• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASIH BANYAK YANG HARUS SAYA LAKUKAN DI SINI Oleh Riska Linawat

Dalam dokumen CERITA 54 GURU SM 3T LIMA DI JAYAWIJAYA. (Halaman 87-93)

“ Papua itu rumah Bagaimana bisa aku tidak rindu ? “ Terima kasih SM3T Terima kasih PAPUA

MASIH BANYAK YANG HARUS SAYA LAKUKAN DI SINI Oleh Riska Linawat

Saya Riska Linawati. Bertugas di SD YPPK St. Matius Yiwika. Sekolah ini menjadi tempat saya mengabdikan diri sebagai seorang guru. Sekolah ini memiliki 147 siswa dengan tujuh rombongan belajar. Di sekolah, saya mengajar bidang studi Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris untuk kelas IV, V dan VI. Selain itu, sya juga ditugaskan oleh kepala sekolah untuk menjadi wali kelas dikelas IV.

Selama empat bulan menjalankan tugas, saya mendapat pengalaman- pengalaman yang menakjubkan, terkhusus pengalaman mengajar. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan di daerah Wamena ini, terlebih di distrik-distrik, keadaannya sangat menyedihkan. Hal ini ditunjukkan dengan keadaan dimana begitu banyak anak-anak usia sekolah dasar yang belum bisa membaca dengan

lancar, bahkan banyak dari mereka juga belum mengenal 26 abjad dalam bahasa Indonesia. Tidak hanya itu, fenomena ini juga ditemukan pada siswa-siswa sekolah menengah. Ini fakta. Inilah kenyataan yang ada di lapangan. Selain itu, tingkat ketidakhadiran guru yang begitu tinggi juga menjadi salah satu masalah serius yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di sini. Dalam hal ini, saya dan teman-teman lain tidak dapat berbuat banyak. Masalah ini lebih baik diserahkan kepada pihak dinas dan pemerintahan terkait, karena kami guru-guru bantu ini tidak memiliki hak untuk mengatur hal tersebut.

Masalah yang saya kemukakan sebelumnya hanyalah sebagian kecil dari begitu kompleksnya permasalahan pendidikan yang ada di daerah ini, terutama di tempat saya mengajar, termasuk masalah keamanan lingkungan tempat tinggal. Namun, masalah dan hambatan yang ada tidak menyurutkan niat saya untuk membantu anak-anak melihat bahawa ada banyak hal besar yang harus mereka ketahui selain situasi dan kondisi kampung tempat mereka hidup. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, masalah utama hampir di semua wilayah ini adalah kemampuan baca, tulis dan hitung (calistung) yang masih rendah, termasuk di sekolah tempat saya mengajar. Keadaan ini tentu saja menyulitkan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Oleh karena itu, peningkatan kemampuan calistung para siswa menjadi fokus utama.

Ketika awal September, pertama kali saya sampai di daerah tugas saya ini, dari 58 siswa kelas IV, V dan VI yang saya ajar, hanya terdapat 15 orang siswa yang dapat membaca dengan lancar. Selebihnya, masih mengeja, belum bisa mengeja, belum bisa menuliskan huruf, bahkan belum mengenal huruf. Disamping hal tersebut, ada banyak anak yang begitu malas untuk hadir ke sekolah. Tak heran, banyak pula dari mereka yang tak dapat membaca, menulis dan berhitung. Namun saat ini, anak-anak sudah mulai berubah lebih baik. Dengan usaha, perhatian dan motivasi yang diberikan kepada siswa, mereka kini menunjukkan kemauan untuk belajar yang lebih tinggi. Malah pernah dalam banyak pertemuan, mereka tetap meminta saya melanjutkan pelajaran walaupun jam pelajaran sudah habis. Saya bahagia ketika mereka meminta saya untuk tetap mengajar. Sedikit demi sedikit mereka mulai tahu huruf, mengeja dua huruf, tiga

huruf, empat huruf, dua suku kata, tiga suku kata dan empat suku kata, hingga saat ini kami sudah mulai membaca cerita-cerita rakyat yang ada dalam buku bacaan. Kemudian, dalam pelajaran bahasa Inggris, pelajaran ini baru untuk mereka. Mereka baru mendapat pelajaran ini dan mereka sangat exited. Senang sekaligus terharu rasanya ketika mendengar mereka mengucapkan good morning, good afternoon, thank you, thanks, you’re welcome, bye dengan seutas senyum perasaan bangganya itu.

Selain kemampuan membaca mereka yang semakin membaik, tingkat ketidakhadiran mereka ke sekolah pun menurun drastis. Sebagai seorang wali kelas, sudah menjadi tugas saya untuk selalu memonitor perkembangan belajar dan perilaku mereka. Pada awal saya mengajar, bukan hal yang aneh ketika satu orang siswa tidak hadir selama empat atau lima hari dalam seminggu. Dengan kesabaran, perhatian dan motivasi yang diberikan, mereka mulai menyadari bahwa mereka memang wajib belajar ke sekolah setiap pagi, tidak boleh tidak, kecuali sakit atau ada hal sangat penting yang harus dilakukan. Komitmen untuk mendidik mereka juga ditunjukkan dengan bepergiannya saya dan seorang guru ke rumah seorang siswa saya yang sudah seminggu tidak masuk sekolah tanpa kabar yang pasti. Kami menempuj jarak lima kilometer pada saat itu. Tapi itu tak masalah, karena kami memang sangat ingin semua anak punya pemikiran bahwa

sekolah itu penting! Sekarang, siswa-siswa yang sangat sering tidak masuk sekolah, menjadi begitu rajin ke sekolah. Bisa dikatan kini mereka hadir hampir setiap hari ke sekolah. Kemudian, mereka juga mulai bertanggungjawab untuk mengerjakan tugas-tugas dan pekerjaan rumah yang diberikan, serta menjaga kebersihan lingkungan sekitar sekolah.

Walaupun demikian, sebagai guru, masih banyak hal yang harus saya dan teman saya lakukan di sekolah ini. Waktu delapan bulan

yang tersisa ini akan dan harus kami gunakan dengan sangat baik. Semoga pengabdian ini memberi perubahan baik yang berarti bagi anak-anak kami di SD YPPK St. Matius Yiwika ini.

Yiwika, 14 Desember 2015

MENDIDIK GENERASI EMAS DI PELOSOK NEGERI oleh: SANTI EKA PUTRI, S.Pd

Tangisan orang tuaku yang melepaskan aku ke tanah Papua ini, walau berat hati meninggalkan mereka tetapi ini harus ku jalani, demi tujuan dan cita- cita yang kuinginkan. Sesampainya di tanah Papua hati ini sungguh terkagum- kagum melihat keindahan Negeri ini, satu kata “Waw” yang bisa kuucapkan. Aku ditempatkan di SD YPPK Santo Matheus Yiwika, Distrik Kurulu, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua sekitar 35 menit ke kota Wamena. Awal penempatan disana aku bersama teman ku tinggal di Susteran samping sekolah, didampingi oleh Bapak-bapak dari Dinas Pendidikan dan teman-teman. Disini sungguh menyenangkan karena kami disambut oleh suster dan beberapa anak-anak asrama, mereka sangat ramah sehingga memberikan harapan baik buat aku untuk kedepannya.

Hampir satu bulan kami tinggal di susteran kemudian kami pindah ke rumah dekat SMP bersama teman-teman SM-3T yang mengajar di SMP dan SMA. Setiap pagi kami berjalan kaki ke sekolah sekitar 15 menit. Di perjalanan kami melewati puskesmas, Pos tentara, kantor Distrik, dan Koramil karena kami tinggal tepat di kecamatan. Sesampainya di sekolah kami selalu disambut dengan senyuman anak-anak yang tulus sambil menyapa “ Selamat pagi ibu guru” di setiap harinya, walaupun dengan baju yang lusuh, tidak pakai sendal, ingus yang mengalir, serta bau khas yang tercium setiap harinya.

Di sekolah kami ada sebelas guru, karena guru disana sudah cukup untuk menjadi wali kelas jadi aku dipercayakan menjadi guru bidang studi IPA ( Ilmu pengetahuan Alam ) kelas IV, V, dan VI. Saat pertama kali mengajar aku bingung karena anak-anak banyak yang belum bisa membaca, menulis, dan berhitung. Bahkan menulis namanya sendiripun tidak bisa. Saat itu aku berpikir dan mencari cara bagaimana caranya supaya mereka bisa membaca, menulis, dan berhitung, dengan pembelajaran yang menyenangkan. Aku bingung harus memulai dari mana, dan aku harus mengajarkan mereka mulai dari abjad.

Setiap mengajar aku selalu berusaha memberikan motivasi agar mereka rajin belajar dan semangat ke sekolah. Alhasil masih banyak anak-anak yang bolos dan tidak datang ke sekolah. Saat proses pembelajaran berlangsung pun mereka selalu ribut dan suka mengganggu teman di sebelahnya. Bagaimanapun aku harus sabar menghadapi mereka. Keadaan inilah yang kulalui setiap harinya.

Walaupun mereka nakal tetapi keingintahuan mereka sangat tinggi, dan mereka juga menyayangi gurunya. Kami diajak ke kampung sebelah untuk mencari ikan di kolamnya, dikasih noken, sesekali mereka ngantarkan ikan, sayur, hipere ke rumah. Aku sangat menyayangi mereka. Terkadang mereka meminta pelajaran tambahan, maka kami mengadakan les di rumah dari hari senin sampai kamis. Mereka sangat antusias dan bersemangat datang dibandingkan datang ke sekolah setiap harinya.

Setelah hampir satu bulan tinggal di SMP akhirnya kami pindah rumah lagi ke perpustakaan sekolah. Disini sungguh sepi, Cuma ada rumah kepala sekolah tepat di depan sekolah. Kemudian terjadilah hal yang tidak diinginkan, rumah kami dimasuki maling ketika kami berada di kota. Mereka masuk lewat

plavon dan mengacak-acak rumah. Mereka makan, mengacak-acak koper, dan mencuri sebagian barang-barang seperti flashdisk, modem, uang, charger HP, handset, pisau, dll. Aku tidak bisa berkata-kata, sungguh shock dengan kejadian ini. Tidak habis pikir mengapa mereka mencuri padahal kami datang kesini untuk mengajar dan mendidik mereka.

Setelah kejadian itu kami meminta tolong kepada salah seorang guru yang mengajar di SMP (SM-3T angkatan IV) untuk menemani kami di perpustakan sekolah, sesekali kami menginap di asrama kesusteran. Sabtu pagi kami pulang ke rumah, aku shock untuk kedua kalinya, rumah kami dimasuki maling lagi. Mereka masuk lewat jendela, bahkan mereka sempat memasak telur dan menulis, serta menggambar aneh-aneh. Di saat itu aku shock untuk kedua kalinya, tidak habis pikir, bertanya-tanya tidak tau mau berbuat apa. Tetapi hari itu aku masih mengajar meskipun hati tidak tenang. Sepulangnya dari sekolah kami memperbaiki jendela dibantu oleh anak-anak, kemudian kami bersiap-siap berangkat ke kota untuk rapat bulanan.

Minggu pagi kami mendapat telepon dari kepala sekolah bahwa rumah kami dimasuki maling untuk ketiga kalinya. Hati ini sungguh kesal, marah, dan perasaan campur aduk. Mereka mencuri sepatu, sendal, beras, rice cooker, bawang, minyak goreng, dll. Kali ini mereka masuk lewat pintu. Sore harinya kami langsung ke sekolah, kami mengemasi semua barang-barang untuk dibawa ke kota. Sungguh menyedihkan.

Beberapa hari setelah itu kami diminta hadir untuk pertemuan dengan maling, karena malingnya sudah ditangkap. Rapat dihadiri oleh kepala sekolah, guru-guru, pater, komite sekolah, orang tua maling, 2 orang maling, dan aku juga turut serta dalam rapat itu. Hati ini sungguh tidak bisa berkata-kata, aku melihat mereka dengan tubuh yang kecil, kusam, ingusan, diam beribu bahasa, ternyata merekamereka siswa SMP. Perasaan ini sangat kesal, marah dan sesekali aku lihat orang tua mereka, perasaan ku sangat sedih, takut, dan aku memutuskan untuk diam. Kalau diminta untuk berbicara baru mulut ini bisa bergerak. Setelah rapat diputuskan bahwa orang tua mereka harus ganti rugi sebanyak kerugian yang kami alami, serta bayar denda.

Aku tidak menginginkan seberapa uang yang mereka bayar, yang ku inginkan mereka menghargai kami berada disini. Maksud hati untuk mengajar, mendidik tetapi masih ada juga yang berniat jahat terhadap kami. Masalah ini sudah kami laporkan ke dinas, entah kami masih mengajar disini atau dipindahkan ke sekolah lain karena kesepakatannya jika terjadi kemalingan (tidak aman) maka kami dipindahkan. Aku tidak berharap untuk dipindahkan karena sudah sangat sayang kepada anak-anak disini. Setelah tiga bulan mengajar banyak perubahan yang ku lihat dan ku alami, kehadiran mereka sudah hampir 100% bahkan 100%, sudah banyak anak-anak yang bisa membaca, menulis, dan berhitung. Bahkan sikap mereka pun sudah jauh lebih sopan dan lebih baik dari sebelumnya. Semoga kehadiranku disini bisa mengubah tingkah laku dan meningkatkan mutu pendidikan, khususnya di SD YPPK Santo Matheus Yiwika ini. Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia.

SD INPRES ISAIMA, DISTRIK KURULU

Dalam dokumen CERITA 54 GURU SM 3T LIMA DI JAYAWIJAYA. (Halaman 87-93)