BAB II AFDEELING DELI EN SERDANG SEBELUM TAHUN 1910
2.3 Pemerintahan
Sebelum adanya kekuasaan Belanda bentuk pemerintahan di Deli bersifat federasi yang longgar, dengan konsep yang sesuai dengan pepatah melayu “di Deli Raja datang, orang besar menanti”. Artinya, sebelum cikal bakal terbentuknya Kesultanan Deli, Tuanku Sri Paduka Gotjah Pahlawan diangkat oleh Sultan Aceh selaku wakilnya di sini. Pemerintahan Kesultanan Deli berbentuk birokrasi yang terpusat di istana dengan struktur yang diakui oleh rakyatnya. Politik pemerintahan di Kerajaan Deli justru bergantung pada kesetiaan kalangan elit yang terdiri dari para tengku, datuk, orang besar, dan orang kaya.45
Kekuasaan tertinggi di Deli dan Serdang dipimpin oleh Sultan. Posisi Sultan di Deli bukan hanya sebagai kepala pemerintahan tetapi juga sebagai kepala urusan agama Islam dan kepala adat Melayu. Dalam pelaksanaanya tugas Sultan juga dibantu oleh Menteri yang diakui oleh penasehat Sultan.46 Selain para menteri, terdapat juga Syahbandar yang bertugas menangani urusan perdagangan yang di bantu oleh mata-mata (seorang wanita yang pandai bernama Encik Laut), dan memungut cukai impor dan ekspor. Kemudian Pamongpraja, serta jabatan yang terendah seperti para Penghulu, Panglima dan mata-mata yang bertugas bila diperintah oleh Sultan. Para Penghulu dan para Panglima bertugas untuk mengepalai kubu atau benteng. Jika Sultan mangkat dan penggantinya yang sah belum ada maka
45 Sumatera Utara Dalam Lintasan Sejarah, Op.cit., hlm 90
46 Para menteri tersebut adalah Nakhoda Ngah ( bergelar Timbal Timbalu, Wak-wak, Salim, Tok Manis, Dolah, Wakil, Datuk Daris dan Penghulu Kampung. Lihat J. Paulus, op.cit., hlm. 578.
Tuanku Haji Cut atau Kadi (Ulama tertinggi) bertindak sebagai pelaksana semua fungsi kerajaan.47
Mulanya sistem pemerintahan di Deli bersifat otokratis, Sultan hanya menjalankan kekuasaannya bersama dengan Raja Muda dan para pembesar.
Sementara hak-hak rakyatnya sangat sedikit. Ketika Sultan telah bermufakat dengan kepala-kepala daerah yang bersangkutan, Sultan dapat mengambil alih atau mengatur hutan-hutan, menetapkan haknya, mengutip cukai, dan memerintahkan kerja rodi pada rakyatnya. Kepala-kepala daerah pada masa itu hanya merupakan wakil-wakil dari pemerintahan sentral terhadap rakyat.
Dalam kehidupan sehari-hari pemerintahan juga dilaksanakan oleh Dewan Diraja yang terdiri dari 4 Datuk (Kepala Urung dari Hamparan Perak, Sukapiring, Sunggal dan Senembah dan Kejeruan Percut) yang saling bekerja sama. Kepala-kepala Urung (Datuk) memimpin rakyat sekaligus sebagai wakil rakyat di hadapan Sultan di wilayah pedalaman. Datuk-datuk tersebut memiliki gelar “Orang Kaya”
atau “Kejuruan”. Para Datuk, memiliki wewenang dalam memegang monopoli perdagangan termasuk garam dan candu di masing-masing wilayahnya.
Di wilayah pedalaman kedudukan Sultan diakui tetapi tidak berhak campur tangan dalam urusan daerah-daerah tersebut. Hanya saja dalam kasus yang berat (seperti hukuman mati) harus meminta izin Sultan dan diminta campur tangan untuk
47 Dalam laporan Anderson, sebelumnya di Deli Sultan hanya melaksanakan pemerintahan dan peradilan melalui para Datuk, dan menjadi catatan pula bahwa para Datuk ini pun tidak mengakui dan kadang-kadang sama sekali tidak mengakui kekuasaan Sultan. Namun, sejak abad ke 17 Sultan pada saat itu menyatakan dirinya yang berhak atas tanah, para Datuk hanyalah Kepala yang berada di bawahnya yang mendapat kekuasaan darinya Lihat Jhon Anderson, op,cit., hlm. 253.
memutuskan perselisihan di antara mereka. Di pedalaman Sultan tidak menetapkan belasting (pajak), akan tetapi penduduk di pedalaman diharuskan membantu Sultan dalam peperangan.48
Pada tahun 1858 Sultan Mahmud diangkat menggantikan ayahnya, pada masa kepemimpinannya keadaan politik tidak stabil.49 Sultan Deli tidak didukung oleh rakyatnya, beliau banyak mengalami kesulitan-kesulitan dikarenakan banyak orang-orang yang tidak perduli pada masa kepemimpinannya terutama yang dilakukan oleh orang-orang yang ingin menguasai pemerintahan di Deli.50 Raja Zainal Abidin paman Sultan Deli sendiri juga termasuk di dalam orang-orang yang ingin menggulingkan kekuasaan Sultan Mahmud, bahkan menggunakan sejumlah uang untuk memperoleh pengaruh agar Raja Sulaiman adik Sultan Deli menjadi Sultan51.
Sementara itu, pemerintahan di Serdang lebih terpusat dibandingkan dengan kesultanan Deli, Sultan merupakan kekuasaan tertinggi dan dibantu oleh beberapa orang besar dan Wazir. Orang Besar di Serdang tidak diangkat secara turun temurun tetapi diangkat oleh Sultan Serdang secara langsung. Para Orang Besar mengepalai daerah-daerah yang berada dalam wilayah Kesultanan. Kemudian unit pemerintahan
48 Ibid, hlm 260.
49 Pada waktu itu Sultan Deli merasa terancam dari serangan Serdang dalam hal perebutan Percut, Denai, dan Senembah. Selain itu pusat perdagangan Kerajaan Deli secara berangsur pindah ke Serdang, bahkan Serdang menghalangi ekspor lada melalui sungai Deli dengan memasang ranjau-ranjau bambu di hulu sungai Deli. Lihat G.Schaap, op.cit., hlm. 173.
50 Setelah mangkatnya Sri Paduka Yang Mahamulia Almarhum Tuanku Sultan Osman Perkasa Alam, maka diangkatlah putra sulungnya yaitu Sri Paduka Yang Mahamulia Sultan Mahmud Al-Rasyid Perkasa Alam. Putranya ini ditabalkan pada 4 Rabiul awal Hijriah bertepatan dengan 1857.
Muhammad Takari dkk, Sejarah Kesultanan Deli dan Peradaban Masyarakatnya, Medan: USU Press, 2010, hlm. 79.
51 Raja Zainal Abidin juga bekerja sama dengan Serdang dan mengadakan pendekatan dengan suku-suku Karo dan Simalungun di pedalaman untuk mengambil alih tahta Kerajaan Deli.
Lihat Mohammad Said, op.cit., hlm.19.
yang terkecil adalah Kampung yang dikepalai oleh seorang Kepala Kampung yang disebut dengan Penghulu (baik diwilayah Melayu maupun wilayah Karo). Penghulu tidak mempunyai gaji dari kerajaan, tetapi memperoleh komisi dari pajak yang dipungutnya dari penduduk.52 Selain itu, Sultan Serdang juga menempatkan 4 Wazir di beberapa wilayah langsung kesultanan yaitu :
1. Datuk Paduka Raja berkedudukan di Batang Kuis
2. Datuk Paduka Maha Mantri berkedudukan di Kampung Besar 3. Tengku Dewa berkedudukan di Kampung Durian
4. Tengku Muhammad Nur berkedudukan di Lubuk Pakam.53
Ketika Sultan Thaf Sinar Basarshah mangkat di Kacupari dan dimakamkan di Kampung Besar, beliau digantikan oleh putranya yang tertua yaitu Sultan Yang Dipertuan Besar Serdang Basyaruddin Syaiful Alamsyah pada tahun 1860. Dalam menjalankan pemerintahannya Sultan Basyaruddin Syaiful Alamsyah didampingi oleh Orang-orang Besar, Wazir, serta Raja-raja taklukkan. Selain itu terdapat pula Lembaga Orang Besar Berlapan yang terdiri dari 8 orang pejabat yang ditunjuk Sultan Serdang untuk memimpin daerah-daerah diluar pusat kerajaan. Namun, akibat konflik yang sering terjadi sehingga sering kali terjadi pergantian para Orang Besar dan para Wazir serta raja-raja dari wilayah taklukkan Serdang. Selain pejabat istana, Sultan juga dibantu oleh Syahbandar (Perdagangan) dan Temenggong (Kepala Polisi dan Keamanan). Pada masa kepemimpinannya banyak diwarnai oleh peperangan baik
52 Sari Sejarah Serdang, op.cit., hlm. 90.
53 Ibid, hlm 77.
yang datang dari dalam maupun luar. Selain berkonflik dengan Deli dalam soal persoalan peluasan wilayah, Serdang juga menghadapi gangguan dari penjajah Belanda. 54
Kesultanan Deli melakukan perjanjian politik dengan Belanda pada tahun 1862. Tujuannya untuk mengurangi pengaruh Kerajaan Aceh dan Siak terhadap Deli.
Perjanjian politik antara Sultan Deli dengan pemerintah Hindia Belanda ini dikenal dengan “Acte van Verband”. Perjanjian tersebut menyatakan bahwa tanah-tanah di wilayah Deli tidak boleh diserahkan kepada orang-orang Eropa dan asing lainnya, selain itu orang-orang Eropa dan asing tidak dibolehkan masuk ke Deli tanpa persetujuan dari Residen Belanda.55
Lain halnya di Serdang, awalnya kedatangan pemerintah Hindia Belanda ke wilayah Serdang mendapat penolakan oleh Kesultanan Serdang. Sultan Serdang menyatakan bahwa mereka merupakan Wazir Sultan Aceh. Pada tahun 1863 Serdang dan Asahan membantu ekspedisi Aceh untuk mengusir kekuasaan Belanda di Deli.
Sehingga Serdang dianggap membangkang terhadap pemerintah Hindia Belanda.
Untuk mengatasi hal tersebut Belanda kemudian mengirimkan pasukan militer ke
54 Sultan Basyaruddin dikenal sebagai Sultan yang berani membawa bendera Aceh ketika menemui Netscher di Kuala Serdang pada tahun 1862. Pengibaran bendera Aceh itu adalah wujud penolakannya terhadap pernyataan bahwa Serdang berada di bawah Siak. Serdang disamping itu memang sedang tidak beraada di bawah Siak, tetapi di bawah Aceh. Lihat D.G Stibbe & E.M Uhlenbegk, op.cit., hlm. 754. Ibid, hlm. 93.
55 Orang-orang Eropa yang dimaksud adalah Inggris, mereka telah lebih dahulu mendirikan kantor pusat perdagangan di Penang bernama Perusahaan Hindia Timur Inggris. Pada tanggal 5 Maret 1863 perjanjian tersebut diperbaharui dengan ketentuan bahwa orang-orang yang berdagang boleh masuk ke Deli tanpa izin. pedagang yang diperbolehkan dengan syarat sudah bermukim lebih dari 3 bulan dan sultan harus melapor kepada Residen. Hal ini kemudian membuka kesempatan kepada para peminat Eropa lainnya untuk menanamkan modalnya di Deli. Lihat W.H.M Schadee, op.cit., hlm.28.
wilayah Serdang. Melihat kelengkapan kapal perang milik Belanda membuat Sultan Serdang terpaksa menandatangani perjanjian politik terhadap pemerintah Hindia Belanda tahun 1865.56
Setelah pemerintah Hindia Belanda berhasil menduduki wilayah Deli dan Serdang terjadi pergeseran sistem pemerintahan di kedua wilayah ini. Kekuasaan Sultan Deli maupun Serdang sejak masuknya pemerintahan Hindia Belanda menjadi berkurang. Kekuasaan tertinggi tidak lagi berada di tangan Sultan melainkan di bawah Asisten Residen, Sultan bertanggung jawab atas kebijakannya kepada Asisten Residen dan sekaligus pemerintah Hindia Belanda.
Beberapa hak-hak Sultan Deli dan Serdang yang berkurang setelah masuknya pemerintahan Hindia Belanda yaitu Sultan menyerahkan hak atas Kaula orang Eropa, Cina, India dan asing lainnya yang bekerja di perkebunan menjadi rakyat Gouvernement Hindia Belanda dan takluk dibawah kekuasaannya berdasarkan Staatsblaad. 1873. No.250. Jika kaula Gouvernement berbuat kejahatan di dalam Kesultanan Deli, dalam pengadilannya harus diserahkan kepada wakil Gouvernement Hindia Belanda.57
Pemerintah Hindia Belanda juga mengambil alih hak pengutipan pajak dan cukai di Deli dan Serdang dengan biaya ganti rugi sebesar f 123.100 per tahun.
Adapun beberapa hak-hak Sultan yang diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 14 November 1875 yaitu:
56 Sari Sejarah Serdang, Op.cit., hlm 60.
57 Muhammad Takari,Op.cit.,hlm 70.
1. Cukai atas impor dan ekspor padapenjualan opium, sewa kuli, judi, pegadaian, serta pajak sewa atas penjualan ikan di Deli.
2. Cukai atas penjualan arak dan biaya untuk transit di pelabuhan untuk melakukan perdagangan dengan wilayah Batak di Hamparan Perak dan di Sukapiring.
3. Cukai atas barang-barang yang keluar dan masuk untuk daerah Padang dan Bedagai dan kekeuasaan atas pelabuhan Belawan.58
Pemerintah Hindia Belanda membuat peraturan baru yang bertujuan untuk membatasi pengaruh Sultan dan Datuk yang semakin besar di pedalaman. Pemerintah Hindia Belanda menetapkan Penghulu Belin sebagai kepala Perbapaan yang memiliki wewenang dalam sistem peradilan. Sedangkan kasus-kasus yang lebih berat ditangani oleh pengadilan khusus yang disebut Kerapatan. Pengadilan ini berada di Pancur Batu yang terdiri dari Perbapaan dan dipimpin oleh seorang utusan Sultan.
Sidang dalam pengadilan ini berlangsung di bawah pimpinan pegawai Eropa.
Pada tahun 1876 wilayah Kesultanan Serdang ditetapkan sebagai Onderafdeeling yang dipimpin oleh seorang Asisten Residen dan dibantu oleh seorang Aspirant-controleur berkedudukan di Rantau Panjang. Controleur di wilayah Deli maupun Serdang bertugas sebagai penasehat Sultan yang mewakili Asisten Residen (pemerintah Hindia Belanda).59
58 Ibid, hlm 69.
59 Sari Sejarah Serdang, Op.cit.,hlm 62
Meskipun hegemoni kekuasaan Belanda sangat besar di kedua wilayah ini, di Serdang masih mengalami pemberontakan. Pada saat Sultan Basyaruddin wafat, sang putra mahkota Sulaiman Syariful Alamsyah diangkat menjadi Sultan Serdang.60 Karena usia beliau masih sangat muda, pemimpin Kesultanan Serdang untuk sementara dipegang oleh Tengku Raja Muda Mustafa (Paman Sulaiman Syariful Alamsyah) sebagai wali sampai Sultan Sulaiman siap dalam menjalankan pemerintahan.
Pengangkatan Sultan Sulaiman pada tahun 1881 tidak mendapat pengakuan dari pemerintah Kolonial Belanda sehingga dianggap tidak sah. Walaupun belum diakui oleh pemerintah Belanda, langkah pertama yang dilakukan Sultan Sulaiman dalam pemerintahannya adalah menuntut pengembalian beberapa daerah Serdang yang diambil Belanda. Pengambil alihan ini dilakukan Belanda pada masa pemerintahan Sultan Basyaruddin sebagai hukuman karena telah membangkang terhadap pemerintahan Belanda. Meskipun usia Sulaiman belum genap 18 tahun, pada tahun kedua pemerintahannya di tahun 1882 dimulai politik civil disobedience atau dapat diartikan dengan pembangkangan. 61
60 Sultan Sulaiman lahir pada tahun 1865, beliau merupakan anak tunggal dari Sultan Basyaruddin. Sultan Sulaiman sendiri terkenal sebagai orang yang cukup membangkang dengan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Lihat Tim Pengumpulan, Penelitian Data dan Penulisan Sejarah Pemerintahan Departemen Dalam Negeri Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, op.cit., hlm. 116.
61 Strategi politik civil disobedience kerap menjadi bahan perbincangan dikalangan pejabat Belanda di Serdang. Dalam setiap laporan serah terima jabatan pegawai pemerintah Hindia Belanda selalu menuliskan kata-kata agar berhati-hati bila berhubungan dengan Sultan ini. Sementara itu, Sultan Sulaiman juga selalu melancarkan protes, mengemukakan keberatan dan tidak pernah membiarkan pemerintah Belanda terlalu jauh mencampuri urusannya. Ibid., hlm. 117.
Pihak pemerintah Hindia Belanda baru memberikan pengakuan secara resmi setelah 6 tahun kemudian setelah menandatangani Akte Van Verband pada tanggal 29 Januari 1887. Keterlambatan pengakuan ini disebabkan oleh beberapa alasan untuk meredam tuntutan Sultan Serdang atas daerah-daerah yang telah dirampas, juga perihal penetapan batas antara Deli dan Serdang, dan alasan terakhir karena Belanda ingin mengurangi hak dan kegiatan Sultan. Pemerintahan Belanda secara terpaksa akhirnya mengakui kepemimpinan Sultan Sulaiman melalui Akte Van Bevestiging di Bengkalis pada tanggal 29 Januari 1887 atas desakan penduduk dan para investor perkebunan yang akan membuka perkebunan tembakau diwilayah Senembah.
Namun, keadaan ini justru menjadikan Sultan Sulaiman sangat sulit untuk memerintah secara mutlak karena adanya pengawasan dari pihak Belanda.62
Untuk mempermudah pengawasan pemerintah Kolonial terhadap ekspansi perkebunan. Pemerintah Hindia Belanda memindahkan pusat pemerintahan dari Labuhan ke Medan pada tahun 1887. Sultan Deli juga memindahkan pusat kerajaan Deli ke kota Medan dan mendirikan Istana Maimun pada tanggal 26 Agustus 1888 disebabkan oleh perkembangan ekonomi yang begitu pesat.63 Sementara itu, Sultan Deli juga menerapkan rencana pembangunan jangka panjang untuk wilayahnya, di seberang istananya beliau menerima sebidang tanah dari Deli Company pada tahun
62 Ibid, hlm. 107.
63 Sebelumnya pusat pemerintahan Kesultanan Deli berada di Labuhan Deli, namun karena perkembangan tembakau Deli Sultan memindahkan pusat pemerintahannya ke Medan. Selain itu, Labuhan Deli sering kali mengalami banjir, dengan demikian tidak lagi strategis sebagai pusat pemerintahan. Lihat Tim Pengumpulan, Penelitian Data dan Penulisan Sejarah Pemerintahan Departemen Dalam Negeri Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, op.cit., hlm. 93.
1906 untuk mendirikan mesjid Raya Al-Mashun, gedung dewan (Kerapatan), penjara, dan tempat tinggal untuk pekerja kantor atau kerabatnya. 64
Beberapa kebijakan lain yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda untuk mempermudah pengawasannya terhadap wilayah Deli maupun Serdang dengan melakukan reorganisasi pemerintahan. Reorganisasi pemerintahan dilakukan hingga akhir tahun 1909 disebabkan oleh meningkatnya aktivitas perkebunan di kedua wilayah ini dari segi administrasi, keuangan, pengadilan, dan lainnya.
64 Ibid, hlm 95.
BAB III
LATAR BELAKANG BERDIRINYA AFDEELING DELI EN SERDANG TAHUN 1910
Afdeeling secara administrasi merupakan bagian dari Keresidenan, dikepalai oleh seorang Asisten Residen. Terbentuknya sebuah Afdeeling tentunya memiliki proses dan faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Bab 3 ini akan menjelaskan latar belakang berdirinya Afdeeling Deli en Serdang Pada tahun 1910 yang disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, sebagai pusat awal industri perkebunan yang terjadi karena ekspansi perkebunan yang begitu pesat di wilayah Deli dan juga Serdang. Kedua, reorganisasi pemerintahan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda dalam mengatur wilayah cultuurgebied secara administratif. Ketiga, untuk mempermudah pemerintah Hindia Belanda mengawasi wilayah kekuasaannya yang disebabkan karena kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di perkebunan, sehingga dibutuhkan suatu penyatuan administrasi pemerintahan agar pemerintah Hindia Belanda mudah mengontrolnya, sehingga kedudukan pemerintah Hindia Belanda di Deli dan Serdang menjadi aman.
3.1 Pusat Industri Perkebunan
Pada awalnya wilayah Sumatera Timur khususnya Deli dan Serdang belum begitu terkenal. Wilayah ini memiliki banyak lahan kosong yang ditumbuhi oleh semak belukar. Pada awal abad 19 wilayah Deli mulai dikenal sebagai penghasil komoditi lada terbesar yang diekspor ke Semenanjung Melayu.65 Selain lada, penduduk juga telah menanam tembakau dalam skala kecil. Namun, penanaman tembakau ini dilakukan bukan untuk memperoleh keuntungan yang besar, melainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti untuk menyirih. 66
Ekspansi Belanda ke wilayah Sumatera Timur khususnya Deli tahun 1862 juga tidak terfokus pada komoditi tembakau di wilayah ini. Tanaman tembakau justru baru terkenal di Deli setelah dirintis oleh Nienhuys. Pada tahun 1863 Nienhuys datang ke Deli atas ajakan Said Abdullah Ibnu Umar Bilsagih yang mengaku sebagai Raja Deli.67 Said Abdullah memberikan informasi bahwa tanah di Deli sangat cocok untuk penanaman tembakau dan akan menghasilkan keuntungan yang besar.
Informasi ini menarik perhatian para pengusaha Belanda untuk menanamkan modalnya di Deli. Oleh karena itu, beberapa pengusaha seperti Falk dari Firma J.F van Leewen dan Elliot dari Maintz & Co serta Firma Van den Arend yang berkedudukan di Surabaya mengirimkan Jacobus Nienhuys ke Deli untuk membuka
65 Mohammad Said,Op.cit., hlm 27
66 Ibid, hlm 26
67 Said Abdullah Ibnu Umar Bilsagih adalah seorang habib Arab, orang ini adalah kelahiran Surabaya yang berniaga antar pulau dengan kapal sendiri, dimana dia juga menjadi nakhodanya. Pada suatu waktu, kapalnya karam dan terdampar ke Deli. Di Deli dia mendekati Sultan Deli, karena pribadinya Sultan mengawinkan adik perempuannya dengan Said Abdullah. Peranan Said Abdullah cukup besar dalam membangkitkan minat pedagang Belanda untuk menanamkan modalnya diperkebunan Deli. Lihat Karl J.Pelzer, op.cit, hlm. 25.
perkebunan tembakau yang saat itu sudah menjadi komoditi yang sangat populer di pasaran Eropa. Setelah Nienhuys melakukan penelitiannya ia melihat wilayah ini sebagian besar masih berupa hutan yang lebat dan merupakan dataran rendah yang berawa-rawa. Nienhuys melaporkan hal tersebut kepada Firma J.F van Leewen, sehingga Firma ini tidak berminat untuk menanamkan investasi ke Deli. Akan tetapi, Nienhuys tetap meneruskan penelitiannya dan mencoba menanam tembakau secara mandiri.68
Ekspansi perkebunan yang dilakukan oleh Nienhuys mendapat kemudahan setelah memperoleh konsesi tanah dari Sultan Deli dengan luas 4.000 bau di tepi Sungai Deli. Segera setelahnya mulailah Nienhuys membuka perkebunan tembakau yang lebih luas dengan dataran-dataran subur yang terdapat di sekitar wilayah Deli untuk perkebunan tembakau. Nienhuys memperoleh konsesi tanah selama 20 tahun, pada 5 tahun pertama Nienhuys dibebaskan atas pajak dan setelahnya membayar 200 gulden per tahun.69
Pada awalnya penanaman tembakau yang dirintis oleh Nienhuys hanya mampu mengirim 50 bal tembakau ke pelelangan di Rotterdam, sehingga mengalami kerugian yang cukup besar. Pada penanaman berikutnya, Nienhuys mencoba melaksanakan sistem borongan dengan pembayaran di awal. Meskipun para pemborong menerima bayaran itu, namun hasil panen para penanam tembakau tidak
68 Muhammad Said op.cit., hlm.24.
69 W.H.M Schadee, op.cit., hlm. 132.
bisa memenuhi permintaan.70 Nienhuys kemudian membuka kebun percobaan di atas sebidang tanah yang disewanya seluas 75 ha di Tanjung Sepasai dekat Titi Papan.
Namun, muncul masalah lainnya yakni kebutuhan akan tenaga kerja yang banyak.
Penolakan petani pribumi memaksanya mengupah Haji Jawa dan pengikutnya dari Pulau Pinang untuk memborong penggarapan sekaligus mengawasi pekerjaan penanaman penduduk lokal.71 Nienhuys dapat menghasilkan 50 bal tembakau yang dihargai f 0,48 per setengah kilogramnya dari hasil percobaannya. Kegigihan Nienhuys ini membuahkan hasil, sebab hasil tembakau yang di ekspornya ke Rotterdam di apresiasi dan laku di pasaran Eropa. Harga yang ditetapkan untuk tembakau Deli melambung tinggi di pasar dunia. Tahun 1865 perkebunan Nienhuys mampu menghasilkan 189 bal tembakau dengan mutu baik dan laku terjual dengan harga tinggi di pelelangan Rotterdam dengan harga 149 sen per ½ kilogram.72
Untuk membangun usaha perkebunan tembakau dalam skala besar, Nienhuys membutuhkan modal yang besar. Nienhuys mencari investor yang mau menanamkan modalnya di perkebunan tembakau Deli. Nienhuys berhasil mendapatkan dukungan G.C Clemen dan P.W Jansen yang merupakan pedagang tembakau Amsterdam dengan modal $ 10.000. Dalam kerjasamanya, P.W. Jansen berhasil meyakinkan
70 Ibid, hlm 134
71 Nienhuys pergi ke Pulau Pinang, disana ia bertemu dengan seorang haji yang berasal dari Jawa yang sanggup mendatangkan calon pekerja perkebunan tembakau Deli dalam jumlah beberapa puluh orang untuk perkebunan tembakau Nienhuys yang belum begitu luas. Akan tetapi, ketika Pak Haji berada di Deli, beliau mengetahui bahwa penduduk Deli tidak bersedia diperalat oleh Belanda.
Sehingga Pak Haji kemudian hanya sedikit sekali meluangkan waktunya untuk mengurus tenaga kerja tersebut. Beliau lebih banyak meluangkan waktunya untuk menyampaikan dakwah Islam di Deli. Lihat M.Said, op.cit., hlm. 29.
72 Lahan yang digunakan oleh Nienhuys tersebut mampu menghasilkan daun tembakau yang berkualitas tinggi sebagai pembungkus cerutu yang halus dan terbaik di dunia. Ibid., hlm. 30.
Bank Nederlandsche Handel Maatscahappij untuk mendapatkan pinjaman modal, sebab tembakau Deli sudah diketahui cukup tinggi mutunya oleh dunia.73 Pada tahun
Bank Nederlandsche Handel Maatscahappij untuk mendapatkan pinjaman modal, sebab tembakau Deli sudah diketahui cukup tinggi mutunya oleh dunia.73 Pada tahun