• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Tinea Pedis dengan Terjadinya Onikomikosis di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Tinea Pedis dengan Terjadinya Onikomikosis di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinea Pedis

Tinea pedis adalah infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari kaki dan telapak kaki.1 Nama lain yaitu foot ringworm atau athlete’s foot.1,3 Istilah athlete’s foot digunakan untuk semua bentuk intertrigo di sela jari kaki yang selain disebabkan dermatofita dapat pula karena sebab lain yaitu bakteri,

Candidasertamoldnondermatofita.3

2.1.1 Epidemiologi

(2)

2.1.2 Etiologi

Dermatofita mempunyai sifat mencerna keratin dan terbagi dalam 3 genus yaitu Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton. Dermatofita dapat dibedakan berdasarkan tempat dimana jamur biasanya ditemukan yaitu yang bersifat zoofilik, geofilik dan antropofilik. Zoofilik terutama menyerang binatang dan kadang-kadang manusia, geofilik merupakan jamur yang hidup di tanah dan dapat menimbulkan radang yang moderat pada manusia, sedangkan antropofilik adalah jamur yang hanya patogen pada manusia. Umumnya gejala klinik yang ditimbulkan golongan zoofilik dan golongan geofilik pada manusia bersifat akut dan moderat dan lebih mudah sembuh, sedangkan golongan antropofilik bersifat kronis dengan radang yang relatif ringan dan residif.1-3,24,25

Hingga kini diketahui 45 spesies dermatofita, terdiri dari 25 spesies

Trichophyton, 18 spesies Microsporum dan 2 spesies Epidermophyton.26 Organisme penyebab tinea pedis yang utama adalahT.rubrum,T. interdigitaledan

E. floccosum yang antropofilik,1-3,5 namun dermatofita zoofilik dan geofilik juga dapat ditemukan pada lesi di kaki meskipun kurang sering.1,3,5

(3)

2.1.3 Faktor predisposisi

Temperatur tinggi, pH alkali dan hiperhidrosis memudahkan infeksi dermatofita pada kaki. Faktor pejamu yang dapat meningkatkan infeksi ini termasuk kulit yang rusak, maserasi pada kulit dan imunosupresi.1 Infeksi dermatofita paling sering karena tidak adanya sebum, yang merupakan sekresi inhibisi alamiah dimana sebum tidak dijumpai pada regio plantaris karena tidak adanya kelenjar sebaseus.5

2.1.4 Patogenesis

Elemen terkecil dari jamur disebut hifa, berupa benang-benang filamen yang terdiri dari sel-sel yang mempunyai dinding. Benang-benang hifa bila bercabang dan membentuk anyaman disebut miselium.30

Dermatofita berkembang biak dengan cara fragmentasi atau membentuk spora, baik seksual maupun aseksual. Spora adalah suatu alat reproduksi yang dibentuk hifa, besarnya antara 1-3µ, biasanya bentuknya bulat, segi empat, kerucut, atau lonjong. Spora dalam pertumbuhannya makin lama makin besar dan memanjang membentuk satu hifa. Terdapat 2 macam spora yaitu spora seksual (gabungan dari dua hifa) dan spora aseksual (dibentuk oleh hifa tanpa penggabungan).3,28

(4)

fragmentasi sebuah hifa menjadi sel-sel tersendiri) yang merupakan elemen infeksius dapat melekat ke jaringan keratinosit.2,29

Kemudian jamur menjalani fase germinasi dan pembentukan hifa yang menyebar secara sentrifugal terutama di lapisan bawah stratum korneum. Setelah miselium melekat, spora akan bertambah banyak di kulit dan berpenetrasi ke stratum korneum dengan kecepatan yang lebih cepat dibandingkan dengan proses deskuamasi. Pada saat penetrasi, jamur akan mensekresikan sejumlah enzimnya yaitu proteinase, lipase dan musinolitik yang dapat mencerna keratin, sehingga tersedia nutrisi untuk jamur. Kerusakan stratum korneum, oklusi, trauma dan maserasi juga memudahkan penetrasi. Mannan, komponen dari dinding sel jamur dapat juga menurunkan proliferasi keratinosit. Mekanisme pertahanan baru muncul apabila lapisan lebih dalam dari epidermis telah dicapai oleh jamur, mencakup kompetisi terhadap zat besi oleh transferin yang tidak tersaturasi dan inhibisi pertumbuhan jamur oleh hormon progesteron.2,30

Derajat reaksi inflamasi pejamu tergantung pada status imun pejamu dan habitat alamiah spesies dermatofita yang terlibat. Dermatofita antropofilik menginduksi sekresi sitokin dalam jumlah terbatas dari keratinosit secara in vitro

dibandingkan spesies zoofilik. Perbedaan ini mungkin merefleksikan respon inflamasi yang meningkat yang umumnya diamati pada spesies zoofilik.2

(5)

keratinosit, terjadi gangguan pembentukan keratinosit yang normal dan perubahan

cornified envelope yang menyebabkan perubahan fungsi sawar epidermal seperti meningkatkan transepidermal water loss (TEWL). Selain itu keratinosit (dan infiltrat mononuklear) melepaskan sejumlah sitokin inflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF)-α, interleukin (IL)-1β, IL-8 dan IL-16 sebagai reaksi jaringan terhadap inflamasi.29,30

Pertahanan nonspesifik juga berperan pada infeksi dermatofita. Permukaan kulit tidak pernah steril, terdapat dermatofita dan bakteri. Interaksi antara bakteri dan dermatofita belum sepenuhnya diketahui. Beberapa bakteri seperti

Pseudomonas aeruginosa dapat menginhibisi pertumbuhan T. rubrum dan T. mentagrophytes, mencegah perkembangan tinea dan kemudian berperan dalam respon imun nonspesifik. Peningkatan proliferasi keratinosit juga dapat mempercepat deskuamasi elemen jamur. Selain itu transferin dapat menginhibisi pertumbuhan jamur. Sel-sel pertahanan nonspesifik diperankan oleh neutrofil dan makrofag yang dapat membunuh atau merusak dermatofita. Kemudian dapat menarik komplemen ke tempat infeksi sebagailow mollecular weight chemotactic factors.29,30

(6)

meninggi, sehingga memberi gambaran ringworm yang khas. Semua spesies dermatofita dapat menimbulkan gejala-gejala di atas. Pada beberapa kasus, penyakit dapat mengalami resolusi sehingga gejala klinis menghilang, tetapi organisme penyebab dapat menetap beberapa tahun dan penderita akhirnya menjadi karier.29,30

Sementara respon imun pejamu tergantung usia, jenis kelamin, status imun dan faktor genetik. Respon imun seluler dimulai dari sel dendritik epidermal mengenali antigen jamur kemudian terjadi maturasi sel dendritik dan dihasilkan IL-12. IL-12 akan menginduksi sel T dan sel natural killer (NK) untuk memproduksi interferon (IFN)-γ. Selanjutnya IFN-γ dapat merangsang migrasi, proses fagositosis dan oxidative killing oleh sel neutrofil dan makrofag. Respon imun humoral juga dapat ditemukan pada penderita infeksi dermatofita, namun respon imun humoral ini tidak memiliki efek protektif. Bagaimana peranan imunitas humoral pada infeksi dermatofita belum diketahui dengan jelas sampai sekarang karena terbentuknya antibodi tampaknya tidak melindungi terhadap infeksi dermatofita.2,29,30

2.1.5 Gambaran klinis

Tinea pedis terdiri dari 4 bentuk yaitu:

(7)

terlibat. Interaksi dengan bakteri dapat terjadi pada sela jari kaki dengan gambaran klinis yang lebih berat dengan etiologi polimikroba disebut dengan dermatofitosis kompleks yang menyebabkan fisura pada sela jari kaki disertai dengan hiperkeratosis atau erosi.2,3,5

2. Tipe hiperkeratotik kronis atau mokasin ditandai dengan eritema plantar kronis yang dapat berupa skuama ringan sampai hiperkeratosis difus. Skuama hiperkeratotik kering dapat melibatkan seluruh permukaan plantar kaki, meluas ke bagian lateral kaki, sementara permukaan dorsal biasanya bersih. Eritemanya ringan dan dapat tanpa keluhan, namun kadang-kadang dapat berkembang skuama hiperkeratotik dengan fisura. Tipe ini dapat dijumpai pada satu atau kedua kaki.2,3,5

(8)

cepat dan terjadi sepanjang musim panas. Selain itu lesi dapat disertai reaksi hipersensitivitas vesikular ( dermatifitid atauid).2,3,5

4. Tipe ulseratif akut ditandai dengan lesi vesikopustular yang menyebar dengan cepat, ulkus dan erosi dan sering disertai infeksi bakteri sekunder. Lesi ini biasanya mengalami maserasi dan mempunyai pinggir yang berskuama. Infeksi ini mulai pada ruang interdigital ketiga dan keempat dan meluas ke dorsum lateral dan permukaan plantar dan adakalanya meluas sampai seluruh telapak kaki mengelupas. Tipe tinea pedis ini umumnya diamati pada pasien imunokompromais dan diabetes. Komplikasi yang paling sering adalah selulitis, limfangitis, demam dan malaise.2,3,5

2.1.6 Diagnosis banding

Tinea pedis didiagnosis banding dengan infeksi bakteri pada sela jari kaki seperti eritrasma, infeksiCandida, pustular psoriasis dan dermatitis kontak.2

Eritrasma adalah infeksi bakteri superfisial pada kulit yang disebabkan oleh

Corynebacterium minutissimum yang merupakan batang Gram positif, ditandai dengan bercak coklat kemerahan yang berbatas jelas, tetapi tidak teratur, muncul pada daerah intertriginosa atau adanya fisura dan maserasi putih pada sela jari kaki, terutama antara jari keempat dan kelima. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood menunjukkan fluoresensicoral-red.31

(9)

gambaran ruam polimorfik berupa eritema, edema, papul, vesikel, skuama dan likenifikasi tergantung dari stadium penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis.32

Kandidiasis intertriginosa adalah infeksi yang disebabkan oleh yeast dari genusCandida pada daerah intertriginosa. Erupsi pruritik muncul sebagai bercak eritematosa maserasi dan plak tipis dengan satelit vesikulopustul. Pustul kemudian membesar dan ruptur, meninggalkan dasar eritematosa dengan kolaret yang mudah dilepaskan yang berkontribusi untuk terjadinya maserasi dan fisura. Maserasi pada daerah sela jari kaki atau tangan dengan lapisan tanduk yang tebal dan putih. Diagnosis dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopis langsung dengan larutan KOH (kalium hidroksida) dan kultur yaitu dijumpainyayeast.33

Psoriasis merupakan penyakit peradangan kulit kronis yang ditandai dengan adanya gambaran berupa plak eritematosa yang berbatas tegas dan menebal dengan permukaan skuama yang berwarna putih keperakan.34

2.1.7 Diagnosis

(10)

2.1.8 Pemeriksaan penunjang

Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis antara lain:

1. Pemeriksaan mikroskopis langsung

Pemeriksaan mikroskopis langsung dengan larutan KOH adalah alat skrining pertama untuk mengidentifikasi spora dan hifa. Untuk diagnosis mikroskopis yang akurat, tehnik sampling adalah penting. Lesi pertama dibersihkan dengan kapas alkohol 70% dengan lembut untuk mengangkat sisa obat atau produk perawatan kulit. Kerokan kulit dibuat dengan menggunakan skalpel tumpul no.15. Jika dijumpai lesi multipel maka daerah lesi dipilih untuk sampling yaitu daerah dengan pinggir aktif dan atap vesikel. Bahan kerokan ini kemudian ditempatkan pada slide mikroskop dan ditetesi dengan larutan KOH 10-20%. Setelah 15-30 menit, spesimen dapat diperiksa di bawah mikroskop. Terdapatnya hifa yang bersepta dan spora menyatakan diagnosis infeksi dermatofita.5,35 Hasil positif untuk elemen jamur cukup untuk memutuskan memulai pengobatan karena identifikasi spesies dermatofita tidak mempengaruhi pilihan pengobatan.5

2. Kultur jamur

Jamur tumbuh dengan cepat pada media sederhana berisi glukosa dan sumber nitrogen organik. Banyak laboratorium menggunakan agar glukosa/pepton yang

sederhana, dengan gula 4%, pepton 1% dan pH asam (Sabouraud’sdextrose agar

(11)

26-28°C dan kultur harus ditunggu untuk maksimum 3-4 minggu, meskipun secara rutin digunakan waktu 2 minggu.3,35

Dermatofita dapat diidentifikasi dari hasil kultur yang tumbuh. Identifikasi untuk mengetahui genus atau spesies dermatofita adalah pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis jamur untuk melihat struktur jamur.35

Pada pemeriksaan makroskopis yang harus diamati adalah morfologi koloni jamur yang tumbuh meliputi warna, permukaan koloni dan warna dasar koloni, tekstur permukaan koloni (bertepung, granular, berbulu, seperti kapas, kasar), bentuk koloni (meninggi, berlipat/ bertumpuk), pinggir koloni dan kecepatan pertumbuhan.35

Pemeriksaan struktur mikroskopis jamur berguna untuk membedakan karakteristik masing-masing dermatofita dengan cara mengamati hifa dan konidia (makrokonidia dan mikrokonidia) atau struktur jamur lainnya.35

(12)
(13)

3. Pemeriksaan histopatologi

Ketika pemeriksaan mikroskopis langsung dan kultur hasilnya negatif, pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan untuk mempersempit diagnosis banding, meskipun demikian histopatologi bukan prosedur standar laboratorium.5

Terdapat tiga perubahan pada stratum korneum yang berhubungan dengan infeksi dermatofita yaitu terdapatnya neutrofil, ortokeratosis padatdan “sandwich sign.” Tanda terakhir ditandai dengan hifa antara stratum korneum bagian atas dan

stratum korneum parakeratotik pada lapisan yang lebih bawah. Deteksi elemen jamur ini sulit bila pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan pewarnaan

hematoxylin dan eosin, lebih baik dengan periodic acid schiff (PAS) atau

methenamine silver.5

4. Pemeriksaan PCR

PCR adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara in vitro. Beberapa tahun yang lalu metode molekular ini telah dilakukan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi dermatofita secara langsung dari kulit, rambut dan kuku. Metode ini berkembang dikarenakan metode konvensional dikatakan lambat dan kurang spesifik.36

(14)

5. Pemeriksaan MALDI- TOF MS

Identifikasi konvensional spesies dermatofita terutama bergantung pada karakteristik morfologi dari strain, namun dapat memakan waktu beberapa minggu sebelum karakteristik diskriminatif muncul. Pada dekade baru-baru ini, metode molekuler telah dikerjakan untuk identifikasi spesies dermatofita, namun sekuensing DNA cukup mahal dan menghabiskan waktu. Sekarang ini, MALDI-TOF MS merupakan alat untuk identifikasi mikroorganisme secara cepat dan akurat dan juga telah terbukti menjanjikan untuk identifikasi jamur berfilamen dan dermatofita. Identifikasi didasarkan pada pemerolehan profil protein antara 2 sampai 20 kDa dan perbandingannya dengan database spektrum referensi, namun

database untuk dermatofita cukup terbatas dan hanya berisi spesies yang paling umum dijumpai.37

2.1.9 Penatalaksanaan

(15)

dan malodor menunjukkan terjadinya koinfeksi bakteri yang paling sering adalah oleh organisme Gram negatif termasuk Pseudomonas dan Proteus. Pasien yang diduga koinfeksi dengan Gram negatif harus diobati dengan obat antibakteri topikal atau sistemik berdasarkan hasil kultur dan sensitivitas.2

2.2 Onikomikosis

Onikomikosis adalah infeksi kuku yang disebabkan jamur golongan dermatofita, mold nondermatofita atau yeast. Tinea unguium adalah infeksi pada kuku yang disebabkan jamur golongan dermatofita.2,3,13

2.2.1 Epidemiologi

Onikomikosis merupakan penyakit pada kuku yang paling sering dijumpai, kira-kira 50% dari semua penyebab onikodistrofi dan 30% dari seluruh infeksi jamur superfisial mengenai kuku.2Prevalensi onikomikosis pada populasi umum bervariasi dari 3% sampai 13%. Prevalensi meningkat dengan bertambahnya usia, sekitar 28% pasien berumur lebih dari 60 tahun.13Di Amerika Utara dan Eropa onikomikosis lebih sering dijumpai pada pria dengan rasio pria dan wanita kira-kira 1,4, sedangkan di Amerika Selatan dan Asia onikomikosis lebih sering dijumpai pada wanita dengan rasio 0,8 dan 0,95 berturut-turut.38

(16)

pria 10 orang (28,6%) dan wanita 25 orang (71,4%), dengan usia 16-25 tahun dan 56-65 tahun terbanyak masing-masing 8 orang (22,9%).40

2.2.2 Etiologi

Onikomikosis terbanyak disebabkan oleh jamur golongan dermatofita dan T. rubrum dan T.interdigitale bertanggung jawab kira-kira 90% dari seluruh kasus.2,4 Trichophyton tonsurans (T.tonsurans) danE. floccosum juga dilaporkan sebagai agen penyebab.2,41

Yeast dan mold nondermatofita seperti Acremonium, Aspergillus, Fusarium, Scopulariopsis brevicaulis dan Scytalidium adalah penyebab dari kira-kira 10% onikomikosis kaki., Pada kuku jari tangan, spesies Candida bertanggung jawab pada 30% kasus, sementaramoldnondermatofita tidak pernah dijumpai.2

Penelitian oleh Lubis di RSUP H.Adam Malik Medan dengan pemeriksaan PCR RFLP menemukan spesies jamur penyebab onikomikosis yang paling banyak adalahCandida albicans(C.albicans).40

2.2.3 Faktor Predisposisi

(17)

Kelainan kuku dapat berawal sebagai tinea pedis atau langsung pada kuku. Kira-kira 40% dari pasien onikomikosis jari kaki menunjukkan infeksi kulit yang bersamaan, paling banyak dengan tinea pedis (30%).2,10,16

2.2.4 Patogenesis

Patogenesis infeksi jamur pada kuku sama seperti infeksi pada kulit dimana tahap pertama adalah perlekatan ke permukaan diikuti dengan invasi ke lapisan bawah. Tempat dan pola invasi akan menyebabkan tipe klinis onikomikosis yang berbeda. Keterlibatan kuku terjadi dengan penetrasi elemen jamur dan sekresi enzim-enzim yang mendegradasi komponen kulit. Jamur dermatofita mempunyai aktivitas keratinolitik, proteolitik dan lipolitik. Hidrolisis keratin oleh proteinase tidak hanya memfasilitasi invasi ke jaringan, tetapi juga menghasilkan nutrisi untuk jamur.12

Pengetahuan tentang mekanisme imun pada kuku masih sedikit. Kuku terpapar dengan lingkungan yang keras dan mudah mengalami kerusakan dan invasi oleh berbagai organisme. Anatomi kuku yang unik cenderung membuat jalan masuk patogen menjadi mudah melalui nail fold proksimal dan distal, namun demikian kuku secara fisik dilindungi oleh kutikula dan lapisan tanduk telapak kaki distal.12

(18)

pihak, terdapat peranan berbagai mekanisme protektif. Unit kuku mempunyai imunitas alamiah yang kuat dimana terdapat peningkatan ekspresi lokal peptida antimikroba (human CathelicidinLL37).12

Cathelicidin LL37 tidak diekspresikan pada kulit manusia dalam keadaan normal, tetapi terinduksi karena paparan infeksi atau inflamasi, namun ini diekspresikan dengan kuat dalam unit kuku. Cathelicidin LL37 yang merupakan antimikroba larut mempunyai aktivitas poten melawan P.aeruginosa dan

C.albicans.12

Distribusi sel-sel imun ditemukan berbeda pada bagian kuku yang berbeda. Densitas sel-sel CD4+ tinggi pada nail fold proksimal dan sangat rendah pada matriks kuku proksimal. Sel T CD8+ jarang dijumpai di dalam dan sekitar nail foldproksimal, dasar kuku dan matriks kuku proksimal. Densitas sel Langerhans lebih tinggi dalam epitel nail foldproksimal dan dasar kuku dibandingkan dalam matriks kuku. Sel-sel Langerhans dan makrofag di dalam matriks kuku secara fungsional terganggu yang berhubungan dengan kemampuan presentasi antigen.12

(19)

Spesies dermatofita terbanyak mengenai lapisan ventral dan tengah lempeng kuku, dimana keratin lebih lunak dan dekat dengan sel- sel hidup di bawahnya. Permukaan ventral mempunyai topografi yang tidak teratur dengan alur paralel dan seperti punggung bukit menghasilkan saluran yang sangat baik untuk hifa berpenetrasi ke lempeng kuku. Selain itu taut interseluler dalam lempeng ventral lebih fleksibel dari padatight junction pada lempeng dorsal. Lapisan intermediat kurang sering terlibat, sementara lempeng kuku bagian dorsal jarang terlibat kecuali dalam kasus white onychomycosis. Lempeng kuku bagian dorsal adalah bagian yang paling keras dan mempunyai kalsium tinggi.12

2.2.5 Gambaran klinis

Gambaran klinis onikomikosis terdiri dari :

1. Distal and lateral subungual onychomycosis(DLSO)

Merupakan bentuk onikomikosis yang paling sering dijumpai. Jamur infeksius menginvasi lempeng kuku pada hiponikium atau galur kuku bagian lateral dan bermigrasi secara proksimal. Invasi ini disertai dengan respon inflamasi ringan menghasilkan parakeratosis fokal dan hiperkeratosis subungual menyebabkan pemisahan lempeng kuku dari bantalan kuku (onikolisis) dan penebalan subungual. Superinfeksi ruang subungual oleh bakteri ataumold sering menghasilkan diskolorisasi coklat kekuningan lempeng kuku..3

2. Superficial white onychomycosis(SWO)

(20)

kuku. Pertumbuhan jamur menjalar melalui lapisan tanduk menuju bantalan kuku dan hiponikium. Lambat laun kuku menjadi kasar, lunak dan rapuh.3

3. Proximal subungual onychomycosis(PSO)

Merupakan gambaran klinis yang sering ditemukan pada pasien imunokompromais, penderita penyakit vaskular perifer dan paling jarang ditemukan pada populasi imunokompeten. Didahului dengan invasi jamur pada lipat kuku proksimal kemudian menuju distal dan matriks, sehingga pada akhirnya menginvasi lempeng kuku dari arah bawah. Gambaran klinis berupa hiperkeratosis subungual, onikolisis proksimal, leukonikia dan akhirnya dapat mengakibatkan destruksi lempeng kuku proksimal.3

4.Endonyx onychomycosis(EO)

Endonyx onychomycosis melibatkan invasi jamur pada permukaan superfisial dan penetrasi yang lebih dalam dari lempeng kuku. Kuku menebal, terangkat dan perubahan inflamatori tidak ditemukan pada pola onikomikosis ini. Tipe invasi jamur ini terutama disebabkan oleh

Trichophyton soudanense dan Trichophyton violaceum (T. violaceum).

Lamellar splitting, pitting kasar dan bercak putih susu di dalam lempeng kuku adalah gambaran kunci dari infeksi jamur kuku ini.3

5.Total dystrophic onychomycosis(TDO)

(21)

2.2.6 Diagnosis banding

Diagnosis banding onikomikosis mencakup psoriasis, liken planus, trauma,

onychogryphosis, yellow nail syndrome.2,3,13

Psoriasis mengenai kuku dapat menyebabkan onikolisis seperti pada DLSO. Diagnosis psoriasis didukung dengan terdapatnya pitting pada permukaan kuku,

tanda onikolisis berupa “oil drop” berwarna salmon, yang tidak dijumpai pada

onikomikosis.13

Sekitar 10% penderita liken planus mempunyai kuku yang abnormal yaitu pada sebagian besar kasus berhubungan dengan tanda klinis seperti penipisan lempeng kuku, hiperkeratosis subungual, onikolisis danpterygiumdorsal.13

Trauma berulang pada lempeng kuku dapat juga menyebabkan tampilan kuku yang abnormal. Trauma dapat menyebabkan onikolisis distal yang menyebabkan kolonisasi mikroorganisme yang memproduksi pigmen. Bila daerah kuku tersebut dipotong dannail beddiperiksa, makanail bedtersebut akan tampak normal.13

Karakteristik klinis yang membedakan yellow nail syndrome dengan onikomikosis yaitu pigmentasi hijau muda kekuningan pada lempeng kuku, keras dan lengkungan longitudinal yang menaik.13

2.2.7 Diagnosis

(22)

biologi molekuler seperti PCR dan yang lebih baru yaitu pemeriksaan MALDI-TOF MS.10

2.2.8 Pemeriksaan penunjang

Diagnosis laboratorium yang baik ditentukan oleh cara pengambilan bahan pemeriksaan. Sebelum bahan diambil, kuku terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol untuk membunuh bakteri. Selanjutnya bahan dipotong menjadi fragmen-fragmen kecil dan dibagi untuk pemeriksaan mikroskopis langsung dan kultur.14

Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis antara lain : 1. Pemeriksaan mikroskopis langsung

(23)

yeast di dalam nail bed memberi petunjuk onikomikosis oleh Candida sp.35

2. Kultur jamur

Melalui kultur, spesies jamur patogen dapat diidentifikasi. Kegagalan pertumbuhan jamur pada medium ditemukan bila pasien telah mendapat terapi topikal atau sistemik. Kegagalan tumbuh ini juga lebih banyak pada bahan kuku dibanding kulit karena kebanyakan bahan diambil dari distal kuku dimana kebanyakan jamur sudah tua dan mati. Sehingga dianjurkan untuk mengikutsertakan bahan kulit atau potongan kuku untuk pembiakan jamur pada medium. Spesimen yang dikumpulkan di cawan petri diambil dengan sengkelit yang telah disterilkan di atas api bunsen. Kemudian bahan kuku ditanam pada dua media, media pertama : mengandung antibiotik dan anti jamur (Mycobitotic / mycocel), media kedua : PDA (Potato Dextrose Agar) / SDA (Sabouraud’s Dextrose Agar) yang tidak mengandung antibiotik dan anti jamur. Media diinokulasikan dalam keadaan steril, lalu diinkubasi pada suhu 24°- 28°C selama 4-6 minggu. Koloni dermatofita akan tampak setelah 2 minggu, sedangkan nondermatofita terlihat dalam seminggu, hasil negatif jika tidak tampak pertumbuhan setelah 3-6 minggu.35

3. Mikroskopis fluoresensi

(24)

calcofluor atau acridinium orange) yang mengikat chitin jamur, dan sehingga hifa dan artrospora tampak sebagai struktur yang terang.10

4. Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi dilakukan jika hasil pemeriksaan mikroskopis langsung dan kultur meragukan. Dengan pemeriksaan histopatologi dapat ditentukan apakah jamur tersebut invasif pada lempeng kuku atau daerah subungual di samping itu kedalaman penetrasi jamur dapat dilihat. Bahan untuk pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh melalui lempeng kuku yang banyak mengandung debris dan potongan kuku. Bahan pemeriksaan histopatologi dapat langsung dimasukkan dalam paraffin, atau terlebih dahulu dalam larutan formalin 10% semalaman agar jamur terfiksasi dengan baik, kemudian blok paraffin dipotong tipis hingga ketebalan 4-10μ dengan menggunakan mikrotom dan dilakukan pewarnaan PAS dan dapat dilihat adanya hifa dan atau spora dengan menggunakan mikroskop.35

5. Metode biologi molekuler a. Pemeriksaan PCR

(25)

pengobatan dan dapat berguna ketika identifikasi strain tidak mungkin dengan pemeriksaan konvensional.10,36

b. Polymerase chain reaction-enzyme-linked immunosorbent assay (PCR-ELISA)

Metode baru ini terdiri atas tehnik amplifikasi dan hibridisasi, yang digunakan untuk mendeteksi sekuens di dalam produk PCR dari amplifikasi DNA dermatofita. Langkah pertama proses amplifikasi mengikuti tahap PCR yaitu denaturasi, annealing primer pada single stranded DNAtemplate dan elongasi. Kopi dari sekuens DNA yang telah siap digunakan pada tahap kedua (ELISA) dimana probe

spesifik (primer) yang dilabel dengan biotin digunakan untuk mengikat amplifikasi DNA.10

c. MALDI- TOF MS

(26)

d. Restriction fragment length polymorphism (RFLP)

Pertama PCR digunakan untuk ekstraksi RNA ribosomal diikuti dengan RFLP.10

2.2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan onikomikosis tergantung pada beberapa faktor termasuk keparahan dari keterlibatan kuku, adanya tinea pedis dan juga efikasi dan efek merugikan dari regimen pengobatan.2

Terapi onikomikosis terdiri dari : 1. Terapi topikal

Pada pasien dengan keterlibatan kuku distal dan / atau kontra indikasi untuk pengobatan sistemik, terapi topikal harus dipertimbangkan. Ciclopirox 8%

lacquerdigunakan setiap hari selama 48 minggu mendapatkan kesembuhan mikologis pada 29% –36% kasus dan kesembuhan klinis pada 7% kasus ringan sampai sedang dari onikomikosis yang disebabkan dermatofita.

Amorolfine 5% diaplikasikan dua kali seminggu adalah obat lain dalam sediaannail lacquer.2

2. Terapi sistemik

(27)

Aspergillusdan Scopulariopsis.4 Terbinafin tidak direkomendasikan untuk onikomikosis kandida. Terbinafin 250 mg sehari selama 6 minggu adalah efektif untuk infeksi kuku tangan, sementara lama pemberian 12 minggu diperlukan untuk infeksi kuku kaki. Itrakonazol adalah fungistatik terhadap dermatofita, mold nondermatofita dan yeast. Dosis yang aman dan efektif termasuk dosis denyut itrakonazol 400 mg setiap hari selama seminggu setiap bulan atau dosis kontinyu 200 mg setiap hari, memerlukan waktu 2 bulan atau 2 dosis denyut untuk kuku tangan dan paling sedikit 3 bulan atau 3 dosis denyut untuk kuku kaki. Dosis itrakonazol adalah 5 mg/kg/hari untuk anak-anak. Flukonazol adalah fungistatik terhadap dermatofita, beberapa mold nondermatofita dan Candida. Regimen yang umum untuk flukonazol adalah 150–300 mg satu kali seminggu selama 3–12 bulan.2

3. Terapi kombinasi

Regimen terapi kombinasi dapat mempunyai angka bersihan yang lebih tinggi daripada pengobatan topikal atau oral sendiri-sendiri.2

4. Terapi bedah

Pencabutan secara bedah / avulsi atau pembuangan kuku secara kimia dengan urea 40% adalah pilihan akhir untuk kasus refrakter digabung dengan anti jamur topikal atau oral.2

5. Terapi lain

(28)

jamur menjadi negatif setelah prosedur kedua atau ketiga. Laser CO2 juga memperbaiki kondisi pasien onikomikosis dan memeberikan hasil yang baik.10

b. Terapi fotodinamik (photodynamic therapy= PDT)

PDT telah diteliti untuk pengobatan onikomikosis yang disebabkan mold. PDT dikombinasi dengan methyl-aminolevulinic acid diberikan pada 3 sesi, dengan interval 15 hari di antara prosedur. Studi lain menunjukkan efek dari5 aminolevulinic acid(ALA) pada dermatofita T.rubrum. ALA menyebabkan penurunan pertumbuhan dermatofita. Konsentrasi optimal ALA adalah 1-10 mmol/L. Perbaikan terjadi setelah 6-7 sesi pengobatan dimana dermatofita tidak dijumpai dengan pemeriksaan KOH dan kultur. PDT sesuai untuk pengobatan onikomikosis DLSO yang disebabkan

T.rubrum. Keuntungan penggunaan PDT adalah tidak adanya efek samping sistemik dan interaksi obat dan umur tua tidak merupakan kontra indikasi.10

2.3 Tinea Pedis dan Onikomikosis

Faktor predisposisi onikomikosis termasuk meningkatnya umur, imunosupresi, sirkulasi perifer yang buruk, trauma dan tinea pedis.13

(29)

penelitian oleh Walling menjumpai dermatofita dari kuku yang tampak normal yang berhubungan kuat dengan dijumpainya tinea pedis.42

Banyak orang yang menderita tinea pedis menganggap infeksi ini sepele dan mendapatkan hanya sedikit pengobatan atau sama sekali tidak mendapat pengobatan. Sebagai konsekuensinya onikomikosis dapat berkembang dari tinea pedis pada banyak kasus.20

Kontrol terhadap tinea pedis diperlukan karena lesi tinea pedis yang tidak terkontrol adalah penyebab utama tinea unguium yang memerlukan biaya yang mahal dan waktu lama untuk sembuh, terutama dengan meningkatnya umur. Meningkatnya jumlah orang tua atau pekerja industri yang memakai sepatu tertutup mengakibatkan meningkatnya lesi tinea pedis/ unguium. Pasien tinea pedis yang tidak terdeteksi menjadi masalah karena bukan hanya menyumbang patogen untuk tinea unguium, tetapi juga sebagai sumber infeksi untuk lainnya.4

Trauma kuku sebelumnya mempunyai hubungan yang terbukti terhadap onikomikosis. Risiko odds ratio onikomikosis pada pasien dengan trauma kuku telah dilaporkan 5,4 (95% CI 4,0-7,4, p<.ooo1). Selain itu, pada orang dengan infeksi jamur pada kaki lebih mungkin mempunyai onikomikosis. Contohnya pada 4110 partisipan di European Achilles Project yang mempunyai baik mikologi dan kultur positif untuk infeksi jamur pada kaki, 21,3% mempunyai baik infeksi kuku maupun kulit pada kaki.43

(30)
(31)
(32)

2.5 Kerangka Konsep

Gambar 2.3. Kerangka Konsep

2.6 Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan antara tinea pedis dengan terjadinya onikomikosis di RSUP H.Adam Malik Medan.

Gambar

Gambar 2.1 Karakteristik dermatofita pada media kultur. Dikutip dari kepustakaan no.2.
Gambar 2.2. Kerangka Teori

Referensi

Dokumen terkait

Sakit kepala merupakan gejala yang paling sering muncul pada

Kuku kaki dan tangan klien bersih. Uraikan aktivitas pasien untuk mandi makan, eliminasi, ganti pakaian dilakukan secara mandiri, sebahagian atau total. Seluruh aktivitas

Tinea favus merupakan infeksi krinis dermatofita pada kepala, kulit tidak berambut atau kuku, ditandai krusta kering dan tebal dalam folikel rambutyang menyebabkan terjadinya

1) Jumlah anak yang menderita tinea kapitis adalah 32 anak. 2) Usia paling banyak yang menderita tinea kapitis adalah 11-15 tahun sebanyak 40,6%. 3) Kira-kira 75% pasien yang

Semua teman-teman PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah

Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tarigan yang mendapatkan T.mentagrophytes yang paling banyak dijumpai pada lesi tinea pedis yaitu

Diagnosis of Tinea pedis and onychomycosis in patients from Portuguese National Institute of Health: a four-year study.. Available

Penelitian yang dilakukan Patel et al (2010) menunjukkan rentang usia 11-20 tahun merupakan rentang usia yang paling banyak menderita tinea pedis yaitu 4 dari 11