• Tidak ada hasil yang ditemukan

CERITA 54 GURU SM 3T LIMA DI JAYAWIJAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "CERITA 54 GURU SM 3T LIMA DI JAYAWIJAYA."

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

Menjemput Impian di Tanah Papua

Bermula dari suguhan salah satu program Televisi Nasional yang mengangkat pengabdian manusia-manusia luar biasa di Tanah Papua dan pada akhirnya mampu menggugah hati seorang anak manusia yang kala itu masih duduk di bangku kelas 2 SMP, saat dimana kata para ilmuwan adalah masa-masa remaja mencari jati diri dan membangun jutaan impian yang akan di bawanya ke Masa Depan.

Ya, saat itu juga jiwanya terasa terpanggil dan segera terwujudkan dalam salah satu impian besarnya, “MEMAJUKAN PAPUA”. Ah,,, Impian?? Ya... pada awalnya hanyalah sebuah impian yang dirasa cukup “KEREN” untuk di pajang di setiap Biodata yang dituliskan pada setiap buku harian teman-teman 

Siapa yang menyangka akhirnya setelah 10 tahun berlalu, “Rias Kecil” beranjak dewasa dan dituntun serta diberi kesempatan untuk mewujudkan impiannya, “MEMAJUKAN PAPUA” 

Ya, disinilah aku, Tanah Papua. Tanah yang dulunya hanya ada dalam angan-angan “Rias kecil” dengan impian besar “Memajukan Papua”.

Aku menjemput mimpi dan mewujudkan mimpi untuk mengabdi pada diri sendiri dan mengabdi pada negeri.

***

24 Agustus 2015, rombongan SM-3T angkatan V LPTK Universitas Riau mendarat dengan sempurna di Bandara Wamena, Kabupaten Jayawijaya-PAPUA. Dengan berbekal impian dan tujuan mulia, guru-guru SM-3T siap merajut mimpi di Negeri Timur Matahari.

(2)

***

SD Negeri Wamena, merupakan sekolah unggulan di Distrik Wamena. Lokasinya berada di tengah kota dengan berbagai peradaban. Siswa di sekolah ini 50 : 50 antara pendatang dengan siswa asli. Kami menyebutnya siswa asli karena siswa tersebut merupakan anak pribumi, sama seperti kami menyebut orang tua mereka “Orang Asli” yang artinya “Orang Papua”.

Enak di kota??? Hemm,,,

Iya, pasti ada suka dan duka mengajar di sekolah unggulan daerah yang berada di tengah kota.

Senang karena beban mengajar tidak seberat teman-teman yang bertugas di Distrik dengan keterbatasan sarana-prasarana serta kendala yang berasal dari anak didik itu sendiri, yaitu keinginan ke sekolah.

Kecewa karena tidak dapat merasakan pengalaman sebenarnya hidup di Distrik, seperti pengalaman yang di ceritakan banyak pendatang di sini. Mereka datang ke Papua, mereka tinggal di Distrik, mereka mengukir cerita...

***

Aku mengukir cerita...

Ya,, bertugas di kota tidak membuatku berhenti membuat cerita hidup. Kehidupan harus berjalan, sebuah cerita harus di ceritakan...

Mengajar sebagai guru SD merupakan pengalaman pertamaku, menjadi wali kelas merupakan pengalaman keduaku, mengajar 70 siswa dalam satu ruangan juga merupakan pengalaman pertamaku dan yang luar biasa, menghadapi anak umur kelas 2 SD merupakan pengalaman pertama yang sempat aku ragukan kemampuanku di dalamnya.

Sabar,,, Lembut,,, Bertahan,,, itu kuncinya 

Waktu berlalu, dan semua menjadi biasa. Akhirnya aku mengenal semua anak muridku dengan berbagai karakter mereka yang telah kucoba pelajari selama 1 bulan terakhir ini. Banyak yang terkenang, salemo (ingus aka angka sebelas di bawah hidung, red) yang ternyata bukan cuma cerita belaka, yang ternyata bukan cuma milik mereka yang di Distrik, yang ternyata menjadi tantangan besar di sini. Kemudian Alvian dan Gidion,,,

(3)

Alvian, oh Alvian...

Alvian, murid istimewa yang secara langsung dikenalkan padaku oleh wali kelas 2 sebelumnya. Alvian adalah siswa tinggal kelas di kelas ini. Alvian bukan anak bodoh, hanya saja kurangnya perhatian keluarga membuatnya mengalami kesulitan belajar.

Alvian jarang mandi,,,

Ya, SE SU A TU . . . Ketika Alvian masuk kelas dan dia tidak mandi, pasalnya seluruh anggota kelas akan tau kalau Alvian tidak mandi karena aroma semerbak yang ditimbulkannya dapat dengan mudah menguasai ruangan dan menghipnotis seluruh anggota kelas untuk kehilangan konsentrasi. Sering sekali ketika Alvian datang ke sekolah tanpa mandi, aku harus mengalihkan kelas menjadi kelas alam alias belajar di luar ruangan agar baunya tidak menggangu dan agar anak yang lain dapat tetap belajar dengan jarak dan zona yang aman dari Alvian.

Kini Alvian selalu mandi,,,

Ya, aku dan Alvian sudah mengikat janji kelingking, “Alvian janji akan selalu mandi sebelum pergi ke sekolah, dan ibu guru janji mengizinkan Alvian duduk di dekat ibu guru setiap kali Alvian mau.”

Memang,,, Alvian tidak akan mau menulis jika tidak duduk dekat dengan ibu guru. Anak yang satu ini suka sekali duduk di meja ibu guru Rias, atau dia akan menulis sambil berdiri jika tidak ada kursi di meja Ibu Guru Rias, Sweet sekali. Alvian hanya akan menulis jika ditemani. Ini yang membuatku menjadi sangat sayang padanya. Aku merasa sangat dekat dengannya.

4 bulan berlalu dan banyak kemajuan yang telah Alvian capai. Dulu, Alvian bahkan tidak dapat menulis namanya sendiri, tapi sekarang dia sudah bisa menuliskan namanya di buku tanpa hambatan. Dulu,,, Alvian tidak bisa menulis dikte, sekarang Alvian bisa. Dulu,,, Alvian tidak bisa membaca lebih dari 4 huruf, sekarang Alvian sudah bisa membaca kata seperti “Sekarang, bermain, dan kata lain yang memiliki lebih dari 4 huruf”.

Aku senang, bukan hanya aku yang menjemput impian, tapi aku mengantarkan anak didikku mengukir impian mereka 

(4)

Gidion, murid istimewa...

Sama dengan Alvian, Gidion juga merupakan “murid asli” disini, hanya saja dia memiliki kulit yang lebih putih dari Alvian, dan kemampuan yang lebih baik dari Alvian.

Daya tangkap Gidion bagus, dia setara dengan murid pendatang lainnya. Membaca lancar, berhitung lancar, dan menulis juga lancar. Gidion sebenarnya bukan murid dari kelasku, namun karena kelas II.B dan II.C di gabung menjadi 1, maka Gidion sekarang menjadi salah satu muridku. Yang disayangkan dari Gidion adalah dia terlalu aktif, sehingga seringkali dia menjadi biang keributan di kelas.

Aku sayang Gidion,,,

Selain karena kepintarannya yang lebih unggul dari pada teman-teman aslinya, Gidion juga telah menyentuh hati. Tidak seperti yang aku bayangkan, ternyata dia juga seperti Alvian, kurang perhatian orang tua.

Suatu hari, Gidion datang ke kelas pada pukul 09.00 WIT, padahal sekolah di mulai pada pukul 07.30 WIT. Sebagai guru, aku merasa berkewajiban menanyakan alasannya. Belum selesai aku bertanya, Gidion menangis dan berkata:

“Maaf Ibu Guru Rias, sa terlambat, jangan marah e”

Ah,,, ko jangan menangis, ibu guru tanya, kenapa ko terlambat?” Kataku. Gidion tetap menunduk dan bahkan semakin terisak. Aku iba, aku perhatikan seluruh tubuhnya, kulihat tangannya kotor bekas tanah, bajunya juga terkena kotoran tanah. Aku bujuk kembali Gidion agar mau bercerita. Akhirnya dia berkata:

”Sa bantu mama,,, mama bilang kalau tidak bantu, tidak usah sekolah sampai keluar”

(5)

Namun aku salut, aku sayang sekali dengannya. Gidion. Tetap berjuang nak, sekolah yang tinggi, sekolah yang pintar, bahagiakan Mama dan Bapa agar adik-adikmu tidak perlu bekerja demi pergi kesekolah. 

***

Papua, aku akan terus mengukir cerita, biar saja aku tidak menjadi kenangan, tapi Papua akan tetap terkenang sampai kapanpun.

Papua, tanah impian,,, Tanah seribu senyuman 

Salam Cinta Papua Dari anak Negeri yang ingin Mengabdi

Aktiva Rias Pamuji, S.Pd

(6)

Aldo Lanrey Royanto Malau, S.Pd. Guru SMP Negeri 4 Wamena

Memperoleh informasi dari teman kuliah bahwa ada pendaftaran SM-3T, saya bertanya-tanya apa itu SM-3T? karena SM-3T sangat asing bagi saya. Selama saya di bangku perkuliahan tidak ada terdengar tentang program tersebut. Saya mencari informasi tentang SM-3T dari berbagai sumber dan pada akhirnya saya mengerti tentang program ini. Program SM-3T adalah Program Pengabdian Sarjana Pendidikan untuk berpartisipasi dalam percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T(Terdepan, terluar, dan Tertinggal) selama satu tahun sebagai penyiapan pendidik profesional yang akan dilanjutkan dengan Program Pendidikan Profesi Guru. Saya merasa kaget ternyata program ini dibuat khusus bagi sarjana pendidik yang akan ditugaskan di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal. Akhirnya saya putuskan untuk mengikuti program ini melalui seleksi yang begitu ketat untuk lulus tes. Saya dinyatakan lulus dan berhak mengikuti program SM-3T.

(7)

dataran tinggi, sambutan dari alam pegunungan tengah. Jayawijaya membuat rasa ingin tahu penulis semakin membias, pemandangan gunung–gunung yang menjulang tinggi mengelilingi daerah ini seperti sebuah tembok rakasasa yang sangat kokoh membuat saya terkagum dan tak berhenti memandang kesegala arah, panas yang menyengat kulit tidak terasa karena dinginnya iklim pegunungan tengah. Ini kah surga kecil yang jatuh di bumi, seperti salah satu lirik lagu yang pernah saya dengar sebelumnya.

Banyak hal yang membuat saya penasaran, berdasarkan apa yang menjadi pemikiran saya yang merupakan hasil dari pengumpulan informasi sosial, maupun media, bahkan melalui film dokumenter mengenai keadaan daerah sasaran Papua Kabupaten Jayawijaya, dan pemikiran saya salah besar setelah penulis flashback ternyata itu data yang sudah lama, yang sempat membuat penulis berfikiran daerah terpencil, terpelosok, dan terisolir, ternyata pada kenyatannya tidak.

(8)

Hari Rabu tepatnya tanggal 2 September 2015, saya mulai mengajar di kelas VII. Terlebih dahulu saya memperkenalkan diri karena ada pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang, begitu juga sebaliknya dengan murid-murid saya. Setelah itu saya masuk materi tentang permainan bola besar. Mereka belum tahu apa saja permainan bola besar itu, akhirnya saya jelaskan apa itu permainan bola besar dan macam-macam permainan bola besar. Saya menjelaskan salah satu permainan bola besar yaitu permainan sepak bola. Kembali lagi saya terkejut mereka tidak tahu apa itu sepak bola? Yang mereka tahu hanya bola kaki. Kembali saya menjelaskan bahwa sepak bola dan bola kaki itu sama saja. Pada saat saya menjelaskan salah satu teknik yang harus dikuasai dalam permaian sepak bola adalah menyundul bola, dan mereka tidak tahu apa itu menyundul. Dan setelah diberi penjelasan bahwa dalam bahasa Wamena menyundul itu adalah mengkope. Setelah saya jelaskan dan diberi pemahaman akhirnya mereka mengerti pada saat itu.

(9)

Futsal bagi laki-laki dan Bola voli untuk perempuan. Tujuan dibuatnya perlombaan ini adalah menumbuhkan rasa kepedulian dan semangat tinggi sebagai pemuda agar lebih giat belajar untuk mencapai cita-cita, selain itu juga agar mereka tahu peraturan, teknik, dan strategi dalam permainan baik permainan bola voli maupun Futsal.

Tidak Ada Guru dan Alumni SM-3T, Sekolah ini Tutup

Oleh. Anju Nofarof Hasudungan, S.Pd1

(10)

Mendengar kabar-kabar bahwa Sarjana Mendidik Daerah

Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM-3T) Angkatan V adalah yang

terakhir. Membuat penulis ingin menulis bagaimana peran penting

Guru SM-3T dan Alumninya (GGD) dalam proses belajar-mengajar,

bahkan sampai pada tahap keberlansungan sekolah tersebut. Salah

satu perwakilan dari kasus diatas, ialah sekolah tempat penulis

mengabdi, SD Negeri Niniki namanya. Awalnya penulis bertugas

sendiri di sekolah tersebut sesuai dengan Surat Keputusan (SK)

penempatan yang dibuat oleh Dinas Pendidikan dan Pengajaran

Kabupaten Jayawijaya. Sebelum dikirim seorang partner untuk

menemani penulis berkarya di sekolah ini. Berbeda dengan

teman-teman lain yang berdua-dua. Penulis hanya sendiri. Penulis tidak

banyak komentar soal ditempatkannya penulis sendiri disekolah

tersebut. Sebab, bagi penulis ini tidak masalah mengingat komitmen

dan keteguhan hati untuk siap mengabdi untuk bangsa dan negara

dimanapun ditempatkan. Banyak yang dikorbankan untuk ikut

program ini.

Ketidaktahuan penulis dengan sekolah dasar negeri Niniki buat

penulis benar-benar percaya bahwa Tangan TUHAN bekerja dalam

menempatkan penulis.

(11)

tidak tahu akan ada guru yang akan mulai mendidik mereka kembali.

Setelah sekian lama mereka terliburkan karena suatu keadaan.

Bukan kebetulan penulis ditempatkan di SD Negeri Niniki,

berlokasi di Distrik Pyramid, Kabupaten Jayawijaya, Irian Jaya.

Penulis harus mendapatkan sekolah yang mengalami banyak

permasalahan dan kendala baik internal maupun eksternal. Yakni:

A. Internal

1. Tenaga pendidik tidak ada sama sekali kecuali satu

Alumni SM-3T yang dalam program pemerintah pusat

disebut Guru Garis Depan (GGD) yang baru dua bulan

bertugas sebelum penulis datang. Sehingga sekolah ini

banyak kehilangan siswa-siswinya dengan berpindah

sekolah.

2. Kedua manajemen sekolah yang tidak ada. Kepala

sekolah dan semua administrasinya hanya berlangsung di

kota Wamena. Tidak ada proses manajemen sekolah

berlangsung. Akibatnya sekolah ini tidak terurus dengan

baik.

B. Eksternal

(12)

Akibat masalah dan kendala diatas baik operasional dan

pengelolaan sekolah dasar Niniki berjalan tidak optimal bahkan jauh

dari standar. Banyak diantara para tenaga pendidik baik guru asli Irian

Jaya maupun yang bukan. Tidak mau mengajar di sekolah tersebut

akibat masalah dan kendala yang penulis sebutkan tadi. Sehingga

sekolah Niniki hanya ada dua guru SM-3T dan satu guru GGD.

Sekolah dasar Niniki seperti milik kami bertiga. Padahal dulunya

sekolah ini menjadi sangat favorit pada awal sekolah ini dibangun.

Hingga, tulisan ini dibuat pada 12 Desember 2015, Niniki

hanya ada dua Guru dan keduanya dari SM-3T. sebab, satu Guru

GGD sedang prajabatan selama dua bulan lebih. Sekolah ini sempat

tutup selama tiga bulan lebih karena tidak ada guru yang mau

mengajar. Akibatnya banyak siswa-siswi yang berpindah sekolah.

Beda hal dengan cerita yang terdapat dalam film Laskar Pelangi,

sekolahnya bisa tutup apabila siswanya tidak mencukupi. Kalau SD

Negeri Niniki bukan siswanya yang buat Niniki terancam ditutup

tetapi Tenaga Pendidiknya yang tidak ada.

Lalu bagaimana jika tidak ada guru SM-3T di sekolah ini ? bisa

jadi sekolah ini akan tutup. Ini mungkin satu dari sekian banyak kasus

tentang kekurangan guru di daerah 3T.

Kalaupun program SM-3T di akhiri. Penulis berharap program

Guru Garis Depan tidak. Sebab, baik SM-3T maupun GGD menjadi

garda terdepan dalam menjangkau anak-anak di daerah 3T untuk

memperoleh pendidikan.

(13)

banyak belajar tentang hidup selama mengikuti program ini. Menurut

saya, ini bagus untuk membentuk karakter dan mental kami di waktu

muda.

SM-3T…

Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia

SD INPRES ABUSA

Asrida Damanik, S.Pd

`

Saya mengetahui SM3T dari salah satu teman saya, dia banyak bercerita tentang pendidikan di Indonesia bagian Timur khususnya Papua, saya pun tertarik untuk mengikuti SM3T dan Puji Tuhan saya Lulus seleksi dan mendapat penempatan di Papua. Di awal pengumuman penempatan untuk mengajar saya mendapat di SMP N 3 wamena, namun berhubung sekolah tersebut tidak membutuhkan guru Bidang studi saya, akhirnya saya pun di pindahkan ke SD Inpres Abusa. SD Inpres Abusa berjarak kurang lebih 1 jam dari kota wamena namun kita harus berjalan kaki sejauh 5 Kilometer untuk sampai ke SD Inpres Abusa karena kendaraan tidak bisa masuk berhubung jalannya tidak bagus, tidak ada listrik dan susah signal.

(14)

dan tidak memakai seragam sekolah (hanya sebagian anak-anak murid yang memakai seragam)

(15)

Hari pertama mengajar saya sempat bingung melihat mereka, karena mereka lebih banyak melamun dan bengong meliha saya. Ketika saya tanya mereka mengatakan saya mengajarnya terlalu cepat dan mereka tidak mengerti sebagian bahasa yang saya gunakan karena kebanyakan dari mereka tidak terlalu mengerti Bahasa Indonesia karena selama ini guru mereka selalu menggabungkan dua bahasa dalam mengajar yaitu bahasa Daerah dan bahasa Indonesia. Saya pun bingung karena tidak mungkin saya menggunakan bahasa daerah karena saya sendiri tidak mengerti bahasa daerah. Akhirnya saya pun tetap menggunakan bahasa Indonesia namun salah satu dari mereka yang mengerti bahasa Indonesia menjelaskan kembali apa yang saya jelaskan kepada temannya yang tidak mengerti.

(16)

sabun, sikat gigi dan ingusnya di buang ya”. Mereka menjawab “ ia ibu guru”.

Seperti sudah menjadi kebiasaan mereka apa yang kita ajarkan hari ini besok akan lupa, jangankan besok mungkin ketika kita tanya pada hari itu juga mereka sudah lupa, dan satu lagi mereka jarang sekali membawa alat tulis dan bawa buku hanya satu untuk semua mata pelajaran. Ketika ditanya kenapa tidak bawa alat tulis mereka menjawab tidak ada uang beli alat tulis. Maka untuk setiap harinya sebelum pelajaran dimulai saya selalu bertanya siapa yang tidak punya alat tulis dan sudah menjadi kewajiban untuk memberikan mereka alat tulis.

Satu hal yang saya lihat dari mereka adalah semangat mereka untuk sekolah walaupun rumah mereka jauh dari sekolah tetapi mereka selalu datang sekolah, pernah satu kali saya berkata kepada mereka “ anak-anak besok datangnya lebih cepat ya jam 8 harus sudah sampai sekolah!” salah satu dari mereka menjawab “ ibu guru kita orang tidak punya jam” kemudia saya bertanya lagi “ jadi kalian lihat jam dari mana?” mereka menjawab “Kita lihatnya dari matahari toh, kalau mataharinya sudah naik baru kita berangkat sekolah”. Saya pun hanya bisa mengangguk-angguk dan besoknya saya mengajarkan mereka bagaimana cara melihat jam.

Satu hal lagi yang membuat hati miris adalah pengetahuan mereka tentang Negara kita sangat sedikit, jika kita tanya mereka apa nama Negara kita maka mereka akan menjawab Papua bukan Indonesia karena bagi mereka Negara mereka adalah Papua bukan Indonesia, dan pengetahuan lainnya seperti apa lagu kebangsaan kita, apa warna bendera kita dan siapa presiden kita sangat sedikit dari mereka yang mengetahuinya. Itulah yang menjadi tugas kita sebagai tenaga pengajar di daerah 3T mengenalkan mereka Indonesia dan dunia luar karena Papua juga Indonesia.

(17)

AULIA HASANAH

24 Agustus 2015 pertama kali saya menginjakkan kaki di kota wamena. Kota yang akan menjadi tempat tinggal saya dan 53 teman yang datang dari Riau selama setahun ke depan. Kami disini di tugaskan untuk mengajar dan mendidik anak – anak yang sangat membutuhkan pendidikan yang berasal dari daerah terdepan, terluar, dan tertinggal. Melalui program SM3T yang berasal dari kemenristek-dikti, saya mengikuti program ini di tahun ke-5 nya. Dimana, kemungkinan ini adalah tahun terakhir dari program SM3T ini.

(18)

sekolah yang akan kami tempati sampai saat ini, akhir dari semester ganjil. Saya masih sangat ingat ketika nama saya dipanggil dipanggil pertama kali, dan mendengar bahwa SD Inpres Yiwika akan menjadi tempat pengabdian saya selama setahun kedepan. Kepala sekolahnya, bapak Sakeus Daby tersenyum lebar saat kami berdiri untuk memperkenalkan nama kami, menyambut kami dengan sangat hangat. Saya bersama teman saya Nursyamzana ditempatkan di SD inpres tersebut.

Selang dua hari kemudian, saya dan bersama ketua jalur arah kurulu (bang ibam) ikut bersama kepala sekolah saya untuk tinjauan lokasi sekolah saya. Kurang lebih 20 menit perjalan, kami sampai di SD Inpres Yiwika. Kami habisakan waktu sekitar 1 jam berbicara dan melihat-lihat keadaan sekolah dan tempat kami akan tinggal nanti. Kepala sekolah menyarankan kai untuk tinggal bersama penjaga sekolah dan istrinya di lingkungan sekolah, dan kami pun menyetujui nya, walau ada sedikit keraguan untuk tinggal bersama orang asli sini pada awalnya. Dimana kami berdua yang notabene beragama islam akan tinggal bersama orang sini yang beragama kristen katolik. Setelah bercerita panjang lebar dengan ditemani kopi, kami beranjak pulang ke wamena.

(19)

45 menit berjalan kaki dari sekolah kami, yang berada tepat di pusat distrik kurulu.

Sekarang saya tinggal sendiri di SD Inpres Yiwika, dikarenakan beberapa hal Nana memilih pindah ke SD Inpres Umpakalo bersama Fajri dan Dilla. Saya mendapat kan teman pengganti dari kakak tingkat SM3T angkatan 4 yang mendapatkan kesempatan untuk melakukan perpanjangan sekitar 4 bulan sampai mereka memulai PPG di LPTK masing-masing kelak. Kak Elfta, alumni program studi Ekonomi UR, adalah teman saya mengajar di SD Inpres Yiiwika sampai awal februari.

Tidak banyak cerita yang bisa saya bagi, jikalau ditanya mengenai bagaimana rasanya mengajar di sekolah 3T. Mungkin jawaban kami semua sama, “Harus ekstra sabar, hari ini diajar, besok mereka(siswa) sudah lupa lagi”. Tidak ada ekspektasi, tidak ada harapan yang terlalu banyak kepada anak-anak disini. Hanya Calistung saja yang kami kuatkan, setidaknya jangan sampai mereka yang membutuhkan pendidikan ini terlalu ketinggalan dibanding kami yang dari barat.

Cukup sekian cerita saya. Terima kasih

Nama : Beslin Lumban Tobing, S.Pd.

(20)

Penempatan : SMP Negeri 3 Wamena, Desa Helulawa, Distrik Assolokobal, Kab. Jayawijaya

Pada hari Jum’at, 28 Agustus 2015, saya dan teman-teman Guru SM-3T memenuhi undangan Dinas Pengajaran dan Pendidikan Kabupaten Jayawija untuk datang ke salah satu Sekolah Dasar yang ada di Kota/Kecamatan Wamena. Di sana saya dan teman-teman sama-sama mempersiapkan diri untuk ditempatkan di mana saja di Jayawijaya. Setelah mendapat beberapa kata sambutan, arahan dan nasihat-nasihat dari para pejuang pendidikan di Jayawijaya, akhirnya sampailah kepada pemberitahuan yang menjadi surat perintah bagi saya untuk mengajar di SMP Negeri 3 Wamena. Di penempatan ini saya mendapat teman seorang guru Matematika, Fanji Febriani, S.Pd. Kepala sekolah SMP Negeri 3 Wamena, Bapak Ansgar Blasius Biru, M.Pd. menyambut saya dan teman satu penempatan dengan ramah, kami juga mendiskusikan jadwal untuk melakukan survey ke tempat kami akan tinggal dan mengajar.

Sabtu pagi, 29 Agustus 2015 Pak Ansgar beserta salah satu guru SMP N 3 Wamena, Pak Anis Elopere, S.Pd. menjemput saya dan teman sepenempatan di sekretariat SM-3T untuk berangkat menuju ke SMP Negeri 3 Wamena. SMP Negeri 3 Wamena ini terletak di pinggiran kota, kira-kira 10 menit perjalanan sepeda motor dari sekretariat SM-3T. Gedung sekolahnya masih sangat layak untuk dijadikan tempat belajar, ditambah lagi dengan jumlah guru yang tidak sedikit. Sekolah yang bersih dan rapi, guru dan murid yang disiplin, itulah kesan pertama yang terlihat di sana. Guru dan murid SMP Negeri 3 bahu-membahu

(21)

untuk mengajar. Hari ini saya dan teman sepenempatan masih teman sepenempatan dengan para guru SMP Negeri 3 Wamena. Secara keseluruhan tenaga kependidikan SMP Negeri 3 Wamena berjumlah 17 orang, yang terdiri dari 7 orang penduduk asli Papua dan 10 orang pendatang. SMP Negeri 3 Wamena terdiri dari 9 rombongan belajar, 3 kelas VII, 3 kelas VIII, dan 3 Kelas IX dan semuanya adalah anak-anak asli Papua yang berjumlah 293 jiwa.

Dengan sistem pengajaran sekolah yang disiplin disertai dengan papan nama sekolah yang bertuliskan ‘Terakreditasi A’, saya beranggapan bahwa sekolah tersebut sudah pasti menghasilkan tunas-tunas muda berprestasi. Tetapi fakta berkata lain. Para peserta didik sulit mencerna bahasa Indonesia, sulit memahami makna. Mereka selalu menggunakan bahasa Indonesia yang terpotong, terbalik, dan salah makna, bahkan sesekali jika bicara dengan temannya di dalam kelas mereka menggunakan bahasa daerah. Hal ini rupanya berlaku juga pada guru-guru yang merupakan penduduk asli. Tidak banyak guru yang kreatif, tidak banyak guru yang menyenangkan, tidak banyak guru yang menginspirasi. Mata pelajaran yang saya anggap penting seperti Matematika, Bahasa Indonesia, dipegang seluruhnya oleh guru penduduk asli yang demikian.

(22)

beberapa guru yang kekurangan dokumen penting penuntun pengajaran.

Di balik letihnya pekerjaan ini kami juga harus bertarung dengan angkernya lingkungan tempat kami tinggal. Tak pernah kami berjalan dengan tenang - jika malam telah tiba - hendak menuju toilet yang hanya berjarak ±20 meter dari markas kami. Kami tak pernah membayangkan hal gaib, melainkan hal nyata yang dalam wujud pemabuk yang bisa datang tiba-tiba, kapan saja. Satu minggu berjalan, sudah terjadi kemalingan di ruangan guru yang hanya berjarak ±10 meter dari markas. Dan saya sendiri saat malam kemalingan hanya diam mendengar, tanpa beranjak sedikit pun dari tempat tidur. Keesokan paginya banyak barang berharga di dalam ruangan tersebut hilang, termasuk kamus bahasa Indonesia yang merupakan senjata andalan.

Sementara itu teman seperjuangan yang tinggal tak jauh juga merasakan ketidaktenangan yang sama. Maka saya dan teman sepenempatan sepakat untuk pindah, menggabungkan kekuatan untuk terus berkarya. Hal ini saya sampaikan kepada Pak Ansgar, dan beliau memberikan tanggapan yang sangat positif. Maka pada hari Sabtu, 17 Oktober 2015 kami mengangkat kembali persenjataan, berpindah perlindungan menuju SD YPPK St. Stevanus Wouma. Sampai sekarang kami

(23)

bandara saya melihat kebesaran Allah SWT ternyata wamena begitu indah,Wamena itu di ibaratkan kuali yang kotanya di tengah dan di pagari oleh gunung,sesampainya di wamena saya dan teman-teman di sambut oleh pihak Dinas Pendidikan Kab.Jayawijaya yang penuh dengan keramah tamahan,lalu kami menginap di penginapan salemo siloam selama 2 hari,karena secretariat SM3T masih di huni kakak senior SM3T angkatan IV,setelah mereka pulang saya dan teman-teman mendiami secretariat,selama 1 minggu kami di sibukan dengan acara upacara di lapangan kantor Bupati lalu di kenalkan oleh pejabat setempat,gerak jalan keliling kota wamena kami di kenalkan kepada masyarakat,berdasarkan keputusan pihak Dinas pada tanggal 27 Agustus 2015 saya di tempatkan di SD YYPK ST Lukas Mulimah Distrik Kurulu sekitar 10 KM dari kota Wamena dan masuk kata gori jalur dua.

Pada tanggal 1 September 2015 kami berjumlah 14 orang berada di jalur dua distrik Kuluru dan Bolakme,di antar oleh Bapak Yohanes Lobia SP.d saya tinggal di rumah bapak kepala suku Martinus Himan S.E tempat tingal saya dengan sekolah hanya berjarak 100 M,saya sesampainya di kampung mulima di perkenalkan dengan keluarga bapak Tinus,Bapak Tinus punya 2 orang istri dan empat orang anak.

(24)

Seminggu berjalan mulai kelihatan sifat tidak baik guru-guru setempat alhasil sekolah hanya milik guru SM3T saja hanya ada 1 guru bantu yaitu bapak Yulianus yang menjalankan proses belajar dan guru-guru PNS sesuka hatinya saja kadang 1 bulan tidak mengajar,atau 1 minggu hanya 2 kali saja masuk dalam 1 minggu dan begitu habis istirahat langsung pulang,kalau di Tanya alasanya kenapa jarang masuk aduh Ibu Guru saya minta maaf saya banyak urusan di kota.

kelas rangkap pun di mulai,saya memegang kelas III dan V terkadang kalau Bapak Yulianus tidak hadir saya bisa meggang 4 kelas sekaligus,alhasil proses belajar pun kurang maksimal,1 bulan pertama saya sedikit stress suda Cuma kami berdua di sekolah semua kami berdua yang handle saya di hadapkan dengan perbedaan anak di barat dengan di timur,susah menerapkan disiplin di sini,mereka kalau sudah bosan pulang dengan sesuka hati,makan permen karet di dalam kelas,jika lonceng berbunyi saya seperti memasukan kambing ke dalam kandang harus saya giring satu persatu,lengah sedikit mereka langsung keluar.

Tapi 2 bulan berjalan anak-anak mulai disiplin karena mereka sudah sadar kalau tidak ada ibu Guru berdua siapa yang ajar kami,walau ada saja tingkah nakal tapi itu terkadang itu justru itu membuat saya lucu dan itu menjadi hiburan buat saya,terkadang saya marah saya teriak tapi kalau saya sakit saya terlambat datang mereka khawatir dengan bertanya Ibu Guru sakit apanya yang sakit perutkah kepalakah,Ibu Guru kenapa Ibu Guru datang terlambat.

Mereka tak mengenal permainan modern hanya sepak bola saja yang mereka tau jenis permainan modern itu pun bolanya sudah rusak-rusak perempuan laki-laki semuanya main bola,sandal bekas pun jadi untuk di jadikan roda anggap saja itu mobil-mobilan,ya begitulah bermain adalah dunianya mereka duanianya anak-anak,terkadang saya heran mreka terkadang tidak makan seharian atau Cuma sarapan pagi saja yah karana orang papua tidak biasa makan siang,tapi anak-anak saya selalu punya tenaga buat bermain dan tertawa walau belum makan.

(25)

di huni sampai 5 keluarga,saya tau mama adalah bagian penting bagi hidup anak-anak saya tapi apalah daya mama sibuk sibuk di kebun sehingga anak-anak-anak-anak sangat kurang perhatian dan kasih sayang,kalau sore belum pulang main,bahkan tidak tidur di rumah,makan atau belum tidak ada yang mencari.

Saya dan anak-anak 1 minggu angkat air 2 kali yang jaraknya sekitar 1,5 KM mereka senang kalau bantu saya angkat air,karena setelah angkat air mereka dapat upah 5 buah permen,yah begitulah di mulima susah air.

Budaya orang papua kalau ada yang meninggal maka mayatnya di bakar,walau agama kristani sudah lama masuk di papua tapi adat istiadat nenek moyang tidak mudah di hilangkan begitu saja,selama saya 4 bulan di wamena saya sudah menghadiri 4 duka,sungguh luar biasa karena kekerabatan dan rasa persaudaraan warga terhadap mereka yang mengalami duka warga banyak menyumbang babi yang jumlah nya bisa mencapai 35 ekor,untuk di jadikan makanan bagi pelayat ke duka,bakar batu saya dulu Cuma lihat di TV tapi sekarang nyata di depan mata luar biasa.

Selama 4 bulan ini alhamdulillah semua berjalan baik perkembangan anak-anak perlahan mengalami kemajuan,dalam baca,tulis,dan hitung,walau hanya ada guru SM3T saja yang menghandle sekolah,di tambah kami mengadakan les sore atau anak-anak biasa bilang sekolah sore mereka sangat antusias sekali,biasa nya kami les sore tidak di dalam kelas melainkan di alam terbuka.

(26)

juga kepada Dinas Pendidikan Kab.Jayawjaya Salam MBMI ( Maju bersama mencerdaskan Indonesia )

PENGALAMAN SELAMA MENGAJAR DI SD YPPK SINATMA WALESI

(27)

Masa sekolah memang sangat mengasikkan bagi setiap sisiwa yang bersekolah. Bermain bersama teman sekelas,tertawa bersama. Itu lah yang saya lihat selama saya mengajar di SD YPPK Sinatma Walesi ini. Dimana saya melihat semangat para siswa yang ingin bersekolah,bahkan perjalanan setengah jam berjalan kaki di tempuh menuju sekolah settiap harinya tanpa mengenal lelah. Setelah pelajaran selesai para siswa segeraa keluar kelas untuk bermain sepak bola tidak pandang pemainnya wanita ataupun pria.

Wanita tidak mau kalah dengan hebatnya permainan para pria, wanita begitu lincah mengoper bola kesana kemari. Suatu pemandangan yang jarang kita temui dikota.

(28)

mengandalkan permainan seadanya saja tetapi tetap asik bagi mereka. Pengalaman yang belum saya temui di kota

Sekian dari pengalaman saya selama beberapa bulan mengajar di SD YPPK Sinatma Walesi..

MENDIDIK KE PELOSOK NEGERI

Isaima

16 Desember 2015 By : Ema Yuliani

Jauh dari orang tua bukanlah hal baru bagi saya, itulah mengapa saya yakin ikut program SM-3T yang diselenggarakan oleh dikti lewat LPTK Universitas Riau. Dan tidak terlalu sulit untuk mengantongi izin dari kedua orang tua karena saya mempunyai tekad yang kuat. Dengan tulus ikhlas mereka mengantarkanku dengan do’a. semoga putri bungsu mereka ini selamat sukses di negeri orang. Cerita baru dalam hidupku dimulai ketika kaki ini telah menginjakkan kaki di tanah Papua. Ya, kini berada di timur Indonesia bukan lagi mimpi. Aku yakin bisa sampai disini bukan suatu keberuntungan atau kebetulan semata. Melainkan ini semua sudah diatur oleh Allah SWT. Dan aku benar-benar besyukur karena Allah telah memilihku menjadi salah satu orang yang ditakdirkan mempunyai kesempatan mendidik anak-anak di pelosok negeri.

Setibanya di Kota Wamena saya terkejut melihat keramain kota ini. Padahal akses menuju kota ini hanya bisa ditempuh melalui jalur udara. Kondisi cuaca di Wamena sangat dingin karena diapit oleh pegunungan serta hembusan angin kurima yang selalu datang ke kota.

(29)

di kota-kota besar, hehe). Taksi yang lalu-lalang Wamena-Kurulu ini adalah kendaraan umum sejenis superband yang beroperasi dari pagi hingga malam hari. Kebetulan sekolah tempat saya mengabdi selama satu tahun ini berada tepat dipinggir jalan raya jadi gampang aksesnya.

SD Inpres Isaima memiliki tenaga pengajar sebanyak 3 orang dan kepala sekolah yang juga merangkap menjadi guru kelas. Dengan jumlah guru sangat sedikit itu sudah pasti sangat kurang karena murid-murid yang diajarkan terdiri dari 6 kelas, yaitu kelas I, II, III, IV, V, dan VI. Dan ternyata dari 3 guru yang semuanya sudah PNS itu ada 1 orang guru sudah hampir dua tahun tidak pernah lagi datang ke sekolah. Miris memang seorang abdi Negara yang biaya hidupnya ditanggung oleh Negara tapi tidak menjalankan kewajibannya. Kondisi yang seperti ini sudah banyak saya dengar dari sebelum saya tiba disini. Kedatangan guru-guru SM3T ini memang sangat dinanti-nantikan disini. Kondisi gedung sekolah masih tergolong baik. Sekolah memiliki 5 ruang belajar dan 1 ruang kantor. Kelas I dan kelas dua berada dalam satu ruangan yang hanya dibatasi oleh sekat dari triplek dan diajar oleh satu orang guru kelas. Alat peraga dan media belajar sangat kurang. Lalu bagaimana dengan kondisi siswanya?

(30)

capek. Bahkan masih banyak siswa di kelas V yang belum bisa membaca, PR besar bagi kami guru-guru SM3T untuk mengajarkan siswa-siswa supaya bisa membaca. Tidak perlu mengajarkan siswa pelajaran-pelajaran yang sulit yang penting adalah mereka senang belajar dan datang ke sekolah setiap hari. Bagaimana mau mengerti pelajaran yang sulit, wong membaca saja belum bisa. Kondisi sekolah-sekolah di distrik lain pun lebih kurang sama dengan yang saya hadapi. Jadi dengan alasan itulah kondisi pendidikan di distrik-distrik se Kabupaten Jayawijaya secara umum masih jauh dari harapan. Saya berharap bahwa suatu saat perjuangan saya dan teman-teman sekarang membawa perubahan bagi kemajuan pendidikan di tanah papua, terlebih lagi kedatangan saya membawa manfaat di daerah pemempatan saya. Inilah goresan yang dapat saya bagikan, semoga bermanfaat. Amiin ya Rabbal alamin

MUTIARA HITAM DI TIMUR INDONESIA

Oleh : Erni Eskarina, S.Pd ( SD KBT Muliama )

“Mutiara Hitam di Timur Indonesia” langkah awal bagiku memulai pengalaman mengajar sebagai seorang tenaga

pendidik. Mendidik dan mengajar mereka mutiara hitam yang berada di timur Indonesia yaitu Papua. Daerah 3T di Papua ini membuatku takjub dengan keindahan alam yang seolah ikut menyambut kedatangan kami guru-guru SM-3T. Perasaan takjub dan bahagia akan terus kurasakan selama masa pengabdianku di tempat ini.

Saat telah mengetahui SK Penempatan, ternyata Tuhan percayakan saya untuk mengabdi di Sekolah Dasar Kristen Baliem Terpadu Muliama (SD KBT Muliama). Ketika saya tiba dilokasi, yang saya lihat adalah bangunan sekolah yang sudah tua dan halaman sekolah yang hijau dan cukup luas.

(31)

dengan mereka. Perasaan itupun perlahan hilang saat mereka menyambut saya dengan ramah dan wajah bahagia. Seketika berubah menjadi perasaan haru dan perihatin saat melihat

kondisi anak-anak di SD KBT Muliama ini. Mereka datang berjalan kaki dengan baju seragam yang kumal dan tanpa alas kaki, wajah yang polos dan lugu itulah yang saya lihat pada mereka. Dan bertemu guru-guru yang kebanyakan adalah orang asli di Papua.

Dipercayakan oleh pimpinan sekolah untuk mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia pada kelas tinggi. (kelas IV – kelas VI). Pertama sekali masuk kelas dan bertemu langsung secara dekat dengan anak-anak didik.Bukan hanya kondisi anak-anak didik yang membuat saya perihatin tapi kondisi sekolah juga membuat saya sangat perihatin. Ruang kelas sudah tua dan tidak nyaman, kursi meja yang terbatas dan perlengkapan kelas yang seadanya. Tidak cukup dengan itu kondisi sekolah pun memperihatinkan. Buku-buku perpustakaan yang sedikit dan masih menggunakan buku-buku yang lama. Begitu juga dengan ruang guru dan pimpinan sekolah hanya terbatas pada

ketersediaan meja dan kursi saja, tidak ada sarana dan prasarana yang mendukung pada kemajuan sekolah. Hal ini penting menurut saya karena akan berpengaruh pada

perkembangan dan kemajuan sekolah dan juga anak didik. hal itu terbukti dalam proses belajar mengajar di kelas. Saya kewalahan saat pertama sekali mengajar di kelas. Tanpa buku pegangan, baik guru maupun siswa tidak dapat mengikuti proses belajar mengajar di kelas. Namun saya mengambil

inisiatif untuk menguji sejauhmana kemampuan dan

pengetahuan siswa dalam membaca dan menulis. Dan hasil yang saya dapatkan bahwa ternyata kemampuan membaca dan

menulis anak didik di sekolah saya mengabdi masih sangat rendah. Bukan hanya membaca dan menulis tapi juga

kemampuan ucap dan dengar juga sangan kurang. Di kelas IV hanya sekitar 5 anak didik dari 24 jumlah anak didik saja yang dapat membaca dan menulis dengan baik. Sedangkan sisanya saya bagi dalam beberapa kelompok dengan indikator

(32)

ada juga kelompok anak yang sudah dapat membaca namun belum dapat menulis dengan baik.

Padahal seharusnya anak diharapkan sudah dapat

membaca dan menulis dengan baik pada saat di kelas II, namun yang saya dapatkan adalah di kelas tinggi seperti kelas IV saja masih banyak anak didik yang belum dapat membaca dan menulis dengan baik. Tidak cukup sampai disitu saja masalah yang lain juga anak sulit untuk mengucapkan dan mendengarkan beberapa kata tertentu, seperti membedakan huruf “ j ” atau “ y ” misalnya mengucapkan “ gajah ” mereka mengucapkan “ gaya ” dan pengucapan kata " jalan ” mereka mengucapkan “ jalang ” dan kata “ memotong ” mereka mengucapkan “ memoton ”. Hal itu tidak hanya terjadi di kelas IV saja pada kelas V dan IV juga masih dijumpai masalah-masalah seperti itu. Sehingga saya mengambil kesimpulan bahwa kemampuan ucap, dengar, baca dan tulis anak didik di kelas tinggi SD KBT Muliama masih sangat rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh sarana dan prasarana yang tidak memadai di sekolah dan kemampuan guru itu sendiri.

Melihat masalah itu, saya mengambil inisiatif untuk membantu anak didik dapat mengikuti pelajaran di kelas yaitu dengan memberi belajar tambahan di sekolah dan di rumah. Tekniknya adalah untuk belajar tambahan di sekolah pada saat jam istirahat atau pulang sekolah dengan belajar kelompok, beberapa kelompok yang saya tunjuk sesekali saya panggil untuk belajar di kantor, tahap pertama menguji pengetahuan huruf anak didik, diikuti kemampuan mengeja dan kemudian kemampuan membaca dan menulis anak. Hal demikian juga saya lakukan pada saat memberi belajar tambahan di rumah. Setelah saya mengikuti beberapa perkembangan anak didik yang saya anggap paling lemah dalam membaca dan menulis Puji Tuhan sedikitnya memberi dampak kepada kemampuan membaca dan menulis anak didik. Cara tersebut saya anggap efektif dalam membantu anak didik jika dilakukan secara terus menerus.

Beberapa bulan sudah saya tempat pengabdian, hanya hal itu yang masih dapat saya lakukan. Akan terus berusaha

(33)

mereka mendidik dan menginspirasi mereka di masa depan. Sehingga nantinya dapat terwujud harapan untuk menciptakan generasi emas di tanah jayawijaya.

Lapar dan Ngantuk

Nama : Fanji Febriani, S.Pd. Program Studi : Pend. Matematika

Penempatan : SMP Negeri 3 Wamena Kab. Jayawijaya

Pada hari Senin, 24 Agustus 2015, saya dan teman-teman Guru SM-3T datang ke papua, tepatnya kabupaten jayawijaya kota wamena, ketika turun dari pesawat kami disambut oleh staf ahli pembangunan kabupaten jayawijaya dan sekretaris dinas P dan P Kabupaten Jayawijaya. Lapar dan Ngantuk yang sangat saya rasakan ketika menginjakan kaki di kabupaten jayawijaya. Pada hari kamis, 23 Agustus 2015 kami memenuhi undangan untuk upacara di halaman kantor bupati jayawijaya dan saya merasakan hal yang sama yaitu Lapar dan Ngantuk karena kami gagal menerima SK penempatan yang dijanjikan. Pada hari Jum’at, 24 Agustus 2015 kami memenuhi undangan Dinas Pengajaran dan Pendidikan Kabupaten Jayawija untuk datang ke salah satu Sekolah Dasar yang ada di Kota/Kecamatan Wamena setelah mendapat beberapa kata sambutan yang bertemakan

Lapar dan Ngantuk akhirnya sampailah kepada pemberitahuan yang menjadi surat perintah bagi saya untuk mengajar di SD Inpres Abusa namun karena ada sekolah yang Lapar guru matematika maka saya diminta untuk pindah tugas ke sekolah tersebut dan saya akhirnya dipindahkan di SMP Negeri 3 Wamena.

(34)

Lapar dan Ngantuk . Guru dan murid SMP Negeri 3 bahu-membahu membantu membersihkan dan merapikan sebuah ruangan tak terpakai yang diberikan untuk kami tempati dan saya tidak merasakan Lapar dan Ngantuk.

Pada hari Senin 31 Agustus 2015, seluruh guru SM-3T yang ada di Jayawijaya berangkat menuju daerah penempatan masing-masing untuk memberi makanan kepada calon peserta didik kami. Keesokan harinya, tanpa ada pengarahan lagi saya diberikan jadwal mengajar dan langsung dipersilahkan untuk mengajar di kelas VIII dan IX, dan ketika saya masuk kelas IX-a saya mendengar rintihan kepala waktu Lapar menggila mereka akan ILMU. Tidak sedikit peserta didik yang belum tahu perkalian, dan pembagian yang merupakan dasar Matematika.

Waktu kita asik makan, waktu kita asik minum, mereka haus mereka Lapar!!!!, mereka Lapar!!!. Hitam kulitmu tak sehitam nasibmu kawan

SD INPRES UMPAKALO

Fardila Sari, S.Pd

(35)

sangat jauh perbedaan antara kota-kota dan pedalaman. terkhususnya pedalaman papua. terletak di ufuk timur Indonesia diantara pegunungan Jayawijaya yang terhampar memanjang di tanah cendrawasih. akses yang sangat sulit untuk mencapai daerah-daerah penyebaran pemukiman penduduk.

(36)

saat ini. Ronal, terbanglah nak terbang yang tinggi. Lihat eloknya bumi pertiwi. Suatu saat kamu pasti akan meraihnya.

Sedikit berbeda dengan daur, sonel seharusnya saat ini sudah duduk di kelas 1 SMP akan tetapi ia masih di kelas 6 SD dikarenakan beberapa kali tinggal kelas. daur sangat senang bermain bola. Cara permainannya juga paling bagus diantara teman-temannya yang lain. Suatu saat kamu pasti bias masuk dalam jajaran TIMNAS sepak bola Indonesia. Satu lagi permata hitam dari Timur. Selama pendampingan hampir satu tahun ini kemajuan kemampuan membaca daur menjadi makin baik. Kedepannya ia akan lebih lancar untuk naik kelas.

Mimpinya tak pernah pudar, semngatnya tak pernah pupus. Mental dan tekad sudah di asah sejak kecil. Hidup dalam keterbatasan adalah guru terhebat.

saya sudah yakinkan mereka kelak mereka akan menjadi orang-orang yang sukses. Anak-anak yang akan memperjuangkan tanah mereka yang kaya. jangan pernah kalian berhenti bermimpi kejar terus sampai nanti mimpi itu jadi nyata.

(37)

anak-anak lainnya jika mereka mendapatkan pendidikan yang layak dan guru yang berkualitas. semoga semakin banyak anak-anak muda Indonesia yang mau berhenti sejenak dari zona nyamannya dan menyapa malaikat-malaikat kecil di pelosok bumi pertiwi.

SM-3T- PYRAMID-PAPUA

Program pemerintah dibawah Kementerian Riset dan Teknologi yaitu Sarjana Mendidik didaerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM-3T) yang merupakan program percepatan pembangunan dibidang pendidikan di wilayah-wilayah tertinggal Indonesia menjadi alasan keberadaan kami di Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua. Mengajar di daerah 3T memang memberi kesan tersendiri bagi kami para guru yang haus akan pengalaman. Bagaimana tidak, kebobrokan dan ketidakadilan pendidikan benar-benar ternganga lebar di depan mata kami para guru SM-3T. Tidak terealisasinya sistem pendidikan, kurangnya tenaga pendidik, minimnya fasilitas sekolah, dan lain sebagainya seakan menjadi permasalahan wajar di daerah ini, namun salah satu tugas terberat kami disini adalah menuntaskan permasalahan Calistung (Baca, Tulis, Hitung) yang sudah mengakar kuat pada anak-anak Indonesia di Papua.

(38)

besar penduduk berada di sektor pertanian dengan komoditi unggulan berupa umbi-umbian, jagung, sayur-sayuran, dan sedikit lahan persawahan. Pemaparan tersebut merupakan gambaran kondisi tempat saya dan teman-teman ditempatkan sebagai guru SM-3T.

Nama saya Fernando Simatupang, menamatkan pendidikan pada Jurusan IPS Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Riau. Saya berhasil menamatkan kuliah saya dengan kurun waktu yang cukup memuaskan yaitu enam tahun, dengan predikat “hampir abadi”. Selama kuliah saya merupakan seorang aktivis dari beberapa organisasi kampus dengan segala koarnya, bergerak tanpa data dan fakta, pemikiran tanpa Implementasi, dan bla,bla,bla, maklum kebiasaan mahasiswa yang sudah bukan merupakan rahasia lagi. Lulus SM-3T menjadi rumah baru bagi saya pribadi untuk berkarya secara nyata dan lebih pasti dari pada hanya berkoar sana-sini. Mengubah pola pikir dan orientasi pemahaman hidup menjadi hal yang harus diperjuang saat sekarang ini.

SD YPPGI Pyramid tempat jiwa raga ini akan mengabdi selama kurang lebih setahun lamanya. Sekolah Dasar yang merupakan yayasan gereja ini berdiri kokoh di kaki gunung wilayah pegunungan tengah Papua. Sekolah ini memiliki dua unit gedung utama dan satu buah perpustakaan, satu gedung merupakan gedung permanen dan yang satu lagi masih bangunan dari papan sedangkan perpustakaan sendiri merupakan bangunan baru dengan semi permanen. Terdapat beberapa rumah guru di sekitar lingkungan sekolah, satu diantaranya adalah rumah dimana kami tinggal untuk mengabdikan diri di sekolah itu.

(39)

dari wajah mereka karena sekarang mereka sudah ada guru untuk mewujudkan cita-cita mereka yang sempat terhenti.

Mengajar disini bagi saya serba pertama kali, menjadi guru SD untuk pertama kali, mengajar anak Papua untuk pertama kali, mengajar tanpa bantuan buku untuk pertama kali, menjadi wali kelas untuk pertama kali, semua untuk pertama kali. Karena semuanya serba pertama kali saya bingung mau buat apa, sehingga pada akhirnya saya memutuskan untuk menggambar peta saja, itupun untuk pertama kali. Saya menggambar peta di papan tulis dengan menggunakan kapur berwarna yang memang sudah disediakan oleh sekolah. Peta Negara Republik Indonesia lengkap dengan 34 provinsinya saya coba goreskan di papan hitam sekolah itu. Gambar peta itu saya lengkapi dengan nama-nama provinsi dan ibukotanya, mulai dari ujung barat Sumatera sampai di ujung timur Papua, Sabang sampai Merauke begitulah kira-kira yang sering didengar anak-anak Papua, namun yang mana Sabang yang mana Merauke alamat kapal akan tenggelampun mereka tidak tahu. Anak-anak Papua hanya tahu bahwa Papua adalah sebuah Negara yang merdeka, tidak ada Indonesia dalam kamus besar mereka disini.

Setiap hari saya melewati masa-masa mengajar dengan wajar, memberikan mereka ilmu yang saya bisa diberikan. Meskipun awalnya cukup sulit untuk memberikan ilmu pada mereka, tetapi dikarenakan proses adaptasi yang berjalan cukup singkat menjadi modal bagi saya untuk terus berbuat untuk mereka. Saya mengajari mereka pelajaran yang mereka butuhkan mulai dari membaca, menulis, dan berhitung. Demi mendukung kemampuan mereka diluar belajar saya mengajari mereka baris-berbaris, pramuka, dan yang paling penting kebersihan diri. Sedikit demi sedikit anak-anak Indonesia itu mulai berbenah diri, mereka mulai mengerti apa yang sedang saya lakukan untuk mereka adalah demi mereka juga.

(40)

dimana rimbanya. Kebiasaan persekolahan disini gurunya selalu menghilang tanpa sebab, jadi wajar saja selalu kekurangan guru dari waktu ke waktu.

Mendidik dan mengajar anak-anak Indonesia di Papua memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh perjuangan keras yang ekstra sabar. Kelas VI yang sudah tergolong kategori remajapun masih sulit untuk membaca dan menulis, padahal sebentar lagi mereka akan masuk ke SMP. Kalau sewaktu SD saja mereka belum bisa tuntas Calistung bagaimana mereka bisa lanjut ke jenjang yang lebih tinggi nantinya, tentu ini akan menjadi beban berat bagi gurunya kelak di SMP. Belum bisa baca bagaimana bisa masuk SMP?, ini juga masih merupakan tanda tanya besar bagi saya pribadi. Faktanya teman-teman saya yang mengajar di SMP juga masih memiliki permasalahan sama dengan saya yaitu Calistung. Tentunya pertanyaan kita bagaimana dengan Ujian Nasional yang diselenggarakan pemerintah, berjalan dengan baikkah atau tidak, atau hanya sebagai syarat saja. Buat apa menghamburkan dana Negara?.

Sudah tiga bulan kami mengajar disini, beberapa masalah sudah berangsur kami benahi walaupun jalan masih teramat panjang menuju perbaikan yang sebenarnya. Mereka butuh guru yang bisa mengayomi dan membawa mereka meraih mimpi-mimpi yang tertinggal jauh, sejauh Jakarta ke Papua. Sebenarnya saya ingin banyak bercerita tentang pengalaman saya dan teman-teman disini, akan tetapi karena keterbatasan yang saya miliki, saya hanya bisa menulis sebagai syarat untuk memenuhi tugas yang diberikan karena kebetulan pihak LPTK kami akan datang memonitoring kami besok pagi. Semoga apa yang saya tulis dan teman-teman tulis dapat bermanfaat bagi yang bisa memanfaatkannya dengan baik, bukan hanya sebagai syarat atau pajangan belaka untuk kepentingan yang tidak tahu kemana arahnya. Lebih dan kurang saya mohon maaf atas segala kekurangan saya, Akhir kata saya mengucapkan banyak terima kasih.

Wamena, 14 Desember 2015

(41)

IMPIANKU BERADA DI TANAH MUTIARA HITAM Oleh Fetra Yunita

Berawal dari SM3T saya bisa melihat dan menginjakkan kaki di bumi Mutiara Hitam ini. Berawal dari SM3T pula impian saya bisa terwujud dan akan terwujud. Impian itu berupa keinginan untuk mengajar dan mendidik anak-anak di tingkat sekolah dasar di bagian Indonesia yang masih jauh dari kemajuan yang semestinya dan ingin berada disisi mereka anak-anak yang membutuhkan pendidikan yang harusnya sama di bagian Indonesia yang sudah m,aju dibidang pendidikan. Kemudian impian yang akan terwujud dan masih diusahakan adalah ingin melanjutkan misi traveling yaitu traveling to Merauke. Karena sesuai dengan lagu “Dari Sabang Sampai Merauke” ini impian lanjutan saya setelah traveling ke Sabang beberapa tahun lalu dalam rangka Kuliah Kerja Nyata (KKN). Diprogram SM3T semoga impian itu akan terwujud. Sebab motif saya adalah ingin traveling melalui cara yang bermanfaat seperti ini menyelam sambil minum air.

Ketika impian saya untuk mengajar dan mendidik anak-anak di tingkat sekolah dasar mulai terwujud, saya mendapat tugas di Provinsi Papua Kabupaten Jayawijaya Kota Wamena di Distrik Asotipo Desa Hitigima Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan Persekolahan Gereja Injil Hitigima (SD YPPGI HITIGIMA). Awalnya saya merasa ini hanya mimpi kaaah??? Ternyata ini kehidupan nyata yang mengantarkan saya mewujudka impian itu.

(42)

kurang. Karena angka 11nya selalu keluar dan dengan gesitnya masuk kembali kedalam hidung mereka. Terfikir dibenak apa mereka tidak disorot langsung oleh pemerintah pusat dan daerah? Ah.. tidak mugkin begitu, tetapi itu nyatanya. Harusnya ada kepedulian dan penyuluhan yang berkelanjutan yang benar-benar serius untuk ditangani demi perubahan masa depan yang gemilang.

“Lihatlah… mereka juga ingin seperti pelajar yang semestinya. Tataplah mereka karena mereka juga ingin di perhatikan. Ajarkan mereka karena mereka butuh uluran tangan kita para pendidik masa depan. Tanpa kita mereka akan terkubur bersama impian dan cita karena pioner untuk mewujudkan impian dan cita-cita mereka adalah kita para guru dan para ilmuan yang memiliki kekuatan untuk mewujudkan impian mereka.” Be Continue…  BY FETRA YURITA

MEREKA JUGA BAGIAN DARI KITA

Oleh Fitri Yandi

Seperti mimpi, itulah yang terbayang pertama kali saat sampai di kota Wamena. Belum pernah terbesit dalam hati bahwa saya akan berada di tanah Papua. Saat pertama kali menginjakkan kaki di desa penempatan saya yaitu Desa Hitigima Distrik Assotipo, saya berdecak kagum oleh kenampakan alam sekitar yang sangat memanjakan mata, SUBHANALLAH. Turun dari mobil yang mengantar saya ke desa penempatan langsung disambut oleh anak-anak yang rebutan ingin membantu membawa tas dan barang saya ke kantor sekolah. Didepan kantor sekolah sudah menunggu Bapak Kepala Sekolah dan istri beserta beberapa orang guru disekolah itu. Mereka menyambut saya dengan seyuman yang penuh harapan akan masa depan anak-anak murid disana.

(43)

sudah ditentukan dari Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Jayawijaya. Selama mengajar di sekolah ini saya bertempat tinggal dirumah dinas sekolah bersama Sekretaris sekolah yang merupakan penduduk asli Papua. Keadaan didalam rumah baik dan memiliki toilet, tetapi kekurangannya adalah dengan ketiadaan air didalam rumah. Jadi, setiap hari saya berolahraga mengangkat air untuk keperluan toilet, masak dan cuci piring. Sedangkan kalau mandi menumpang dikamar mandi umum di belakang gereja didepan rumah dinas sekolah.

Keadaan masyarakat sekitar sangat sangat baik dan ramah begitupun dengan keadaan lingkungan yang aman. Desa Hitigima dikenal juga sebagai Desa Injil karena Injil pertama kali masuk ke tanah Papua melalui desa ini. Masyarakat disini semuanya beragama Kristen Protestan dan Kristen Katolik. Mata pencaharian masyarakat disini adalah dengan berkebun, mulai dari menanam ubi jalar atau istilahnya disini adalah ipere, lalu daun bawang, tomat, rica, sayur-sayuran dan lain-lain.

Beralih mengenai keadaan sekolah, sekolah ini memiliki bangunan permanen dan sudah ada meja dan bangku serta papan tulis kapur maupun papan tulis spidol. Ada pula buku-buku cetak untuk menunjang proses belajar mengajar yang sudah tersedia di perpustakaan. Saya melihat keadaan siswa-siswi di sekolah ini, rata-rata tidak memakai sepatu bahkan tanpa alas kaki, pakaian seragam yang sudah kotor dan lusuh ditambah lagi siswa kebanyakan tidak pernah mandi sebelum berangkat ke sekolah karena alasan dingin jika mandi di pagi hari.

(44)

ABUSA

Pembentukan karakter manusia bermula dari sebuah pendidikan. Pendidikan sangat besar pengaruh yang diciptakan dalam kehidupan manusia di seluruh dunia ini, begitu juga Indonesia. Di Indonesia sistematis pendidikan yang belum merata merupakan salah satu alasan kenapa Indonesia sampai saat sekarang ini seperti jalan di tempat dalam proses kemajuan di bidang pendidikan.

Indonesia merupakan Negara yang luasnya 1.990.250 km², begitu luasnya daerah Indonesia menyebabkan proses pendidikan yang tidak merata diseluruh wilayah Indonesia. SM-3T merupakan program Kemenristek yang sangat membantu bagi daerah 3T ( Terdepan, Terluar dan Tertinggal ) yang ada di Indonesia. Menjangkau para peserta didik yang berada didaerah terdepan Indonesia demi menciptakan generasi emas Indonesia.

Saya Framana Putra, S.Pd sarjana Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan juruan Penjaskesrek yang mengenyam bangku kuliah selama 7 tahun untuk menyelesaikan tugas akhir. Selama 7 tahun di bangku perkuliahan, saya sudah merasakan proses menjadi guru honor di SMA yang berada di daerah asal sendiri yaitu Pekanbaru, Riau. Mendidik menjadi hobi baru saya setelah merasakan asiknya bercengkrama bersama para peserta didik dan mengimplementasikan ilmu yang saya dapat selama kuliah kepada para peserta didik.

(45)

Universitas Riau, dan membawa saya ke ujung timur Indonesia tepatnya di daerah Kabupaten Jayawijaya, Papua.

Wamena, merupakan ibukota dari Kabupaten Jayawijaya, terdiri dari beberapa distrik atau kecamatan, salah satu nya adalah Distrik Kurulu. Kebudayaan yang sangat berbeda dari daerah asal membuat saya bingung bagaimana menjalani proses kehidupan pendidikan di daerah ini. Setelah pembagian penempatan sekolah oleh Pemda Kab, Jayawijaya, maka saya di tugaskan untuk mengajar di SD INPRES ABUSA, Distrik Kurulu.

Menempuh waktu 1 jam menggunakan transportasi umum dan berjalan kaki sejauh 7 kilometer dengan waktu 50 menit menyusuri hutan rawa barulah kita sampai di SD Inpres Abusa. Terletak di daerah rawa di tepi kali baliem tidak mengurangi semangat saya untuk mengajar para anak bangsa yang berada di desa ini. Memiliki 7 ruangan belajar dan 1 kantor guru beralaskan tanah begitulah kondisi sekolah ini. Jumlah siswa sebanyak 170 orang membuat saya semakin tertantang untuk mengabdi di sekolah ini. Tinggal di lingkungan sekolah, tidak adanya air bersih dan listrik untuk penerangan merupakan kendala yang harus saya hadapi selama 1 tahun pengabdian di daerah ini.

(46)

( CALISTUNG ) merupakan tujuan awal yang kami guru SM-3T berikan kepada para peserta didik yang ada didaerah Kab. Jayawijaya.

Mendapat kepercayaan dari Kepala Sekolah untuk menjadi wali kelas 6 membuat saya sedikit memiliki beban moral yang besar kepada sekolah ini. Jumlah siswa kelas 6 hanya 8 orang, dan hampir keseluruhan mereka belum bisa calistung dengan sempurna seperti didaerah kota besar yang ada di Indonesia.

Proses pembelajaran calistung yang saya berikan sampai sekarang ini kurang lebih 3 bulan saya disini mendapatkan hasil yang positif bagi anak-anak didik saya. Mereka sudah bisa calistung walaupun belum sempurna. Semangat positif yang mereka tunjukkan untuk belajar membuat saya bahagia di sekolah ini. Kehidupan bermasyarakat yang sangat harmonis membuat saya merasa sangat di hargai sekali sebagai seorang guru di desa ini, para masyarakat selalu membantu dengan cara memberikan saya sayur-sayuran dari hasil ladang mereka.

“ Jika pekerjaan di jadikan hobi, maka apapun kendala yang dihadapi akan terasa mudah ”. Saya percaya walaupun kendala yang di hadapi sangat banyak tetapi dengan niat yang tulis suatu saat nanti pasti akan membuahkan hasil yang manis.

Untuk para anak bangsa tetaplah kobarkan semangat belajar mu, walaupun berada didaerah terdepan, terluar, tertinggal sekalipun. Karna tuhan akan memberikan jalan terbaik untuk kita yang ingin maju dan merubah nasib diri sendiri

(47)

Framana Putra, S.Pd

SEPENGGAL CERITA DARI KAMPUNG MUSLIM

DI TANAH CENDRAWASIH

Oleh Iswatul Hasanah

SM-3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal) merupakan program dari DIKTI (Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi) mengantarkan ku ke tanah Cendrawasih ini. Ya, tanah Papua. Tanah yang terkenal dengan kekayaan alam nya, keindahan alam dan adat yang masih sangat melekat. Daerah yang sebelumnya tak pernah terfikir oleh ku untuk mengunjunginya, apalagi untuk mengajar di sana. Mengabdikan diri ini untuk anak-anak yang membutuhkan asupan pendidikan. Berbagi ilmu yang mungkin belum seberapa dan ikut bersama sama mencerdaskan Indonesia sesuai dengan moto SM-3T itu sendiri MBMI (Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia).

(48)

satu Pondok Pesantren, Pesantren Al Istiqomah, pesantren ini sudah berdiri kurang lebih 30 tahun. Masih di dalam lingkungan pesantren, terdapat satu Madrasah Ibtidaiyah Merasugun Asso Walesi, di Madrasah ini lah saya di tugaskan.

Hari pertama saya di Madrasah Ibtidaiyah Merasugun Asso Walesi, saya di tugaskan menjadi wali kelas 6. Tidak hanya itu, saya juga diminta untuk dapat membantu mengajar di Madrasah Tsanawiyah yang kebutulan baru berdiri 2 tahun ini untuk mengajar matematika.

Pengalaman baru pun di mulai, saat menjadi guru MI (setingkat dengan SD) hal yang membuat saya terkejut adalah jumlah murid yang jauh sangat berbeda dengan kota asal saya Pekanbaru. Pada umumnya siswa dalam 1 kelas itu terdiri dari 20 an atau bisa sampai 30 an siswa. Namun, di sekolah saya mengabdi ini siswa kelas 6 hanya ada 7 orang siswa saja. Mereka semua juga merupakan santri dari Pondok Pesantren Al Istiqomah. Pagi hari mereka belajar di Madrasah, dan selesai Ashar dan Magrib mereka mengikuti kegiatan pesantren di Masjid.

Mengajar 7 orang murid, ya, 7 orang murid saja, Ima, Dison, Opalek, Ardi, Dokdua, Pike dan Siti, tidak merupakan hal yang mudah, karena masih ada diantara mereka yang belum lancar membaca. Padahal, seharusnya siswa kelas 6 harus sudah bisa membaca dengan lancar. Tidak mungkin mereka terus diberikan materi pelajaran, sedangkan membacanya saja belum sempurna. Kegiatan yang paling saya utamakan adalah membaca. Setiap hari saya fokuskan anak-anak untuk belajar membaca. Sedikit demi sedikit mereka sudah mulai bisa membaca walau sedikit mengeja.

Anak-anak sekolah ini juga tidak terlepas dari yang nama nya angka sebelas (dalam bahasa yang sering kita gunakan disebut ingus). Setiap pagi saya membiasakan anak-anak sebelum masuk ke kelas untuk membersihkan ingus dan menggosok gigi terlebih dahulu. Membiasakan mereka untuk hidup bersih dan sehat juga merupakan salah satu bentuk pengabdian saya selain mengajar.

(49)

Istiqomah, namun karena kurangnya tenaga pengajar, kegiatan ini di hentikan. Saya dan teman saya berinisiatif untuk melanjutkan kegiatan ini. Kami memberikan tambahan belajar untuk anak-anak yang belum bisa membaca dan juga memberikan materi yang sebelumnya diajarkan di sekolah namun mereka belum memahaminya.

MY DREAM BE COME TRUE

Ivo Valentina Sihombing, S.Pd

SD YPPK St. YAKOBUS HONELAMA

This is a amaze journey and it’s the first in my life. Pergi ke Papua itu merupakan mimpi kebanyakan orang. Mimpi ini kini telah aku wujudkan dimana aku menjadi orang pertama dari keluargaku yang sampai ke tanah paling timur Indonesia. Dengan program SM3T aku telah menginjakkan kaki di negeri mutiara hitam ini. Sangat bersyukur dengan mengabdi di bidang pendidikan, my dream be come true. Sambil menyelam minum air, begitulah bunyi salah satu peribahasa yang sesuai dengan mimpiku ini.

Aku dan teman-teman tiba di bandara udara Wamena tanggal 24 Agustus 2015 disambut dengan staf ahli pembangungan dan sekretaris dinas P dan P beserta keramahan papa yang memakai koteka khasnya. Kota Wamena yang begitu indah dengan pemandangannya dan ramai penduduknya tidak sesuai dengan apa yang kupikirkan sebelumnya.

Pembagian tempat lokasi tugas dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 28 Agustus 2015 di SD Negeri Wamena. SD YPPK SANTO YAKOBUS HONELAMA merupakan salah satu sekolah dasar yayasan Katolik menjadi tempat aku mengabdi selama satu tahun kedepan di Wamena ini.

(50)

Pada pagi senin itu juga kami langsung mengikuti Upacara Bendera dan diperkenalkan kepada seluruh warga sekolah oleh Bapak Kepsek. Kami sangat senang dengan sambutan itu. Murid-muridnya yang lugu dan ramah, guru-gurunya yang aktif dan ramah.

Mengenai keadaan sekolah, sekolah ini telah ter-akreditasi A dengan bangunan semi permanen dengan Sembilan kelas dan satu ruangan kantor. Namun yang sangat disayangkan itu tidak adanya ruangan perpustakaan sebagai tempat siswa meluangkan waktu membaca. Karena hampir setiap siswa itu jarang sekali membaca dan hampir tidak pernah membaca sebab tidak adanya buku yang mau dibaca.

Setiap kesekolah hampir seluruh siswa hanya memakai baju seragam sekolah yang lusuh dan kotor tanpa alas kaki dengan membawa noken sebagai tempat untuk satu buku tulis dan pena seadanya. Tanpa pernah membaca bahkan memegang saja buku bacaan pun jarang bahkan tidak pernah. Sungguh miris. Keadaan siswa juga sangat memprihatinkan terhadap kesehatan dan kebersihan diri. Siswa kebanyakan tidak mandi sebelum berangkat ke sekolah karena kedinginan sehingga di sekolah mereka asik menarik ulur ingus dan aroma kelas yang semerbak akibat dari jarang mandi dan mencuci pakaian.

Itulah yang menjadi beban dan panggilan hati yang aku rasakan. Aku harus bisa buat perubahan di sekolah ini dimulai dari hal kecil seperti itu. Dan hampir kurang lebih selama tiga bulan bertugas disini, hal itu semakin menurun dari sebelumnya karena setiap hari saya menegur siswa dan mengingatkan untuk selalu bersih. Harapanku yang sederhana ini bisa terwujud sebelum aku nanti kembali pergi dari tanah Papua ini untuk pulang ke Riau, harapku.

ANAK DI TAPAL BATAS NEGERIKU

Oleh Lisniarti, S.Pd.

Penempatan SD YPPGI Pyramid, Distrik Pyramid, Kabupaten Jayawijaya,

(51)

***

Indonesia? Apa itu Ibu guru? Negara?

Oh bukan Ibu guru…

Itu bukan negara kami. Indonesia itu Ibu guru pu (punya) negara. Kita orang beda. Kita Papua. Ibu guru boleh

datang sini. Kita orang senang Ibu guru di sini. Tapi kita beda toh.

***

Diawal pengabdianku acapkali kutemukan pembicaraan seperti ini. Baik di kelas, waktu istirahat, di rumah, maupun ketika les sore. Setiap kali ditanya, “Kita tinggal di negara apa?” atau “Anak, Kita pu negara namanya apa e?”. Mereka selalu kebingungan dan acapkali menjawab “PAPUA”. Awalnya sedikit miris ketika anak-anak usia sekolah dasar (SD) tingkat 3 dan 4 mengucapkan hal tersebut. Harusnya, tanpa diberi tahu anak sekolah dasar mengetahui hal sederhana seperti ini. Tapi tidak untuk anak-anakku di sini. Hal sederhana seperti nama negara saja mereka belum tahu.

Setiap hari sebelum masuk pembelajaran baCA tuLIS hiTUNG (CALISTUNG)*, hal yang selalu kusampaikan berulang-ulang adalah “Anak, Kita tinggal dinegara Indonesia. Ibu guru dari Riau, tapi Ibu guru Indonesia. Anak semua Papua, tapi anak juga Indonesia. Indonesia itu luas anak. Orang tinggal di Jawa, Jawa juga Indonesia toh”. Kusampaikan hal ini setiap hari sampai kurang lebih dua bulan. Atau sampai mereka akrab dengan kata Indonesia. Kusampaikan dengan logat ke-Papua-Papuan seraya berharap mereka mengerti apa yang kuucapakan. Bukan hal yang aneh di sini, jika masih ada anak yang belum mengerti bahasa Indonesia. Setiap hari kulakukan rutinitas ini sampai mereka terbiasa mengucapkan “Kita orang tinggal di negara Indonesia”, walaupun masih ada satu dua orang yang latah mengucapkan “negara Papua”.

Permasalahan tentang nasionalisme tidak berkutat tentang nama negara saja. Anak-anakku di sini banyak yang tidak

(52)

menggambar. Dalam setiap gambar akan selalu ada bendera. Akan tetapi bendera yang mereka gambar bukanlah bendera merah putih. Warna merah putih akan selalu mendapat

tambahan warna biru ditambah bonus bintang besar disisi bendera. Setiap kali ditanya, “Anak, ini Ko gambar apa?” dia hanya akan tersenyum tanpa tahu apa yang digambar. Beberapa anak lainnya menjawab, “ini bendera Papua Ibu guru. Ada

dibelakang rumah Sa(ya). “Lalu itu yang dihalaman sekolah kita itu bendera apa e?”. “Oh. Itu Ibu guru pu bendera”. O Tuhan. Aku bergumam dalam hati. Darimana paham ini mereka dapatkan. Siapa yang menanamkan paham seperti ini dalam otak polos mereka. Mereka yang masih dalam lingkup negara Indonesia. Mereka yang bahkan tidak dikategorikan digaris terluar

Indonesia. Bagaimana mungkin tidak mengenal Indonesia. Dan luar biasanya, sebagian dari mereka justru mengira mereka bagian dari Papua Nugini. Ketika ditanya mengapa? Mereka menjawab karena sama-sama Papua.

Suatu kali, teman satu penempatan pernah memarahi anak di kelasnya. Alasannya kenapa digambarnya selalu ada gambar bendera bewarna biru, merah, dan putih plus bintang. Kenapa bukan merah putih saja?. Anak itu dengan polosnya menjawab. “Bapak guru, ini kan hanya gambar”. Ketika mendengarnya kami terhenyak. Benar. Itu memang hanya sekedar gambar. Kenapa begitu kami permasalahkan. Bukankah anak-anak bebas

berimajinasi? Kenapa justru imajinasi mereka dibatasi?. Akan tetapi muncul pertanyaan. Kenapa harus begitu? Dari mana munculnya imajinasi itu? Barangkali tidak akan muncul imajinasi yang begitu liar tanpa ada sebab musababnya. Entahlah.

Posisi Kabupaten Jayawijaya tidak dapat disebut sebagai garis batas terluar Indonesia, karena masih berada di wilayah pegunungan tengah Papua, sehingga masih jauh dari garis perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini. Pertanyaannya, bagaimana dengan mereka yang benar-benar digaris batas Indonesia?

Gambar

Gambar 1 . saya dan siswa saya kelas IIIa SD Inpres Wesaput, distrik Wesaput.
Gambar 4. Siswa mengerjakan tugas hitungan di depan kelas.
Gambar. Siswa-siswa Kelas VIb

Referensi

Dokumen terkait

1.. Hari itu ada 1 siswa yang tidak masuk kemudian beberapa hari sebelumnya ada 1 siswa yang pindah sekolah, jadi siswa yang hadir pada hari itu hanya 13 siswa. Guru

Dengan demikian dapat diketahui bahwa kepala sekolah pada umumnya menyerahkan sepenuhnya kepada guru dalam pengelolaan kesiswaan, meskipun masih ada yang jarang

Salah satunya itu latar belakang sosial keluarga mas, karena pada dasarnya anak-anak yang sekolah disini itu memiliki latar belakang orang tua yang berbeda, ada keluarga

Pemilihan intervensi modul karena di sekolah inklusi "X" masih akan ada banyak guru baru yang masuk karena setiap tahunnya sekolah akan membuka satu kelas baru sehingga

Hasil wawancara tentang sikap guru terhadap anak berkebutuhan khusus dengan salah satu guru khusus yang ada di salah satu sekolah inklusif di Kabupaten Magelang, terungkap

Hambatan yang ditemui guru dalam mengembangkan perilaku kemandirian kepada anak hanya terdapat pada saat awal anak masuk sekolah karena pada saat itu anak memasuki

“Kepala sekolah SMAN 1 Sungayang begitu rajin hadir dalam setiap harinya sehingga itu menjadi motivasi para guru untuk selalu hadir tepat waktu, sebab ada

Hasil wawancara tentang sikap guru terhadap anak berkebutuhan khusus dengan salah satu guru khusus yang ada di salah satu sekolah inklusif di Kabupaten Magelang,