• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL SKRIPSI ANALISIS POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KEDISIPLINAN BELAJAR ANAK USIA 9-10 TAHUN SELAMA PEMBELAJARAN DARING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROPOSAL SKRIPSI ANALISIS POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KEDISIPLINAN BELAJAR ANAK USIA 9-10 TAHUN SELAMA PEMBELAJARAN DARING"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

ii

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISIS POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KEDISIPLINAN BELAJAR ANAK USIA 9-10 TAHUN

SELAMA PEMBELAJARAN DARING

Oleh :

LENISA WAHYU ROSITANIA NIM. 201733123

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MURIA KUDUS 2021

(2)

iii

ABSTRAK

Rositania, Lenisa Wahyu. 2021. Analisis Pola Asuh Orang Tua terhadap

Kedisiplinan Belajar Anak Usia 9-10 Tahun selama Pembelajaran Daring.

Proposal Skripsi. Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Universitas Muria Kudus. Pembimbing (1) Khamdun, M. Pd. (2) Sekar Dwi Ardianti, S. Pd., M. Pd.

Kata Kunci : Pola Asuh Orang Tua, Kedisiplinan Belajar, Pembelajaran Daring

Dalam kondisi yang masih pandemi covid-19 ini orang tua sangatlah berperan penting dalam perkembangan anak. Selain itu, orang tua juga harus memantau kegiatan anak baik di luar maupun di dalam. Salah satunya berperan dalam kedisiplinan belajar anak. Disiplin belajar ini dapat berupa keteraturan dalam belajar, mempunyai jadwal belajar, mempunyai tempat yang nyaman untuk belajar, dan perhatian terhadap materi pelajaran. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran daring anak usia 9-10 tahun, kedisiplinan belajar anak usia 9-10 tahun selama pembelajaran daring dan pola asuh yang digunakan dalam membentuk kedidiplinan belajar anak usia 9-10 tahun selama pembelajaran daring di Desa Trangkil RW 02.

Penelitian ini membahas mengenai pembelajaran daring yaitu pembelajaran dalam jaringan yang ada di Desa Trangkil RW 02 dan pola asuh orang tua terhadap kedisiplinan belajar anak, kedisiplinan belajar merupakan perilaku yang dilakukan secara sadar tanpa paksaan dan penuh tanggung jawab untuk melakukan kegiatan belajar, serta bagaimana pola asuh yang digunakan dalam membentuk kedisiplinan belajar anak selama pembelajaran daring.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskritif kualitatif. Penelitian dilakukan di Desa Trangkil RW 02, dimana terdapat 5 anak usia 9-10 tahun yang menjadi subjek penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi observasi, wawancara dan dokumentasi. Sementara instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar observasi yang berupa lembar observasi orang tua dan anak untuk mengetahui pola asuh orang tua dan kedisiplinan belajar anak. Begitu juga lembar wawancara orang tua dan anak dan lembar dokumentasi yang berupa foto-foto dan data-data dari orang tua dan anak.

(3)

iiii DAFTAR ISI SAMPUL ………... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ……. ii ABSTRAK ………. iii DAFTAR ISI ………... v

DAFTAR TABEL ……… …... viii

DAFTAR GAMBAR ……… …….. ix DAFTAR LAMPIRAN ………. …….. x BAB I PENDAHULUAN ………. …….. 1 1.1 Latar Belakang ………....…... 1 1.2 Rumusan Masalah ………...……… …………... 5 1.3 Tujuan Penelitian ………...…. …………... 6 1.4 Manfaat Penelitian ………..…… ……….. 6 1.4.1 Manfaat Teoritis ……… 6 1.4.2 Manfaat Praktis ……….... 6 1.5 Ruang Lingkup ……….. 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ……… …….. 8

2.1 Pola Asuh Orang Tua ……….. ……….. 8

2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua ………….…..……….. 8

2.1.2 Jenis-Jenis Pola Asuh Orang Tua ………..……… 9

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua…… 15

2.2 Kedisiplinan ………..……….. 16

2.2.1 Pengertian Kedisiplinan ……… 16

2.2.2 Jenis-Jenis Kedisiplinan ……… 18

2.2.3 Tujuan Kedisiplinan ……….. 18

2.2.4 Ciri-Ciri Kedisiplinan ………...………. 19

2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan…... 20

2.2.6 Fungsi Kedisiplinan ………...… 22

(4)

iiv

2.3 Kedisiplinan Belajar ………..…... 24

2.3.1 Pengertian Kedisiplinan Belajar………..… 24

2.3.2 Tujuan Kedisiplinan Belajar………..……….………. 26

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan Belajar ….... 27

2.3.4 Indikator Kedisiplinan Belajar ……….. 27

2.4 Kedisiplinan Belajar di Rumah ……….. 28

2.4.1 Pengertian Kedisiplinan Belajar di Rumah ...……… 28

2.4.2 Tujuan Kedisiplinan Belajar di Rumah ………...……….. 28

2.5 Pembelajaran Daring ………... 29

2.5.1 Pengertian Pembelajaran Daring ………...… 29

2.5.2 Ciri-Ciri Pembelajaran Daring ……….…....… 30

2.5.3 Peran Orang Tua dalam Pembelajaran Jarak Jauh.……... 30

2.5.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Daring.. 31

2.5.4.1 Faktor-Faktor yang Mendukung Pembelajaran Daring ………...…… 31

2.5.4.2 Faktor-Faktor yang Menghambat Pembelajaran Daring ……….….. 31

2.5.5 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Daring………… 32

2.5.5.1 Kelebihan Pembelajaran Daring …..………... 32

2.5.5.2 Kekurangan Pembelajaran Daring……… 33

2.6 Penelitian Relevan ………. 36

2.7 Kerangka Berpikir ……….. 38

2.8 Kerangka Teori ………...…... 40

BAB III METODE PENELITIAN ………..…...…… 42

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………...……...……. 42

3.1.1 Tempat Penelitian ………...……. 42

3.1.2 Waktu Penelitian ………... 42

3.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian ……….…... 42

3.3 Peranan Peneliti ………. 43

(5)

iv 3.5 Pengumpulan Data ………. 44 3.6 Keabsahan Data ………. 45 3.7 Analisis Data ………. 46 DAFTAR PUSTAKA ……….. 49 LAMPIRAN ……… 53

(6)

ivi

DAFTAR TABEL

(7)

ivii

DAFTAR GAMBAR

2.1 Kerangka Berpikir ……….…………... 38 2.2 Kerangka Teori ………. 40 3.1 Tahap Analisis Data ……….. 48

(8)

iviii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Jadwal Penelitian ……….. 54

2. Kisi-Kisi Observasi Pola Asuh Orang Tua …..…………... 56

3. Pedoman Observasi Pola Asuh Orang Tua ………... 57

4. Kisi-Kisi Wawancara Pola Asuh Orang Tua ………..……. 58

5. Pedoman Wawancara Pola Asuh Orang Tua ………..……. 60

6. Kisi-Kisi Observasi dan Wawancara Kedisiplinan Belajar Anak………. 62

7. Pedoman Observasi Kedisiplinan Belajar Anak …………..….... 63

(9)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pada awal tahun 2020 di Indonesia muncul kondisi yang tidak diinginkan yaitu pandemi covid-19 (peristiwa menyebarnya penyakit virus corona 2019), sehingga pemerintah menghimbaukan kepada semua masyarakat untuk menghentikan semua aktivitas dan dikerjakan di rumah. Hal tersebut dilakukan dalam upaya pencegahan covid-19. Pemerintah menghimbau masyarakat agar berdiam diri dirumah untuk pencegahan penularan covid-19 Nuryanti, 2020 (dalam Amalia & Fatonah, 2020).

Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengantisipasi terjadinya penularan virus. Salah satu kebijakannya seperti isolasi, social and physical distancing hingga pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kondisi ini mengharuskan semua warga untuk tetap stay at home, bekerja, beribadah dan belajar di rumah (Amalia & Fatonah, 2020). Salah satunya di bidang pendidikan, semua aktivitas belajar mengajar yang semula dilakukan secara tatap muka kemudian dialihkan menjadi pembelajaran dalam jaringan (daring) di rumah. Hal ini merujuk pada surat edaran yang diterbitkan Surat Edaran Mendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan, dan Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tentang pembelajaran secara daring dan bekerja dari rumah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19) (Ramanta & Dwi Widayanti, 2020). Dilihat dari hal tersebut maka peran keluarga dalam pembelajaran daring ini sangat diperlukan oleh anak. Keluarga khususnya orang tua dapat meluangkan waktu untuk mendampingi anak dalam pembelajaran daring. Selain itu, orang tua juga harus membeeikan perhatian dan pengawasan terhadap anak di masa pandemicovid-19, karena pada masa ini kebanyakan anak akan mengabaikan pembelajaran dan lebih suka bermain serta kurang disipiln waktu dalam belajar. Maka dari itu, bimbingan, perhatian dan pengawasan orang tua sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar anak.

(10)

2

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama karena sebelum manusia mengenal lembaga pendidikan yang lain, lembaga inilah yang pertama ada (Munib 2012:72). Keluarga merupakan lingkungan pertama yang berperan penting bagi anak dalam membentuk karakter yang baik dan sumber pengetahuan yang pertama didapatkan oleh anak. Di lingkungan keluarga orang tua dan anak melakukan proses pendidikan pertama, dimana orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai peserta didik. Anak pertama kali mendapatkan bimbingan atau pendidikan yaitu dari orang tua. Pendidikan dalam keluarga merupakan upaya keluarga untuk mendidik, mengarahkan, mendisiplinkan, dan mengasuh anak termasuk bentuk pola asuh orang tua.

Pola asuh orang tua yang baik dapat dilihat dari keberhasilan dalam mendidik dan mengasuh anak.Pola asuh orang tua merupakan upaya orang tua dalam mendidik, membimbing, melatih, memberi contoh yang baik, dan memperhatikan anak dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memberikan hal-hal tersebut, maka anak akan merasa nyaman dan senang berada di lingkungan keluarga. Uraian tersebut berkaitan dengan Shochib M, 2010:15 (dalam S. Rahayu & Dini, 2015) menyatakan bahwa pola asuh adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsistensi dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak baik dari segi negatif maupun positifnya. Berhasil tidaknya orang tua membentuk tingkah laku anak sangat bergantung bagaimana pola asuh orang tua yang dirasakan anak itu sendiri.

Setiap orang tua mempunyai pola asuh yang berbeda-beda dalam membimbing dan mengasuh anak, terdapat beberapa macam pola asuh orang tua dalam mendidik dan mengasuh anak. Hal ini berkaitan dengan pendapat Baumrind (dalam Ramadona et al., 2020) ada empat jenis yaitu otoriter, demokratis, premisif dan penalaran. Pola asuh yang pertama yaitu pola asuh otoriter yaitu suatu jenis bentuk pola asuh yang menuntut agar anak patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orang tua tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya sendiri. Selanjutnya yang kedua pola asuh demokratis yaitu orang tua mendorong anak agar mandiri namun masih

(11)

3

memberikan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Musyawarah verbal dimungkinkan dengan kehangatan-kehangatan dan kasih sayang yang diperlihatkan. Anak-anak yang hidup dalam keluarga demokartis ini memiliki kepercayaan diri, harga diri yang tinggi dan menunjuk perilaku yang terpuji. Selanjutnya pola yang ketiga yaitu pola penelantaran yaitu pola asuh dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Dalam pola asuh ini, orang tua mengembangkan perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan orang tua lebih penting daripada anak-anak mereka. Pola asuh yang terakhir yaitu pola asuh permisif, dimana pola asuh ini orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka, namun menetapkan sedikit batas atau kendali terhadap anak mereka. Orang tua cenderung membiarkan anak-anak mereka untuk melakukan apa yang mereka inginkan, sehingga anak tidak bisa mengendalikan diri dan bersosialisasi yag baik kepada orang lain. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua merupakan cara orang tua mendidik, mengasuh, mendisiplinkan anak melalui rasa kasih sayang dan memberi perhatian kepada anak. Pola asuhsangatlah penting, karena pola asuh akan sangat berpengaruh terhadap masa depan anak dan pola asuh yang baik akan menghasilkan karakter anak yang baik dan kualitas yang tinggi. Berdasarkan keempat pola asuh diatas, yang dapat digunakan dan baik untuk pengasuhan anak yaitu pola asuh demokratis. Pola asuh ini sangat cocok untuk digunakan dalam pengasuhan anak, karena pola asuh ini bersifat bebas, tetapi mendorong anak untuk mandiri. Disini anak tidak merasa tertekan dalam proses pengembangan diri ataupun kemampuan dalam pengetahuan dan orang tua juga tetap bisa mengontrol anak dalam proses pengembangan diri.

Tidak hanya itu, Orang tua perlu membantu anak dalam mendisiplinkan diri Sochib, 2000 (Adawiah, 2017). Keluarga juga harus menerapkan kedisiplinan kepada anak, karena disiplin merupakan salah satu bagian dari pembentukan karakter anak. Tulus Tu’u, 2004:17 (dalam Asrah et al., 2016) disiplin hakikatnya adalah pernyataan sikap mental individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa ketaatan, kepatuhan yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas

(12)

4

dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan. Disiplin merupakan upaya yang dilakukan untuk membentuk perilaku dan karakter anak menjadi pribadi yang baik untuk meningkatkan kualitas dirinya dengan mematuhi aturan, mempunyai rasa taat yang didasari melakukan tugas dan kewajian untuk sebuah tujuan. Kedisiplinan dapat dilakukan sejak anak masih kecil, karena dengan begitu anak akan terbiasa, taat dengan aturan yang dibuat oleh orang tua untuk menumbuhkan kedisiplinan dalam diri anak dan membawa dampak positif untuk masa depan anak. Kedisiplinan juga berpegaruh terhadap keberhasilan belajar anak. Hal ini sependapat dengan uraian dari (Dalyono, 2005:18) kedisiplinan belajar di rumah besar pengaruhnya terhadap hasil belajar anaknya serta diharapkan mampu mendorong anak belajar lebih giat sehingga prestasi belajarnya semakin tinggi.

Pola asuh orang tua terhadap kedisiplinan belajar anak sangatlah penting, apalagi di era globalisasi. Teknologi sangat berkembang pesat. Hal ini ditandai dengan semakin maraknya handphone yang digunakan oleh anak usia sekolah dasar. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kedisiplinan belajar anak. Anak akan malas belajar jika sudah bermain handphone. Apalagi dengan adanya internet, anak-anak dapat mengakses apapun yang mereka inginkan. Hal ini jika tidak ditindaklanjuti akan berbahaya bagi anak-anak, karena mereka belum sepenuhnya tahu kegunaan dari handphone maupun internet. Anak usia sekolah dasar, khususnya anak usia 9-10 tahun adalah masa anak dimana sudah mulai mengenal dunia luar. Ia akan lebih aktif, mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi bahkan mereka juga senang jika mendapatkan pengalaman yang baru. Handphone salah satu dampak dari globalisasi yang sekarang semakin marak di kalangan anak usia dini. Sebagian besar anak usia 9-10 tahun mulai dari pagi sampai malam melakukan aktivitas game online. Selain itu, sekarang pemerintah menghimbaukan pembelajaran yang dilakukan secara daring. Dari hal tersebut, menjadikan anak tidak mempunyai jadwal yang teratur untuk belajar dengan sungguh-sungguh, karena jika belajar di rumah (pembelajaran daring) belum tentu anak melakukannya dengan sungguh-sungguh. Hal ini terlihat bahwa anak dalam kesehariannya lebih tertarik dengan bermain, baik game online maupun bermain

(13)

5

di luar rumah dibanding dengan belajar. Sebagai orang tua haruslah mengawasi anak, mengajarkan disiplin dalam waktu dan disiplin belajar. Hal ini dapat dilakukan dari hal terkecil. Anak akan terbiasa disiplin jika orang tua selalu mengarahkan, mengingatkan, dan memberi contoh perilaku disiplin kepada anak.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di Desa Trangkil RW 02, menunjukkan bahwa anak-anak usia sekolah dasar hampir sebagian anak yang sudah bisa menggunakan handphone dan mengakses internet. Mereka menggunakan handphone untuk permainan online maupun offline.Mereka juga lupa waktu belajar dan tidak disiplin dengan waktu belajar.Tidak hanya itu, mereka juga lebih suka bermain dan menonton televisi. Tidak disiplin tersebut berupa waktu untuk belajar dan bermain lebih banyak waktu untuk bermain. Mereka belajar hanya sekitar 15 menit. Selain itu, juga ada yang belajar ketika mendapat tugas dari guru saja, bahkan terkadang anak mengabaikan tugas yang dikumpulkan dengan tenggang waktu yang lumayan lama dan memilih bermain

game yang ada di handphone. Berdasarkan hasil wawancara dari orang tua, anak

mereka menjadi malas jika sudah bermain handphone dan lupa untuk belajar, bahkan ada yang ketika belajar sambil bermain handphone. Hal ini akan berdampak pada menurunnya kedisiplinan belajar. Maka dari itu, pola asuh orang tua sangatlah penting terhadap kedisiplinan belajar anak, anak perlu diingatkan sesuai jadwal. Berkaitan dengan uraian di atas peneliti bertujuan untuk melakukan penelitian mengenai pola asuh orang tua terhadap kedisiplinan belajar anak dengan judul “Analisis Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kedisiplinan Belajar Anak Usia 9-10 Tahun selama Pembelajaran Daring”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1.1.1 Bagaimana proses pembelajaran daring pada anak usia 9-10 tahun di Desa Trangkil RW 02?

1.1.2 Bagaimana kedisiplinan belajar anak usia 9-10 tahun selama pembelajaran daring di Desa Trangkil RW 02?

(14)

6

1.1.3 Bagaimana pola asuh orang tua yang digunakan dalam membentuk kedisiplinan belajar anak usia 9-10 tahun selama pembelajaran daring di Desa Trangkil RW 02?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:

1.3.1 Untuk mendeskripsikan proses pembelajaran yang dilakukan oleh anak

usia9-10 tahun di Desa Trangkil RW 02.

1.3.2 Untuk mendeskripsikan kedisiplinan belajar selama pembelajaran daring

oleh anak usia 9-10 tahun di Desa Trangkil RW 02.

1.3.3 Untuk mendeskripsikan pola asuh orang tua yang tepat untuk digunakan

pada kedisiplinan belajar anak usia 9-10 tahun selama pembelajaran daring di Desa Trangkil RW 02.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan di atas, maka manfaat dalam penelitian ini sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah sumber pengetahuan mengenai pola asuh orang tua terhadap kedisiplinan belajar di rumah anak usia sekolah dasar di Desa Trangkil RW 02. Selain itu, dapat digunakan referensi untuk penelitian sejenis dengan subjek dan objek yang berbeda. 1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi orang tua

Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan sumber informasi bagi orang tua untuk memilih pola asuh yang tepat diterapkan pada anak guna meningkatkan kedisiplinan belajar anak dan kualitas diri.

b. Bagi anak

Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan sumber informasi bagi anak untuk meningkatkan kedisipilinan belajar untuk keberhasilan belajar.

(15)

7 c. Bagi masyarakat

Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan sumber informasi bagi masyarakat luas tentang pengertian dari pola asuh orang tua dan macam-macam pola asuh orang tua untuk anak terhadap kedisiplinan belajar.

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini berfokus pada pola asuh orang tua terhadap kedisiplinan belajar anak usia 9-10 tahun selama pembelajaran daring yaitu pada kelas 4-5 Sekolah Dasar yang terdiri dari 4 anak yang bertempat tinggal di Desa Trangkil RW 02, masing-masing 3 anak dari kelas 4 dan 1 anak dari kelas 5. Penelitian ini dilakukan dengan mengamati dan mengumpulkan data mengenai proses pembelajaran daring yang dilakukan di Desa Trangkil RW 02, kedisiplinan belajar anak selama pembelajaran daring dan pola asuh orang tua terhadap kedisiplinan belajar anak selama pembelajaran daring.

(16)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pola Asuh Orang Tua

2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh merupakan bagian dari proses pengasuhan dan bimbingan anak dengan rasa kasih sayang dan ketulusan oleh orang tua untuk anak. Keluarga merupakan tempat terjadinya pola asuh atau proses pengasuhan orang tua terhadap anak. Pola asuh orang tua adalah suatu cara atau metode yang ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai bentuk dari tanggung jawab kepada anak. Peran keluarga menjadi sangat penting untuk mendidik anak baik dalam sudut tinjauan agama, sosial maupun individu (Ardiwiata, E, 2020). Shochib M, 2010:15 (dalam S. Rahayu & Dini, 2015) menyatakan bahwa pola asuh adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsistensi dari waktu ke waktu. Petranto (dalam Adawiah, 2017) pola asuh orang tua merupakan pola perilaku yang diterapkan pada anak bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Orang tua membimbing anak menjadi lebih baik perlu adanya waktu dengan berbagai usaha-usaha. Sependapat dengan Gunarsa, 2002 (dalam Adawiah, 2017) mengatakan bahwa pola asuh merupakan cara orangtua bertindak sebagai orangtua terhadap anak-anaknya di mana mereka melakukan serangkaian usaha aktif. Berhasil atau tidak orang tua membentuk sikap dan tingkah laku anak sangat tergantung dari bagaimana pola asuh orang tua kepada anak.

Pola asuh merupakan cara yang dilakukan orang tua untuk mendidik anak dan cara tersebut tidak terlepas dari pengaruh karakter individu Edwards, 2006:48 (dalam Maliki, 2017). Sependapat dengan penjelasan Edwards, Gunarsa, 2002:37 (dalam Maliki, 2017) mengatakan bahwa pola asuh adalah cara orang tua bertindak, berinteraksi, mendidik, dan membimbing anak sebagai suatu aktivitas yang melibatkan banyak perilaku tertentu secara individual maupun bersama- sama sebagai serangkaian usaha aktif untuk mengarahkan anak. Sementara itu, Khon Mu’tadin ( 2002) menyatakan bahwa pola asuh merupkan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan yang berarti orangtua

(17)

9

mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak sehingga memungkinkan anak untuk mencapai tugas-tugas perkembangannya. Selain itu, Morrison (2016: 335) pengasuhan anak adalah pengasuhan dan pendidikan anak-anak diluar rumah secara komperhensif untuk melengkapi pengasuhan dan pendidikan anak yang diterima dari keluarganya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari pola asuh orang tua merupakan pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua untuk mendidik, melatih, membimbing, mendisiplinkan, dan mengarahkan anak sejak dini hingga dewasa untuk bekal hidup anak di masa depan.

2.1.2 Jenis-Jenis Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua terbagi menjadi beberapa jenis, berikut jenis-jenis pola asuh orang tua menurut pendapat para ahli :

1. Pola asuh otoriter atau diktatorial

Baumrind (dalam Ramadona et al., 2020) menyatakan bahwa pola pengaasuhan seperti ini memiliki kehangatan yang rendah serta keterlibatan secara positif yang rendah juga, tidak mempertimbangankan keinginan anak dan pendapat anak, memaksakan peraturan tanpa menjelaskan kepasa anak secara jelas, menunjukkan kemarahan dan perasaan tidak senang, berkonfrontasi dengan anak terhadap perilaku buruknya dan menggunakan hukuman. Septriani, 2012:170-171 (S. Rahayu & Dini, 2015) menyatakan bahwa pola asuh ini sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Dalam pola asuh ini, anak lebih ditekan oleh orang tua, tidak mempunyai kebebasan untuk berpendapat.

Bumrind (dalam Bun et al., 2020) menurutnya pola asuh otoriter adalah suatu bentuk pola asuh yang menuntut agar anak patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orang tua tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan pendapat sendiri. Sependapat dengan McMahon et al, (dalam Maliki, 2017) pola asuh diktatorial, orang tua menunjukkan sikap yang kaku, tidak fleksibel, tidak percaya bahwa anak dapat membuat keputusan sendiri tentang sesuatu yang akan dilakukan. Begitu

(18)

10

juga dengan Dariyo, 2011:207 (dalam Bun et al., 2020) menyebutkan bahwa pola asuh otoriter adalah sentral artinya segala ucapan, perkataan, maupun kehendak orang tua dijadikan patokan (aturan) yang harus ditaati oleh anak-anaknnya. Hal tersebut, akan mengakibatkan anak kesulitan dalam mengambil keputusan, dan juga anak kesulitan dalam berkomunikasi dengan teman sebaya. Ayu (dalam Maliki, 2017) pola asuh otoriter akan membentuk perilaku anak yang tertekan, pendiam, cemas, dan menarik diri. Disini anak akan tertekan dengan aturan-aturan yang diterapkan oleh orang tua tanpa anak diberi kebebasan sedikitpun untuk berpendapat, melakukan kegiatan yang ia inginkan, dan lain-lain.

Lerner & Hultsch (dalam Maliki, 2017) pola asuh otoriter (authoritarian parenting), yaitu gaya pengasuhan yang menuntut dan membatasi anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua. Sementara itu, Gunarsa 2002 (Adawiah, 2017) pola asuh otoriter yaitu pola asuh di mana orang tua menerapkan aturan dan batasan yang mutlak harus ditaati, tanpa memberi kesempatan pada anak untuk berpendapat, jika anak tidak mematuhi akan diancam dan dihukum. Hurlock, Dariyo (dalam Adawiah, 2017) menyebutkan bahwa anak yang di didik dalam pola asuh otoriter, cenderung memiliki kedisiplinan dan kepatuhan yang semu. Pola asuh otoriter ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan pada diri sendiri karena tidak memiliki kebebasan untuk melakukan berbagai hal yang ia inginkan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh otoriter ini kurang tepat atau cocok untuk diterapkan dalam kehidupan anak. Anak akan merasa tertekan, bosan, jenuh, dan tidak dapat berkembang sesuai bakat maupun keinginannya karena orang tua yang terlalu membatasi anak dalam melakukan kegiatan.

2. Pola asuh otoritatif atau demokratis

Baumrind (dalam Ramadonaet al., 2020) menyatakan bahwa pola pengasuhanseperti ini hangat, terlibat, menunjukkan dukungan dan rasa senang terhadap tingkah laku anak yang konstruktif, mempertimbangkan

(19)

11

keinginan anak dan mendengarkan pendapat anak, memberikan berbagai alternatif pilihan, berkomunikasi dengan mereka secara jelas, menunjukkan rasa tidak senang terhadap tingkah laku yang buruk. Ayu (dalam Maliki, 2017) pola asuh demokratis menghasilkan anak yang dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, dan terbuka pada orang tua. Septriani, 2012:170-171 ( dalam S. Rahayu & Dini, 2015), mengemukakan bahwa pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu dalam mengendalikan mereka. Dalam pola asuh ini anak dapat berkembang sesuai kemampuan dan keinginannya, tetapi terdapat batasan-batasan yang diterapkan oleh orang tua kepada anak.

Lerner & Hultsch (dalam Maliki, 2017) pola asuh demokratif (authoritative parenting) adalah gaya pengasuhan yang memperlihatkan pengawasan ekstra ketat terhadap tingkah laku anak, responsif, menghargai, dan menghormati pemikiran, perasaan, serta mengikutsertakan anak dalam mengambil keputusan. Sementara itu, Gunarsa, 2000 (dalam Adawiah, 2017) mengemukakan bahwa dalam menanamkan disiplin kepada anak, orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan dan menghargai kebebasan yang tidak mutlak, dengan bimbingan yang penuh pengertian antara anak dan orang tua, memberi penjelasan secara rasional dan objektif jika keinginan dan pendapat anak tidak sesuai. Dalam pola asuh ini, anak akan mempunyai rasa tanggung jawab, dapat bertindak sesuai aturan yang berlaku atau diterapkan.

Dariyo (dalam Adawiah, 2017) mengatakan bahwa pola asuh demokratis ini, di samping memiliki sisi positif dari anak, terdapat juga sisi negatifnya, di mana anak cenderung merongrong kewibawaan otoritas orang tua, karena segala sesuatu itu harus dipertimbangkan oleh anak kepada orang tua. Kemudian Baumrind (dalam Ramadona et al., 2020) pola pengasuhan seperti ini hangat, terlibat, menunjukkan dukungan dan rasa senang terhadap tingkah laku anak yang konstruktif, mempertimbangkan keinginan anak dan mendengarkan pendapat anak, memberikan berbagai alternatif pilihan,

(20)

12

berkomunikasi dengan mereka secara jelas, menunjukkan rasa tidak senang terhadap tingkah laku yang buruk.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang tidak menekan anak dengan keinginan orang tua. Anak akan berkembang sesuai kemampuannya. Anak juga diberi kebebasan untuk berpendapat maupun melakukan kegiatan yang ia inginkan dalam hal positif, tetapi juga ada batasan-batasan yang diterapkan oleh orang tua dan adanya pengawasan secara penuh. Dalam pola asuh ini anak juga diajarkan untuk mandiri dan disiplin dengan peraturan yang diterapkan oleh orang tua. Pola asuh ini sangat cocok untuk diterapkan oleh orang tua.

3. Pola asuh permissif

Baumrind (dalam Ramadona et al., 2020) menyatakan bahwa pola pengasuhan ini memiliki kehangatan yang cukup, mendukung pengekspresian secara bebas terhadap keinginan anak, tidak mengomunikasikan peraturan secara jelas dan tidak memaksa mereka untuk mematuhinya membiarkan ataupun menerima perilaku buruk anak, memiliki kedisiplinan yang tidak konsisten, tingkah laku yang mandiri, tidak menuntut ataupun mengendalikan. Pola asuh ini memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya Septriani, 2012:170-171 (dalam S. Rahayu & Dini, 2015). Dalam pola asuh ini orang tua terlalu membebaskan anak untuk melakukan kegiatan yang anak inginkan dengan melakukan pengawasan, tetapi tidak melakukan pengawasan secara penuh. Hal ini, mengakibatkan anak cenderung tidak dapat mengendalikan diri di lingkungan maupun dalam bersosialisasi.

Pola asuh permissif ini menjadikan anak manja, karena apa yang ia inginkan selalu terpenuhi. McMahon et al., (dalam Maliki, 2017) pola asuh permisif cenderung mengabaikan anak, tidak konsisten dalam menerapkan aturan, memberikan perlindungan dan kasih sayang yang berlebihan. Ayu (dalam Maliki, 2017) pola asuh permisif menghasilkan karakteristik anak yang manja, ingin menang sendiri, kurang percaya diri, salah bergaul, dan kurang kontrol diri.

(21)

13

Lerner & Hultsch (dalam Maliki, 2017) pola asuh permisif (permissive parenting), gaya pengasuhan ini dibagi menjadi dua jenis. Pertama, pengasuhan permissive-indulgent yaitu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak tapi menetapkan batas atau kendali pada anak. Pengasuhan ini diasosiasikan dengan kurangnya pengendalian anak, karena orang tua permissive-indulgent cenderung membiarkan anak melakukan semua yang diinginkan sehingga anak tidak belajar mengendalikan perilakunya sendiri, mendominasi, tidak menaati aturan, kesulitan bergaul dengan teman sebaya, dan anak selalu berharap semua kemauannya dituruti. Kedua, pengasuhan permissive-indiferent yaitu suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak yang dibesarkan dengan pengasuhan permissive-indif erent cenderung kurang percaya diri, pengendalian diri buruk, tidak memiliki kemampuan sosial, tidak mandiri, tidak dewasa, kemungkinan terasing dari keluarga, dan rasa harga diri rendah.

Gunarsa, 2002 (Adawiah, 2017) mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh permissif memberikan kekuasaan penuh pada anak, tanpa dituntut kewajiban dan tanggung jawab, kurang kontrol terhadap perilaku anak dan hanya berperan sebagai pemberi fasilitas, serta kurang berkomunikasi dengan anak. dalam pola asuh ini, perkembangan kepribadian anak menjadi tidak terarah. dan mudah mengalami kesulitan. Gunarsa, 2010:54 (dalam Susanti, 2017) menjelaskan pola asuh merupakan perlakuan orangtua dalam interaksi yang meliputi orangtua menunjukkan kekuasaan dan cara orangtua memperhatikan keinginan anak. Sementara itu, Prasetya (dalam Adawiah, 2017) menjelaskan bahwa pola asuh permissif atau biasa disebut pola asuh penelantar yaitu di mana orang tua lebih memprioritaskan kepentingannya sendiri, perkembangan kepribadian anak terabaikan, dan orang tua tidak mengetahui apa dan bagaimana kegiatan anak sehari-harinya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh permissif merupakan pola asuh dimana anak diberi kebebasan tanpa orang tua melakukan pengawasan secara penuh. Anak dibiarkan untuk melakukan kegiatan yang ia inginkan dan selalu menuruti keinginan anak. Hal ini akan

(22)

14

berdampak anak menjadi manja, tidak disiplin, tidak mandiri, sulit mengendalikan diri dan sulit untuk berkomunikasi dengan masyarakat ataupun teman sebaya. Pola asuh ini kurang cocok untuk diterapkan kepada anak. 4. Pola asuh penelantaran

Baumrind (dalam Ramadona et al., 2020) menyatakan bahwa pola pengasuhan seperti ini berkonsentrasi pada diri sendiri, secara umum tidak responsive, berusaha memuaskan diri sendiri dan tidak memedulikan kebutuhan anak, gagal untuk memonitor kegiatan anak, hubungan dengan anak cenderung depresif, penuh kecemasan, dan butuh akan kedekatan emosi akibat dari perceraian.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh penelantaran ini, dimana orang tua tidak terlibat dalam kehidupan anak karena orang tua lebih mementingkan urusan pribadinya daripada anak. Dalam pola asuh ini, anak dibiarkan untuk melakukan kegiatan yang ia inginkan, tanpa pengawasan kepada anak. Hal ini akan menjadikan anak yang mempunyai kepribadian yang tidak baik karena kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua. Pola asuh ini sangat tidak cocok untuk diterapkan kepada anak.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua

Adawiah (2017) mengemukakan ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua, antara lain:

1. Kepribadian orang tua

2. Keyakinan yang dimiliki orang tua

3. Persamaan dengan pola asuh yang diterima oleh orang tua

Sementara itu, Berns (2004) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh yaitu:

1. Ideologi politik 2. Budaya

3. Status sosial ekonomi 4. Etnisitas/Agama 5. Dinamika keluarga

(23)

15

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua sebagai berikut :

1. Kepribadian orang tua yaitu kesabaran, kematangan, kemampuan, pengetahuan, sikap dan energi akan sangat berpengaruh pada tuntunan orang tua dalam mendidik dan mengasuh anak

2. Keyakinan/politik orang tua dalam mengasuh anak harus yakin bisa dan berhasil dalam mendidik dan mengasuh anak

3. Persamaan dengan pola asuh yang diterima orang tua, dalam faktor ini orang tua akan menerapkan pola asuh yang sama kepada anaknya jika sudah pernah berhasil dalam menerapkan pola asuh tersebut

4. Budaya sekitar

5. Status ekonomi orang tua yang sedang berlangsung 6. Agama

2.2 Kedisiplinan

2.2.1 Pengertian Kedisiplinan

Disiplin merupakan suatu proses bimbingan untuk menanamkan kebiasaan yang baik. Hal ini sependapat dengan Mini, 2011:7 (dalam Putra et al., 2020) menyatakan bahwa disiplin adalah proses bimbingan yang bertujuan menanamkan pola perilaku tertentu, kebiasaan-kebiasaan tertentu atau membentuk manusia dengan ciri-ciri tertentu. Disiplin dipengaruhi oleh kesadaran diri, pengikutan, dan ketaatan terhadap peraturan, alat pendidikan yang mempengaruhi perubahan perilaku, serta hukuman sebagai penyadaran, Tu’u, 2004 : 48 (dalam Andrian, 2017). Jika anak tersebut mampu mengatur waktu atau disiplin waktu dalam kesehariannya.Terutama waktu untuk belajar, maka anak tersebut dapat mencapai keberhasilan belajar. Sependapat dengan Tu’u, 2004 (dalam T. Kedisiplinan &Siswa, 2015), bahwa dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri, siswa dapat berhasil dalam belajarnya. Kemudian, Disiplin akan membantu siswa mengembangkan kontrol diri Rahmat, Sepriadi, & Daliana, 2017: 230 (dalam Pamela et al., 2020).

(24)

16

Kedisiplinan merupakan perilaku yang timbul dari dalam diri sendiri untuk mengendalikan diri dalam menaati suatu peraturan. Sependapat dengan Rachman (dalam Asrah et al., 2016) menyatakan bahwa disiplin sebagai upaya mengendalikan diri dan sikap mental individu atau masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dalam hatinya. Selain itu juga, Atheva, 2007: 55 (dalam Putra et al., 2020) mengemukakan disiplin adalah sikap atau tingkah laku siswa yang taat peraturan yang ada di sekolah dalam menjalankan kewajibannya dengan penuh kesadaran. Kemudian, Salam & Anggraini (2018: 128-129) kedisiplinan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan dalam membangun pengendalian diri siswa. Sulistyowati, 2012:30 (dalam Maliki, 2017) menyatakan bahwa disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Beberapa sikap disiplin yang dapat diterapkan pada anak yaitu disiplin dalam makan, disiplin melaksanakan sholat tepat waktu, disiplin istirahat, disiplin bangun tidur, dan disiplin menyebrang jalan melalui zebra cross Marijan, 2012:74 (dalam Maliki, 2017). Keluarga unit pertama yang berperan untuk mengajarkan kedisiplinan. Disiplin akan terwujud dengan cara melatih anak sejak dini atau sejak usia muda, dengan mengingatkan jadwal ataupun peraturan yang sudah ditentukan oleh orang tua. Dengan begitu anak akan terbiasa disiplin.

Wyckoff yang dikutip oleh Suryadi tahun 2007:75 (dalam Bimbingan et al., 2016) mengemukakan disiplin adalah sebagai proses belajar mengajar yang mengarah kepada ketertiban dan pengendalian diri. Kamus Bahasa Indonesia, 2007:286 (dalam Bimbingan et al., 2016) menyatakan disiplin sebagai berikut:

1. Tata tertib (di sekolah, di kantor, kemiliteran, dan sebagainya) 2. Ketaatan (kepatuhan) pada peraturan tata tertib

3. Bidang studi yang memiliki objek dan sistem tertentu

Sementara itu, Tulus Tu’u, 2004:17 (dalam Asrah et al., 2016) menyatakan bahwa disiplin hakikatnya adalah pernyataan sikap mental individu maupun masyarakat

(25)

17

yang mencerminkan rasa ketaatan, kepatuhan yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan. Kemudian, Martsiswati & Suryono, 2014 (dalam Filisyamala & Ramli, 2016) menjelaskan bahwa disiplin merupakan suatu ketaatan terhadap peraturan yang telah disepakati bersama, sehingga disiplin perlu untuk diajarkan sedini mungkin kepada siswa agar dapat berperilaku sesuai dengan aturan yang berlaku di masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa disiplin merupakan perilaku yang harus ditanamkan pada setiap individu dalam manati peraturan atau menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik tanpa adanya paksaan dari siapapun dan dimanapun berada.

2.2.2 Jenis-Jenis Kedisiplinan

Adapun jenis-jenis kedisiplinan yang dikemukakan oleh Bimbingan et al., 2016 yaitu sebagai berikut :

1. Disiplin diri

Disiplin diri (disiplin pribadi atau swadisiplin), yaitu apabila peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan itu hanya berlaku bagi diri seseorang.Misalnya, disiplin belajar, disiplin bekerja, disiplin beribadah

2. Disiplin sosial

Disiplin sosial adalah apabila ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan itu harus dipatuhi oleh orang banyak atau masarakat.Misalnya, disiplin lalu lintas, dan disiplin menghadiri rapat 3. Disiplin nasional

Disiplin nasional adalah apabila peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan itu merupakan tata laku bangsa atau norma kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus dipatuhi oleh seluruh rakyat. Misalnya, disiplin membayar pajak dan disiplin mengikuti upacara bendera (asy mas’udi, pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (Yogyakarta : PT Tiga Serangkai, 2000:88-89)

(26)

18

2.2.3 Tujuan Kedisiplinan

Hurlock, Ilahi Takdir, 2013:135 (dalam Ridowati & Widodo, 2015) disiplin mencakup tiga hal, yaitu peraturan, hukuman, dan hadiah. Tujuan dari disiplin adalah memberitahukan kepada anak mana yang baik dan mana yang buruk dan mendorongnya untuk berperilaku sesuai dengan standar yang ada. Sementara itu, Maman Rachman, 2004:35 (dalam Bimbingan et al., 2016) menyatakan tujuan dari kedisiplinan yaitu sebagai berikut:

1. Memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang 2. Mendorong siswa melakukan yang baik dan benar

3. Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi melakukan hal-hal yang dilarang oleh sekolah

4. Siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungannya

5. Kedisiplinan diterapkan tanpa menunjukkan kelemahan, tanpa menunjukkan amarah dan kebencian, kalau perlu dengan kelembutan agar para pelanggar kedisiplinan menyadari bahwa disiplin itu diterapkan demi kebaikan dan kemajuan dirinya

6. Kedisiplinan mesti diterapkan secara tegas, adil dan konsisten

2.2.4 Ciri-Ciri Kedisiplinan

Adapun ciri-ciri perilaku disiplin yang dikemukakan oleh Dimyati, 2009 (Hasanah et al., 2015) sebagai berikut :

1. Berkemampuan mengamati suatu realitas secara efisien, apa adanya, dan terbatas dari sebjektivitas

2. Dapat menerima diri sendiri dan orang lain secara wajar 3. Berperilaku spontan, sederhana, dan wajar

4. Terpusat pada masalah atau tugasnya

5. Memiliki kebutuhan privasi atau kemandirian yang tinggi 6. Memiliki kebebasan dan kemandirian yang tinggi

(27)

19

7. Memiliki kebebasan dan kemandirian terhadap lingkungan dan kebudayaannya

8. Dapat menghargai dengan rasa hormat dn penuh gairah

9. Dapat mengalami pengalaman puncak, terwujud dalam kreativitas, penemuan, kegiatan intelektual atau kegiatan persahabatan

10. Memiliki rasa keterikatan, solidaritas kemanusiaan yang tinggi 11. Dapat menjalin hubungan pribadi yang wajar

12. Memiliki watak terbuka dan bebas prasangka 13. Memiliki standar kesusilaan tinggi

14. Memilik rasa humor

15. Memiliki kreativitas dalam bidang kehidupan 16. Memiliki otonomi tinggi

Atheva (dalam Han & Goleman, Daniel; boyatzis, Richard Mckee, 2019) orang yang disiplin memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Selalu menaati peraturan atau tata tertib yang ada

2. Selalu melaksanakan tugas dan kewajiban yang diterimanya dengan tepat waktu

3. Kehidupannya tertib dan teratur

4. Tidak mengulur-ulur waku dan menunda pekerjaan.

2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan

Ekosiswoyo dan Rachman, 2000:100-105 (dalam Bimbingan et al., 2016) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinanada beberapa yaitu sebagai berikut:

1. Tipe kepemimpinan guru atau sekolah yang otoriter yang senantiasa mendiktekan kehendaknya tanpa memperhatikan kedaulatan siswa 2. Guru yang membiarkan siswa berbuat salah, lebih mementingkan

pelajaran dari pada siswanya

3. Lingkungan sekolah seperti: harihari pertama dan hari-hari akhir sekolah (akan libur atau sesudah libur), pergantian pelajaran, pergantian guru, jadwal yang kaku atau jadwal aktivitas sekolah yang kurang cermat, suasana yang gaduh, dll

(28)

20

Kemudian, Tu’u (2004: 49-50), menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan, sebagai berikut :

1. Teladan

Perbuatan dan tindakan kerap kali besar pengarunya dibandingkan dengan katakata, jadi keteladanan sangat penting bagi perilaku disiplin siswa.Dalam disiplin di sekolah, semua insan yang ada di dalamnya mengembangkan kepengikutan dan ketaatan yang lahir dari kesadaran dirinya sehingga terbentuk jiwa displin yang dapat menjadi contoh 2. Lingkungan berdisiplin

Seseorang dapat juga dipengaruhi oleh lingkungan, bila berada di lingkungan berdisiplin, seseorang dapat terbawa oleh lingkungan tersebut. Peraturan-peraturan yang ditaati dan dipatuhi adalah yang berlaku dalam lingkungan tersebut, dengan tujuan menciptakan lingkungan kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan

3. Latihan disiplin

Disiplin dapat dicapai dan dibentuk melalui proses latihan dan kebiasaan dalam mengikuti, menaati dan mematuhi peraturan yang berlaku

Unaradjan (2003: 27-32), menyebutkan ada dua faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan, sebagai berikut :

1. Faktor-faktor eksternal, yang dimaksud dalam hal ini adalah unsur-unsur yang berasal dari luar pribadi yang dibina. Faktor-faktor tersebut yaitu:

a. Keadaan keluarga. Keluarga sebagai tempat pertama dan utama dalam pembinaan pribadi dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Keluarga memengaruhi dan menentukan perkembangan pribadi seseorang di kemudian hari. Keluarga dapat menjadi faktor pendukung atau penghambat usaha pembinaan perilaku disiplin

b. Keadaan lingkungan sekolah. Pembinaan dan pendidikan disiplin di sekolah ditentukan oleh keadaan sekolah

(29)

21

tersebut. Keadaan sekolah dalam hal ini adalah ada tidaknya sarana-sarana yang diperlukan bagi kelancaran proses belajar mengajar di tempat tersebut dan termasuk dalam sarana tersebut antara lain seperti gedung sekolah dengan segala perlengkapannya, pendidikan atau pengajaran serta sarana-sarana pendidikan lainnya

c. Keadaan lingkungan masyarakat. Masyarakat sebagai suatu lingkungan yang lebih luas dari pada keluarga dan sekolah, yang juga turut menentukan berhasil tidaknya pembinaan dan pendidikan disiplin diri. Suatu keadaan tertentu dalam masyarakat dapat menghambat atau memerlancar terbentuknya kualitas hidup tersebut

2. Faktor-faktor internal, yaitu unsur-unsur yang berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini, keadaan fisik dan psikis pribadi tersebut memengaruhi unsur pembentukan disiplin dalam diri individu.

a. Keadaan fisik. Individu yang sehat secara fisik atau biologis akan dapat menunaikan tugas-tugas yang ada dengan baik. Dengan penuh vitalis dan ketenangan, ia mampu mengatur waktu untuk mengikuti berbagai cara atau aktifitas secara seimbang dan lancar. Dalam situasi semacam ini, kesadaran pribadi yang bersangkutan tidak akan terganggu sehingga ia akan menaati norma-norma atau peraturan yang ada secara bertanggung jawab

b. Keadaan psikis. Keadaan fisik seseorang memunyai kaitan erat dengan keadaan batin atau psikis seseorang tersebut, karena hanya orang-orang yang normal secara psikis atau mental yang dapat menghayati norma-norma yang ada dalam masyarakat dan keluarga. Di samping itu, terdapat beberapa sifat atau sikap yang menjadi penghalang usaha pembentukan perilaku disiplin dalam diri individu. Seperti

(30)

22

sifat perfeksionisme, perasaan sedih, perasaan rendah diri atau inferior

2.2.6 Fungsi Kedisiplinan

Tu’u (2004 : 38-44), mengemukakan beberapa fungsi kedisiplinan yaitu sebagai berikut :

1. Menata kehidupan bersama (disiplin berguna untuk menyadarkan seseorang bahwa dirinya perlu menghargai orang lain dengan cara menaati dan mematuhi peraturan yang berlaku, sehingga tidak akan merugikan pihak lain dan hubungan dengan sesama menjadi baik dan lancar)

2. Membangun kepribadian (lingkungan yang berdisiplin baik, sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang. Apalagi seorang siswa yang sedang tumbuh kepribadiannya, tentu lingkunan sekolah yang tertib, teratur, tenang, tentram, sangat berperan dalam membangun kepribadian yang baik)

3. Melatih kepribadian (Sikap, perilaku dan pola kehidupan yang baik dan berdisiplin tidak terentuk serta merta dalam wktu singkat. Namun, terbentuk melalui satu proses yang membutuhkan waktu panjang. Salah satu proses untuk membentuk kepribadian tersebut dilakukan melalui latihan)

4. Menciptakan lingkungan yang kondusif (tanpa ketertiban, suasana kondusif bagi pembelajaran akan terganggu dan prestasi akan ikut terganggu)

5. Hukuman (Tata tertib biasanya berisi hal-hal positif yang harus dilakukan oleh siswa. Sisis lainnya berisi sanksi atau hukuman bagi yang melanggar tata tertib tersebut. Ancaman sanksi/hukuman siswa untuk menaati dan mematuhinya. Tanpa ancaman hukuman/sanksi, dorongan ketaatan dan kepatuhan dapat diperlemah. Motivasi untuk hidup mengikuti aturan yang berlaku menjadi lemah)

6. Menciptakan lingkungan yang kondusif (Disiplin sekolah berfungsi mendukung terlaksananya proses dan kegiatan pendidikan agar berjalan

(31)

23

lancar dan memberi pengaruh bagi terciptanya sekolah sebagai lingkungan pendidikan yang kondusif bagi kegiatan pembelajaran)

Kedisiplinan et al., (2020) mengemukakan terdapat fungsi dari disiplin, antara lain:

1. Fungsi yang bermanfaat

a. Untuk mengajarkan bahwa perilaku yang tidak disiplin akan mendapatkan sanksi atau hukuman sedangankan perilaku disiplin akan mendapatkan pujian

b. Untuk mengajar siswa bahwa sikap displin adalah sikap yang wajar dalam menyesuaikan diri pada lingkungan sekitar

c. Untuk membantu siswa mengendalikan diri dan pengarahan diri pada siswa

2. Fungsi yang tidak bermanfaat

a. Untuk membuat siswa takut agar tidak melanggar peraturan

b. Sebagai pelampiasan cara seseorang yang mendisiplin siswa

2.2.7 Aspek-Aspek Kedisiplinan

Prijodarminto, 2004:31 (dalam Bimbingan et al., 2016) mengemukakan ada tiga aspek-aspek kedisiplinan, yaitu sebagai berikut :

1. Sikap mental (mental attitude) yang merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil atau pengembangan dari latihan, pengendalian pikiran dan pengendalian watak

2. Pemahaman yang baik mengenai sistem peraturan perilaku, norma, kriteria, dan standar yang demikian rupa, sehingga pamahaman tersebut menumbuhkan pengertian yang mendalam atau kesadaran, bahwa ketaatan akan aturan

3. Sikap kelakuan yang secara wajar menunjukkan kesungguhan hati, untuk mentaati segala hal secara cermat dan tertib

(32)

24

2.3 Kedisiplinan Belajar

2.3.1 Pengertian Kedisiplinan Belajar

Berhasil tidaknya proses belajar mengajar (pendidikan) tergantung dari kondisi dan faktor internal (dari dalam diri siswa) maupun faktor eksternal (dari luar diri siswa), di antaranya fasilitas belajar, partisipasi orang tua, kebiasaan belajar, aktivitas belajar, motivasi belajar, kedisiplinan belajar, sikap serta kemampuan dasar lainnya (Novianty, 2020). Kedisiplinan belajar merupakan perilaku dan kesadaran yang harus dimiliki dan diterapkan oleh seorang anak ataupun siswa dalam kehidupan sehari-hari yang bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan belajar. Disiplin belajar akan berdampak positif bagi kehidupan siswa, mendorong mereka belajar konkret dalam praktik hidup di sekolah serta beradaptasi Tu’u, 2004 (dalam Liminanto, 2019). Jika bedisiplin belajar maka akan berdampak positif bagi masa depan. Disiplin dapat tumbuh melalui pendidikan dan penanaman kebiasaan sejak dalam lingkungan keluarga.

Disiplin belajar merupakan kesadaran untuk melakukan sesuatu pekerjaan dengan tertib dan teratur sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku dengan penuh tanggung jawab tanpa paksaan dari siapapun” (Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, M.Sobry (2010 :14). Prijodarminto yang dikutip oleh Tu’u (2004: 31) mengemukakan bahwa disiplin belajar adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses belajar siswa dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban. Kemudian, Agustin, Gunanto, & Listiani, 2017 (dalam Purwaningsih, 2020) menyatakan bahwa disiplin belajar adalah ketaatan seseorang secara sadar dalam menjalani proses belajar untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku. Kedisiplinan Singgih dan Pardiman, 2012: 81 (dalam Supardi, 2015) menyatakan bahwa disiplin belajar adalah pengendalian diri siswa terhadap bentuk-bentuk aturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang telah diterapkan oleh siswa yang bersangkutan maupun berasal dari luar serta bentuk kesadaran akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelajar. Rusyan, 2003: 74 (dalam Sukmanasa & Sukmanasa, 2016) disiplin belajar merupakan penunjang terhadap keberhasilan belajar siswa. Disiplin mengarahkan kegiatan secara teratur, tertib, dan rapi sebab

(33)

25

keteraturan ikut menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan belajar. Selain itu, disiplin belajar merupakan ketaatan dan kepatuhan terhadap peraturan tertulis maupun tidak tertulis dalam proses perubahan tingkah laku yang menetap akibat dari praktik yang berupa pengalaman mengamati, membaca, menirukan, mencoba sesuatu, mendengarkan, serta mengikuti arahan Refariza et al., 2020 (dalam Sendayu & Kusuma, 2020). Disiplin belajar adalah ketaatan dan kepatuhan terhadap peraturan tertulis maupun tidak tertulis dalam proses perubahan perilaku yang menetap akibat praktik yang berupa pengalaman mengamati, membaca, menirukan, mencoba sesuatu, mendengarkan serta mengituti arahan Sugiarto, 2019:234 (dalam Ristiana &Pratiwi, 2020). Kemudian, Gunarsa, 2017:2 (dalam Belajar, C., Didik, P., 2020) mengemukakan bahwa disiplin belajar merupakan ketaatan dan kepatuhan terhadap peraturan tertulis maupun yang tidak tertulis dalam proses perubahan tingkah laku yang menetap akibat dari praktik yang berupa pengalaman mengamati, membaca, menirukan, mencoba sesuatu, mendengarkan, serta mengikuti arahan.

Nurhayati, 2010:85 (dalam Sukmanasa & Sukmanasa, 2016) berpendapat bahwa disiplin belajar dengan pendekatan pengubahan perilaku yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah bagaimana mengubah perilaku siswa yang tidak disiplin di kelas menjadi disiplin di kelas. Dalam disiplin belajar ini, anak dilatih cara menggunakan waktu belajar untuk mengembangkan diri. Kedisiplinan belajar sangatlah penting untuk siswa agar bisa meningkatkan prestasi belajar (Imron, 2011:172). Kedisiplinan belajar sangatlah penting dilakukan, karena dengan menerapkan disiplin belajar akan sangat berpengaruh dalam keberhasilan belajar. Singgih dan Pardiman, 2012: 81(dalam Supardi, 2015) disiplin belajar adalah pengendalian diri siswa terhadap bentuk-bentuk aturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang telah diterapkan oleh siswa yang bersangkutan maupun berasal dari luar serta bentuk kesadaran akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelajar.Selain itu, (Agustin Gunanto, & Listiani (2017) mengemukakan bahwa disiplin belajar adalah ketaatan seseorang secara sadar dalam menjalani proses belajar untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku. Rusdial dan Elizer, 2005 (Hasanah et al., 2015) menyatakan bahwa “disiplin belajar dapat

(34)

26

dikatakan sebagai alat pendidikan bagi anak, sebab dengan disiplin anak dapat membentuk sikap teratur dan menaati norma aturan yang ada.” Sikap disiplin jika diterapkan secara baik dari sejak dini maka akan sangat berpengaruh pada anak ketika menaati peraturan-peraturan yang ada. Selain itu, Kedisiplinan belajar bisa juga diartikan sebagai suatu sikap yang patuh dan taat pada suatu peraturan yang berlaku selama mengikuti kegiatan dalam proses belajar mengajar (Oktaviane & Madiun, 2020). Kemudian, Asrah et al., 2016) mengemukakan bahwa disiplin belajar adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

Berdasarkan pendapat menurut para ahli, dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan belajar merupakan sikap, perilaku kesadaran untuk mentaati, mematuhi peraturan ataupun jadwal dalam kegiatan belajar tanpa adanya paksaan dan dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Disiplin belajar juga sangat berguna dalam kegiatan pembelajaran, dengan berdisiplin belajar akan berdampak pada keberhasilan belajar maupun tercapainya tujuan belajar.

2.3.2 Tujuan Kedisiplinan Belajar

Tujuan disiplin belajar secara umum adalah menolong anak belajar hidup sebagai makhluk sosial, dan untuk mencapai pertumbuhan serta perkembangan mereka yang optimal (Asrah et al., 2016). Rusyandi (1997 : 9-10) mengemukakan sepuluh tujuan disiplin dalam pembelajaran, sebagai berikut :

1. Dengan disiplin semua kegiatan dalam proses pembelajaran dapat terarah, tertib, teratur sehingga tujuan yang diharapkan mudah untuk dicapai

2. Dengan disiplin kreatifitas guru, siswa dan tenaga kependidikan lainnya dapat terpusat kesatu arah tujuan yang tepat

3. Proses pembelajaran disiplin dapat menjadikan guru, siswa dan tenaga kependidikan lainnya bekerka dinamis dan inovatif, sehingga semua hal yang dilalkukan dapat menghasilkan sesuatu yang berguna

(35)

27

4. Dengan disiplin proses pembelajaran akan meningkat kualitasnya, karena akan lebih peka terhadap pengaruh luar sehingga tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang sifatnya negatif

5. Dengan disiplin semua kegiatan dalam proses pembelajaran bisa dilaksanakan secara efektif dan efisien

6. Dengan disiplin, proses pembelajaran yang sedang berlangsung dapat memberikan suasana yang menyenangkan dan merangsang aktifitas guru, siswa dan tenaga kependidikan lainnya

7. Proses pembelajaran yang berdisiplin tinggi, dapat mengoptimalkan hasil belajar

8. Kebersamaan disiplin yang kompak dari semua pihak tenaga kependidikan akan menghasilkan suatu pencapaian tujuan yang optimal dalam waktu singkat

9. Pelaksanaan prestasi, disiplin dan loyalitas dan tidak tercela merupakan manifestasi disiplin nasional

10. Suasana dan situasi pembelajaran yang berdisplin mudah mengarahkan kepada siswa orientasi tujuan

2.3.3 Faktor-Faktor Kedisiplinan Belajar

Sukaji, 1998 (dalam Hasanah et al., 2015), menyebutkan tiga faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan belajar yaitu sebagai berikut :

1. Kecakapan cara belajar yang baik 2. Keteraturan

3. Sadar dan tanggung jawab

2.3.4 Indikator Kedisiplinan Belajar

Adapun indikator kedisiplinan belajar yang dikemukakan oleh Hurlock (dalam Asrah et al., 2016), yaitu sebagai berikut :

1. Mempunyai rencana atau jadwal belajar

2. Belajar dalam tempat dan suasana yang mendukung 3. Ketaatan dan keteraturan dalam belajar

(36)

28

Sementara itu, Syafrudin (dalam Juliandi, 2014) mengemukakan ada empat indikator kedisiplinan belajar yaitu sebagai berikut :

1. Ketaatan terhadap waktu belajar

2. Ketaatan terhadap tugas-tugas pelajaran 3. Ketaatan terhadap penggunaan fasilitas belajar 4. Ketaatan menggunakan waktu datang dan pulang

2.4 Kedisiplinan Belajar di Rumah

2.4.1 Pengertian Kedisiplinan Belajar di Rumah

Slameto, 2003:11(Asrah et al., 2016) menyatakan bahwa disiplin belajar yang diterapkan orang tua di rumah, maka anak mudah memahami kondisi sosial dengan cara belajar memahami kebiasaan dan cara berpikir orang lain. Kedisiplinan belajar di rumah besar pengaruhnya terhadap hasil belajar anaknya serta diharapkan mampu mendorong anak belajar lebih giat sehingga prestasi belajarnya semakin tinggi Dalyono, 2005:18 (dalam Asrah et al, 2016). Kedisiplinan belajar di rumah sangatlah penting, karena dengan menerapkan kedisiplinan belajar di rumah maka orang tua juga harus mengawasi,mengingatkan anak dengan waktu belajar.

2.4.2 Tujuan Kedisiplinan Belajar di Rumah

Charles Schaefer (dalam Kartini Kartono, 2009:205) mengemukakan ada dua tujuan dari kedisiplinan belajar di rumah yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang yaitu sebagai berikut :

1. Tujuan jangka pendek

Tujuan jangka pendek disiplin adalah membuat anak-anak terlatih dan terkontrol dengan bentuk-bentuk tingkah laku yang tidak pantas atau yang masih asing bagi mereka

2. Tujuan jangka panjang

Tujuan jangka panjang disiplin di rumah adalah untuk perkembangan pengendalian diri (self control and self direction) yaitu anak-anak dapat mengarahkan diri sndiri tanpa pengaruh pengendalian dari luar.Pengendalian diri berarti menguasai tingkah laku diri sendiri dengan

(37)

29

berpedoman pada norma-norma yang jelas standar-standar dan aturan-aturan yang menjadi milik sendiri.

2.5 Pembelajaran Daring

2.5.1 Pengertian Pembelajaran Daring

Daring kepanjangan dari dalam jaringan. Maka dari itu, daring merupakan kegiatan yang terhubung dalam jaringan komputer, internet dan lain-lain. Pembelajaran daring sendiri berarti kegiatan belajar yang menggunakan jaringan computer ataupun internet.

Riyana, 2019: 1.14 (dalam Putria et al., 2020) pembelajaran daring lebih menekankan pada ketelitian dan kejelian peserta didik dalam menerima dan mengolah informasi yang disajikan secara online. Moore, Dickson-Deane, & Galyen, 2011 (dalam Sadikin et al., 2020) mengemukakan bahwa pembelajaran daring merupakan pembelajaran yang menggunakan jaringan internet dengan aksesibilitas, konektivitas, fleksibilitas, dan kemampuan untuk memunculkan berbagai jenis interaksi pembelajaran. Moore et al (dalam Firman dan Sari, 2020) menyebutkan bahwa pembelajaran online merupakan suatu kegiatan belajar yang membutuhkan jaringan internet dengan konektivitas, aksesibilitas, fleksibilitas, serta kemampuan untuk memunculkan berbagai jenis interaksi pembelajaran.

Sementara itu, Mustofa et al, 2019 (dalam Fitriyani et al., 2020) bahwa Pembelajaran daring merupakan sistem pendidikan jarak jauh dengan sekumpulan metoda pengajaran dimana terdapat aktivitas pengajaran yang dilaksanakan secara terpisah dari aktivitas belajar. Sedangkan Herliandry et al, 2020 (dalam Mahitsa et al., 2020) pembelajaran online didefinisikan sebagai pengalaman transfer pengetahuan menggunakan video, audio, gambar, komunikasi teks, perangkat lunak. Wikipedia Pembelajaran elektronik (e-learning)atau pembelajaran daring (online) merupakan bagian dari pendidikan jarak jauh yang secara khusus menggabungkan teknologi elektronika dan teknologi berbasis internet. Selain itu, Ivanova dkk, 2020 (dalam Indonesia, G.P. & Pratama, R.E.) menyatakan bahwa pembelajaran daring artinya adalah pembelajaran yang dilakukan secara online, menggunakan aplikasi pembelajaran maupun jejaring sosial. Pembelajaran daring merupakan pembelajaran yang dilakukan menggunakan internet sebagai tempat

(38)

30

menyampaikan informasi dengan bentuk pembelajaran seperti yang dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun tanpa terikat waktu dan tanpa harus bertatap muka dengan berbagai aplikasi dan fitur yang semakin memudahkan pengguna (Syarifudin, 2020 (dalam Pendidikan, J. T., Ningsih, S., 2020).

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran daring merupakan suatu kegiatan belajar yang menggunakan jaringan komputer ataupun internet, yang melalui berbagai media sosial untuk interaksi dalam suatu pembelajaran.

2.5.2 Ciri-Ciri Pembelajaran Daring

Sanjaya (2012:207) mengemukakan bahwa pembelajaran daring memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Pembelajaran Online siswa tidak lagi memerlukan tempat dan waktu untuk belajar tetapi bisa belajar di mana saja dan kapan saja

b. Dalam Pembelajaran siswa tidak lagi hanya memiliki akses pada buku teks dan sumber-sumber belajar tercetak lainnya, namun kepada sumber-sumber informasi yang bersifat digital, yang dapat diakses melalui dunia maya

c. Karena komputer memiliki kemampuan untuk mengirimkan informasi di berbagai media (cetak, video, rekaman suara) komputer telah menjadi perpustakaan tanpa batas

d. Pembelajaran online memungkinkan pendidik terpisah secara geografis dari peserta didik mereka dan peserta didik dapat belajar dengan peserta didik lain di ruangan kelas digital

2.5.3 Peran Orang Tua dalam Pembelajaran Jarak Jauh

Winingsih, 2020 menyatakan terdapat empat peran orang tua dalam pembelajaran jarak jauh yaitu sebagai berikut:

a. Orang tua memiliki peran sebagai guru di rumah, dimana orang tua dapat membimbing anaknya dalam belajar secara jarak jauh dari rumah b. Orang tua sebagai fasilitator, yaitu orang tua sebagai sarana dan

(39)

31

c. Orang tua sebagai motivator, yaitu orang tua dapat memberikan semangat serta dukungan kepada anaknya dalam melaksanakan pembelajaran, sehingga anak memiliki semangat untuk belajar, serta memperoleh prestasi yang baik

d. Orang tua sebagai pengaruh atau director

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran daring atau pembelajaran jarak jauh merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan jarak jauh dan menggunakan jaringan komputer ataupun internet yang dilakukan oleh pendidik dan siswa, dimana dalam mengikuti kegiatan pembelajaran daring memerlukan perhatian dan dukungan dari orang tua.

2.5.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Daring 2.5.4.1 Faktor-Faktor yang Mendukung Pembelajaran Daring

Covid-, 2020 menyatakan terdapat faktor-faktor yang mendukung dalam pembelajaran daring yaitu, sebagai berikut:

1. Tersedianya perangkat handphone bagi sebagian besar wali murid berikut pemahaman tata cara penggunaannya

2. Mudahnya berkomunikasi dengan orang tua tentang kegiatan belajar siswa di rumah dengan memanfaatkan group WhatsApp

3. Guru lebih memiliki kedekatan atau hubungan baik dengan wali murid yang bersifat profesional kerja

4. Guru dapat lebih memahami tingkat kepedulian orang tua terhadap anaknya dalam hal belajar

2.5.4.2 Faktor-faktor yang Menghambat Pembelajaran Daring

Covid-, 2020 menyatakan terdapat faktor-faktor yang menghambat pembelajaran daring yaitu, sebagai berikut:

1. Kuota internet pada beberapa wali murid terbatas, hal itu dikarenakan kuota internet yang dibeli hanya sedikit, mereka (wali murid) memprioritaskan untuk medsos (media sosial)

(40)

32

2. Jaringan yang tidak stabil, seperti yang kita ketahui bahwa wilayah Ngenep merupakan daerah pedesaan sehingga kekuatan sinyal kurang kuat pada beberapa provider telekomunikasi tertentu

3. Kapasitas penyimpanan pada handphone beberapa wali murid berkapasitas kecil sehingga penggunaan aplikasi Zoom tidak berfungsi secara efektif

4. Waktu pembelajaran siswa bersamaan dengan waktu orang tua bekerja 5. Keterlambatan mengirimkan naskah tugas siswa

6. Perilaku siswa yang cenderung malas belajar ketika di rumah

7. Orang tua cenderung lebih berperan dalam pengajaran sedangkan guru cenderung sebagai fasilitator

8. Terdapat kesulitan untuk memastikan siapa yang mengerjakan tugas siswa di rumah

2.5.5 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Daring 2.5.5.1 Kelebihan Pembelajaran Daring

Kelebihan dalam pembelajaran daring yaitu tidak memakan waktu banyak, Indonesia akan lebih maju karena pembelajaran sudah menggunakan teknologi Kompasiana .com, 2020 (dalam Rahayu et al., 2020). Sari, 2015: 27-28 (dalam Putria et al.,2020) kelebihan dari pembelajaran daring adalah membangun suasana belajar baru, pembelajaran daring akan membawa suasana yang baru bagi peserta didik, yang biasanya belajar di kelas. Muhamad Januaripin (2020) menyatakan bahwa terdapat kelebihan dari pembelajaran online, yaitu sebagai berikut:

a. Beragamnya media. Situs internet bisa memuat bermacam-macam media termasuk teks, audio, grafis, animasi, video dan software yang bisa diunduh

b. Informasi terkini. Internet sebagai perpustakaan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengakses berbagai informasi terkini di belahan dunia secara real time

c. Navigasi. Keuntungan internet adalah kemampuan untuk berpindah dengan mudah di dalam dan di antara dokumen

Gambar

Tabel 2.1 Perbedaan kajian utama dan relevansi  No  Nama
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Gambar 3.1 Tahap Analisis Data

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan evaluasi perhitungan manual yang dapat diketahui daya dukung ijin aksial pondasi tiang beton didapat sebesar perhitungan manual yang dapat diketahui daya dukung ijin

kembali ke bentuk semula ( irreversible). Hasil pertumbuhan 19 genotipe gandum menunjuk- kan perbedaan pada beberapa genotipe. Hal ini tampak jelas pada parameter umur berbunga,

Sampai tahun 2013, jumlah tenaga kependidikan untuk menunjang kegiatan administrasi akademik, administrasi keuangan dan kepegawaian serta administrasi umum pada

activity of ceria-promoted Ni catalyst supported on powder alumina (96%) was quite close to the equilibrium CO conversion (99.6%) at the same temperature (250 ° C) and CO/S molar

pada penelitian ini berdasarkan tabel 9 terdapat data yang tidak sesuai dengan teori dimana pada perilaku pencegahan kategori kurang ada 1 responden (1.3%)

Dalam pembelajaran bahasa asing ada tingkatan pembelajaran, yaitu tingkat pemula (mubtadi’), menengah (mutawassitah), lanjut (mutaqaddim), dan tentunya setiap tingkat

Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan, maka penelitian tentang optimasi parameter respon mesin cetak sistem injeksi perlu dilakukan dengan prosedur terpadu yang

Adapun gambaran perbandingan capaian dari keempat indikator untuk Sasaran Strategis Terwujudnya Layanan, Pendidikan dan Penelitian yang Unggul tersebut dengan target