• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 Bulan Pengabdianku

Dalam dokumen CERITA 54 GURU SM 3T LIMA DI JAYAWIJAYA. (Halaman 66-83)

Kecewa….. Itu hal pertama yang saya rasakan ketika pertama sekali mendengar pengumuman lokasi penempatan mengabdi. SD Negeri Wamena. Hati ini benar-benar tidak puas dan tidak terima jika harus mengabdi di sekolah tersebut. Kota dan siswa-siswa yang kebanyakan mayoritas pendatang. Dimana 3T-nya? Hidup di kota dengan siswa yang sudah menguasai CALISTUNG (Baca, Tulis, dan Menghitung) dengan bangunan sekolah yang sudah tergolong kategori layak, fasilitas yang cukup lengkap, dan administrasi sekolah yang sudah pasti terkontrol. Katanya SM-3T, Sarjana Mendididik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal. Apa yang tertinggal? Sekolah di kota dengan fasilitas yang sudah baik. Itu gerutu yang terus ada di dalam hati ini.

Merasa tidak terima, saya berusaha mendekati para staf dan kepala bidang untuk mengajukan permohonan agar bisa pindah lokasi pengabdian di distrik yang memang lokasi 3T. Tetapi jawaban yang saya terima hanyalah, “Sudah, jalani dulu sampai 1 bulan ke depan. Kalau memang benar-benar tidak nyaman, baru pindah.” Jawaban yang benar-benar tidak saya harapkan. Semakin kecewa. Hati terus berontak bahkan ingin meneteskan air mata. Iri dengan teman-teman lain yang mendapatkan lokasi di distrik-distrik. Mereka akan benar-benar merasakan pengabdian yang sesungguhnya. Berada di sekolah yang benar-benar membutuhkan seorang guru dengan siswa-siswa pribumi asli (anak-anak Papua) yang memang masih kurang dalam CALISTUNG, jauh dari hidup perkotaan, dan bisa merasakan hidup dengan warga-warga Papua asli. Akan ada banyak

pengalaman yang bisa mereka ceritakan yang membuat pengabdian mereka bermakna. Saya? Apa yang akan saya ceritakan? Bermaknakah pengabdian saya selama 1 tahun ke depan? Tidak akan, jawab hati ini.

Tetapi semua gerutu itu akhirnya hilang dari hati ini setelah 2 minggu berada di SD Negeri Wamena. Wali kelas VIb. Seolah cara agar gerutu-gerutu itu hilang, saya tidak pernah membayangkan akan mendapatkan mereka. Mereka adalah sosok-sosok yang awalnya tidak saya inginkan bahkan berjuang untuk menolak mereka. Menyesal sempat memiliki gerutu-gerutu itu. Sekarang yang ada rasa syukur dan terima kasih yang luar biasa pada-Nya karena telah mempertemukan dan memberikan pada saya.

Gambar. Siswa-siswa Kelas VIb

Betapa manis dan lugunya mereka. Mereka juga membutuhkan seorang guru yang benar-benar mengerti mereka. Awalnya saya berpikir CALISTUNG sudah mereka kuasai, ternyata tidak. Masih ada yang membaca dengan cara mengeja terbata-bata, tulisan yang masih susah dibaca dengan huruf yang kurang tiap katanya bahkan menulis dengan huruf yang terbalik. Dalam perhitungan, hampir keseluruhan dari mereka belum hafal perkalian. Dan itulah tugas saya. Saya harus mampu membuat mereka tidak ada lagi yang membaca dengan cara mengeja, tidak ada lagi yang menulis dengan huruf yang terbalik juga huruf yang kurang-kurang, serta membuat mereka semua menguasai perkalian. Dan target

saya yang paling berat adalah membuat mereka semua bisa lulus di Ujian Nasional nanti. 3T tidak lagi menjadi hal yang penting buat saya. Sekarang yang ada dibenak adalah “mereka juga butuh saya”.

Suatu kali saya pernah mendengar pengakuan dari mereka bahwa mereka sangat semangat dan mudah mengerti saat belajar semenjak saya menjadi guru mereka. Perasaan haru muncul di hati saya dan itu membuat saya semakin semangat untuk mengajar dan mendidik mereka. Tetapi tidak lama duka datang menghampiri. Saya harus kehilangan salah satu dari mereka. Muhammad Amin.

Amin…Begitulah saya memanggilnya. Siswa mungil luguku ini adalah salah satu siswa yang paling rajin di kelas. “Miss….semenjak Miss yang ngajar dikelas kami, kami lebih cepat ngertinya, Miss. Apalagi saya, Miss.” “Miss….nanti kita belajar bahasa Inggris toh, Miss? Sebentar kita main permainan seperti kemarin toh, Miss?” Dua kalimat yang sangat saya ingat darinya. Tapi mungkin sudah kehendak yang di atas, pertemuan saya dengan dia hanya sementara saja. Kini tidak ada lagi Amin si mungil lugu di kelas VIb. Semoga kamu tenang disana. Miss sayang kamu.

Kesedihan tidak berhenti sampai disitu saja. Tidak pernah terbayangkan kalau saya hanya 2 bulan saja menjadi ibu mereka. Wali kelas mereka yang sesungguhnya sudah datang kembali. Tak sanggup mengatakan apapun kepada mereka. Tidak terpikirkan sama sekali kalau mereka akan menangis sejadi-jadinya saat mengetahui kalau saya tidak akan menjadi wali kelas mereka lagi. Sambil

berusaha menahan air mata, saya berusaha untuk menenangkan mereka. “Tenang saja. Miss masih tetap masuk kok di kelas kalian. Miss akan mengajar bahasa Inggris sama kalian. Trus kalau Bu Malo (wali kelas mereka) tidak masuk, kan Miss bisa masuk ke kelas kalian.” Begitulah kalimat penghiburan yang saya lontarkan kepada mereka. Walau tidak bisa terima sepenuhnya, setidaknya mereka sudah sedikit lebih tenang mendengarnya.

Kini sudah 1 bulan terakhir saya tidak lagi menjadi seorang guru wali kelas, tetapi guru bidang studi yaitu guru bahasa Inggris. Memasuki sembilan kelas tiap minggunya. Dan ada lebih banyak lagi karakter siswa yang harus saya kenali. Tetapi yang membuat saya takjub lagi, ternyata mereka sangat suka belajar bahasa Inggris. Dan berdasarkan survey saya dengan teman-teman yang lain, kebanyakan siswa-siswa di Papua ini, khususnya kabupaten Jayawijaya, sangat menyukai dua mata pelajaran saja yaitu Matematika dan Bahasa Inggris.

Tahun ajaran 2015 sudah berlalu. Tidak ada aktivitas belajar-mengajar lagi. Sekarang program kerja yang difokuskan adalah “Perayaan Natal SM-3T”. kami seluruh peserta SM-3T membuat program ini tanpa terkecuali, Kristen dan muslim. Natal ini akan diisi sepenuhnya oleh para siswa, khususnya anak-anak dari distrik-distrik. Adapun tujuan dari program ini adalah untuk menunjukkan kepada masyarakat yang ada di kabupaten Jayawijaya ini, bahwa kami tidak hanya seorang guru yang mengajar dan mendidik di sekolah saja. Tetapi kami juga ingin menunjukkan bahwa guru-guru SM-3T juga perduli terhadap kehidupan social umat beragama, tanpa membeda-bedakan agama yang satu dengan yang lain. Semoga program ini dapat disambut baik oleh masyarakat.

Maju terus SM-3T….

Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia

Oleh Muslih

“Pendidikan merupakan jembatan emas menuju kesejahteraan”, Quote tersebut menjadi semangat kami para pendidik di program SM-3T Jayawijaya.

Pendidikan di daerah 3T nampaknya membutuhkan perhatian serius dari banyak pihak, baik pemerintah swasta maupun masyarakat. Hal ini menjadi sangat jelas ketika kami telah terjun selama kurang lebih tiga bulan di daerah 3T. Peran pemerintah saja dirasa kurang untuk dapat mengatasi permasalahan pendidikan ini. Peran pihak swasta dan masyarakat memegang andil yang tidak sedikit dalam urusan yang menjadi jembatan emas kesejahteraan ini.

Banyak permasalahan yang timbul di daerah sasaran SM-3T dalam hal ini Jayawijaya khususnya. Minimnya tingkat pendidikan masyarakat adalah imbas dari berbagai permasalahan yang hadir. Akses jalan yang minim merupakan akar permasalahan yang kemudian menimbulkan banyak permasalahan lain. Siswa harus menempuh jalan puluhan kilo Meter untuk dapat menjangkau sekolah yang mengakibatkan jam belajar di sekolah menjadi berkurang. Selain itu harga kebutuhan yang sangat tinggi karena akses yang sulit memaksa masyarakat untuk menekan kebutuhan sehari hari, sehingga masyarakat kebanyakan hanya mengkonsumsi ipere (ubi) sebagai makanan pokok tanpa didampingi makanan pendamping sehingga kebutuhan gizi yang dibutuhkan tubuh tidak terpenuhi secara optimal. Disamping itu sekolah sebagai sarana belajar kurang memiliki kelengkapan sarana prasana yang memadai, jumlah guru yang minim di tambah dengan buku sebagai sumber belajar yang boleh dibilang sangat sedikit menambah pelik permasalahan ini.

Pendidikan dasar yang tidak memiliki standar kelulusan yang jelas berimbas pada tingkat pendidikan diatasnya. Hal ini menjadi bumerang pada tingkat pendidikan menengah yang membutuhkan pemahaman yang mendalam pada materi materi yang diajarkan. Banyak dari siswa siswi didik ditingkat SMP bahkan SMA/K yang masih belum lancan membaca, menulis dan menghitung. Hal ini memaksa guru untuk menurunkan standard kelulusan yang berimbas pada lemahnya daya saing lulusan.

Pada tingkat SMA/K literasi yang ada sangat minim. Kurikulum yang sering berubah ubah juga berefek pada ketersediaan literatur yang berbeda pada setiap kurikulum. Distribusi buku bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku juga tidak optimal, sehingga sumber belajar kebanyakan menggunakan literatur lama dan tidak sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan. Untuk tingkat SMK khususnya bahan ajar dirasa sangat minim, hal ini karena ketersediaan buku dipasaran juga sangat minim, bahkan untuk program keahlian teknik dapat dibilang tidak ada buku yang bisa digunakan sebagai referensi dan hanya guru lah sebagai satu satunya sumber belajar siswa. Ditambah lagi

ketersediaan dan kelengkapan peralatan laboratorium yang minim memaksa guru dan siswa berandai andai tentang materi yang disampaikan.

Permasalahan pelik ini tak cukup jika hanya pemerintah yang menangani, butuh uluran tangan kita semua untuk mewujudkan pendidikan yang layak guna mewujudkan cita cita mulia Negara ini yaitu MencerdaskanKehidupan Bangsa.

NAMA : Novita sari

PRODI : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia DAERAH PENEMPATAN : Distrik Kurulu, SMAN Kurulu

Kurulu sebuah Nama distrik tempat saya mengabdi,merupakan pusat pemerintahan di daerah tersebut.Distrik kurulu merupakan dareah perlintasan menuju kabupaten-kabupaten pemekaran yang ada di pegunungan tengah Kab.Jayawijaya . SMAN Kurulu tempat saya mengabdi merupakan satu-satunya SMA Yang ada di distrik Kurulu .SMA yang bediri pada tahun 2006 ini merupakan SMAN yang berada di bawah kepemimpinan ibu Nani Dabi, S.pd .Gedung sekolah yang terletak di jantung distrik kurulu ini terdiri 4 ruang kelas dan 1 kantor Guru serta pembuatan 2 ruang kelas yang sedang berlangsung.

Banyak hal yang telah saya alami selama hampir 4 bulan saya mengabdi di SMAN Tersebut. Salah satunya masalah kehadiran Siswa sekolah .Absennya siswa siswi dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar membuat saya berfikir ada yang salah dalam proses pelaksanaannya. Beberapa hal sudah saya lakukan untuk mengupayakan meningkatnya kehadiran siswa-siswi salah satunya dengan memberikan hadiah kepada anak-anak dengan persentase kehadiran di atas 90% . Memberikan kegiatan ekstra kulikuler yang di gemari oleh mereka seperti olahraga bola voli serta bola kaki serta mendekatkan diri secara personal kepada anak-anak didik agar mereka merasa nyaman dan dihargai selama disekolah. Hal ini diharapkan mampu memacu motivasi siswa untuk selalu hadir dan belajar secara aktif di sekolah tersebut.Di lihat secara keseluruhan sudah cukup menunjukkan hasil yang cukup signifikan ,terbukti dengan meningkatnya jumlah kehadiran siswa setiap harinya.

Untuk program kerja saya yang pertama yaitu menjalankan serta mengaktifkan kembali OSIS. Dalam hal ini saya bekerja sama dengan pembina

osis untuk mengadakan latihan kepemimpinan dasar sebelum pemilihan ketua serta pengurus OSIS periode yang baru.Hal ini dilakukan agar anak-anak tersebut mampu menjadi pemimpin,contoh,tauladan serta pembimbing untuk teman-teman serta kakak-kakak tingkat mereka.Pelaksanaan Pemilihan ketua OSIS berjalan lancar dengan proses pemungutan suara dari seluruh warga SMAN Kurulu baik itu siswa maupun dewan Guru. Kemudian program kerja saya selanjutnya yaitu mengadakan acara Bulan bahasa pada tanggal 27-28 oktober 2015. Acara yang berlangsung dua hari ini berjalan cukup meriah ,dengan agenda kegiatan perlombaan Deklamasi puisi pada hari pertama dan Keindahan serta kebersihan kelas, serta Mading pada hari kedua .Untuk lomba Deklamasi Puisi sendiri sesuai dengan mata pelajaran yang saya ampu ,menjadikan saya penanggung jawab serta juri untuk kegiatan lomba tersebut.Dan, Alhamdulillah acara Bulan bahasa juga berjalan dengan lancar dengan diumumkannya para juara juara sesuai dengan masing-masing perlombaan pada minggu berikutnya.

Untuk program kerja selanjutnya yang berhasil saya upayakan yaitu pengadaan Buku-buku perpustakaan , karena di sekolah kami belum ada buku- buku untuk menunjang siswa dalam mencari referensi atau sebagai pedoman dalam mengerjakan tugas dari masing masing guru per mata pelajaran.Dan ,saya sangat berterima kasih kepada pihak Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kab.Jayawijaya karena dengan cepat tanggap telah memberikan buku-buku tersebut untuk anak-anak peserta didik khususnya di SMAN kurulu .

Untuk tempat tinggal saya selama di distrik ,letaknya tidak jauh dari tempat saya mengajar hanya kurang lebih 200 meter dari sekolah. Namun untuk keamanan sendiri cukup memprihatinkan karena posko yang saya tempati sudah 3 kali kebobolan maling .Hal ini sangat mengkhawatirkan sekali,karena menurut pandangan saya masalah keamanan menjadi hal yang paling krusial dalam kenyamanan kami selama mengabdi .Sekolah sudah membantu dengan menutup lubang-lubang yang rawan untuk dimasuki maling tersebut,tetapi kejadian yang sama selalu berulang. Untuk kerugian materi sendiri itu telah kehilangan satu buah handpon, beeberapa ratus ribu uang tunai serta beberapa makanan ringan telah hilang dari tempat penyimpanan .

Untuk kejadian tersebut sudah di laporan ke pihak berwajib dan pihak dinas P Dan P Kab Jayawijaya namun belum tindakan lebih lanjut.Secara Pribadi hal ini menjadi pelajaran buat saya agar lebih berhati –hati dalam menjaga barang-barang berharga yang saya punya.

SALAM HANGAT DARI TIMUR INDONESIA Cerita Ini Saya Dedikasikan Untuk Semua Rekan yang Turut Beprtisipasi Dalam

Mencerdaskan Indonesia

Terima kasih buat jiwa dan ragaku yang senantiasa kuat dalam menjalankan tugas mulia. Terima kasih buat semua keluaga dan rekan yang aku tahu pasti selalu mendukung apapun kegiatan positif yang kulakukan. Terima kasih buat semua pihak terkait yang berhasil membuatku terbang ke pulau di timur Indonesia ini. Tak lupa ucapan terima kasih kuucapkan pada negeriku, Indonesiaku yang telah berdiri gagah selama 70 tahun, yang tak henti hentinya mengadakan pembaharuan di bidang pendidikan. Jayalah pendidikan di Indonesiaku.

Petang itu, 23 Agustus 2015, terlihat berbagai macam hiruk pikuk di pelataran BandarUdara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru. Tak jarang ku lihat raut sendu di muka teman dan para keluarga yang mengantarkan kami. Singkat cerita kami akhinya tebang menuju Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta dan dilanjutkan menuju Bandar Udara sentani Jayapura, Papua. Setibanya di Sentani kami melanjutkan perjalanan menuju tempat pegabdian, yaitu Kota Wamena Kabupaten Jayawwijaya, Papua. Tak pecaya, kata itu yang kemudian terlontar di benakku ketika pertama kali aku sampai di negeri ini. Negeri dengan budi luhur ketimuran yang masih lekat pada masyarakatnya, negeri dengan ragam budaya, bahasa, adat istiadat, dan tak lupa lambang kegagahannya, Cendrawasih.

Tak lama berselang, kami pendidik khusus yang didatangkan dari LPTK UR sebanyak 54 orang, siang itu dibagi masing – masing menuju wilayah sasaran penempatan pada tanggal 28 Oktober 2015. Kami yang saat itu telah berkumpul bersama dengan semua jajaran terkait, baik itu dinas pendidikan dan pengajaran, kemudian staf kebupatian, beserta perwailan masing – masing sekolah penempatan merasaan ketegangan yang luar biasa melingkupi ruangan rapat terbuka tersebut. Akhirnya satu persatu nama kami dipanggil lengkap beserta sekolah penempatan juga teman yang akan menjadi rekan di sekolah penempatan. Saya mendapat tugas mengajar di Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan dan Persekolah Santo Stevanus Distrik Wouma yang letaknya tidak terlalu jauh dari kota, sekitar ± 10 menit jika menggunakan kendaraan bermotor.

Tepatnya tanggal 1 Agustus 2015 kami, 54 orang pendidik ini, di antarkan ke masing – masing sekolah penempatan dengan daerah yang berbeda. Kami dibagi menjadi 4 daerah cakupan jalur. Saya masuk kepada cakupan jalur 3 dengan wilayah penempatan masih pada ring 1 artinya masih pada cakupan

lingkungan pinggir kota. Sekolah menyambut baik pada saat itu. Terlebih lagi anak – anak yang menyambut kami dengan tatapan riang ingin tahunya. Esok harinya kami memulai tugas kami sebagai pendidik, tepat pada Selasa tanggal 2 Agustus 2015.

Unik dan menarik itulah kata yang patut untuk menggambarkan malaikat malaikat kecil kami di sini. Mereka yang notabene belum bisa baca dan tulis harus kami latih setiap harinya untuk mengajak mereka cinta akan bahasa ibu pertiwi, Bahasa Indonesia. Tak lupa kami selingi pelajaran hitungan di dalamnya, yang membuat mereka terbakar semangat untuk terus berkembang dan menyadari bahwa pendidikan itu perlu, dimulai dari membaca, menulis, dan berhitung.

Saya sebagai wali kelas VI di SD YPPK St. Stevanus Wouma sadar benar akan pentingnya kemajuan dan keberhasilan mereka, terutama anak – anak didikan saya di kelas VI yang sebentar lagi akan menghadapi ujian akhir. Mereka itu pada dasarnya pintar dan cerdas. Tinggal bagaimana kita mengolah mereka menjadi pribadi yang lebih berkembang lagi baik itu dalam bidang pendidikan dan akhlak mulia. Semoga dengan kehadiran dan kedatangan saya disini dapat mengembangkan potensi tersebut, walau hanya meningkatkan perbendaharaan kata dan kecerdasan mereka dalam hal hal dasar. Karena apa, karena yang paling penting itu mau belajar bukan mereka yang pintar dan tidak mau belajar. Salam hangatku dan malaikat – malaikatku disini, di timur Indonesia. Jayalah terus pendidikan Indonesia. Salam kami Sarjana Mendidik di Daeah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal. Maju bersama mencerdaskan Indonesia.

Untuk Indonesia Tercinta Dari Distri Wouma, Wamena,Papua

Putry Ayuningtyas, S.Pd

Kami Ini Manusia Toh

“ hati-hati nak kami sayang kamu” adalah kata-kata yang melepasku pergi kesini ke tanah papua ini. Sayang mereka yang membuat aku juga merasa sayang kepada orang lain. Ketika ada orang disana yang tidak tau ini apa dan itu apa padahal usia mereka sudah bisa dianggap tau. Yah mungkin rasa itu yang membuatku sampai disini ditanah impiannku.

Di sini aku dan temanku tinggal di rumah ‘tuan tanah’ dengan empat anak dan dua orang istri. Terasa aneh tapi kami merasa nyaman disini. Kami bertugas di SD YPPK St Lukas Mulima Distrik Libarek Kabupaten Jayawijaya. Sekolah yang terletak di pinggir jalan raya tolikara-wamena dan berjarak lebih kurang tiga puluh menit dari kota. Tidak terlalu jauh memang dari kota tapi sarana dan prasarananya sangat jauh dari sekolah yang ada di kota. Di sana ada enam kelas dan satu kantor. Tapi sayang tidak terurus dengan baik.

“selamat pagi ibu guru” adalah sapaan pertama yang ku dengar disini dari siswa- siswaku dan dari warga yang berpapasan kalau kami akan ke sekolah. Dengan semangat aku melangkah ke sekolah dan berharap ada guru lain yang menunggu kami untuk berkenalan tapi ternyata tidak satupun guru yang kami temui. Bingung dan merasa agak canggung kami ambil alih untuk menyiapkan anak-anak di halaman dan memperkenalkan diri. Kaget dan merasa ihh beginikah anak-anak ke sekolah dengan ingus biru beku di hidung, kaki tanpa alas, baju kusam seolah tak kenal cucian dan bau yang luar biasa. Setelah perkenalan aku lari ke belakang sekolah, lambungku berontak tidak tahan lagi dengan gejolak mual karena bau dan keadaan anak-anak yang ku lihat, ya aku muntah.

Tatapan mereka semua melihat kami seolah melihat sesuatu yang wow, bersemangat dan berbinar-binar. Tatapan itu yang membuat aku merasa ya benar disini aku pasti sangat dibutuhkan. Aku tidak boleh mengecewakan mereka dan harus mencoba membuat mereka berani bermimpi seperti siswa kebanyakan. Kelas empat adalah kelas yang memintaku untuk mengajarnya pertama kali. Masuk dikelas ini membuatku merasa senang walaupun baunya tetap membuatku merasa mual. Tapi kali ini aku bertekat untuk tidak muntah lagi, aku harus merubah mereka atau aku harus terbiasa. Dan pilihan pertamaku adalah untuk

mencoba terbiasa dulu sebelum aku bisa membuata mereka berubah. Terbiasa bau mereka dengan bantuan penolongku si minyak kayu putih.

Pelajaran pertama yang kami lakukan adalah membuat biodata. Dan hasil nya banyak dari mereka yang bernama aneh-aneh, pikirku begitu. Tapi ketika meraka disuruh memperkenalkan diri secara langsung. Cuma ada tiga dari enam belas siswa yang bisa menulis namanya dengan benar. Haah aku tidak percaya tapi ini nyata ternyata benar yang disiarkan di televisi tentang semua pendidikan yang ada di timur Indonesian ini. Menyedihkan siswa kelas empat SD masih tidak bisa menuliskan namanya sendiri. Akhirnya pelajaran kami kembali ke pelajaran kita anak Indonesia pada umumnya ketika kelas 1 SD, mengenal huruf dan mengeja kata.

Dengan PD-nya aku mengajarkan mereka tentang huruf dan membaca. Tapi apa? mereka terpelongo dan bingung dengan ucapanku. Masalah lagi, ternyata mereka

Dalam dokumen CERITA 54 GURU SM 3T LIMA DI JAYAWIJAYA. (Halaman 66-83)