Seperti mimpi, itulah yang terbayang pertama kali saat sampai di kota Wamena. Belum pernah terbesit dalam hati bahwa saya akan berada di tanah Papua. Saat pertama kali menginjakkan kaki di desa penempatan saya yaitu Desa Hitigima Distrik Assotipo, saya berdecak kagum oleh kenampakan alam sekitar yang sangat memanjakan mata, SUBHANALLAH. Turun dari mobil yang mengantar saya ke desa penempatan langsung disambut oleh anak-anak yang rebutan ingin membantu membawa tas dan barang saya ke kantor sekolah. Didepan kantor sekolah sudah menunggu Bapak Kepala Sekolah dan istri beserta beberapa orang guru disekolah itu. Mereka menyambut saya dengan seyuman yang penuh harapan akan masa depan anak-anak murid disana.
Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan Persekolahan Gereja-Gereja Injili Hitigima atau disingkat SD YPPGI Hitigima adalah sekolah penempatan yang akan saya jalani selama 1 (satu) tahun,bahwasanya penempatan sekolah tersebut
sudah ditentukan dari Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Jayawijaya. Selama mengajar di sekolah ini saya bertempat tinggal dirumah dinas sekolah bersama Sekretaris sekolah yang merupakan penduduk asli Papua. Keadaan didalam rumah baik dan memiliki toilet, tetapi kekurangannya adalah dengan ketiadaan air didalam rumah. Jadi, setiap hari saya berolahraga mengangkat air untuk keperluan toilet, masak dan cuci piring. Sedangkan kalau mandi menumpang dikamar mandi umum di belakang gereja didepan rumah dinas sekolah.
Keadaan masyarakat sekitar sangat sangat baik dan ramah begitupun dengan keadaan lingkungan yang aman. Desa Hitigima dikenal juga sebagai Desa Injil karena Injil pertama kali masuk ke tanah Papua melalui desa ini. Masyarakat disini semuanya beragama Kristen Protestan dan Kristen Katolik. Mata pencaharian masyarakat disini adalah dengan berkebun, mulai dari menanam ubi jalar atau istilahnya disini adalah ipere, lalu daun bawang, tomat, rica, sayur- sayuran dan lain-lain.
Beralih mengenai keadaan sekolah, sekolah ini memiliki bangunan permanen dan sudah ada meja dan bangku serta papan tulis kapur maupun papan tulis spidol. Ada pula buku-buku cetak untuk menunjang proses belajar mengajar yang sudah tersedia di perpustakaan. Saya melihat keadaan siswa-siswi di sekolah ini, rata-rata tidak memakai sepatu bahkan tanpa alas kaki, pakaian seragam yang sudah kotor dan lusuh ditambah lagi siswa kebanyakan tidak pernah mandi sebelum berangkat ke sekolah karena alasan dingin jika mandi di pagi hari.
Di sekolah ini saya diberi tugas mejadi wali kelas IV dengan jumlah siswa sebanyak 11 (sebelas) orang anak dengan rincian 3 (tiga) anak perempuan dan 8 (delapan) anak laki-laki. Selama mengajar kurang lebih tiga bulan disini, saya melihat kekurangan anak-anak yaitu ada anak yang kurang bisa membaca, menulis maupun berhitung. Untuk menyiasatinya setiap jam 6 (enam) sore sampai selesai diadakan les tambahan dirumah. ALHAMDULILLAH semenjak anak- anak ikut les mulai menunjukkan perubahan secara perlahan-lahan.
ABUSA
Pembentukan karakter manusia bermula dari sebuah pendidikan. Pendidikan sangat besar pengaruh yang diciptakan dalam kehidupan manusia di seluruh dunia ini, begitu juga Indonesia. Di Indonesia sistematis pendidikan yang belum merata merupakan salah satu alasan kenapa Indonesia sampai saat sekarang ini seperti jalan di tempat dalam proses kemajuan di bidang pendidikan.
Indonesia merupakan Negara yang luasnya 1.990.250 km², begitu luasnya daerah Indonesia menyebabkan proses pendidikan yang tidak merata diseluruh wilayah Indonesia. SM- 3T merupakan program Kemenristek yang sangat membantu bagi daerah 3T ( Terdepan, Terluar dan Tertinggal ) yang ada di Indonesia. Menjangkau para peserta didik yang berada didaerah terdepan Indonesia demi menciptakan generasi emas Indonesia.
Saya Framana Putra, S.Pd sarjana Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan juruan Penjaskesrek yang mengenyam bangku kuliah selama 7 tahun untuk menyelesaikan tugas akhir. Selama 7 tahun di bangku perkuliahan, saya sudah merasakan proses menjadi guru honor di SMA yang berada di daerah asal sendiri yaitu Pekanbaru, Riau. Mendidik menjadi hobi baru saya setelah merasakan asiknya bercengkrama bersama para peserta didik dan mengimplementasikan ilmu yang saya dapat selama kuliah kepada para peserta didik.
Program SM-3T yang saya ketahui dari junior di masa kuliah dulu, membuat saya ikut tertantang dengan program ini, bagaimana cara melakukan proses belajar mengajar di sebuah daerah yang saya belum pernah menginjakkan kaki disana dan belum mengenal kebudayaan dan system pendidikan didaerah . Akhirnya saya terpilih dari 91 orang yang terdaftar di LPTK
Universitas Riau, dan membawa saya ke ujung timur Indonesia tepatnya di daerah Kabupaten Jayawijaya, Papua.
Wamena, merupakan ibukota dari Kabupaten Jayawijaya, terdiri dari beberapa distrik atau kecamatan, salah satu nya adalah Distrik Kurulu. Kebudayaan yang sangat berbeda dari daerah asal membuat saya bingung bagaimana menjalani proses kehidupan pendidikan di daerah ini. Setelah pembagian penempatan sekolah oleh Pemda Kab, Jayawijaya, maka saya di tugaskan untuk mengajar di SD INPRES ABUSA, Distrik Kurulu.
Menempuh waktu 1 jam menggunakan transportasi umum dan berjalan kaki sejauh 7 kilometer dengan waktu 50 menit menyusuri hutan rawa barulah kita sampai di SD Inpres Abusa. Terletak di daerah rawa di tepi kali baliem tidak mengurangi semangat saya untuk mengajar para anak bangsa yang berada di desa ini. Memiliki 7 ruangan belajar dan 1 kantor guru beralaskan tanah begitulah kondisi sekolah ini. Jumlah siswa sebanyak 170 orang membuat saya semakin tertantang untuk mengabdi di sekolah ini. Tinggal di lingkungan sekolah, tidak adanya air bersih dan listrik untuk penerangan merupakan kendala yang harus saya hadapi selama 1 tahun pengabdian di daerah ini.
Sekolah ini merupakan tahun pertama mendapat guru SM- 3T untuk membantu proses mengajar. SD Inpres Abusa memiliki 5 guru PNS yang bertugas di sekolah ini, tetapi tingkat kedisiplinan para guru PNS disini sangat kurang yang mengakibatkan terkadang para peserta didik tidak mendapatkan proses pembelajaran yang maksimal dari guru mereka. Tingkat intelektual para peserta didik jauh dari kata cukup sebagai seorang siswa di sekolah dasar. Baca, Tulis dan Hitung
( CALISTUNG ) merupakan tujuan awal yang kami guru SM-3T berikan kepada para peserta didik yang ada didaerah Kab. Jayawijaya.
Mendapat kepercayaan dari Kepala Sekolah untuk menjadi wali kelas 6 membuat saya sedikit memiliki beban moral yang besar kepada sekolah ini. Jumlah siswa kelas 6 hanya 8 orang, dan hampir keseluruhan mereka belum bisa calistung dengan sempurna seperti didaerah kota besar yang ada di Indonesia.
Proses pembelajaran calistung yang saya berikan sampai sekarang ini kurang lebih 3 bulan saya disini mendapatkan hasil yang positif bagi anak-anak didik saya. Mereka sudah bisa calistung walaupun belum sempurna. Semangat positif yang mereka tunjukkan untuk belajar membuat saya bahagia di sekolah ini. Kehidupan bermasyarakat yang sangat harmonis membuat saya merasa sangat di hargai sekali sebagai seorang guru di desa ini, para masyarakat selalu membantu dengan cara memberikan saya sayur-sayuran dari hasil ladang mereka.
“ Jika pekerjaan di jadikan hobi, maka apapun kendala yang dihadapi akan terasa mudah ”. Saya percaya walaupun kendala yang di hadapi sangat banyak tetapi dengan niat yang tulis suatu saat nanti pasti akan membuahkan hasil yang manis.
Untuk para anak bangsa tetaplah kobarkan semangat belajar mu, walaupun berada didaerah terdepan, terluar, tertinggal sekalipun. Karna tuhan akan memberikan jalan terbaik untuk kita yang ingin maju dan merubah nasib diri sendiri
Framana Putra, S.Pd