• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING UNTUK PERBAIKAN LINTASAN PERAKITAN DI PT. BUDI RAYA PERKASA TUGAS SARJANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING UNTUK PERBAIKAN LINTASAN PERAKITAN DI PT. BUDI RAYA PERKASA TUGAS SARJANA"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING UNTUK PERBAIKAN LINTASAN PERAKITAN DI PT. BUDI RAYA PERKASA

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Penulisan Tugas Sarjana

Oleh

ANDY SURYADI NIM. 120403075

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 1 6

(2)

PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING UNTUK PERBAIKAN LINTASAN PERAKITAN DI PT. BUDI RAYA PERKASA

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Penulisan Tugas Sarjana

Oleh

ANDY SURYADI NIM. 120403075

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Ir. Dini Wahyuni, MT) (Ikhsan Siregar, ST, M.Eng)

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini dengan baik.

Tugas Sarjana ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Tugas Sarjana ini berjudul “Pendekatan Lean Manufacturing untuk Perbaikan Lintasan Perakitan di PT. Budi Raya Perkasa”.

Penulis menyadari bahwa Tugas Sarjana ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran yang membangun dari para pembaca sekalian demi kesempurnaan Tugas Sarjana ini. Akhir kata, penulis berharap agar Tugas Sarjana ini berguna bagi kita semua.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, MEDAN PENULIS

JUNI 2016

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penulisan Laporan Tugas Sarjana ini sampai selesai, banyak pihak yang telah membantu, maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan dukungan baik dari segi moril, doa maupun materil.

2. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT selaku Ketua Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3. Bapak Ir. Ukurta Tarigan, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

4. Ibu Ir. Dini Wahyuni, MT selaku Dosen Pembimbing I dan Koordinator Tugas Akhir penulis yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan kepada penulis dalam penyelesaian laporan tugas sarjana.

5. Bapak Ikhsan Siregar, ST, M.Eng selaku Dosen Pembimbing II penulis yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan kepada penulis dalam penyelesaian laporan tugas sarjana.

6. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT selaku Koordinator Tugas Akhir.

7. Ibu Achien selaku pihak dari PT. Budi Raya Perkasa yang telah memberikan arahan, mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian dan memberikan data yang dapat mendukung penyelesaian laporan tugas sarjana ini.

(6)

8. Seluruh dosen Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan, yang telah mendidik penulis selama perkuliahan.

9. Bang Tumijo, Bang Nurmansyah, Bang Ridho, Kak Aniaty, Kak Dina, Kak Rahma, dan Kak Mia selaku staf pegawai Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membantu semua urusan administrasi dan peminjaman buku-buku di perpustakaan.

10. Abang dan adik penulis yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian pendidikan sarjana ini.

11. Teman-teman seperjuangan selama penelitian di PT. Budi Raya Perkasa yaitu Eric Hertanto, ST, Dewi Surya Taniwan, ST, dan Januar Handoko, ST.

12. Teman-teman diskusi selama penulisan laporan yaitu Marintan Sitorus, Indri M Marpaung, Puja Satria Lie, ST dan Steven ST.

13. Teman-teman laboratorium E&PSK yakni, Rian Maulana, Sarmida Novianna, Tri Yuana Putri, Erin Tania, Savudan S Sihombing dan Jennifer Tanuwijaya.

14. Teman-teman DUABELATI yang merupakan teman-teman stambuk 2012 Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

(7)

ABSTRAK

PT. Budi Raya Perkasa adalah sebuah perusahaan yang memproduksi springbed berbagai ukruan. Springbed berukuran 180cmx200cm memiliki waktu proses paling panjang sehingga dilakukan penelitian terhadap lintasan produksi springbed 180cmx200cm. Perusahaan memiliki 9 stasiun kerja dengan 19 elemen kerja dengan waktu elemen kerja yang bervariasi yaitu dari 62 detik hingga 1837 detik.

Permasalahan yang dialami perusahaan adalah terjadinya bottleneck pada stasiun perakitan karena memiliki waktu siklus terlama yaitu 1837 detik. Adanya pemborosan waktu mengganggur yang terlalu besar juga menjadi penghambat proses produksi, hal ini bertentangan dengan konsep lean manufacturing dalam meminimumkan pemborosan. Sehingga diperlukan penyeimbangan lintasan untuk mengurangi waktu menganggur. Metode RPW (Rangked Positional Weight) digunakan sebagai pemecahan masalah lintasan perakitan dan diperoleh efisiensi lintasan dan balance delay sebesar 86,09% dan 13,91% dengan jumlah stasiun kerja 8. Smoothing index yang diperoleh dari RPW masi cukup besar yaitu 1418,45 sehingga dilakukan penyusunan lintasan alternatif, diperoleh efisiensi lintasan, balance delay dan smoothing index berturut-turut adalah 90,02%, 9,98% dan 898,95 dengan jumlah stasiun kerja 8. Terjadi peningkatan efisiensi yaitu sebesar 3,93% dan lintasan yang lebih smooth dibandingkan metode RPW. Lintasan alternatif usulan yang diperoleh lebih baik karena waktu menganggur yang lebih sedikit dan sesuai dengan konsep lean manufacturing yaitu meminimasi waktu menganggur.

Kata Kunci: Lean Manufacturing, WIP, Line Balancing, Rangked Positional Weight, Bottleneck

(8)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Perumusan Masalah... I-3 1.3. Tujuan Penelitian ... I-4 1.4. Manfaat Penelitian... I-4 1.5. Batasan dan Asumsi Penelitian ... I-5 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I-6

(9)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-1 2.3. Lokasi Perusahaan ... II-2 2.4. Daerah Pemasaran ... II-2 2.5. Organisasi dan Manajemen ... II-2 2.5.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-2 2.5.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-3 2.5.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-7 2.5.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya ... II-7 2.6. Bahan Baku, Bahan Tambahan, dan Bahan Penolong ... II-8 2.6.1. Bahan Baku ... II-8 2.6.2. Bahan Tambahan ... II-8 2.6.3. Bahan Penolong ... II-10 2.7. Uraian Proses Produksi ... II-11 2.7.1. Pembuatan Matras Spring Bed ... II-11 2.7.2. Pembuatan Divan Spring Bed ... II-13 2.7.3. Pembuatan Sandaran Spring Bed ... II-15 2.8. Mesin dan Peralatan ... II-16

(10)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

2.8.1. Mesin Produksi ... II-16 2.8.2. Peralatan (Equipment) ... II-19

III LANDASAN TEORI ... III-1 3.1. Lean Manufacturing ... III-1 3.2. JIT (Just In Time) ... III-1 3.3. Value Stream Mapping ... III-6 3.4. Line Balancing ... III-7 3.4.1. Definisi Line Balancing ... III-8 3.4.1.1. Precedence Constraint ... III-11 3.4.1.2. Zoning Constraint... III-12 3.4.2. Masalah Line Balancing ... III-13 3.4.2.1. Pendefinisian Masalah Line Balancing ... III-14 3.4.3. Rangked Positional Weight ... III-16 3.5. Stopwatch Time Study ... III-19 3.6. Pengujian Kecukupan Data ... III-19 3.7. Rating Factor dan Allowance ... III-21 3.8. Peramalan ... III-23 3.8.1. Kriteria Performance Peramalan ... III-29

(11)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

3.8.2. Proses Verifikasi ... III-32

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Jenis Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-1 4.4. Variabel Penelitian ... IV-1 4.5. Kerangka Berpikir ... IV-2 4.6. Rancangan Penelitian ... IV-3 4.7. Metode Pengumpulan Data ... IV-5

4.8. Metode Pengolahan Data ... IV-6 4.8.1. Pengolahan Data Stopwatch Time Study ... IV-6 4.8.2. Pengolahan Data Line Balancing ... IV-7 4.9. Analisis Data ... IV-8 4.10. Kesimpulan dan Saran ... IV-8

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Data Stopwatch Time Study ... V-1

(12)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

5.1.1.1. Data Waktu Siklus ... V-1 5.1.1.2. Data Allowance ... V-2 5.1.1.3. Data Rating Factor ... V-3 5.1.1.4. Tingkat Kepercayaan dan Tingkat Ketelitian ... V-4 5.1.2. Data Line Balancing ... V-4 5.2. Pengolahan Data ... V-8 5.2.1. Peramalan Permintaan Pasar ... V-8 5.2.2. Stopwatch Time Study ... V-20 5.2.2.1. Uji Keseragaman Data ... V-21 5.2.2.2. Uji Kecukupan Data ... V-23 5.2.2.3. Perhitungan Waktu Normal ... V-26 5.2.2.4. Perhitungan Waktu Standar ... V-28 5.2.3. Pengolahan Line Balancing ... V-29 5.2.3.1. Kondisi Aktual ... V-29 5.2.3.2. Metode RPW (Rangked Positional Weight)... V-32

VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... VI-1 6.1. Analisis ... VI-1 6.1.1. Analisis Hasil Peramalan ... VI-1

(13)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

6.1.2. Analisis Stopwatch Time Study ... VI-2 6.1.3. Analisis Line Balancing ... VI-4 6.2. Pembahasan ... VI-6 6.2.1. Pembahasan Peramalan ... VI-6 6.2.2. Pembahasan Stopwatch Time Study ... VI-7 6.2.3. Pembahasan Line Balancing ... VI-7

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan... VII-1 7.2. Saran ... VII-2

DAFTAR PUSTAKA

(14)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Perbedaan Rata-rata Waktu Siklus Produk Spring Bed ... I-1 1.2. Pembagian Elemen Kerja ... I-2 2.1. Jadwal Kerja Karyawan Produksi dan Kantor ... II-3 3.1. Matriks Precedence dari Gambar 2.6. ... III-17 3.2. Perhitungan Bobot Elemen B... III-17 5.1. Data Elemen Kerja ... V-1 5.2. Data Waktu Siklus Setiap Elemen Kerja ... V-3 5.3. Nilai Allowance Operator ... V-5 5.4. Precedence Constraint ... V-6 5.5. Zoning Constraint ... V-7 5.6. Data Permintaan Tahun 2015 ... V-8 5.7. Jumlah Hari Kerja yang Tersedia ... V-8 5.8. Perhitungan Parameter Peramalan Metode Konstan ... V-11 5.9. Perhitungan Parameter Peramalan Metode Linear ... V-11 5.10. Perhitungan Parameter Peramalan Metode Eksponensial ... V-12 5.11. Perhitungan Parameter Peramalan Metode Kuadratis ... V-14 5.12. Perhitungan Parameter Peramalan Metode Siklis ... V-15 5.13. Perhitungan SEE Metode Konstan... V-17

(15)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.14. Perhitungan SEE Metode Linear ... V-17 5.15. Perhitungan SEE Metode Eksponensial... V-18 5.16. Perhitungan SEE Metode Kuadratis ... V-19 5.17. Perhitungan SEE Metode Siklis ... V-20 5.18. Perhitungan Hasil Verifikasi ... V-21 5.19. Hasil Peramalan Permintaan Pasr Tahun 2016 ... V-23 5.20. Data Waktu Siklus Elemen Kerja 1 ... V-24 5.21. Rekapitulasi Uji Keseragaman ... V-25 5.22. Perhitungan Parameter Elemen Kerja 1 ... V-27 5.23. Rekapitulasi Perhitungan Kecukupan Data ... V-29 5.24. Rekapitulasi Perhitungan Waktu Normal ... V-30 5.25. Rekapitulasi Perhitungan Waktu Standar ... V-31 5.26. Penentuan Tugas Tiap Stasiun Kerja Aktual ... V-32 5.27. Pembagian Tugas Setiap Elemen Kerja Aktual dengan 2 Unit Setiap

Produksi ... V-34 5.28. Matriks Precedence ... V-37 5.29. Pembobotan Elemen Kerja ... V-38 5.30. Pengurutan Berdasarkan Bobot... V-39

(16)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.31. Penentuan Tugas Tiap Stasiun Kerja Metode RPW ... V-40 6.1. Penyusunan Elemen Kerja Alternatif ... VI-2 6.2. Perbandingan Perhitungan Parameter Lintasan ... VI-4

(17)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

1.1. Balok Per Matras ... I-2 1.2. Stasiun Kerja yang Mengalami Bottleneck ... I-3 2.1. Lokasi Perusahaan ... II-2 2.2. Struktur Organisasi PT. Budi Raya Perkasa ... II-3 3.1. Limbah Proses Produksi ... III-3 3.2. Value Stream Mapping ... III-6 3.3. Elemen Simbol ... III-12 3.4. Hubungan Antar Simbol ... III-12 3.5. Gambar Elemen-elemen Utama dari Masalah Lintasan

Produksi ... III-14 3.6. Gambar Precedence Diagram ... III-15 3.7. Diagram Precedence untuk Menerangkan Metode RPW ... III-16 3.8. Scatter Diagram Metode Linear ... III-25 3.9. Scatter Diagram Metode Kuadratis ... III-25 3.10. Scatter Diagram Metode Eksponensial ... III-26 3.11. Scatter Diagram Metode Siklis ... III-26 3.12. Moving Range Chart ... III-32

(18)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

4.1. Kerangka Berpikir ... IV-3 4.2. Flow Chart Pengolahan Stopwatch Time Study ... IV-6 4.3. Langkah-langkah Proses Penelitian ... IV-8 5.1. Precedence Diagram ... V-7 5.2. Scatter Diagram Jumlah Permintaan Springbed 180x200cm

Tahun 2015 ... V-11 5.3. Moving Range Chart ... V-22 5.4. Grafik Waktu Siklus Elemen Kerja 1... V-25 5.5. Value Stream Mapping Kondisi Aktual ... V-36 5.6. Value Stream Mapping Metode RPW ... V-42 6.1. Value Stream Mapping Alternatif ... VI-5

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1 Rating Factor ... L-1 2 Tugas dan Wewenang ... L-2 3 Surat Permohonan Tugas Sarjana ... L-3 4 Surat Permohonan Riset Tugas Sarjana di PT. Budi Raya Perkasa L-4 5 Surat Balasan Penerimaan Riset Tugas Sarjana di PT. Budi Raya

Perkasa ... L-5 6 Surat Keputusan Tugas Sarjana Mahasiswa ... L-6 7 Lembar Asistensi Dosen Pembimbing I ... L-7 8 Lembar Asistensi Dosen Pembimbing II ... L-8

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada era globalisasi sekarang ini, persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut industri-industri di bidang manufaktur maupun jasa untuk meningkatkan strategi bisnisnya. Industri-industri diharapkan meningkatkan faktor efisiensi waktu proses produksi agar tidak terjadi pemborosan waktu yang dapat merugikan perusahaan dalam mencapai tingkat produksi yang diharapkan.

PT. Budi Raya Perkasa merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang memproduksi spring bed yang memiliki 3 spesifikasi produk yaitu 100cmx200cm, 140cmx200cm dan 180cmx200cm. Dari ketiga ukuran tersebut yang akan diteliti adalah spring bed dengan ukuran 180cmx200cm karena membutuhkan waktu perakitan yang paling lama dibandingkan dengan spesifikasi lainnya. Perbedaan rata- rata waktu siklus ketiga spesifikasi produk dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Perbedaan Rata-rata Waktu Siklus Produk Spring Bed No Spesifikasi Produk Rata-rata Waktu Siklus (Menit)

1 100cm x 200cm 83

2 140cm x 200cm 96

3 180cm x 200cm 105

Sumber : PT. Budi Raya Perkasa

(21)

Pengamatan dilakukan pada pembuatan matras springbed dan terjadi bottleneck di stasiun perakitan balok per karena waktu perakitan balok per yang terlalu panjang. Gambar 1.1. menunjukkan balok per yang dirakit.

Gambar 1.1. Balok Per Matras

Tabel 1.2. menunjukkan waktu proses masing-masing elemen kegiatan pembuatan matras springbed ukuran 180cm x 200cm.

Tabel 1.2. Pembagian Elemen Kerja

Stasiun Kerja Elemen Kerja Waktu Siklus

(detik) Operator Perakitan Balok

Per

Dirakit Per dengan Kawat Ulir 1837 2

Rakitan per dirakit dengan lilitan kawat 762 1 Rakitan per dan lilitan kawat disatukan 526 1 Pembuatan Matras

Kain Quilting

Kain dipotong sesuai ukuran 1002 1

Busa dipotong sesuai ukuran 1052 1

Kain disatukan dengan busa 1342 1

Dibuat pola di kain 1612 1

Pemotongan Hard Pad dan Busa

Dipotong hard pad sesuai ukuran 658 1

Dipotong busa sesuai ukuran 642 1

Perekatan

Balok rakitan direkatkan dengan hard pad

pada bagian atas matras 478 1

Busa dan kain quilting direkatkan di atas

hard pad pada bagian atas matras 486 1

Balok rakitan direkatkan dengan hard pad

pada bagian bawah matras 484 1

Busa dan kain quilting direkatkan di atas

hard pad pada bagian bawah matras 470 1

(22)

Tabel 1.2. Pembagian Elemen Kerja (Lanjutan)

Stasiun Kerja Elemen Kerja Waktu Siklus

(detik) Operator

Penjahitan Bingkai

Diletakkan gulungan busa pada masing

masing sudut matras 46 1

Dijahit seluruh bagian sisi matras 788 1

Penjahitan bingkai 1410 1

Penjahitan label Maxi Coil 792 1

Packing Diletakkan karton di semua sudut matras 62 1 Dibungkus matras menggunakan plastik PE 1554 1 Sumber : Pengamatan Awal

Berdasarkan pengamatan dan informasi pihak perusahaan ditemukan adanya jumlah balok per yang tertumpuk di stasiun perakitan karena belum dapat dirakit sebelum matras kain quilting dan pemotongan hard pad dan busa selesai diproses.

Keadaan tertumpuknya balok per dan waktu siklus yang lama pada stasiun kerja pembuatan balok per menyebabkan terdapat waktu menganggur yang berlebihan pada stasiun kerja lainnya, hal ini bertentangan dengan konsep lean manufacturing yang menyatakan meminimumkan waste seperti idle time dan WIP. Penggambaran stasiun kerja yang mengalami bottleneck dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Pembuatan Matras Kain

Quilting Perakitan Balok Per

Pemotongan Hard Pad dan

Busa

Perekatan Penjahitan

Bingkai Packing

WIP

Gambar 1.2. Stasiun Kerja yang Mengalami Bottleneck

(23)

Penelitian yang dilakukan oleh D. Rajenthirakumar. et. al. (2015) pada industri manufaktur pembuatan gear dan shaft gear di India menunjukkan implementasi Value Stream Mapping dan pendekatan Lean Manufacturing dapat mengurangi setup time sekitar 290 menit dan penghematan waktu siklus sebesar 118 menit.

Penelitian sejenis juga dilakukan oleh DR. Ikon. et. al. (2015) di Anambra State, Nigeria pada perusahaan pembuatan bir menggunakan penerapan line balancing metode RPW (Rangked Positional Weight), hasilnya diperoleh peningkatan efisiensi lintasan sebesar 19%.

Berdasarkan hasil pengamatan dan dan beberapa penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan untuk mengatasi masalah bottleneck, maka pada penelitian tugas akhir ini akan digunakan pendekatan Lean Manufacturing untuk perbaikan lintasan perakitan produksi.

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan yang dihadapi PT. Budi Raya Perkasa adalah terjadinya ketidakseimbangan lintasan produksi di lantai pabrik, hal ini ditandai dengan adanya perbedaan waktu siklus yang terlalu panjang pada stasiun kerja perakitan balok per sehingga mengakibatkan terhambatnya kegiatan produksi pada stasiun kerja berikutnya.

(24)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menyeimbangkan lintasan perakitan di PT. Budi Raya Perkasa.

Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:

1. Mengidentifikasi kondisi awal lintasan perakitan dengan pendekatan lean manufacturing.

2. Menganalisis kesimbangan lintasan produksi kondisi awal.

3. Menerapkan analisa keseimbangan lintasan pada PT. Budi Raya Perkasa dengan menggunakan metode Rangked Positional Weight.

4. Membandingkan balance delay dan efisiensi lintasan sebelum dan setelah menggunakan metode Rangked Positional Weight.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang hendak dicapai dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan teori yang diperoleh selama kuliah di lapangan kerja, menambah keterampilan dalam menganalisis dan memecahkan masalah sebelum memasuki dunia kerja dan untuk mendapatkan sebuah pengalaman dalam menggunakan metode-metode ilmiah pada penelitian tentang keseimbangan lintasan produksi .

(25)

2. Sebagai masukan bagi perusahaan dalam melakukan perbaikan sistem keseimbangan lintasan produksi dengan rancangan model keseimbangan lintasan yang telah dibuat untuk meningkatkan performansi lintasan perakitan perusahaan.

3. Untuk mempererat hubungan kerja sama antara perusahaan dengan Departemen Teknik Industri USU dan sebagai bahan tambahan referensi bagi pihak Departemen Teknik Industri dan para mahasiswa yang ingin melakukan penelitian tentang keseimbangan lintasan produksi.

1.5. Batasan dan Asumsi Penelitian

Batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Penelitian dilakukan pada bagian produksi proses pembuatan matras di PT. Budi Raya Perkasa.

2. Produk yang diteliti adalah produk springbed dengan spesifikasi 180cm x 200cm.

3. Metode line balancing yang digunakan adalah Rangked Positional Weight.

4. Penelitian tidak membahas masalah biaya.

Asumsi dalam penelitian yang dilakukan adalah : 1. Metode kerja operator sudah sesuai dengan standar.

2. Tidak ada penambahan atau pengurangan fasilitas-fasilitas produksi selama penelitian dilakukan.

3. Tidak terjadi kerusakan mesin/peralatan dan material handling.

4. Proses produksi tidak mengalami perubahan selama penelitian berlangsung.

5. Allowance setiap stasiun kerja adalah sama untuk operator dengan gender yang sama.

(26)

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas sarjana ini adalah :

Bab I Pendahuluan, menguraikan latar belakang permasalahan yang mendasari penelitian dilakukan, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan dan asumsi yang digunakan dalam penelitian, dan sistematika penulisan tugas sarjana.

Bab II Gambaran umum perusahaan, menguraikan tentang sejarah PT Budi Raya Perkasa, ruang lingkup bidang usaha, stuktur organisasi perusahaan, sistem pengupahan dan fasilitas yang digunakan, proses produksi springbed, serta mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi.

Bab III Tinjauan Pustaka, berisi teori mengenai Lean Maufacturing, Value Stream Mapping dan Line Balancing dengan metode RPW (Rangked Positonal Weight)

Bab IV Metodologi Penelitian, menguraikan tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian yaitu persiapan penelitian meliputi penentuan lokasi penelitian, jenis penelitian, objek penelitian, kerangka berpikir identifikasi variabel penelitian, pengumpulan data sekunder, metode pengolahan data, blok diagram prosedur penelitian, pengolahan data, analisis pemecahan masalah sampai kesimpulan dan saran.

Bab V Pengumpulan dan Pengolahan Data, berisi pengumpulan data berupa data-data yang dikumpulkan peneliti yang berhubungan dengan pemecahan permasalahan penelitian yaitu waktu siklus setiap elemen kerja, data peramalan

(27)

permintaan, serta bagaimana data-data tersebut diolah untuk memperoleh hasil yang menjadi dasar pemecahan permasalahan dengan menggunakan metode line balancing.

Bab VI Pembahasan, meliputi analisis perbandingan efisiensi lini perakitan keadaan aktual dengan efisiensi lini setelah diterapkan metode line balancing dengan pendekatan lean manufacturing.

Bab VII Kesimpulan dan Saran, berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil pemecahan masalah dan saran-saran yang bermanfaat bagi perusahaan.

(28)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT. Budi Raya Perkasa merupakan suatu perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur yang memproduksi spring bed. Perusahaan ini berdiri pada bulan Mei tahun 2011. PT. Budi Raya Perkasa berlokasi di Jalan Industri No. 38 Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara.

PT. Budi Raya Perkasa pertama kali didirikan karena melihat adanya peluang pasar di kabupaten Deli Serdang khususnya dan di Sumatera Utara umumnya.

Perusahaan tersebut memiliki tekad untuk menjadi perusahaan spring bed yang dapat menguasai pasar. Produk spring bed yang diproduksi oleh perusahaan tersebut menggunakan merek dagang Maxi Coil.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Budi Raya Perkasa memfokuskan produksinya pada pembuatan spring bed. Spring bed yang diproduksi merupakan tempat tidur yang siap dipasarkan kepada konsumen langsung maupun distributor dengan daerah pemasaran di seluruh Sumatera Utara dengan fokus utama di sekitar Tanjung Morawa, Lubuk Pakam, Galang, Tembung dan lainnya.

(29)

Produk yang diproduksi oleh PT. Budi Raya Perkasa adalah sping bed yang berukuran 100x200 cm, 140x200 cm, dan 180x200 cm. Ketiga ukuran spring bed ini diproduksi berdasarkan keadaan pasar.

2.3. Lokasi Perusahaan

PT. Budi Raya Perkasa berlokasi di Jalan Industri No. 38 Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara. Lokasi PT. Budi Raya Perkasa dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Lokasi Perusahaan

2.4. Daerah Pemasaran

PT. Budi Raya Perkasa merupakan suatu perusahaan yang masih berskala lokal. Produk yang dihasilkan oleh PT. Budi Raya Perkasa akan dipasarkan di seluruh

(30)

daerah Sumatera Utara terutama di sekitar Tanjung Morawa, Lubuk Pakam, Galang, Tembung dan lainnya.

2.5. Organisasi dan Manajemen 2.5.1. Struktur Organisasi Perusahaan

Stuktur organisasi PT. Budi Raya Perkasa adalah berbentuk gabungan lini, dan fungsional, Struktur organisasi PT. Budi Raya Perkasa dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Direktur

Manager

Bag. Quality Control

Bagian Maintenance

Petugas Kebersihan

Purchasing Bag. Logistik Bag. Produksi Bag.

Pemasaran

Bag.

Keuangan

Mandor

Karyawan Produksi

Staff Pemasaran

Staff Keuangan

Staff Quality Control

Karyawan Maintenance

Hubungan Fungsional Hubungan Lini

Bagian Personalia

Satpam Resepsionis

G ambar 2.2. Struktur Organisasi PT. Budi Raya Perkasa

(31)

2.5.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab

Pembagian tugas pada lantai produksi dapat dilihat pada lampiran 1.

2.5.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja

PT Budi Raya Perkasa memiliki tenaga kerja sebanyak 42 orang yang terdiri dari tenaga kerja produksi dan tenaga kerja kantor dimana jumlah jam kerja nya dapat ditampilkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jadwal Kerja Karyawan Produksi dan Kantor Hari Senin – Kamis Hari Jumat Hari Sabtu

Jam kerja 7 jam 6 jam 6 jam

Waktu Kerja 09:00 - 17:00 09:00 - 17:00 09:00 - 16:00 Waktu Istirahat 12:00 -13:00 12:00 -14:00 12:00 -13:00

Sumber : PT. Budi Raya Perkasa

2.5.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya

Sistem pengupahan yang diberlakukan di PT. Budi Raya Perkasa sesuai dengan jenjang jabatan yang telah diatur organisasi secara terperinci. Tingkatan gaji yang diberikan sesuai dengan jabatan dan dibayar bulanan. Perusahaan memberikan insentif dan fasilitas untuk mendorong staf dan pekerja agar bekerja lebih giat dan meningkatkan prestasinya. Insentif dan fasilitas yang diberikan adalah:

1. Pemberian tunjangan hari raya. Tunjangan ini diberikan sekali dalam setahun bagi pekerja yang telah bekerja lebih dari setahun.

(32)

2. Upah lembur

Upah lembur diberikan kepada tenaga kerja yang bekerja melebihi jam kerja normal.

2.6. Bahan Baku, Bahan Tambahan, dan Bahan Penolong 2.6.1. Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan yang digunakan sebagai bahan utama dalam proses produksi, dimana sifat dan bentuknya akan mengalami perubahan fisik maupun kimia yang langsung ikut di dalam proses produksi hingga dihasilkan produk jadi. Adapun bahan baku yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Busa

Merupakan bahan utama dalam proses produksi perakitan spring bed, busa digunakan sebagai alas spring coil. Adapun bahan dasar dalam pembentukan busa ini merupakan dari bahan-bahan kimia. Dimana bahan-bahan dasar kimia tersebut diperoleh dari dalam dan luar negeri. Sehingga persentase dari standar mutu yang ditetapkan dapat dipenuhi dengan baik.

2. Per

Merupakan salah satu dasar dari bahan baku. Sebelum per ini dibentuk, per ini awalnya merupakan berupa gulungan kawat. Bahan baku ini didapat dari dalam negeri berupa gulungan kawat, dimana gulungan kawat ini diolah kembali menjadi spring coil (kawat per).

(33)

2.6.2. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi dan ditambahkan kedalam proses pembuatan produk dalam rangka meningkatkan mutu produk yang mana komponennya merupakan bagian akhir dari produk akhir.

Bahan tambahan yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Kain

Bahan yang digunakan untuk dijahit dengan busa yang menjadi kain busa, dimana kain busa ini pada proses berikutnya akan dipasang pada rangka kawat per.

2. Cotton Sheet

Bahan ini dipasang pada tiap sudut-sudut kawat per, agar kain busa tidak mudah robek karena bertimpa langsung dengan rangka per.

3. Stapless

Berfungsi untuk meletakkan lem pada matras dan melekatkan triplek pada busa dan kain quilting untuk sandaran.

4. Divan

Bahan ini berfungsi sebagai rangka bawah tempat tidur spring bed. Yang awalnya bahan ini merupakan kayu yang kemudian dibentuk menjadi ukuran rangka spring bed.

5. Benang

Bahan ini juga berguna bagi proses produksi. Dimana benang berfungsi sebagai bahan dasar untuk menjahit cotton cheep dengan kain.

(34)

6. Triplek

Digunakan sebagai salah satu bahan tambahan yang berfungsi sebagai kepala/

sandaran spring bed. Dimana sebelum sandaran tersebut dipasang pada spring bed, awalnya dibentuk dulu berdasarkan ukuran sandaran spring bed yang ditentukan.

7. Kawat

Selain digunakan sebagai bahan baku dalam pembentukan per, kawat juga digunakan sebagai pengikat per yang satu dengan per yang lainnya

8. Kaki Spring bed

Digunakan sebagai penopang produk dan sebagai alas dari rangka bawah produk jadi.

9. Label produksi

Label apat dilihat pada produk spring bed itu sendiri yang di tempel pada cotton cheep, dan pada matras bawah.

10. Plastik

Berfungsi untuk membungkus produk jadi agar tidak terkena noda.

2.6.3. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan yang dimasukkan untuk memperlancar proses produksi dan bukan merupakan bagian dari produk akhir. Bahan Penolong yang digunakan adalah :

(35)

1. lateks

Digunakan untuk merekatkan hardpad dengan busa.

2.7. Uraian Proses Produksi

Proses pembuatan matras spring bed adalah sebagai barikut : 1. Perakitan balok per

Per dirakit satu dengan lainnya dengan kawat ulir sehingga membentuk balok yang berukuran 200 x 180 x 15 cm. Kemudian rakitan per tersebut dirakit dengan lilitan kawat disekelilingnya untuk membingkai rakitan per agar menjadi lebih kokoh.

Lilitan kawat ditempatkan pada sekeliling bagian luar rakitan per dengan menggunakan gun CL-73. Fungsi dari penembakan gun CL-73 ini adalah untuk menguatkan konstruksi per.

2. Pembuatan matras kain quilting

Dua lembar kain yang berukuran sesuai dengan ukuran spring bed 200 x 180 cm disatukan dengan 1 lembar busa yang tebalnya 3cm dengan menggunakan mesin jahit biasa. Setelah itu, maka dilanjutkan ke mesin quilting untuk membuat pola di matras kain quilting tersebut.

3. Pemotongan hard pad dan busa

Dilakukan pemotongan hard pad dengan ukuran luas sama dengan matras bawah dan atas. Kegunaan hard pad ini adalah untuk melapisi dan meredam per.

Pemotongan selanjutnya adalah pemotongan busa dengan ukuran 4 x (200 x 180 x 3) cm untuk matras bawah dan atas.

(36)

4. Perakitan

Balok per direkatkan dengan hard pad yang telah dipotong pada sisi atas dengan tembakan gun HR-22. Setelah itu 2 lembar busa dan kain quilting direkatkan di atas hard pad dengan menggunakan lateks. Setelah selesai pada bagian atas matras spring bed kemudian rakitan per dibalik untuk menyelesaikan rakitan bagian bawah dan dilakukan hal yag sama seperti sebelumnya yaitu merekatkan hard pad, busa dan kain quilting. Setelah itu, diletakkan gulungan busa di masing-masing sudut tabung dan selanjutnya seluruh bagian sisi tabung direkatkan dengan kain quilting dengan menggunakan mesin jahit biasa.

5. Penjahitan bingkai

Bingkai yang dimaksud disini adalah kain bingkai yang akan merekatkan matras kain atas dan bawah dengan matras kain tabung. Kain bingkai dijahit dengan mesin corner. Pada salah satu sudut matras diikutsertakan penjahitan label Maxi Coil.

6. Pembungkusan

Setelah dihasilkan sebuah matras spring bed yang diinginkan, maka langkah terakhit adalah meletakkan karton sudut di semua sudut matras spring bed. Karton sudut berfungsi agar sudut-sudut spring bed terlindungi pada saat distribusi.

Setelah itu, matras spring bed dibungkus dengan menggunakan plastik PE yang direkatkan dengan menggunakan isolatip.

(37)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Lean Manufacturing

Lean Manufacturing adalah sebuah metode yang sistematis untuk mengeliminasi limbah pada sistem manufaktur.1 Lean manufacturing pada dasarnya mengacu pada penambahan suatu nilai atau mengurangi segala sesuatu yang dianggap waste. Lean Manufacturing adalah suatu filosofi manajemen yang kebanyakan berasal dari TPS (Toyota Production Sistem). Salah satu metode lean adalah JIT (Just In Time) manufacturing.

3.2. JIT (Just In Time)

Just In Time (JIT) adalah salah satu metode lean manufacturing yang bertujuan untuk menghilangkan waste dan melakukan perbaikan secara terus menerus.2 Hal ini dilakukan untuk menciptakan sistem manufaktur yang sigap dalam menanggapi kebutuhan pasar. Just In Time digunakan pada proses produksi yang

1 Porter Albert, Operation Management, Venus Publishing ApS, 2009, ISBN 978-87-7681-464-9 h. 31.

2 Kumar S. Anil. Production and Operation Management (with Skill Development, Caselets and Cases). Second Edition. 2008. Hal 103 – 104.

(38)

memiliki WIP (Work In Process) yang tinggi dan persediaan barang jadi yang rendah dikarenakan terdapat bottleneck pada proses produksi.

Shigeo Shingo, seorang otoritas dan insinyur di Perusahaan Toyota yang berasal dari Jepang yang mengidentifikasikan seven waste yang menjadi target dari perbaikan terus-menerus di proses produksi. Dengan melakukan perbaikan pada seven waste ini, maka perbaikan perusahaan akan dicapai.

1. Waste of Overproduction (Produksi yang Berlebihan)

Waste atau pemborosan yang terjadi karena kelebihan produksi baik yang berbentuk finished goods (barang jadi) maupun wip (barang setengah jadi) tetapi tidak ada order / pesan dari pelanggan.

2. Waste of Inventory (Persediaan)

Waste atau pemborosan yang terjadi karena inventory adalah akumulasi dari finished goods (barang jadi), wip (barang setengah jadi) dan bahan mentah yang berlebihan di semua tahap produksi.

3. Waste of Defect (Cacat/Kerusakan)

Waste atau pemborosan yang terjadi karena buruknya kualitas atau adanya kerusakan (defect) sehingga diperlukan perbaikan.

4. Waste of Transportation (Pemindahan)

Waste atau pemborosan yang terjadi karena tata letak (layout) produksi yang buruk atau peng-organisasian tempat kerja yang kurang baik.

5. Waste of Motion (Gerakan)

(39)

Waste atau pemborosan yang terjadi karena gerakan –gerakan pekerja maupun mesin yang tidak perlu dan tidak memberikan nilai tambah terhadap produk tersebut.

6. Waste of Waiting (Menunggu)

Menunggu bisa dikarenakan proses yang tidak seimbang sehingga ada pekerja maupun mesin yang harus mengunggu untuk melakukan pekerjaannya, adanya kerusakan mesin, suplai komponen yang terlambat, hilangnya alat kerja ataupun menunggu keputusan atau informasi tertentu.

7. Waste of Overprocessing (Proses yang Berlebihan)

Tidak setiap proses bisa memberikan nilai tambah bagi produk yang diproduksi.

Proses yang tidak memberikan nilai tambah ini merupakan pemborosan atau proses yang berlebihan.

Proses yang tidak memberikan nilai tambah disebut limbah dalam proses produksi, seperti yang tertulis oleh Kumar S. Amil pada buku production and operation management limbah dalam proses produksi dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Limbah Proses Produksi

(40)

Taichi Ohno, pencipta sistem JIT ini, mendefinisikan JIT sebagai “ suplai item yang diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah yang diperlukan”.3

Richard J. Schonberger mendefenisikan JIT sebagai “memproduksi dan mengirimkan barang pada saat akan dijual, membuat sub assembling pada saat barang akan disassembling menjadi produk jadi, melakukan pabrikasi pada saat barang akan disassembling menjadi produk setengah jadi (WIP), dan membeli bahan baku pada saat akan melakukan pabrikasi”.

Secara sederhana dideskripsikan bahwa JIT hanya meminta unit-unit yang dibutuhkan tersedia dalam jumlah yang dibutuhkan dan pada saat dibutuhkan. Logika dasar pemikiran JIT adalah “Tidak ada yang akan diproduksi sampai ia dibutuhkan.”

Memproduksi satu unit ekstra sama buruknya dengan memproduksi kurang satu unit.

Menyelesaikan produksi sehari lebih cepat juga sama buruknya dengan memproduksi sehari lebih lambat.

Karena sistem produksi JIT merupakan pendukung dari SPT, maka tujuan utama sistem ini sama dengan tujuan utama sistem SPT. Tujuan utama dari sistem produksi JIT adalah meningkatkan laba dan ROI (Return On Investment) dan meningkatkan produktivitas total industry secara keseluruhan, melalui pengurangan biaya, pengurangan persediaan dan peningkatan kualitas. Cara untuk mencapai

3 Ginting Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Edisi Pertama Graha Ilmu, Yogyakarta. Hal 234-236

(41)

pengurangan biaya dan perbaikan produktivitas adalah dengan menghilangkan semua pemborosan secara terus menerus dan melibatkan para pekerja yang melakukannya.

JIT merupakan sebuah filosofi yang memasukkan variasi konsep yang dihasilkan dari cara yang berbeda ketika melaksanakan bisnis pada kebanyakan organisasi. Prinsip dasar dari filosofi ini meliputi :

1. Semua yang tidak memberikan nilai tambah pada produk dan jasa adalah pemborosan yang harus dihilangkan.

2. Sistem produksi tepat waktu adalah suatu proses yang tidak ada hentinya.

3. Persediaan adalah pemborosan.

4. Pelanggan yang menentukan tingkat kualitas dan yang mendorong terjadinya kegiatan sistem manufaktur.

5. Kemampuan untuk fleksibel sangat penting untuk menjaga produk dengan kualitas tinggi dan harga rendah.

6. Penghormatan, keterbukaan, dan kepercayaan merupakan kunci dalam manajemen.

7. Kerberhasilan ditentukan oleh kerjasama yang baik.

8. Pekerja langsung adalah sumber perbaikan pada operasi yang ditangani.

Dibawah Filosofi JIT segala sesuatu baik material, mesin dan peralatan, sumber daya manusia, modal, informasi, manajerial, proses dan lainnya yang tidak memberikan nilai tambah (value added) pada produk disebut pemborosan. Nilai tambah produk diperoleh hanya melalui aktivitas aktual yang dilakukan langsung pada produk, dan tidak melalui pemindahan, penyimpanan, perhitungan, dan

(42)

penyortiran produk. Pemindahan, penyimpanan, perhitungan dan penyortiran produk tidak memberi nilai tambah pada produk tersebut, tetapi merupakan biaya, dan biaya yang dikeluarkan tanpa memberikan nilai tambah pada produk merupakan pemborosan.

Pandangan JIT adalah jangan membuang-buang waktu dengan menyortir bagian-bagian baik dari yang jelek atau bagian-bagian yang memenuhi syarat dari yang tidak memenuhi syarat, tetapi pergunakanlah waktu itu untuk mencegah memproduksi bagian-bagian yang jelek atau tidak memenuhi syarat tersebut. Dengan kata lain; Kerjakanlah Secara Benar Sejak Awal (Do It Right The First Time)

3.3. Value Stream Mapping

Value Stream Mappng adalah alat lean manufacturing yang berasal dari Toyota Production Sistem. Value stream mapping dikenal sebagai pemetaan aliran bahan dan informasi.4 Alat pemetaan ini menggunakan teknik lean manufacturing untuk menganalisis dan mengevaluasi proses kerja tertentu dalam proses manufaktur.

Alat ini digunakan untuk mengidentifikasi, menunjukkan dan mengurangi waste.

Langkah value stream mapping terdiri dari 5 tahap, yaitu : 1. Mengidentifikasi masalah

2. Membuat aliran value stream mapping aktual.

3. Mengevaluasi pemetaan aktual untuk mengidentifikasi masalah

4 Rong, Yiming. Value Stream Mapping for Lean Manufacturing Implementation. 2007. University of Science &Technology. Huazhong

(43)

4. Membuat pemetaan perbaikan value stream mapping 5. Implementasi metode perbaikan yang diperoleh.

Contoh dari penggunaan value stream mapping tentang peramalan permintaan konsumen dengan menggunakan aplikasi dan kondisi actual dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Value Steam Mapping

3.4. Line Balancing

Lini perakitan dapat diartikan sebagai sekelompok pekerja dan/ tau mesin- mesin yang melakukan serangkaian tugas untuk menghasilkan sebuah produk rakitan.5 Tugas-tugas ini sering kali memiliki batasan preseden, misalnya untuk merakit baut ke dalam lubang yang dibor, haruslah terlebih dahulu membentuk lubang yang sesuai untuk baut tersebut. Perencanaan dari kapasitas lini perakitan ini membutuhkan ketentuan dari lini yang terstruktur seperti jumlah pekerja atau mesin

5 John H. Blackstone. Capacity Management. (America : South-Western Publishing,1989) h.213-216

(44)

dan tugas masing-masing yang harus dikerjakan. Masalah ini biasanya diselesaikan dengan penyeimbangan lintasan (Blackstone, 1989).

Ketentuan untuk menyeimbangkan lintasan adalah sebagai berikut :

1. Jika ada volume keluaran yang cukup, biaya proses dan perakitan menjadi rendah karena tingginya tingkat utilitas dari gedung, peralatan dan proses.

2. Pengendalian persediaan dari bahan mentah dan komponen-komponen lainnya rendah karena input diperlukan hanya untuk satu buah produk.

3. Jadwal produksi lebih sederhana karena hanya satu buah produk yang dirakit.

4. Hasil volume produk dan efisiensi pekerja yang tinggi ketika serangkaian tugas dikerjakan sesuai dengan waktu yang ditentukan.

5. Biaya material handling yang rendah karena penggunaan konveyor yang luas dan mekanisme otomatis lainnya.

6. Biaya pengawasan dan pengendalian yang rendah karena pekerjaan merupakan kegiatan yang repetitive dan dapat berjalan secara natural dengan hasil proses yang seragam.

7.

3.4.1. Definisi Line Balancing

Line Balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang dipergunakan dalam proses pembuatan produk.6 Line Balancing (Lintasan Perakitan) biasanya terdiri dari sejumlah area kerja yang dinamakan stasiun kerja yang ditangani

6 Ginting Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Edisi Pertama Graha Ilmu, Yogyakarta. h. 205-218

(45)

oleh seorang atau lebih operator dan ada kemungkinan ditangani dengan menggunakan bermacam-macam alat.

Adapun tujuan utama dalam menyusun Line Balancing adalah untuk membentuk dan menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada tiap-tiap staiun kerja. Jika tidak dilakukan keseimbangan seperti ini maka akan mengakibatkan ketidakefisienan kerja di beberapa stasiun kerja, dimana antara stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang lain memiliki beban kerja yang tidak seimbang. Pembagian kerja ini disebut production line balancing, assembly line balancing atau hanya line balancing.

Penyeimbangan mesin-mesin yang dipakai pada proses perakitan pun harus dilakukan. Demikian juga di dalam membeli dan merancang mesin-mesin yang memiliki kapasitas yang diperlukan. Selain itu penyeimbangan mesin-mesin yang dipakai baik itu dalam penggunaan dua mesin untuk mendapatkan kapasitas yang dibutuhkan maupun memperlambat mesin yang bekerja terlalu cepat atau menghidupkan atau mematikan mesin secara terputus-putus, dan lain-lain perlu dilakukan.

Area kerja atau stasiun kerja yang ditangani seorang atau lebih operator dengan berbagai alat akan mengerjakan elemen kerja ketika unit produk melewati stasiun kerjanya. Jadi dalam proses pengerjaan suatu produk, semua atau hamper semua stasiun kerja terlibat dan item yang mengalami pengerjaan akan bertambah lengkap pada setiap stasiun yang dilaluinya.

(46)

Waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan pada masing- masing stasiun kerja biasanya disebut service time atau station time. Sedangkan waktu yang tersedia pada masing-masing stasiun kerja disebut waktu siklus. Dimana waktu siklus biasanya sama dengan waktu stasiun kerja yang paling besar. Jangka waktu yang diperbolehkan untuk melalukan operasi pada stasiun kerja ditentukan oleh kecepatan assembly line, sehingga seluruh work center atau stasiun kerja berbagi waktu siklus yang sama. Waktu menganggur (float time) terjadi jika dari stasiun pekerjaan yang ditugaskan padanya membutuhkan waktu yang sedikit daripada waktu siklus yang telah diberikan. Maka selain untuk membentuk dan menyeimbangkan beban kerja, line balancing bertujuan juga untuk meminimisasikan waktu menganggur ketika operasi pengerjaan pada work center berlangsung sesuai dengan urutan prosesnya. Sehingga keseimbangan yang sempurna terjadi apabila dalam penugasan pekerjaan tidak menimbulkan waktu menganggur.

Efisiensi lintasan, nilai dari smoothing index, dan balance delay pada metode ini dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

EL = x 100%

SI =

D = x 100%

(47)

Dimana :

EL : Efisiensi Lintasan SI : Smoothing Index D : Balance Delay

Si : Waktu masing-masing stasiun n : Jumlah tenaga kerja

Sm : Waktu paling maksimum dalam lintasan

Pada line balancing, tidak mudah untuk mereduksi menjadi model atau algoritma yang sederhana karena terlalu banyak fleksibilitas dan variabilitas dari faktor manusianya. Hal ini disebabkan karena karyawan pada lintasan produksi menjalankan satu atau beberapa mesin dengan melakukan pekerjaan lain seperti melihat prosedur kerja yang belum selesai dikerjakan, memeriksa tool diantara siklus mesin, menangani setup mesin dan inspeksi pekerjaan, meninggalkan tugas untuk tugas khusus, melewati atau bermalas-malasan, tetap berada pada pekerjaan mereka atau bepergian, memperbaiki peralatan yang rusak dan menyarankan perbaikan para ahli, memindahkan material atau hanya duduk menunggu pengangkut material untuk mengangkatnya. Sehingga dengan kondisi yang demikian keseimbangan pada lintasan produksi tidak terjadi. Maka yang perlu dilakukan adalah supervisor dan work group nya yaitu memperbaikinya dan mengulanginya sesering mungkin sebagaimana tingkat permintaan berubah.

Masalah line balancing telah memberikan perhatian yang cukup besar mungkin melebihi assembly line yang lazim. Beberapa teknik menghasilkan solusi yang tepat untuk asumsi-asumsi yang telah diberikan. Teknik lain dirancang untuk menghasilkan perkiraan solusi berdasarkan pertimbangan yang praktis. Perhatian

(48)

utama adalah tidak harus memperoleh keseimbangan yang sempurna tetapi untuk memperoleh tata letak dan aliran yang optimal sehubungan dengan operasi produksi lainnya.

Pengalokasian elemen-elemen pada stasiun kerja dibatasi oleh dua kendala utama yaitu, precedence constraint dan zoning constraint.

3.4.1.1. Precedence Constraint

Dalam pembagian elemen pekerjaan dapat diselesaikan dengan beberapa alternative. Dalam proses perakitan ada dua kondisi yang pada umumnya terjadi, yaitu :

1. Tidak ada ketergantungan dari komponen-komponen dalam proses pengerjaan, jadi setiap komponen mempunyai kesempatan untuk dilaksanakan pertama kali dan disini dibutuhkan prosedur pemilihan untuk menentukan prioritas.

2. Apabila satu komponen telah dipilih untuk dirakit maka urutan untuk merakit komponen lain dimulai. Disinilah dinyatakan batasan precedence untuk pengerjaan komponen-komponen.

Diagram precedence dapat disusun menggunakan 2 simbol dasar, yaitu : 1. Elemen simbol, adalah lingkaran dengan nomor atau huruf elemen terkandung di

dalamnya. Elemen akan diberi nomor/huruf berurutan untuk menyatakan identifikasi. Elemen simbol diagram precedence dapat dilihat pada Gambar 3.3.

(49)

Gambar 3.3. Elemen Simbol

2. Hubungan antar simbol, biasanya menggunakan anak panah untuk menyatakan hubungan dari elemen simbol yang satu terhadap elemen simbol lainnya.

Precedence dinyatakan dengan perjanjian bahwa elemen pada ekor panah harus mendahului elemen pada kepala panah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Hubungan Antar Simbol

3.4.1.2. Zoning Constraint

Selain precedence constraint, pengalokasian dari elemen-elemen kerja pada stasiun kerja juga dibatasi oleh zoning constraint yang menghalangi atau mengharuskan pengelompokan elemen kerja tertentu pada stasiun tertentu. Zoning constraint yang negatif menghalangi pengelompokan elemen kerja pada stasiun kerja yang sama. Misalnya operasi 1 mempunyai sifat antagonis dengan operasi 2 sebab bisa menyebabkan percikan/konseling api maka tidak dapat disatukan walaupun dari segi makna dapat disatukan. Sebaliknya, zoning constraint yang positif menghendaki

3 2

1

(50)

pengelompokan elemen-elemen kerja pada 1 stasiun yang sama dengan alasan misalnya menggunakan peralatan yang sama dan peralatan itu mahal.

3.4.2. Masalah Line Balancing

Masalah pada lintasan produksi akan kelihatan pada proses perakitan jika dibandingkan dengan proses pabrikasi. Dalam pabrikasi part-part biasanya membutuhkan mesin-mesin berat dengan waktu siklus yang panjang. Bila beberapa operasi dengan peralatan yang berbeda dibutuhkan dalam seri-seri, maka akan sangat sulit untuk menyeimbangkan panjangnya waktu siklus mesin, yang pada akhirnya akan menghasilkan rendahnya penggunaan kapasitas. Gerakan kontinu lebih dapat dicapai dengan operasi perakitan yang dilakukan secara manual jika operasi-operasi tersebut dapat dibagi-bagi menjadi pekerjaan-pekerjaan kecil dengan waktu yang sangat pendek. Semakin besar fleksibilitas dalam mengkombinasikan tugas-tugas tersebut, semakin tinggi pula derajat keseimbangan yang dapat dicapai.

Pengelompokan tugas-tugas yang akan dihasilkan pada lintasan produksi yang seimbang membutuhkan informasi tentang waktu pelaksanaan tugas, kebutuhan precedence (tingkat ketergantungan) yang menentukan urutan yang fisible, dan tingkat output atau waktu siklus yang diinginkan. Bentuk utama masalah lintasan produksi ditunjukkan pada Gambar 3.5.

(51)

LINTASAN PRODUKSI Waktu pengerjaan tugas

Kebutuhan precedence

Output rate

Pengelompokan tugas-tugas dalam stasiun dengan kapasitas ataupun output rate yang sama

INPUT OUTPUT

Tujuan : Memaksimalkan penggunaan kapasitas keseluruhan

Gambar 3.5. Gambar Elemen-elemen Utama dari Masalah Lintasan Produksi

3.4.2.1. Pendefeinisian Masalah Line Balancing

Dalam lintasan perakitan produksi sebuah produk biasanya ada sejumlah k elemen kerja. Untuk masing-masing elemen kerja dibutuhkan waktu proses selama tk

(k = 1,2,3,…..,k) dan total waktu yang dibutuhkan untuk merakit sebuah produk adalah :

=

k elemen juga dibatasi oleh hubungan precedence yang biasa diberikan oleh diagram precedence. Gambar berikut menunjukkan salah satu betuk diagram precedence.

Simbol di dalam lingkaran menyatakan waktu pengerjaan elemen. Elemen kerja i merupakan predecessor dari elemen kerja j jika proses perakitan menghendaki elemen kerja i dikerjakan lebih dulu sebelum elemen j. Contoh penggambaran precedence diagram dapat dilihat pada Gambar 3.6

(52)

U1

U11 U10

U8 U6

U9 U7

U5 U4 U3 U2

Gambar 3.6. Gambar Precedence Diagram

Apabila ada sejumlah elemen Q unit yang akan disassembly selama periode waktu t, maka waktu siklus C secara matematis diurutkan sebagai C = t / Q. Dan juga seandainya n menyatakan jumlah stasiun kerja di lintas perakitan dan Pi (i=1,2,3,..n) menyatakan waktu stasiun yaitu jumlah dari waktu yang ditugaskan pada stasiun i untuk masing-masing unit, maka :

=

Tujuan dasar daripada penyeimbangan lintasan perakitan adalah untuk menugaskan elemen-elemen kerja pada stasiun kerja dalam berbagai cara dimana batasan precedence tidak dilanggar dan waktu menganggur minimal, yaitu :

Min dimana c ≥ pi (i = 1,2,3,….,n)

Maka minimisasi permasamaan di atas sana dengan minimisasi jumlah stasiun untuk waktu siklus atau keduanya, tergantung mana yang akan memberikan hasil yang lebih baik. Penyeimbangan lintasan perakitan mempunyai kombinasi yang

(53)

sangat kompleks dengan sejumlah penyelesaian, baik yang eksak maupun yang heuristic. Diantaranya adalah metode Helgeson dan Birnie, Killbridge dan Wester (region approach), metode 0-1 (zero one), metode Burgess dan metode TOA sistem.

3.4.3. Rangked Positional Weight

Untuk menyeimbangkan lintasan perakitan ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli yang meneliti bidang ini. Salah satu metode tersebut adalah dengan pendekatan analitis metode Rangked Positional Weight.

Metode ini biasanya disebut juga dengan metode Helgeson and Birnie.

Langkah pertama adalah membuat diagram precedence dan matriks precedence.

Kemudian dihitung bobot positional untuk setiap elemen yang diperoleh dari penjumlahan waktu pengerjaan elemen tersebut dengan waktu pengerjaan elemen lain yang mengikuti elemen tersebut. Penggunaan precedence diagram dalam metode RPW dapat dilihat pada Gambar 3.7.

a e

c

d b 6'

3' 4'

2'

9'

Gambar 3.7. Diagram Precedence untuk menerangkan metode RPW

Dari diagram precedence di atas, bobot setiap elemen dapat dihitung :

(54)

Untuk elemen a = a + b + c + d + e = 24 Untuk elemen b = b + c + e = 16 Untuk elemen c = c + e = 13 Untuk elemen d = d + e = 11 Untuk elemen e = e = 9

Hubungan precedence juga dapat dibuat dalam bentuk matriks dimana setiap hubungan bernilai -1,0,1. Hubungan precedence yang bernilai +1 jika elemen yang hendak dihubungkan tersebut dikerjakan sebelum elemen yang mau dihubungkan dengannya, bernilai -1 jika sebaliknya dan 0 jika tidak ada hubungan. Matriks precedence Gambar 3.7. dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Matriks Precedence dari Gambar 3.7.

Elemen Kerja

a b c d e

a 0 1 1 1 1

b -1 0 1 0 1

c -1 -1 0 0 1

d -1 0 0 0 1

e -1 -1 -1 -1 0

Dari matriks precedence, bobot setiap elemen diperoleh dari penjumlahan waktu pengerjaan untuk elemen tersebut dengan elemen yang bernilai +1 pada masing-masing baris.

Sebagai contoh diambil perhitungan bobot elemen B pada Tabel 3.2.

(55)

Tabel 3.2. Perhitungan Bobot Elemen B

Elemen Kerja a b c d e

b -1 0 1 0 1

Personal Weight 3 + 4 + 9 = 16

Terlihat bahwa masing-masing elemen mempunyai bobot dan elemen yang mempunyai bobot yang paling besar menempati rank 1, bobot yang terbesar berikutnya menempati rank 2, dan begitu seterusnya sampai semua elemen didaftar.

Apabila ada elemen yang bobotnya sama bisa diurut sesuai dengan urutannya di dalam daftar.

Penugasan elemen-elemen terhadap stasiun kerja mengikuti langkah-langkah berikut:

a. Elemen yang mempunyai bobot tertinggi (rank 1) ditempatkan pada stasiun 1.

b. Dihitung selisih antara waktu siklus dengan waktu elemen (a) yang telah ditetapkan T = C – a1.

c. Kemudian pilih elemen dengan bobot terbesar berikutnya dan dilakukan pemeriksaan terhadap:

i. Precedence, hanya elemen yang semua pendahulunya sudah ditempatkan boleh bergabung.

ii. Waktu pengerjaan di elemen tersebut harus lebih kecil atau sama dengan stasiun yang masih tersedia.

(56)

iii. Langkah 2 dan 3 diulang sampai T = 0 atau tidak ada kemungkinan untuk menugaskan elemen lagi pada stasiun kerja karena waktu T lebih kecil dari waktu masing-masing elemen yang belum ditugaskan.

iv. Stasiun kerja yang kedua kemudian dimulai dari elemen yang belum ditugaskan yang bobotnya paling besar.

v. Langkah 2, 3, 4, dan 5 dilanjutkan sampai semua elemen telah dikelompokkan dalam satu stasiun kerja.

3.5. Stopwatch Time Study

Pekerjaan dengan menggunakan pengukuran jam henti merupakan pengukuran secara objektif karena ditetapkan berdasarkan fakta yang terjadi dan bukan sekedar estimasi secara subjektif.7 Metode ini baik diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang-ulang. Dari hasil teori statistik tentang peta kendali yang biasanya digunakan dalam melakukan pengendalian kualitas di pabrik atau tempat lain.

Batas-batas kendali yang dibentuk dari data merupakan batas seragam tidaknya data. Sekelompok data dikatakan seragam bila berada diantara kedua batas kendali yaitu in control dan out of control. Data in control adalah data yang berada pada batas kendali atas dan batas kendali bawah. Sedangkan data out of control adalah data yang berada di luar batas kendali atas dan batas kendali bawah.

7 Ralph M.Barnes. Motion and Time Study Design and Measurement of Work. Seventh Edition. (New York : John Wiley & Sons, 1980)

(57)

Dalam penggunaan peta kontrol, data yang diharapkan dari hasil pengamatan akan ditetapkan dalam sebuah peta kontrol yang memiliki batasan kendali sebagai berikut :

1. Batas Kendali Atas (BKA) = + k.S 2. Batas Kendali Bawah (BKB) = - k.S

Keterangan :

k = harga indeks yang besarnya tergantung tingkat kepercayaan S = Simpangan Baku

Simpangan baku dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : S =

Keterangan : = Rata-rata data Xn = Data ke-n n = Banyak data

3.6. Pengujian Kecukupan Data

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dari pengamatan mencukupi untuk dilakukan perhitungan selanjutnya.

N’ =

Keterangan :

z : Tingkat Ketelitian s : Tingkat Kepercayaan N : Jumlah Data Awal

N’ : Jumlah Data Minimal yang Diperlukan t : Waktu Pengukuran

Jika N’ < N, maka data dikatakan cukup

(58)

Setelah uji keseragaman data dan uji kecukupan data dipenuhi, maka dilakukan perhitungan waktu siklus, waktu normal dan waktu standar. Waktu siklus dihitung dengan merata-ratakan waktu yang diperoleh dalam pengukuran. Waktu normal diperoleh dengan mempertimbangkan rating factor operator.

Rumus :

WN = Wt x Rf

Waktu standar diperoleh dengan mempertimbangkan allowance yang diberikan kepada operator.

WS = WN x

Keterangan :

WN : Waktu Normal WS : Waktu Standar

Wt : Waktu Siklus rata-rata All : Allowance

3.7. Rating Factor dan Allowance

Setelah diperoleh waktu siklus kerja dari hasil pengamatan, untuk mendapatkan waktu yang diperlukan operator normal untuk menyelesaikan 1 siklus kerja maka dilakukan penyesuaian yaitu dengan mengalikan waktu siklus rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian (rating factor)8

Besarnya harga p sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau normal. Bila pengukur berpendapat

8 Benyamin Niebel. Method Standards and Work Design. (New York : MC Graw Hill)

(59)

bahwa operator bekerja diatas normal maka harga p akan lebih besar dari 1 (p>1) dan sebaliknya jika operator bekerja dibawah normal maka harga p akan lebih kecil dari 1 (p<1), dan andaikan pengukur berpendapat bahwa operator bekerja secara wajar maka harga p akan sama dengan 1 (p=1).

Beberapa sistem untuk memberikan rating yang umumnya diaplikasikan dalam aktivitas pengukuran kerja, antara lain :

1. Skill dan Effort Rating

Skill didefenisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan.

Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ke tingkat tertentu saja, tingkat yang merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Keterampilan juga dapat menurun, yaitu jika terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut atau karena sebab-sebab lain seperti karena kesehatan yang terganggu, rasa lelah yang berlebihan, pengaruh lingkungan sosial dan sebagainya.

2. Westinghouse Sistem’s Rating

Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja. Adapun 4 faktor tersebut antara lain :

a. Keterampilan atau skill, didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ke tingkat tertentu saja.

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak etanol buah pepino putih dan ungu mempunyai daya peredam radikal bebas terhadap DPPH yang ditetapkan secara reaksi warna dan spektrofotometri sinar tampak. Daya

(2) Pelaksanaan pemusnahan arsip di lingkungan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi tanggung jawab Unit Kearsipan atau unit kerja yang

Dalam artikel ini, beberapa contoh lereng sederhana akan dianalisa untuk memberikan gambaran Dalam artikel ini, beberapa contoh lereng sederhana akan dianalisa untuk memberikan

AHMAD SUKRI No KP 602A6B9801 T5 IBN AL-RAZI MEOR MUHAMMAD IKMAL BIN MD RAJEH No KP meorensem T5 IBN AL-RAZI MOHAMAD NUR ARIF BIN MOHD NORDIN No KP izzuddin17 T5 IBN AL-RAZI MUHAMMAD

Saran yang dapat diberikan demi peningkatan responsivitas pelayanan publik di puskesmas Jeruk Surabaya, yaitu perlu dibentuk tim yang bertugas untuk

Secara umum proses watermarking pada citra dijital menggunakan kunci sebagai sarana kepemilikan untuk dapat membuka watermark yang disisipkan melalui encoder yang berisi

Persaingan yang ketat dengan produk sejenis yaitu kecap ABC (PT.Heinz ABC Indonesia), kecap Indofood, kecap Sedaap, dan produk lokal daerah lainnya mengharuskan

Perlakuan P1 dengan mulsa vertikal dengan ukuran panjang 100 cm, lebar 50 cm, dan kedalaman 40 cm merupakan alternatif terbaik yang dapat diterapkan oleh petani,