• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG PUCIPTA KARYA 2016 - 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG PUCIPTA KARYA 2016 - 2021"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Badan Perencanaan, Penelitian Dan Pengembangan Daerah Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur

RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH

BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021 1

BAB 4

ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN

4.1 Analisis Sosial.

4.1.1 Pengarustamaan Gender di Kabupaten Kutai Barat.

Aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya

terhadap gender. Saat ini telah ada kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter

Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air

Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan

(PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata

Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang

Cipta Karya.

Pengarusutamaan gender di Kabupaten Kutai Barat dapat dilihat dari persentase partisipasi

perempuan dalam lembaga pemerintah, lembaga swasta, dan partisipasi angkatan kerja perempuan. Lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1

Pengarusutamaan Gender di Kabupaten Kutai Barat

No Uraian Satuan 2012 2013 2014 2015 2016

1 Partisipasi perempuan di lembaga pemerintah

% 24,70 32,25 45,83 45,83 45,83

2 Partisipasi perempuan di lembaga swasta

%

3 Persentase jumlah tenaga kerja di bawah umur

%

4 Partisipasi angkatan kerja perempuan

%

5 Penyelesaian pengaduan

perlindungan perempuan dan anak dari tindakan kekerasan

%

(2)

4.1.2 Identifikasi Kebutuhan Penanganan Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya di Kabupaten Kutai Barat.

A. Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya.

Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi

berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima

dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan

pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.

1. Konsultasi masyarakat.

Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama

kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di

wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan

serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat

perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan

pembebasan lahan.

2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan.

Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi

jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah

atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama

pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan,

atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan

pengadaan tanah ini.

3. Permukiman kembali penduduk (resettlement).

Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya

kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan

penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian

rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal

ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan

dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan,

prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai

persyaratan.

B. Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya.

Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat.

(3)

Badan Perencanaan, Penelitian Dan Pengembangan Daerah Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur

RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH

BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021 3

terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih

singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses

pelayanan tersebut.

4.2 Analisis Ekonomi Kabupaten Kutai Barat.

4.2.1 Kemiskinan di Kabupaten Kutai Barat.

Tujuan akhir dari pembangunan adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara

berkelanjutan dari berbagai aspek. Namun, seringkali pembangunan daerah termasuk di Kutai Barat

mengalami berbagai tantangan dalam mewujudkan hal tersebut. Permasalahan yang seringkali muncul

dalam pembangunan di berbagai daerah adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan permasalahan

yang selalu muncul di setiap daerah termasuk negara dan setiap daerah akan selalu berusahan untuk

mengatasi masalah tersebut. Kutai Barat pun menghadapi permasalahan yang sama dalam hal kemiskinan.

Berdasarkan data yang diberikan BPS Kutai Barat, angka kemiskinan Kabupaten Kutai Barat tahun

2014 berada pada 7,7 %. Target angka kemiskinan pada level 7,69 % belum berhasil diturunkan. Angka

kemiskinan pada periode 2010 sampai dengan 2014 cenderung menurun kecuali tahun 2012. Pada tahun

2010 angka kemiskinan sebesar 9.90 %, mengalami penurunan sebesar 8,25 % di tahun 2011, naik menjadi

8,28 % di tahun 2012 dan turun sebesar 7,70 % (angka revisi) di tahun 2013. Dan pada tahun 2014 kembali

menurun sebesar 7,53 % (angka sementara). Sama halnya dengan jumlah penduduk miskin juga menurun

dari 12,11 ribu pada tahun 2014 menjadi 10,96 ribu.

Tabel 4.2

Perkembangan Angka Kemiskinan di Kutai Barat Tahun 2010 - 2014

Uraian

Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

Angka Kemiskinan (%) 9,90 8,25 8,28 7,70 r) 7,53 *)

Jumlah Penduduk Miskin (dalam ribu) 16,50 14,30 13,50 12,11 r) 10,96 *)

Keterangan : r) Angka Revisi; *) Angka Sementara Sumber Data : BPS Kutai Barat

Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena

penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita di bawah Garis

Kemiskinan. Selama periode 2010 s/d 2014 Garis Kemiskinan naik 33,00 % yaitu dari Rp. 273.851,- per

(4)

Tabel 4.3

Garis Kemiskinan Kabupaten Kutai Barat Tahun 2010 - 2014

Tahun 2010 2011 2012 2013 2014

Garis Kemiskinan (Rupiah) 273.851 312.192 337.366 346.971 364,224

(5)

RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021

Badan Perencanaan, Penelitian Dan Pengembangan Daerah

Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur 5

Tabel 4.4

Perbandingan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Antar Daerah

Kabupaten/Kota

(6)

Sepanjang 2009 hingga 2014, Kutai Barat berhasil menurunkan angka kemiskinan sebesar 1.100 orang atau

1,27%. Penurunan tingkat kemiskinan diikuti dengan kenaikan standar garis kemiskinan dari Rp245.687 per

kapita per bulan pada tahun 2009 menjadi Rp 364.224 per kapita per bulan pada tahun 2014. Keberhasilan

penurunan tingkat kemiskinan ini tidak lepas dari upaya pemerintah daerah dalam menggerakkan aktivitas

perekonomian masyarakat di beberapa sektor ekonomi. Keberhasilan penurunan tingkat kemiskinan ini

tidak lepas dari upaya pemerintah daerah dalam menggerakkan aktivitas perekonomian masyarakat di

beberapa sektor seperti yang disebutkan di atas. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran misalnya,

menunjukkan dinamika yang cukup baik seiring dengan perkembangan perdagangan besar dan eceran.

Pengurangan tingkat kemiskinan akan terus diupayakan melalui kegiatan ekonomi masyarakat seperti UBK,

ADK, dan sebagainya uyang diharapkan mampu merangsang masyarakat untuk melakukan aktivitas dan

mengembangkan kegiatan ekonomi. Kemiskinan pada dasarnya disebabkan oleh pengangguran, sehingga

dampak pengangguran dan kemiskinan dapat menimbulkan tindak kejahatan, sehingga kejahatan

berkorelasi positif dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran.

4.2.2 Analisis Dampak Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya Terhadap Ekonomi Lokal Masyarakat Kabupaten Kutai Barat.

1. Perumahan.

Penyediaan perumahan terbesar masih ditunjang oleh perumahan kampung. 61,08% merupakan

rumah permanen (Tipe A), 38% berupa rumah semi permanen (Tipe B) dan selebihnya atau 0,2%

merupakan rumah temporer (Tipe C). Penyediaan perumahan lainnya berupa komplek perumahan yang

telah ada di Kecamatan Sekolaq Darat dan Kecamatan Barong Tongkok. Permasalahan muncul ketika

penyediaan perumahan tidak menjawab kebutuhan masyarakat akan lokasi, kemudahan akses,

kelengkapan fasilitas umum hingga kelengkapan infrastruktur. Akibatnya banyak unit rumah dalam

komplek perumahan tidak terhuni, untuk selanjutnya rumah digunakan sebagai komoditas investasi saja.

2. Jalan Lingkungan.

Untuk jalan lingkungan di kawasan permukiman yang ada di Kabupaten Kutai Barat hampir sebagian

besar berupa jalan semen, aspal dan kayu ulin. Untuk jalan-jalan lingkungan sudah banyak dilakukan

perbaikan dan pengembangan melalui kegiatan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kutai Barat pada

Bidang Cipta Karya sebagai upaya mengatasi masalah lingkungan dan kemiskinan di Kabupaten Kutai

Barat. Untuk kegiatan pengembangan jaringan jalan adalah pembuatan jalan baru, semenisasi gang

lingkungan dan pembuatan serta perbaikan jalan kayu ulin khususnya di kawasan permukiman pesisir

(7)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur

BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021 7

3. Saluran Air Hujan/ Drainase.

Sistem drainase di kawasan permukiman yang ada di Kabupaten Kutai Barat saat ini masih banyak

yang belum optimal bahkan cenderung berubah fungsi. Drainase jalan yang harusnya hanya

berfungsi atau di desain untuk menampung dan mengalirkan limpasan air hujan yang jatuh ke badan

jalan tetapi juga berfungsi untuk menampung air buangan selain dari air hujan. Akibatnya kapasitas

saluran tersebut tidak cukup sehingga meluap. Dari segi fisik prasarana yang ada sebagian besar saluran

drainase kota berupa saluran dari pasangan batu dan batako, namun kondisi saat ini tidak sedikit dari

saluran tersebut yang mengalami kerusakan. Sedimentasi di saluran drainase cukup besar baik itu berasal

dari material tanah/pasir dan sampah baik organik maupun non organic dan juga tumbuhnya

rerumputan dan semak belukar. Dari hasil pengamatan di lapangan beberapa faktor yang menghambat

kurang lancarnya aliran air di sistem drainase Kabupaten Kutai Barat disebabkan oleh :

Kapasitas saluran dan gorong-gorong kurang memadai / kurang besar.

Pendangkalan saluran akibat sedimen dan juga hambatan aliran oleh sampah dan

tumbuhnya rerumputan dan semak belukar.

4. Prasarana Air Minum.

Penyediaan air bersih di Kabupaten Kutai Barat dibedakan atas sistem perpipaan dan non

perpipaan. Sebagaian besar penduduk Kabupaten Kutai Barat mengandalkan sumur (non-perpipaan)

sebagai sumber penyediaan air bersih rumah tangga sehari-hari, Penyediaan air bersih dengan sistem

perpipaan dikelola oleh PDAM Kabupaten Kutai Barat. Pada umumnya penduduk diwilayah kota

Kabupaten Kutai Barat dan ibu kota kecamatan menggunakan air bersih berdasarkan penyebaran angket

pada Responden non pelanggan yang memiliki sumber air sendiri seperti sumur berjumlah 57,5 %,

memanfaatkan sungai sebagai sarana pemenuhan kebutuhan air minum berjumlah 34,5 %, mata air 6 %,

4 % memanfaatkan jasa penjual air. Kuantitas air yang disuplai belum mencukupi kebutuhan yang ada.

Jumlah Sumber Air Baku ada 11 unit terdiri dari 10 unit menggunakan sungai permukaan dan 1 unit mata

air. Jumlah penduduk yang terlayani tersebut dilayani oleh sistem air bersih perpipaan dengan

sambungan per 31 Desember 2015 9.565 unit dengan cakupan pelayanan 34 % dari jumlah penduduk

167.574 jiwa. Jumlah Sabungan Langsung 9.565 unit tersebar dari Ibu Kota Sendawar dan Ibu Kota

Kecamatan di lingkungan Kabupaten Kutai Barat.

5. Prasarana Air Limbah.

Untuk pengelolaan air limbah di Kabupaten Kutai Barat belum dilakukan dengan baik karena belum banyak

yang daerah – daerah kumuh yang dibangun prasarana dan sarana penanganan air limbah dan kebanyakan

(8)

Pengelolaan air limbah dapat dijabarkan kedalam jenis fasilitas pembuangan tinja serta prasarana

penampungan akhir kotoran (tinja). Di Kabupaten Kutai Barat, sebagian besar rumah tangga telah memiliki

fasilitas MCK individu (kloset leher angsa), walaupun masih ada yang belum terlayani fasilitas kloset

sehingga pembuangan dilakukan melalui fasilitas milik bangunan non-perumahan (masjid, langgar, dll)

maupun melalui drainase alami yang ada di sekitarnya (misal: sungai).

Pada umumnya masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir mahakam untuk keperluan BAB-nya masih

ada yang dilakukan dibibir-bibir sungai mahakam. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat

akan kebersihan lingkungan dan kurangnya memperhatikan kesehatan. Kondisi ini juga dipengaruhi

kurangnya dukungan PSD di kawasan permukiman khususnya di kawasan padat kumuh dan kawasan

kumuh pesisir sungai mahakam.

6. Prasarana Persampahan.

Pelaksanaan pengumpulan sampah dari wadah sampah ke TPS dilaksanakan oleh penghasil

sampah. Masyarakat penghasil sampah memindahkan sampah yang dihasilkannya ke suatu tempat yang

berfungsi sebagai TPS, dapat berupa peralatan terbuka, atau bak sampah. Untuk pola penanganan lainnya

terkait persampahan di kawasan permukiman, pelaksanaan pengumpulan sampah dari wadah sampah

dilaksanakan oleh petugas kebersihan (Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan) dan

secara langsung dipindahkan ke dalam truk pengangkut sampah. Pola individu langsung ini dilaksanakan

pada area-area permukiman teratur dan permukiman dipinggir jalan utama yang dilalui oleh truk

pengangkut sampah.

Untuk menunjang kegiatan penanganan persampahan di kawasan permukiman khususnya Kawasan

Perkotaan Sendawar yaitu Kecamatan Barong Tongkok, Kecamatan Melak dan Kecamatan Sekolaq Darat, ,

pada saat ini untuk terdapat sarana dan prasarana pendukung yakni Tempat Pembuangan Akhir di Dusun

Belau seluas 25 Ha dengan sistem sanitary landfill. Pelaksanaan daur ulang dan pengomposan oleh

pihak kelompok masyarakat atau perorangan dalam rangka peningkatan pendapatan belum dilaksanakan

di Kabupaten Kutai Barat.

4.3 Analisis Lingkungan Kabupaten Kutai Barat.

Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya oleh

pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:

(9)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur

BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021 9

Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan

Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”

2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:

“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun

2010-2014:

“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan

dengan peningkatan daya dukung dan daya tamping lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan

mitigasi perubahan iklim”

4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis:

Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif

penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak

diharapkan dapat diminimalkan.

5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan

Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL,

atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi

kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota

dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:

1. Pemerintah Pusat

a. Menetapkan kebijakan nasional.

b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim

dan perlindungan lapisan ozon.

g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional,

peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

(10)

j. Menetapkan standar pelayanan minimal.

2. Pemerintah Provinsi

a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan

daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.

e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang

program dan kegiatan.

g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

4.3.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian

Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis,

menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi

dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:

1. RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.

2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM bidang Cipta Karya

berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip

kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring

kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negative terhadap lingkungan

hidup.

KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan Pengelola Lingkungan

Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan

(11)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur

BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021 11

dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan. Bagian ini

berisikan quick assement KLHS RPIJM.

Tahapan Pelaksanaan KLHS

Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPIJM per

sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan,

dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana

banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan

sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah

penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7)

peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah

rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.

Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun tabel 4.1.

Tabel 4.5

Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya

No Kriteria Penapisan Penilaian

Uraian Pertimbangan Kesimpulan (Signifikan/Tidak)

(1) (2) (3) (4)

1. Perubahan Iklim

2. Kerusakan, Kemerosotan dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati 3. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah

bencana banjir, longsor, kekeringan dan/atau kebakaran hutan dan lahan.

4. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam

5. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan

6. Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat

7. Peningkatan resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia

Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas tidak

teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas

maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPIJM

(12)

ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam

dokumen RPIJM.

Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM berpengaruh terhadap kriteria penapisan

di atas maka Satgas RPIJM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan

tahapan sebagai berikut:

1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, dilaksanakan

melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:

a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan identifikasi masyarakat dan

pemangku kepentingan adalah:

1) Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan KLHS;

2) Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

3) Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program

memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;

4) Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk menyampaikan

informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui

proses penyelenggaraan KLHS.

Tabel 4.6

Contoh Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam Penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya

Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Contoh Lembaga

(1) (2)

Pembuat Keputusan a.Bupati/Walikota

b.DPRD

Penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program Dinas PU-Cipta Karya

Instansi a.Dinas PU-Cipta Karya

b.BPLHD Masyarakat yang memiliki informasi dan/atau keahlian

(perorang/tokoh/kelompok)

a.perguruan tinggi atau lembaga penelitian lainnya b.asosiasi profesi

c.Forum-forum pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup

d.LSM/pemerhati Lingkungan Hidup e.perorangan/tokoh

f.kelompok yang memiliki data dan informasi berkaitan dengan SDA

Masyarakat terkena dampak a.lembaga adat

b.asosiasi pengusaha c.tokoh masyarakat d.Organisasi masyarakat

(13)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur

BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021 13

dll)

b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:

1) penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan

lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;

2) pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan

3) membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

Tabel 4.7

Contoh Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya

Pengembangan Isu-isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya

Penjelasan Singkat

(1) (2)

Lingkungan Hidup Permukiman

Isu 1 : kecukupan air baku untuk air minum. contoh : kekeringan, menurunya kualitas air

Kota… mempunyai sumber air baku dari sungai… yang

sudah tercemar Isu 2 : Pencemaran lingkungan oleh infrastruktur yang

tidak berfungsi maksimal. Contoh : pencemaran tanah oleh septictank yang bocor, pencemaran badan air oleh air limbah permukiman

Isu 3 : Dampak kawasan kumuh terhadap kualitas lingkungan. Contoh : kawasan kumuh menyebabkan penurunan kualitas lingkungan

Ekonomi

Isu 4 : kemiskinan berkolerasi dengan kerusakan lingkungan. Contoh : pencemaran air mengurangi kesejahteraan nelayan di pesisir

Sosial

Isu 5 : Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah penyakit. Contoh : menyebarnya penyakit diare

c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)

Tabel 4.8

Contoh Tabel Identifikasi KRP

No Komponen Kebijakan/rencana/program Kegiatan Lokasi (Kecamatan) Kelurahan(jika ada)

(1) (2) (3) (4)

1. Pengembangan Permukiman 1).

2). Dst.

(14)

2). Dst.

3. Pengembangan Air Minum 1).

2). Dst.

4. Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

1). 2). Dst.

d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah

Tabel 4.9

Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah

No Komponen Kebijakan, Rencana dan/atau Program

Pengaruh Pada Isu-isu Strategis Berdasarkan Aspek-aspek Pembangunan Berkelanjutan

Bobot Lingkungan Hidup Permukiman

Bobot Sosial Bobot Ekonomi Total Bobot

Isu 1 Isu 2 Isu 1 Isu 2 Isu 1 Isu 2

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1. Pengembangan Permukiman 1).

2). Dst. 2. Penataan

Bangunan & Lingkungan 1).

2). Dst.

2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk

mengembangkan berbagai alternative perbaikan muatan KRP dan menjamin pembangunan

berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program

yang dikaji potensial memberikan dampak negative pada pembangunan berkelanjutan, maka

dikembangkan beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan,

rencana dan/atau program yang ada. Beberapa alternative untuk menyempurnakan dan atau

(15)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur

BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021 15

a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau

program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak lingkungan atau bertentangan dengan

kaidah pembangunan berkelanjutan.

b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program.

c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan, rencana,

dan/atau program.

d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.

Tabel 4.10

Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

No. Komponen kebijakan, rencana dan/atau program Alternatif Penyempurnaan KRP

(1) (2) (3)

1. Pengembangan Permukiman 1).

2). Dst.

2. Penataan Bangunan dan Lingkungan 1).

2). Dst.

3. Pengembangan Air Minum 1).

2). Dst.

4. Pengembangan Penyehatan Lingkungan 1).

2). Dst.

Tabel 4.11

Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS

No. Komponen kebijakan, rencana dan/atau program Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengitegritasian hasil KLHS

(1) (2) (3)

1. Pengembangan Permukiman 2. Penataan Bangunan dan Lingkungan 3. Pengembangan Air Minum

(16)

KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencana-program. Sedangkan pada

tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah Amdal, UKL-UPL. Dan

SPPLH. Tabel 4.8 menjelaskan beberapa perbedaan antara KLHS dan AMDAL.

4.3.2 Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH.

Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan

Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL

dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha

Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan

Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:

1. Proyek wajib AMDAL

2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL

3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH

Tabel 4.12

Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL

Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) a) Rujukan Peraturan Perundangan

b) Pengertian Umum c) Kewajiban Pelaksanaan

d) Keterkaitan Studi Lingkungan Dengan e) Mekanisme Pelaksanaan

f) Muatan Studi Lingkungan g) Out put

h) Out come i) Pendanaan

j) partisipasi Masyarakat K) Atribut lainnya

a. Posisi b. Pendekatan c. Fokus Analisis d. Dampak Komulatif e. Titik Berat Telaah f. Alternatif

g. Kedalaman h. Deskripsi proses

(17)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur

BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021 17

Tabel 4.13

Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran

A. Persampahan :

a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan Sistem Control landfill/sanitary landfill

c. Pembangunan transfer station - Kapasitas

d. Pembangunan Instalasi pengolahan sampah terpadu - Kapasitas

e. Pengolahan dengan incinerator - Kapasitas

f. Composting plant - kapasitas

g. Transportasi sampah dengan kereta api - Kapasitas

B. Pembangunan/Permukiman a. Kota Metropolitan, Luas b. Kota Besar, Luas

c. Kota Sedang dan Kecil, Luas d. Keperluan Settlement Transmigrasi C. Air Limbah Domestik

a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas Penunjang. - Luas, atau

- Kapasitas

b. Pembangunan IPAL limbah domestic, termasuk fasilitas penunjang

- Luas, atau - Kapasitasnya

c. Pembangunan system perpipaan air limbah - Luas layanan, atau

- Debit air limbah

D. Pembangunan saluran drainase (Primer dan/atau skunder) di permukiman

a. Kota Besar/Metropolitan, atau d. Kota Sedang, panjang

E. Jaringan air bersih di kota besar/metropolitan a. Pembangunan jaringan distribusi

- Luas layanan

(18)

Tabel 4.14

Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL

Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

a. Persampahan - Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan system

controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang :

Luas Kawasan, atau < 10 Ha Kapasitas Total < 10.000 ton - TPA daerah pasang surut

Luas landfill, atau < 5 Ha Kapasitas Total 5.000 ton - Pembangunan Transfer Station

Kapasitas < 1.000 ton/hari

- Pembangunan Instalasi/pengolahan sampah terpadu

Kapasitas < 500 ton - Pembangunan Incenerator

Kapasitas < 500 ton/hari

- Pembangunan instansi pembuatan kompos Kapasitas > 50 s.d < 100 ton/ha

b. air limbah domestik

c. drainase permukaan perkotaan d. air minum

e. pembangunan gedung

f. pengembangan kawasan permukiman baru g. peningkatan kualitas permukiman

h. penanganan kawasan kumuh perkotaan

Tabel 4.15

Checklist Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan pada Program Cipta Karya

No Komponen Kegiatan Lokasi Amdal UKL/UPL SPPLH

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Pengembangan Permukiman 1).

2). Dst.

2. Penataan Bangunan dan Lingkungan 1).

4. Pengembangan Penyehatan Lingkungan 1).

(19)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur

BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021 19

4.3.3 Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Kabupaten Kutai Barat.

Dalam mengidentifikasi analisis sosial, ekonomi dan lingkungan, dapat dimasukkan beberapa hal

yang berhubungan dengan isu pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Kutai Barat.

Tabel 4.16

Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya di Kutai Barat

NO PENGELOMPOKAN ISU-ISU PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BIDANG CIPTA KARYA

PENJELASAN SINGKAT

(1) (2) (3)

5.1 Sosial

1. Belum optimalnya upaya untuk mewujudkan

Kabupaten Kutai Barat sebagai Kabupaten layak anak

Infrastruktur yang mendukung sebagai kota layak anak masih belum optimal, misalnya taman bermain anak.

2. Rendahnya peran serta perempuan dalam proses pengambilan keputusan dalam pembangunan daerah Kabupaten Kutai Barat

Keseimbangan gender masih perlu ditingkatkan terutama yang terkait dengan keanggotaan dalam legislative dan posisi kunci di bidang eksekutif.

3. Belum optmalnya upaya penyiapan dan peningkatan sumber daya manusia dalam upaya penyelenggaraan program penununjang pembangunan keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera

SDM yang terkait dengan program keluarga berencana dan keluarga sejahtera masih kurang memadai terutama yang bertugas di daerah-daerah pedalaman

4. Ketersediaan layanan keluarga belum mencukupi Belum mencukupi dalam bidang sarana dan prasarana keluarga berencana.

5. Belum optimalnya upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan manajemen usaha khususnya bagi keluarga pra sejahtera.

Masih perlu upaya-upaya yang serius dari pemerintah daerah untuk mengentaskan keluarga pra sejahtera menjadi keluarga sejahtera, terutama dengan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan.

5.2 Ekonomi

1. Belum tersedianya sub sistem agro-industri yang dititik beratkan pada pengembangan industry yang berkualitas dan berdaya saing

Sub–sistem agroindustri masih bertumpu pada sub sistem konvensional yang belum mampu mengantisipasi perkembangan kualitas dan daya saing yang tinggi di pasaran.

2. Belum optimalnya produktivitas pertanian dalam arti luas

Produktivitas pertanian masih banyak mengalami permasalahan sehingga produksinya belum optimal. Permasalahan pertanian diantaranya terkait dengan infrastruktur irigasi yang belum memadai dan belum menjangkau seluruh lahan-lahan pertanian serta masalah pengadaan bibit, pupuk dan obat-obatan, pengolahan lahan serta pemasaran hasil pertanian yang belum optimal.

3. Ketersediaan pangan mandiri untuk pemenuhan kebutuhan pangan local belum mencukupi.

Produktivitas pertanian masih banyak mengalami permasalahan sehingga produksinya belum optimal dan belum bisa mencukupi seluruh kebutuhan masyarakat. Permasalahan pertanian diantaranya terkait dengan infrastruktur irigasi yang belum memadai dan belum menjangkau seluruh lahan-lahan pertanian serta masalah pengadaan bibit, pupuk dan obat-obatan, pengolahan lahan serta pemasaran hasil pertanian yang belum optimal.

(20)

1. Rendahnya pengelolaan persampahan dan limbah domestik

Rendahnya pengelolaan persampahan hampir di semua kota Kabupaten dan kecamatan di Kabupaten Kutim.

2. Belum optimalnya tata kelola sanitasi lingkungan dan air bersih yang baik

Terutama di kota Kabupaten dan kota kecamatan

3. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang belum terintegrasi dan belum mempunyai legalitas formal.

Terutama di Kecamatan Sangata Utara

4. Belum maksimalnya perlindungan keanekaragaman hayati

Terutama di hutan-hutan primer dan kawasan pesisir.

5. Belum adanya pengakuan terhadap masyarakat hukum adat terkait kawasan konservasi.

Terutama masyarakat hukum adat yang berada di Muara Wahau dan Kombeng

6. Daya dukung dan daya tampung lingkungan rendah Daya dukung dan daya tampung lingkungan yang rendah terutama berada di sekitar area pertambangan batubara dan Kota Sangatta Utara.

7. Belum ada basis data lingkungan Basis data lingkungan yang tersedia belum lengkap dan belum terintegrasi dengan baik.

Gambar

Tabel 4.1
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
+7

Referensi

Dokumen terkait

(Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah) Bidang Cipta Karya Kabupaten Bungo 2016-2020.. Matriks Rencana Program Investasi

RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) BIDANG PU/CIPTA KARYA TAHUN 2018 - 2022. PAPUA

Review Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya Kota Surabaya Tahun 2017-2021.. Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya  7

RPI2JM - Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah Bidang Cipta Karya 2017 – 2021..

juga mengintegrasikan rencana sektoral Bidang Cipta Karya, antara lain Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM), Strategi Sanitasi Kota (SSK), serta Rencana Tata Bangunan

RPIJM Bidang Cipta Karya merupakan dokumen perencanaan dan pemrograman pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya yang disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota

Dokumen RPIJM ini berisi uraian tentang Profil Kabupaten Belu, Arahan Kebijakan dan Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya, Analisa Sosial, Ekonomi dan Lingkungan,

MATRIKS RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2-JM) BIDANG. CIPTA KARYA KABUPATEN