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan korupsi. Strategi detektif dapat dilakukan dengan:

a. Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari masyarakat; b. Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu;

(8)

c. Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik;

d. Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di masyarakat internasional;

e. Dimulainya penggunaan nomor kependudukan nasional;

f. Peningkatan kemampuan SPI dalam mendeteksi tindak pidana korupsi.

3. Strategi Represif.

Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses perbuatan korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Strategi represif dapat dilakukan dengan:

a. Pembentukan Badan/Komisi Anti Korupsi;

b. Penyidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman koruptor besar (Catch some big fishes);

c. Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan untuk diberantas;

d. Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik;

e. Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem peradilan pidana secara terus menerus;

f. Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak pidana korupsi secara terpadu;

g. Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya;

h. Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja tugas penyidik tindak pidana korupsi dengan penyidik umum, PPNS dan penuntut umum.

Pelaksanaan strategi preventif, detektif dan represif sebagaimana tersebut di atas akan memakan waktu yang lama, karena melibatkan semua komponen bangsa, baik legislatif, eksekutif maupun judikatif. Sambil terus berupaya mewujudkan startegi di atas, perlu dibuat upaya-upaya nyata yang bersifat segera. Upaya yang dapat segera dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi korupsi tersebut antara lain adalah dengan meningkatkan fungsi pengawasan, yaitu sistem pengawasan internal (built in control), maupun pengawasan fungsional, yang dipadukan dengan pengawasan masyarakat (wasmas) dan pengawasan legislatif (wasleg).

Salah satu usaha yang dilakukan dalam rangka peningkatan pengawasan internal dan fungsional tersebut, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditugaskan menyusun petunjuk teknis operasional pemberantasan KKN sesuai surat Menteri PAN Nomor: 37a/M.PAN/2/2002 tanggal 8 Februari 2002. Petunjuk teknis ini disajikan sedemikian rupa agar dapat digunakan sebagai pedoman praktis bagi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dan Satuan Pengawasan Intern (SPI) BUMN/BUMD dan Perbankan dalam upaya mencegah dan menanggulangi korupsi di lingkungan kerja masing-masing.

B. PENGERTIAN UMUM

Dalam buku ini yang dimaksud dengan:

1. Upaya-upaya Preventif adalah upaya-upaya yang diarahkan untuk meminimalkan penyebab terjadinya korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan.

(9)

2. Upaya-upaya Detektif adalah upaya-upaya yang diarahkan agar perbuatan korupsi yang telah terjadi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan dapat dideteksi dengan cepat, tepat dengan biaya murah, sehingga dapat segera ditindaklanjuti. 3. Upaya-upaya Represif adalah upaya-upaya yang diarahkan agar setiap perbuatan

korupsi yang telah diidentifikasi dapat diproses secara cepat, tepat dengan biaya murah sehingga pelakunya dapat diberikan sanski yang tepat sesuai peraturan perundang-undangan.

4. Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.

5. Badan Usaha Milik Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.

6. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

7. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

8. Laporan Keuangan adalah laporan yang disusun oleh manajemen Badan Usaha Milik Negara/Daerah dan Bank sesuai Prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. 9. Keuangan Negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang

dipisahkan atau yang tidak dipisahkan termasuk segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena; (1) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat Pusat maupun di Daerah; dan (2) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban BUMN/BUMD, Yayasan, Badan Hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.

C. TUJUAN DAN SASARAN

Gerakan pencegahan dan penanggulangan korupsi tidak hanya melibatkan pejabat yang bertanggungjawab dalam pengelolaan keuangan, melainkan termasuk semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan perusahaan dan perbankan. Tujuan pencegahan dan penanggulangan korupsi di lingkungan BUMN/BUMD dan Perbankan adalah untuk menghapus segala bentuk korupsi dalam rangka menunjang terwujudnya Good Corporate Governance dengan sasaran sebagai berikut:

1. Menurunnya perbuatan korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. 2. Menurunnya jumlah kerugian keuangan negara sebagai akibat perbuatan korupsi

dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan.

3. Meningkatnya penyelesaian tindak lanjut kasus-kasus yang berindikasi korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan.

4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam menginformasikan perbuatan korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan.

5. Terwujudnya sistem pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan yang memiliki daya tangkal terhadap praktek-praktek korupsi serta lebih efisien dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya.

6. Meningkatkan efektivitas struktur pengendalian manajemen dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan.

D. RUANG LINGKUP

(10)

bidang-bidang kegiatan yang potensial dan rawan penyimpangan dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. Pembagian bidang kegiatan pada BUMN/BUMD dilakukan berdasarkan pendekatan siklus akuntansi (accounting system cycles), sedangkan pada Perbankan dilakukan berdasarkan operasi perbankan (banking business).

Kasus-kasus penyimpangan yang disajikan pada buku ini baru mencakup beberapa kasus berdasarkan temuan hasil pemeriksaan yang dilaporkan oleh aparat pengawasan fungsional termasuk SPI. Dengan demikian, kasus-kasus yang disajikan belum mencakup seluruh penyimpangan yang terjadi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan.

Upaya-upaya preventif yang disajikan dalam buku ini baru merupakan upaya minimal, yang perlu dilaksanakan secara maksimal. Oleh karena itu, pimpinan BUMN/BUMD dan Perbankan diharapkan dapat mengembangkan sesuai dengan kompleksitas penyimpangan yang dihadapi dan kesesuaiannya dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada perusahaan. Demikian juga dengan upaya-upaya detektif, baru mencakup upaya-upaya yang dianggap penting dilakukan untuk mendeteksi penyimpangan yang terjadi. Sebagaimana dengan upaya-upaya preventif, upaya-upaya detektif yang disajikan masih perlu dikembangkan sesuai kondisi yang dihadapi di lapangan, yang secara rinci dituangkan dalam program pemeriksaan (audit program).

Upaya-upaya detektif yang dilakukan juga harus didukung dengan bukti-bukti yang relevan dan cukup. Bukti-bukti dimaksud perlu dikumpulkan sebagai pendukung dalam memformulasikan temuan hasil pemeriksaan. Selanjutnya, temuan hasil pemeriksaan, khususnya yang disebabkan oleh kelemahan pengendalian manajemen, dapat dipergunakan sebagai masukan (feed back) untuk memperbaiki sistem pengendalian manajemen dimaksud.

E. SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

Upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan dalam buku ini lebih banyak ditekankan pada upaya-upaya Preventif dan upaya-upaya Detektif. Penyusunan upaya-upaya Preventif dapat dilakukan dengan penataan kembali sistem pengendalian manajemen, yang dapat dilakukan dengan cara: 1. Memperjelas visi, misi, upaya-upaya, kebijakan, indikator keberhasilan, tujuan,

sasaran dan aktivitas-aktivitas kerja organisasi dalam rangka pemenuhan akuntabilitas publik;

2. Penyederhanaan dan penyusunan kebijakan;

3. Penataan sumber daya manusia (termasuk reward dan punishment) agar memenuhi tuntutan kebutuhan dan beban kerja;

4. Penyempurnaan sistem dan prosedur pelayanan; 5. Perbaikan metode, prasarana dan sarana kerja;

6. Penataan sistem pencatatan, pelaporan dan evaluasi agar dapat dimanfaatkan sebagai alat pengendalian dan pertanggungjawaban;

7. Peningkatan efektivitas pengawasan internal.

Untuk mendapatkan pengendalian manajemen yang handal pada pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan sebaiknya diperhatikan 5 (lima) komponen yang saling berhubungan, yaitu:

1. Lingkungan Pengendalian.

Lingkungan pengendalian mengatur irama suatu perusahaan, mendorong kesadaran akan pengendalian diantara orang-orang atau anggota dalam perusahaan tersebut.

(11)

Lingkungan pengendalian merupakan fondasi untuk semua komponen pengendalian manajemen, sebagai dasar meletakkan disiplin dan struktur. Faktor lingkungan pengendalian mencakup juga integritas, nilai-nilai etika, dan kompetensi orang-orang dalam perusahaan. Selain itu, faktor ini juga meliputi filosofi manajemen dan gaya operasi, cara-cara manajemen mengatur/membagi wewenang dan tanggungjawab, mengorganisasikan dan mengembangkan orang-orangnya, termasuk perhatian dan arahan yang diberikan oleh Dewan Komisaris.

2. Penaksiran Risiko.

Setiap perusahaan menghadapi berbagai risiko baik dari dalam maupun dari luar perusahaan yang harus dinilai. Suatu prekondisi dari penaksiran risiko adalah penetapan tujuan-tujuan dihubungkan dengan berbagai tingkat yang berbeda dan secara internal konsisten (taat asas). Penaksiran risiko adalah identifikasi dan analisis dari risiko yang relevan untuk pencapaian tujuan, pembentukan suatu basis untuk penentuan bagaimana risiko harus dikelola. Hal ini terutama disebabkan kondisi ekonomi, industri, peraturan-peraturan dan metode operasi perusahaan yang terus mengalami perubahan, sehingga dibutuhkan suatu mekanisme untuk mengidentifikasi dan menghadapi risiko tertentu berkaitan dengan perubahan tersebut.

3. Aktivitas Pengendalian.

Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang meyakinkan bahwa arahan-arahan manajemen ditaati. Aktivitas-aktivitas pengendalian ini membantu meyakinkan bahwa tindakan-tindakan yang perlu telah diambil untuk menghadapi risiko untuk pencapaian tujuan perusahaan. Aktivitas-aktivitas pengendalian terjadi pada berbagai tingkatan dan di semua fungsi dalam perusahaan. Aktivitas pengendalian ini termasuk suatu arah dari aktivitas-aktivitas yang beragam dari persetujuan dan otorisasi, verifikasi, rekonsiliasi, review dari kinerja operasi, keamanan aset dan pemisahan tugas.

4. Informasi dan komunikasi.

Informasi tertentu harus diidentifikasi, dicatat dan dikomunikasikan dalam suatu bentuk dan rentang waktu yang memungkinkan para personil untuk melaksanakan tanggungjawabnya. Sistem informasi menghasilkan laporan-laporan, berisikan informasi-informasi mengenai operasi, keuangan dan ketaatan terhadap peraturan yang memungkinkan untuk menjalankan dan mengendalikan bisnis. Informasi dan komunikasi ini tidak hanya berkaitan dengan produksi data internal, tetapi juga informasi tentang kejadian-kejadian eksternal, aktivitas-aktivitas dan kondisi-kondisi yang perlu untuk diinformasikan bagi pengambilan keputusan bisnis dan pelaporan eksternal. Komunikasi yang efektif juga harus terjadi di dalam suatu lingkup yang luas, mengalir ke bawah, melintas naik di seluruh organisasi perusahaan. Semua personil harus menerima pesan yang jelas dari manajemen puncak bahwa tanggungjawab pengendalian harus diambil secara serius. Mereka harus mengerti peran mereka sendiri dalam sistem pengendalian manajemen, seperti halnya bagaimana aktivitas individual berhubungan dengan pekerja dari yang lainnya. Mereka harus mempunyai suatu alat komunikasi informasi yang penting. Mereka juga perlu berkomunikasi secara efektif dengan pihak luar seperti pelanggan, pemasok dan pemegang saham.

(12)

Sistem pengendalian manajemen perlu dipantau. Hal ini dapat dicapai dengan adanya aktivitas pemantauan yang berkelanjutan, evaluasi yang terpisah, berdiri sendiri atau kombinasi keduanya. Pemantauan yang berkesinambungan terjadi pada saat operasi. Hal itu mencakup aktivitas reguler manajemen dan supervisi, dan tindakan-tindakan personil lainnya yang dapat diambil dalam menjalankan tugas mereka. Lingkup dan frekuensi dari evaluasi yang tersendiri akan tergantung terutama pada penilaian suatu risiko dan efektivitas prosedur pemantauan yang sedang berjalan. Penyimpangan pengendalian manajemen harus dilaporkan ke atas dengan hal-hal yang serius dilaporkan kepada manajemen puncak dan kepada Dewan Komisaris.

Sistem pengendalian manajemen mengandung sinergi dan keterkaitan diantara komponen-komponen, membentuk suatu sistem yang terpadu yang bereaksi secara dinamis terhadap kondisi yang berubah-ubah. Sistem pengendalian manajemen berada di dalam aktivitas operasi perusahaan dan ada karena alasan-alasan bisnis yang fundamental. Pengendalian manajemen paling efektif manakala pengendalian dibangun kedalam infrastruktur perusahaan dan sebagai suatu bagian yang penting dari perusahaan. “Built in Control” mendukung kualitas dan pemberdayaan inisiatif, menghindarkan biaya yang tidak perlu dan memungkinkan respon yang cepat terhadap kondisi yang berubah.

Penyusunan upaya-upaya Detektif, yaitu upaya-upaya yang diarahkan agar perbuatan korupsi yang telah terjadi dapat dideteksi, mengacu pada pendekatan audit dengan penekanan pada pengujian-pengujian ketaatan (compliance test). Pengujian-pengujian ketaatan lebih menekankan pada apakah suatu transaksi telah disetujui pejabat yang berwenang, telah dinilai dengan benar, dicatat dengan tepat, dan dilaporkan tepat waktu. Pelaksanaan suatu transaksi yang tidak mengikuti hal-hal dimaksud pada umumnya mengindikasikan adanya penyimpangan dalam pengelolaan transaksi tersebut.

Dalam hal manajemen menemukan adanya kasus penyimpangan yang ditemukan, manajemen harus menindaklanjuti dengan upaya-upaya Represif. Upaya-upaya Represif, yaitu upaya-upaya yang diarahkan agar setiap perbuatan korupsi dapat diproses secara hukum dikelompokkan atas kasus-kasus korupsi yang berindikasi Non Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Korupsi.

F. METODE PENYAJIAN

Metode penyajian upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi pada buku ini dilakukan dengan 2 (dua) cara. Pada BUMN/BUMD dilakukan berdasarkan pendekatan siklus akuntansi (accounting system cycles), sedangkan pada Perbankan dilakukan berdasarkan pendekatan operasi Perbankan (banking business). Pada bagian awal terlebih dahulu diuraikan secara singkat fakta dan proses kejadian penyimpangan yang terjadi, diikuti dengan upaya pencegahan dan penanggulangan secara preventif dan detektif, sedangkan khusus mengenai upaya pencegahan dan penanggulangan secara represif disajikan tersendiri pada bab lain (bab III).

Pendekatan-pendekatan yang dilakukan dalam penyajian upaya-upaya tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Berdasarkan Siklus Akuntansi.

Pendekatan berdasarkan siklus akuntansi pada BUMN/BUMD disajikan berdasarkan transaksi yang berhubungan erat satu dengan yang lainnya, yaitu:

(13)

a. Siklus penjualan dan penerimaan uang.

Siklus penjualan dan penerimaan uang hasil penjualan meliputi kegiatan-kegiatan sejak pesanan dari pelanggan sampai dengan diterimanya uang hasil penjualan pada kas perusahaan. Fungsi-fungsi yang terkait dalam siklus ini meliputi fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi gudang, fungsi pengiriman barang dan fungsi akuntansi. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada siklus ini pada umumnya mencakup pencurian uang perusahaan yang dilakukan dengan cara tidak membukukan penjualan, melaporkan penjualan lebih kecil dari sebenarnya, meninggalkan faktur tagihan ke pelanggan, lapping, serta mencatat penerimaan sebagai piutang tak tertagih. Selain dari perusahaan, penyimpangan juga terjadi dengan perolehan uang (imbalan) dari pelanggan dengan menurunkan harga penjualan.

b. Siklus perolehan barang/jasa dan pembayaran.

Siklus perolehan barang/jasa dan pembayarannya meliputi kegiatan sejak perencanaan kebutuhan barang/jasa, proses pengadaan sampai pada pembayaran atas barang/jasa yang diperoleh perusahaan. Fungsi-fungsi yang terkait dalam siklus ini meliputi fungsi pemrosesan order pembelian, fungsi penerimaan dan pencatatan barang/jasa, fungsi akuntansi, dan fungsi pengeluaran uang. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada siklus ini mencakup meninggikan (mark up) harga barang/jasa yang dibeli, pengadaan barang/jasa tidak sesuai spesifikasi kebutuhan, pengadaan barang/jasa fiktif.

c. Siklus penggajian dan kepegawaian.

Siklus penggajian dan kepegawaian meliputi kegiatan perekrutan, penggajian sampai pada pemberhentian karyawan. Fungsi-fungsi yang terkait dengan siklus ini adalah fungsi kepegawaian, fungsi pencatatan waktu, fungsi penyusunan daftar gaji/upah, fungsi akuntansi dan fungsi keuangan. Penyimpangan-penyimpangan yang pada umumnya terjadi pada siklus ini mencakup pembayaran gaji upah lebih tinggi, pembayaran biaya asuransi dan tunjangan pegawai yang tidak berhak, biaya lembur fiktif, sampai pada pemalsuan tiket perjalanan dinas.

d. Siklus persediaan dan pergudangan.

Siklus persediaan dan pergudangan meliputi kegiatan sejak perencanaan kebutuhan persediaan (bahan baku), penerimaan bahan baku dan barang jadi hasil produksi, penyimpanan sampai pada pengiriman barang-barang kepada pembeli. Fungsi-fungsi yang terkait dengan siklus ini adalah fungsi perencanaan, fungsi pemesanan, fungsi penyimpanan, fungsi pengiriman barang, fungsi akuntansi dan fungsi keuangan. Penyimpangan-penyimpangan yang pada umumnya terjadi pada siklus ini mencakup permintaan pengadaan persediaan yang tidak dibutuhkan, pencurian persediaan dengan memperkecil isi kemasan, pencurian persediaan dengan menunda pencatatan penerimaan barang, sampai pada pemalsuan bukti-bukti pengeluaran barang dari gudang perusahaan.

e. Siklus perolehan modal dan pembayaran kembali.

Siklus perolehan modal dan pembayaran kembali meliputi kegiatan perolehan pinjaman modal usaha dan kerja, pemanfaatan modal usaha dan kerja, pembayaran deviden dan bunga sampai pada pengembalian kepada pemegang saham (pemberi pinjaman). Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada

(14)

siklus ini antara lain meliputi penerbitan kertas berharga dan penggunaan hasilnya yang tidak tepat karena kepentingan pribadi, penerimaan hasil penempatan dana tidak disetor ke kas badan usaha, dan pembelian promes yang berpotensi tidak tertagih dengan imbalan tertentu yang diterima pegawai /pejabat perusahaan penerbit.

f. Kecurangan keuangan lainnya.

Kecurangan keuangan lainnya adalah penyimpangan keuangan yang terjadi pada BUMN/BUMD yang tidak termasuk dalam siklus di atas, meliputi pajak yang tidak disetorkan ke Kas Negara, penerimaan bunga hasil penempatan dana yang tidak disetorkan ke kas perusahaan, pembelian promes yang berpotensi tidak tertagih pada saat jatuh tempo dilakukan oleh oknum perusahaan dengan imbalan tertentu dari penerbit promes, pemanfaatan tanah milik perusahaan untuk kepentingan pribadi oknum perusahaan, penjualan aset perusahaan tanpa melalui prosedur yang berlaku, pelaksanaan tukar guling (Ruislaag) dengan merendahkan nilai asset perusahaan dan menaikkan nilai asset pengganti, sampai kepada pendaftaran orang yang telah meninggal sebagai peserta asuransi jiwa untuk memperoleh klaim akibat kecelakaan yang diajukan oleh oknum perusahaan. 2. Pendekatan Berdasarkan Operasi Perbankan.

Pendekatan Perbankan disajikan berdasarkan operasi perbankan (banking business) meliputi kegiatan-kegiatan mencakup:

a. Pengelolaan dana pihak ketiga.

Pengelolaan dana pihak ketiga meliputi pengelolaan dana pihak lain pada Bank dalam bentuk giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito yang penarikannya dapat dilakukan menurut ketentuan yang disetujui bersama dengan pemilik dana. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain pemberian kredit pada perusahaan terkait Bank dengan bunga yang lebih rendah dari bunga deposito yang ditempatkan, pemberian suku bunga deposito diatas suku bunga yang tertera dalam bilyet deposito, yang pada saat jatuh tempo kelebihan bunga tersebut dibukukan pada biaya lain-lain sehingga mengurangi PPh untuk Negara, pencairan dua kali deposito milik pihak terkait pada Bank dengan cara memanfaatkan rekening suspen-non tunai, pengambilan tabungan nasabah tidak aktif dengan cara memalsukan tandatangan nasabah dan memindahkan ke rekening pegawai Bank, dan pemanfaatan rekening giro nasabah yang telah tutup untuk menarik dana.

b. Penempatan dana Bank.

Penempatan dana Bank adalah penanaman dana pada Bank lain baik di dalam negeri maupun di luar negeri dalam bentuk interbank call money, tabungan, deposito berjangka, dan lain-lain yang sejenis dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan. Penempatan dana bank termasuk dalam bentuk wesel, surat pengakuan hutang, saham, obligasi dan sekuritas kredit. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain penempatan dana pada Bank di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa dengan Bank, yang pada saat jatuh tempo dana tersebut sengaja tidak dapat dicairkan sehingga harus ditalangi dengan dana BLBI, penempatan dana pada Bank lain dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dari tingkat bunga pada dokumen yang selisih bunga ditransfer ke rekening pejabat Bank, penempatan dana pada cabang Bank

(15)

di luar negeri yang dipinjamkan kepada perusahaan milik keluarga pemilik Bank di luar negeri, penempatan dana pada perusahaan reksadana yang belum mendapatkan ijin dari Bapepam, yang pada saat jatuh tempo tidak dapat ditarik karena perusahaan ditutup, peminjaman Uang Antar Bank dengan suku bunga melebihi suku bunga penjaminan pemerintah, yang selanjutnya di rekayasa menjadi deposito atas nama salah satu direktur Bank Kreditor, serta pelarian dana ke luar negeri dan menyalurkannya ke perusahan group yang dilakukan dengan cara membuat perjanjian dibawah tangan dengan Fund Manager di luar negeri.

c. Pemberian kredit.

Pemberian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Termasuk dalam pemberian kredit adalah kredit dalam rangka pembiayaan bersama dan kredit dalam proses penyelamatan. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain pemberian kredit kepada nasabah yang tidak disertai dengan pengikatan jaminan yang memadai, pemberian fasilitas kredit konstruksi kepada nasabah dengan jaminan kontrak pekerjaan fiktif, pemberian fasilitas kredit kepada keluarga pejabat Bank dengan jaminan pejabat Bank yang bersangkutan, pemberian fasilitas overdraft kepada nasabah bermasalah tanpa melalui analisa dan pertimbangan yang matang, pemberian kredit untuk menutupi kekurangan pembayaran untuk spekulasi jual beli valas yang nilainya melebihi margin deposit nasabah, sehingga kredit menjadi macet, penghindaran pelanggaran BMPK dengan merekayasa pencairan KUK fiktif untuk kepentingan group terkait Bank, serta penerimaan cicilan pinjaman yang telah dihapus buku tidak disetorkan pada bank namun digunakan untuk kepentingan pribadi petugas Bank.

d. Pengelolaan transaksi derivatif.

Pengelolaan transaksi derivatif adalah transaksi dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar uang dan pasar modal. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain pembuatan transaksi valas (SWAP) dengan pihak terkait Bank, dimana Bank menjual valas secara forward dengan kurs yang lebih rendah dari pada kurs spot sehingga Bank mengalami kerugian transaksi valas, pememberian fasilitas Forex Line kepada nasabah fiktif, menutupi kerugian akibat transaksi derivatif yang telah jatuh tempo dengan cara menangguhkannya didalam rekening Defferred Account di Neraca, serta pembuatan transaksi valas dengan perusahaan fiktif untuk membayar kewajiban rediskonto wesel ekspor fiktif kepada Bank Indonesia yang dilakukan dengan cara mengirim hasil transaksi valas ke rekening Bank Penerbit L/C di luar negeri, mentransfer kembali ke rekening eksportir pada Bank, dan selanjutnya digunakan untuk melunasi rediskonto wesel ekspor fiktif tersebut ke Bank Indonesia.

e. Kecurangan Perbankan lainnya.

Kecurangan Perbankan lainnya adalah kecurangan dalam aktivitas Perbankan di luar aktivitas yang disebutkan di atas termasuk transaksi yang belum

(16)

mengubah posisi aktiva dan pasiva bank pada tanggal laporan tetapi harus dilaksanakan oleh bank apabila persyaratan yang disepakati dengan nasabah terpenuhi, yang disajikan dalam laporan komitmen dan kontinjensi. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain melaporkan pendapatan bunga kredit lebih besar dari jumlah sebenarnya dengan tujuan untuk menaikkan laba dan memperbesar jasa produksi, pemotongan PPh Pasal 23 atas bunga tabungan, deposito, dan giro nasabah yang tidak dilaporkan dan atau hanya sebagian disetorkan ke Kantor Kas Negara, pengalihan kepemilikan saham Bank yang sedang digadaikan kepada Bank Indonesia (untuk jaminan dana BLBI) kepada pihak lain, pengeluaran biaya tenaga kerja asing yang tidak bekerja untuk Bank tetapi untuk kepentingan perusahaan group terkait Bank, penerbitan Bank Garansi oleh Bank tidak diikuti dengan pembayaran provisi dan setoran jaminan dengan imbalan tertentu dari nasabah kepada petugas Bank, serta pencairan Bank Garansi oleh perusahaan pemberi kerja yang dilakukan dengan membuat pekerjaan seolah-olah tidak memenuhi klausul kontrak berdasarkan kerjasama antara pemberi kerja, kontrakor dan pegawai Bank penerbit Garansi.

(17)

BAB II

UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN BUMN/BUMD dan PERBANKAN

Penyimpangan dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan pada umumnya mencakup penyalahgunaan wewenang, manipulasi terhadap harta perusahaan dan penyimpangan pengelolaan sumber daya berupa harta, sarana, fasilitas serta sumber daya manusia. Kasus-kasus penyimpangan yang disajikan pada bab ini baru mencakup beberapa Kasus-kasus berdasarkan temuan hasil pemeriksaan yang dilaporkan oleh APIP dan SPI. Dengan demikian, kasus-kasus yang disajikan belum mencakup seluruh kasus penyimpangan yang terjadi pada BUMN/BUMD dan Perbankan.

Upaya pencegahan (preventif) korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan perbankan meliputi penyusunan dan peningkatan kualitas sistem pengendalian dan penerapannya, diarahkan sebagai langkah yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Upaya-upaya Preventif yang disajikan belum merupakan sesuatu hal yang mutlak, tetapi hanya merupakan pengendalian minimum yang perlu dilaksanakan secara maksimum. Oleh karena itu, Direksi perlu mengembangkan sendiri upaya-upaya lain yang dianggap perlu, sesuai dengan kompleksitas titik rawan yang berpotensi penyimpangan yang dihadapi dan kesesuaiannya dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada perusahaan. Sistem pengendalian manajemen ini terus menerus ditingkatkan keandalannya berdasarkan umpan balik (feed back) dari hasil upaya detektif dan represif.

Upaya detektif merupakan rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengidentifikasi terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. Upaya detektif ini dimaksudkan untuk memperoleh alat bukti yang relevan, cukup dan kompeten untuk mendukung simpulan hasil pemeriksaan sebagai dasar pengambilan tindak lanjut (upaya represif), dengan tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah (presumption of innosence). Upaya detektif dalam petunjuk teknis ini hanya mencakup upaya yang dianggap penting dilakukan untuk mendeteksi penyimpangan yang terjadi sehingga perlu dikembangkan sesuai kondisi yang dihadapi di lapangan, yang secara rinci dituangkan dalam program pemeriksaan (audit program).

Pengembangan upaya preventif dan detektif tersebut sangat perlu dilakukan karena penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada perusahaan pada umumnya disebabkan adanya kolusi baik antar petugas di dalam perusahaan, maupun dengan pihak luar yang terkait dengan perusahaan.

Kasus penyimpangan dan upaya-upaya penanggulangan secara Preventif dan Detektif dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan dapat diuraikan sebagai berikut:

A. Pengelolaan BUMN/BUMD

1. Siklus Penjualan dan Penerimaan Uang.

Siklus penjualan dan penerimaan uang hasil penjualan meliputi kegiatan-kegiatan sejak masuknya pesanan dari pelanggan sampai dengan diterimanya uang hasil penjualan pada perusahaan. Fungsi-fungsi yang terkait dalam siklus ini meliputi fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi gudang, fungsi pengiriman barang dan fungsi akuntansi. Penyimpangan yang pada umumnya terjadi pada siklus ini adalah:

(18)

1) Penjualan dilakukan di bawah harga pasar dan metode penyerahan barang/jasa tidak sesuai dengan kontrak penjualan yang dilakukan dengan memperoleh imbalan tertentu dari pembeli.

Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus menetapkan bahwa penetapan harga jual berdasarkan data harga pasar bersumber dari lembaga resmi yang terpercaya.

b. Penetapan harga jual di bawah harga pasar harus mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.

c. Penjualan dalam partai besar harus dituangkan dalam kontrak penjualan yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan penelitian atas kontrak penjualan apakah telah memuat syarat penyerahan, jangka waktu, volume dan harga yang disetujui.

b. Melakukan penelitian terhadap kebenaran harga yang disetujui dalam kontrak dengan cara membandingkannya dengan data harga pasar dunia yang diperoleh dari lembaga yang terpercaya.

c. Melakukan penelitian atas ketepatan pengiriman barang apakah telah sesuai dengan jadwal dan metode penyerahan yang ditetapkan dalam kontrak.

2) Kontrak penjualan komoditi secara forward tidak direalisasi pembeli dengan cara memberi imbalan kepada oknum perusahaan penjual, karena harga komoditas tersebut turun pada saat kontrak jatuh tempo.

Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus menetapkan prosedur penjualan forward

b. Direksi harus menetapkan sanksi denda dan sanksi administrasi jika kontrak yang telah jatuh tempo tidak direalisasi oleh Pembeli.

c. Direksi harus menetapkan pejabat yang berwenang untuk menandatangani kontrak penjualan forward.

d. Kontrak penjualan forward harus diregister (dicatat) dan di file terpisah dari kontrak penjualan yang telah direalisasi/spot.

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan penelitian terhadap Register kontrak penjualan forward untuk mengetahui apakah ada kontrak yang telah jatuh tempo namun belum direalisasi

b. Melakukan penelitian terhadap pengenaan sanksi atas kontrak penjualan yang telah jatuh tempo namun tidak direalisasi.

c. Melakukan penelitian apakah kontrak penjualan forward ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.

d. Melakukan kontrol hubungan antara kontrak penjualan forward yang telah jatuh tempo dengan posisi persediaan barang.

e. Melakukan konfirmasi kepada pembeli untuk meyakinkan kebenaran pemberian imbalan.

3) Uang hasil penjualan dipergunakan untuk kepentingan pribadi yang dilakukan dengan cara menunda pencatatan penerimaan kas.

(19)

Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus menetapkan struktur organisasi yang memisahkan fungsi pencatatan piutang dengan fungsi penerimaan kas.

b. Direksi harus menetapkan jumlah penerimaan maksimal yang dapat dilakukan oleh kasir secara tunai.

c. Direksi harus menetapkan ketentuan agar Kasir menyetor seluruh penerimaan uang ke Bank selambat-lambatnya sehari setelah penerimaan uang tersebut. d. Penanggungjawab keuangan (Kepala Divisi Keuangan) harus melakukan

rekonsiliasi antara Buku Kas dengan jumlah uang kas yang diterima setiap hari pada akhir jam kerja.

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan verifikasi kesesuaian pencatatan penerimaan kas dengan cara membandingkan setiap transaksi penerimaan uang menurut Buku Besar Kas dengan bukti yang dicatat pada Buku Pembantu Kas.

b. Melakukan pengujian terhadap kemungkinan terjadinya penundaan pencatatan penerimaan kas dengan cara membandingkan tanggal pencatatan pada Buku Pembantu Kas dengan tanggal pada bukti penerimaan kas.

c. Melakukan penghitungan jumlah penerimaan kas yang belum disetor sesuai dengan bukti-bukti yang belum dicatat dalam Buku Pembantu Kas untuk mengetahui kemungkinan terjadinya uang yang ditunda pencatatannya dan diambil oleh Kasir.

4) Premi asuransi tidak disetorkan oleh agen yang ditunjuk perusahaan, tetapi dipergunakan untuk kepentingan pribadi oleh agen yang bersangkutan.

Upaya-upaya Preventif:

a. Melakukan evaluasi terhadap kinerja agen asuransi secara periodik.

b. Agen asuransi harus menyetorkan hasil penagihannya setiap hari kepada kantor cabang/kantor pusat.

c. Bukti penyetoran premi dibuat secara prenumbered dan agen harus mempertanggung-jawabkan penggunaan bukti tersebut.

d. Membuka outlet/tempat penerimaan setoran premi di Bank atau tempat-tempat strategis lainnya.

e. Menyusun sistem penyetoran melalui ATM, Bank atau internet yang sifatnya memudahkan nasabah menyetor premi secara langsung.

f. Memberikan laporan keuangan/data setoran nasabah secara periodik kepada nasabah agar yang bersangkutan dapat mengetahui status setorannya.

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan penelitian atas keluhan nasabah yang setoran preminya tidak masuk dalam laporan keuangan.

b. Melakukan penelitian terhadap kinerja agen asuransi untuk mengetahui apakah yang bersangkutan selama ini pernah melakukan penggelapan setoran premi.

c. Melakukan penelitian terhadap pertanggungjawaban penggunaan formulir bukti setor premi.

d. Menghitung besarnya nilai setoran yang tidak dilaporkan dan tidak disetorkan oleh agen asuransi.

(20)

e. Melakukan identifikasi pihak-pihak yang diduga terlibat beserta peranannya masing-masing.

5) Petugas gudang melakukan penjualan barang persediaan dan tidak menyetorkan hasil penjualan ke kas perusahaan yang dilakukan dengan cara memperbanyak kemasan dan atau menunda pencatatan penerimaan persediaan barang.

Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa setiap penerimaan persediaan harus dicatat di kartu persediaan sesuai kuantitas fisik sebenarnya.

b. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa pengemasan persediaan harus mendapat persetujuan dari Kepala Bagian Persediaan.

c. Petugas gudang harus mempertanggung jawabkan setiap penggantian kemasan dan penggunaan kemasan baru.

d. Petugas gudang harus mencatat setiap penerimaan persediaan secara tepat waktu dan secara berkala harus dilakukan rekonsiliasi antara kartu persediaan dengan kartu dan fisik barang.

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan pengujian berat setiap kemasan dengan cara melakukan penimbangan secara uji petik.

b. Melakukan pembandingan penerimaan persediaan dengan masing-masing Berita Acara Bongkar kapal dan surat jalan dari pihak ekspedisi.

c. Melakukan perbandingan mutasi penerimaan persediaan menurut kartu gudang dengan kartu persediaan akuntansi.

d. Melakukan penelitian apakah susunan stafel persediaan telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

e. Melakukan kontrol hubungan antara penggantian kemasan yang rusak dengan jumlah pemakaian kemasan.

6) Hasil penjualan produksi scrap yang masih mempunyai nilai ekonomis tidak disetor ke kas perusahaan dimana hasil produksi scrap ini sengaja tidak dibukukan sebelumnya.

Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus menetapkan jenis scrap produksi yang masih mempunyai nilai ekonomis dan mewajibkan petugas produksi membuat laporan atas scrap yang dihasilkan.

b. Prosedur pengendalian scrap harus menetapkan petugas yang bertanggungjawab atas scrap yang dihasilkan,

c. Petugas produksi wajib menyerahkan scrap yang dihasilkan kepada petugas yang bertanggungjawab atas scrap.

d. Fungsi gudang harus membuat kartu persediaan scrap yang mencatat setiap mutasi scrap baik yang dijual maupun yang dikeluarkan untuk keperluan lain. e. Setiap bahan baku yang digunakan maupun hasil produksi atas penggunaan

bahan baku harus ditimbang untuk mengetahui ada tidaknya hasil scrap. f. Bahan baku yang digunakan dengan hasil produksi harus dianalisa untuk

mengetahui kuantitas scrap yang dihasilkan.

(21)

a. Melakukan verifikasi kebenaran scrap yang masuk ke gudang dengan cara membandingkan laporan produksi scrap dengan jumlah scrap yang diserahkan kepada gudang.

b. Melakukan pengujian scrap yang masuk ke gudang dengan cara membandingkan jumlah scrap yang diserahkan dengan mutasi pada kartu persediaan scrap.

c. Melakukan pengujian kewajaran scrap dengan membanding-kan antara jumlah produksi dengan penggunaan bahan baku.

7) Penjualan barang dilaporkan sebagai penjualan kepada koperasi dengan subsidi harga, dengan imbalan tertentu dari pembeli.

Upaya-upaya Preventif:

a. Setiap penyaluran barang harus sesuai dengan alokasi yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.

b. Setiap koperasi harus memperoleh rekomendasi sebagai penyalur dari Departemen Koperasi.

c. Setiap pengeluaran barang harus berdasarkan bukti pemesanan, faktur, surat perintah pengeluran barang dan bukti pengambilan barang dari gudang.

d. Penerima barang harus menanda tangani surat jalan, membubuhi cap Koperasi dan mencantumkan nama jelas penerima barang.

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan penelitian atas kelayakan pemesanan oleh koperasi dengan cara membandingkannya dengan alokasi penjualan kepada koperasi yang telah ditetapkan.

b. Melakukan pengujian kebenaran pengambilan barang oleh koperasi dengan cara meneliti kelengkapan data dalam bukti pemesanan, faktur, surat perintah pengeluaran barang, bukti pengambilan barang dan surat jalan.

c. Melakukan pengujian kesesuaian nama pengambil barang dengan pembayar tagihan berdasarkan bukti pemesanan, faktur, surat perintah pengeluaran barang, bukti pengambilan dan surat jalan.

8) Hasil penjualan dengan kredit ditagih oleh petugas yang tidak berwenang dan tidak disetorkan ke kas perusahaan.

Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa pembayaran setiap tagihan harus dilakukan melalui Kasir atau Bank yang ditunjuk.

b. Struktur organisasi harus memisahkan dengan jelas petugas penjualan kredit dan petugas penagih ke pelanggan.

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan penelitian atas penjualan kredit baru dengan cara membandingkan daftar penjualan kredit periode berjalan dengan daftar penjualan kredit periode sebelumnya.

b. Melakukan verifikasi kebenaran jumlah penjualan kredit baru yang dibuat petugas penjualan kredit.

c. Melakukan kontrol hubungan atas jumlah penjualan kredit baru dengan penerimaan dari penjualan kredit.

(22)

d. Melakukan konfirmasi kepada para pelanggan yang belum membayar pembelian kredit yang dilakukannya.

9) Hasil penagihan atas penjualan kredit kategori macet tidak disetorkan ke Kas perusahaan tetapi dipergunakan untuk kepentingan pribadi.

Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus menetapkan penanggung jawab atas rekening-rekening tertunggak yang dikategorikan macet

b. Direksi harus menetapkan bahwa setiap rekening tertunggak yang dikategorikan macet diadministrasikan dengan baik dan disimpan ditempat yang aman.

c. Penugasan penagihan atas rekening-rekening tertunggak kategori macet harus dituangkan dalam berita acara serah terima kepada petugas yang akan melakukan penagihan

d. Hasil penagihan kredit macet harus dituangkan dalam kuitansi tercetak bernomor-urut dan disetorkan ke kas/bank selambat-lambatnya hari berikutnya.

e. Rekening yang masih ada pada petugas penagihan harus diserahkan seluruhnya kepada penanggung jawab rekening.

f. Penanggung jawab rekening harus membuat laporan secara berkala jumlah rekening yang dikuasai dan perkembangan hasil penagihannya.

g. Pemeriksaan fisik atas rekening tertunggak yang dikategorikan macet secara berkala dan sewaktu-waktu.

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan pemeriksaan fisik secara mendadak terhadap rekening yang masih dipegang oleh petugas penagih dan membandingkan dengan laporan penagihan.

b. Melakukan verifikasi laporan hasil penagihan serta rekonsiliasi rekening koran bank dengan buku harian kas/bank.

c. Melakukan penelitian terhadap laporan berkala yang disusun oleh penanggung jawab dan melakukan analisis atas perkembangan penagihannya.

10) Penjualan secara kredit dilakukan tanpa perjanjian dan tanpa jaminan atau bank garansi dengan imbalan tertentu dari pembeli.

Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus menetapkan prosedur penjualan barang dagangan

b. Direksi harus menetapkan kewenangan masing-masing pejabat terutama dalam kegiatan penjualan barang dagangan.

c. Setiap pengeluaran barang dagangan dari gudang harus melalui persetujuan dari pejabat yang berwenang.

d. Bagian Gudang harus membuat laporan penerimaan dan pengeluaran barang dagangan setiap akhir bulan.

e. Pelanggan yang diberi penjualan kredit harus mempunyai track record dan kredibilitas yang baik.

(23)

a. Melakukan verifikasi atas kebenaran jumlah pengeluaran barang dengan cara membandingkan laporan pengeluaran barang dengan nilai penjualan dalam buku penjualan.

b. Melakukan penelitian apakah setiap pengeluaran barang didasarkan atas surat perintah pengeluaran barang yang ditanda tangani oleh Bagian Penjualan. c. Melakukan stock opname atas persedian barang di gudang secara periodik

dan sewaktu-waktu

d. Melakukan penilaian terhadap penunjukan rekanan apakah rekanan yang ditunjuk tersebut mempunyai track record yang baik dan kredibilitasnya tinggi 11) Pembayaran atas penjualan dicatat di buku kas tetapi uangnya disetor ke

rekening bank pribadi kasir sehingga pembayaran seolah-olah sudah sudah diterima perusahaan.

Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus menetapkan satu rekening bank atas nama perusahaan untuk menampung penerimaan kas.

b. Direksi harus menetapkan pemisahan fungsi penjualan, penyimpanan, fungsi pencatatan dan penerimaan kas/bank.

c. Direksi harus menetapkan petugas yang wajib melaksanakan rekonsiliasi bank secara periodik.

d. Direksi harus menetapkan bahwa setiap akhir hari kerja buku kas/bank ditutup dan dicocokkan dengan fisik uang tunai.

e. Direksi harus menetapkan bahwa setiap pembayaran penjualan yang sah harus divalidasi oleh petugas lain yang tidak merangkap sebagai kasir dan mengumumkan hal ini kepada pelanggan yang akan melakukan pembayaran.

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan pengujian kebenaran pembayaran yang tercatat dengan cara menelusuri pembayaran ke pos lawannya, yakni kas atau bank.

b. Jika pembayaran melalui bank, lakukan pengujian penerimaan di bank dengan cara membandingkan penerimaan yang tercatat ke rekening koran bank yang bersangkutan.

c. Jika pembayaran melalui uang tunai, lakukan pengecekan kebenaran pencatatan buku kas dengan melakukan pemeriksaan kas yang ada.

d. Melakukan pengujian kebenaran penyetoran penerimaan uang ke bank dengan cara menelusuri setiap mutasi penyetoran bank ke bukti bank berikut bukti pendukungnya berupa nota bank, bandingkan dengan mutasi dalam rekening koran, dan teliti pemilik nomor rekening bank tersebut.

e. Melakukan pengujian kebenaran formal bukti pembayaran dengan cara mengecek kelengkapan bukti pendukung berupa faktur, surat jalan, pakcing list dan bukti pengeluaran barang dan tanda terima dari pelanggan

12) Penjualan tunai dicatat sebagai penjualan kredit sementara hasil pembayarannya disetorkan ke rekening pribadi pegawai perusahaan.

Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus membuat kebijakan tertulis mengenai proses persetujuan penjualan kredit yang harus dilaksanakan bagian penjualan.

b. Direksi harus menetapkan petugas yang berwenang menyetujui pemberian penjualan kredit kepada pelanggan.

(24)

c. Direksi harus menetapkan pemisahan fungsi penjualan, penyimpanan, pencatatan dan penerimaan kas/bank.

d. Direksi harus menempatkan petugas yang memonitor realisasi penjualan kredit termasuk nama dan alamat pelanggan, jumlah penjualan kredit yang diberikan, dan saldo piutang yang belum dibayar.

e. Direksi harus menetapkan petugas yang menyelenggarakan buku pembantu piutang per pelanggan yang secara periodik dibandingkan kesesuaiannya dengan buku besar piutang.

f. Direksi harus menetapkan petugas yang secara periodik membuat daftar umur piutang penjualan, melakukan konfirmasi secara periodik dan meneliti piutang-piutang yang lama tidak tertagih.

g. Direksi harus menetapkan petugas yang melakukan penagihan atas piutang penjualan, khususnya yang telah jatuh tempo.

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan pengujian kebenaran saldo piutang penjualan dengan cara mengkonfirmasikan hal tersebut kepada pelanggan yang bersangkutan, terutama terhadap piutang yang telah lama jatuh tempo.

b. Melakukan pengujian atas kelayakan pemberian penjualan kredit dengan cara meneliti ketaatan pemberian penjualan kredit dengan prosedur penjualan yang telah ditetapkan direksi, teliti petugas yang menyetujui pemberian kredit dan wewenangnya, dan alasan pemberian kredit tersebut.

c. Melakukan pengujian atas kebenaran formal penjualan kredit dengan cara menelusuri penjualan kredit yang dicatat ke bukti dasar dan pendukungnya berupa faktur, surat jalan, packing list, bukti pengeluaran barang dan tanda terima dari pelanggan, serta bukti persetujuan penjualan kredit dari bagian penjualan.

d. Melakukan kontrol hubungan antara data penjualan dengan bukti penerimaan kas dan bukti yang dicatat dalam kartu piutang.

13) Pelelangan kendaraan bermotor perusahaan dimenangkan oleh pembeli yang sudah ditetapkan lebih dulu (diarahkan pemenangnya) sehingga tidak dapat diperoleh harga yang optimal.

Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus menetapkan tim pelelangan kendaraan bermotor yang bertugas dan bertanggungjawab melaksanakan penjualan kendaraan bermotor.

b. Direksi dan/atau panitia pelelangan harus menetapkan limit harga terendah atas pelelangan yang akan dilaksanakan.

c. Pelelangan harus diumumkan kepada masyarakat luas jauh hari sebelum pelaksanaannya agar cukup waktu bagi pihak yang berminat untuk mengikuti pelelangan.

d. Panitia pelelangan harus menyediakan cukup formulir bagi pihak yang berminat mengikuti pelelangan.

e. Pelelangan harus dilaksanakan secara terbuka sehingga seluruh peserta lelang dapat mengikuti jalannya pelelangan, dan penawaran yang diajukan, pihak yang melakukan penawaran dan harga penawarannya.

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan penelitian atas daftar hadir peserta lelang dan formulir yang diambil peserta untuk mengikuti pelelangan.

(25)

b. Melakukan pengujian keabsahan pemenang lelang dengan cara menelusurinya ke formulir yang diisi peserta, daftar hadir, untuk mengetahui identitas peserta dan kehadirannya pada pelelangan.

c. Melakukan pengujian atas harga pemenang lelang untuk meyakini bahwa harga terbaik telah diperoleh dengan membandingkan harga pemenang dengan seluruh harga yang diajukan para penawar.

d. Melakukan pengujian atas pelaksanaan undangan secara luas dan terbuka dengan cara meneliti pengumuman yang dibuat panitia pelelangan, kapan, kepada siapa dan di mana dibuat.

e. Melakukan penelitian atas kronologis data dalam dokumen lelang.

14) Pembayaran hasil penjualan dari pelanggan tertentu tidak lancar karena tidak adanya batas waktu pembayaran namun tetap memperoleh pengiriman barang. Kondisi ini terjadi karena pejabat di Bagian Penjualan mendapat imbalan dari pelanggan tersebut.

Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus menetapkan format perjanjian penjualan yang baku dan menetapkan syarat-syarat pembayaran secara tegas

b. Direksi harus menyusun daftar umur piutang dan mengidentifikasi pelanggan yang pembayarannya tidak lancar.

c. Direksi harus menetapkan prosedur penjualan yang membatasi jumlah maksimal penjualan kredit dikaitkan dengan pelunasan atas barang yang telah dikirim

d. Direksi harus melakukan evaluasi berkala terhadap kinerja pelanggan dan kontrak penjualan.

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan penelitian dan pengujian atas setiap umur piutang yang kurang lancar.

b. Melakukan penelitian terhadap perjanjian penjualan yang umur piutangnya telah lama dan membandingkannya dengan format baku yang telah ditetapkan.

c. Melakukan penelitian terhadap kartu piutang, apakah seluruh mutasi-mutasi yang terjadi telah sesuai dengan transaksi yang terjadi baik terhadap penjualan dan pembayarannya.

d. Melakukan penelitian terhadap bukti-bukti penyerahan/ pengiriman barang, bukti-bukti penagihan piutang serta bukti-bukti pembayaran/ pelunasan.

15) Penjualan tiket jasa angkutan tidak disetor ke kas perusahaan dan dipergunakan untuk kepentingan pribadi oleh petugas penjualan tiket.

Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus menetapkan pemisahan fungsi antara bagian penyimpanan sisa tiket dengan bagian penjualan tiket.

b. Direksi harus menetapkan prosedur penjualan tiket yang menetapkan laporan hasil penjualan tiket yang dibuat harus dilampirkan dengan pertinggal slip tiket

c. Tiket harus dicetak secara prenumbered (nomor urut) dan harus dibuat laporan mutasi persediaan tiket

(26)

d. secara periodik dan sewaktu-waktu harus dilakukan opname terhadap persediaan tiket yang belum terjual.

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan penelitian apakah terdapat pemisahan fungsi antara bagian penyimpanan sisa tiket dengan bagian penjualan tiket.

b. Melakukan verifikasi atas kebenaran jumlah tiket yang terjual dengan cara membandingkan laporan mutasi tiket, laporan penerimaan kas dan laporan tiket yang di refund (dikembalikan)

c. Melakukan pengujian jumlah penumpang yang diangkut dengan cara meneliti laporan penumpang yang berangkat (manifest) dengan jumlah tiket yang terjual

16) Penggunaan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi dengan cara membuat laporan refund (pengembalian) tiket oleh Bagian Akuntansi

Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus menetapkan ketentuan prosedur pengembalian (refund) tiket dan laporannya harus dibuat secara periodik,

b. Tiket yang direfund harus diopname secara periodik dan sewaktu-waktu serta dituangkan dalam berita acara.

c. Refund tiket hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan pejabat yang berwenang

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan verifikasi atas kebenaran jumlah tiket yang direfund (dikembalikan) dengan cara membandingkan laporan tiket yang direfund dengan laporan pengeluaran kas.

b. Melakukan stock opname terhadap tiket yang direfund dan membandingkannya dengan laporan mutasi persediaan tiket.

c. Melakukan penelitian terhadap keabsahan tiket yang direfund apakah tiket yang direfund tersebut sudah dilaporkan dalam laporan penjualan tiket.

d. Melakukan penelitian apakah refund tiket dilakukan berdasarkan persetujuan pejabat yang berwenang

2. Siklus Pengadaan, Penerimaan dan Pembayaran Barang/Jasa.

Siklus Pengadaan, Penerimaan dan Pembayaran Barang/Jasa pada BUMN/ BUMD meliputi kegiatan-kegiatan sejak perencanaan kebutuhan barang/jasa, proses pengadaan sampai pada pembayaran atas barang/jasa yang dibeli. Fungsi-fungsi yang terkait dalam siklus ini meliputi fungsi pemrosesan order pembelian, fungsi penerimaan dan pencatatan barang/jasa, fungsi akuntansi, dan fungsi pengeluaran uang. Penyimpangan yang pada umumnya terjadi pada siklus ini sebagai berikut :

1) Perencanaan pengadaan barang dan jasa oleh fungsi perencanaan tidak berdasarkan kebutuhan, tetapi berdasarkan pengadaan tahun sebelumnya ditambah jumlah persentase tertentu, agar barang yang dibutuhkan pada tahun sebelumnya tetap diadakan karena perencana memperoleh imbalan dari rekanan.

(27)

a. Direksi harus menetapkan prosedur dan tata cara perencanaan kebutuhan terhadap pengadaan barang dan jasa

b. Direksi harus menetapkan pejabat dan unit kerja yang bertanggungjawab untuk menyusun perencanaan terhadap pengadaan barang dan jasa

c. Perencanaan pengadaan barang dan jasa harus berdasarkan pengajuan dari unit kerja yang membutuhkan.

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan penelitian terhadap realisasi pengadaan barang dan jasa dengan kebutuhan riel barang dan jasa.

b. Melakukan verifikasi terhadap rencana pengadaan dan jasa apakah telah didukung dengan pengajuan dari unit yang membutuhkan.

c. Melakukan penelitian terhadap rencana dan anggaran pengadaan barang dan jasa apakah telah disetujui oleh pejabat yang berwenang

2) Penyusunan spesifikasi kebutuhan barang dan jasa dirubah oleh Bagian Pengadaan untuk produk dan rekanan tertentu, yang mengakibatkan terjadinya mark up (kemahalan harga).

Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa penyusunan rencana kebutuhan barang dan jasa tidak diperbolehkan mengarah kepada produk atau rekanan tertentu.

b. Direksi harus menetapkan bahwa dalam hal terjadi perubahan spesifikasi barang yang akan dibeli harus mendapat persetujuan pejabat yang berwenang.

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan penelitian apakah Direksi telah menetapkan ketentuan bahwa penyusunan rencana kebutuhan barang dan jasa tidak diperbolehkan mengarah kepada rekanan tertentu.

b. Melakukan penelitian apakah rencana kebutuhan barang dan jasa yang disusun Bagian Perencanaan telah sesuai dengan spesifikasi barang yang dibeli.

c. Melakukan penelitian apakah terdapat hubungan istimewa antara Bagian Pengadaan dengan kontraktor dan atau pabrikan tertentu.

d. Membandingkan harga barang yang dibeli dengan harga pada beberapa pemasok untuk jenis dan spesifikasi barang yang sama.

3) Harga Perhitungan Sendiri (HPS) pengadaan barang dan jasa disusun hanya formalitas untuk mendukung Penunjukan langsung yang mengakibatkan terjadinya kemahalan harga.

Upaya-upaya Preventif:

a. Harga Perhitungan Sendiri disusun oleh panitia yang ditunjuk Direksi dan dianggarkan lebih dahulu.

b. Penyusunan HPS harus melalui penelitian yang mendalam dengan membandingkan harga pekerjaan sejenis pada beberapa perusahaan.

(28)

c. Melakukan tender terbuka atas setiap pekerjaan yang bersifat reguler, tidak spesifik, dan umum.

d. Penunjukan langsung baru dapat dilakukan apabila pekerjaan yang akan dilakukan bersifat darurat, sangat spesifik, dan tidak ada lagi rekanan yang sejenis.

e. Penunjukan langsung yang bernilai besar harus mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris.

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan konfirmasi harga kepada rekanan yang sejenis atau pekerjaan yang sejenis di perusahaan lain.

b. Mempelajari proses penyusunan HPS untuk mengetahui apakah HPS disusun sesuai ketentuan Perusahaan.

c. Mempelajari tanggal-tanggal permintaan, pembentukan panitia, penyusunan HPS, undangan, negosiasi harga, penandatanganan kontrak dan pembayarannya untuk mengetahui kronologis peristiwa dan mendeteksi adanya rekayasa penanggalan.

d. Melakukan penelitian terhadap isi kontrak dan pembayarannya untuk mengetahui apakah terdapat klausul kontrak dan pembayaran yang dapat merugikan Perusahaan.

e. Melakukan penelitian terhadap hubungan Rekanan dengan Panitia Penunjukan langsung atau Pejabat Perusahaan lainnya untuk mengetahui apakah terdapat hubungan istimewa antara rekanan dengan pejabat/pegawai Perusahaan.

f. Melakukan penelitian terhadap mutu pekerjaan untuk mengetahui apakah pekerjaan dilakukan sesuai dengan kontrak atau terjadi penurunan mutu hasil pekerjaan.

4) Penyusunan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) dilakukan berdasarkan harga pengadaan tahun sebelumnya ditambah persentase tertentu, dengan tujuan mengambil kelebihan harga untuk kepentingan pribadi.

Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus menetapkan prosedur/tata cara penyusunan HPS baik untuk pengadaan dalam negeri maupun pengadaan luar negeri (impor).

b. Direksi harus menetapkan pejabat yang berwenang menyusun HPS.

c. Pejabat yang ditunjuk harus pegawai/staf yang telah mendapat pelatihan yang cukup tentang tata cara penyusunan HPS.

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan penelitian apakah penyusunan HPS telah dilakukan oleh pejabat yang berwenang.

b. Melakukan penelitian terhadap dasar dan estimasi yang digunakan pada saat penyusunan HPS.

c. Melakukan verifikasi terhadap kebenaran perhitungan HPS.

5) Kualifikasi rekanan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya yaitu jumlah kekayaan, tenaga ahli, pengalaman kerja, reputasi dan peralatan yang dicantumkan bukan milik calon rekanan.

(29)

a. Direksi harus menetapkan Bagian Pengadaan menyusun Daftar Rekanan Terseleksi mencakup persyaratan yang harus dipenuhi calon rekanan agar dapat mengikuti kegiatan pengadaan barang dan jasa pada perusahaan sesuai nilai pengadaan dan tingkat kesulitan pelaksanaan.

b. Calon rekanan yang mengajukan kualifikasi perusahaannya harus melampirkan bukti-bukti pendukung sesuai dengan kemampuan yang diajukan seperti bukti setoran bank, rekening koran bank, dan laporan keuangan yang telah di audit kantor akuntan publik (bagi rekanan/kontraktor yang berskala nasional)

c. Pejabat yang ditugaskan menyusun Daftar Rekanan Terseleksi harus terlebih dahulu menganalisis aktiva calon rekanan serta bukti tambahan seperti setoran bank, rekening koran bank, dan laporan yang telah di audit kantor akuntan publik.

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan review hasil analisis aktiva calon rekanan dan data serta bukti tambahan seperti setoran bank, rekening koran bank, dan laporan keuangan yang telah di audit kantor akuntan publik (bagi kontraktor yang berskala nasional).

b. Melakukan pengujian subtantif dengan cara konfirmasi pembuktian kepemilikan kepada yang bersangkutan.

c. Melakukan pengujian setempat pada kantor dan aktiva/peralatan yang dilaporkan dalam pengisian Daftar Rekanan Terseleksi.

d. Melakukan pengujian kebenaran pengalaman kerja calon rekanan dengan cara konfirmasi kepada perusahaan di mana calon rekanan pernah melakukan pengadaan barang/jasa.

6) Pengadaan barang dan jasa yang seharusnya melalui pelelangan dilaksanakan dengan pemilihan langsung/penunjukan langsung dengan menunda-nunda pelelangan sehingga waktunya terdesak dan membuat alasan pekerjaan spesifik, mengakibatkan terjadinya kemahalan. Dengan kondisi tersebut Panitia Pelelangan mendapat fee (imbalan) dari supplier di atas.

Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus memantau rencana kebutuhan barang dan jasa, waktu pengajuan kebutuhan serta proses dan jadwal pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkan.

b. Direksi harus mendapatkan informasi dari instansi lain tentang pengadaan barang dan jasa spesifik dan mewajibkan Bagian Pengadaan mencantumkan alasan diperlukannya pengadaan barang dan jasa spesifik dalam dokumen pengadaan.

Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan verifikasi jangka waktu penyusunan rencana kebutuhan barang dan jasa, waktu pengajuan kebutuhan serta proses dan jadwal pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.

b. Melakukan pengujian apakah proses penunjukan langsung tersebut telah sesuai ketentuan yang ditetapkan Direksi.

c. Mendapatkan informasi apakah pekerjaan dimaksud merupakan pekerjaan spesifik dan menguji alasan penunjukan langsungnya.

Referensi

Dokumen terkait

Kyai sebagai pimpinan merupakan sosok yang kuat dan sangat disegani baik oleh Ustadz maupun santri sesuai dengan pendapat Ziemek 1 bahwa kepemimpinan kyai juga dapat

Selanjutnya kegiatan pada fase namai. Pada fase ini siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas dengan

Ada perbedaan keefektifan antara metode mengajar wetonan dan sorogan dalam penelaahan pelajaran fiqh di Pondok Pesantren Asy-Syafiiyah “metode mengajar sorogan

kerugian konsumen tanpa harus membuktikan ada tidaknya kesalahan pada pelaku usaha.Upaya perlindungan konsumen terhadap konsumen yang dirugikan ketika Izin

Penghargaan tersebut dapat berupa anggaran yang diberikan kepada Inspektorat harus sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2008 yang nantinya digunakan untuk

Sebagai pemilik di aplikasi data satwa ini bisa mencari dan mempublikasi data–data satwa langka melalui media sosial (Facebook, Whatsapp, Twitter, Line, Pinterest

Abstrak, Pembangunan nasional memiliki tujuan multidimensional yang salah satunya adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokratis, karena dengan keadaan yang

Yang dimaksud pertanyaan kesiapan diri ini adalah kesiapan diri bagi mahasiswa yang hampir selesai dengan bangku perkuliahan dimana ketika ASEAN Community