• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. warganegara, termasuk perlindungan terhadap anak-anak yang merupakan Hak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. warganegara, termasuk perlindungan terhadap anak-anak yang merupakan Hak"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warganegara, termasuk perlindungan terhadap anak-anak yang merupakan Hak Asasi Manusia. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai cirri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara di masa depan. Agar setiap anak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka anak perlu mendapat kesempatan yang seluas- luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik maupun mental, maka diperlukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.

Meskipun seorang anak pada dasarnya belum dapat dituntut untuk melakukan kewajibannya, terhadap anak tersebut harus diingat bahwa mereka mempunyai hak-hak, ada lima hak penting dari anak yaitu :

1. Hak memelihara diri

2. Hak memperoleh kebebasan mengeluarkan pendapat dan pandangan

3. Hak memperoleh kebebasan berfikir, berhati nurani dan beragama

4. Hak bermain dan berekreasi

(2)

5. Hak memperoleh bantuan hukum, baik di dalam maupun diluar pengadilan. 1

Kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab dari orangtua atau pengasuh yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat/kematian serta mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik secara fisik, psikologi sosial maupun mental.

Anak merupakan bagian terpenting dari seluruh proses pertumbuhan manusia, karena pada masa anak-anaklah sesungguhnya karakter dasar seseorang dibentuk baik yang bersumber dari fungsi otak maupun harus dasar emosionalnya. Berkualitas atau tidaknya seseorang di masa dewasa sangat dipengaruhi oleh proses pengasuhan dan pendidikan yang diterima di masa kanak- kanaknya.

Keluarga adalah lingkungan pertama dalam kehidupan anak, tempat dimana anak belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan kepada anak. Pendidikan dalam keluarga sangat menentukan sikap seseorang, karena orangtua menjadi basis nilai bagi anak. Pola asuh, peran dan tanggung jawab yang dijalankan oleh orang tua dalam menerapkan disiplin pada anak bukan merupakan pekerjaan yang mudah, dimana kadang kala orang tua mengalami hambatan. Hambatan-hambatan tersebut berujung pada perlakuan yang salah kepada anak.

1

Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2000, Himpunan Karya Tulis Bidang Hukum,

Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, h.163

(3)

Menurut Arif Gosita SH, hukum perlindungan anak adalah hukum tertulis maupun tidak tertulis yang menjamin anak benar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. 2 Berdasarkan konsep parents patriae, yaitu negara memberikan perhatian dan perlindungan kepada anak-anak sebagaimana layaknya orang tua kepada anak-anaknya, maka penanganan anak-anak yang berhadapan dengan hukum juga harus dilakukan demi kepentingan terbaik bagi anak serta berpijak pada nilai-nilai Pancasila.

Anak merupakan generasi bangsa yang akan datang, kehidupan anak-anak merupakan cermin kehidupan bangsa dan negara. Kehidupan anak-anak yang diwarnai dengan keceriaan merupakan cermin suatu negara memberikan jaminan kepada anak-anak untuk dapat hidup berkembang sesuai dengan dunia anak-anak itu sendiri, sedangkan kehidupan anak-anak yang diwarnai dengan rasa ketakutan dan traumatic sehingga tidak dapat mengembangkan psikososia anak merupakan cermin suatu negara yang tidak peduli pada anak-anak sebagai generasi bangsa yang akan datang.

Anak merupakan suatu bagian dari masyarakat yang memerlukan pemeliharaan dan perlindungan secara khusus serta tidak dapat dilepaskan dari bantuan orang dewasa pada tahun-tahun permulaan kehidupannya. Dalam kehidupan bermasyarakat, ketidakberdayaan yang dimiliki oleh anak-anak menjadikan mereka sering dipandang sebagai kelompok usia belia yang bodoh maka perlu diajar, tidak bertanggungjawab maka perlu didisiplinkan, belum matang maka perlu dididik, tidak mampu maka perlu dilindungi, dan sebagai

2

Arif Gosita, 1984, Masalah Perlindungan Anak, Akademika, Jakarta, h.53

(4)

sumber daya anak-anak sering dimanfaatkan. Anak-anak berhak atas semua hak dan kebebasan yang sepenuhnya sama dengan orang dewasa. Tetapi hal tersebut tidak cukup karena anak-anak memerlukan kerangka perlindungan tambahan yang kondusif dengan kesejahteraan mereka.

Anak-anak korban tindak kekerasan adalah manusia golongan lemah yang sering kali tidak bisa melindungi dan membantu dirinya sendiri karena situasi dan kondisinya. Kondisi fisik , mental dan sosial seorang anak bersifat khas dan ditandai dengan sikap sering kali mementingkan dirinya sendiri, sehingga dapat di salah gunakan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh orang disekelilingnya. Oleh karena itu, dalam kenyataan banyak terjadi kekerasan atau eksploitasi terhadap anak yang dilakukan di negara kita.

Pasal 1 angka 15 UU No.35 Tahun 2014 menyebutkan bahwa Perlindungan Khusus adalah suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya. Hal ini merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana dilaksanakan melalui tindakan-tindakan sebagai berikut :

a. upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun diluar lembaga;

b. upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi;

c. pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik

fisik, mental, maupun sosial;

(5)

d. pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa undang-undang ini dibentuk atas dasar pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional khususnya dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara. Undang-undang ini mengatur berbagai hak dan kewajiban anak serta penyelenggaraan perlindungan.

Menurut Barda Nawawi Arief, perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. 3

Prinsip perlindungan anak menurut UU No.35 Tahun 2014 tercantum dalam Pasal 2 UU No. 35 Tahun 2014 yang berbunyi: Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-HakAnak meliputi:

a. nondiskriminasi

b. kepentingan yang terbaik bagi anak

c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan d. penghargaan terhadap pendapat anak.

Selain itu juga Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa setiap anak dalam pengasuhan

3

Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Dan Pengembangan

Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.155

(6)

orang tua, wali, atau pihak manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :

a. diskriminasi;

b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;

c. penelantaran;

d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;

e. ketidakadilan; dan f. perlakuan salah lainnya.

Dalam kenyataannya kekerasan terhadap anak di Indonesia masih banyak terjadi, berdasarkan data dari Badan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Jumlah kasus kekerasan terhadap anak di provinsi Bali Tahun 2011 sebanyak 126 kasus, tahun 2012 sebanyak 209 kasus, tahun 2013 sebanyak 198 kasus dan pada tahun 2014 sebanyak 161 kasus. Berdasarkan data yang dijelaskan diatas di Provinsi Bali Jumlah kasus kekerasan terhadap anak masih tinggi yaitu melebihi 100 kasus per tahun. 4

Menurut Maulana Hasan Wadong, mengatakan bahwa “kekerasan terhadap anak yang sering terjadi berkaitan dengan lemahnya hukum perlindungan anak.” 5

Menurut WHO (World Health Organization) terdapat beberapa jenis kekerasan pada anak:

1. Kekerasan Fisik

Tindakan yang menyebabkan rasa sakit/potensi menyebabkan sakit yang dilakukan orang lain, dapat terjadi satu kali atu berulang kali.

2. Kekerasan Seksual

Kekerasan ketertiban anak dalam kegiatan seksual yang tidak dipahaminya. Kekerasan seksual dapat berupa perlakuan tidak senonoh dari orang lain, kegiatan yang menjurus pada pornografi, perkataan porno dan melibatkan anak dalam bisnis prostitusi.

3. Kekerasan Emosional

4

Sumber data : Badan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Provinsi Bali.

5

Maulana Hassan Wadong, 2000, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak,

Grasindo, Jakarta, h.95

(7)

Segala sesuatu yang dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan emosional (mental) anak. Hal ini dapat berupa kata-kata yang mengancam atau menakut-nakuti.

4. Tindakan Pengabaian/Penelantaran

Ketidak pedulian orangtua atau orang yang bertanggung jawab atas anak pada kebutuhan mereka seperti mengekang anak.

5. Kekerasan Ekonomi

Penyalahgunaan tenaga anak untuk bekerja dan kegiatan lainnya demi keuntungan orangtua/orang lain seperti menyuruh anak bekerja secara seharian dan menjuruskan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya belum dijalaninya. 6

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai bentuk kekerasan yang terjadi terhadap anak diatas, penulis ingin membahas mengenai kekerasan fisik terhadap anak dalam rumah tangga.

Perlindungan anak dapat dibedakan menjadi dua yaitu perlindungan yang bersifat yuridis dan perlindungan yang bersifat non-yuridis. Dalam penulisan ini perlindungan yang akan digunakan adalah perlindungan yang bersifat yuridis.

Perlindungan yang bersifat yuridis ini adalah perlindungan yang menyangkut semua aturan hukum yang mempunyai dampak langsung bagi kehidupan seorang anak, dalam arti semua aturan hukum yang mengatur kehidupan anak. 7

Berdasarkan uraian diatas, maka dipilih judul dalam skripsi ini yaitu :

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN DALAM KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

(STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR.”

6

Aswaggy Girl, 2013, Makalah Kekerasan pada Anak, URL :

http://aswaggygirl.blogspot.com/2013/01/makalah-kekerasan-pada-anak.html. Diakses pada tanggal 13 Mei 2015

7

Irma Setyowati Soemitro, S.H.,1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara,

Jakarta, h.13

(8)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan dengan paparan latar belakang masalah tersebut diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Pengadilan Negeri Denpasar ? 2. Bagaimanakah hambatan pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak korban KDRT di Pengadilan Negeri Denpasar serta upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban KDRT?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Dalam penulisan ilmiah ini, ruang lingkupnya akan dibatasi agar dalam menguraikan masalah ini tidak terlalu luas, dan dalam pembahasannya dapat lebih tajam dan terarah. Dalam ruang lingkup penulisan ini hal yang akan dibahas adalah penerapan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban KDRT dan hal-hal apa saja yang menjadi hambatan dalam mewujudkan perlindungan hukum terhadap anak korban KDRT.

1.4. Orisinalitas Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang dibuat berdasarkan ide yang timbul

dari pemikiran sendiri yaitu dari hasil membaca beberapa literatur. Sebelumnya

sudah terdapat penelitian yang sejenis di Universitas Udayana sebagaimana

disebutkan di bawah ini :

(9)

1. Penelitian yang dilakukan oleh I Gusti Ayu Made Yustina Mahayuni, tahun 2012, dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Sebagai Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Menurut UU No. 23 Tahun 2004.

Permasalahan yang diangkat adalah Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap perempuan sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga dengan berlakunya Undang-undang No. 23 Tahun 2004 ? Serta bagaimanakah akibat hukum yang ditimbulkan terhadap kekerasan dalam rumah tangga ?

Penelitian yang saya lakukan dalam penulisan skripsi ini yaitu dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Dalam Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) (Studi kasus di Pengadilan Negeri Denpasar), permasalahan yang diangkat adalah bagaimanakah pelaksaan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Pengadilan Negeri Denpasar ? Serta bagimanakah hambatan pelaksaan perlindungan hukum terhadap anak korban KDRT di Pengadilan Negeri Denpasar?

1.5. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum

Mengetahui perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban KRDT

berdasarkan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan

Anak dalam prakteknya di Pengadilan Negeri Denpasar.

(10)

b. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban KDRT dalam praktek di Pengadilan Negeri Denpasar.

2. Untuk mengetahui hambatan dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban KDRT dan upaya apa saja yang telah dilakukan dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban KDRT.

1.6. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan yang dapat dipergunakan dan dimanfaatkan di dalam penulisan bidang ilmu hukum pidana anak dan juga diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan hukum pidana anak di Indonesia.

b. Manfaat praktis

1. Untuk mengetahui pengaturan tentang tindak pidana KDRT

terhadap anak menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku di Indonesia.

(11)

2. Dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

3. Dapat memberikan sumbangan pemikiran pada penegak hukum dan pihak yang terkait dalam menangani masalah perlindungan terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

1.7. Landasan Teoritis

Kerangka Teoritis ini merupakan kerangka berfikir dan suatu pedoman dalam melakukan pelaksanaan penelitian, sehingga dalam penelitian dapat diarahkan tujuan penelitian sesuai dengan batas-batas yang sudah ditetapkan, dengan menggunakan teori-teori yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas yang dalam hal ini membahas tentang tindak pidana kekerasan terhadap anak di dalam rumah tangga.

Kejahatan merupakan suatu perilaku yang dianggap menyimpang atau bahkan membahayakan masyarakat, namun tidak dapat disangkal bahwa kejahatan tersebut merupakan realitas yang dikerjakan manusia dalam proses interaksi sosial yang menjadi pergaulan hidup, kejahatan merupakan suatu perikelakuan yang secara relatif dianggap menyimpang oleh masyarakat dan hukum itu sendiri. 8

8

Soerjono Soekanto, 1981, Kriminologi Suatu Pengantar, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta,

h.26

(12)

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu perbuatan hukum dilarang atau diancam pidana, asal saja dalam hal itu diingatkan bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian tersebut. 9

Perbuatan pidana menurut sistem KUHP terbagi atas kejahatan dan pelanggaran, dimana dikatakan bahwa kejahatan adalah Rechdelicten yaitu perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan oleh setiap orang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum. Sedangkan pelanggaran sebaliknya adalah wetsdelicten, yaitu perbuatan-perbuatan itu dapat dihukum berdasarkan lantaran

telah ditetapkan dalam undang-undang. 10

Hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu pula harus bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu. 11 Selain itu hukum juga bertujuan untuk mengatur pergaulan hidup secara damai. Di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-4 disebutkan bahwa :

“kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia,

9

Moeljatno, 2002, Asas-asas Hukum PIdana, Rineka, Jakarta, h.54

10

R. soesilo, Pelajaran Lengkap Hukum Pidana (Sistim Tanya-Jawab), Politeia, Bogor, h.18

11

C.S.T Kansil, 1999, Peraturan Ilmu Hukum, PT. Balai Pustaka, Jakarta, h.13

(13)

yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan...” Ini menunjukkan bahwa pemerintah memberikan perlindungan bagi seluruh rakyat Indonesia termasuk anak-anak, dan dalam pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga ditegaskan bahwa “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Pengertian anak menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa harus dijaga, karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak- hak anak merupakan hak asasi manusia yang dilindungi undang-undang dan konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang selanjutnya disebut PBB tentang hak- hak anak.

Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa : “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor. 35 Tahun 2014 Tentang

Perlindungan Anak menyebutkan : “Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku

tindak pidana berhak mendapat bantuan hukum dan bantuan lainnya”. Bantuan

(14)

lainnya dalam ketentuan ini termasuk bantuan medik, sosial, rehabilitasi, vocational dan pendidikan.

Untuk penyelenggaraan perlindungan, Pasal 59 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa “Pemerintah dan lembaga negara lainnya wajib dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus pada anak dalam situasi dan kondisi tertentu”. Dalam Pasal 69 Undang-Undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa “Anak korban kekerasan fisik, psikis, dan seksual diberikan perlindungan khusus berupa penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundang- undangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan”. Selain itu juga dilakukan upaya pemantauan, pelaporan dan pemberian saksi.

Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak juga memuat ketentuan pidana dimana pelakunya diancam pidana penjara dan pidana denda. Dalam Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa :

“Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000 (tujuh puluh dua juta rupiah).

Anak perlu dihindarkan dari perbuatan pidana yang dapat mempengaruhi

perkembangan fisik dan mentalnya. Oleh karena itu norma hukum memberikan

perlindungan khusus kepada anak. Karena jika dilakukan terhadap orang dewasa

(15)

tidak dikualifikasikan sebagai tindak pidana, namun jika dilakukan terhadap anak akan menjadi tindak pidana. 12

1.8. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum empiris, dilakukan dengan mengkaji permasalahan yang muncul dengan berdasarkan pada peraturan-peraturan hukum dan teori-teori yang ada, untuk kemudian dihubungkan dengan kenyataan di lapangan. Dengan demikian tidak hanya sebatas mempelajari pasal-pasal perundangan dan pendapat para ahli untuk kemudian diuraikan, tetapi juga menggunakan bahan-bahan yang sifatnya normatif tersebut dalam rangka mengolah dan menganalisis data-data dari lapangan yang disajikan sebagai pembahasan.

b. Sifat Penelitian

Dalam penelitian hukum empiris ini, penulis memakai metode penelitian deskriptif kualitatif, bersifat deskriptif karena dimaksudkan memberikan data setiliti mungkin perlindungan hukum terhadap anak korban tindak kekerasan dalam rumah tangga berdasarkan Undang-Undang No. 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Dan bersifat kualitatif karena memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan –satuan gejala yang ada

12

Darwan Prinst, 2003, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.99

(16)

dalam kehidupan manusia atau kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku. 13

c. Sumber Data

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian adalah meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yaitu :

1. Sumber data hukum primer yang merupakan sumber data lapangan, yaitu perolehan data langsung dari sumber pertama di lapangan baik dari responden maupun informan. Dalam hal ini penelitian akan dilakukan di Pengadilan Negeri Denpasar.

2. Sumber data sekunder yang merupakan sumber data kepustakaan, yaitu data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan juga diperkuat dengan literatur-literatur sebagai bahan bacaan ilmiah.

3. Sumber data tersier yang merupakan sumber data penunjang yang mencangkup bahan-bahan yang memberikan petunjuk atau rujukan bidang hukum yang dalam hal ini menggunakan kamus hukum, internet dan lain- lain.

d. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. Penelitian Lapangan (Field Research)

Data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan melakukan teknik pengumpulan data dengan cara wawancara (interview) yang dilakukan

13

Burhan Ashshofa, 2001, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, h.20-210

(17)

secara tersusun dengan pihak tertentu mengenai informasi yang diperlukan.

2. Penelitian Pustaka (Library Research)

Data yang diperoleh dari laporan-laporan, literatur-literatur, perundang- undangan, dokumen-dokumen lain yang dapat mendukung data lapangan.

Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu dengan cara studi kepustakaan (library research) yaitu dengan cara melakukan analisis terhadap bahan-bahan pustaka, perundang-undangan, data atau dokumen- dokumen dari lembaga terkait dan data dari media massa dengan mencari konsep-konsep, teori-teori, pendapat-pendapat yang berkaitan erat dengan pokok masalah. 14

e. Teknik Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan baik berupa data primer maupun data sekunder yang merupakaan hasil dari studi kepustakaan, observasi dan wawancara diolah secara kualitatif. Metode analisis kualitatif dilakukan dengan cara menyeleksi data yang telah terkumpul dan memberikan penafsiran terhadap data tersebut kemudian menarik kesimpulan. 15 Selanjutnya dari hasil pengolahan tersebut disajikan secara deskriptif evaluatif. Penelitian deskriptif ialah penelitian dengan menggambarkan serta menginterpretasi suatu objek sesuai dengan kenyataan yang ada, tanpa dilebih-lebihkan. Penelitian evaluatif merupakan suatu desain dan prosedur evaluasi dalam mengumpulkan dan menganalisis data secara sistematik untuk menentukan nilai atau manfaat (worth) dari suatu praktik

14

Ronny Hanitijo Soemitro, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.35

15

Winarno Surakhmand, 1998, Paper Skripsi, Disertasi, Tarsito, Bandung, h.16

(18)

(pendidikan). 16 Sehingga dengan menggambarkan dan mengadakan evaluasi terhadap kasus yang diangkat, dapat dipakai langsung dalam penulisan skripsi dan selanjutnya dapat ditemukan suatu kesimpulan atas permasalahan yang dibahas.

16

Nana Syaodih Sukmadinata, 2010, Metode Penelitian Pendidikan, PT Remaja

Rosdakarya, Bandung, h. 120

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Tabel 2.1, dapat dihitung admitansi seri jaringan dan admitansi shunt ketanah (kenetral) pada setiap bus, dan hasilnya diperlihatkan berturut-turut pada Tabel 2.2 dan

2) Penyelenggaraan Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Peneliti. Dengan kewenangan ini, LIPI melalui Pusbindiklat Peneliti harus dapate. merumuskan akreditasi penilaian

Pada tulisan ini akan diuraikan tentang definisi dan transformasi wavelet, bagaimana wavelet digunakan sebagai alat analisis (tools) dalam terapan matematika, serta ranah

Apa saja yang menjadi tugas komite sekolah sebagai pendukung dalam pelaksanaan MBS di SDN Lamper Tengah 01 Semarang?. Memberikan dukungan fasilitas sarana prasarana serta

[r]

Penelitian ini dilakukan atas dasar adanya LKS mata pelajaran Sains yang digunakan oleh pendidik di sekolah dasar yang memiliki ketidaktepatan pada

Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup penting karena termasuk faktor resiko utama penyakit jantung koroner disamping hipertensi dan merokok. Kebiasaan makan individu..

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan kasih-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat melakukan