• Kategori sedang (S) jika nilai rata-rata peubah ke-j pada gerombol berada diantara nilai (
x
j -s
j) dan (x
j +s
j).• Kategori rendah (R) jika nilai rata-rata
peubah ke-j pada gerombol berada
dibawah nilai (
x
j -s
j).dimana
x
j dans
j adalah masing-masingrataan dan simpangan baku dari peubah ke-j.
Tahapan pembentukan biplot adalah
sebagai berikut:
1) persiapan gugus data yang digunakan (data berukuran nxp).
2) pembentukan matriks data X (gugus data yang dikoreksi terhadap rataan masing-masing peubah).
3) perhitungan akar ciri dan vektor ciri dari matriks X’X
4) penjabaran matriks X menjadi X = U L A’
5) perhitungan matriks U, L dan A
6) penjabaran matriks X pada langkah 4
menjadi: X = U Lα L1-α A’
7) pemisalan G=U Lα dan H’=L1-α A’ 8) perhitungan matriks G dan H’, dengan
menggunakan α=0 dan α=1.
9) ambil 2 kolom pertama dari matriks G sebagai koordinat objek pengamatan dan 2
baris pertama matriks H’ sebagai
koordinat peubah pada hasil perhitungan dengan menggunakan α=0, karena biplot lebih menekankan pada posisi relatif objek atau pengamatan terhadap peubah dan dapat mempertahankan keragaman data.
10) menghitung keragaman yang dapat
diterangkan oleh biplot.
Semua tahapan metode yang digunakan dalam penelitian ini dianalisis menggunakan software Microsoft Excell 2003, MINITAB 14 dan SAS 9.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Pendidikan Di Kabupaten Purwakarta
Pada tahap awal dilakukan analisis deskriptif untuk mengetahui gambaran umum dari pendidikan di Kabupaten Purwakarta, dengan cara membuat tabel dan diagram kotak garis untuk tiap indikator pendidikan yang
digunakan sehingga memudahkan dalam
interpretasinya.
Gambaran umum kondisi pendidikan di Kabupaten Purwakarta yaitu pencapaian angka
melek huruf penduduk di Kecamatan
Tegalwaru paling kecil yaitu sebesar 91.54%, jauh tertinggal dibandingkan penduduk di
Kecamatan Purwakarta yang mencapai
99.49%. Simpangan baku angka melek huruf cukup kecil yaitu sebesar 2.05 hal ini
menunjukan angka melek huruf tiap
Kecamatan tidak berbeda jauh. Berdasarkan standar AMH (80%) (nakertrans, 2007),
Kecamatan-Kecamatan di Kabupaten
Purwakarta sudah berada diatas nilai standar yang ada. Pada peubah rata-rata lama sekolah (RLS), Kecamatan Maniis menempati urutan paling rendah yaitu sebesar 5.89 tahun jauh tertinggal dibandingkan Kecamatan Purwakarta yang mempunyai RLS paling tinggi yaitu 10.56 tahun. Simpangan baku RLS cukup kecil yaitu sebesar 1.16 hal ini berarti RLS antar Kecamatan tidak terlalu jauh bebeda, tetapi secara umum bahwa RLS antar Kecamatan di Kabupaten Purwakarta masih rendah, hanya Kecamatan Purwakarta saja yang RLS-nya diatas 9 tahun (lampiran 1).
Secara rata-rata, deskriptif dari masing-masing tingkatan sekolah adalah sebagai berikut: rasio guru SD adalah sebesar 35 dan rasio SD sebesar 217. Rasio guru SMP adalah sebesar 25 dan rasio SMP sebesar 575. Rasio guru SMA dan rasio SMA secara berturut-turut adalah sebesar 12 dan 327. Angka partisipasi murni SD, SMP dan SMA secara berturut-turut adalah sebesar 96.72%, 46.45% dan 24.53%. AMH dan RLS adalah 95.77% dan 7.33 tahun (lampiran 1).
Berdasarkan standar rasio guru terhadap siswa yang ada yaitu 1:23 (duniaesai, 2007), rasio guru SD di Kabupaten Purwakarta cukup besar (1:35) hal ini berarti seorang guru mengasuh banyak sekali siswa sehingga memerlukan penambahan guru SD agar proses belajar menjadi lebih efektif (1:23). Pada beberapa Kecamatan yang mempunyai rasio guru SD kecil memerlukan pendistribusian guru SD yang sebanding dengan jumlah siswa yang diasuhnya, sedangkan pada Kecamatan yang mempunyai rasio guru SD besar memerlukan penambahan guru SD agar rasio ini menjadi seimbang. Rasio guru SMP di Kabupaten Purwakarta cukup efektif tetapi jika berdasarkan standar yang ada yaitu 1:23 (duniaesai, 2007), rasio guru SMP di Kabupaten Purwakarta belum efektif sehingga
diperlukan penambahan guru SMP. Pada
Kecamatan yang mempunyai rasio guru SMP besar diperlukan penambahan guru SMP agar rasio ini menjadi seimbang, sedangkan pada Kecamatan yang mempunyai rasio guru SMP kecil memerlukan pendistribusian guru SMP yang sebanding dengan jumlah siswa yang
diasuhnya. Proses penambahan guru pada tiap
Kecamatan dapat dilakukan dari hasil
pendistribusian guru ataupun merekrut guru baru. Rasio guru SMA dan rasio SMA masih kecil, hal ini mungkin diakibatkan sedikitnya penduduk usia sekolah SMA yang bersekolah. Hal ini juga dapat dilihat dari APM SMA yang kecil yaitu 24.53% yang menunjukan penduduk usia sekolah SMA masih banyak yang tidak bersekolah. APM SMP juga kecil yaitu sebesar 46.45%. Hal ini menunjukan bahwa penduduk usia sekolah SMP di Kabupaten Purwakarta masih banyak yang tidak bersekolah. Ini menunjukan bahwa penduduk Kabupaten Purwakarta sebagian besar bersekolah sampai tingkat SD, hal ini dapat dilihat juga dari RLS Kabupaten Purwakarta sebesar 7.33 tahun yang menunjukan penduduk Kabupaten Purwakarta bersekolah hanya sampai kelas 2 SMP (pendidikan terakhir SD) (lampiran 1).
Berdasarkan simpangan baku masing-masing indikator, terlihat bahwa simpangan baku pada angka partisipasi murni menunjukan semakin tinggi jenjang pendidikan maka simpangan bakunya semakin besar, hal ini berarti semakin tinggi jenjang pendidikan keragaman angka partisipasi murni antar Kecamatan semakin besar. Pada rasio sekolah, simpangan baku semakin besar dengan semakin tingginya jenjang pendidikan, hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan, keragaman ketersediaan sekolah antar Kecamatan di Kabupaten Purwakarta semakin besar (lampiran 1).
Pada diagram kotak garis (lampiran 2)
memperlihatkan adanya pencilan pada
beberapa peubah. Pencilan yang ada
seluruhnya merupakan pencilan atas. Pada peubah rasio guru SD mempunyai pencilan
besar di Kecamatan Bojong, hal ini
menunjukan bahwa seorang guru mengasuh banyak sekali siswa sehingga hal ini menjadi tidak efektif dan harus dilakukan penambahan guru SD agar proses belajar menjadi efektif (1:23), sehingga kualitas pendidikan siswa semakin baik. Peubah APM SMA mempunyai pencilan besar di Kecamatan Babakancikao, hal ini berarti penduduk usia sekolah SMA di
Kecamatan Babakancikao banyak yang
bersekolah dan peubah RLS memiliki pencilan
besar di Kecamatan Purwakarta yang
menunjukan penduduk di Kecamatan
Purwakarta memiliki jenjang pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Kecamatan lainnya.
Perlu adanya sekolah (SD, SMP dan SMA)
pada setiap Kecamatan di Kabupaten
Purwakarta yang seimbang dengan jumlah
siswa dan diimbangi dengan jumlah guru.
Sehingga dapat meningkatkan derajat
pendidikan yang pada akhirnya akan
meningkatkan SDM yang ada di Kabupaten Purwakarta.
Diharapkan agar pembangunan di
Kabupaten Purwakarta khususnya dalam
bidang pendidikan lebih merata sehingga
semua lapisan masyarakat memperoleh
pelayanan pendidikan secara mudah, murah, dan merata. Agar melalui upaya tersebut diharapkan bisa mencapai derajat pendidikan masyarakat yang lebih baik.
Penggerombolan Kecamatan Di Kabupaten Purwakarta Berdasarkan
Beberapa Indikator Pendidikan Penggerombolan Kecamatan di Kabupaten Purwakarta berdasarkan beberapa indikator
pendidikan menggunakan metode
penggerombolan berhirarki dengan
menggunakan ukuran jarak euclid dan metode memperbaiki matriks jaraknya adalah metode pautan rataan.
Lampiran 3 menunjukan nilai korelasi antar peubah yang digunakan. Matriks korelasi tersebut menunjukan adanya korelasi diantara beberapa peubah, yaitu:
• Peubah rasio guru SD (X1) berkorelasi dengan APM SD (X7) (0.548).
• Peubah rasio SMP (X4) berkorelasi dengan angka partisipasi murni SMP (X8) (0.628), AMH (X10) (0.533) dan RLS (X11) (0.609). • Peubah rasio guru SMA (X5) berkorelasi dengan rasio SMA (X6) (0.881) dan APM SMA (X9) (0.610).
• Peubah rasio SMA (X6) berkorelasi
dengan APM SMP (X8) (0.555) dan APM
SMA (X9) (0.769).
• Peubah APM SD (X7) berkorelasi negatif dengan RLS (X11) (0.673).
• Peubah APM SMP (X8) berkorelasi
dengan AMH (X10) (0.556) dan RLS (X11) (0.596).
• Peubah AMH (X10) berkorelasi dengan
RLS (X11) (0.828).
Untuk mengatasi adanya korelasi antar peubah tersebut, bisa dilakukan transformasi sebelum melakukan analisis gerombol dan salah satu metode yang biasa dipakai adalah Analisis Komponen Utama (AKU) (Jolliffe, 2002). Namun pada penelitian ini transformasi AKU tidak digunakan, hal ini dikarenakan jarak euclid antar pengamatan dengan atau tanpa transformasi komponen utama akan sama bila semua komponen utama digunakan
(Jolliffe, 2002). Selain itu, penelitian ini tidak
bertujuan untuk mereduksi peubah dan
komponen utama ada kalanya sulit
diinterpretasikan (Sartono, 2003).
Berdasarkan analisis gerombol yang
dilakukan, Kecamatan-Kecamatan di
Kabupaten Purwakarta dapat dibagi ke dalam
tiga gerombol. Pemotongan dendogram
dilakukan secara subjektif berdasarkan
kepentingan penelitian (lampiran 4).
Tabel 4 Daftar anggota masing-masing gerombol
Gerombol No. Kecamatan
1 Jatiluhur 2 Sukasari 3 Maniis 4 Tegalwaru 5 Plered 1 6 Sukatani 7 Darangdan 9 Wanayasa 10 Kiarapedes 12 Pondoksalam 15 Campaka 16 Cibatu 17 Bungursari 2 8 Bojong 11 Pasawahan 3 13 Purwakarta 14 Babakancikao
Interpretasi masing-masing gerombol Interpretasi dari tiga gerombol yang terbentuk adalah sebagai berikut:
Gerombol satu
Gerombol satu terdiri dari 13 Kecamatan yaitu Kecamatan Jatiluhur, Sukasari, Maniis, Tegalwaru, Plered, Sukatani, Darangdan,
Wanayasa, Kiarapedes, Pondoksalam,
Campaka, Cibatu dan Kecamatan Bungursari. Gerombol satu mempunyai karakteristik yaitu semua peubah yang digunakan berada dalam kategori sedang dan jika dibandingkan dengan gerombol lain maka gerombol satu mempunyai nilai yang tidak jauh berbeda dengan rataan Kabupaten (lampiran 5).
Ciri dari gerombol satu ini adalah mempunyai nilai rasio SMP, APM SMP dan AMH yang terkecil dibandingkan gerombol lainnya (lampiran 5). Kecilnya APM SMP dapat diakibatkan kurangnya sarana dan guru
SMP (nakertrans, 2007) sehingga pada
gerombol ini harus dilakukan penambahan
sarana dan guru SMP. Sedangkan AMH yang kecil menunjukan bahwa masih banyak penduduk yang buta huruf dibandingkan dengan gerombol lainnya.
Gerombol satu mempunyai tingkat
keberhasilan pembangunan khususnya di
bidang pendidikan cukup baik dibandingkan Kecamatan-Kecamatan lainnya yang terletak di Kabupaten Purwakarta.
Gerombol dua
Gerombol dua terdiri dari satu Kecamatan yaitu Kecamatan Bojong.
Karakteristik dari gerombol ini yaitu untuk peubah rasio guru SD tergolong kategori tinggi dan nilainya sangat jauh dari rataan Kabupaten sehingga memerlukan penambahan guru SD agar proses belajar menjadi efektif. Peubah APM SD tergolong kategori tinggi berarti jumlah penduduk usia sekolah SD yang bersekolah lebih besar dari nilai gerombol lainnya dan rataan Kabupaten. Rasio guru SMA dan rasio SMA berada dikategori rendah. APM SMA berada dalam kategori sedang dan nilainya yang sangat kecil sekali dibandingkan dengan gerombol lainnya dan terhadap rataan Kabupaten, hal ini mungkin diakibatkan tidak adanya SMA di gerombol ini sehingga
masyarakat enggan bersekolah ke luar
Kecamatan karena jauhnya jarak dan peubah RLS berada dalam kategori sedang yang
nilainya terkecil dibandingkan dengan
gerombol lainnya. Sehingga pada gerombol ini memerlukan SMA (lampiran 5).
Ciri gerombol ini yaitu mempunyai nilai rasio guru SD dan APM SD terbesar dibandingkan dengan gerombol lainnya, tidak adanya SMA, APM SMA dan RLS terendah (lampiran 5). Pada gerombol ini memerlukan penambahan guru SD sehingga rasio guru SD menjadi efektif. APM SMA yang kecil dapat diakibatkan kurangnya sarana dan guru SMA (nakertrans, 2007) sehingga pada gerombol ini harus dilakukan penambahan/pengadaan sarana dan guru SMA. Sedangkan RLS yang kecil menunjukan tingkat pendidikannya masih rendah.
Gerombol ini mempunyai tingkat
keberhasilan pembangunan khususnya di
bidang pendidikan yang kurang baik
dibandingkan Kecamatan-Kecamatan lainnya yang terletak di Kabupaten Purwakarta. Hal ini mungkin diakibatkan oleh jauhnya jarak Kecamatan Bojong terhadap pusat kota dan pemerintahan.
Gerombol tiga
Gerombol tiga terdiri dari tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Pasawahan, Purwakarta dan Kecamatan Babakancikao.
Nilai-nilai indikator pendidikan pada gerombol tiga yaitu sebagian besar berada dalam kategori sedang. Ada beberapa peubah yang berada dalam kategori tinggi yaitu peubah rasio SMA, APM SMP, APM SMA dan RLS yang menunjukan bahwa derajat pendidikannya lebih bagus dibandingkan dengan gerombol lainnya dan satu peubah dalam kategori rendah yaitu APM SD (lampiran 5). Rendahnya APM SD dapat diakibatkan kurangnya sarana dan guru SD (nakertrans, 2007) sehingga pada gerombol ini harus dilakukan penambahan sarana dan guru SD.
Ciri dari gerombol tiga adalah rasio SMA
yang sangat besar sehingga diperlukan
pembatasan jumlah siswa ataupun penambahan ruang kelas SMA sehingga rasio SMA menjadi seimbang, APM SMP, APM SMA, AMH dan RLS terbesar dibandingkan dengan gerombol lainnya (lampiran 5).
Gerombol tiga mempunyai tingkat
keberhasilan pembangunan khususnya di
bidang pendidikan yang baik dibandingkan Kecamatan-Kecamatan lainnya yang terletak di Kabupaten Purwakarta. Hal ini mungkin diakibatkan oleh letaknya yang dekat dengan pusat kota dan pemerintahan.
Hasil Analisis Biplot Berdasarkan Beberapa Indikator Pendidikan Hasil analisis Biplot berdasarkan beberapa indikator pendidikan disajikan pada lampian 8. Keragaman data yang mampu diterangkan oleh biplot pendidikan di Kabupaten Purwakarta ini sebesar 97.8%. Keragaman dimensi 1 sebesar 64.3% dan keragaman dimensi 2 sebesar 33.5%. Hal ini menunjukan bahwa interpretasi biplot pendidikan di Kabupaten Purwakarta yang dihasilkan dinilai cukup baik (>70%) dan sudah cukup mewakili dari karakteristik populasi yang ada (Sartono, 2003).
Tampilan biplot pada lampiran 8
memperlihatkan kedekatan antar Kecamatan dan posisi relatif Kecamatan dengan beberapa peubah, diantaranya:
1. Kecamatan Jatiluhur, Campaka, Plered,
Bungursari, Purwakarta dan Pasawahan memiliki karakteristik yang sama yaitu mempunyai nilai peubah rasio SMP (X4) yang besar karena posisinya berdekatan dan searah dengan peubah rasio SMP (X4). Sehingga memerlukan pembatasan jumlah siswa SMP atau penambahan jumlah ruang
kelas SMP. Sedangkan Kecamatan
Sukasari dan Cibatu memiliki karakteristik yang sama pada nilai peubah rasio SMP
(X4) yang kecil karena posisinya
berlawanan arah dengan peubah rasio SMP (X4).
2. Kecamatan Babakancikao, Wanayasa dan
Pasawahan memiliki karakteristik yang sama pada nilai peubah rasio SMA (X6) yang besar karena posisinya berdekatan dan searah dengan peubah rasio SMA (X6). Sehingga memerlukan pembatasan jumlah siswa SMA ataupun penambahan jumlah ruang kelas SMA. Sedangkan
Kecamatan Bojong dan Kiarapedes
memiliki karakteristik yang sama pada nilai peubah rasio SMA (X6) yang kecil karena posisinya berlawanan arah dengan peubah rasio SMA (X6).
3. Kecamatan Purwakarta dan Pasawahan
memiliki karakteristik yang sama pada nilai peubah APM SMP (X8) yang besar karena posisinya searah dengan peubah
APM SMP (X8). Hal ini menunjukan
penduduk usia sekolah SMP pada
Kecamatan Purwakarta dan Pasawahan banyak yang bersekolah.
4. Kecamatan Babakancikao memiliki nilai
peubah APM SMA (X9) yang besar karena
posisinya searah dengan peubah APM SMA (X9). Hal ini menunjukan penduduk usia sekolah SMA pada Kecamatan Babakancikao banyak yang bersekolah. 5. Kecamatan Bojong memiliki nilai peubah
rasio guru SD (X1) yang besar karena posisinya searah dengan peubah rasio
guru SD (X1). Sehingga memerlukan
penambahan guru SD agar proses belajar menjadi efektif.
Sedangkan Kecamatan-Kecamatan yang lain tidak mempunyai karakteristik tertentu,
karena posisi peubah-peubah yang lain
berkumpul pada titik pusat. Sudut dari masing-masing peubah menunjukan besarnya korelasi. Beberapa peubah yang berkorelasi tinggi diantaranya:
• Peubah rasio SMP (X4) berkorelasi dengan angka partisipasi murni SMP (X8).
• Peubah rasio SMA (X6) berkorelasi
dengan angka partisipasi murni SMA (X9). Pada analisis biplot, peubah dengan keragaman kecil digambarkan sebagai vektor pendek sedangkan peubah yang ragamnya besar digambarkan sebagai vektor yang panjang, berarti peubah rasio SMA (X6) mempunyai keragaman paling besar kemudian diikuti oleh peubah rasio SMP (X4). Sementara peubah lainnya mempunyai keragaman yang
kecil. Ini terlihat dari posisi peubah-peubah tersebut yang mengumpul mendekati titik pusat. Peubah rasio SMA (X6) dan peubah
rasio SMP (X4) mengindikasikan sangat
bervariasinya peubah-peubah tersebut di setiap Kecamatan di Kabupaten Purwakarta.
Deskripsi Kesehatan Di Kabupaten Purwakarta
Pada tahap awal dilakukan analisis deskriptif untuk mengetahui gambaran umum
dari bidang kesehatan di Kabupaten
Purwakarta, dengan cara membuat tabel dan diagram kotak garis untuk tiap indikator
pendidikan yang digunakan, sehingga
memudahkan dalam interpretasinya.
Data yang digunakan dalam bidang kesehatan adalah jumlah fasilitas, SDM kesehatan dan kasus yang telah dirasiokan terhadap jumlah penduduk masing-masing Kecamatan di Kabupaten Purwakarta sehingga dapat dilihat kelayakan fasilitas dan SDM kesehatan terhadap jumlah penduduk.
Sebaran dari jumlah penduduk di
Kabupaten Purwakarta dapat dilihat pada lampiran 11. Jumlah penduduk mempunyai nilai terbesar pada Kecamatan Purwakarta, yaitu sebesar 143.760 orang dan terkecil ada pada Kecamatan sukasari sebesar 14.262 orang. Simpangan baku jumlah penduduk cukup besar
yaitu sebesar 28949.44, hal ini
mengidentifikasikan jumlah penduduk antar Kecamatan berbeda jauh.
Gambaran umum kondisi kesehatan di Kabupaten Purwakarta secara keseluruhan dapat dilihat pada lampiran 9. Terlihat bahwa rata-rata rasio fasilitas dan SDM kesehatan di Kabupaten Purwakarta masih sangat kecil sehingga memerlukan penambahan fasilitas dan SDM kesehatan. Di Kabupaten Purwakarta masih terdapat kasus kematian bayi dan kasus balita gizi buruk walaupun nilai rasionya kecil hal ini mungkin disebabkan kurangnya fasilitas
dan SDM kesehatan ataupun program
pemerintah, sehingga di Kabupaten Purwakarta diperlukan pengadaan/penambahan fasilitas, SDM kesehatan ataupun program pemerintah yang efektif agar rasio kematian bayi dan balita gizi buruk tidak ada, yang pada akhirnya dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan SDM.
Pada diagram kotak garis (lampiran 10)
memperlihatkan adanya pencilan pada
beberapa peubah. Pencilan yang ada
seluruhnya merupakan pencilan atas. Pencilan yang ada adalah pencilan pada peubah rasio apotek, rasio dokter dan rasio perawat yaitu
pada Kecamatan Purwakarta hal ini
menunjukan Kecamatan Purwakarta
menyediakan fasilitas dan SDM kesehatan yang lebih bagus dibandingkan Kecamatan lainnya berdasarkan data yang ada pada peubah yang diukur. Selain itu pada peubah rasio kematian bayi terdapat pencilan besar pada Kecamatan Kiarapedes dan Babakancikao hal ini menunjukan bahwa di Kecamatan tersebut
derajat kesehatannya masih kurang. Ini
mungkin diakibatkan kurangnya fasilitas dan SDM kesehatan ataupun program pemerintah, sehingga di Kecamatan tersebut diperlukan
pengadaan/penambahan fasilitas, SDM
kesehatan ataupun program pemerintah yang efektif agar rasio kematian bayi dan balita gizi buruk tidak ada.
Perlu adanya fasilitas, SDM kesehatan dan program pemerintah di setiap Kecamatan di
Kabupaten Purwakarta. Sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan yang pada akhirnya akan meningkatkan SDM yang ada di Kabupaten Purwakarta.
Diharapkan agar pembangunan di
Kabupaten Purwakarta khususnya dalam
bidang kesehatan lebih merata sehingga semua lapisan masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, murah, dan merata. Agar melalui upaya tersebut diharapkan bisa mencapai derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Penggerombolan Kecamatan Di Kabupaten Purwakarta Berdasarkan
Beberapa Indikator Kesehatan Penggerombolan Kecamatan di Kabupaten Purwakarta berdasarkan indikator kesehatan
menggunakan metode penggerombolan
berhirarki dengan menggunakan ukuran jarak euclid dan metode memperbaiki matriks jaraknya adalah metode pautan rataan.
Lampiran 12 menunjukan nilai korelasi antar peubah yang digunakan. Matriks korelasi tersebut menunjukan adanya korelasi diantara beberapa peubah, yaitu:
• peubah rasio rumah bersalin (X2)
berkorelasi dengan rasio apotek (X4) (0.634), rasio perawat (X6) (0.576) dan rasio bidan (X7) (-0.591).
• peubah rsio puskesmas (X3) berkorelasi dengan rasio apotek (X4) (-0.606).
• peubah rasio apotek (X4) berkorelasi dengan rasio dokter (X5) (0.755) dan rasio perawat (X6) (0.877).
• peubah rasio dokter (X5) berkorelasi dengan rasio perawat (X6) (0.860) dan rasio balita gizi buruk (X9) (-0.538).
Seperti pada penggerombolan berdasarkan beberapa indikator pendidikan, transformasi AKU tidak digunakan, hal ini dikarenakan jarak euclid antar pengamatan dengan atau tanpa transformasi komponen utama akan sama bila semua komponen utama digunakan (Jolliffe, 2002). Selain itu, penelitian ini tidak
bertujuan untuk mereduksi peubah dan
komponen utama ada kalanya sulit
diinterpretasikan (Sartono, 2003).
Berdasarkan analisis gerombol yang
dilakukan, Kecamatan-Kecamatan di
Kabupaten Purwakarta dapat dibagi ke dalam
tiga gerombol. Pemotongan dendogram
dilakukan secara subjektif berdasarkan
kepentingan penelitian (lampiran 13).
Tabel 5 Daftar anggota masing-masing gerombol
Gerombol No. Kecamatan
1 Jatiluhur 2 Sukasari 3 Maniis 4 Tegalwaru 5 Plered 6 Sukatani 1 7 Darangdan 8 Bojong 9 Wanayasa 10 Kiarapedes 11 Pasawahan 12 Pondoksalam 14 Babakancikao 15 Campaka 16 Cibatu 2 13 Purwakarta 3 17 Bungursari
Interpretasi masing-masing gerombol Interpretasi dari tiga gerombol yang terbentuk adalah sebagai berikut:
Gerombol satu
Gerombol satu terdiri dari 15 Kecamatan yaitu Kecamatan Jatiluhur, Sukasari, Maniis, Tegalwaru, Plered, Sukatani, Darangdan, Bojong, Wanayasa, Kiarapedes, Pasawahan, Pondoksalam, Babakancikao, Campaka dan Cibatu.
Gerombol satu mempunyai karakteristik yaitu seluruh peubah rasio fasilitas kesehatan berada dalam kategori sedang, peubah rasio SDM kesehatan berada dalam kategori sedang kecuali rasio bidan berada dalam kategori tinggi. Sedangkan peubah rasio kematian bayi
dan rasio gizi buruk berada dalam kategori sedang dan tinggi (lampiran 14).
Ciri dari gerombol satu ini adalah tidak adanya RSU, nilai terkecil pada peubah rasio rumah bersalin, rasio apotek serta rasio perawat dibandingkan dengan gerombol lainnya dan nilai pada peubah rasio kematian bayi dan
balita gizi buruk berada diatas rataan
Kabupaten (lampiran 14). Ini mungkin
diakibatkan kurangnya fasilitas dan SDM kesehatan ataupun program pemerintah.
Gerombol satu mempunyai tingkat
keberhasilan pembangunan khususnya di
bidang kesehatan kurang baik dibandingkan Kecamatan-Kecamatan lainnya yang terletak di Kabupaten Purwakarta.
Gerombol dua
Gerombol dua terdiri dari satu Kecamatan yaitu Kecamatan Purwakarta.
Karakteristik dari gerombol ini yaitu peubah rasio fasilitas kesehatan berada dalam kategori sedang, peubah rasio SDM manusia berada dalam kategori sedang kecuali rasio
perawat berada dalam kategori tinggi.
Sedangkan rasio kematian bayi dan balita gizi buruk berada dalam kategori sedang dan tinggi (lampiran 14).
Ciri gerombol dua ini adalah nilai pada peubah rasio rumah bersalin, rasio apotek, rasio dokter dan rasio perawat terbesar dibandingkan gerombol lainnya. Sedangkan rasio kematian bayi lebih kecil dari rataan Kabupaten dan rasio
balita gizi buruk terkecil dibandingkan
gerombol lainnya (lampiran 14).
Gerombol dua mempunyai tingkat
keberhasilan pembangunan khususnya di
bidang kesehatan yang baik dibandingkan Kecamatan-Kecamatan lainnya yang terletak di Kabupaten Purwakarta. Hal ini mungkin diakibatkan oleh posisi Kecamatan Purwakarta sebagai pusat kota dan pemerintahan.
Gerombol tiga
Gerombol tiga terdiri dari satu Kecamatan yaitu Kecamatan Bungursari.
Nilai-nilai indikator fasilitas kesehatan pada gerombol tiga berada dalam kategori sedang, peubah rasio SDM kesehatan berada dalam kategori tinggi kecuali rasio dokter berada dalam kategori sedang. Sedangkan rasio kematian bayi dan balita gizi buruk berada dalam kategori sedang dan tinggi (lampiran 14).
Ciri dari gerombol tiga adalah nilai peubah rasio RSU, rasio rumah bersalin dan rasio dokter lebih kecil dari nilai rataan Kabupaten. Sedangkan rasio kematian bayi terkecil
dibandingkan dengan gerombol lainnya dan rasio balita gizi buruk lebih besar dari rataan Kabupaten. Ini mungkin diakibatkan kurangnya fasilitas dan SDM kesehatan ataupun program pemerintah.
Gerombol tiga mempunyai tingkat
keberhasilan pembangunan khususnya di
bidang kesehatan yang cukup baik
dibandingkan Kecamatan-Kecamatan lainnya yang terletak di Kabupaten Purwakarta (lampiran 14).
Hasil Analisis Biplot Berdasarkan Beberapa Indikator Kesehatan Hasil analisis Biplot berdasarkan beberapa indikator kesehatan disajikan pada lampian 17. Keragaman data yang mampu diterangkan oleh biplot kesehatan di Kabupaten Purwakarta ini sebesar 85.8%. Keragaman dimensi 1 sebesar 58.4% dan keragaman dimensi 2 sebesar 27.4%. Hal ini menunjukan bahwa interpretasi biplot kesehatan di Kabupaten Purwakarta yang dihasilkan dinilai cukup baik (>70%) dan sudah cukup mewakili dari karakteristik populasi yang ada (Sartono, 2003).
Tampilan biplot pada lampiran 17
memperlihatkan kedekatan antar Kecamatan dan posisi relatif Kecamatan terhadap peubah yang digunakan, diantaranya:
1. Kecamatan Purwakarta memiliki nilai
besar pada peubah rasio apotek (X4) karena posisinya searah dengan peubah rasio apotek (X4).
2. Kecamatan Purwakarta memiliki nilai
besar pada peubah rasio dokter (X5) karena posisinya searah dengan peubah rasio dokter (X5).
3. Kecamatan Purwakarta memiliki nilai
besar pada peubah rasio perawat (X6) karena posisinya searah dan berdekatan
dengan peubah rasio perawat (X6),
sedangkan Kecamatan Jatiluhur
mempunyai nilai terkecil karena posisinya berlawanan arah dengan peubah rasio
perawat (X6), sehingga memerlukan
penambahan perawat.
4. Kecamatan Jatiluhur, Babakancikao,
Pasawahan dan Campaka memiliki
karakteristik yang sama pada nilai peubah rasio bidan (X7) dan rasio kematian bayi (X8) yang besar karena posisinya searah dengan peubah rasio bidan (X7) dan rasio
kematian bayi (X8). Ini mungkin
diakibatkan kurangnya fasilitas dan SDM kesehatan ataupun program pemerintah.,
sehingga memerlukan penambahan
fasilitas dan SDM kesehatan ataupun
program pemerintah yang efektif agar kasus kematian bayi menjadi lebih kecil atau bahkan tidak ada.
5. Kecamatan Plered, Tegalwaru, Maniis,
Wanayasa dan Kiarapedes memiliki
karakteristik yang sama pada nilai peubah rasio balita gizi buruk (X9) yang besar karena posisinya searah dengan peubah rasio balita gizi buruk (X9), hal ini mungkin diakibatkan kurangnya fasilitas dan SDM kesehatan ataupun program
pemerintah., sehingga memerlukan
penambahan fasilitas dan SDM kesehatan ataupun program pemerintah yang efektif agar kasus kematian bayi menjadi lebih kecil atau bahkan tidak ada, sedangkan
Kecamatan Jatiluhur, Babakancikao,
Pasawahan dan Campaka memiliki
karakteristik yang sama pada nilai peubah rasio balita gizi buruk (X9) yang kecil karena posisinya berlawanan arah dengan peubah rasio balita gizi buruk (X9). Sedangkan Kecamatan-Kecamatan yang lain tidak mempunyai karekteristik tertentu karena posisinya berdekatan dengan titik pusat. Sudut dari masing-masing peubah menunjukan besarnya korelasi. Peubah yang berkorelasi tinggi diantaranya :
• Peubah rasio apotek (X4) berkorelasi dengan peubah rasio dokter (X5) dan rasio perawat (X6).
• Peubah rasioh dokter (X5) berkorelasi dengan peubah rasio perawat (X6).
• Peubah rasio bidan (X7) berkorelasi
dengan peubah rasio kematian bayi (X8). Pada analisis biplot, peubah dengan keragaman kecil digambarkan sebagai vektor pendek sedangkan peubah yang ragamnya besar digambarkan sebagai vektor yang panjang, berarti peubah rasio balita gizi buruk
(X9) mempunyai keragaman paling besar
kemudian diikuti oleh peubah rasio perawat (X6).
Sementara peubah lainnya mempunyai keragaman yang kecil. Ini terlihat dari posisi peubah-peubah tersebut yang mengumpul mendekati titik pusat. Peubah-peubah dengan
ragam besar mengindikasikan sangat
bervariasinya peubah-peubah tersebut di setiap Kecamatan di Kabupaten Purwakarta.