• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konversi pentosan dalam tongkol jagung menjadi furfural dengan teknik refluk sederhana :``Aplikasi pemisahan dengan ekstrasi bertahap`` - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Konversi pentosan dalam tongkol jagung menjadi furfural dengan teknik refluk sederhana :``Aplikasi pemisahan dengan ekstrasi bertahap`` - USD Repository"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

i

HALAMAN SAMPUL

KONVERSI PENTOSAN DALAM TONGKOL JAGUNG MENJADI FURFURAL DENGAN TEKNIK REFLUK SEDERHANA: “APLIKASI

PEMISAHAN DENGAN EKSTRAKSI BERTAHAP”

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Yosephine Ratih Ismayanti NIM : 058114008

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

HALAMAN JUDUL

KONVERSI PENTOSAN DALAM TONGKOL JAGUNG MENJADI FURFURAL DENGAN TEKNIK REFLUK SEDERHANA: “APLIKASI

PEMISAHAN DENGAN EKSTRAKSI BERTAHAP”

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Yosephine Ratih Ismayanti NIM : 058114008

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

(4)
(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Vini Vidi Vici

]âÄ|âá VtxátÜ

ftÇz cxÇt~Äâ~

Untuk Mami Indriyati dan Papi Rudiyanto

Untuk Saudara-saudaraku, Reni dan Shinta

Untuk sahabat-sahabatku

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universita Sanata Dharma: Nama :Yosephine Ratih Ismayanti

Nomor Mahasiswa 058114008

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Konversi Pentosan dalam Tongkol Jagung Menjadi Furfural dengan Teknik

Refluk Sederhana:”Aplikasi Pemisahan dengan Ekstraksi Bertahap”

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 27 Januari 2009 Yang menyatakan

(7)

vii

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Konversi Pentosan dalam Tongkol Jagung Menjadi Furfural dengan Teknik Refluk Sederhana: “Aplikasi Pemisahan Dengan Ekstraksi Bertahap” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari banyak pihak, Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma ( USD ) Yogyakarta.

2. Christine Patramurti, M. Si. selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan pengarahannya baik selama penelitian maupun penyusunan skripsi ini. 3. Lucia Wiwid Wijayanti, M. Si. selaku penguji atas segala masukan, kritik,

kesabaran dan sarannya.

4. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si.selaku penguji atas segala masukan, kritik, dan sarannya.

5. Yohanes Dwiatmaka, M. Si. selaku Kepala Laboratorium Farmasi atas bantuannya sehingga penulis dapat bekerja di laboratorium dengan lancar. 6. Pak Jeffry yang telah memberi banyak pengarahan yang bermanfaat.

(8)

viii

8. Pak Pardjan atas informasi-informasi yang bermanfaat dalam memecahkan permasalahan yang ada.

9. Pak Domo MIPA UGM atas informasi-informasi mengenai Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa.

10. Segenap staf edukatif dan staf tata usaha Fakultas Farmasi USD Yogyakarta, yang telah membantu dan memberikan fasilitas selama penulis menempuh studi.

11. Mas Parlan, Mas Kunto, Mas Bim-Bim, dan Mas Bimo atas bantuannya selama peneliti bekerja di laboratorium Kimia Organik, Kimia Analisis, Kimia Instrumen dan Kimia Analisis Instrumen.

12. Mas Wagiran atas bantuannya menumbuk dan menggiling tongkol jagung. 13. Florentina Dewi sahabat, dan rekan satu tim penulis yang selalu

bersama-sama dalam suka dan duka. Dengan bantuannya, cobaan seberat apapun dapat penulis lalui.

14. Roby, Boris, Probo, Vita, rekan seperjuangan dalam penelitian ini yang selalu membantu dan memberi dukungan serta masukan.

15. William Salim atas bimbingan dan nasehat-nasehatnya selama beberapa tahun ini.

16. Chandra Kurniawan, dan Oxy Dimas, yang selalu memberikan doa, dukungan, dan motivasi yang tiada henti kepada penulis.

(9)

ix

18. Ermin, Linna ”Lao Fo Ye”,David, Widia, Henni, dan Roy, atas persahabatan indah yang telah diberikan selama penulis kuliah.

19. Aster, Tyas, Widdy, Yoyok, Inus, Made, Berto, Dani, Nixon, Primbon, Anna, Lina Chang teman-teman angkatan 2005 terutama mantan anak-anak kelas A lain yang telah banyak membantu dan memotivasi

20. Anak-anak kost Dewi dan Gracia atas dukungannya

21. Mas Dwi, Mas Narto dan Pak Mukmin sekretariatan yang telah banyak direpotkan dan dipusingkan penulis selama ini.

22. Semua staff kebersihan yang telah membantu membukakan lift.

23. Segenap rekan dan pihak-pihak yang membantu namun tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis menyadari bahwa karya penulisan skripsi ini jauh dari sempurna mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diperlukan oleh penulis demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih yang bermanfaat pada perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 16 Desember, 2008

(10)
(11)

xi

INTISARI

Tongkol jagung merupakan limbah pertanian yang masih jarang digunakan di Indonesia. Padahal di dalam jagung terdapat pentosan yang dapat dikonversikan menjadi furfural. Furfural memiliki beberapa kegunaan antara lain: pelarut industri minyak bumi, pelarut aktif untuk resin fenol, dan disinfektan. Selain itu furfural juga bermanfaat bagi dunia farmasis karena furfural merupakan bahan awal dalam pembuatan obat, antara lain nitrofuran, furamone, peristone, dan nitrofurazon. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persentase furfural yang diperoleh dari proses konversi pentosan yang terdapat dalam tongkol jagung dengan teknik refluks sederhana dan ekstraksi bertahap.

Proses konversi pentosan dilakukan dengan pereaksi H2SO4 10 % menggunakan teknik refluks sederhana dan ekstraksi bertahap dengan menggunakan pelarut eter. Analisis hasil yang dilakukan adalah uji pendahuluan yang meliputi uji organoleptis dan uji kelarutan, uji kemurnian yang meliputi uji indeks bias dan kromatografi gas, identifikasi struktur dengan kromatografi gas-spektrometri massa (GC-MS), dan perhitungan persentase furfural yang dihasilkan dari proses konversi. Proses konversi direplikasi sebanyak 3 kali.

Hasil identifikasi struktur menggunakan kromatografi gas spektrometri massa menunjukkan 3 peak yaitu furfural, asam levulinat dan etil levulinat. Dari hasil analisis disimpulkan cairan yang diperoleh dari hasil proses konversi tidak murni mengandung furfural saja tetapi terdapat senyawa lain yaitu etil levulinat dan asam levulinat.

(12)

xii

ABSTRACT

Corncob is one of agricultural waste products still rarely used in Indonesia. In fact, inside of corncob is petosan which can be converted into furfural. Furfural has many uses such as: solvent for petroleum industry, reactive solvent for phenol resin, and disinfectant. In addition, furfural is very useful for pharmacy sector because furfural is used as a starting material for making some drugs, such as nitrofuran, furamine, peristone, and nitrofurazone. The goal of this research is to know the percentage of furfural gained from the conversion process of pentosan available in corncob using the simple reflux technique and the multi-stage extraction.

The conversion process of pentosan was done by H2SO4 10% using the simple reflux technique and the multi-stage extraction with ether solvent. Several tests were carried out to the result: preliminary tests including organoleptic test and solubility test; purity tests including refractive index test and gas chromatographic test; and structural identification test using gas chromatography-mass spectrometry. Furfural produced from the conversion process was counted in percentage. The conversion process was replicated three times.

The result of structural identification using gas chromatography-mass spectrometry showed 3 peaks: furfural, levulinic acid, and ethyl levulinic. It can be concluded that the liquid possessed from the conversion process is not pure: contains not only furfural, but another substance also, i.e. ethyl levulinic and levulinic acid

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... x

INTISARI... xi

ABSTRACT... xii

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN... xix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah ... 2

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat penelitian... 3

B. Tujuan Penelitian ... 3

BAB II. PENELAAH PUSTAKA ... 4

A. Jagung ... 4

B. Tongkol jagung ... 8

(14)

xiv

D. Refluk... 12

E. Ekstrasi Pelarut ... 13

F. Identifikasi Senyawa Organik ... 17

1. Uji Pendahuluan ... 17

2. Uji Kemurnian... 19

3. Identifikasi struktur menggunakan spektroskopi massa ... 24

G. Keterangan Empiris... 28

BAB III. METODE PENELITIAN ... 29

A. Jenis Penelitian... 29

B. Definisi Operasional Penelitian ... 29

C. Alat Penelitian... 29

D. Bahan Penelitian... 30

E. Jalan Penelitian... 30

1. Pengambilan sampel... 30

2. Penyiapan sampel... 30

3. Konversi pentosan dalam tongkol jagung dengan teknik refluk dan ekstraksi bertahap... 30

4. Identifikasi senyawa organik... 31

F. Analisis Hasil ... 34

1. Analisis kulitatif ... 34

2. Perhitungan presentase furfural dalam tongkol jagung... 35

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

(15)

xv

B. Uji pendahuluan ... 43

1. Uji Organoleptis ... 43

2. Uji kelarutan... 44

C. Uji kemurnian ... 44

1. Uji indeks bias... 44

2. Kromatografi gas... 46

D. Identifikasi struktur menggunakan Spektrometri Massa... 52

E. Perhitungan presentase kasar furfural dalam tongkol jagung ... 60

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

Lampiran ... 66

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel I. Sifat-sifat fisika kimia tongkol jagung ... 9 Tabel II. Istilah kelarutan zat menurut Farmakope Indonesia IV ... 17 Tabel III. Kelimpahan relatif isotop beberapa unsur yang umum ... 27 Tabel IV. Perbandingan organoleptis isolat dari tongkol jagung dengan furfural

baku ... 43 Tabel V. Perbandingan kelarutan isolat dari tongkol jagung dengan furfural baku

... 44 Tabel VI. Hasil pengukuran indeks bias isolat dalam tongkol jagung... 45 Tabel VI. Presentase isolat yang dihasilkan pada pengkoversian pentosan dalam

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur molekul furfural ... 10

Gambar 2. Reaksi pembentukan furfural ... 11

Gambar 3. Peralatan yang digunakan dalam metode Vedernikov ... 12

Gambar 4. Gambar peralatan refluk yang digunakan untuk menambah energi saat reaksi kimia. ... 13

Gambar 5. Corong pisah yang biasanya digunakan untuk ekstraksi bertahap... 14

Gambar 6. Arah sinar melalui dua media ... 19

Gambar 7. Alat refraktometer Abbe... 20

Gambar 8. Prisma tempat meletakkan zat yang akan diteliti ... 21

Gambar 9. Permukaan prima yang ditutup dengan prisma lain yang serupa... 21

Gambar 10. Skema peralatan kromatografi gas ... 22

Gambar 11. Spektra massa dari CH3Br ... 26

Gambar 12. Struktur xilosa ... 36

Gambar 13. Struktur xilan... 38

Gambar 14. Reaksi hidrolisis xilan menjadi xilosa... 38

Gambar 15. Reaksi dehidrasi pentosa menjadi furfural ... 40

Gambar 16. Ikatan hidrogen yang terjadi pada furfural... 42

Gambar 17. Hasil kromatogram furfural baku... 47

Gambar 18. Hasil kromatogram eter yang digunakan sebagai pelarut ... 48

Gambar 19. Hasil kromatogram isolat pertama ... 49

Gambar 20. Hasil kromatogram isolat kedua... 50

(18)

xviii

Gambar 22. Kromatogram senyawa hasil isolasi dari tongkol jagung... 53

Gambar 23. Spektra massa untuk peak pertama ... 54

Gambar 24. Spektra massa untuk peak kedua... 55

Gambar 25. Spektra massa untuk peak ketiga ... 56

Gambar 26. Mekanisme reaksi pembentukan hidroksi metilfurfural... 58

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan presentase isolat yang dihasilkan pada pengkoversian

pentosan dalam tongkol jagung... 67

Lampiran 2. Gambar tongkol jagung segar... 68

Lampiran 3. Gambar tongkol jagung setelah dikeringkan ... 68

Lampiran 4. Gambar isolat dari tongkol jagung ... 69

Lampiran 5. Gambar hasil kelarutan... 70

Lampiran 6. Gambar kromatogram furfural baku... 72

Lampiran 7. Gambar kromatogram pelarut eter yang dipakai ... 73

Lampiran 8. Gambar kromatogram isolat pertama ... 74

Lampiran 9. Gambar kromatogram isolat kedua... 75

Lampiran 10. Gambar kromatogram isolat ketiga ... 76

Lampiran 11. Gambar kromatogram isolat dari tongkol jagung... 77

Lampiran 12. Spektra massa untuk peak pertama... 78

Lampiran 13. Spektra massa untuk peak kedua ... 79

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Limbah jagung meliputi jerami dan tongkol. Penggunaan jerami jagung semakin populer untuk makanan ternak, sedangkan untuk tongkol belum ada pemanfaatan langsung yang bernilai ekonomi. Seringkali limbah yang tidak tertangani akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Pada dasarnya limbah tidak memiliki nilai ekonomi, bahkan mungkin bernilai negatif karena memerlukan biaya penanganan.

Dalam tongkol jagung terdapat kandungan hemiselulosa yang tinggi. Komponen penyusun hemiselulosa terbesar di dalam tongkol jagung adalah xilan yang tersusun atas 150-200 monomer xilosa (Richana dan Suarni, 2008). Hidrolisis xilan menghasilkan furfural yang dapat digunakan sebagai bahan pelarut industri minyak bumi, pelarut reaktif untuk resin fenol, dan disinfektan. Selain itu furfural juga bermanfaat bagi dunia farmasis karena furfural merupakan bahan awal dalam pembuatan obat, antara lain nitrofuran, furamone, peristone, nitrofurazon, simetidin dan turunananya ranitidin.

(21)

furfural. Namun tetap perlu mempertimbangkan efisiensi dan potensi bahan baku. Menurut aturan UNCTAD/GATT (1979), bahan baku yang disarankan untuk pembuatan furfural dari tongkol jagung adalah yang mengandung minimal 12-20% xilan. Dengan demikian, tongkol jagung layak dikembangkan untuk produk furfural.

Sampai sekarang furfural diproduksi menggunakan sistem batch dengan menggunakan teknologi Quaker Oats. Namun teknik ini memiliki kekurangan karena melibatkan dua kali proses, sehingga memerlukan peralatan yang rumit dan menghasilkan hasil buangan yang tidak sedikit. Oleh karena itu penggunaan teknik refluk yang dilanjutkan dengan ekstraksi bertahap diharapkan dapat menutupi kekurangan-kekurangan yang ada. Pada teknik refluk, proses hidrolisis dan dehidrasi dilakukan dalam satu proses, sehingga hanya memerlukan peralatan yang sederhana dan menghasilkan hasil buangan yang sedikit. Setelah melalui tahap refluk, maka dilakukan tahap ekstraksi bertahap. Pelarut yang dipilih adalah eter karena berdasarkan Merck Index, furfural sangat mudah larut di dalam eter (kurang dari satu bagian pelarut yang digunakan untuk melarutkan satu bagian zat). Diharapkan dengan diekstrasi menggunakan eter, furfural yang ada dapat terambil semua, sedangkan senyawa-senyawa lain yang terkandung di dalam larutan tidak dapat terambil.

1. Rumusan masalah

(22)

tongkol jagung dengan teknik refluk dan ekstraksi bertahap dengan menggunakan pelarut eter.

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan, penelitian tentang pengkonversian pentosan dalam tongkol jagung dengan teknik refluk dan ekstraksi bertahap untuk menghasilkan furfural belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang sudah pernah dilakukan yaitu pengkonversian pentosan dalam tongkol jagung dengan menggunakan metode Quaker Oat, Supra Yield, dan Vedernikov (Anonim c, 2008).

3. Manfaat penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk menciptakan teknik produksi furfural dari tongkol jagung yang lebih sederhana.

B. Tujuan Penelitian

(23)

4

BAB II

PENELAAH PUSTAKA

A. Jagung

Jagung, (Zea mays L) merupakan tanaman berbiji tertutup yang termasuk dalam kelas Monocotyledone (berkeping satu). Tanaman yang tergolong dalam ordo Graminae (rumput-rumputan) ini juga merupakan tanaman berumah satu

Monoecious yaitu letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu

tanaman (Subandi, 1988)

Tanaman jagung berakar serabut, menyebar ke samping, dan ke bawah pada lapisan olah tanah serta mempunyai tiga tipe, yaitu akar seminal, akar adventif dan akar udara. Morfologi batang jagung adalah bulat, padat, dan berisi pembuluh-pembuluh sehingga semakin memperkuat tegaknyat tanaman. Ciri lain batang jagung adalah berwarna hijau sampai keunguan dengan penampang melintang selebar 2-2,5 cm. Batang jagung beruas-ruas dengan jumlah bervariasi antara 10-40 ruas (Salim, 2004).

(24)

Jagung mudah dibudidayakan dan mampu beradaptasi dengan lingkungan dibandingkan jenis tanaman biji-bijian yang lain. Oleh karena itu, banyak petani di Indonesia yang membudidayakan tanaman jagung (Salim, 2004).

Menurut Suprapto (1992), jagung yang terdapat di Indonesia dapat digolongkan menjadi empat macam, yaitu:

1. Zea mays indentata Sturt

Disebut jagung gigi kuda, sedikit ditanam di Indonesia, karena kurang tahan hama bubuk.

2. Zea mays indurata Sturt

Disebut juga jagung mutiara, banyak ditanam di Indonesia, jenis ini agak tahan hama bubuk

3. Zea mays saccharata Sturt

Jagung manis ini masih kurang populer di Indonesia 4. Zea mays everta Sturt

Jagung berondong dapat dibuat berondong

(25)

Di Indonesia terdapat berbagai macam varietas jagung, seperti Hibrida C-1, Hibrida C-2, Hibrida Pioner-1, Hibrida Pioner-2, CPP-1, Kaliangga, Wiyasa, Arjuna, Abimanyu, Baster Kuning, Bima, Metro, Harapan, Bisi-1, Bisi-2, Semar dan sebagainya. Selanjutnya, macam-macam varietas jagung yang berkembang di Indonesia ditentukan berdasarkan faktor-faktor berikut ini:

1. Varietas jagung berdasarkan ketinggian tempat penanaman.

Berdasarkan ketinggian tempat penanaman, varietas jagung dibedakan menjadi:

a. Varietas jagung dataran rendah atau ditanam di bawah 800 meter dari permukaan laut.

b. Varietas jagung dataran tinggi atau ditanam di daerah berketinggian di atas 800 meter dari permukaan laut.

2. Varietas jagung berdasarkan umur

Berdasarkan umur pertumbuhannya varietas jagung dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Varietas jagung berumur dalam adalah varietas jagung yang berumur lebih dari 100 hari baru bisa dipanen

b. Varietas jagung berumur sedang adalah varietas jagung yang mempunyai umur panen antara 85-100 hari

(26)

3. Varietas jagung berdasarkan warna biji

Apabila membuka kelobot atau kulit buah jagung, maka akan mendapati warna biji yang berbeda-beda. Berdasarkan perbedaan warna inilah, varietas jagung dikelompokkan sebagai berikut:

a. Varietas jagung kuning b. Varietas jagung putih c. Varietas jagung campuran

4. Varietas jagung berdasarkan pembenihannya

Tanaman jagung adalah tanaman bersari silang, yaitu sebagian besar penyerbukan berasal dari tanaman lain. Penyerbukan jagung terjadi terutama oleh bantuan angin. Selanjutnya, berdasarkan pembenihannya, varietas benih jagung dikelompokkan sebagai berikut:

a. Varietas bersari bebas adalah varietas yang benihnya dapat dipakai terus-menerus dari setiap penanaman. Benih yang digunakan tentunya berasal dari tanaman yang mempunyai ciri-ciri dari varietas tersebut. Keunggulan jagung varietas bersari bebas adalah pembentukan varietas baru lebih mudah. Dengan demikian, harga benih menjadi lebih murah dan petani jagung tidak harus membeli benih baru setiap kali akan menanam jagung. Jagung yang tergolong varietas ini adalah jagung jenis Arjuna, Abimanyu, Bromo, Harapan, atau Harapan Baru.

(27)

Keunggulan dari jagung varietas hibrida adalah memiliki biji lebih besar dan keras. Akan tetapi, jagung hibrida memiliki kelemahan, yaitu harganya mahal, tersedia dalam jumlah terbatas, dan hanya dapat ditanam sekali, sehingga setiap kali menanam, petani harus membeli benih lagi (Salim, 2004).

Jagung merupakan sumber kalori pengganti atau suplemen bagi beras, terutama bagi sebagian masyarakat pedesaan di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi. Dewasa ini, proporsi penggunaan jagung sebagai bahan pangan cenderung menurun, tetapi meningkat sebagai pakan dan bahan baku industri. Sebagai bahan pangan, jagung dikonsumsi dalam bentuk segar, kering, dan dalam bentuk tepung. Alternatif produk yang dapat dikembangkan dari jagung mencakup produk olahan segar, produk primer, produk siap santap, dan produk instan. (Richarna dan Suarni, 2008).

B. Tongkol jagung

(28)

Tabel I. Sifat-sifat fisika kimia tongkol jagung

Sifat fisika kimia Kandungan

Kelembaban 7%

Kesetimbangan kelembaban ketika bersentuhan dengan udara terbuka

14%

Absorpsi air sampai jenuh 133%

Absorpsi minyak sampai jenuh 100%

Berat jenis (tergantung ukuran partikel) 0,32-0,48 kg/dm3

Kelarutan di dalam aseton 2,5%

Kelarutan di dalam alkohol 5,6%

Kelarutan di dalam NaOH 1% 20,9%

Kelarutan di dalam asam sulfat 10% 2,5%

Kelarutan di dalam air hangat 9,5%

Selulosa 47,1%

Tongkol jagung mengandung kandungan karbohidrat yang tinggi, kebanyakan merupakan polisakarida. Polisakarida ini terutama terdiri dari selulosa dan hemiselulosa. Istilah hemiselulosa menunjukkan bahwa polisakarida tersebut dapat diekstrasi dari tanaman dengan larutan yang bersifat alkali. Adanya hemiselulosa tersebut ditandai dengan adanya residu gula D-xylan (polimer dari residu xylosa) pada tongkol jagung.(Donnelly et al, 2008).

(29)

demikian, tongkol jagung layak dikembangkan untuk produk furfural (Richana dan Suarni, 2008).

C. Furfural

Furfural (C4H3OCHO) memiliki bobot molekul 96,06; merupakan cairan jernih, tidak berwarna, tetapi dapat dengan segera berubah menjadi coklat kemerahan. Furfural dalam kadar rendah larut dalam air; larut dalam etanol dan eter. Penyimpanan furfural harus dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya (Anonim, 1995).

O

C O

H

Gambar 1. Struktur molekul furfural

Proses pembuatan furfural melalui proses distruksi menggunakan asam sulfat. Fraksi pentosan (xilan) dari tongkol jagung dihidrolisis dan menghasilkan pentosa (gula xilosa). Kemudian xilosa dihidrogenasi dengan panas tinggi dan menghasilkan furfural, yang kemudian dimurnikan menggunakan destilasi uap (Richana dan Suarni, 2008).

Reaksi yang terjadi pada konversi pentosan menjadi furfural adalah sebagai berikut:

1. Hidrolisis pentosan menjadi pentosa :

(C5H8O4)n + xH2O xC5H10O5

pentosan air pentosa

H+

(30)

2. Dehidrasi pentosa membentuk Furfural :

xC5H10O5 xC5H4O2 + 3xH2O

pentosa furfural air

H+

(2)

Gambar 2. Reaksi pembentukan furfural

Furfural dipasarkan langsung atau dalam bentuk turunannya. Furfural digunakan sebagai pelarut, bahan pernis, atau campuran insektisida. Pemanfaatan produk turunan furfural cukup beragam, antara lain: pelarut industri minyak bumi, pelarut reaktif untuk resin fenol, dan disinfektan. Selain itu produk turunan furfural juga bermanfaat di bidang farmasi, yaitu sebagai starting material pembuatan antibakteri golongan nitrofuran, furamon, dan periston (Anonim c, 2006). Secara teoritis, rendemen furfural dari tongkol jagung berkisar antara 21-23%, namun kenyataannya hanya berkisar 10% (Richana dan Suarni, 2008).

Saat ini, telah terdapat beberapa metode pembuatan furfural: 1. Metode Quaker oat

Merupakan metode pembuatan furfural yang paling awan dipatenkan oleh Isenhour pada tahun 1932 dan kemudian diberikan kepada perusahaan

Quaker Oat (Kantor paten Amerika Serikat). Metode ini melibatkan dua

(31)

2. Metode Steam Stripping

Steam stripping adalah proses pelucutan furfural produk dengan steam untuk menghindari atau mengurangi reaksi samping perusakan furfural. Adapun steam stripping dilakukan tanpa menggunakan boiler, melainkan dengan menyediakan sejumlah air di dasar digester yang nantinya akan berubah rnenjadi steam seiring dengan berlangsungnya pemasakan.

3. Metode Vedernikov

Pada metode yang dikemukakan oleh Nikolay Vedernikov, hidrolisis pentosan yang berasal dari tanaman dan dehidrasi pentosa dilakukan dalam satu langkah produksi dengan menggunakan sejumlah kecil katalis asam pekat (Gravitis, et al 2008).

Gambar 3. Peralatan yang digunakan dalam metode Vedernikov

D. Refluk

(32)

tidak keluar dari sistem, maka diperlukan pendingin untuk menjaga agar uap yang terbentuk akan terkondensasi dan kembali lagi ke dalam sistem campuran reaksi (Achmad, 1994).

Gambar 4. Gambar peralatan refluk yang digunakan untuk menambah energi saat reaksi kimia.

Pendingin yang dipakai dalam proses refluk adalah pendingin allihn. Pendingin allihn adalah suatu pipa yang tersusun dari rangkaian bulb, yang dapat meningkatkan permukaan kondensasi dan mengurangi hambatan pergerakan uap air. Oleh karena itu uap air hasil dari proses refluk dapat mengembun di dalam pipa dan mengalir kembali dalam bentuk cairan ke dalam labu alas bulat (Vogel, 1974).

E. Ekstrasi Pelarut

1. Uraian umum

Ekstraksi dapat didefinisikan sebagai metode pemisahan komponen dari suatu campuran dengan menggunakan pelarut. Di antara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode

Air keluar

Air masuk

(33)

pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Seseorang tidak memerlukan alat yang khusus atau cangguh kecuali corong pisah. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, seperti benzen, karbin tetraklorida atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan preparatif, pemurnian, memperkaya, pemisahan serta analisis pada semua skala kerja (Khopkar, 1990).

Gambar 5. Corong pisah yang biasanya digunakan untuk ekstraksi bertahap

Langkah ekstraksi adalah sebagai berikut:

a. Mengocok larutan air atau suspensi dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air kemudian didiamkan sehingga terbentuk dua lapisan dan selanjutnya dipisahkan.

(34)

Dengan demikian garam anorganik akan berada dalam lapisan air dan senyawa organik yang tidak membentuk ikatan hidrogen seperti hidrokarbon atau derivat halogen akan berada dalam lapisan organik. Untuk solut jenis ini sekali ekstraksi sudah cukup untuk memisahkannya. Untuk senyawa organik yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air seperti alkohol, aldehid, keton, asam, amina, dll yang hanya larut sebagian dalam kedua pelarut diperlukan beberapa kali ekstraksi untuk mengambil solut. Dengan demikian terjadi distribusi solut dalam kedua pelarut. Perbandingan konsentrasi solut dalam kedua pelarut dalam kesetimbangan disebut koefisien distribusi (KD).

air

Corg= konsentrasi solut dalam pelarut organik Cair= konsentrasi solut dalam air

Untuk menghindari adanya tekanan gas pelarut ketika mengocok, sesekali kran dibuka (Achmad, 1994).

2. Metode ekstraksi cair-cair

Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah: ekstraksi bertahap (batch), ekstraksi kontinyu, dan ekstraksi counter current.

(35)

Metode ini sering digunakan untuk pemisahan analitik. Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang-ulang kali dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit (Khopkar, 1990).

b. Ekstraksi kontinyu. Ekstraksi kontinyu digunakan bila perbandingan distribusi relatif kecil sehingga untuk pemisahan yang kuantitatif diperlukan beberapa tahap ekstraksi. Ekstraksi yang tinggi pada ekstraksi kontinyu tergantung pada viskositas fase dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kecepatan tercapainya kesetimbangan, seperti nilai D, volume relatif dari dua fase dan beberapa faktor lainnya. Efisiensi ekstraksi dapat ditingkatkan dengan menggunakan luas kontak yang besar (Khopkar, 1990).

c. Ekstraksi counter current. Ekstraksi kontinyu counter current, fase cair pengekstraksi dialirkan dengan arah yang berlawanan dengan larutan yang mengandung zat yang akan diekstraksi. Biasanya digunakan untuk pemisahan zat, isolasi ataupun pemurnian. Sangat berguna untuk fraksinasi senyawa organik tetapi kurang bermanfaat untuk senyawa-senyawa an organik (Khopkar, 1990).

(36)

F. Identifikasi Senyawa Organik

1. Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan dengan tujuan mengetahui karakteristik dari senyawa hasil reaksi, biasanya meliputi pemeriksaan organoleptis, dan pemeriksaan kelarutan

a. Pemeriksaan organoleptis. Uji dilakukan untuk melihat bentuk, warna, dan bau dari senyawa hasil reaksi. Uji ini merupakan uji paling sederhana tanpa bantuan alat.

b. Pemeriksaan kelarutan. Istilah kelarutan tidak saja merupakan standar atau uji kemurnian dari suatu zat, tetapi lebih dimaksudkan sebagai informasi dalam penggunaan, pengolahan dan peracikan suatu bahan, kecuali apabila disebutkan khusus dalam judul tersendiri dan disertai cara ujinya secara kuantitatif.

Tabel II. Istilah kelarutan zat menurut Farmakope Indonesia IV (Anonim, 1995)

Istilah kelarutan

Jumlah bagian pelarut (ml) yang digunakan untuk melarutkan 1 bagian zat (gram)

Sangat mudah larut Kurang dari 1 Mudah larut 1 sampai 10

Larut 10 sampai 30

Agak sukar larut 30 sampai 100 Sukar larut 100 sampai 1000 Sangat sukar larut 1000 sampai 10.000 Praktis tidak larut Lebih dari 10.000

(37)

umumnya senyawa dengan satu gugus polar per molekul akan larut dalam eter (Achmad, 1994).

Air merupakan senyawa polar. Semua senyawa polar akan larut dalam air seperti garam-garam ionik yang pada umumnya larut dalam air. Untuk senyawa non polar seperti senyawa hidrokarbon tidak larut dalam air. Untuk senyawa lain yang larut dalam air meliputi alkohol, ester, aldehid, keton, asam karboksilat, amida, amina dan nitril. Senyawa asam karboksilat dan amina lebih mudah larut dibanding senyawa netral lainnya. Dalam deret homolog yang bergugus fungsional alkohol, ester, aldehid, keton, asam karboksilat, amida, amina dan nitril mempunyai nilai batas kelarutan dalam air. Senyawa-senyawa tersebut dalam jumlah atom karbon sampai dengan empat mudah larut dalam air. Kemudahan kelarutan dalam deret homolog tersebut disebabkan gugus polar masih dominan pada jumlah atom karbon empat. Pada kenaikan atom karbon besarnya gugus polar adalah tetap sedangkan gugus non polar menjadi besar. Kenaikan gugus non polar menyebabkan sifat non polar menjadi dominan dibanding gugus polar sehingga kelarutan dalam air berkurang (Achmad, 1994).

(38)

Jika senyawa organik larut dalam air tetapi tidak larut dalam eter maka kemungkinan senyawa tersebut adalah senyawa ionik (garam) atau senyawa dengan dua atau lebih gugus polar tetapi atom karbonnya kurang dari empat per gugus polar (Achmad, 1994).

2. Uji Kemurnian

a. Pemeriksaan indeks bias. Indeks bias merupakan tetapan fisik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa cairan dan dapat juga digunakan untuk menentukan kemurnian dari senyawa tersebut (Achmad, 1994).

Jika cahaya monokormatis direfraksikan pada permukaan dua media, maka menurut hukum Snell:

n

C1 dan C2 adalah kecepatan cahaya pada media 1 dan 2. Pada umumnya udara digunakan sebagai medium pembanding.

C1

α

β C2

(39)

Indeks bias sangat bergantung pada suhu. Untuk senyawa-senyawa organik, indeks bias akan turun dengan naiknya suhu sebesar 4-5 x 10-4 per derajat. Selain itu, indeks bias juga bergantung pada panjang gelombang yang digunakan. Pada umumnya indeks bias diperoleh dengan menggunakan garis spektra dari cahaya kuning natrium (garis D; 589,3 nm). Suhu dan panjang gelombang dari garis spektra dituliskan sebagai indeks, misalnya: n, yang artinya pengukuran indeks bias dilakukan pada suhu 250C dan menggunakan panjang gelombang garis D.

Gambar 7. Alat refraktometer Abbe

(40)

dengan prisma kedua yang serupa (gambar 9). Permukaan AC pada prisma berperan pada pembiasan cahaya dan sudut yang dihasilkan (α) dapat langsung diukur dari skala yang telah diberikan. Untuk refraktometer Abbe, alatnya dibuat sedemikian rupa sehingga indeks bias untuk garis D tetap diperoleh walaupun sumber sinar yang digunakan adalah sinar polikromatis (Furniss et al, 1994).

Gambar 8. Prisma tempat meletakkan zat yang akan diteliti

Gambar 9. Permukaan prima yang ditutup dengan prisma lain yang serupa

(41)

Gambar 10. Skema peralatan kromatografi gas

Ketika suatu cupikan dianalisis dengan kromatografi gas, maka pemisahan terjadi di dalam kolom. Kolom di dalam kromatografi gas seringkali disebut ”jantung KG”. Pada dasarnya komponen penting yang harus ada dalam setiap alat kromatografi gas adalah: tangki gas pembawa yang dilengkapi dengan pengatur tekanan, tempat memasukkan cuplikan, kolom, detektor, pemerkuat arus, dan rekorder atau integrator (Settle, 1997).

(42)

menit, bila dibandingkan dengan perbedaan di antara puncak yang berdekatan pada kromatogram yang sama. Bila puncak mempunyai waktu atau volume retensi yang sama pada kondisi percobaan yang sama, maka kebolehjadian akan kebenaran suatu identifikasi cukup tinggi. Dapat juga masing-masing komponen setelah melalui kolom ditampung dalam penampung yang didinginkan untuk selanjutnya dianalisis dengan metode kimia atau metode instrumen lainnya, seperti spektrofotometri massa atau spektrofotometri serapan inframerah (Anonim b, 1995).

Sebelum teknik kromatografi gas-spektrometri massa berkembang, sistem yang ada menggunakan perhitungan retensi untuk dapat mengidentifikasi senyawa yang belum diketahui di dalam campuran. Detektor dua-dimensi seperti FID dan ECD dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif, namun sangat bergantung pada kecocokan waktu retensi senyawa yang telah diketahui dengan waktu retensi komponen di dalam campuran yang belum diketahui. Harus diingat bahwa perubahan suhu oven dan kecepatan aliran kolom akan mempengaruhi waktu retensi, sehingga mempengaruhi keakuratan identifikasi. Oleh karena itu, parameter operasional saat menganalis standar harus dijamin kemiripannya ketika menganalisis zat yang belum diketahui (Settle, 1997).

(43)

Kromatografi gas merupakan alat yang dapat mengkombinasi kecepatan analisis, resulosi, menghasilkan analisis kuantitatif dan kualitatif yang memuaskan dan mudah dioperasikan. Di lain pihak spektroskopi massa atau yang lebih dikenal sebagai MS merupakan salah satu dari dektetor yang kaya akan informasi. Spektrometri massa hanya membutuhkan mikrogram sampel, tetapi menghasilkan data identifikasi kualitatif dan kuantitatif senyawa yang belum diketahui (struktur, komposisi dasar, dan berat molekul). Spektrometri massa dapat dengan mudah dirangkaikan dengan sistem kromatografi gas.

3. Identifikasi struktur menggunakan spektroskopi massa

a. Pengertian. Dalam spektrokopi massa, suatu zat analit dalam keadaan gas dibombardir dengan elektron yang berenergi cukup tinggi untuk mengalahkan potensial ionisasi pertama senyawa itu. Tabrakan antara sebuah molekul organik dan salah satu elektron berenergi tinggi menyebabkan lepasnya sebuah elektron dari molekul itu dan terbentuknya suatu ion organik (Fessenden dan Fessenden, 1994).

Ion organik yang dihasilkan dari pembombardiran oleh elektron ini tidak stabil dan akan pecah menjadi fragmen-fragmen kecil baik dalam bentuk radikal bebas maupun ion-ion lain. Fragmen yang bermuatan positif akan terdeteksi dalam spektrometer massa, sedangkan fragmen-fragmen netral yang dihasilkan baik itu molekul tak bermuatan atau radikal bebas tidak dapat dideteksi dalam spektrometer massa (Sastrohamidjojo, 1985).

(44)

m/z) dari fragmen-fragmen itu. Muatan ion dari kebanyakan partikel yang dideteksi dalam suatu spektrometer massa adalah + 1; nilai m/z untuk suatu ion sama dengan massanya. Oleh karena itu dari segi praktis, spektrum massa merupakan suatu rekaman dari massa partikel versus kelimpahan relatif partikel itu (Fessenden dan Fessenden, 1994).

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan ion molekul yaitu: ionisasi dengan electron impact (EI), chemical ionization (CI),

field desorption (FD), fast atom bombardment (FAB), electrospray ionization

(ESI) dan matrix assisted loaser desorption ionization (MALDI). Dari beberapa teknik tersebut yang paling umum digunakan adalah teknik EI, yaitu dengan menembakkan berkas elektron pada suatu molekul organik menghasilkan ion molekul bermuatan positif yang dapat pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil (Silverstein dan Webster, 1998).

Ion-ion molekul yang telah terbentuk dari proses ionisasi selanjutnya akan mengalami fragmentasi yaitu suatu proses pelepasan radikal-radikal bebas atau molekul netral kecil dari ion molekul itu. Sebuah ion molekul tidak pecah secara acak, melainkan cenderung membentuk fragmen-fragmen yang paling stabil dan bergantung pada kerangka karbon dan gugus fungsional yang ada. Oleh karena itu, struktur dan massa fragmen memberikan petunjuk mengenai struktur induknya. Selain itu, dari spektrum massanya dimungkinkan untuk menentukan berat molekul senyawa itu (Fessenden dan Fessenden, 1994).

(45)

massa. Sebagai contoh, berat molekul CH3Br adalah 94,9. Namun spektra massa senyawa ini tidak menunjukkan satu peak ion molekul pada m/z = 94,9 melainkan diamati dua peak yaitu pada m/z = 94 dan pada m/z = 96. Hal ini dikarenakan unsur Br di alam terdiri dari dua isotop dengan massa atom 79 dan 81.

[C H3 7 9B r] [C H

Gambar 11. Spektra massa dari CH3Br (Fessenden dan Fessenden, 1994)

Kebanyakan unsur dalam kimia organik berada dalam alam praktis sebagai satu isotop, kecuali Cl dan Br. Misalnya atom karbon adalah 98,89 % karbon-12. Oleh karena itu umumnya semua karbon adalah karbon-12, maka karbon-13 sering diabaikan kelimpahan relatifnya. Adanya isotop unsur biasanya dijelaskan dengan kegandaan peak-peak kecil di sekitar peak besar dalam suatu spektrum massa.

(46)

Tabel III. Kelimpahan relatif isotop beberapa unsur yang umum (Silverstein dan Webster,1998)

Unsur Isotop

Kelimpahan

Relatif Isotop

Kelimpahan

Relatif Isotop

Kelimpahan

c. Kombinasi antara kromatografi gas dan spektrometri massa. Kombinasi ini memberikan keuntungan dan kelebihan dasar analitik secara bersamaan dari kedua teknik ini. Proses pemisahan akan dilakukan oleh kromatografi gas, sedangkan proses identifikasi dan kuantitatif dilakukan oleh spektrometer massa. Keuntungan dari GC-MS adalah metode ini dapat digunakan untuk hampir semua jenis zat analit, memiliki batas deteksi yang rendah dan memberi informasi penting tentang spektra massa dari senyawa organik (Dean, 1995).

GC-MS menggabungkan kelebihan dari kedua teknik: mempetahankan keterleraian tinggi dan kecepatan analisis dari kromatografi gas, sementara Spektrometri massa memberikan identifikasi dan analisis kuantitatif sampai tingkat ppb(Nair dan Miller, 1998).

(47)

beberapa kekurangan. Hanya senyawa dengan tekanan uap melebihi 10-10 torr yang dapat dianalisis dengan GC-MS. Berbagai senyawa yang memiliki tekanan yang lebih rendah dapat dianalisis jika senyawa tersebut merupakan senyawa derivatif. Menentukan posisi penggantian cincin aromatik biasanya sulit dilakukan oleh GC-MS. Beberapa senyawa isomer tidak dapat dibedakan oleh spektrometri massa (sebagai contoh naftalen dan azulen), tetapi dapat dipisahkan dengan kromatografi (Settle, 1997).

G. Keterangan Empiris

Keterangan empiris yang diharapkan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui presentase furfural yang diperoleh dari pengkonversian pentosan dalam tongkol jagung menggunakan teknik refluk dan ekstraksi bertahap dengan pelarut eter. Pemakaian pelarut toluen sebelumnya telah dilakukan, tetapi pelarut ini tidak dapat dipisahkan dari furfural ketika diuapkan dengan menggunakan

vacuum rotary evaporator. Hal ini terjadi karena selisih titik didih toluen

(48)

29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif non-eksperimental karena tidak dilakukan manipulasi terhadap subyek uji dan hanya dipaparkan fenomena yang terjadi yang tidak terdapat hubungan sebab akibat.

B. Definisi Operasional Penelitian

1. Pereaksi adalah bahan yang digunakan sebagai pereaksi dalam penelitian. Pereaksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam sulfat 10%.

2. Tongkol jagung adalah tangkai tempat biji jagung melekat.

3. Senyawa target adalah senyawa yang diharapkan terbentuk dari reaksi. Senyawa target yang diharapkan terbentuk adalah senyawa furfural atau 2-furaldehid.

C. Alat Penelitian

Alat-alat gelas, satu set alat refluk, neraca, rotary evaporator, corong

buchner serta instrumen-instrumen analisis dan identifikasi yaitu: kromatografi

(49)

D. Bahan Penelitian

Tongkol jagung, asam sulfat 97% p.a (E. Merck), eter kualitas teknis (Brataco), eter kualitas p.a (E. Merck), asam klorida 37% p.a (E. Merck), natrium hidroksida dan akuades (Laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma).

E. Jalan Penelitian

1. Pengambilan sampel

Tongkol jagung diambil dari pasar Maguwoharjo pada waktu dan penjual yang sama. Tongkol jagung yang didapat sudah berupa rajangan dengan diameter kira-kira berukuran 2 cm. Untuk menjamin kehomogenitasan dari sampel, maka sebelum pengeringan tongkol jagung diaduk-aduk terlebih dahulu.

2. Penyiapan sampel

Seluruh tongkol jagung yang berasal dari pasar dijemur di bawah terik matahari selama kira-kira 2 hari sampai kering (mudah dipatahkan). Untuk menjamin kekeringannya, tongkol jagung dimasukkan ke dalam oven pada suhu 400C yang memiliki sirkulasi udara.

3. Konversi pentosan dalam tongkol jagung dengan teknik refluk dan

ekstraksi bertahap

(50)

pada temperatur 1100 C selama 2 jam (merupakan suhu dan waktu optimum hidrolisis yang didapat dari jurnal dan tahap orientasi sebelumnya). Larutan yang didapatkan dari hasil refluk dipisahkan dari tongkol jagung dengan penyaringan menggunakan corong Buchner Hasil penyaringan diekstraksi dengan eter menggunakan ekstraksi bertingkat dengan volume eter 40, 35, 30, 25, 20 ml. Fase eter diambil kemudian diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotary

evaporator. Cairan yang diperoleh dimasukan ke dalam flakon dan ditutup dengan

alumunium foil.

4. Identifikasi senyawa organik

a. Uji pendahuluan.

1) Pemeriksaan organoleptis. Uji organoleptis meliputi bentuk, warna, dan bau, senyawa hasil reaksi. Kemudian hasil pengamatan dibandingkan dengan baku furfural.

(51)

b. Uji kemurnian

1) Pemeriksaan indeks bias. Pada alat refraktometer, skala diletakkan pada angka terendah yaitu 1,3000 dan kedua permukaan prisma dibersihkan dengan hati-hati menggunakan kertas tissu yang sesuai untuk permukaan optik. Setelah itu, senyawa yang akan diamati diletakkan pada permukaan prisma dan kemudian prisma tersebut dijepit. Bidang penglihatan pada teleskop pertama diatur sedemikian rupa dengan tombol kontrol sehingga diperoleh suatu garis batas yang jelas antara bidang terang dan gelap yang terletak pada garis menyilang. Indeks bias dapat dibaca langsung dari skala yang diamati melalui teleskop kedua. Setelah penentuan selesai, prisma dipisahkan lagi dan secara hati-hati dibersihkan dengan tissu lembab dari pelarut yang sesuai.

2) Kromatografi gas. Isolat dan furfural baku dilarutkan dalam eter kemudian sebanyak 0,1 μl masing-masing cairan yang diperoleh diinjeksikan dengan menggunakan syringe ke dalam sistem kromatografi gas dengan kondisi alat:

a). Kolom : HP 5 (5% Phenyl Methyl Siloxane) panjang 30 meter; semi polar

b). Volume injektor : 0,1 µL c). Suhu kolom :

(52)

suhu akhir :2800C d). Jenis detektor : FID e). Suhu detektor : 300 oC f). Suhu injektor : 2800C g). Pembawa : Gas helium

Kromatogram data yang dihasilkan di analisis waktu retensi dan jumlah

peaknya.

c. Identifikasi struktur menggunakan kromatografi gas dan spektofotometri massa.

1) Kolom : RTx-5MS; panjang 30 meter; ID 0,25 mm 2) Volume injektor : 0,1 µL

3) Suhu kolom :

suhu awal :70 oC waktu awal :2 menit kenaikan :100C/menit suhu akhir :2600C

4) Jenis detektor : spektrofotometri massa 5) Suhu detektor : 300 oC

6) Suhu injektor : 2800C 7) Pembawa : Gas helium

(53)

kolom kapiler. Selanjutnya, uap cuplikan yang keluar dari kolom kapiler dimasukkan ke dalam kamar pengion pada spektrometer massa untuk ditembak dengan seberkas elektron sehingga terfragmentasi. Fragmen-fragmen tersebut melewati lempeng pemercepat ion dan didorong dalam medan magnet dan menimbulkan arus pada kolektor yang sebanding dengan kelimpahan relatif setiap fragmen. Setelah itu didapatkan kromatogram GC dan spektra massa.

F. Analisis Hasil

1. Analisis kulitatif

a. Uji pendahuluan

1). Data uji organoleptis dengan baku 2). Data uji indeks bias

b. Uji kemurnian

1) Data uji indeks bias dengan baku 2) Kromatogram kromatografi gas

(54)

2. Perhitungan presentase furfural dalam tongkol jagung

Isolat yang didapat ditimbang. Kemudian dilakukan perhitungan persentase furfural dalam tongkol jagung (%b/b) dari bobot cairan yang diperoleh dari proses konversi dengan rumus :

(55)

36

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Konversi pentosan dalam tongkol jagung untuk menghasilkan

furfural

Furfural dapat dihasilkan dari limbah biomassa yang mengandung pentosan. Salah satu limbah biomassa yang mengandung cukup banyak pentosan adalah tongkol jagung. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Donnelly dkk, menyatakan bahwa jenis pentosan yang paling banyak terkandung di dalam jagung adalah xilan. Xilan merupakan pentosan yang memiliki ikatan rantai β-1,3- xilosida, dan biasanya tersusun atas 150-200 monomer xilosa.

O

Gambar 12. Struktur xilosa

Tongkol jagung merupakan salah satu limbah dari tanaman jagung yang jumlahnya melimpah. Selama ini, tongkol jagung hanya dijadikan sebagai makanan ternak alternatif. Oleh karena itu, diharapkan dengan penelitian ini dapat meningkatkan nilai ekonomis tongkol jagung.

(56)

jagung dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur di bawah sinar matahari selama dua hari. Setelah kering, tongkol jagung dimasukkan ke dalam oven yang memiliki sirkulasi udara pada suhu 400C. Hal ini dilakukan agar menghambat proses pembusukan karena adanya lembab. Tongkol jagung gampang sekali menyerap air, sehingga jika tidak dijemur atau dikeringkan dengan benar, tongkol mudah sekali berjamur dan membusuk. Kondisi kering disini berarti tongkol jagung mudah dipatahkan dan tidak lengket satu dengan yang lainnya.

Proses pengkoversian pentosan menjadi furfural memakai alat refluk. Teknik ini merupakan teknik yang sederhana, karena proses hidrolisis dan dehidrasi terjadi pada satu tempat. Panas yang dihasilkan dari refluk mengakibatkan xilan yang stabil dalam larutan asam yang encer, menjadi tidak stabil. Sehingga xilan dari tongkol jagung mengalami hidrolisis membentuk monomer-monomernya yaitu xilosa.

Karena xilan merupakan polimer, maka huruf n yang ada baik di belakang C5H8O4 maupun di depan C5H10O5,, menunjukkan jumlah monomer yang terbentuk. Adanya panas yang tinggi menyebabkan xilosa langsung didehidrasi menghasilkan furfural.

(57)

1. Reaksi hidrolisis xilan menjadi xilosa

Gambar 13. Struktur xilan

Suatu molekul tunggal xilan merupakan polimer lurus dari 1,3 β -D-xilosa (Metzler, 2004). Reaksi hidrolisis dimulai dari proton yang berasal dari asam berikatan cepat dengan oksigen pada ikatan xilosida yang menghubungkan dua xilosa. Reaksi tersebut membentuk asam konjugat terprotonasi yang tidak stabil. Perpecahan ikatan C-O mengakibatkan terurainya asam konjugat menjadi ion siklik karbonium yang memakai konformasi half-chair. Adanya air mengakibatkan terjadi reaksi yang berlangsung cepat antara ion siklik karbonium dengan air, sehingga xilosa dan proton dilepaskan.

(58)
(59)

O OH

Gambar 15. Reaksi dehidrasi pentosa menjadi furfural

Pemanasan dilakukan dengan refluk pada suhu sekitar 1100C selama dua jam. Kondisi tersebut merupakan suhu dan waktu yang optimum berdasarkan orientasi-orientasi sebelumnya. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono (2005) menyatakan bahwa kondisi optimum hidrolisis diperoleh dalam waktu 2 jam. Jika suhu dinaikkan atau waktu diperlama akan terjadi pengarangan yang ditandai dengan adanya warna hitam pada tongkol dan berbau sangit. Peristiwa pengarangan menandakan bahwa senyawa organik yang ada di dalam tongkol jagung telah menjadi senyawa karbon (C). Hal ini harus dihindari karena jika sudah menjadi senyawa karbon tidak akan terbentuk senyawa furfural.

(60)

Perbandingan tongkol jagung dan asam sulfat 10% adalah 1:6. Penentuan jumlah asam sulfat merupakan hasil dari optimasi yang telah dilakukan terlebih dahulu. Pemakaian asam sulfat 10% dalam jumlah besar ini didasarkan atas sifat jagung yang dapat dengan mudah mengabsorpsi air yang terkandung di dalam larutan asam sulfat 10% tersebut. Asam sulfat sebagai pereaksi dan katalis harus dapat menutupi seluruh permukaan dari jagung agar reaksi pelepasan molekul air (hidrolisis) dapat terbentuk dengan sempurna.

Pemilihan asam sulfat sebagai katalis dan pereaksi berdasarkan atas sifat asam sulfat yang eksotermis, merupakan desiccating agent, menghasilkan hasil buangan yang relatif lebih aman bagi lingkungan bila dibandingkan dengan HCl dan memiliki titik didih tinggi (3400C) (Anonim e, 2008). Sifat eksotermis ini menguntungkan karena dengan adanya panas yang dikeluarkan oleh asam sulfat, reaksi dapat berjalan lebih cepat. Selain itu, pada reaksi pembentukan furfural terjadi proses dehidrasi yang melepaskan molekul air, sebagai desiccating agent, asam sulfat dapat membantu menghilangkan air yang ada di dalam sistem.

Setelah pemanasan berlangsung selama dua jam, larutan yang didapat dari hasil refluk dipisahkan dari tongkol jagung dengan kertas saring yang dimasukkan di dalam corong Buchner dengan bantuan vacuum. Vacuum disini berfungsi agar pemisahan dapat berlangsung dengan cepat. Setelah larutan tersaring semua, dilakukan pengekstrasian bertahap menggunakan corong pisah dengan pelarut eter.

(61)

tinggi, sehingga proses pemisahan furfural dan eter dalam rotary evaporator lebih mudah terjadi. Teknik ekstraksi bertahap dipilih karena furfural dapat larut di dalam eter dan air. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, furfural dalam kadar rendah dapat larut di dalam air. Hal ini disebabkan karena furfural termasuk golongan senyawa aldehid yang dapat larut dalam air. Senyawa aldehid memiliki atom O karbonil yang memilki pasangan elektron bebas sehingga dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air. Namun furfural juga memiliki struktur cincin heterosiklik yang bersifat non polar. Cincin heterosiklik ini memiliki sifat lebih dominan daripada atom O karbonil. Oleh karena itu, furfural cenderung bersifat non polar dan lebih larut pada eter yang merupakan pelarut non polar daripada air.

ikatan hidrogen yang terjadi

Gambar 16. Ikatan hidrogen yang terjadi pada furfural

(62)

Fase eter hasil pengekstrasian diambil kemudian diuapkan dengan menggunakan Rotary Evaporator pada suhu 60°C. Penetapan suhu pada 60°C berdasarkan atas titik didih eter yang berada pada suhu 35°C (Anonim a, 1995) dan titik didih furfural pada suhu 161,7°C. Eter merupakan senyawa yang mudah sekali menguap, sehingga diharapkan pada suhu 60°C semua eter telah menguap dan furfural yang memiliki titik didih tinggi tertinggal.

B. Uji pendahuluan

1. Uji Organoleptis

Uji organoleptis dilakukan untuk mengetahui bentuk, warna, dan bau dari senyawa hasil sintesis. Perbandingan organoleptis senyawa hasil pengkonversian pentosan dari tongkol jagung dengan furfural baku dipaparkan pada tabel berikut.

Tabel IV. Perbandingan organoleptis isolat dari tongkol jagung dengan furfural baku

Data organoleptis di atas menunjukkan antara senyawa hasil pengkonversian pentosan dari tongkol jagung dengan furfural baku, tidak terdapat perbedaan baik dari bentuk, warna maupun bau. Sehingga mengarahkan kesimpulan bahwa senyawa hasil pengkonversian dari tongkol jagung merupakan senyawa furfural.

Isolat dari tongkol jagung Organoleptis

Isolat I Isolat II Isolat III Furfural baku

Bentuk cairan cairan cairan cairan

Warna coklat coklat coklat cokelat

(63)

2. Uji kelarutan

Uji kelarutan dilakukan untuk mengetahui kelarutan senyawa hasil pengkonversian pentosan dari tongkol jagung dengan berbagai pelarut dibandingkan dengan senyawa furfural

Tabel V. Perbandingan kelarutan isolat dari tongkol jagung dengan furfural baku

Pelarut Furfural baku Isolat dari tongkol jagung

Air Larut Sangat mudah larut

Asam (HCl 10%) Larut Sangat mudah larut

Basa (NaOH 10%) Agak sukar larut Sangat mudah larut

Eter Sangat mudah larut Sangat mudah larut

Berdasarkan pada tabel V, terdapat perbedaan kelarutan antara isolat dengan furfural baku. Perbedaan itu tampak pada kelarutan dalam pelarut air, asam dan basa. Namun pada kelarutan di dalam eter, baik senyawa hasil konversi dan furfural baku menunjukkan persamaan yaitu sangat mudah larut. Menurut literatur, senyawa furfural sangat mudah larut di dalam eter. Hal ini mengarahkan kesimpulan bahwa senyawa hasil pengkonversian bukan merupakan furfural atau furfural yang belum murni.

C. Uji kemurnian

1. Uji indeks bias

(64)

karena kecepatan cahaya bila dilewatkan dalam suatu zat tertentu akan berbeda dengan zat lain, tergantung dari struktur molekul zat tersebut. Bila suatu cahaya dilewatkan dalam suatu campuran senyawa maka nilai kecepatannya pun akan berbeda dengan kecepatan cahaya pada saat dilewatkan melalui senyawa tunggal. Hal ini yang menjadikan indeks bias dapat dijadikan parameter untuk identifikasi dan mengetahui kemurnian suatu zat.

Hasil pengukuran isolat dalam tongkol jagung dipaparkan pada tabel di bawah:

Tabel VI. Hasil pengukuran indeks bias isolat dalam tongkol jagung

Replikasi Percobaan I Percobaan II Suhu (0C)

1 1,3965 1,3966 21,7

2 1,4291 1,4291 21,9

3 1,3974 1,3974 22,0

(65)

2. Kromatografi gas

Uji kemurnian dan analisis kualitatif dapat dilakukan dengan menggunakan kromatografi gas. Kromatografi gas akan menghasilkan kromatogram yang menunjukkan waktu retensi dari suatu senyawa yang diwakilkan oleh peak-peak. Waktu retensi adalah waktu yang diperlukan senyawa untuk keluar dari kolom.

Untuk melihat suatu larutan murni atau tidak dapat dilihat dari peak yang dihasilkan dari kromatogram, jika terdapat lebih dari satu peak, maka larutan tersebut tidak murni. Sedangkan untuk menaganalisis secara kualitatif dapat dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi antara sampel dan baku. Jika waktu retensi sampel mendekati atau sama dengan waktu retensi baku, maka dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut merupakan senyawa yang sama dengan senyawa baku.

(66)

Gambar 17. Hasil kromatogram furfural baku

(67)

Gambar 18. Hasil kromatogram eter yang digunakan sebagai pelarut

(68)

Gambar 19. Hasil kromatogram isolat pertama

Pada isolat pertama, dapat disimpulkan bahwa peak no 8 merupakan furfural. Kesimpulan ini didapat dari membandingkan waktu retensi fufural baku dan hasil isolat. Dari kromatogram yang didapat, peak furfural baku muncul pada menit ke 3,133, sedangkan untuk peak no 8 muncul pada menit ke 3,076. Peak

-peak yang lain menunjukkan bahwa terdapat senyawa-senyawa lain di dalam larutan tersebut. Dengan membandingkan kromatogram eter yang digunakan sebagai pelarut maka dapat disimpulkan bahwa peak no 1-7 merupakan peak

(69)

Gambar 20. Hasil kromatogram isolat kedua

(70)

Gambar 21. Hasil kromatogram isolat ketiga

(71)

D. Identifikasi struktur menggunakan Spektrometri Massa

Untuk mengidentifikasi struktur suatu senyawa maka dilakukan analisis kualitatif dengan menggunakan spektrometri massa. Namun kelemahan spektroskopi massa adalah hanya dapat mengidentifikasi senyawa tunggal. Oleh karena itu sebelum melakukan analisis dengan spektroskopi massa, terlebih dahulu melakukan kromatografi gas, agar senyawa yang kompleks tersebut dapat dipisahkan menjadi senyawa tunggal. Proses elusi akan terjadi pada saat sampel dielusi dengan kromatografi gas. Hasil dari elusi ini akan dideteksi oleh spektrometri massa dan dihasilkan spektra senyawa hasil reaksi.

Spektra massa yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan bobot molekul senyawa hasil reaksi. Spektra massa juga dapat dimanfaatkan sebagai petunjuk keberadaan dari gugus-gugus fungsional dan penyelidikan kerangka molekul senyawa hasil reaksi melalui interpretasi fragmen-fragmennya.

Karena pada penelitian terdahulu terdapat banyak sekali peak yang salah satunya dikarenakan pemakaian eter teknis yang tidak murni, maka pada replikasi kali ini, eter yang dipakai berbeda dengan eter yang dipakai sebelumnya. Penggantian ini diharapkan dapat meminimalkan jumlah peak yang dihasilkan.

(72)

Gambar 22. Kromatogram senyawa hasil isolasi dari tongkol jagung

Dari kromatogram di atas terlihat bahwa pemisahan dengan kromatografi gas menunjukkan adanya 3 peak. Ketiga peak diidentifikasi dengan spektrometri massa untuk mengetahui berat molekul dan struktur dari masing-masing senyawa.

(73)

Gambar 23. Spektra massa untuk peak pertama

(74)
(75)
(76)
(77)

O OH

Gambar 26. Mekanisme reaksi pembentukan hidroksi metilfurfural

(78)

O O

Gambar 27. Mekanisme reaksi pembentukan asam laevulinat

Titik didih asam laevulinat (2460C) dan etil laevulinat (2060C) yang lebih tinggi daripada titik didih furfural (161,70C) menyebabkan peak etil laevulinat dan asam laevulinat muncul setelah peak furfural. Selain itu, terjadi juga interaksi sampel dengan fase diam di dalam kolom. Berdasarkan teori, interaksi sampel dengan fase diam juga mempengaruhi keluarnya zat dari kolom. Bila afinitas zat yang diinjekkan lebih besar ke fase diam maka zat tersebut akan lebih tertahan di dalam kolom. Namun dalam pengujian kali ini perbedaan titik didih lebih mempengaruhi keluarnya zat dari kolom daripada sifat kepolaran zat tersebut.

(79)

Asam laevulinat dapat terambil dalam fase eter karena berdasarkan

Merck Index, asam laevulinat dapat mudah larut baik di dalam air maupun di

dalam eter.

Dari hasil pengukuran indeks bias dan kromatografi gas menunjukkan bahwa isolat II merupakan senyawa yang paling tidak murni bila dibandingkan dengan senyawa isolat I dan isolat III. Hasil indeks bias pada isolat II menunjukkan penyimpangan yang paling jauh dari nilai indeks bias furfural baku, dan hasil kromatogram menunjukkan bahwa terdapat banyak sekali peak-peak

dari senyawa yang tidak diketahui.

E. Perhitungan presentase kasar furfural dalam tongkol jagung

Dari hasil analisis kualitatif, didapatkan data yang menyatakan bahwa isolat dari tongkol jagung tidak murni karena adanya peak-peak lain selain senyawa furfural. Oleh karena itu perhitungan presentase kasar furfural dalam tongkol jagung tidak dapat dilakukan. Presentase yang dapat dihitung adalah presentase isolat yang didapat dari konversi pentosan dalam tongkol jagung.

Presentase isolat yang dihasilkan pada pengkonversian pentosan dalam tongkol jagung dengan reaktan asam sulfat 10% dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel VI. Presentase isolat yang dihasilkan pada pengkoversian pentosan dalam tongkol jagung

Replikasi Persentase isolat yang dihasilkan pada pengkonversian pentosan

dalam tongkol jagung (%)

(80)
(81)

62

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Tidak dapat diperoleh jumlah presentase furfural dari proses konversi pentosan dalam tongkol jagung dengan teknik refluk dan ekstraksi bertahap karena isolat tidak murni.

B. Saran

(82)

63

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S., 1994, Pengantar Kimia Organik, 15-16, 51-55, 137-163, 190-282, Fakultas MIPA, Yogyakarta.

Anonim a, 1995, Farmakope Indonesia IV, , 1, 1012-1014, 1158, Jakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim b, 2001, The Merck Index: An Encyclopedia of Chemicals Drugs and Biologicals 13th edition, Merck & Co. Inc., New Jersey.

Anonim c, 2006, Furfural Chemicals and Biofuels from Agriculture. www.rirdc.gov.pdf, diakses tanggal 12 November 2008

Anonim d, 2008, Corncob, www. eur_rafl.co.id, diakses tanggal 9 November 2008.

Anonim e, 2008, Sulfuric Acid, Microsoft Encarta 2008, diakses tanggal 6 Januari 2009.

Christian, G.D., 2004, Analytical Chemistry, 599, 601, John Wiley & Sons, Inc., N.J., USA.

Dean, J.A., 1995, Analytical Chemistry Handbook, 13.26, McGraw-Hill, Inc., New York.

Donnelly, B., J., Lee, A., H., Helm, J., L., 2008, The Carbohyderate of Corn Cob

Hemicellulose, www. aaccnet.org, diakses tanggal 9 November 2008.

Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S., 1994, Organic Chemistry, Fifth Edition, 20-22, 534, 542, 695-697, 710-718, 985-992, Wadsworth, Inc., Belmont, California, USA.

Furniss, S., B., Hannaford, A., J., Smith, P., Tatchell, A., R., 1989, Vogel:

Textbook of Practical Organic Chemistry, 5nd edition, 249-250,

Longman, London.

Gravitis, J., Vedernikov, N., Zandersons, J., Kokorevic, A., Mochidzuki, K., Sakoda, A., Suzuki, M., 2008, Chemicals and Biofuels from Hardwood,

Fuel Crops and Agricultural Wastes, www.izero.net, diakses tanggal 11

November 2008.

(83)

Haysen, D., J., Ross, J., Fitzpatrick, S., 2003, The Biofine Process:Production of Levulinic Acid, Furfural and Formic Acid from Lignocellulosic

Feedstocks,http://www.carbolea.ul.ie/files/HFHR_Chapter%204_FINAL

.pdf, diakses tanggal 3 Januari 2009.

Khopkar, S.M., Konsep Dasar Kimia Analitik, 85-106, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Mc Nair, H., Miller, J., M., 1998, Basic Gas Chromatography, 153, John Willey & Sons Inc., Canada.

Metzler, D., E., 2004, Biochemistry:The Chemical Reactions of Living Cells 2nd edition, Elsevier Academic Press.

Mulja,M., Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 60, 142-143, 149, Airlangga University Press:Surabaya.

Reksohadiprodjo, M.S., 1996, Kuliah & Praltikum Kimia Farmasi Preparatif ;

Seri Kimia Fisika Organik, 7-12, 35-37, Fakultas Farmasi UGM,

Yogyakarta.

Richana, N., dan Suarni, 2008, Teknologi Pengolahan Jagung, www.balitsereal.litbang.deptan.go.id, diakses tanggal 11 November 2008.

Salim, D., 2002, Budidaya Jagung, 9-11, 16-21, Citra Aji Parama, Yogyakarta. Sastrohamidjojo, H.,1985, Spektroskopi, 45, 99, 102, 163, Penerbit Liberty,

Yogyakarta.

Settle, F., 1997, Handbook of Instrumental Techniques for Analytical Chemistry,

125-140, 609-621, Simon & Schuster Company, New Jersey.

Silverstein, R.M., Webster, F.X., 1998, Spectrometric Identification of Organic Compounds, Sixth Edition, 2-31, John Willey & Sons Inc., Canada.

Subandi, Syam, M., dan Widjono, A., 1988, Jagung, 34-35, Pusat Penelitian dan Pengembagan Tanaman Pangan, Bogor.

Suharto, D., Pudjiono, P., dan Susanto, H., Teknik Pengembangan Furfural dari

Tandan Kosong Sawit pada Digester 1500 L,

www.chem.ui.ac.id/seminarsnk2007/Abstrak/20_150507_Daeng%20Su harto.pdf, diakses tanggal 21 Mei 2008

(84)

Vogel, A., I., 1974, A Textbook of Practical Organic Chemistry: Including Qualitative Organic Analysis, 3rd edition, 48, Longman, London.

Watson, D.G., 2003, Pharmaceutical Analysis, A Textbook for Pharmacy Students and Pharmaceutical Chemists, 167-174, University of Strathclyde, Glasgow, UK.

Wicaksono, 2005, Hidrolisis Biomassa dengan Metode Steam Stripping , Tesis, Institut Teknologi Bandung, Abstrak.

Win, Tin David, 2008, Furfural-Gold from Gabage, www.jurnal.au.edu, diakses tanggal 9 November 2008.

Witono, J. A., 2007, Produksi Furfural dan Turunannya: Alternatif Peningkatan

Nilai Tambah Ampas Tebu Indonesia,

http://www.chem-is-try.org/?sect=fokus&ext=15, diakses tanggal 7 Juni 2007.

Wittcoff, H., A., Reuben, B., G., Plotkin, J., S., 2004, Industrial Organic Chemical, 2nd edition, 442-443, John Willey & Sons Inc., Canada.

Xiang, Q., Lee, Y., Petterson, P., Torget, W., 2003, Heterogenous Aspects of Acid

Hydrolysis of α-Cellulose, www.nrel.gov/docs/gen/fy03/34484.pdf,

(85)

66

(86)

Lampiran 1. Perhitungan presentase isolat yang dihasilkan pada pengkoversian pentosan dalam tongkol jagung

%

(87)

Lampiran 2. Gambar tongkol jagung segar

(88)

Lampiran 4. Gambar isolat dari tongkol jagung

isolat satu isolat dua

(89)

Lampiran 5. Gambar hasil kelarutan

Gambar 1 Gambar 2

Gambar 3 Gambar 4

(90)

Gambar 7 Gambar 8

Keterangan gambar:

Gambar 1:Kelarutan furfural baku di dalam NaOH 10% Gambar 2:Kelarutan furfural baku di dalam eter

Gambar 3:Kelarutan furfural baku di dalam HCl 10% Gambar 4: Kelarutan furfural baku di dalam air

(91)

Gambar

Tabel III. Kelimpahan relatif isotop beberapa unsur yang umum .......................
Gambar 26. Mekanisme reaksi pembentukan hidroksi metilfurfural.................... 58
Tabel I. Sifat-sifat fisika kimia tongkol jagung
Gambar 1. Struktur molekul furfural
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ada 16 unit layanan dari 9 instansi yang lebih dari 50 persen pengguna layanannya menyatakan bahwa petugas layanan di unit layanan yang bersangkutan memiliki

Perimeter, Area, Panjang, Lebar, dan Warna (r) indeks warna merah, hijau (g) dan biru (b), HSI.

karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Efektivitas Metode CBIA dan FGD untuk Meningkatkan Pengetahuan Masyarakat Kecamatan Sumbang

Fokus penelitian :1) Pelaksanaan supervisi pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah Negeri Aryojeding Rejotangan Tulungagung, 2) Hambatan dari pelaksanaan supervisi pembelajaran

Debt policy as measured by DER on automotive industry Insignificant negative to the firm value while on property industry insignificant positive effect to the firm value. Key words

Banyak tim Satuan Pengawasan Intern (SPI) di berbagai perguruan tinggi, khususnya yang belum berstatus Badan Layanan Umum (BLU) tidak dapat berfungsi dengan baik karena

Sistem pendukung keputusan yang akan dibuat menggunakan Fuzzy MADM ( Multiple Attribute Decision Making ) dengan metode Simple Additive Weighting (SAW) untuk menentukan siapa

Maka dari data mesin atau fasilitas terpadu pada galangan kapal yang didapatkan sebelumnya, dengan fasilitas produksi pada fasilitas terpadu peningkatan kapasitas