TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Tanaman Aren
Aren (Arenga pinnata) merupakan salah satu sumber daya alam di daerah
tropis. Distribusinya tersebar luas, sangat diperlukan dan mudah didapatkan untuk
keperluan sehari-hari oleh masyarakat setempat sebagai sumber daya yang
berkesinambungan. Di Indonesia pohon aren sebagian besar secara nyata
digunakan untuk bahan bangunan, keranjang, kerajinan tangan, atap rumah, gula,
manisan buah dan lain sebagainya (Sumarni et al., 2003).
Tanaman Aren (Arenga pinnata) merupakan salah satu jenis tanaman
tahunan yang hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan
pangan, sandang dan papan. Nira merupakan hasil utama dari tanaman aren yang
bernilai ekonomis tinggi selain pati, ijuk dan buah atau bijinya.Tanaman aren juga
dapat dikembangkan dalam sistem agroforestri antara tanaman kehutanan dan
pertanian (Saleh et al., 2007).
Tanaman aren tersebar di seluruh Nusantara dan banyak terdapat
khususnya di daerah-daerah perbukitan yang lembab. Pohon aren merupakan
pohon yang menghasilkan bahan baku bagi perindustrian. Populasi tanaman aren
semakin berkurang dan langka diakibatkan oleh perambahan hutan dan
penebangan pohon aren tidak diregenerasi dengan tanaman aren muda. Selain itu,
populasi aren di alam juga semakin berkurang akibat banyaknya pohon yang
sudah tua, sehingga tidak produktif lagi sedangkan upaya peremajaan populasi
aren belum dilakukan secara maksimal (Mujahidin et al., 2003; Murniati dan
Sampai saat ini dikenal 3 jenis aren yaitu :
1. Aren (Arenga pinnata) dari suku Aracaceae
Aren (Arenga pinnata) dari suku Aracaceae (pinang-pinangan), merupakan
tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) yaitu biji buahnya terbungkus
daging buah.
2. Aren gelora (Arenga undulatifolia) dari suku Aracaceae
Aren jenis ini mempunyai batang tegak, pendek dan ramping. Pangkal batang
bertunas sehingga tanaman ini tampak berumpun. Daunnya tersusun teratur
dalam satu bidang datar, sisi daunnya memiliki untai yang banyak dan
bergelombang.
3. Aren sagu (Arenga microcarpa) dari suku Aracaceae
Aren sagu adalah suatu jenis tumbuhan aren yang berbatang tinggi, sangat
ramping dan berumpun banyak.
(Sunanto, 1993).
Permasalahan pokok pengembangan tanaman aren yaitu pada umumnya
aren belum dibudidayakan secara menyeluruh. Petani masih mengandalkan
tanaman yang tumbuh secara alami, dimana aren tumbuh berkelompok dengan
jarak tanam yang tidak beraturan sehingga terjadi pemborosan lahan. Hal ini
menyebabkan tingkat produktivitas lahan maupun tanaman aren rendah sehingga
menyebabkan pendapatan petani semakin menurun (Maliangkay, 2007).
Pohon aren merupakan tumbuhan serbaguna yang setiap bagian dari
pohonnya dapat dimanfaatkan. Produk utama tanaman aren adalah nira yang
biasanya diolah menjadi gula aren. Setiap pohon dapat menghasilkan 15 liter nira
menghasilkan produk makanan seperti kolang kaling dari buah betina yang sudah
masak dan tepung aren untuk bahan makanan dalam bentuk kue, roti dan biskuit
yang berasal dari pengolahan bagian dalam batang tanaman (Helen et al., 2003;
Alam dan Baco, 2004; Maliangkay et al., 2004; Irawan et al., 2009).
Penyadapan Nira Aren
Nira mempunyai sifat mudah menjadi asam karena adanya proses
fermentasi oleh Saccharomyces cereviceae oleh karena itu nira harus segera
ditangani atau diolah setelah diambil dari pohon, paling lambat 90 menit setelah
dikeluarkan dari wadah penyadapan. Nira aren memiliki aw diatas 0,9 sehingga
khamir dan bakteri dapat tumbuh dengan baik, disamping itu kandungan nutrien
seperti sukrosa merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Aktivitas
mikroorganisme tersebut menyebabkan perubahan-perubahan fisik seperti
kejernihan, kemanisan, aroma, dan rasa serta perubahan-perubahan kimia seperti
pH dan komposisi kimia, proses perubahan meliputi terjadinya peningkatan
jumlah mikroba dalam bahan pangan. Nira adalah media yang subur untuk
pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri Acetobacter acetic dan sel ragi dari
genus Saccharomyces. Pada nira yang mengalami fermentasi, sel ragi dari genus
Saccharomyces akan lebih aktif untuk mensintesa gula (glukosa) dan
menghasilkan alkohol dan gas CO2 (Winarno, 1993; Budiyanto, 2004).
Teknik penyadapan nira aren dilakukan dengan cara sebagai berikut :
- Penyadapan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pukul 05.30 sampai
06.30 pagi dan pukul 16.00 sampai 17.00 pada sore hari. Penyadapan yang
dilakukan pagi hari diambil sore harinya sambil memasang wadah penyadapan
- Apabila bunga jantan terlihat mekar, tandan bunga jantannya dipotong tepat
pada ruas paling ujung.
- Jika pada tandan bunga jantan yang telah dipotong niranya terus menetes
sampai keesokan harinya, berarti nira sudah siap untuk disadap.
- Selanjutnya tandan bunga jantan dibersihkan dari buih dan disayat 1 - 2 mm
setiap hari untuk memperlancar keluarnya nira.
- Kemudian ujung tandan bekas pemotongan dibungkus dengan daun atau ijuk.
Jika nira yang keluar keesokan harinya semakin banyak, maka
pembungkusnya sudah bisa dilepas dan diganti dengan wadah penyadapan
yang diikatkan pada tandan daun.
- Sebelum mengganti dengan wadah penyadapan, buih-buih yang terdapat
disekitar tandan yang telah dipotong dibersihkan kembali.
- Agar diperoleh nira yang baik, wadah penyadapan yang akan dipakai
sebaiknya dicuci terlebih dahulu dengan air yang mengalir, kemudian diasapi
dengan menggunakan bara api sampai terasa panas dan kering.
- Selanjutnya dimasukkan bahan pengawet untuk mencegah agar nira tidak
menjadi asam, biasanya berasal dari daun-daunan, seperti daun togog
(famili Moraceae), daun jambu air (Syzigium aqueum), daun manggis
(Garcinia mangostana L.) dan pucuk awi tali (Gigantochloa apus).
- Untuk mencegah masuknya kotoran seperti debu dan semut, biasanya celah
diantara tangkai bunga aren dan mulut wadah penyadapan disumbat dengan
ijuk. Untuk mencegah masuknya air hujan, di atas mulut wadah penyadapan
dalam wadah dapat diatasi dengan cara membuang airnya, karena air hujan
tidak bercampur dengan nira.
(Irawan et al., 2009).
Manfaat Nira Aren
Tanaman aren sebagian besar telah diusahakan oleh petani namun belum
diusahakan dalam skala yang besar dikarenakan pengelolaan tanaman ini belum
menerapkan teknik budidaya yang baik sehingga menyebabkan produktivitas
tanaman rendah. Saat ini produk utama tanaman aren adalah nira hasil
penyadapan dari bunga jantan yang dijadikan gula aren maupun minuman ringan,
cuka dan alkohol. Nira aren merupakan salah satu sumber bahan pangan dalam
pembuatan gula. Secara tradisional, masyarakat mengolah nira aren menjadi gula
batu (gula merah) atau juga menjadi gula semut yang berupa bentuk kristal
(Akuba, 2004; Baharuddin et al., 2007; Rindengan dan Manaroinsong, 2009).
Manfaat nira :
1. Nira aren segar yang manis diminum sebagai obat tuberkulosis, paru, disentri,
wasir, dan dapat melancarkan buang air besar.
2. Nira aren segar untuk membuat adonan di perusahaan roti atau jamu
tradisional.
3. Nira aren dibuat gula merah.
4. Nira aren dibuat tuak dan cuka.
(Wisnuwati, 1996).
Nira segar mempunyai kadar gula kurang lebih 10-15%. Selain dibuat
gula, nira juga dapat diproduksi menjadi minuman keras atau cuka. Nira jika
keras yang lebih dikenal sebagai tuak. Jika sistem peragian tersebut diperbaiki
kadar alkohol tersebut dapat dimurnikan dan dengan alkohol ini dapat dibuat
berbagai minuman keras lainnya. Nira juga bisa dibuat menjadi cuka dengan
fermentasi bakteri sehingga dihasilkan asam asetat (Sembiring, 1990).
Komposisi Kimia Nira Aren
Nira segar mengandung sukrosa 13,9 - 14,9%, abu 0,04%, protein 0,2%,
dan kadar lemak 0,02% dalam 100 ml. Produksi nira aren bisa mencapai 8,0 - 30,0
liter per hari per pohon (Burhanuddin, 2005). Komposisi nira aren dalam 100 ml
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi nira aren dalam 100 ml
Komponen Jumlah
Sumber : Depkes. R.I., (1981).
Nira mempunyai sifat mudah menjadi asam karena adanya proses
fermentasi oleh Saccharomyces cereviceae oleh karena itu nira harus segera
ditangani atau diolah setelah diambil dari pohon, paling lambat 90 menit setelah
dikeluarkan dari wadah penyadapan. Data-data fisis nira aren disajikan pada
Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Data-data fisis nira aren
Komponen Jumlah
Adapun komposisi kimia dari berbagai jenis nira (tiap 100 g bahan)
disajikan pada Tabel 3 di bawah ini :
Tabel 3. Komposisi kimia berbagai jenis nira (tiap 100 g bahan)
Komponen Kelapa Aren Siwalan
Sumber : Susanto dan Saneto, (1994).
Gula cetak yang baik yakni memiliki karakteristik yang sesuai syarat
berdasarkan Dewan Standarisasi Nasional. Komposisi kimia gula cetak (bahan
baku) disajikan pada Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Komposisi kimia gula cetak (bahan baku)
Komponen SNI 01-3743-1995 Jenis gula cetak Sumber : Dewan Standarisasi Nasional, (1995).
Fermentasi Pada Nira Aren
Kerusakan nira yang diakibatkan oleh aktivitas mikroorganisme ditandai
dengan rasa asam pada nira, buih yang berwarna putih, dan juga berlendir.
Sukrosa akan mengalami degradasi akibat lingkungan yang asam, panas, dan
mineral tertentu melalui reaksi hidrolisis. Reaksi hidrolisis atau reaksi inversi
sukrosa ini dapat terjadi secara spontan pada kondisi yang asam
Nira mudah mengalami fermentasi, karena mengandung ragi liar yang
amat aktif. Nira yang terlambat dimasak warnanya berubah menjadi keruh dan
kekuning-kuningan, rasanya masam, dan baunya menyengat. Hal ini disebabkan
terjadinya perubahan dari sukrosa sampai dengan alkohol terlibat kegiatan ragi,
selanjutnya dari alkohol ke asam asetat terlibat kegiatan bakteri dan hasilnya
berupa cuka berasa masam. Proses perubahan tersebut terjadi karena rendahnya
derajat keasaman (pH) nira. Adapun proses perubahan itu sebagai berikut :
(Santoso, 1993).
Secara mikrobiologis bila alkohol kontak langsung dengan udara dan
dibiarkan selama waktu tertentu akan berubah menjadi asam. Asam cuka
dihasilkan oleh kegiatan Acetobacter. Bakteri tersebut bersifat aerob dimana
untuk mendapatkan energi, mikroba menggunakan glukosa atau zat organik
lainnya sebagai substrat untuk dioksidasi menjadi karbondioksida dan air
(Waluyo, 2007).
Pada fermentasi alkohol, tahapan awal yang terjadi yakni gula yang
terdapat pada bahan baku diubah menjadi alkohol dan CO2 dimana berlangsung
secara anaerob. Setelah alkohol dihasilkan pada kegiatan tersebut kemudian
fermentasi asam asetat segera terjadi. Bakteri asam asetat mengubah alkohol
menjadi asam asetat secara aerob. Jenis ragi dari genus Saccharomyces seperti Alkohol
(ethyl)
Sukrosa Glukosa dan
fruktosa
Asam asetat (cuka) Karbondioksida
Saccharomyces cereviseae merupakan mikroorganisme yang dikenal dapat
memfermentasi gula (glukosa) menjadi alkohol dan CO2
(Budiyanto, 2004; Hidayat et al., 2006).
Fermentasi gula oleh ragi misalnya Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces ellipsoideus dapat menghasilkan etil alkohol (etanol) dan CO2
melalui reaksi sebagi berikut :
Ragi
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2
(enzim)
Reaksi ini merupakan dasar dari pembuatan tape, brem, tuak, minuman anggur,
bir, roti, dan lain-lainnya. Alkohol yang berasal dari fermentasi ragi dengan
adanya oksigen akan mengalami fermentasi lebih lanjut oleh bakteri, misalnya
Acetobacter aceti menjadi asam asetat sebagai berikut :
C2H5OH + O2 CH3COOH + H2O
(Winarno et al., 1980).
Fermentasi laktat alkohol asetat merupakan fermentasi spontan yang
terjadi pada nira yang melibatkan bakteri asam laktat, khamir, dan bakteri asam
asetat. Mikroorganisme awal yang terdapat di dalam nira segar adalah bakteri
Leuconostoc spp. dan Lactobacillus spp. yang diduga merupakan mikroorganisme
dominan pada nira. Saccharomyces cereviceae adalah khamir yang biasa
melakukan fermentasi alkohol. Bakteri asam laktat dan khamir bekerja secara
bersama dalam proses fermentasi nira. Bakteri asam laktat homofermentatif
memetabolisme gula melalui jalur Embden-Meyerhoff-Parnass menghasilkan
produk utama berupa asam laktat, sedangkan bakteri asam laktat heterofermentatif
organik lainnya seperti alkohol, asam asetat, asam lemak bebas, asam format,
amonia, diasetil, asetonin, dan CO2. Spesies Acetobacter yang terkenal adalah
Acetobacter aceti, Acetobacter orleanensis, Acetobacter liquefasiensis, dan
Acetobacter xylinum. Meskipun ciri-ciri yang dimiliki hampir sama dengan
spesies lainnya Acetobacter xylinum dapat dibedakan dengan yang lainnya karena
memiliki sifat yang unik. Acetobacter xylinum yang ditumbuhkan pada media
yang mengandung banyak gula dapat memecah komponen gula dan mampu
membentuk suatu polisakarida yang dikenal dengan selulosa ekstraseluler
(Daulay, 2003; Salminen et al., 2004; Sumanti et al., 2004).
Nangka
Nangka termasuk famili Moraceae dimana lahan penanaman yang sesuai
untuk tanaman ini tanahnya tidak tergenang air. Adapun ketinggian tempat yang
sesuai untuk nangka yaitu sekitar 700 m dari permukaan laut. Pohon berbatang
besar dengan tinggi mencapai 30 m. Bunga berbentuk tongkol yang tumbuh pada
batang atau dahan. Buah termasuk buah semu, berbentuk bulat telur, berkulit
tebal, dan berduri. Buah muda banyak yang dibuat sayur, sedangkan yang telah
masak dimakan sebagai buah. Warna kuning pada nangka yang telah masak
menandakan adanya beta karoten dan karoten lainnya yang berfungsi sebagai
antikanker dan antioksidan (Wirakusumah, 2000).
Nangka adalah spesies tanaman yang multi manfaat dimana dapat
dimanfaatkaan untuk makanan, kayu, bahan bakar, pakan ternak, dan produk
obat-obatan dan industri. Produk ekonomi utama nangka adalah buah yang
digunakan baik ketika dewasa maupun belum dewasa. Nangka yang masih
dapat digunakan sebagai pengganti daging bagi para vegetarian. Biji nangka dapat
dipanggang seperti chestnut, atau direbus. Daging buah yang manis dan lezat
dapat digunakan sebagai pencuci mulut atau diawetkan dalam sirup. Buah dan
bijinya juga diolah dengan berbagai cara untuk menghasilkan makanan dan
produk lainnya. Selain itu, daun nangka, kulit batang, bunga, biji dan lateks
digunakan sebagai obat tradisional. Kayu dari pohon juga digunakan untuk
berbagai keperluan. Buah memiliki gizi yang kaya karbohidrat, protein, kalium,
kalsium, zat besi, dan vitamin A, B, dan C. Daging buah nangka merupakan
sumber serat makanan. Adanya isoflavon, antioksidan, dan fitonutrien dalam buah
menunjukkan bahwa nangka memiliki sifat anti kanker. Hal ini juga diketahui
membantu menyembuhkan bisul dan gangguan pencernaan (APAARI, 2012).
Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus) dalam bahasa Inggris dikenal
dengan nama jackfruit. Dewasa ini, nangka telah tersebar luas di berbagai daerah
tropis, terutama di Asia Tenggara. Tanaman nangka sering disalahartikan sebagai
Artocarpus integer, padahal A. integer nama lainnya adalah cempedak. Nangka
termasuk pohon buah-buahan yang banyak ditanam di hutan, kebun, atau kadang
tumbuh liar pada tanah yang tidak tergenang air. Tumbuhan asli Nusa Tenggara
ini tumbuh baik di perbukitan dan dapat ditemukan dari 50 - 1.200 m dpl. Daging
buah dan biji dapat dimakan, buah muda dibuat sayur. Kayu dipakai untuk bahan
bangunan, getah digunakan sebagai perekat untuk menangkap burung, daun untuk
makanan ternak, serta batang dan kulit kayu mengandung zat warna yang dapat
digunakan untuk mewarnai makanan atau bahan pakaian
Manfaat Kayu Nangka
Pohon nangka dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Khasiat kayu
pada tumbuhan nangka yaitu sebagai antispasmodik (obat yang mengurangi
kejang otot di usus) dan sedatif (obat penghilang rasa nyeri), daging buah sebagai
ekspektoran (obat pelancar dahak), daun muda sebagai pakan ternak. Getah kulit
kayu juga telah digunakan sebagai obat demam, obat cacing dan sebagai
antiinflamasi yaitu obat mengurangi peradangan (Ersam, 2001).
Berbagai penelitian telah dilakukan dalam rangka mengeksplorasi
pengembangan tumbuhan nangka sebagai senyawa antikanker, diantaranya adalah
senyawa flavon yang berasal dari Artocarpus memperlihatkan bioaktivitas sebagai
antitumor yang tinggi pada sel leukimia L 1210. Artokarpin hasil isolasi kayu
pada nangka memiliki aktivitas yang potensial sebagai whitening agent dan
antikanker kulit (Suhartati, 2001; Arung et al., 2008).
Moraceaedilaporkan sebagai salah satu sumber senyawa fenol, Artocarpus
yang merupakan salah satu genus utama famili ini menghasilkan berbagai jenis
senyawa flavonoid. Keistimewaan dari flavonoid yang dihasilkan oleh Artocarpus
ialah adanya substituen isoprenil pada C-3 dan pola 2’, 4’-dioksigenasi atau 2’, 4’,
5’-trioksigenasi pada cincin B dari kerangka dasar flavonoid. Ciri ini diwujudkan
pada berbagai jenis senyawa seperti flavon dengan prenil bebas pada C-3
piranoflavon, oksepinoflavon, oksosinoflavon, dihidrobenzosanton, dan
kuinonodihidrobenzosanton. Senyawa-senyawa jenis ini belum pernah ditemukan
pada tumbuhan lain. Selain mempunyai struktur molekul yang unik, beberapa
senyawa flavon yang berasal dari Artocarpus juga memperlihatkan bioaktivitas
Komposisi Kimia Kayu Nangka
Nangka (Artocarpus heterophyllus) merupakan tumbuhan lokal yang
terdapat di berbagai daerah di Indonesia. Pohon nangka ini biasanya dimanfaatkan
sebagai obat tradisional. Kandungan kimia kayu nangka antara lain, morin,
sianomaklurin (zat samak), flavon, dan tannin. Selain itu, di bagian kulit kayu
nangka juga terdapat senyawa flavonoid yang baru, yakni morusin, antokarpin,
artonin E, sikloartobilosanton, dan artonol B. Bioaktivitas senyawa flavonoid
tersebut terbukti secara empirik sebagai antikanker, antivirus, antiinflamasi,
diuretik, dan antihipertensi (Ersam, 2001).
Kayu nangka mengandung zat warna kuning yang dinamakan morine,
alkaloid, saponin, glukosida, dan Ca oxalat. Kulit kayu mengandung resin,
cycloheterophyllin, dan tanin. Daun mengandung alkaloid, saponin, glukosida,
tannin, dan Ca oxalat. Getah mempunyai zat aktif asam serotat, steroketone, dan
artostenone. Daging buah mengandung albuminoid, karbohidrat, minyak lemak,
vitamin C, dan karoten. Tannin berbentuk serbuk atau berlapis-lapis seperti kulit
kerang, berbau khas dan mempunyai rasa sepat (astrigent). Tannin mempunyai
sifat atau daya bakteriostatik, fungistatik dan merupakan racun. Untuk
memperoleh ekstrak dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi, maka umumnya
digunakan etanol atau aseton dengan perbandingan volume air yang sebanding.
Senyawa tannin adalah senyawa astringent yang memiliki rasa pahit dari gugus
polifenolnya yang dapat mengikat dan mengendapkan atau menyusutkan protein.
Tannin mempunyai sifat atau daya bakteriostatik. Bakteriostatik adalah zat yang
bekerja menghambat pertumbuhan bakteri sedangkan bakterisidal adalah zat yang
alam dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri. Diantara komponen tersebut,
alkaloid, flavonoid, dan triterpenoid diduga berperan sebagai pengawet dalam nira
tebu, bersifat inhibitor enzim dan antimikroba (Filianty et al., 2006; Dalimartha,
2008; Akroum et al., 2009; Ismarani, 2012).
Aktivitas mikroorganisme dapat dikendalikan dengan penghambatan
secara fisik maupun kimia. Bahan antimikroba adalah penghambat
mikroorganisme secara kimia yang mengganggu aktivitas metabolisme mikroba.
Antibakteri adalah zat yang menghambat pertumbuhan bakteri. Beberapa zat
antibakteri bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bersifat bakterisidal
pada konsentrasi tinggi (Chomnawang et al., 2005).
Tanaman nangka dapat tumbuh di daerah beriklim subtropis. Tanaman
nangka berukuran sedang, ketinggiannya 8 - 25 meter dengan diameter
30 - 80 cm. Seluruh bagian tumbuhan mengeluarkan getah putih pekat apabila
dilukai yang dikenal sebagai lateks. Kulit batang nangka mengandung
3,3 % tannin (Elevitch andManner, 2006).
Tanaman nangka mengandung senyawa potensial dalam menghambat
enzim tirosinase, yaitu polifenol. Flavonoid merupakan salah satu dari golongan
polifenol yang memiliki peran besar dalam aktivitas enzim tirosinase karena
mengandung gugus fenol dan cincin pyren. Struktur dari flavonoid secara prinsip
sesuai sebagai substrat dan mampu berkompetisi sehingga dapat menjadi
penghambat enzim tirosinase. Golongan flavonoid yang terdapat dalam kulit
batang nangka yaitu artocarpetin (5,2′,4′-trihydroxy-7-methoxyflavone),
tetrahydroxyflavanol), dan streppogenin (5,7,2’,4’-tetrahydroxyflavanone)
(Chang, 2009).
Penyimpanan
Pengendalian suhu di dalam ruang penyimpanan adalah merupakan hal
yang sangat penting. Terjadinya perubahan-perubahan dari kondisi yang
dikehendaki dapat merusak. Perubahan suhu dapat dicegah bila ruang
penyimpanan diisolasi dengan cukup, mempunyai alat pendingin yang cukup, dan
perbedaan suhu koil pendingin dan suhu ruang penyimpanan kecil. Apabila suatu
ruang dengan suhu yang dikehendaki 50°F, didinginkan dengan suatu koil
pendingin yang beroperasi pada suhu 26°F, maka udara dapat bervariasi dengan
dua derajat atau lebih. Suatu ruang dengan suhu 32°F disertai dengan koil atau
gulungan kawat pengatur arus tegangan listrik yang cukup pada suhu 26°F akan
memberikan variasi suhu kurang dari satu derajat. Perbedaan antara suhu zat
pendingin dan ruang merupakan hal yang paling penting, terutama untuk
mengatur kelembapan udara yang dikehendaki agar dicapai daya simpan yang
optimum bagi bahan pangan (Desrosier, 1988).
Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme,
dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8°C kecepatan reaksi akan
berkurang menjadi kira-kira setengahnya. Penyimpanan bahan pangan pada suhu
rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan di dalam bahan
pangan tersebut. Hal ini disebabkan bukan hanya karena keaktifan respirasi
menurun, tetapi juga karena pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan
hanya menghambat pertumbuhannya, oleh karena itu setiap bahan pangan yang
akan didinginkan harus dibersihkan terlebih dahulu (Winarno et al., 1980).
Pengaruh pendinginan terhadap mikroba dalam bahan pangan tergantung
pada suhu penyimpanannya. Semakin besar perbedaan suhu penyimpanan dengan
suhu pertumbuhan optimum mikroba, maka kecepatan pertumbuhannya menjadi
lambat dan akhirnya terhenti sama sekali. Mendekati suhu minimum untuk
pertumbuhan mikroba, maka fase adaptasinya (fase lag) bertambah lama
(Nurwantoro dan Djarijah, 1997).
Gula Aren
Di Indonesia gula merah sering disebut sebagai gula jawa. Pembuatan gula
merah ini dikabarkan sudah berlangsung sebelum adanya produksi gula putih.
Sampai pada saat ini, gula merah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
masyarakat Indonesia. Gula merah sering tidak dapat tergantikan oleh gula atau
pemanis lain, terutama pada pembuatan aneka jenis makanan tradisional. Hal ini
dikarenakan oleh aroma dan rasa gula merah lebih khas dibandingkan dengan gula
putih. Oleh karena itu, dengan kelebihan tersebut bukan suatu hal yang aneh
apabila tingkat konsumsi gula merah selalu meningkat dari tahun ke tahun. Salah
satu jenis gula merah yaitu gula aren yang terbuat dari nira aren (enau) dijual
dalam bentuk seperti gula merah yang lain. Gula aren ini lebih bagus, wangi, dan
berwarna cokelat agak kekuningan (Lutony, 1993; Agung, 2005).
Gula aren diperoleh dari proses penyadapan nira aren yang kemudian
dikurangi kadar airnya hingga menjadi padat. Produk gula aren ini adalah berupa
gula cetak dan gula semut. Gula cetak diperoleh dengan memasak nira aren
berbentuk setengah lingkaran. Untuk gula semut, proses memasaknya lebih
panjang yaitu hingga gula aren mengkristal, kemudian dikeringkan hingga kadar
airnya di bawah 3% (Irawan et al., 2009).
Nira untuk diolah menjadi gula aren harus memenuhi persyaratan pH dan
brix, yaitu pH 6 - 7,5 dan kadar brix diatas 17%. Proses pengolahan gula aren
pada umumnya masih dilakukan secara tradisional. Mutu gula aren yang
dihasilkan oleh petani masih rendah. Pengolahan secara tradisional berdampak
terhadap berkurangnya kandungan asam amino esensial pada gula aren karena
proses pemasakan yang lama (Ho et al., 2008; Phaichamnan et al, 2010).
Komponen pada nira yang menjadi reaktan proses pencoklatan pembuatan
gula merah adalah gula dan juga protein. Komponen gula yang berpengaruh pada
pembentukan warna coklat dalam pembuatan gula merah adalah glukosa dan
fruktosa (sebagai gula pereduksi) dan reaksi maillard memegang peranan penting
dalam pembentukan warna coklat pada gula merah Pada nira terjadi perombakan
gula menjadi asam sehingga pada saat pemanasan warna yang terjadi tidak terlalu
coklat karena jumlah gula sudah berkurang. Asam-asam organik yang
teridentifikasi pada gula merah dari gula kelapa, gula aren, dan gula tebu yaitu
terdiri dari asam sitrat, asam suksinat, asam laktat, dan asam malat
(Nurhayati, 1996; Apriyantono et al., 2003; Sadri, 2004).
Gula Aren Cair
Gula aren umumya diproduksi dalam bentuk gula cetak yang disebut juga
sebagai gula padat akan tetapi ada juga yang diproduksi dalam bentuk gula cair.
Gula merah hasil pengolahan secara konvensional berbentuk padat dan cukup
sebelum digunakan. Budaya industri rakyat gula aren, kelapa, siwalan, dan tebu
yang selalu dikemas dalam bentuk cetakan menjadi gula batok, gula cetak, dan
gula batu menjadi tidak efisien, sebab pada saat gula sudah sampai di dapur akan
diiris lagi kemudian dicairkan kembali lalu disajikan bersama olahan pangan
lainnya. Hal ini diduga sebagai budaya yang tidak efisien bagi konsumen
sekaligus bagi pengrajin gula tradisional. Bentuk cair dengan kekentalan tertentu
bagi para pengrajin atau produsen akan dapat mengurangi biaya bahan bakar dan
mengurangi tenaga untuk mencetak. pengolahan menjadi cair tidak memerlukan
waktu memasak yang terlalu lama sehingga nira tidak terlalu lama dalam kondisi
panas dibandingkan bila akan dicetak menjadi gula padat atau gula semut. Gula
aren kini tersedia dalam bentuk curah, dan kemasan. Juga tersedia gula aren cair
yang dikemas dalam botol 650 ml yang praktis digunakan untuk menemani makan
cendol, serabi, atau wedang jahe. Gula aren cair ini tinggal dituangkan ke dalam
cendol atau wedang jahe dan diaduk cepat langsung terasa manfaatnya
(Lutony, 1993; Majalahwk, 2007; Diniyah et al., 2012).
Secara tradisional, sirup gula palma diproduksi dengan cara menguapkan
nira dalam panci terbuka yang besar dan menggunakan pemanasan kompor yang
berbahan bakar kayu sampai menjadi terkonsentrasi. Produsen dapat menentukan
kualitas produk akhir dengan intensitas warna coklat, ketebalan dan kekentalan
cairan selama proses pembuatan. Hal tersebut membutuhkan waktu yang lama
untuk menguapkan air sampai konsentrasi total padatan terlarut mencapai 65°brix
atau lebih. (Naknean et al., 2009).
Gula cair dari palma memiliki kelayakan 68 - 74°brix, substansi gula 73%,
jenis pemanis seperti madu dan sirup jagung fruktosa. Jika dibandingkan dengan
sukrosa, gula palma memiliki sifat proses kristalisasi yang cenderung rendah,
memiliki kapasitas air yang rendah, lembab dan juga berpotensi sebagai
penambah rasa manis. Gula palma memiliki kadar gula yang tinggi sehingga dapat
digolongkan sebagai salah satu produk utama untuk konversi gula cair atau madu,
dan juga sebagai konsentrat yang dapat digunakan pada banyak industri termasuk
manufaktur, industri konstruksi, kue dan kue kering, es krim, permen dan soda
(Forouzan et al., 2012).
Manfaat Gula Aren
Gula merah merupakan hasil pengentalan nira, berbentuk cetakan, dan
berwarna kuning sampai coklat tua. Gula ini memiliki tekstur dan struktur
kompak, serta tidak terlalu keras sehingga mudah dipatahkan dan memberi kesan
empuk. Protein di dalam gula merah walaupun relatif kecil, berperan dalam
pembentukan warna coklat, terutama karena adanya gula pereduksi yang cukup
tinggi. Molekul-molekul protein dan lemak yang tidak larut air di dalam gula
merah akan tersebar diantara kristal-kristal gula yang terbentuk sehingga
kekerasan gula merah akan berkurang dan akan menjadi lebih empuk
(Santoso et al., 1988).
Didalam kehidupan sehari-hari, gula merupakan senyawa organik yang
penting sebagai bahan makanan. Gula merupakan salah satu sumber energi atau
kalori yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Banyak makanan maupun minuman
akan terasa lebih enak dan nikmat bila ditambahkan gula. Di bidang industri
peranan gula tidak kalah penting. Aneka produk industri makanan dan minuman
produk lainnya. Bidang farmasi menggunakan gula untuk menghilangkan rasa
pahit pada obat, terutama obat-obatan untuk anak-anak. Gula juga dapat
digunakan sebagai bahan pengawet bahan pangan. Hal ini disebabkan sifat gula
yang mempunyai daya larut tinggi, dapat mengikat air, dan dapat menurunkan
keseimbangan kelembapan relatif (equilibrium relative humidity). Gula berperan
besar dalam kehidupan sehari-hari dan bidang industri, menyebabkan kebutuhan
akan gula terus meningkat. Peningkatan tersebut akan terus bertambah dengan
bertambahnya penduduk, meningkatnya pendapatan, dan berkembangnya
pabrik-pabrik yang menggunakan bahan baku gula (Bandini, 1996).
Gula banyak digunakan dalam pengawetan buah-buahan maupun
sayur-sayuran (hortikultura) serta sebagai bumbu aneka produk olahan daging.
Penggunaannya juga dilakukan untuk produk makanan setengah kering, produk
yang dilapisi gula, dan sirup untuk produk-produk makanan dalam kaleng. Gula
juga dapat berfungsi untuk pengubah rasa yang terlalu asam atau pahit pada suatu
produk, misalnya untuk menghilangkan rasa pahit pada kakao (Lutony, 1993).
Nira aren mengandung lebih banyak asam malat, dimana dengan
komponen yang menguap lainnya memiliki peranan yakni memberi rasa asam dan
aroma yang spesifik pada gula merah yang dihasilkan (Santoso et al., 1988).
Gula palma yang baik adalah gula palma yang memiliki karakteristik
sesuai syarat mutu gula palma yang berdasarkan Dewan Standarisasi Nasional.
Syarat mutu gula palma berdasarkan Dewan Standarisasi Nasional disajikan pada
Tabel 5. Syarat mutu gula palma
No Kriteria uji Satuan Persyaratan
Cetak Granula/butiran 1 Keadaan :
Bentuk Normal Normal
Rasa dan aroma Normal, khas Normal,
Khas
Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
Sampai coklat Sampai coklat
2 Bagian yang tidak %b/b Maks. 1,0 Maks. 0,2 larut air
3. Air %b/b Maks.10,0 Maks. 3,0
4. Abu %b/b Maks. 2,0 Maks. 2,0
5. Gula pereduksi %b/b Maks. 10,0 Min. 6,0
6. Jumlah gula sebagai %b/b Maks. 77 Min. 9,0 sakarosa
7. Cemaran logam :
Seng(Zn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0
Timbal(Pb) mg/kg Maks. 2,0 Maks. 2,0
Tembaga(Cu) mg/kg Maks. 10,0 Maks. 10,0
Raksa(Hg) mg/kg Maks. 0,03 Maks. 0,03
Timah(Sn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0
8. Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0 Maks. 1,0