PENGENDALIAN PRODUKSI PAVING BLOCK DENGAN METODE ECONOMIC PRODUCTION QUANTITY
(EPQ) DI CV. MULIA GENTENG BETON MEDAN
SKRIPSI
MUHAMMAD RIDWAN 180823023
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2021
PENGENDALIAN PRODUKSI PAVING BLOCK DENGAN METODE ECONOMIC PRODUCTION QUANTITY
(EPQ) DI CV. MULIA GENTENG BETON MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelas Sarjana Sains
MUHAMMAD RIDWAN 180823023
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2021
PERNYATAAN ORISINALITAS
PENGENDALIAN PRODUKSI PAVING BLOCK DENGAN METODE ECONOMIC PRODUCTION QUANTITY
(EPQ) DI CV. MULIA GENTENG BETON MEDAN
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, 23 Juli 2021
Muhammad Ridwan NIM. 180823023
i
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul : Pengendalian Produksi Paving Block dengan Metode Economic Production Quantity (EPQ) di CV. Mulia Genteng Beton Medan
Kategori : Skripsi
Nama : Muhammad Ridwan
Nomor Induk Mahasiswa : 180823023
Program Studi : Sarjana (S1) Ekstensi Matematika Fakultas : MIPA – Universitas Sumatera Utara
Disetujui di Medan, Juli 2021
Ketua Program Studi
Departemen Matematika FMIPA USU Pembimbing
Dr. Suyanto, M.Kom Drs. James Piter Marbun, M.Kom NIP. 19590813 198601 1 002 NIP. 19580611 198603 1 002
ii
PENGENDALIAN PRODUKSI PAVING BLOCK DENGAN METODE ECONOMIC PRODUCTION QUANTITY
(EPQ) DI CV. MULIA GENTENG BETON MEDAN
ABSTRAK
Sektor industri merupakan penyumbang terbesar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini sejalan dengan banyaknya perusahaan yang bergerak dalam bidang industri sehingga menyebabkan persaingan yang semakin ketat. Untuk dapat bersaing, perusahaan harus memperhitungkan tingkat persediaan produksi yang ada untuk memenuhi permintaan konsumen dari waktu ke waktu. Apabila terjadi kesalahan dalam menentukan jumlah produksi maka akan terjadi kelebihan maupun kekurangan persediaan produksi dan dapat mengakibatkan kerugian pada perusahaan. Hal ini juga dialami oleh CV. Mulia Genteng Beton Medan yang mengalami kelebihan persediaan produksi. Oleh karena itu, diperlukan metode untuk pengendalian persediaan. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode Economic Production Quantity (EPQ) yang dapat menentukan tingkat produksi optimal, interval waktu optimal untuk meminimumkan biaya persediaan. Dari hasil perhitungan dengan metode EPQ, tingkat optimal produksi Paving Block setiap putaran produksi adalah 562.165,51 pcs dengan interval waktu 5,47 bulan. Selisih biaya pengadaan persediaan produksi Paving Block antara perhitungan berdasarkan metode EPQ dan perhitungan berdasarkan kondisi perusahaan adalah sebesar Rp376.056.801,71 dalam satu periode, sehingga perusahaan dapat menghemat biaya persediaan sebesar 38,4 % dalam satu periode.
Kata kunci : Metode EPQ, optimal, paving block, pengendalian persediaan, persediaan, produksi
iii
PAVING BLOCK PRODUCTION CONTROL WITH ECONOMIC PRODUCTION QUANTITY METHOD (EPQ) AT
CV. MULIA GENTENG BETON MEDAN
ABSTRACT
The industrial sector is the largest contributor to Indonesia’s economic growth. It is in line with a number of companies are engaged in the field of industry causing increasingly fierce competition. To be able to compete, companies must estimate the existing of production supplies to fulfill consumer demand from time to time. If there is an error in determing the amount of production, there will be an excess or a shortage of production inventory and can make the company loss. This is also happened by CV.
Mulia Genteng Beton Medan which has overproduction. Therefore, the company needs a methods to control the production. One of the methods that can be used is Economic Production Quantity (EPQ) that can determine the optimal of production level, optimal time interval to minimize costs production. From the results of calculations using the EPQ method, the optimal level of production of Paving Block for each production cycle is 562.165,51 pcs with intervals 5,47 months. The difference in cost of procuring Paving Block production between calculation based on EPQ method and calculations based on the condition of the company is amounted to are Rp376.056.801,71 in one period, so that the company can save 38,4 % of costs production in one period.
Keywords: EPQ Method, optimal, Paving Block, production control, production Supply.
iv
PENGHARGAAN
Terimakasih hanya kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengendalian Produksi Paving Block dengan Metode Economic Production Quantity (EPQ) di CV. Mulia Genteng Beton Medan” dengan baik, guna melengkapi syarat memperoleh gelar S1 Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Sumatera Utara. Shalawat beriring salam selalu ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Kerista Sebayang, MS selaku Dekan FMIPA USU serta semua Wakil Dekan FMIPA USU.
2. Bapak Dr. Suyanto, M.Kom dan Bapak Drs. Rosman Siregar, M.Si aku Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika FMIPA USU.
3. Bapak Drs. James Piter Marbun, M.Kom selaku Dosen Pembimbing atas waktu dan arahan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Laurentina Pangaribuan, MS dan Bapak Dr. Pasukat Sembiring, M.Si selaku Dosen Pembanding atas segala saran dan masukan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Semua Dosen pada Departemen Matematika FMIPA USU dan pegawai di FMIPA USU.
6. Bapak pemimpin CV. Mulia Genteng Beton Medan yang telah membantu penulis memberikan data yang diperlukan dalam penelitian ini.
7. Sahabat terbaik penulis Ines Pratiwi Harahap yang selalu mendukung dan memberikan motivasi dalam penulisan skripsi ini berupa materi serta waktunya kepada penulis.
v
8. Teristimewa Ayahanda Kanis dan Ibunda Sri Marni serta keluarga yang memberikan doa, pengertian, kasih sayang, semangat dan dorongan yang luar biasa dan tiada hentinya bagi penulis.
Semoga Allah SWT membalas seluruh dukungan dan doa yang diberikan Bapak, Ibu dan teman-teman seluruhnya. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, Maka dari itu, diperlukan kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Medan, 23 Juli 2021 Penulis
Muhammad Ridwan
vi
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ORISINALITAS i
PENGESAHAN ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
PENGHARGAAN v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Batasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persediaan 4
2.1.1 Pengertian Persediaan 4
2.1.2 Fungsi Persediaan 5
2.1.3 Tujuan Persediaan 6
2.1.4 Jenis-jenis Persediaan 7
2.1.5 Biaya-biaya Persediaan 7
2.2 Pengendalian Persediaan 8
2.2.1 Pengertian Pengendalian persediaan 8
2.2.2 Tujuan Pengendalian Persediaan 9
2.3 Metode Economic Production Quantity (EPQ) 9
2.4 Uji Kenormalan 14
2.4.1 Uji Kenormalan Liliefors 15
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 17
3.2 Sumber dan Jenis Data 17
3.2.1 Sumber Data 17
3.2.2 Jenis Data 17
3.3 Metode Pengumpulan Data 17
3.4 Metode Analisis Data 18
3.5 Tahapan Penelitian 19
vii
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Data 20
4.2 Pengolahan Data 22
4.2.1 Uji Kenormalan Data dengan Uji Liliefors 22
4.3 Perhitungan dengan Metode EPQ 30
4.3.1 Tingkat Optimal Produksi (𝑄0) 30
4.3.2 Interval waktu Optimal Setiap Putaran Produksi (𝑡0) 32 4.3.3 Biaya Persediaan Minimum (𝑇𝐼𝐶0) 32 4.4 Perhitungan Berdasarkan Kondisi Perusahaan 33
4.5 Analisis Hasil Perhitungan 35
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 37
5.2 Saran 37
DAFTAR PUSTAKA 38
LAMPIRAN 39
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel
4.1 Volume Produksi Paving Block Pada Periode 2018-2019 20 4.2 Volume Penyaluran Paving Block Pada Periode 2018-2019 21 4.3 Biaya Produksi Paving Block Pada Periode 2018-2019 21
4.4 Harga Paving Block Pada Periode 2018-2019 22
4.5 Uji Kenormalan Data Penyaluran Paving Block Pada Tahun 2018 25 4.6 Uji Kenormalan Data Penyaluran Paving Block Pada Tahun 2019 29 4.7 Perbandingan Total Biaya Pengadaan Paving Block Periode 2018-2019 35
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar
2.1 Biaya-biaya Persediaan 8
2.2 Grafik Persediaan EPQ 11
2.3 Diagram Rancangan Persediaan 19
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran
1 Tabel Nilai Luas Kurva Normal untuk Nilai Z 39
2 Tabel Nilai Kritis untuk Uji Kenormalan Liliefors 41 3 Jumlah Produksi Paving Block Tahun 2018 – Tahun 2019 42 4 Jumlah Penyaluran Paving Block Tahun 2018 – Tahun 2019 43 5 Biaya Produksi Paving Block Tahun 2018 – Tahun 2019 44
6 Harga Paving Block Tahun 2018 – Tahun 2019 43
xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor industri merupakan salah satu sektor penting dalam pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019, sektor industri penyumbang terbesar dalam pertumbuhan perekonomian di Indonesia yaitu sebesar 20%. Hal ini sejalan dengan perkembangan industri yang semakin pesat dan menyebabkan banyak berdirinya perusahaan-perusahaan baru, sehingga dapat menciptakan persaingan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri semakin ketat.
Salah satu aktivitas perusahaan adalah melakukan proses produksi. Produksi adalah suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi keluaran (output) sehingga nilai barang tersebut bertambah, input dapat terdiri dari barang atau jasa yang digunakan dalam proses produksi dan output adalah barang atau jasa yang dihasilkan dari suatu proses produksi. (Fuad, 2006)
Bagi sebuah perusahaan dalam bidang industri hal yang perlu diperhatikan adalah persediaan hasil produksi. Perusahaan yang memproduksi barang menurut pesanan konsumen, perincian produksinya sudah ditentukan terlebih dahulu oleh konsumen. Namun perusahaan harus memperhitungkan mengenai tingkat persediaan yang ada untuk memenuhi permintaan konsumen dari waktu ke waktu. Apabila terdapat kesalahan dalam menentukan jumlah produksi, maka akan dapat mengakibatkan kekurangan jumlah barang hasil produksi (shortage) atau kelebihan jumlah barang hasil produksi (over-stock) sehingga menimbulkan persediaan yang menumpuk. Adanya penumpukan akan menimbulkan biaya penyimpanan (holding cost) serta kemungkinan terjadinya penyusutan pada hasil produksi. Sebaliknya kekurangan produksi (shortage) akan mengakibatkan kemacetan dalam proses penjualan, sehingga laba yang diperoleh perusahaan akan berkurang.
Demikian halnya dengan CV. Mulia Genteng Beton Medan sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang industri bahan bangunan, di mana salah satu hasil produksinya adalah Paving Block. Saat ini CV. Mulia Genteng Beton Medan memiliki permasalahan berupa kelebihan jumlah persediaan (over-stock). Persediaan yang
menumpuk akan mengakibatkan biaya penyimpanan yang besar dan terjadinya penyusutan pada Paving Block yang diproduksi. Oleh karena itu perusahan harus memiliki kebijakan untuk menentukan jumlah produksi dengan menyesuaikan permintaan pangsa pasar agar tidak menimbulkan kerugian pada perusahaan.
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Ni Putu Sayuni et al (2014) menjelaskan bahwa perhitungan jumlah produksi optimal dengan metode EPQ (Economic Production Quantity) pada perusahaan akan berdampak pada laba yang diperoleh perusahaan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa metode EPQ dapat mengoptimalkan jumlah produksi dan dapat meminimalkan total biaya persediaan sebesar 6,9% sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan. Pada penelitian Ezeliora Chukwuemeka Daniel et al (2017) menyatakan bahwa tujuan dari manajemen persediaan adalah meningkatkan layanan pelanggan, meminimalkan investasi persediaan dan memaksimalkan efisiensi operasi produksi. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa metode EPQ dapat mengoptimalkan kuantitas produksi sebesar 28%, sehingga menciptakan standar bagi perusahaan untuk terhindar dari kekurangan atau kelebihan produksi. Bersadarkan penelitian sebelumnya maka diperlukan adanya pengendalian persediaan menggunakan metode EPQ agar dapat mengatasi permasalahan di CV. Mulia Genteng Beton Medan.
EPQ adalah metode pengendalian persediaan untuk menentukan jumlah produksi yang optimal dengan waktu yang optimal dan biaya produksi serendah- rendahnya. Dalam metode ini, jumlah produksi harus lebih besar daripada jumlah permintaan. Dengan kata lain, proses produksi dilakukan sebelum persediaan habis, jumlah persediaan akan berkurang dan bertambah secara bertahap untuk memenuhi permintaan. Maka dari itu EPQ dapat digunakan untuk menghitung jumlah produksi optimal dengan waktu optimal dan biaya yang rendah agar perusahaan dapat mengendalikan persediaan produksi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas pengendalian persediaan produksi pada CV. Mulia Genteng Beton Medan dengan judul “Pengendalian Produksi Paving Block dengan Metode Economic Production Quantity (EPQ) di CV. Mulia Genteng Beton Medan”.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana meminimalkan kelebihan jumlah persediaan (over-stock) pada perusahaan CV. Mulia Genteng Beton Medan.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data yang digunakan berupa data sekunder mulai dari Januari 2018 − Desember 2019 yang diperoleh dari CV. Mulia Genteng Beton Medan.
2. Selama produksi dilakukan, tingkat pemenuhan persediaan sama dengan tingkat produksi dikurangi tingkat permintaan.
3. Biaya yang timbul akibat kekurangan produksi (shortage cost) dianggap tidak ada.
4. Proses pengolahan dan kebijakan perusahaan tidak berubah selama jangka waktu pemecahan masalah.
5. Harga Paving Block stabil selama masa penelitian.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meminimalkan total biaya persediaan produksi Paving Block dengan menentukan jumlah produksi optimal dan interval waktu yang optimal pada CV. Mulia Genteng Beton Medan menggunakan metode EPQ.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian diharapkan dapat membantu peran direksi untuk mengambil keputusan khususnya dalam hal pengendalian persediaan.
2. Bagi Peneliti
Penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan keterampilan dalam penulisan, serta sebagai penerapan ilmu yang telah diterima selama kuliah.
3. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat dan sebagai bahan referensi bagi penelitian di masa yang akan datang.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persediaan
2.1.1 Pengertian Persediaan
Persediaan adalah barang-barang yang disimpan untuk digunakan atau dijual pada masa atau periode yang akan datang. Persediaan terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan bahan setengah jadi dan persediaan barang jadi. Persediaan bahan baku dan bahan setengah jadi disimpan sebelum digunakan atau dimasukkan ke dalam proses produksi, sedangkan persediaan barang jadi atau barang dagangan disimpan sebelum dijual atau dipasarkan. Dengan demikian perusahaan yang melakukan kegiatan usaha umumnya memiliki persediaan. (Ristono, 2009)
Persediaan adalah sumber daya mengganggur (idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut tersebut adalah kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi ataupun kegiatan konsumsi pangan pada sistem rumah tangga. (Nasution, 2003)
Secara umumnya, permasalahan yang dihadapi dalam pengendalian persediaan terbagi dalam 2 kategori, yaitu. (Nasution, A.H. dan Prasetyawan, Y, 2008)
1. Masalah Kuantitatif, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan penentuan kebijaksanaan persediaan, antara lain:
a. Berapa banyak jumlah barang yang akan dipesan/dibuat.
b. Kapan pemesanan/pembuatan barang harus dilakukan.
c. Berapa jumlah persediaan pengamannya.
d. Metode pengendalian persediaan mana yang paling tepat.
Secara sepintas masalah-masalah ini mudah dijawab, misalnya dengan cara:
a. Menumpuk barang sebanyak mungkin sebelum permintaan barang datang.
Penyelesaian dengan cara ini belum tentu merupakan jawaban terbaik karena semakin menumpuk barang sebagai persediaan berarti semakin banyak modal yang tertanam pada persediaan sehingga tidak dapat digunakan untuk keperluan yang lebih menguntungkan.
b. Menyediakan sejumlah barang tertentu pada saat tertentu pula. Resiko dengan cara ini memungkinkan terjadinya kekurangan persediaan pada saat diminta
karena jumlah dan kedatangan permintaan tidak dapat diketahui secara pasti.
Kekurangan persediaan ini dapat mengakibatkan kerugian sebagai berikut:
1) Keuntungan yang tidak dapat diraih.
2) Mesin dan pekerja akan menganggur.
3) Kemungkinan kehilangan pelanggan/konsumen.
2. Masalah kualitatif, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan sistem pengoperasian persediaan yang akan menjamin kelancaran pengelolaan sistem persediaan seperti:
a. Jenis barang apa yang dimiliki.
b. Dimana barang tersebut berada.
c. Berapa jumlah barang yang sedang dipesan.
d. Siapa saja yang menjadi pemasok (supplier) masing-masing item. Kinerja optimal suatu sistem persediaan akan ditunjang oleh sistem pengoperasian persediaan yang baik.
2.1.2 Fungsi Persediaan
Efisiensi produksi salah satu muaranya adalah dengan penurunan biaya produksi yang dapat ditingkatkan melalui pengendalian sistem persediaan. Efisiensi ini dapat dicapai bila fungsi persediaan dapat dioptimalkan. Beberapa fungsi persediaan adalah sebagai berikut (Baroto, 2002)
1. Fungsi independensi
Persediaan bahan diadakan agar departemen-departemen dan proses individual terjaga kebebasannya. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan pelanggan yang tidak pasti. Permintaan pasar tidak dapat diduga dengan tepat, demikian pula dengan pasokan dari pemasok. Seringkali keduanya meleset dari perkiraan. Agar proses produksi dapat berjalan tanpa terganggu pada kedua hal ini (independen), maka persediaan harus mencukupi.
2. Fungsi ekonomis
Seringkali dalam kondisi tertentu, memproduksi dengan jumlah produksi tertentu (lot) akan lebih ekonomis daripada memproduksi secara berulang atau sesuai permintaan. Pada kasus tersebut (biaya set-up besar sekali), maka biaya set-up ini harus dibebankan pada setiap unit yang diproduksi, sehingga jumlah produksi yang berbeda membuat biaya produksi per unit juga akan berbeda,
maka perlu ditentukan jumlah produksi yang optimal. Jumlah produksi yang optimal pada kasus ini ditentukan oleh struktur biaya set-up dan biaya penyimpanan, bukan oleh jumlah permintaan, sehingga timbul persediaan.
3. Fungsi antisipasi
Fungsi ini diperlukan untuk mengantisipasi perubahan permintaan atau pasokan.
Seringkali perusahaan mengalami kenaikan permintaan setelah dilakukan promosi. Untuk memenuhi hal ini, maka diperlukan persediaan produk agar tidak terjadi stock-out.
4. Fungsi fleksibilitas
Bila dalam proses produksi terdiri atas beberapa tahapan proses operasi dan kemudian terjadi kerusakan pada satu tahap operasi, maka akan diperlukan waktu untuk melakukan perbaikan. Berarti produk tidak akan dihasilkan untuk sementara waktu. Sediaan barang setengah jadi (work in process) pada situasi ini merupakan faktor penolong untuk kelancaran proses operasi.
2.1.3 Tujuan Persediaan
Divisi yang berbeda dalam bidang industri akan memiliki tujuan pengendalian persediaan yang berbeda (Ginting, 2007):
1. Pemasaran ingin melayani konsumen secepat mungkin sehingga menginginkan persediaan dalam jumlah yang banyak.
2. Produksi ingin beroperasi secara efisien. Hal ini mengimplikasikan order produksi yang tinggi akan menghasilkan persediaan yang besar (untuk mengurangi setup mesin). Di samping itu juga produk menginginkan persediaan bahan baku, setengah jadi atau komponen yang cukup sehingga tidak terganggu kerena kekurangan bahan.
3. Pembelian (purchasing) dalam rangka efisiensi, juga menginginkan persamaan produksi yang besar dalam jumlah sedikit daripada pesanan yang kecil dalam jumlah yang banyak. Pembelian juga ingin ada persediaan sebagai pembatas kenaikan harga dan kekurangan produk.
4. Keuangan (finance) menginginkan minimisasi semua bentuk investasi persediaan karena biaya investasi dan efek negatif yang tejadi pada perhitungan pengembalian aset (return of asset) perusahaan.
5. Personalia (personel and industrial relationship) menginginkan adanya persediaan untuk mengantisipasi fluktuasi kebutuhan tenaga kerja dan PHK tidak perlu dilakukan.
6. Rekayasa (engineering) menginginkan persediaan minimal untuk mengantisipasi jika terjadi perubahan rekayasa/engineering.
2.1.4 Jenis-jenis Persediaan
Berdasarkan jenisnya, secara umum persediaan dapat dibagi atas 5 jenis yaitu (Sofyan, 2013):
1. Persediaan bahan baku (raw material stock), yaitu barang-barang yang dibeli dari pemasok (supplier) akan digunakan atau diolah menjadi produk jadi yang akan dihasilkan oleh perusahaan.
2. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in process/
progress stock) yaitu bahan baku yang sudah diolah atau dirakit menjadi komponen namun masih membutuhkan langkah-langkah selanjutnya agar produk dapat selesai dan menjadi produk akhir.
3. Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli (component stock), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen (parts) yang diterima dari perusahaan lain, dapat secara langsung dirakit dengan parts lain, tanpa proses produksi sebelumnya.
4. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu barang yang telah selesai diproses dan siap untuk disimpan digedung, kemudian dijual atau didistribusikan ke lokasi pemasaran.
5. Persediaan bahan-bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan (supplies stock), yaitu barang-barang yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan produksi, namun tidak menjadi bagian produk akhir yang dihasilkan perusahaan.
2.1.5 Biaya-Biaya Persediaan
Biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai persediaan. Biaya tersebut adalah sebagai berikut (Nasution, 2003):
1. Biaya pembelian (purchasing cost) adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang, besarnya sama dengan harga perolehan sediaan itu sendiri atau harga belinya. Pada beberapa model pengendalian sistem persediaan, biaya tidak dimasukkan sebagai dasar untuk membuat keputusan.
2. Biaya pengadaan (procurment cost), dibedakan atas 2 jenis yaitu:
a. Biaya pemesanan (ordering cost) adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pemesanan ke pemasok, yang besaarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah pemesanan.
b. Biaya penyiapan (set-up cost) adalah semua pengeluaran yang timbul dalam mempersiapkan produksi.
3. Biaya penyimpanan (holding cost) adalah biaya yang dikeluarkan dalam penyimpanan material, semi finished product, sub assembly, ataupun produk jadi. Biaya simpan tergantung dari lama penyimpanan dan jumlah yang disimpan.
4. Biaya kekurangan persediaan, bila perusahaan kehabisan barang saat ada permintaan, maka akan terjadi stock out. Stock out menimbulkan kerugian berupa biaya akibat kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan atau kehilangan pelanggan yang kecewa (pindah ke produk saingan). Biaya ini sulit diukur karena berhubungan dengan good will perusahaan. Sebagai pedoman, biaya stock out dapat dihitung dengan hal-hal berikut:
Gambar 2.1 Biaya-biaya dalam persediaan
2.2 Pengendalian Persediaan
2.2.1 Pengertian Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan (inventory) merupakan pengumpulan atau penyimpanan komoditas yang akan digunakan untuk memenuhi permintaan dari waktu ke waktu.
Biaya Produksi / Pembelian (Ordering Cost)
Biaya Pengadaan (Set-up Cost)
Biaya Simpan (Holding Cost)
Biaya Stock Out
BIAYA PERSEDIAAN TOTAL
Bentuk persediaan itu bisa berupa bahan mentah, komponen, barang setengah jadi, spare part, dan lain-lain. (Aminudin, 2005)
Menurut Baroto, (2002) pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting, karena mayoritas perusahaan melibatkan investasi besar pada aspek ini (20% sampai 60%). Bila persediaan dilebihkan, biaya penyimpanan dan modal yang diperlukan akan bertambah. Bila perusahaan menanam terlalu banyak modalnya dalam persediaan, menyebabkan biaya penyimpanan yang berlebihan. Bila persediaan dikurangi maka bisa mengalami stock out (kehabisan barang). Jika perusahaan tidak memiliki persediaan yang mencukupi, biaya pengadaan darurat akan lebih mahal.
2.2.2 Tujuan Pengendalian Persediaan
Tujuan pengendalian persediaan secara terperinci adalah sebagai usaha untuk (Assauri, 2004):
a. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.
b. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebihan.
c. Menjaga agar pembeliaan secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pesanan terlalu besar.
Dari keterangan di atas dapat dikatakan bahwa tujuan pengendalian persediaan adalah untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari bahan-bahan atau barang-barang yang tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan biaya-biaya yang minimum untuk keuntungan atau kepentingan perusahaan.
2.3 Metode Economic Production Quantity
Economic Production Quantity (EPQ) adalah pengembangan model persediaan dimana pengadaan bahan baku komponen tertentu diproduksi secara massal dan dipakai sendiri sebagai sub-komponen suatu produk jadi oleh perusahaan. Menurut Yamit (2002), EPQ atau tingkat produksi optimal adalah sejumlah produksi tertentu yang dihasilkan dengan meminimumkan total biaya persediaan yang terdiri atas biaya set-up produksi dan biaya penyimpanan.
Metode EPQ mengasumsikan penambahan berangsur-angsur berlanjut ke stock (pengisian Kembali memiliki sifat terbatas) diatas periode produksi. Dengan suatu pengisian Kembali berdasarkan suatu tingkat yang terbatas, maka tingkat persediaan tidak akan pernah sama besar dengan jumlah ukuran pemesanan, karena konsumsi sekaligus produksi akan secara serempak terjadi sepanjang periode produksi keduanya pada tingkat persediaan yang ada. (Ristono, 2009)
Metode EPQ mengasumsikan bahwa penambahan persediaan secara bertahap dan terus menerus dalam periode produksi. Dengan demikian tingkat persediaan tidak akan pernah menjadi besar sejak produksi dan konsumsi secara Bersama terjadi selama periode produksi. Unit yang akan diproduksi diambil dari gudang atau diterima dari supplier. Jika item dibeli dari supplier, penentuan harga adalah tanggungjawab departemen pembelian. Jika item diproduksi dalam pabrik, maka biaya produksi per unit terdiri dari tenaga kerja langsung, bahan baku langsung, dan biaya pabrik. Biaya pabrik adalah tenaga kerja tak langsung, bahan baku tidak langsung, penyusutan, pajak, asuransi, pemeliharaan, supervisi dan lain sebagainya.
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam metode ini adalah sebagai berikut.
(Ristono, 2009):
1. Hanya satu item barang yang diperhitungkan.
2. Permintaan deterministik dengan laju permintaan diketahui.
3. Tenggang waktu pengadaan tidak sama dengan 0, artinya barang yang dipesan diasumsikan akan tersedia secara bertahap sesuai dengan tingkat produksi (production rate) tertentu.
4. Lead time atau waktu menunggu kedatangan barang/bahan bersifat konstan.
5. Pengadaan tidak secara sekaligus, yakni setiap pemesanan diterima dalam beberapa kali pengiriman dan tidak langsung dapat digunakan. Penerimaan barang/bahan yang dipesan bersifat bertahap dengan laju tertentu.
6. Tidak ada pemesanan ulang (backorder) karena kehabisan persediaan.
7. Struktur biaya tidak berubah, dimana harga perunit barang adalah tetap dan biaya pemesanan serta penyimpanan adalah tetap.
8. Kapasitas Gudang dan modal cukup untuk menampung dan membeli pesanan.
9. Tidak ada quantity discount.
10. Biaya variable hanya terdiri atas set-up cost dan holding cost.
11. Stock out harus dihindari dengan menjaga kedatangan barang/bahan yang tepat waktu.
Tujuan metode ini adalah menentukan jumlah ekonomis untuk melakukan produksi EPQ sehingga meminimasi biaya total persediaan. Parameter-parameter yang digunakan dalam metode ini adalah sebagai berikut:
D : Laju penyaluran produksi pertahun.
P : Laju produksi per satuan waktu.
k : Set-up cost atau biaya pengadaan untuk tiap putaran produksi.
h : Holding cost atau biaya penyimpanan per unit per satuan waktu.
Gambar 2.2 Grafik Persediaan EPQ Keterangan:
𝑄 : Jumlah produksi dalam satu putaran produksi.
𝐼𝑚𝑎𝑥 : Tingkat persediaan maksimal.
𝑃 : Rata-rata produksi per satuan waktu.
𝐷 : Rata-rata penyaluran per satuan waktu.
𝑅 : Persediaan hamper habis.
𝐿 : Waktu proses produksi Kembali.
𝑡𝑝 : Waktu proses produksi dilakukan.
𝑡𝑖 : Waktu proses produksi berhenti.
𝑡 : Waktu satu putaran produksi.
Dari gambar 2.1 dapat dilihat bahwa jumlah produksi tiap putaran harus memenuhi permintaan 𝐷 selama waktu 𝑡, atau dinotasikan 𝑄 = 𝐷. 𝑡. Produksi dilakukan pada masa 𝑡𝑝 dengan tingkat produksi 𝑃 bersamaan dengan pemenuhan permintaan. Pada saat persediaan mencapai maksimum pada masa 𝑡𝑝, yaitu 𝐼𝑚𝑎𝑥 = 𝑡𝑝(𝑃 − 𝑑), maka proses produksi berhenti.
Rata-rata persediaan akan sama dengan:
𝑡
𝑝(
𝑃−𝐷2
)
(2.1)Untuk memenuhi persediaan sebesar 𝑄 diperlukan waktu selama 𝑡𝑝 dengan tingkat pertambahan persediaan sebesar 𝑃, maka persamaannya:
𝑄 = 𝑡𝑝. 𝑃 atau
𝑡
𝑝=
𝑄𝑃 (2.2)
Pada masa 𝑡𝑖 proses produksi sudah berhenti dan terjadi pengurangan persediaan dengan tingkat 𝐷. Jika persediaan telah mencapai tingkat 𝑅, maka harus diadakan pengadaan produksi yang lamanya tergantung 𝐿 (lead time).
Subsitusikan persamaan (2.1) kedalam persamaan (2.2), maka persediaan rata-rata akan menjadi:
𝑄 𝑃
(
𝑃−𝐷2
) =
𝑄(𝑃−𝐷)2𝑃
=
𝑄2
−
𝑄𝐷2𝑃
=
𝑄2 (1 −𝐷
𝑃) (2.3)
Untuk setiap kali penyimpanan persediaan dibutuhkan biaya simpan ℎ, maka:
𝑄
2
(1 −
𝐷𝑃
) ℎ
(2.4)Karena jumlah putaran produksi adalah 𝐷
𝑃 dengan 𝑄 > 𝐷 dan 𝐷 ≠ 0 dibutuhkan biaya pengadaan 𝑘, maka:
𝐷
𝑄𝑘 (2.5)
Besarnya Total Inventory Cost (TIC) diperoleh dari penjumlahan set-up cost (biaya pengadaan) dan holding cost (biaya simpan) sebagai berikut:
𝑇𝐼𝐶 = 𝑠𝑒𝑡 − 𝑢𝑝 𝑐𝑜𝑠𝑡 + ℎ𝑜𝑙𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑐𝑜𝑠𝑡 (2.6)
Substitusikan persamaan (2.4) dan (2.5) kedalam persamaan (2.6) 𝑇𝐼𝐶 = 𝐷
𝑄
𝑘 +
𝑄2
(1 −
𝐷𝑃
) ℎ
(2.7)Persamaan (2.7) didiferensialkan terhadap 𝑄 maka dapat meminimalkan set-up cost dan holding cost, yang disebut dengan EPQ dan akan dinotasikan sebagai 𝑄0. Maka diperoleh sebagai berikut:
𝜕𝑇𝐼𝐶
𝜕𝑄
= −
𝐷𝑄2
𝑘 +
12
(1 −
𝐷𝑃
) ℎ = 0
𝐷
𝑄2
𝑘 =
12
(1 −
𝐷𝑃
) ℎ 𝑄
2=
2𝐷𝑘(1−𝐷
𝑃)ℎ
𝑄
0= √
(1−2𝐷𝑘𝐷𝑃)ℎ
(2.8)
Dari persamaan (2.8) 𝑄0 digunakan untuk mencari interval waktu optimal pada setiap putaran produksi, sebagai berikut:
𝑡
0=
𝑄0𝐷
(2.9)
Untuk menghitung 𝑇𝐼𝐶0 minimum, diperoleh dengan mensubsitusikan 𝑄0 ke persamaan (2.7), sehingga diperoleh:
𝑇𝐼𝐶0 = 𝑘 𝐷
𝑄0 +𝑄0
2 (1 −𝐷
𝑃) ℎ
(2.10)
dengan:
𝑄 : Jumlah produksi dalam satu putaran produksi.
𝑄0 : Tingkat produksi optimal tiap satu putaran produksi.
𝑡0 : Waktu optimal satu putaran produksi.
𝑡 : Waktu satu putaran produksi.
𝐷 : Laju penyaluran produksi per satuan waktu.
𝑃 : Laju produksi per satuan waktu.
𝑘 : Set-up cost atau biaya pengadaan untuk tiap putaran produksi.
ℎ : Holding cost atau biaya penyimpanan per unit per satuan waktu.
𝑇𝐼𝐶 : Total biaya persediaan
𝑇𝐼𝐶0 : Total biaya minimum persediaan produksi.
𝐼𝐻 : Persediaan rata-rata 𝐼𝑚𝑎𝑥 : Persediaan maksimum
2.4 Uji Kenormalan
Tujuan dilakukannya uji kenormalan terhadap serangkaian data adalah untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Bila data berdistribusi normal, maka dapat dilakukan uji statistik berjenis parametrik.
Sedangkan jika data tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji statistik nonparametrik. (Siregar, 2014)
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menguji normalitas data, yaitu:
1. Uji kenormalan Chi-Square
Uji kenormalan chi-square menggunakan pendekatan penjumlahan penyimpangan data observasi tiap kelas dengan nilai yang diharapkan. Syarat menggunakan uji kenormalan chi-square adalah sebagai berikut:
a. Data tersusun berkelompok atau dikelompokkan dalam tabel distribusi frekuensi.
b. Cocok untuk data dengan banyaknya angka besar (n>30).
2. Uji Kenormalan Liliefors
Uji kenormalan liliefors menggunakan data besar yang belum diolah dalam tabel distribusi frekuensi. Data ditransformasikan dalam nilai Z untuk dapat dihitung luasan kurva normal sebagai probabilitas komulatif normal. Syarat menggunakan uji kenormalan liliefors adalah sebagai berikut:
a. Data berskala interval atau rasio (kuantitatif).
b. Data tunggal/belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi.
c. Data untuk n<30
3. Uji Kenormalan Kolmogorov-Smirnov
Uji kenormalan kolmogorov-smirnov tidak jauh beda dengan uji kenormalan liliefors. Langkah-langkah penyelesaian dan penggunaan rumus sama, namun pada signifikansi yang berbeda. Signifikansi Uji kenormalan kolmogorov- smirnov menggunakan tabel pembanding kolmogorov-smirnov, sedangkan uji
kenormalan liliefors menggunakan pembanding liliefors. Syarat menggunakan Uji kenormalan kolmogorov-smirnov adalah sebagai berikut:
a. Data berskala interval atau ratio (kuantitatif).
b. Data tunggal/belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi.
c. Data untuk n besar maupun n kecil.
4. Uji Kenormalan Saphiro Wilk
Uji kenormalan saphiro wilk menggunakan data besar yang belum diolah dalam tabel distribusi frekuensi. Data diurut, kemudian dibagi dalam dua kelompok untuk dikonversi dalam saphiro wilk. Dapat juga dilanjutkan transformasi nilai Z untuk dapat dihitung luasan kurva normal. Syarat uji kenormalan saphiro wilk:
a. Data berskala interval atau ratio (kuantitatif).
b. Data tunggal/belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi.
c. Data dari sampel random.
2.4.1 Uji Kenormalan Liliefors
Perumusan ilmu statistik juga berguna dalam pengendalian persediaan untuk menentukan pola distribusi. Pola distribusi tersebut dapat diketahui dengan menggunakan uji kenormalan, dikarenakan syarat dari uji kenormalan liliefors adalah data tunggal dan banyak data n<30, maka sudah sesuai dengan data yang diperoleh dari perusahaan yaitu data jumlah penyaluran yang merupakan data tunggal dan banyaknya data n=12 atau n<30.
Menurut Sudjana (2005) mengemukakan langkah-langkah uji normalitas dengan lilliefors. Pada pengujian ini terdapat 2 jenis hipotesis yaitu:
1. Hipotesis 𝐻0: maka sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.
2. Hipotesis 𝐻1: maka sampel berasal dari populasi tidak berdistribusi normal.
Untuk melakukan pengujian hipotesa maka prosedur yang harus dilakukan adalah:
a. Nilai data 𝑥1, 𝑥2,…, 𝑥𝑛 dijadikan angka baku 𝑧1, 𝑧2, … , 𝑧𝑛 dengan menggunakan rumus:
𝑧
𝑖=
𝑥𝑖−𝑥̅𝑆
(2.1)
Menghitung rata-rata sampel menggunakan rumus:
𝑥̅ =
∑𝑛𝑖=1𝑥𝑖𝑛 (2.2)
Menghitung simpangan baku digunakan rumus:
𝑆 = √
∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖−𝑥 ̅ )2𝑛−1 (2.3)
dengan: 𝑥̅ = rata-rata sampel.
𝑆 = simpangan baku sampel.
𝑥𝑖 = nilai data ke-i, dimana i = 1,2,3,…,n.
𝑧𝑖 = angka baku ke-i, dimana i = 1,2,3,…,n.
b. Tiap angka baku dan menggunakan daftar distribusi normal baku, hitung peluang:
𝐹(𝑧𝑖) = 𝑃(𝑧 < 𝑧𝑖) (2.4)
c. Meghitung proporsi 𝑧1, 𝑧2, … , 𝑧𝑛 < 𝑧𝑖. Jika proporsi ini dinyatakan oleh 𝑆(𝑧𝑖), maka:
𝑆(𝑧
𝑖) =
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑧1, 𝑧2,… ,𝑧𝑛 < 𝑧𝑖𝑛 (2.5)
d. Hitung selisih |𝐹(𝑧𝑖) − 𝑆(𝑧𝑖)| tentukan harga mutlaknya.
e. Cari nilai yang terbesar diantara nilai-nilai mutlak selisih |𝐹(𝑧𝑖) − 𝑆(𝑧𝑖)|
jadikan 𝐿ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 atau 𝐿0.
f. Kriteria pengambilan keputusan adalah membandingkan 𝐿ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dengan nilai 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙atau 𝐿𝛼(𝑛). Jika:
𝐿ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔< 𝐿𝛼(𝑛) ; maka 𝐻0diterima dan data berdistribusi normal.
𝐿ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔> 𝐿𝛼(𝑛) ; maka 𝐻0ditolak dan data tidak berdistribusi normal.
dengan: 𝐹(𝑧𝑖) = peluang dari angka baku ke-i.
𝑆(𝑧𝑖) = proporsi dari angka baku ke-i.
𝐿0 = nilai terbesar dari harga mutlak selisih |𝐹(𝑧𝑖) − 𝑆(𝑧𝑖)|.
𝐿𝛼(𝑛) = nilai kritis uji kenormalan Lilliefors, dengan taraf nyata α dan banyaknya sampel n.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada September 2020 di CV. Mulia Genteng Beton Medan yang beralamat di Jalan Gatot Subroto No.99, Simpang Tanjung, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, Sumatera Utara.
3.2 Sumber dan Jenis Data 3.3.1 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung melalui studi kepustakaan atau data yang sudah tersedia dengan mengambil kutipan oleh peneliti untuk kepentingan penelitiannya baik melalui buku-buku, jurnal, dokumen-dokumen, atau laporan tertulis serta informasi lainnya yang berhubung dengan penelitian ini.
3.3.2 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Data kuantitatif yaitu data yang diperoleh dari perusahaan dalam bentuk angka- angka. Data kuantitatif yang diperoleh dari perusahaan CV. Mulia Genteng Beton Medan adalah data produksi, data penyaluran, biaya pengadaan dan biaya penyimpanan.
2. Data kualitatif yaitu data yang diperoleh dari perusahaan dalam bentuk informasi baik lisan maupun tulisan. Data kualitatif yang diperoleh dari perusahaan CV.
Mulia Genteng Beton Medan adalah berupa informasi atau penjelasan dari pihak-pihak perusahaan yang relevan dengan penelitian ini.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang penulis lakukan adalah sebagai berikut:
1. Observasi
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan atau peninjauan secara langsung pada obyek penelitian yakni pada CV. Mulia Genteng Beton
Medan untuk mendapatkan data yang diperlukan sehubungan dengan penelitian ini.
2. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh data atau informasi untuk tujuan penelitian, dengan cara tanya jawab dengan karyawan dan manajer perusahaan untuk memperoleh informasi dari objek yang akan diteliti.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data dengan menggunakan catatan-catatan atau dokumen yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.
3.4 Metode Analisis Data
Analisis data merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menginterprestasikan data-data yang telah dikumpulkan dari penelitian lapangan dan data telah diolah sehingga menghasilkan informasi yang bermanfaat dan dapat dijadikan alternatif dalam pengambilan keputusan.
Adapun yang dilakukan pada data yang telah dikumpulkan dari penelitian lapangan adalah sebagai berikut:
1. Menguji kenormalan data penyaluran dengan uji kenormalan liliefors.
2. Perhitungan tingkat produksi optimal dengan menggunakan metode Economic Production Quantity.
3. Perhitungan waktu interval yang optimal dengan menggunakan metode Economic Production Quantity.
4. Perhitungan biaya persediaan minimum dengan menggunakan metode Economic Production Quantity.
5. Melakukan analisis perbandingan produksi optimal, waktu interval optimal dan biaya persediaan minimum menurut metode Economic Production Quantity dan menurut CV. Mulia Genteng Beton Medan.
6. Merumuskan kesimpulan.
3.5 Tahapan Penelitian
Rancangan penelitian dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah yang terdapat pada diagram blok berikut ini:
Gambar 3.1 Diagram Rancangan Penelitian
Analisis Data
Analisis perbandingan tingkat produksi interval waktu produksi dan biaya persediaan produksi Paving Block
menurut perusahaan dengan EPQ
Mulai
Pengambilan Data dari CV. Mulia Genteng Beton Medan
Uji Kenormalan Data dengan Uji Lillifors
Perhitungan dengan Model Economic Production Quantity
(EPQ)
Tingkat Minimal Produksi (Q0)
Dengan Rumus:
𝑄0= ඨ 2𝐷𝑘 (1 −𝐷𝑝) ℎ
Biaya Persediaan Minimum Produksi (TIC0)
Dengan Rumus:
𝑇𝐼𝐶0= 𝑘𝐷 𝑄0
+𝑄0
2൬1 −𝐷 𝑝൰ ℎ Interval Waktu
Minimal Setiap Produksi (t0)
Dengan Rumus:
𝑡0=𝑄0
𝐷
Kesimpulan dan Saran
Selesai
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dari CV. Mulia Genteng Beton Medan merupakan pengamatan langsung dari perusahaan, pencatatan, wawancara, dan arsip-arsip perusahaan yang sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah adalah sebagai berikut:
1. Data jumlah produksi Paving Block periode Januari 2018 − Desember 2019.
Tabel 4.1 Volume Produksi Paving Block pada periode 2018-2019
Bulan Tahun
2018 (Pcs) 2019 (Pcs)
Januari 166.781 157.386
Februari 143.796 164.354
Maret 111.887 138.303
April 148.745 142.765
Mei 136.277 137.132
Juni 124.500 126.200
Juli 112.083 123.510
Agustus 120.809 132.952
September 113.842 125.790
Oktober 129.748 123.812
November 110.953 107.309
Desember 105.160 106.275
Jumlah 1.524.581 1.585.788
Sumber: CV. Mulia Genteng Beton Medan
2. Data jumlah penyaluran Paving Block periode Januari 2018 − Desember 2019.
Tabel 4.2 Volume Penyaluran Paving Block pada periode 2018-2019
Bulan Tahun
2018 (Pcs) 2019 (Pcs)
Januari 138.201 130.135
Februari 118.530 135.608
Maret 84.297 110.412
April 120.245 117.012
Mei 110.052 108.055
Juni 100.150 100.890
Juli 85.154 100.154
Agustus 91.479 105.163
September 86.448 96.832
Oktober 104.180 95.435
November 84.502 83.048
Desember 80.751 80.814
Jumlah 1.203.989 1.263.558
Sumber: CV. Mulia Genteng Beton
3. Data biaya produksi Paving Block periode Januari 2018 − Desember 2019.
Tabel 4.3 Biaya Produksi Paving Block pada periode 2018-2019
Bulan Tahun
2018 (Rp) 2019 (Rp)
Januari 154.292.700 150.045.650
Februari 133.880.950 154.317.850
Maret 107.005.900 129.100.800
April 136.833.150 132.584.100
Mei 128.962.500 125.435.300
Juni 109.562.500 118.081.250
Juli 106.230.000 116.522.700
Agustus 104.036.650 122.210.550
September 101.172.500 118.659.750
Oktober 122.206.800 116.882.500
November 107.104.600 108.956.800
Desember 102.444.500 109.956.800
Jumlah 1.413.732.750 1.502.754.050
Sumber: CV. Mulia Genteng Beton
4. Data harga Paving Block periode Januari 2018 − Desember 2019.
Tabel 4.4 Harga Paving Block pada periode 2018-2019
Tahun Harga Paving Block (Rp)
2018 3.145
2019 3.285
Jumlah 3.800
Sumber: CV. Mulia Genteng Beton
4.2 Pengolahan Data
4.2.1 Uji Kenormalan Data dengan Uji Liliefors
Hal pertama yang dilakukan adalah melalukan uji kenormalan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berdistribusi normal. Uji yang dilakukan adalah dengan menggunakan uji kenormalan liliefors. Data yang diuji kenormalannya adalah data penyaluran Paving Block tahun 2018-2019.
1. Langkah-langkah pengujian dan penyaluran Paving Block pada tahun 2018 sebagai berikut:
Hipotesis:
𝐻0 : Penyaluran Paving Block pada Januari − Desember 2018 berasal dari populasi berdistribusi normal.
𝐻1 : Penyaluran Paving Block pada Januari − Desember 2018 berasal dari populasi tidak berdistribusi normal.
a. Menghitung rata-rata (
𝑥̅
) penyaluran Paving Block.𝑥̅
= ∑ 𝑥𝑖𝑛1=2
𝑛
=
1.203.989
12
= 100.332,42
Maka rata-rata penyaluran Paving Block adalah 100.332,42 pcs.
b. Standard deviasi penyaluran Paving Block.
𝑆
=√
∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖−𝑥 ̅ )2𝑛−1
=
√
3.663.712.994,92 11= √333.064.817,72
= 18.250,06 c. Hitung 𝑍𝑖 dengan rumus.
𝑧
𝑖=
𝑥𝑖−𝑥̅𝑆
𝑧
1=
138.201−100.332,4218.250,06
=
2,07𝑧
2=
118.530−100.332,4218.250,06
=
1,00𝑧
3=
84.297−100.332,4218.250,06
= -
0,88𝑧
4=
120.245−100.332,4218.250,06
=
1,09𝑧
5=
110.052−100.332,4218.250,06
=
0,53𝑧
6=
100.150−100.332,4218.250,06
= -
0,01𝑧
7=
85.154−100.332,4218.250,06
= -
0,83𝑧
8=
91.479−100.332,4218.250,06
= -
0,49𝑧
9=
86.448−100.332,4218.250,06
= -
0,76𝑧
10=
104.180−100.332,4218.250,06
=
0,21𝑧
11=
84.502−100.332,4218.250,06
= -
0,87𝑧
12=
80.751−100.332,4218.250,06
= -
1,07d. Tentukan nilai 𝐹(𝑧𝑖) dimana i = 1,2,3,…,12 dengan menggunakan daftar luas dibawah kurva normal 𝐹(𝑧𝑖) = 𝑃(𝑧 < 𝑧𝑖)
𝐹(𝑧1) = 𝑃(𝑧 < 2,07) = 0,9808
𝐹(𝑧2) = 𝑃(𝑧 < 1,00) = 0,8413 𝐹(𝑧3) = 𝑃(𝑧 <
−
0,88) = 0,1894 𝐹(𝑧4) = 𝑃(𝑧 < 1,09) = 0,8599 𝐹(𝑧5) = 𝑃(𝑧 < 0,53) = 0,7019 𝐹(𝑧6) = 𝑃(𝑧 <−
0,01) = 0,5040 𝐹(𝑧7) = 𝑃(𝑧 <−
0,83) = 0,2033 𝐹(𝑧8) = 𝑃(𝑧 <−
0,49) = 0,3121 𝐹(𝑧9) = 𝑃(𝑧 <−
0,76) = 0,2236 𝐹(𝑧10) = 𝑃(𝑧 < 0,21) = 0,5832 𝐹(𝑧11) = 𝑃(𝑧 <−
0,87) = 0,1921 𝐹(𝑧12) = 𝑃(𝑧 <−
1,07) = 0,1423e. Menghitung proporsi
𝑧
1, 𝑧
2, 𝑧
3,…, 𝑧
𝑛 yang lebih kecil atau sama dengan𝑧
𝑛 yaitu.𝑆(𝑧𝑖)
=
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑧1, 𝑧2,… ,𝑧𝑛 < 𝑧𝑖 𝑛𝑆(𝑧1)
=
𝑧1, 𝑧2,𝑧3,𝑧4,𝑧5,𝑧6,𝑧7,𝑧8,𝑧9,𝑧10,𝑧11,𝑧1212
=
1212
=
1,0000 𝑆(𝑧2)=
𝑧2,𝑧3,𝑧5,𝑧6,𝑧7,𝑧8,𝑧9,𝑧10,𝑧11,𝑧1212
=
1012
=
0,8333 𝑆(𝑧3)=
𝑧3,𝑧1212
=
212
=
0,1667𝑆(𝑧4)
=
𝑧2,𝑧3,𝑧4,𝑧5,𝑧6,𝑧7,𝑧8,𝑧9,𝑧10,𝑧11,𝑧1212
=
1112
=
0,9167 𝑆(𝑧5)=
𝑧3,𝑧5,𝑧6,𝑧7,𝑧8,𝑧9,𝑧10,𝑧11,𝑧1212
=
912
=
0,7500 𝑆(𝑧6)=
𝑧3,𝑧6,𝑧7,𝑧8,𝑧9,𝑧11,𝑧1212
=
712
=
0,5833 𝑆(𝑧7)=
𝑧3,𝑧7,𝑧11,𝑧1212
=
412
=
0,3333 𝑆(𝑧8)=
𝑧3,𝑧7,𝑧8,𝑧9,𝑧11,𝑧1212
=
612
=
0,5000 𝑆(𝑧9)=
𝑧3,𝑧7,𝑧9,𝑧11,𝑧1212
=
512
=
0,4167𝑆(𝑧10)
=
𝑧3,𝑧6,𝑧7,𝑧8,𝑧9,𝑧10,𝑧11,𝑧1212
=
812
=
0,6667 𝑆(𝑧11)=
𝑧3,𝑧11,𝑧1212
=
312
=
0,2500 𝑆(𝑧12)=
𝑧1212
=
112
=
0,0833f. Menghitung selisih |𝐹(𝑧𝑖) − 𝑆(𝑧𝑖)| untuk i = 1,2,3,…,12 maka.
|𝐹(𝑧1) − 𝑆(𝑧1)| = |(0,9808) − (1,0000)| = 0,0192
|𝐹(𝑧2) − 𝑆(𝑧2)| = |(0,8413) − (0,8333)| = 0,0080
|𝐹(𝑧3) − 𝑆(𝑧3)| = |(0,1894) − (0,1667)| = 0,0227
|𝐹(𝑧4) − 𝑆(𝑧4)| = |(0,7019) − (0,9167)| = 0,0568
|𝐹(𝑧5) − 𝑆(𝑧5)| = |(0,5948) − (0,7500)| = 0,0481
|𝐹(𝑧6) − 𝑆(𝑧6)| = |(0,5040) − (0,5833)| = 0,0793
|𝐹(𝑧7) − 𝑆(𝑧7)| = |(0,2033) − (0,3333)| = 0,1300
|𝐹(𝑧8) − 𝑆(𝑧8)| = |(0,3121) − (0,5000)| = 0,1879
|𝐹(𝑧9) − 𝑆(𝑧9)| = |(0,2236) − (0,4167)| = 0,1931
|𝐹(𝑧10) − 𝑆(𝑧10)| = |(0,5832) − (0,6667)| = 0,0835
|𝐹(𝑧11) − 𝑆(𝑧11)| = |(0,1921) − (0,2500)| = 0,0579
|𝐹(𝑧12) − 𝑆(𝑧12)| = |(0,1423) − (0,0833)| = 0,0590
Tabel 4.5 Uji Normalitas Data Penyaluran Paving Block Tahun 2018 𝑋𝑖 𝑍𝑖 𝐹(𝑧𝑖) 𝑆(𝑧𝑖) |𝐹(𝑧𝑖) − 𝑆(𝑧𝑖)|
138.201 2,07 0,9808 1,0000 0,0192
118.530 1,00 0,8413 0,8333 0,0080
84.297 -0,88 0,1894 0,1667 0,0227
120.245 1,09 0,8599 0,9167 0,0568
110.052 0,53 0,7019 0,7500 0,0481
100.150 -0,01 0,5040 0,5833 0,0793
85.154 -0,83 0,2033 0,3333 0,1300
91.479 -0,49 0,3121 0,5000 0,1879
86.448 -0,76 0,2236 0,4167 0,1931
104.180 0,21 0,5832 0,6667 0,0835
84.502 -0,87 0,1921 0,2500 0,0579
80.751 -1,07 0,1423 0,0833 0,0590
Dari Table 4.5 dapat dilihat bahwa:
𝐿ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑀𝑎𝑥[|𝐹(𝑧𝑖) − 𝑆(𝑧𝑖)|] = 0,1931
𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 𝐿∝(𝑛) yang diperoleh dari table Uji Kenormalan Liliefors dengan taraf nyata ∝ = 0,05 dan 𝑛 = 12. 𝐿∝(𝑛) = 𝐿(0,05)(12) = 0,2420.
Maka 𝐿ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yaitu 0,1931 ≤ 0,2420, maka 𝐻0 diterima. Berarti data penyaluran Paving Block pada Januari – Desember tahun 2018 berasal dari populasi berdistribusi normal. Dengan demikian, perhitungan pengendalian persediaan dapat dilakukan dengan metode EPQ.
2. Langkah-langkah pengujian dan penyaluran Paving Block pada tahun 2019 sebagai berikut:
Hipotesis:
𝐻0 : Penyaluran Paving Block pada Januari − Desember 2019 berasal dari populasi berdistribusi normal.
𝐻1 : Penyaluran Paving Block pada Januari − Desember 2019 berasal dari populasi tidak berdistribusi normal.
a. Menghitung rata-rata (
𝑥̅
) penyaluran Paving Block.𝑥̅
= ∑ 𝑥𝑖𝑛1=2
𝑛
=
1.263.558
12
= 105.296,5
Maka rata-rata penyaluran Paving Block adalah 105.296,5 pcs.
b. Standard deviasi penyaluran Paving Block.
𝑆
=√
∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖−𝑥 ̅ )2𝑛−1