BAB II AFDEELING DELI EN SERDANG SEBELUM TAHUN 1910
2.2 Penduduk
Sebelum kedatangan pemerintah Hindia Belanda, penduduk di pesisir Deli maupun Serdang dihuni oleh etnis Melayu yang bermukim di kampung-kampung terletak di tepi sungai yang dapat dilayari dengan sampan-sampan kecil, dan di pedalaman (hulu) penduduk yang bermukim adalah etnis Karo dan Simalungun.32 Penduduk yang tinggal di hilir sungai beragama Islam dan berbahasa Melayu, sedangkan penduduk di pedalaman belum memiliki agama.
Hubungan antara etnis pedalaman dengan hilir sudah terjadi begitu lama.
Sejak abad ke-16 eksistensi etnis Melayu dalam perdagangan di kedua wilayah ini membuat dominasi dan stigma peradaban Melayu lebih maju dibandingkan etnis pedalaman. Hal ini menyebabkan penetrasi etnis Karo dari pedalaman ke pesisir marak terjadi, sehingga sebagian besar dari mereka menetap di hilir dan mendirikan kampung-kampung serta memeluk agama Islam.33
Penduduk yang menetap di wilayah Deli dan Serdang juga beraneka ragam, di dominasi oleh etnis Melayu dan Karo serta banyak penduduk yang merupakan campuran dari beberapa suku pendatang seperti Aceh, Minangkabau, Bugis, Jawa,
32 Orang-orang Eropa yang datang ke Sumatera Timur beranggapan bahwa etnis-etnis di pedalaman memiliki sifat tertutup, sulit diatur, dan melakukan praktik kanibalisme, sehingga etnis Karo dan Simalungun diklasifikasikan sebagai orang “Batak”. Daniel Perret, Op.cit., hlm 22.
33 Dalam proses migrasi etnis Karo ke pesisir terdapat kepentingan politik atas tanah didalamnya, sehingga mewajibkan etnis Karo untuk memeluk agama Islam jika ingin berbaur dengan etnis Melayu di pesisir. Konsep ini sering diistilahkan sebagai “Kapak membelah kayu”. Istilah yang melekat bagi etnis Karo yang menanggalkan marganya dan memeluk agama islam. Lihat Tengku Luckman Sinar, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan: Yayasan Kesultanan Serdang, 1989, hlm. 178.
beberapa penduduk Timur Asing seperti Cina dan India juga sudah menetap di kedua wilayah ini.
Jumlah penduduk di Deli dan Serdang sebelum kedatangan pemerintah Hindia Belanda berkisar 7000 orang Melayu di Deli dan orang Karo di pedalaman sangat banyak sekali sehingga tidak dapat diperkirakan jumlahnya. Selain itu terdapat 200 orang Cina dan 100 orang Hindu yang berdarah campuran menetap di sini. Orang-orang India dan Cina yang sudah menetap di sini kebanyakan adalah pedagang.
Sedangkan di Serdang jumlah penduduk Melayu berjumlah 3000 orang dan Karo serta Simalungun 8000 orang.34
Sebelumnya persebaran pemukiman penduduk di kedua wilayah ini berdasarkan etnis yang sama. Pada tahun 1874 di Deli sekitar 20.000 jiwa etnis Karo tersebar di 272 desa di pedalaman, dan sekitar 12.000 jiwa etnis Melayu bermukim di 78 kampung di daerah pesisir. Orang-orang Cina juga mendirikan beberapa kampung yang dikenal dengan Kota China. Biasanya kampung-kampung ini terletak dekat dengan arus perdagangan. Terdapat juga kampung India dan beberapa pemukiman Eropa di Medan yang pada saat itu hanya sebuah kampung kecil terdiri dari 200 penduduk.35 Setelah migrasi orang-orang Karo ke pesisir maka populasi di Deli semakin heterogen. Adapun pembagian kampung di Deli berdasarkan etnis Karo dan Melayu sebagai berikut:
34 Jhon Anderson, Mission to the East Coast of Sumatra in 1823, London: Oxford University Press, 1971,hlm. 281.
35 Geographische En Ethnographisce Gegevens Betreffende Het Rijk van Deli (Oostkust van Sumatra), Op.cit., hlm 151
Tabel 2
Persebaran Etnis Melayu di Wilayah Deli Tahun 1876
Nama Kampung
Tanjung Sepasai 25 Kampung
Lalang 15
Sumber : E.A. Halewijn, 1876, Geographische En Ethnographisce Gegevens Betreffende Het Rijk van Deli ( Oostkust van Sumatra ), Tijdschrijft voor Indische Taal, Land en Volkenkunde van Batavia Genootschap,Deel XXIII.
Tabel 3
Persebaran etnis Karo dan Simalungun di Deli Tahun 1876 Nama Kampung Jumlah Nama Kampung Jumlah
Sumber : E.A. Halewijn, 1876, Geographische En Ethnographisce Gegevens Betreffende Het Rijk van Deli ( Oostkust van Sumatra ), Tijdschrijft voor Indische Taal, Land en Volkenkunde van Batavia Genootschap, Deel XXIII.
Sampai tahun 1876 persebaran pemukiman penduduk masih berdasarkan etnisnya masing-masing. Orang-orang Melayu sebanyak 1386 menetap di wilayah pesisir di dekat sungai-sungai seperti Kota Cina, Labuhan Deli, Hamparan Perak, Sunggal, sedangkan orang-orang Karo sebanyak 386 penduduk menetap di wilayah pedalaman atau hulu sungai.
Sementara itu, penduduk Serdang tersebar di beberapa wilayah yang berbeda seperti Serdang dusun, Senembah, Tandjoeng Muda dan Si VI Koeta dihuni oleh orang-orang Karo, Simalungun, dan Toba di bawahnya. Di wilayah Simapang, Sini Poerba dan Koeta Rih, dihuni oleh orang-orang Simalungun yang bercampur dengan beberapa orang Karo dan Toba. Untuk etnis Melayu tersebar di bagian hilir sungai.
Penduduk tersebut merupakan keturunan para imigran Melayu dari Jambi, Palembang dan Semenanjung Malaya dan juga beberapa suku pendatang seperti Minangkabau, Bugis dan Jawa yang menetap di sepanjang pantai seperti di Percut, Pantai Labu, Sungai Tuan, Sungai Paluh Nibung, Denai, Kuala Air Hitam, Sungai Bedagai, Bandar Khalipah, dan Bandar Alam. Persebaran penduduk di Serdang sangat heterogen, beberapa kampung seperti Kelambir terdapat 80 hingga 100 penduduk, Kampung Durian sekitar 30 penduduk, Kampung Besar terdapat 120 penduduk. Disekitar Sungai Pantai Labu ada sekitar 50 penduduk yang menanam padi, selain itu Sungai Palu Nebong juga memiliki 150 penduduk. Pemukiman utama berada di tepi laut yaitu Rantau Panjang.36
36 W.H.M. Schade, Op.cit., hlm 82.
Sebagian besar penduduk di wilayah Deli maupun Serdang mengandalkan bidang pertanian secara berhuma sebagai mata pencaharian.37 Pada musim hujan penduduk menggunakan lahan untuk menanam padi. Setelah penduduk mengenal tanaman lada mereka memadukannya dengan sistem pertanian tradisional yaitu menanam lada secara berselang-seling diantara tanaman umbi-umbian dan padi.38 Selain itu penduduk setempat juga memproduksi kopra, kopi, gambir, pinang, dan juga tembakau. Selain bekerja sebagai petani ada juga penduduk di Deli dan Serdang yang berternak sapi, ayam, kambing dan sebagiannya. Penduduk di Serdang juga menjalankan industri kain dan industri pembuatan kapal, juga mengusahakan pertambangan timah di kampung Perungitan di kampung Besar sebagai sumber mata pencaharian.39
Setelah masuknya ekspansi perkebunan, buruh merupakan faktor penting yang turut berperan dalam ekspansi ekonomi disektor perkebunan di Deli dan Serdang.
Untuk itu para pengusaha perkebunan mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah Deli antara lain tenaga kerja Cina, Jawa dan India. Tahun 1880, sudah ada sekitar 150 kuli Jawa yang datang atas kehendak sendiri yang berasal dari Semarang untuk bekerja di perkebunan Deli. Penarikan orang-orang India sebagai pekerja perkebunan
37 Pertanian secara berhuma adalah bercocok tanam dengan cara berladang dihutan-hutan, penduduk yang memiliki lahan yang luas biasa berhuma atau pertanian berpindah-pindah. Lihat J.
Paulus, op.cit., hlm.579.
38 Vergelijking Van den Vroegen Toestand van Deli, Serdang en Langkat, op.cit., hlm. 28.
39 Ibid. hlm 30.
juga diklasifikasikan kedalam 4 kelompok, yaitu orang Keling, orang Bengali, orang Chetti, orang Bombay. 40
Gambar 2
Kuli-kuli Perkebunan di Deli Tahun 1905
Sumber : KITLV (diakses pada https://digitalcollections.universiteitleiden.nl tanggal 12 April 2020)
Pengadaan tenaga kerja dari luar wilayah Deli dilakukan karena tidak ada penduduk asli yang bersedia bekerja di perkebunan. Mereka tidak tertarik bekerja menjadi buruh karena telah mempunyai sumber kehidupan dari tanah-tanah yang mereka kelola. Pengusaha perkebunan menggambarkan bahwa penduduk lokal Batak dan Melayu memiliki sifat pemalas. Oleh karena sifat pemalas ini yang membuat buruh Cina dan buruh Jawa lebih digemari dibandingkan penduduk asli.41
Pada awalnya jumlah orang Eropa yang bekerja di Deli sebanyak 75 orang.
Ada yang sebagai pejabat pemerintahan, administrasi di perkebunan dan pedagang di
40 Mohammad Said, op.cit., hlm. 42.
41 Ibid, hlm 45
ibukota Labuhan. Jumlah kuli Cina sudah mencapai 4000 orang, orang India (dulu disebut Keling) dan pribumi dari Jawa masih terbilang ratusan. Pada tahun 1888, para pekebun Deli mendatangkan langsung 7.000 buruh per tahun dari Tiongkok, terutama dari daerah Guangzhou. Kemudian pada tahun 1900 dan 1901 terjadi peningkatan penduduk di wilayah Afdeeling Deli disebabkan masuknya kuli-kuli Jawa sebanyak 14.151 orang dan 30.647 Timur Asing. Tenaga kerja Cina digunakan sebagai penanam komoditi. Hanya sebagian kecil yang menjadi atasan (tuan kebun). Kuli-kuli Karo dan Simalungun bertugas untuk mendirikan bangsal, kuli-kuli India bertugas untuk membuat jalan dan segala keperluan lalu lintas, dan kuli Jawa bertugas untuk segala macam pekerjaan berat.42
Gambar 3
Potret tempat tinggal kuli perkebunan di Deli Tahun 1905
Sumber : KITLV (diakses pada https://digitalcollections.universiteitleiden.nl tanggal 12 April 2020)
42 Sejak dibukanya perkebunan di Labuhan oleh J.Nienhuys mempekerjakan 88 orang Cina dan 23 orang Melayu ( buruh harian ) . Pada tahun 1869 penambahan kuli Cina dari Semenanjung sebanyak 800 karena produksi tembakau semakin meningkat. Ketika kontrak kerja kuli tersebut habis, ribuan orang Cina dan Jawa lebih suka tetap tingga di Deli , mereka bermukim dikampung-kampung atau kota-kota yang sedang berkembang. Dengan demikian pertumbuhan penduduk di Deli semakin pesat. Lihat Mohammad Said, op.cit., hlm. 33.
Perkembangan perkebunan yang juga sampai ke Serdang juga menarik pendatang asing untuk bekerja di wilayah ini. Orang Banjar asal Kalimantan yang mula-mula bekerja sebagai buruh bangunan bangsal-bangsal perkebunan dan pembabat hutan. Selain itu juga direkrut orang Boyan asal Pulau Bawean antara Jawa dan Borneo untuk membangun bilik-bilik kuli dan pondok-pondok jerami, serta orang Siam yang bekerja sebagai pembuka jalan, dan membangun gedung. Daerah ini juga menarik pendatang dari Minangkabau yang biasanya menjadi pedagang kecil atau pengrajin.43 Pada tahun 1905 penduduk di Onderafdeeling Serdang berjumlah 2700, di antaranya sekitar 10 orang Eropa, +/- 900 penduduk asli, 1000 orang Cina, dan 750 orang Asing lainnya.44
Pertumbuhan ekonomi yang cepat mempengaruhi komposisi penduduk yang awalnya di dominasi oleh etnis Melayu dan Karo, berubah menjadi heterogen sejak kedatangan pemerintah Hindia Belanda serta masuknya investasi perkebunan.
Migrasi secara besar-besaran dilakukan oleh orang-orang Eropa untuk menanamkan modalnya di perkebunan dan perusahaan di bidang lainnya. Selain orang-orang Eropa etnis pendatang lainnya juga bermigrasi untuk berdagang maupun untuk bekerja sebagai kuli perkebunan. Sampai tahun 1909 di wilayah Deli maupun Serdang terus mengalami pertambahan penduduk akibat dari pesatnya industri perkebunan di kedua wilayah ini.
43 Daniel Perret, op.cit, hlm. 40.
44 J.Paulus, op.cit, hlm. 578.