• Tidak ada hasil yang ditemukan

AFDEELING DELI EN SERDANG TAHUN Skripsi Dikerjakan O L E H : AYUNA ADHA TANJUNG NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "AFDEELING DELI EN SERDANG TAHUN Skripsi Dikerjakan O L E H : AYUNA ADHA TANJUNG NIM :"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

AFDEELING DELI EN SERDANG TAHUN 1910 - 1942 Skripsi

Dikerjakan O

L E H

NAMA : AYUNA ADHA TANJUNG

NIM : 160706013

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunianya, juga tidak lupa penulis haturkan salawat berangkaikan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul "Afdeeling Deli en Serdang 1910-1942".

Dalam proses penulisan skripsi ini penulis banyak sekali mengalami rintangan maupun hambatan dalam menyusun skripsi ini, namun penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan yang sangat bernilai dari berbagai pihak terutama dari staf pengajar Program Studi Ilmu Sejarah FIB USU.

Penulis sadar masih banyak terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan penulisan ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan November 2020 Penulis

Ayuna Adha Tanjung NIM.160706013

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan skripsi ini tidak akan pernah selesai tanpa bantuan baik moril dan materil, dorongan semangat dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan mengucap syukur penulis ingin mengucapkan terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam kepada mereka yang telah berkontribusi bagi penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, MS. Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, serta kepada para Wakil Dekan beserta Staf Pegawai Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah sabar membimbing penulis.

Terima kasih atas segala arahan, bantuan, semangat, dan waktu luang yang telah bapak berikan. Segala pemikiran yang bapak kemukakan penulis jadikan inspirasi dan motivasi, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa juga kepada Ibu Dra.Nina Karina, M.SP., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang turut membantu dalam kelancaran penulisan ini.

(8)

3. Bapak Drs. Wara Sinuhaji M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing penulis selama kuliah di Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan penulis banyak pencerahan, pengetahuan, pengalaman serta wawasan. Juga kepada staf administrasi Program Studi Ilmu Sejarah, Pak Ampera yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan persoalan administrasi selama masa studi.

5. Pimpinan dan pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Museum Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Kota Medan dan Perpustakaan Tengku Luckman Sinar, yang telah memberikan data dan pelayanan yang sangat baik selama penulis melakukan penelitian.

6. Terima kasih terkhusus untuk kedua orang yang paling penulis sayangi, cintai, dan hormati, Ayah Syahril Tanjung dan Bunda Tengku Sri Mahtuti.

Gelar sarjana ini penulis persembahkan kepada Ayah dan Bunda. Terima kasih sebesar-besarnya atas segala pengorbanan dan do‟a yang tidak pernah putus, dan juga tanpa kenal lelah mendukung penulis dalam menyelesaikan masa studi. Tidak akan pernah bisa terbalas atas semua yang telah Ayah dan Bunda lakukan untuk penulis. Kepada Abang Awalludin Maghrif

(9)

Patullah S.P dan Adik Haris Padillah terima kasih penulis ucapkan untuk do‟a dan dukungan kalian, baik moril maupun materil.

7. Kepada Atok saya Tengku Adlin dan Alm.Wan Nurhana yang telah membantu penulis baik dalam dukungan moril maupun materil. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga seluruh keluarga Alm.Abu Bakar, atas segala apa yang telah diberikan selama penulis berkuliah.

8. Kepada uwak Tengku Nurlina, uwak Tengku Rafika Maya, Ibu Tengku Intan Rentira, Ibu Noni Yusfika, Anjang Tengku Harmaini, Ucu Tengku Mustika S.IP, dan seluruh keluarga besar Fams Squad, penulis ucapkan terima kasih untuk segala hal yang telah di berikan selama penulis menyelesaikan masa studi.

9. Kepada sahabat-sahabat penulis, Dicky, Luthfi, Agung, Marselina, Ibrahim, Marasutan, Nurma, Widya, Hermanto, Sultan, Falen, Ita, Sabrina, Mifta, Dendy, Fazly dan Agam semoga kebersamaan di antara kita yang telah terjalin selama ini tetap terpelihara. Terimakasih juga untuk seluruh teman-teman angkatan 2016 atas pengalaman baik suka maupun duka yang sangat berharga yang telah kita lewati bersama.

10. Kepada Bang M. Azis Rizky Lubis, S.S, Bang Kiki Maulana Affandi, S.S, Bang Handoko S.S, M.A, atas segala bantuan sepanjang proses pengerjaan skripsi ini terutama ketika berada di Jakarta.

(10)

Akhirnya untuk semua yang membantu baik secara langsung maupun tidak, dalam penulisan skripsi ini penulis ucapkan terima kasih. Semoga kebaikan dan bantuan yang telah diberikan pada penulis mendapat balasan terbaik dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Amin.

Medan November 2020 Penulis

Ayuna Adha Tanjung NIM. 160706013

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR ISTILAH ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penulisan ... 4

1.4 Manfaat Penulisan ... 4

1.5 Tinjauan Pustaka ... 5

1.6 Metode Penulisan ... 7

BAB II AFDEELING DELI EN SERDANG SEBELUM TAHUN 1910 ... 13

2.1 Wilayah ... 14

2.2 Penduduk ... 26

2.3 Pemerintahan ... 35

BAB III LATAR BELAKANG BERDIRINYA AFDEELING DELI EN SERDANG TAHUN 1910 ... 45

3.1 Pusat Industri Perkebunan ... 46

3.2 Reorganisasi Pemerintahan ... 55

3.3 Memudahkan Pengawasan Wilayah ... 65

(12)

BAB IV PERKEMBANGAN AFDEELING DELI EN SERDANG

1910-1942 ... 68

4.1 Wilayah ... 69

4.2 Penduduk ... 72

4.3 Pemerintahan ... 78

4.3.1 Pemerintahan Kolonial Belanda ... 78

4.3.2 Pemerintahan Wilayah Swapraja ... 84

4.4 Sarana dan Prasarana ... 89

4.4.1 Jalan Raya ... 89

4.4.2 Jalur Kereta Api ... 97

4.4.3 Pelabuhan ... .103

4.4.4 Pendidikan ... .106

4.4.5 Kesehatan ... .114

4.4.6 Pasar ... .119

BAB V KESIMPULAN... .123

5.1 Kesimpulan ... .123

5.2 Saran ... .127

DAFTAR PUSTAKA ... .128 LAMPIRAN

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Afdeeling Deli tahun 1875 ... 17

Gambar 2. Kuli-kuli Perkebunan di Deli 1905 ... 32

Gambar 3. Potret tempat tinggal kuli perkebunan di Deli 1905 ... 33

Gambar 4. Jalan Onderneming Deli Tua Afdeeling Deli en Serdang 1905 ... 90

Gambar 5. Proses Pembuatan Jalur Kereta Api 1907 ... 98

Gambar 6. Rel Kereta Api Deli Spoorweg Maatschappij Belawan-Medan 1921... 100

Gambar 7. Pelabuhan Belawan 1925 ... 106

Gambar 8. Murid dan guru sekolah di Senembah Maatschappij 1920 ... 113

Gambar 9. Rumah Sakit di Tandjong Morawa 1918 ... 117

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Wilayah Perkebunan di Wilayah Deli dan Serdang 1876 ... 19

Tabel 2. Persebaran etnis Melayu di wilayah Deli tahun 1876 ... 28

Tabel 3 Persebaran etnis Karo dan Simalungun di Deli tahun 1876... 29

Tabel 4 Lokasi perkebunan di Afdeeling Deli tahun 1889 ... 52

Tabel 5 Persentase penggunaan lahan di Afdeeling Deli en Serdang Tahun 1939 ... 72

Tabel 6 Jumlah Penduduk Afdeeling Deli en Serdang Tahun 1911... 73

Tabel 7. Jumlah Penduduk Tahun 1920 ... 74

Tabel 8 Jumlah Penduduk yang tinggal di Perkebunan Tahun 1929 ... 75

Tabel 9 Jumlah Penduduk di Subdivi Afdeeling Deli en Serdang Tahun 1930 ... 77

Tabel 10 Nama-nama Asisten Residen Afdeeling Deli en Serdang 1910-1938 ... 80

Tabel 11 Jumlah Transportasi Yang Melintas tahun 1926... 94

Tabel 12 Biaya Pengeluaran Untuk Jalan Pemerintah Dari Tahun 1920-1925 ... 96

Tabel 13 Daftar Panjang Lintasan Rel Kereta Api... 101

Tabel 14 Jumlah Eskpor di Pelabuhan Bandar Chalipah dan Tanjung Beringin ... 104

Tabel 15 Jumlah Siswa Eropa di Setiap Sekolah tahun 1924 ... 108

Tabel 16 Jumlah Siswa Menengah Umum di Subdivi Afdeeling Deli en Serdang tahun 1919 ... 110

Tabel 17 Lokasi Sekolah di Afdeeling Deli en Serdang tahun 1929... 112

Tabel 18 Lokasi dan Pendapatan Pasar di Afdeeling Deli en Serdang Tahun 1924- 1928 ... 121

(15)

DAFTAR ISTILAH

Afdeeling : Wilayah yang setingkat dengan Kabupaten dan dipimpin oleh Asisten Residen.

Asisten Residen : Kepala pemerintahan di suatu Afdeeling.

Bangsal : Gudang pengeringan tembakau

Bau : Ukuran luas tanah, 1 bau = 7,0965 m2 / 0,79 ha Belasting : Sebutan untuk pajak penghasilan yang ditetapkan

pemerintah kolonial.

Cultuurgebied : Wilayah yang ditetapkan sebagai perkebunan.

Datuk : Kepala Urung di Kesultanan Deli Gemeente : Sebutan daerah yang menjadi Kota

Kerapatan : Pengadilan yang dibentuk oleh pemerintah kolonial di wilayah pedalaman.

Landschap : Pemerintahan raja-raja didampingi oleh aparatur

pemerintahan Gubernemen, dengan pangkat paling tinggi Asisten Residen.

Last : satuan berat lama berkisar 2.000 kg

Onderafdeeling : Wilayah setingkat kecamatan dan dipimpin oleh seorang Controleur.

Staatsblad : Peraturan perundang-undangan pemerintahan kolonial.

Wazir : Bawahan Sultan yang mengurus sebuah wilayah.

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Staatsblad 1900 No.64 Lampiran II : Staatsblad 1909 No. 179 Lampiran III : Regeering Almanak 1910 Lampiran IV : Regeering Almanak 1911 Lampiran V : Besluit 31 Januari 1910 No.21

(17)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Afdeeling Deli en Serdang tahun 1910-1942. Penelitian ini merupakan kajian sejarah pemerintahan pada masa Kolonial Hindia Belanda. Dalam pelaksanaan penelitiannya, skripsi ini menggunakan metode sejarah. Pada proses Heuristik, digunakan sumber-sumber berupa arsip laporan serah terima jabatan (Memorie Van Overgave), Besluit, Algemeene Secretarie, Staatsblad, Encyclopedie van Nederlandsch Indie, Binnenlandsch Bestuur, Kolonial Verslag, jurnal, dan buku- buku sejaman sebagai data primer serta buku, skripsi, tesis sebagai data sekunder.

Setelah data terkumpul kemudian dilakukan verifikasi yakni kritik intern dan ekstern untuk menemukan fakta-fakta. Selanjutnya fakta-fakta tersebut diinterpretasikan sehingga diperoleh data yang objektif untuk diceritakan kembali dalam proses historiografi.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai wilayah Deli Serdang saat ini pada masa kolonial Hindia Belanda. Sebelumnya wilayah ini merupakan dua kerajaan besar yang berbeda yaitu Kesultanan Deli dan Kesultanan Serdang yang secara historis memiliki kesamaan genealogi. Pemerintah Hindia Belanda yang bersifat sentralisasi menganggap ini tidak efisien, karena banyak urusan-urusan pemerintahan bersifat lokal yang harus diurus oleh pemerintah pusat.

Oleh karena itu pemerintah Hindia Belanda memberi wewenang otonomi pada setiap daerah jajahannya dan membentuk Afdeeling yang setara dengan kabupaten saat ini.

Latar belakang ditetapkannya Deli dan Serdang sebagai satu Afdeeling adalah karena wilayah Deli dan juga Serdang merupakan pusat industri perkebunan bahkan kedua wilayah ini disebut sebagai Het Dollar Land (Negeri Dolar). Ekspansi perkebunan di Afdeeling Deli en Serdang ini memicu konflik-konflik di perkebunan, sehingga pemerintah Hindia Belanda melakukan merasa perlu melakukan reorganisasi pemerintahan dan menyatukan kedua wilayah Deli dan Serdang secara administratif. Selain itu, penyatuan kedua wilayah Deli dan Serdang dimaksudkan untuk memudahkan pemerintah Hindia Belanda dalam mengawasi dan mempertahankan wilayah jajahannya atas wilayah ini.

Kata kunci : Afdeeling, Pemerintahan Kolonial, Deli en Serdang. Perkebunan.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Afdeeling Deli en Serdang merupakan salah satu dari lima Afdeeling yang ada di Sumatera Timur yang dipimpin oleh seorang Asisten Residen yang berkedudukan di Medan.1 Afdeeling Deli en Serdang terbentuk pada tahun 1910 ketika pemerintah Belanda melakukan reorganisasi pemerintahan.2 Luas wilayah Afdeeling Deli en Serdang yaitu ± 4.834 km2.3 Secara geografis wilayah Afdeeling ini tidak begitu luas dibandingkan dengan Afdeeling lainnya di Sumatera Timur, namun memiliki penduduk yang sangat padat yaitu sekitar ± 460.000 jiwa.

Dibandingkan dengan Afdeeling lainnya yang ada di Sumatera Timur, Afdeeling Deli en Serdang memiliki beberapa hal yang menarik. Pertama, Afdeeling Deli en Serdang merupakan pusat administrasi pemerintahan Hindia Belanda, karena Pemerintahan Hindia Belanda memilih Medan sebagai ibukota Afdeeling Deli en Serdang sekaligus sebagai ibukota Keresidenan Sumatera Timur yang berdasarkan

1 Sejak tahun 1910 wilayah Keresidenan Sumatera Timur dibagi atas 5 Afdeeling yaitu : Afdeeling Deli yang beribukota di Medan, Afdeeling Asahan beribukota di Tanjung Balai, Afdeeling Langkat beribukota di Binjai, Afdeeling Simaloengoen en Karo Landen beribukota di Pematang Siantar, Afdeeling Bengkalis beribukota di Bengkalis. Lihat : Tuanku Luckman Sinar, Sejarah Pemerintahan Kabupaten Deli dan Serdang, Medan : Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Deli Serdang 1951, hal.126.

2 Pada tahun 1887 wilayah ini dinamakan Afdeeling Deli mulai dari Temiang sampai ke Padang berkedudukan di Labuhan Deli, dan wilayah Serdang merupakan Onderafdeeling dari Afdeeling Deli yang berkedudukan di Rantau Panjang. Tahun 1910 Afdeeling Deli ini dihapuskan dan diubah menjadi Afdeeling Deli en Serdang. Lihat : Pelzer. J Karl, Toean Keboen dan Petani Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria, Sinar Harapan,1985, hal 110.

3 Afdeeling Langkat dengan luas ± 6.184 km2 , Afdeeling Asahan dengan luas ±11.450 km2 , Afdeeling Simaloengoen en Karo Landen dengan luas ± 6.276 km2 , Afdeeling Bengkalis dengan luas ± 6.873 km2. Secara keseluruhan luas wilayah Sumatera Timur 36.869 km2. Op.cit. Tuanku Luckman Sinar, Sejarah Pemerintahan Kabupaten Deli dan Serdang.

(19)

Staatsblad. 1879 No.209 dipindahkan dari Bengkalis ke Labuhan dan kemudian Medan karena perkembangan ekonomi perkebunan yang begitu pesat.4

Kedua, wilayah Afdeeling Deli en Serdang juga sangat dinamis karena hanya wilayah Afdeeling ini yang mempunyai dua Gemeente sekaligus yaitu Gemeente Medan dan Gemeente Tebing Tinggi.5 Jika dibandingkan dengan Afdeeling Simaloengoen en Karolanden yang hanya memiliki satu gemeente meskipun Afdeeling ini menyatukan dua wilayah yaitu Karo dan Simalungun.6

Ketiga, Afdeeling Deli en Serdang menjadi pusat aktivitas perkebunan dan perdagangan.7 Hal ini dapat dilihat dengan adanya pelabuhan induk dan terbesar yang bertaraf internasional di Afdeeling Deli en Serdang yaitu pelabuhan Belawan.

Belawan sebagai pintu masuk dan keluar barang ekspor dan impor. Sebelumnya aktivitas pelayaran dan perdagangan berada di Labuhan Deli karena terjadinya pendangkalan karena adanya sedimentasi dari sungai Deli dan juga karena ekonomi perkebunan yang pada saat itu berkembang pesat sehingga membutuhkan tempat

4Tim Pengumpulan, Penelitian Data dan Penulisan Sejarah Pemerintahan Departemen Dalam Negeri Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, Sejarah Perkembangan Pemerintahan Departemen Dalam Negeri di Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara (Masa Pemerintahan Pendudukan Kolonial dan Jepang),Medan, Tanpa Penerbit, 1991. hal.150.

5 Berdasarkan Desentralische Wet 1903 dibentuk beberapa Gemeentefonds seperti Gemeente Binjai (Afdeeling Langkat), Gemeente Pematang Siantar (Afdeeling Simaloengoen en Karo Landen), Gemeente Tanjung Balai (Afdeeling Asahan). Lihat Tuanku Lukman Sinar, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur. Yayasan Kesultanan Serdang .Medan.1989. hal 239

6Daerah Tingkat I, Pemprovsu. Sumatera Utara Dalam Lintasan Sejarah. tanpa penerbit.

Medan. tanpa tahun terbit. hal.92.

7Tim Pengumpulan, Penelitian Data dan Penulisan Sejarah Pemerintahan Departemen Dalam Negeri Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, Sejarah Perkembangan Pemerintahan Departemen Dalam Negeri di Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara (Masa Pemerintahan Pendudukan Kolonial dan Jepang),Medan, Tanpa Penerbit, 1991. hal.150.

(20)

yang luas untuk melaksanakan kegiatan perdagangan.8 Afdeeling Deli en Serdang juga memiliki banyak rute jalur kereta api yang menghubungkan seluruh daerah perkebunan Sumatera Timur agar mempercepat ekspor hasil perkebunan tersebut.9

Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti Afdeeling Deli en Serdang karena belum ada tulisan yang membahas secara spesifik mengenai Afdeeling Deli en Serdang. Adapun beberapa penulisan mengenai Afdeeling Deli en Serdang hanya mengkaji tentang pelabuhan Belawan, Gemeente Medan dan Gemeente Tebing Tinggi, Onderafdeeling Padang en Bedagai dan mengenai Deli Spoorweg Maatschappij. Penulisan-penulisan mengenai Deli en Serdang yang pernah ditulis sebelumnya kurang terfokus secara khusus mengenai Afdeeling Deli en Serdang. Penulis memberi judul Penulisan ini “Afdeeling Deli en Serdang 1910- 1942”. Batasan waktu Penulisan ini adalah tahun 1910 dimana awal pemerintahan

Hindia Belanda menetapkan Deli dan Serdang sebagai satu administratif setingkat Afdeeling, dan diakhiri tahun 1942 saat berakhirnya masa pemerintahan kolonial Belanda digantikan oleh Jepang lalu mereka menghapus sistem Afdeeling dan diubah dengan nama Bunshucho.

8 Handoko.dalam tesisnya, Jaringan Pelayaran Pelabuhan Belawan 1886-1942. Tanpa penerbit. Medan. 2018. hal 11.

9 Pembangunan rute kereta api dimulai tahun 1883 sedangkan jaringan lintasan pertama dibuka pada tahun 1886 dari Medan-Labuhan, Medan-Deli Tua, Labuhan-Belawan, Medan-Serdang, Serdang-Perbaungan, Lubuk Pakam-Bangun Purba, Deli Tua-P.Batu. Lihat Daniel Perret, Kolonialisme dan Etnisitas Batak dan Melayu di Sumatera Timur Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Jakarta, 2010. hal.214.

(21)

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada skripsi ini terangkum dalam pertanyaan berikut:

1. Bagaimana keadaan Afdeeling Deli en Serdang sebelum tahun 1910 ? 2. Apa latar belakang berdirinya Afdeeling Deli en Serdang tahun 1910 ? 3. Bagaimana perkembangan Afdeeling Deli en Serdang tahun 1910-1942 ?

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:

1. Menjelaskan keadaan Afdeeling Deli en Serdang sebelum tahun 1910.

2. Menjelaskan latar belakang berdirinya Afdeeling Deli en Serdang tahun 1910.

3. Menjelaskan perkembangan Afdeeling Deli en Serdang tahun 1910-1942.

1.4. Manfaat Penulisan

Penulisan ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Untuk menambah wawasan masyarakat yang meliputi daerah Afdeeling Deli en Serdang yang sekarang kita kenal sebagai Kabupaten Deli Serdang.

2. Sebagai tambahan informasi historiografi sejarah pada masa kolonial di Sumatera Utara khususnya untuk Kabupaten Deli Serdang.

(22)

3. Aspek praktis dari penulisan ini adalah sebagai bahan acuan serta referensi untuk penulisan lanjutan bagi Penulis, mahasiswa, instansi/lembaga, maupun pembaca pada umumnya.

1.5. Tinjauan Pustaka

Sebelum melakukan penulisan, peneliti melakukan studi kepustakaan mengenai buku yang terkait dengan tulisan ini. Beberapa buku karya Tuanku Luckman Sinar dalam Perbaikan Konsep Sejarah Deli Serdang (1987-1988), membahas tentang kondisi Deli Serdang ketika diintervensi Hindia Belanda menjadi Afdeeling Deli. Buku ini berguna bagi penulisan ini karena menjelaskan bagaimana terjadinya perubahan-perubahan formasi pemerintahan di Afdeeling Deli en Serdang.

Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur (1989) membahas tentang Kerajaan Deli dan Kerajaan Serdang dan buku ini berguna bagi penulisan ini karena menjelaskan bagaimana pembagian wilayah Deli dan Serdang.

Selain itu buku ini juga berguna untuk menjelaskan bagaimana Sultan Deli dan Sultan Serdang tunduk kepada Hindia Belanda.

Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara dalam judul Sumatera Utara dalam Lintasan Sejarah. Buku ini membahas tentang bagaimana perpindahan pusat pemerintahan Sumatera Timur dari Bengkalis ke Labuhan Deli serta nantinya pindah ke Medan. Buku ini berguna bagi penulisan ini karena menjelaskan perkembangan ekonomi perkebunan yang sangat pesat di Sumatera Timur khususnya Afdeeling Deli en Serdang.

(23)

Pemerintahan Departemen Dalam Negeri di Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara dalam judul Sejarah Perkembangan Kabupaten Deli Serdang(Masa Pemerintahan Pendudukan Kolonial dan Jepang) (1991). Membahas tentang pemerintahan Afdeeling Deli en Serdang melakukan perubahan beberapa kali pada pembagian Afdeeling dan Onder-Afdeeling pada masa kolonial. Buku ini berguna bagi penulisan ini karena menjelaskan berapa luas wilayah Afdeeling Deli en Serdang dan jumlah perkembangan penduduknya.

Daniel Perret dalam judul Kolonialisme dan Etnisitas Batak dan Melayu di Sumatera Timur Laut. Buku ini membahas tentang sejarah Sumatera Timur Laut sampai Perang Dunia ke II di buku ini juga dikatakan bahwa sebenarnya masyarakat di pedalaman dan masyarakat di tepi laut bukan dua satuan etnis yang bertentangan.

Namun keduanya adalah golongan-golongan sosial yang bergantung satu sama lain.

Buku ini berguna bagi penulisan ini karena menjelaskan bagaimana perpindahan ibukota Afdeeling Deli en Serdang dari Labuhan Deli ke Medan juga membantu Penulis untuk mengetahui perkembangan rute kereta api dan perkebunan di Sumatera Timur khususnya Afdeeling Deli en Serdang.

Karl J.Pelzer dalam judul Toean Keboen dan Petani Politik Kolonial dan Perjuangan Agragia. Buku ini membahas tentang peraturan konsesi tanah perkebunan dan peraturan-peraturan kuli pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Buku ini berguna bagi penulisan ini karena menjelaskan tentang jumlah sensus penduduk di wilayah Afdeeling Deli en Serdang dan juga buku ini berguna untuk menjelaskan bagaimana perkembangan rute rel kereta api di wilayah Afdeeling

(24)

Deli en Serdang. Selain itu membantu dalam menjelaskan perusahaan perusahaan perkebunan yang berkembang di wilayah Afdeeling Deli en Serdang.

Handoko dalam tesisnya yang berjudul Jaringan Pelayaran Pelabuhan Belawan 1886-1942. Membahas tentang dua pelabuhan di Afdeeling Deli en Serdang yaitu Labuhan Deli dan Belawan, dan juga menjelaskan bagaimana pelabuhan Deli sebelum berpindah ke Belawan. Tesis ini berguna bagi penulisan ini karena menjelaskan bagaimana pelabuhan Belawan menjadi pelabuhan terpenting dan terbesar di Sumatera Timur.

1.6. Metode Penulisan

Setiap penelitian haruslah menggunakan metode penelitian. Metode penelitian adalah suatu cara atau aturan yang sistematis digunakan sebagai proses dalam memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip untuk mencari kebenaran dari sebuah permasalahan. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Metode sejarah merupakan proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan jejak-jejak peninggalan di masa lampau. Dalam penerapannya metode sejarah sangat bertumpu pada empat metode yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi dan menjadi langkah operasional dalam penulisan sejarah.10

Tahap pertama adalah Heuristik, heuristik merupakan langkah untuk mendapatkan bahan atau sumber tertulis dari peristiwa yang terkait dengan penelitian.

10Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, hlm 50.

(25)

Pada bagian heuristik penulis telah melakukan studi arsip dan studi pustaka. Studi arsip diperlukan mengingat cakupan periode yang akan dikaji dalam penulisan adalah periode kolonial, dan karena tidak mungkin dilakukan dengan mengandalkan data lisan. Studi arsip dilakukan agar memperoleh sumber-sumber primer. Penulis telah mengumpulkan arsip-arsip tentang Afdeeling Deli en Serdang yang didapat dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di Jakarta Selatan. Pencarian arsip penulis lakukan dimulai pada 10 Februari 2020 sampai 11 Maret 2020 bersama beberapa teman lainnya dan ini merupakan pengalaman pertama bagi penulis dalam mengunjungi dan mengakses arsip. Sebelumnya penulis sudah melakukan diskusi dengan senior yang lebih dulu mengunjungi ANRI sebagai bekal agar tidak kebingungan ketika di ANRI. Pada hari pertama dalam pencarian data penulis mengalami cedera di bagian kaki sehingga di 3 hari pertama penulis mengalami kesulitan dalam proses pencarian data di ANRI. Akan tetapi, Pelayanan pegawai ANRI yang sangat baik sangat membantu penulis dalam mengejar ketertinggalan beberapa hari akibat cedera dalam mencari data. Mereka menjelaskan mengenai arsip-arsip terkait, lokasi arsip, fungsi, serta cara penggandaan arsip. Dari studi arsip ini, data pertama yang penulis dapatkan adalah Algemeene Secretarie yang merupakan arsip-arsip pemerintahan yang dikeluarkan oleh Sekretariat Gubernur Jendral Hindia Belanda. Katalog arsip Algemeene Secretarie terbagi atas Algemeene Secretarie Grote Bundel ter Zijden Grote Agenda 1891-1942, Algemeene Secretarie Grote Bundel Besluiten 1981-1942 dan Algemeene Secretarie Grote Bundel Missive Gouvernements Secretaris 1890-1942. Dari ketiga seri arsip tersebut, penulis hanya

(26)

mendapatkan 2 Algemeene Secretarie yaitu Algemeene Secretarie Grote Bundel Besluiten 1981-1942 dan Algemeene Secretarie Grote Bundel Missive Gouvernements Secretaris 1890-1942. Penulis juga menemukan arsip terkait seperti Burgerlijke Opanbare Werken yang berisi tentang pembangunan infrastruktur disuatu wilayah, Binnenlandsch Bestuur yaitu arsip-arsip tentang desentralisasi pemerintahan dalam negeri. Arsip ini juga berisi tentang keputusan yang dibuat oleh pejabat Afdeeling Deli en Serdang.

Selanjutnya, penulis menemukan Memorie van Overgave Deli en Serdang, yaitu laporan serah terima jabatan dari seorang pejabat di akhir masa jabatannya.

Laporan ini ditulis oleh Asistent Resident maupun Controleur diakhir masa pemerintahannya. Selain MVO Afdeeling Deli en Serdang penulis juga mengumpulkan MVO Afdeeling Deli sebelum tahun 1910. Kemudian, penulis juga menemukan arsip Enyclopaedie van Nederlandsch Indie, yang berisi tentang rangkuman secara singkat suatu objek khususnya di wilayah Deli dan Serdang.

Penulis juga menemukan arsip Kolonial Verslag yaitu catatan laporan tahunan yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda dalam segala aspek pemerintahan, politik, sosial dan ekonomi.

Selain itu, di ANRI penulis menemukan susunan peraturan perundangan- undangan pemerintah Hindia Belanda yang dimulai dari Staatsblad van Nederlandsch Indie yang berisi tentang pasal-pasal dan ketentuan yang disahkan oleh Gubernur Jendral. Kemudian, dari Staatsblad terdapat peraturan pendukung sejenis Peraturan Pemerintah (PP) yang disebut Bijblad op het Staatsblad van Nederlandsch Indie.

(27)

Ketentuan-ketentuan tersebut pada akhirnya dicatat dalam laporan akhir pemerintahan pusat yang disebut dengan Regering Almanak. Selain menemukan sumber-sumber tertulis, penulis juga menemukan peta kartografi berupa peta perkebunan yang diterbitkan oleh AVROS.

Data-data yang penulis peroleh dari ANRI, beberapa dimuat dalam bentuk CD seperti MVO dan peta kartografi, sedangkan data lainnya dalam bentuk hardcopy atau print out. Data-data dalam bentuk CD tersebut, kemudian penulis pindahkan ke flashdisk agar menjaga dari kemungkinan terburuk hilangnya data di CD dan juga agar lebih mudah untuk memasukkannya sebagai lampiran. Selain mendapatkan arsip-arsip di ANRI, penulis juga mengunjungi situs arsip digital. Sumber arsip digital yang diakses dan digunakan penulis adalah Delpher, KITLV, dan Tropen Museum. Arsip digital ini banyak berbentuk buku,gambar, majalah dan koran.

Selain sumber dari studi arsip tersebut, penulis juga telah mengumpulkan sumber melalui studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan sumber- sumber yang berkaitan dengan topik penelitian ini baik dalam bentuk buku, skripsi, tesis, disertasi, jurnal, dan lainnya. Untuk memperoleh sumber melalui studi pustaka penulis telah mengunjungi beberapa perpustakaan yakni Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jakarta Pusat. Di sini penulis mendapatkan Tijdschrift Indische Taal Land en Volkenkunde Bataviaasch Genootschap atau disingkat TBG yang merupakan laporan peneliti-peneliti dari lembaga penelitian Koninklijk Bataviasch Genootschap Kunsten en Wetenschapen. Data-data TBG dikeluarkan setiap tahunnya sehingga sangat banyak dijumpai, namun tidak semuanya mencatat tentang Deli dan

(28)

Serdang. Data serupa juga ditemukan di Museum Nasional yaitu Tijdschrift van het Nederlandsch Aardrijkskundige Genootschap atau disingkat TNAG. Hanya saja TNAG berisi tentang penjelasan topografi wilayah Hindia Belanda, mulai dari kondisi tanah, iklim, batas wilayah, dan jenis komiditi yang dominan.

Kemudian penulis juga mengunjungi perpustakaan lainnya seperti Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Museum Deli Serdang dan Perpustakaan Tuanku Lukman Sinar. Pencarian data di tempat-tempat ini penulis lakukan sebelum berangkat mencari data arsip di Jakarta. Setelah studi arsip penulis tidak dapat mengakses perpustakaan tersebut karena terkendala pandemi Covid-19 yang menyebabkan ditutupnya akses perpustakaan.

Setelah data terkumpul, metode selanjutnya penulis gunakan adalah Kritik Sumber. Kritik Sumber merupakan tahap di mana sumber atau data-data yang didapatkan diuji atau diverifikasi kebenarannya. Kritik dibagi lagi menjadi dua yaitu kritik intern dan ekstern. Kritik intern adalah kritik yang akan menguji kebenaran dari isi sumber-sumber yang telah dikumpulkan, sedangkan kritik ekstern adalah pemilahan sumber-sumber mana yang akan dijadikan tulisan serta menganalisis keaslian dengan mengamati tulisan, ejaan, jenis kertas, stempel, dan tanda tangan.

Tahap selanjutnya adalah interpretasi, yang merupakan tahap di mana penulis akan menuangkan semua ide yang telah didapatkan melalui sumber-sumber yang telah diuji keabsahannya. Dalam tahap ini penulis melakukan analisis dan sintesis.

Analisis berarti menguraikan sumber-sumber yang telah dikritik sebelumnya.

(29)

Kemudian dari proses analisis diperoleh fakta-fakta yang disintesiskan sehingga mendapatkan sebuah kesimpulan.

Tahap terakhir adalah Historiografi (Penulisan Sejarah), yang merupakan proses mendeskripsikan rangkaian sejarah secara kronologis. Hasil penulisan di tahap ini ditulis secara deskriptif-analitis, Maksudnya adalah penulisan ini dapat menggambarkan dan menjelaskan secara rinci sehingga akan menghasilkan sebuah deskripsi yang cukup jelas mengenai Afdeeling Deli en Serdang dan tentunya berpedoman dengan outline yang telah disusun sebelumnya.

(30)

BAB II

AFDEELING DELI EN SERDANG SEBELUM TAHUN 1910

Bab II ini akan mendeskripsikan mengenai keadaan Deli dan Serdang sebelum tahun 1910. Awalnya, Afdeeling Deli en Serdang merupakan dua kerajaan besar yaitu Kerajaan Deli dan Kerajaan Serdang yang terletak di Sumatera Timur. Kedua kerajaan ini memiliki genealogi yang sama dari Gotjah Pahlawan. Kerajaan Deli dan Serdang juga merupakan sasaran konflik kedaulatan antara Aceh dan Siak sampai kedatangan Belanda.

Sejak diberlakukannya Tractaat Siak wilayah Deli dan Serdang dinyatakan takluk kepada Kesultanan Siak, hingga akhirnya dipisahkan oleh Belanda menjadi Afdeeling tersendiri tahun 1873. Seiring dengan itu investasi perkebunan mulai masuk di kedua wilayah ini sehingga terjadi peningkatan penduduk, dan komoditi perkebunan. Pembagian wilayah perkebunan mulai diberlakukan di kedua wilayah ini. Di sisi lain intervensi pemerintah Hindia Belanda ini juga mengurangi hak-hak Sultan.

Dalam bab ini, terdapat tiga hal utama yang akan dibahas, yaitu mengenai wilayah, penduduk, dan pemerintahan. Rentang waktu yang dibahas dalam bab ini adalah sejak tahun 1858 awal mulanya intervensi pemerintah Belanda terhadap wilayah di Sumatera Timur, melalui Tractaat Siak. Inilah awal mulanya campur tangan Belanda serta minatnya terhadap wilayah Sumatera Timur khususnya Deli dan Serdang. Pembahasan dalam bab ini diakhiri tahun 1909 setahun sebelum terbentuknya Afdeeling Deli en Serdang.

(31)

2.1 Wilayah

Kerajaan Deli dan Kerajaan Serdang merupakan dua kerajaan besar yang terletak di pesisir pantai timur Sumatera. Keduanya merupakan kerajaan yang berasal dari rumpun genealogi yang sama.11 Sejak lama kedua wilayah ini diperebutkan oleh Kesultanan Aceh dan Siak untuk dijadikan sebagai wilayah jajahannya. Kesultanan Aceh ketika dipimpin oleh seorang Raja Wanita (Tadjul Alam Tsafiatuddin) kekuasaannya menjadi lemah di sebabkan oleh terjadinya perebutan tahta dan perang saudara di Aceh. Oleh karena itu Deli dapat melepaskan diri dari kekuasaan Aceh dan menjadi wilayah yang merdeka.

Melemahnya kekuasaan Aceh di Deli menjadi titik awal Siak dalam menanamkan pengaruhnya di Deli dan Serdang. Pada tahun 1780 Sultan Siak (Sultan Ismail) menyerang Deli dan Serdang. Namun, pada masa kekuasaan Sultan Ismail, kekuasaan Siak mengalami kemunduran dan sering terjadi perselisihan antara keluarga kerajaan dan beberapa kerajaan kecil di Sumatera Timur yang mulai beralih ke hegemoni Aceh.12 Kemudian untuk mempertahankan kekuasaannya, Kesultanan

11 Nama Deli diambil dari nama Delhi yaitu tempat asal Tuanku Sri Paduka Gotjah Pahlawan yang bernama Delikhan atau Deli Akbar di India. Adapun kemungkinan nama Deli diambil dari Deli Tua bekas ibukota Kerajaan Aru II, yang namanya diambil dari sebuah sungai dekat Deli Tua bernama Lau Petani Deli. Untuk nama Kesultanan Serdang berasal dari nama sebuah pohon “Serdang” yang daunnya digunakan untuk atap rumah. Berdirinya Kesultanan Serdang diawali dengan perang suksesi dalam perebutan tahta di Deli sekitar tahun 1723. Konfilk perebutan tahta tersebut bermula saat Tuanku Panglima Paderap mangkat pada tahun 1723. Tuanku Gandar Wahid, anak kedua Tuanku Panglima mengambil alih tahta dengan tidak memperdulikan abangnya Tuanku Panglima Jalaluddin dan adiknya Tuanku Umar. Tuanku Jalaluddin tidak bisa berbuat apa-apa karena cacat fisik yang dialaminya, sementara Tuanku Umar Djohan Alamsyah melanjutkan mengungsi ke wilayah Serdang karena tidak berhasil merebut haknya atas tahta Deli. Tuanku Umar bersama ibundanya Tuanku Puan Sampali mendirikan Kampung Besar (Serdang). Lihat Tengku Lukman Sinar, Sari Sejarah Serdang Jilid I, Medan: tanpa penerbit, 1971, hlm.30.

12 Ibid. hlm 31.

(32)

Siak meminta bantuan kepada Belanda. Pada tahun 1858 Siak berhasil mendapatkan pengakuan atas kedaulatannya di Sumatera Timur melalui Tractaat Siak yang dibuat oleh Belanda. Setelah diadakannya Kontrak Politik Belanda dengan Siak maka pemerintah Hindia Belanda mulai meluaskan wilayah kekuasaanya seperti menaklukkan Deli dan Serdang untuk dijadikan bagian dari wilayah kekuasaan Hindia Belanda.13

Setelah wilayah Deli dan Serdang ditaklukkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1862, wilayah Deli dan Serdang belum mengalami perkembangan yang menonjol. Kedua wilayah ini berkembang justru bukan disebabkan oleh pemerintah Hindia Belanda melainkan karena masuknya perusahaan- perusahaan kapitalis swasta Eropa dalam bentuk industri perkebunan. Awal munculnya industri perkebunan yang di mulai pada tahun 1863 di Deli, dirintis oleh Jacobus Nienhuys dengan komoditi tembakau dan sangat sukses di pasaran dunia.

Sehingga wilayah Deli maupun Serdang mulai dikenal dan mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah Hindia Belanda.14

Pada tahun 1864 melalui peraturan De Indische Compatible Wet yang bertujuan untuk memangkas anggaran dana dan memudahkan segala urusan

13 Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria di Sumatera Timur 1863-1947, (terj. J. Rumbo) Jakarta: Penerbit Sinar Harapan , 1985, hlm. 41

14 Terbukanya kesempatan bagi para pengusaha Eropa untuk menanamkan modalnya di Deli juga didukung oleh pemberlakuan Undang-Undang Agraria 1870. Undang-undang tersebut memberi peluang untuk membuka lahan perkebunan seluas-luasnya di Sumatera Timur khususnya di Deli.

Pembukaan hutan belantara menjadi daerah perkebunan dimulai dari daerah Deli. Lihat Mohammad Said, Koeli Kontrak Tempo Doeloe Dengan Derita dan Kemarahannya, Medan: PT. Harian Waspada, 1990, hlm. 51. Lihat juga Edi Sumarno, Pelestarian dan Perlindungan Tembakau Deli Sebuah Perpektif Historis, Dalam Jurnal Pertanian Tropik Vol.3, Medan: Dapartemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU, 2016, hlm. 187.

(33)

administrasi.15 Sehingga pemerintahan Hindia Belanda merencanakan menjadikan wilayah Deli sebagai Afdeeling. Pada tahun 1870 perkebunan di wilayah Deli maupun Serdang berkembang dengan pesat, sehingga pada tahun 1873 secara resmi Deli ditetapkan sebagai Afdeeling yang berpusat di Labuhan Deli. Sedangkan Serdang dijadikan sebagai subdivisi (Onderafdeeling) dari Afdeeling Deli. Dikarenakan pesatnya ekspansi perkebunan yang sampai ke wilayah Serdang maka pemerintah Hindia Belanda menempatkan seorang Controleur-nya di Rantau Panjang.16

Setelah ditetapkan sebagai wilayah administratif Hindia Belanda, Afdeeling Deli memiliki luas berkisar 77.000 hektar. Wilayah Afdeeling Deli ditetapkan membentang mulai dari Temiang hingga ke Padang termasuk Onderafdeeling Serdang di dalamnya.17 Adapun batas-batas wilayah Afdeeling Deli yaitu :

Utara : Berbatasan dengan Selat Malaka Timur : Berbatasan dengan Afdeeling Asahan Selatan : Berbatasan dengan Simalungun Barat : Berbatasan dengan Kesultanan Aceh

15 Soetandyo Wignjosoebroto, Desentralisasi Dalam Tata Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, Malang: Bayu mediea Publishing, 2004, hlm. 3.

16 Pada tahun 1873 pantai timur Sumatera memisahkan diri dari kesultanan Siak dan menjadi keresidenan sendiri yaitu Keresidenan Sumatera Timur . Sumatera Timur kemudian dibagi atas tiga Afdeeling, salah satunya adalah Afdeeling Deli yang berkedudukan di Labuhan, Afdeeling Asahan berkedudukan di Tanjung Balai, dan Afdeeling Bengkalis berkedudukan di Bengkalis. Pada tahun 1879 ibukota Afdeeling Deli dipindahkan dari Labuhan ke Medan. Lihat W.H.M Schadee, Geschiedenis van Sumatra’s Oostkust Deel II, Amsterdam: Oostkust Van Sumatra-Instituut, 1919, hlm.76.

17 Afdeeling adalah wilayah pemerintahan yang merupakan bagian dari Keresidenan yang dikepalai oleh Asisten Residen. Lihat Willem Westerman, De Tabakscultuur op Sumatra’s Oostkust, Amsterdam: J.H Bussy, 1901, hlm. 17.

(34)

Gambar 1

Peta Afdeeling Deli Tahun 1875

Sumber : KITLV (diakses pada https://digitalcollections.universiteitleiden.nl tanggal 01 April 2020).

(35)

Iklim di wilayah Deli dan Serdang ini relatif sama. Daerah pantai rata-rata bersuhu 250C maksimum 320C, sedangkan di daerah pegunungan suhu menurun mencapai 120C dan berkisar antara 5,50C dan 180C. Musim hujan di Deli dan Serdang mulai pada bulan Agustus dan berakhir pada bulan Januari, sedangkan musim kemarau pada bulan Februari. Bulan ini ditetapkan sebagai bulan terkering. Terdapat angin darat dan angin laut. Badai dahsyat dan angin puyuh jarang terjadi. Angin bahorok juga kadang-kadang terjadi. Hal ini dapat menyebabkan kegersangan terhadap tanaman akibat hembusan angin yang sangat kencang.18

Wilayah Afdeeling Deli, sebagian besar terdiri dari tanah aluvial yang tanahnya bewarna merah atau putih bercampur pasir. Pesisir wilayah Deli dan Serdang memiliki tekstur tanah yang rendah, berawa dan juga berlumpur. Sepanjang pantai banyak ditumbuhi hutan bakau. Dataran rendah maupun dataran tinggi di Deli memilik tanah yang subur. Kesuburan ini disebabkan karena endapan lumpur yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi di Bukit Barisan. Tanahnya subur dan kaya akan humus dan sangat cocok untuk budidaya tembakau, lada, pinang dan kakao. 19

Pemerintah Hindia Belanda menyebut wilayah Deli dan Serdang sebagai cultuurgebied middlepunt atau pusat perkebunan di Sumatera Timur.20 Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya pengusaha-pengusaha Eropa yang membuka perkebunan di

18 J.Paulus, Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie, Vol. I, The Hague: Martinus Nijhoff, 1917, hlm. 576.

19 Daniel Perret, Kolonialisme dan Etnisitas Batak dan Melayu di Sumatera Timur Laut.

Jakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, 2010 ,hlm.86.

20 G.L.J.D Kok, Memorie van Overgave van de Assistent Resident van de Afdeeling Deli en Serdang, Residentie Sumatra Oostkust, 30 Juni 1910, hlm. 11.

(36)

wilayah ini. Adapun beberapa perkebunan yang tersebar di wilayah Deli dan Serdang di tahun 1876 yaitu :

Tabel 1

Wilayah Perkebunan di Wilayah Deli dan Serdang Tahun 1876

Deli Serdang

1. Patumbah.

2. Gedung Djohor.

3. Deli Toewa.

4. Two Rivers

5. Sibolangit (Petimoes) 6. Dolok Barus.

7.Bandar Baru.

8. Saint Cyr.

9. Bekalla.

10. Arnhemia.

11. Kalahun Pinang.

12. Pengajuan.

13. Perkebunan Belawan.

14. Rimbun.

15. Glugur.

16. Bandar Negri.

17. Bandar Pinang.

18. Kota Rih.

19. Sungai Kerei.

20. Si Haltong (Koeta Rih II) 21. Atap silin.

22. Bahluwa.

23. Namo Sikolawei.

24. Bangun Purba.

25. Si Alang.

26. Batu Rata.

27. Begerpang.

28. Si Mahe.

29. Batu Gingging.

30. Greahan.

31. Gellis.

32. Bandar Meriah.

33. Bahasa Sungai.

34. Gunung Rinteh.

35. Kuta DjUrung.

Sumber : E.A. Halewijn, Geographische En Ethnographisce Gegevens Betreffende het Rijk van Deli ( Oostkust van Sumatra ), Tijdschrijft voor Indische Taal, Land en Volkenkunde van Batavia Genootschap, Deel XXIII, 1876, hlm.149.

Beberapa tanah di Serdang tidak sesuai untuk budidaya tembakau. Hal ini disebabkan karena bagian selatan Serdang tidak menerima cukup hujan sehingga penanaman tembakau tidak menguntungkan. Akan tetapi, daerah Serdang berhasil dalam penanaman karet dan kopi. Tanah-tanah di Serdang sangat cocok untuk

(37)

penanaman kopi sehingga tanah di Serdang terkenal tepat untuk tanaman kopi. Kopi yang ditanam kebanyakan jenis Liberia yang tidak memerlukan tanaman pohon pelindung.21

Kesuburan tanah di kedua wilayah ini mendukung berkembang pesatnya perkebunan di Afdeeling Deli. Hal ini membuat beberapa wilayah dijadikan sebagai konsesi lahan, sekitar 7% wilayah Deli dan juga Serdang di konsesikan sebagai wilayah perkebunan. Kemudian pemerintah Hindia Belanda menetapkan pembagian wilayah atas Kerajaan Deli maupun Kerajaan Serdang. Adapun pembagian atas wilayah Kerajaan Deli terdiri atas :

1. Wilayah Langsung Kesultanan (Kota Matsum, Kota Maimun, Sukarame, Pulo Brayan, Glugur, Tanjung Mulia, Kampung Besar, Labuhan, Belawan, Mabar, Titi Papan dan Martubung)22

2. Daerah Datuk-datuk 4 suku : Sepuluh Dua Kuta, Serbanyaman, Suka Piring dan Senembah.23

21 Jacobus De Ridder, De Invloed Van De Westersche Cultures Op De Autochtone Bevoeking ter Oostkust Van Sumatra, Leiden: IDC, 1990, Koleksi mikrofis Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, hlm. 19 .

22 Wilayah Langsung Kesultanan sebelah Timur berbatasan dengan Urung Sepuluh Dua Kuta, disebelah Barat berbatasan dengan Urung Serbanyaman, sebelah Utara berbatasan dengan Urung Suka Piring, dan sebelah Selatan berbatasan dengan Urung Senembah. Lihat E.A. Halewijn, Geographische En Ethnographisce Gegevens Betreffende Het Rijk van Deli ( Oostkust van Sumatra ), Tijdschrijft voor Indische Taal, Land en Volkenkunde van Batavia Genootschap, Deel XXIII, 1876, hlm. 149.

23 Wilayah Urung Sepuluh Dua Kuta berbatasan dengan wilayah Kesultanan Kerajaan Deli yang dibatasi melalui sungai Sikambing melewati sungai Deli hingga Ke Glugur. Dari arah Selatan Glugur menuju kampung Medan Putri melewati arus sungai Babura hingga ke sungai Deli merupakan batas antara Urung Sepuluh Dua Kuta dengan Urung Suka Piring. Perbatasan antara Urung Suka Piring dengan wilayah Kesultanan dipisah melalui sungai Balinling ke sungai Tangkahan. Wilayah Urung Senembah berbatasan melalui sungai Si Meme hingga ke hulu sungai Deli. Wilayah Urung Serbanyaman disebelah Utara dan Timur wilayah ini berbatasan dengan Timbang Langkat atau lebih tepatnya dari sungai Mencirim sampai ke Sungai Binge. Ibid, hlm. 150.

(38)

3. Daerah jajahan : Percut, Denai, Padang, Bedagai.24

Wilayah-wilayah Urung seperti Sukapiring, Patumbak, Hamparan Perak, dan Sunggal menolak wilayahnya dijadikan sebagai lahan konsesi perkebunan, sebab Sultan Deli mengabaikan hak-hak Datuk dalam memberikan konsesi kepada para investor asing. Hal ini diantaranya memicu kemarahan Datuk Sunggal, sehingga terjadi pemberontakan di wilayah Sunggal yang dikenal dengan sebutan ”Perang Sunggal”.25

Wilayah Percut, Denai, Padang, dan Bedagai sebelumnya selalu menjadi perebutan antara Kesultanan Deli dan Serdang. Pada tahun 1882, oleh Residen R.C Kroesen Denai diserahkan kembali kepada Serdang karena dianggap kurang makmur dan sering mengalami banjir. Selanjutnya, Percut ditetapkan sebagai batas antara Serdang dan Deli, yaitu kawasan Sungai Tuan dan Batang Kuis. 26

Pembagian wilayah ini justru menimbulkan permasalahan antara kedua kerajaan tersebut. Wilayah yang masih menjadi permasalahan adalah wilayah Senembah. Persoalan daerah dan batas - batas Senembah yang belum selesai ini merupakan perselisihan yang terus menerus antara Deli dan Serdang. Para pengusaha

24 Wilayah Percut di sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah timur dengan Batang Kuis, sebelah selatan dengan kampung Longser, dan sebelah barat dengan Sungai Karang.

Namun, batas wilayah ini juga diklaim oleh Serdang yang Percut yakini sebagai daerahnya. Untuk wilayah Denai, Padang, dan Bedagai selama bertahun tahun belum ditentukan secara akurat batas- batas wilayahnya oleh Kerajaan Deli maupun Serdang. Ibid, hlm. 151.

25 Pada tahun 1870, Sultan Mahmud menyerahkan tanah yang terletak di wilayah Sunggal kepada perusahaan Belanda “De Rotterdam”. Hal ini menimbulkan kemarahan penduduk Sunggal dan Datuk kecil terutama suku Karo selaku pemilik tanah ulayat, sehingga terjadi pemberontakan- pemberontakan di wilayah Sunggal. Lihat Tengku Luckman Sinar, Sejarah Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang, Medan : Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Deli Serdang, 1951, hlm. 59.

26 J.A.M. van Cats Baron de Raet Vergelijking van den Vroegeren Toestand van Deli, Serdang en Langkat, Tijdschrijft voor Indische Taal, Land en Volkenkunde van Batavia Genootschap, Deel XXIII, 1867, hlm. 22.

(39)

perkebunan mendesak pemerintah Belanda agar menyelesaikannya secepat mungkin.

Pada akhir abad ke-19 dibuatlah suatu perjanjian perdamaian antara Deli dan Serdang oleh pemerintah Hindia Belanda. Perjanjian tersebut berisi tentang daerah-daerah Senembah sebagai berikut:

1.Medan Senembah (Kepala daerah diangkat Datuk Kolok, putera dari Djohansyah)

2. Patumbak (Kepala daerahnya diangkat Sulong Bahar)

3. Sigara-gara (Kepala daerahnya diangkat Sulong Mamat, anak Syahdewa) 4. Namu Surau (Kepala daerahnya diangkat Sibayak Amat)

Pembagian ini tidak berjalan efektif, karena Serdang masih melakukan protes-protes dan keamanan pun belum juga pulih. Untuk itu dilakukan perjanjian yang kedua.

Pemerintah Hindia Belanda kemudian membagi Senembah menjadi dua bagian yaitu:

1. Senembah Serdang, yang berpusat di Sei Bahasa dengan daerahnya di Tadukan Raga dan Medan Senembah.

2. Senembah Deli, yang berpusat di Patumbak dengan daerahnya Patumbak, Sigara-gara dan Namu Surau.

Wilayah Serdang meliputi Lubuk Pakam, Batang Kuis, serta Percut Sungai Tuan sampai ke batas Sungai Ular melalui Namu Rambe. Kemudian sejak 1886 dengan penentuan batas-batas atas tekanan Belanda wilayah Serdang meliputi:

1. Wilayah pesisir yang mendiami suku Melayu yaitu Perbaungan, Serbajadi, Denai, Ramunia, Araskabu, Batang Kuis, Lubuk Pakam, Rantau Panjang, sebagian Senembah dan sebagian Batak Timur.

(40)

2. Wilayah hulu yang disebut Dusun yaitu di hulu Batak Timur Dusun dan hulu Senembah. Serdang Dusun terdiri dari Senembah, Tanjung Muda, Simapang Kenjoeloe, Simapang Kendjahe, dan Dolok (Kota Rih) yang didiami suku Simalungun dan Tanjung Muda yang didiami oleh Suku Karo.27

Lain halnya dengan Padang dan Bedagai. Sejak dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1887, terjadi konflik antara Tuan Rondahaim Saragih dengan pemerintah Hindia Belanda maupun Kesultanan Deli. Tindakan Belanda dan Deli ini dipandang oleh Tuan Rondahaim Saragih sebagai upaya menggerogoti kedaulatan kerajaan Raya dan ancaman langsung terhadap eksistensi Raja-raja Simalungun. Oleh sebab itu, dia mengobarkan perang terbuka terhadap Belanda sebagai bagian dari perjuangan rakyat Sumatra Timur melawan penjajahan Belanda.

Pemerintah Hindia Belanda merasa makin sulit menghadapi perang gerilya, karena pasukan Tuan Rondahaim demikian gigih dan meluas gerakannya didaerah Padang dan Bedagai.

Dalam konteks ini kerajaan Padang dengan pelabuhannya Bandar Khalifah sangatlah strategis secara ekonomis politis dan militer bagi Tuan Rondahaim Saragih.

Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila Rondahaim Saragih langsung mengirim pasukan ke Padang untuk mengusir pasukan Deli-Belanda. Controleur Serdang yang membawahi daerah Padang juga berusaha meredam raja Raya yang ditakuti itu.

Akhirnya Sultan Deli terpaksa melepaskan daerah Padang dan Pemerintah Hindia

27 Sari Sejarah Serdang I, Op.cit, hlm 15.

(41)

Belanda terpaksa menempatkan seorang Controleur di Padang Bedagei untuk mengawasi pergerakan pasukan Raya.28

Pengaturan wilayah yang ditetapkan pemerintah Hindia Belanda di wilayah Deli dan Serdang bukan hanya berdasarkan konflik, akan tetapi juga memperhatikan kondisi wilayah dalam pembagian administrasinya. Pada tahun 1887 Labuhan Deli mengalami sedimentasi atau pendangkalan aliran sungai oleh endapan lumpur, dimana hal ini membuat pelayaran terganggu dan daerah ini sering mengalami banjir.

Sehingga pusat Keresidenan Sumatera Timur dan Kesultanan Deli dipindahkan dari Labuhan kemudian ke Medan. Hal serupa juga terjadi pada Rantau Panjang pada tahun 1890, kedudukan controleur di Onderafdeeling Serdang juga dipindahkan ke Lubuk Pakam.29

Perpindahan pusat administrasi pemerintah Hindia Belanda serta perkembangan perusahaan perkebunan yang begitu pesat memicu gelombang migrasi baik dari orang-orang Eropa, China, dan Etnis pendatang lainnya ke Afdeeling Deli.

28 Perang Raya ini terjadi akibat, Sultan Deli menurunkan Raja Padang yang masih keturunan Raya, yaitu Tengku Muhammad Nurdin dan menahannya di Medan. Sultan Deli memerintahkan Panglima Perang Deli menduduki Baulian (Bulian). Campur tangan Belanda dan Deli terhadap tahta Raja Padang. Setelah dipecat oleh Sultan Deli, Tengku Muda (Muhammad Nurdin) yang masih berkerabat dengan Raya meminta bantuan kepada Rondahaim Saragih, Rondahaim Saragih memperkirakan bahwa Bulian yang telah dikuasai oleh Deli melalui campur tangan Belanda sudah menempatkan pasukannya di Bulian (Padang). Menurut Rondahaim Saragih pasti dalam waktu dekat Belanda akan menempatkan pasukannya di Padang untuk mendukung Deli. Oleh sebab itu beliau segera mengirim pasukan Raya di bawah pimpinan Raja Geraha Gaim, Tuan Angga, dan Tuan Pagar Gunung menyerang kedudukan pasukan Deli yang berada di Padang. Pasukannya berhasil mengepung Bulian. Serangan itu akhirnya berhasil pada tahun 1888 memaksa Sultan Deli membebaskan Tengku Muhammad Nurdin dan mendudukkan kembali menjadi Raja Padang. Rondahaim Saragih kemudian menempatkan pasukannya untuk menjaga wilayah Padang dan Bedagai. Lihat juga : Erika Revida Saragih, dkk, Napoleon Der Bataks kisah perjuangan Tuan Rondahaim Saragih melawan Belanda di Sumatra Timur 1828-1891, Medan :USU Press, 2013, hlm 120

29 Sejarah Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang, Op.cit, hlm 89

(42)

Bukan hanya sebagai pengusaha perkebunan tembakau, namun pada tahun 1902 beberapa onderneming melakukan diversifikasi tanaman dan beralih ke tanaman keras seperti karet. Tanaman karet juga berkembang di kalangan pengusaha perkebunan didukung oleh berkembangnya bidang otomotif di pasaran dunia. Beberapa perusahaan juga berkembang menjalankan bisnis lainnya seperti perusahaan kereta api, air, listrik.30

Oleh karena berkembangnya perusahaan perkebunan di wilayah Deli dan Serdang dibutuhkan pembangunan infrastruktur yang mendukung seperti jalan, dan jalur kereta api. Hal ini menyebabkan Medan sebagai pusat administrasi Afdeeling Deli, kemudian berkembang menjadi sebuah kawasan ramai penduduk dan direncanakan menjadi sebuah Gemeente oleh pemerintah Hindia Belanda. Terbitnya undang-undang desentralisasi yaitu Decentralische Wet pada tahun 1903 juga menjadi dasar dari pembentukan Gemeente di wilayah Hindia Belanda. Akhirnya pada tahun 1909 Medan secara resmi ditetapkan sebagai Gemeente (Kotapraja) sekaligus sebagai ibukota Afdeeling Deli.31

30 Diversifikasi tanaman adalah proses peralihan tanaman khusus menjadi tanaman keras, berfungsi untuk menambah kesuburan tanah setelah di istirahatkan beberapa saat dan dialihkan menjadi tanaman keras. Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria di Sumatera Timur 1863-1947, Op.cit., hlm 62.

31 Nurhamidah, Medan Pada Masa Pemerintahan Gemeente, dalam Skripsi, belum diterbitkan, Medan: Departemen Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, 1983, hlm. 20.

(43)

2.2 Penduduk

Sebelum kedatangan pemerintah Hindia Belanda, penduduk di pesisir Deli maupun Serdang dihuni oleh etnis Melayu yang bermukim di kampung-kampung terletak di tepi sungai yang dapat dilayari dengan sampan-sampan kecil, dan di pedalaman (hulu) penduduk yang bermukim adalah etnis Karo dan Simalungun.32 Penduduk yang tinggal di hilir sungai beragama Islam dan berbahasa Melayu, sedangkan penduduk di pedalaman belum memiliki agama.

Hubungan antara etnis pedalaman dengan hilir sudah terjadi begitu lama.

Sejak abad ke-16 eksistensi etnis Melayu dalam perdagangan di kedua wilayah ini membuat dominasi dan stigma peradaban Melayu lebih maju dibandingkan etnis pedalaman. Hal ini menyebabkan penetrasi etnis Karo dari pedalaman ke pesisir marak terjadi, sehingga sebagian besar dari mereka menetap di hilir dan mendirikan kampung-kampung serta memeluk agama Islam.33

Penduduk yang menetap di wilayah Deli dan Serdang juga beraneka ragam, di dominasi oleh etnis Melayu dan Karo serta banyak penduduk yang merupakan campuran dari beberapa suku pendatang seperti Aceh, Minangkabau, Bugis, Jawa,

32 Orang-orang Eropa yang datang ke Sumatera Timur beranggapan bahwa etnis-etnis di pedalaman memiliki sifat tertutup, sulit diatur, dan melakukan praktik kanibalisme, sehingga etnis Karo dan Simalungun diklasifikasikan sebagai orang “Batak”. Daniel Perret, Op.cit., hlm 22.

33 Dalam proses migrasi etnis Karo ke pesisir terdapat kepentingan politik atas tanah didalamnya, sehingga mewajibkan etnis Karo untuk memeluk agama Islam jika ingin berbaur dengan etnis Melayu di pesisir. Konsep ini sering diistilahkan sebagai “Kapak membelah kayu”. Istilah yang melekat bagi etnis Karo yang menanggalkan marganya dan memeluk agama islam. Lihat Tengku Luckman Sinar, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan: Yayasan Kesultanan Serdang, 1989, hlm. 178.

(44)

beberapa penduduk Timur Asing seperti Cina dan India juga sudah menetap di kedua wilayah ini.

Jumlah penduduk di Deli dan Serdang sebelum kedatangan pemerintah Hindia Belanda berkisar 7000 orang Melayu di Deli dan orang Karo di pedalaman sangat banyak sekali sehingga tidak dapat diperkirakan jumlahnya. Selain itu terdapat 200 orang Cina dan 100 orang Hindu yang berdarah campuran menetap di sini. Orang- orang India dan Cina yang sudah menetap di sini kebanyakan adalah pedagang.

Sedangkan di Serdang jumlah penduduk Melayu berjumlah 3000 orang dan Karo serta Simalungun 8000 orang.34

Sebelumnya persebaran pemukiman penduduk di kedua wilayah ini berdasarkan etnis yang sama. Pada tahun 1874 di Deli sekitar 20.000 jiwa etnis Karo tersebar di 272 desa di pedalaman, dan sekitar 12.000 jiwa etnis Melayu bermukim di 78 kampung di daerah pesisir. Orang-orang Cina juga mendirikan beberapa kampung yang dikenal dengan Kota China. Biasanya kampung-kampung ini terletak dekat dengan arus perdagangan. Terdapat juga kampung India dan beberapa pemukiman Eropa di Medan yang pada saat itu hanya sebuah kampung kecil terdiri dari 200 penduduk.35 Setelah migrasi orang-orang Karo ke pesisir maka populasi di Deli semakin heterogen. Adapun pembagian kampung di Deli berdasarkan etnis Karo dan Melayu sebagai berikut:

34 Jhon Anderson, Mission to the East Coast of Sumatra in 1823, London: Oxford University Press, 1971,hlm. 281.

35 Geographische En Ethnographisce Gegevens Betreffende Het Rijk van Deli (Oostkust van Sumatra), Op.cit., hlm 151

(45)

Tabel 2

Persebaran Etnis Melayu di Wilayah Deli Tahun 1876

Nama Kampung

Jumlah Kepala Keluarga

Nama Kampung

Jumlah Kepala Keluarga

Wilayah Kesultanan

langsung

Bagan 50

XII Kota

Hamparan

Perak 230

Terjun 80

Paloh Nibung 15 Kampung

Lama 150

Kota Cina 10

Paluh Jering 10 Terjun 12

Alei I 40 Pajoh Karang 15

Tengah I 40 Sungai Pinang 20

Besar I 60 Klambir 60

Martubung I 50 Sialang Muda 30

Rengas Sembilan I 30 Klumpang 50

Alei II 15 Medan 50

Tengah II 40 Total 617

Besar II 100

Serbanyaman

Sunggal 60

Martubung II 30 Paijoh Geli 20

Rengas Sembilan II 16 Mandei Angin 20

Tanjung Sepasai 25 Kampung

Lalang 15

Kota Bangun 25

Mabar 60 Tanjung

Makosta 30

Pulo Brayan 50

Glugur 10 Asam

Kumbang 15

Lalang Panjang 40

Sampali 15 Kuala

Tuntungan 10

Pematang Bugis 30

Medan Kilat 15 Tanjung

Slamat 10

Sungai Mati 40

Labuhan Deli

486 Simpang Tiga 8

Sungai Bras 10

Total 1412 Total 218

Sumber : E.A. Halewijn, 1876, Geographische En Ethnographisce Gegevens Betreffende Het Rijk van Deli ( Oostkust van Sumatra ), Tijdschrijft voor Indische Taal, Land en Volkenkunde van Batavia Genootschap,Deel XXIII.

(46)

Tabel 3

Persebaran etnis Karo dan Simalungun di Deli Tahun 1876 Nama Kampung Jumlah Nama Kampung Jumlah

Mantjang 8 Sigaijoh 15

Kota Dinding 3 Lapola 8

Simeme 8 Besuku 15

Bandar Senembah 3 Batu Sangaha 12

Tanjung Marohan 10 Kota Bungki 15

Radjie Bahon 5 Salange Lange 2

Namo Suro 60 Bukum 40

Namo Baru 5 Negri Gugung 20

Ujung Aras 5 Kasumpat 3

Kepala Gaja 8 Senembah 2

Mandeang 5 Tanjung 15

Rumah Toeala 2 Limau Mungkur 12

Rumah Galu 30 Nama Boeaija 5

Rumah Paret 20 Nama Serit 8

Namo Rindang 8 Nagor 15

Bulu Nipis 5 Bringin 20

Babiroe 6 Jamburijoeh 8

Bakuijang 4 Kota Raja 30

Sarilaba 15 Nama Poeli 2

Beroe 6 Baro Sebulan 12

Kampung Tengah 6 Sumbuh 15

Rumah Gerat 8 Talung Kenas 12

Kerapat 20 Nama Prosi 3

Namo Boeaija 5 Rumah Kebun 3

Kuala 15 Kendil Belang 12

Tendenan 8 Gugung Rinteh 3

Tembengan 15 Pengarutan 12

Seperiaria 20 Landah 8

Penan 3 Tandi Mariah 8

Bulo Gading 20 Sejutji 8

Pertumbukan 20 Branti 10

Total 336 Total 365

Sumber : E.A. Halewijn, 1876, Geographische En Ethnographisce Gegevens Betreffende Het Rijk van Deli ( Oostkust van Sumatra ), Tijdschrijft voor Indische Taal, Land en Volkenkunde van Batavia Genootschap, Deel XXIII.

(47)

Sampai tahun 1876 persebaran pemukiman penduduk masih berdasarkan etnisnya masing-masing. Orang-orang Melayu sebanyak 1386 menetap di wilayah pesisir di dekat sungai-sungai seperti Kota Cina, Labuhan Deli, Hamparan Perak, Sunggal, sedangkan orang-orang Karo sebanyak 386 penduduk menetap di wilayah pedalaman atau hulu sungai.

Sementara itu, penduduk Serdang tersebar di beberapa wilayah yang berbeda seperti Serdang dusun, Senembah, Tandjoeng Muda dan Si VI Koeta dihuni oleh orang-orang Karo, Simalungun, dan Toba di bawahnya. Di wilayah Simapang, Sini Poerba dan Koeta Rih, dihuni oleh orang-orang Simalungun yang bercampur dengan beberapa orang Karo dan Toba. Untuk etnis Melayu tersebar di bagian hilir sungai.

Penduduk tersebut merupakan keturunan para imigran Melayu dari Jambi, Palembang dan Semenanjung Malaya dan juga beberapa suku pendatang seperti Minangkabau, Bugis dan Jawa yang menetap di sepanjang pantai seperti di Percut, Pantai Labu, Sungai Tuan, Sungai Paluh Nibung, Denai, Kuala Air Hitam, Sungai Bedagai, Bandar Khalipah, dan Bandar Alam. Persebaran penduduk di Serdang sangat heterogen, beberapa kampung seperti Kelambir terdapat 80 hingga 100 penduduk, Kampung Durian sekitar 30 penduduk, Kampung Besar terdapat 120 penduduk. Disekitar Sungai Pantai Labu ada sekitar 50 penduduk yang menanam padi, selain itu Sungai Palu Nebong juga memiliki 150 penduduk. Pemukiman utama berada di tepi laut yaitu Rantau Panjang.36

36 W.H.M. Schade, Op.cit., hlm 82.

Referensi

Dokumen terkait