• Tidak ada hasil yang ditemukan

SM-3T PYRAMID-PAPUA

Dalam dokumen CERITA 54 GURU SM 3T LIMA DI JAYAWIJAYA. (Halaman 37-41)

SD INPRES UMPAKALO

SM-3T PYRAMID-PAPUA

Program pemerintah dibawah Kementerian Riset dan Teknologi yaitu Sarjana Mendidik didaerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM-3T) yang merupakan program percepatan pembangunan dibidang pendidikan di wilayah- wilayah tertinggal Indonesia menjadi alasan keberadaan kami di Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua. Mengajar di daerah 3T memang memberi kesan tersendiri bagi kami para guru yang haus akan pengalaman. Bagaimana tidak, kebobrokan dan ketidakadilan pendidikan benar-benar ternganga lebar di depan mata kami para guru SM-3T. Tidak terealisasinya sistem pendidikan, kurangnya tenaga pendidik, minimnya fasilitas sekolah, dan lain sebagainya seakan menjadi permasalahan wajar di daerah ini, namun salah satu tugas terberat kami disini adalah menuntaskan permasalahan Calistung (Baca, Tulis, Hitung) yang sudah mengakar kuat pada anak-anak Indonesia di Papua.

Distrik Pyramid merupakan salah satu wilayah setingkat kecamatan yang terletak di Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua. Distrik Pyramid berbatasan langsung dengan kabupaten Lani Jaya yang merupakan kabupaten tetangga dari Jayawijaya. Kondisi alam wilayah adalah lembah dikelilingi oleh pegunungan kars dengan pemandangan Sabana Tropis yang luas. Seperti kebanyakan suku di wilayah Papua, masyarakat di Distrik Pyramid hampir keseluruhan merupakan masyarakat yang masih asli, bersuku Dani dan masih tergolong salah satu ras Austronesia dengan Sub-ras Malanesia. Masyarakat di daerah ini kebanyakan masih hidup dengan gaya tradisional, mereka tinggal di Honai-honai yang merupakan rumah adat masyarakat setempat. Kegiatan perekonomian sebagian

besar penduduk berada di sektor pertanian dengan komoditi unggulan berupa umbi-umbian, jagung, sayur-sayuran, dan sedikit lahan persawahan. Pemaparan tersebut merupakan gambaran kondisi tempat saya dan teman-teman ditempatkan sebagai guru SM-3T.

Nama saya Fernando Simatupang, menamatkan pendidikan pada Jurusan IPS Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Riau. Saya berhasil menamatkan kuliah saya dengan kurun waktu yang cukup memuaskan yaitu enam tahun, dengan predikat “hampir abadi”. Selama kuliah saya merupakan seorang aktivis dari beberapa organisasi kampus dengan segala koarnya, bergerak tanpa data dan fakta, pemikiran tanpa Implementasi, dan bla,bla,bla, maklum kebiasaan mahasiswa yang sudah bukan merupakan rahasia lagi. Lulus SM-3T menjadi rumah baru bagi saya pribadi untuk berkarya secara nyata dan lebih pasti dari pada hanya berkoar sana-sini. Mengubah pola pikir dan orientasi pemahaman hidup menjadi hal yang harus diperjuang saat sekarang ini.

SD YPPGI Pyramid tempat jiwa raga ini akan mengabdi selama kurang lebih setahun lamanya. Sekolah Dasar yang merupakan yayasan gereja ini berdiri kokoh di kaki gunung wilayah pegunungan tengah Papua. Sekolah ini memiliki dua unit gedung utama dan satu buah perpustakaan, satu gedung merupakan gedung permanen dan yang satu lagi masih bangunan dari papan sedangkan perpustakaan sendiri merupakan bangunan baru dengan semi permanen. Terdapat beberapa rumah guru di sekitar lingkungan sekolah, satu diantaranya adalah rumah dimana kami tinggal untuk mengabdikan diri di sekolah itu.

Saya tertengun untuk pertama kali mendengar ucapan “selamat pagi bapa guru”dari anak-anak sekolah yang tidak lain anak murid saya ketika baru saja membuka mata di pagi hari, mereka menyapa saya saat akan ke sekolah melalui halaman rumah kami. . Anak-anak sekolah dengan seragam sekolah seadanya, tanpa sepatu, bersandangkan noken (tas tradisional papua) berisi buku tulis dan perlengkapan belajar menjadi pemandangan biasa disini. Seragam sekolah satu saja dipakai dari senin sampai sabtu, sudah lusuh dimakan zaman, ditambah lagi penampilan mereka yang apa adanya, tanpa mandi dan tidak lupa dengan membawa ingus kemana-mana, namun semangat yang menggebu-gebu tersirat

dari wajah mereka karena sekarang mereka sudah ada guru untuk mewujudkan cita-cita mereka yang sempat terhenti.

Mengajar disini bagi saya serba pertama kali, menjadi guru SD untuk pertama kali, mengajar anak Papua untuk pertama kali, mengajar tanpa bantuan buku untuk pertama kali, menjadi wali kelas untuk pertama kali, semua untuk pertama kali. Karena semuanya serba pertama kali saya bingung mau buat apa, sehingga pada akhirnya saya memutuskan untuk menggambar peta saja, itupun untuk pertama kali. Saya menggambar peta di papan tulis dengan menggunakan kapur berwarna yang memang sudah disediakan oleh sekolah. Peta Negara Republik Indonesia lengkap dengan 34 provinsinya saya coba goreskan di papan hitam sekolah itu. Gambar peta itu saya lengkapi dengan nama-nama provinsi dan ibukotanya, mulai dari ujung barat Sumatera sampai di ujung timur Papua, Sabang sampai Merauke begitulah kira-kira yang sering didengar anak-anak Papua, namun yang mana Sabang yang mana Merauke alamat kapal akan tenggelampun mereka tidak tahu. Anak-anak Papua hanya tahu bahwa Papua adalah sebuah Negara yang merdeka, tidak ada Indonesia dalam kamus besar mereka disini.

Setiap hari saya melewati masa-masa mengajar dengan wajar, memberikan mereka ilmu yang saya bisa diberikan. Meskipun awalnya cukup sulit untuk memberikan ilmu pada mereka, tetapi dikarenakan proses adaptasi yang berjalan cukup singkat menjadi modal bagi saya untuk terus berbuat untuk mereka. Saya mengajari mereka pelajaran yang mereka butuhkan mulai dari membaca, menulis, dan berhitung. Demi mendukung kemampuan mereka diluar belajar saya mengajari mereka baris-berbaris, pramuka, dan yang paling penting kebersihan diri. Sedikit demi sedikit anak-anak Indonesia itu mulai berbenah diri, mereka mulai mengerti apa yang sedang saya lakukan untuk mereka adalah demi mereka juga.

Sebenarnya disekolah ini memiliki empat orang guru, satu kepala sekolah, dua guru tetap dan satunya lagi merupakan guru tenaga sukarelawan dari penduduk setempat. Akan tetapi hanya kepala sekolah dan tenaga sukarelawan sajalah yang mengajar setiap hari, sedangkan dua guru tetap lainnya tidak tahu

dimana rimbanya. Kebiasaan persekolahan disini gurunya selalu menghilang tanpa sebab, jadi wajar saja selalu kekurangan guru dari waktu ke waktu.

Mendidik dan mengajar anak-anak Indonesia di Papua memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh perjuangan keras yang ekstra sabar. Kelas VI yang sudah tergolong kategori remajapun masih sulit untuk membaca dan menulis, padahal sebentar lagi mereka akan masuk ke SMP. Kalau sewaktu SD saja mereka belum bisa tuntas Calistung bagaimana mereka bisa lanjut ke jenjang yang lebih tinggi nantinya, tentu ini akan menjadi beban berat bagi gurunya kelak di SMP. Belum bisa baca bagaimana bisa masuk SMP?, ini juga masih merupakan tanda tanya besar bagi saya pribadi. Faktanya teman-teman saya yang mengajar di SMP juga masih memiliki permasalahan sama dengan saya yaitu Calistung. Tentunya pertanyaan kita bagaimana dengan Ujian Nasional yang diselenggarakan pemerintah, berjalan dengan baikkah atau tidak, atau hanya sebagai syarat saja. Buat apa menghamburkan dana Negara?.

Sudah tiga bulan kami mengajar disini, beberapa masalah sudah berangsur kami benahi walaupun jalan masih teramat panjang menuju perbaikan yang sebenarnya. Mereka butuh guru yang bisa mengayomi dan membawa mereka meraih mimpi-mimpi yang tertinggal jauh, sejauh Jakarta ke Papua. Sebenarnya saya ingin banyak bercerita tentang pengalaman saya dan teman-teman disini, akan tetapi karena keterbatasan yang saya miliki, saya hanya bisa menulis sebagai syarat untuk memenuhi tugas yang diberikan karena kebetulan pihak LPTK kami akan datang memonitoring kami besok pagi. Semoga apa yang saya tulis dan teman-teman tulis dapat bermanfaat bagi yang bisa memanfaatkannya dengan baik, bukan hanya sebagai syarat atau pajangan belaka untuk kepentingan yang tidak tahu kemana arahnya. Lebih dan kurang saya mohon maaf atas segala kekurangan saya, Akhir kata saya mengucapkan banyak terima kasih.

Wamena, 14 Desember 2015 Fernando Simatupang, S.Pd Penulis

IMPIANKU BERADA DI TANAH MUTIARA HITAM

Dalam dokumen CERITA 54 GURU SM 3T LIMA DI JAYAWIJAYA. (Halaman 37-41)