• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Kasus tentang PHK Karena Pelanggaran Berat dalam Putusan Tingkat Pertama Nomor : 14 G 2011 PHI . JBI dan Kasasi No.Pdt.Sus2011 T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Kasus tentang PHK Karena Pelanggaran Berat dalam Putusan Tingkat Pertama Nomor : 14 G 2011 PHI . JBI dan Kasasi No.Pdt.Sus2011 T1 BAB II"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Umum Pengusaha dan Buruh

Dalam hubungan kerja terdapat 2 (pihak) yang terlibat yaitu pengusaha dan buruh. Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang dimaksud dengan Pengusaha ialah Pengusaha adalah :

a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri

b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya

c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Sedangkan Menurut Undang- Undang Ketenagakerjaan nomor 13 Tahun 2013 Pasal 1 angka (3) Pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Sastrohadiwiryo menyatakan Buruh adalah mereka yang bekerja pada usaha perorangan dan diberikan imbalan kerja secara harian maupun borongan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, baik lisan maupun tertulis, yang biasanya imbalan kerja tersebut diberikan secara harian.1 Sedangkan dalam teori Karl Marx tentang nilai lebih, disebutkan bahwa kelompok yang memiliki dan menikmati nilai lebih disebut sebagai majikan dan kelompok yang terlibat dalam proses penciptaan nilai lebih itu disebut Buruh. Pengertian buruh ini pula diberikan oleh Dr. Payaman dikutip A.Hamzah (1990) yang menyatakan bahwa tenaga kerja adalah produk yang telah atau sedang bekerja, Atau mencari pekerjaan, dan melakukan pekerjaan lainnya, seperti sekolah, ibu rumah tangga. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pekerja adalah orang yang bekerja kepada seseorang berdasarsarkan perjanjian kerja untuk menerima upah/gaji dari orang mempekerjakannya.

Dalam hubungan kerja pengusaha dan buruh ada perikatan yang timbul sebagaimana diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa hubungan kerja antara pengusa dan buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyi unsur pekerjaan,upah dan perintah. Hak pekerja/buruh tersebut muncul secara bersamaan ketika si pekerja/buruh mengikat dirinya pada si majikan untuk melakukan suatu pekerjaan dengan menerima upa/gaji2.

1

Sastrohadiwiryo, Siswanto.Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administratif dan Operasional, Cetakan Ketiga, Bumi Aksara, Jakarta,2005

2

(2)

Perikatan berdasarkan perjanjian kerja ini menimbulkan Hak dan kewajiban antara buruh dan pengusaha yang antara lainnya ialah :

a. Hak dan Kewajiban Pengusaha i. Hak Pengusaha

1) Berhak sepenuhnya atas hasil kerja pekerja

2) Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis ( Pasal 64 Undang-undang Ketenagakerjaan)

3) Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus-menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha denggan membayar upah kerja lembur. (Pasal 95 ayat (2) dan (3) Undang-undang Ketenagakerjaan ) 4) Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dapat

melakukan penangguhan (Pasal 90 ayat (2) Undang-undang Ketenagakerjaan) 5) Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan

alasanpekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat ( Pasal 158 Undang-Undang Ketenagakerjaan)

6) Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana (Pasal 160 ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan)

(3)

1) pengusaha adalah membayar upah kepada pekerjanya secara tepat waktu. (Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan)

2) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh (Pasal 79 Undang-Undang Ketenagaerjaan)

3) Pengusha berkewajiban menyediakan fasilitas kesejahteraan bagi para pekerja untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dengan memperhatikan kebutuhan pekerja ( Pasal 100 ayat (1) dan (2) Undang-Undang

Ketenagakerjaan)

4) Pengusaha wajib memberikan/ menyediakan angkutan antar Jemput Bagi Pekerja /Buruh Perempuan yang berangkat dan pulang pekerja antara pukul 23.00 s.d pukul 05.00 (Pasal 76 (3) Undang- Undang Ketenagakerjaan)

5) Dalam Hal terjadi pemutusan Kerja pengusah di wajib kan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima (pasal 156 (1) Undang-Undang ketenagakerjaan)

b. Hak dan Kewajiban Pekerja/Buruh i. Hak Pekerja/Buruh

1. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan (Pasal 5 Undang-Undang Ketenagakerjaan) 2. Setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa

diskriminasi dari pengusaha (Pasal 6 Undang-Undang Ketenagakerjaan) 3. Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan

(4)

4. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja wajib membayar upah kerja lembur (Pasal 78 ayat (2)) Undang-Undang Ketenagakerjaan)

5. Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum (Pasal 90 Undang-Undang Ketenagakerjaan)

6. Dalam hal terjadi PHK, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang pengganti hak yang seharusnya diterima oleh perkerja/buruh (Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan)

ii. Kewajiban Pekerja/Buruh

1. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan keWajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokrasi, mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya ( Pasal 102 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaaan)

2. Pengusaha, serikat pekerja dan pekerja Wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama serta Pengusaha dan serikat pekerja Wajib memberitahukan isi perjanjian kerja bersama atau perubahannya kepada seluruh pekerja (Pasal 126 ayat ( 1 ) dan( 2 ) Undang-Undang Ketenagakerjaaan)

(5)

4. Sekurang kurangnya dalam waktu 7 (Tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja dan serikat pekerja Wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempa ( Pasal 140 ayat ( 1 ) Undang-Undang Ketenagakerjaaan)

2. Pengertian dan Syarat Hubungan Kerja

Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Pengertian hubungan kerja ini juga didefenisikan oleh para ahli yaitu :

a. Menurut Hartono Widodo dan Judiantoro, hubungan kerja adalah kegiatan-kegiatan pengerahan tenaga/jasa seseorang secara teratur demi kepentingan orang lain yang memerintahnya (pengusaha/majikan) sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati3

b. Tjepi F. Aloewir, mengemukakan bahwa pengertian hubungan kerja adalah hubungan yang terjalin antara pengusaha dan pekerja yang timbul dari perjanjian yang diadakan untuk jangka waktu tertentu maupun tidak tertentu4

Berdasarkan pengertian tersebut maka menurut penulis yang dimaksud dengan hubungan kerja ialah suatu hubungan yang timbul antara pekerja dan pengusaha setelah diadakan perjanjian sebelumnya oleh pihak yang bersangkutan yang dalam hal ini ialah pengusaha dan buruh.

Di dalam hubungan kerja akan terdapat tiga unsur yang dapat pahami yang pertama ialah pekerjaan, didalam hubungan kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (objek

3

Hartono, Judiantoro, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, Jakarta, Rajawali Pers, 1992, hlm 10

4

(6)

perjanjian). Pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja dan hanya seizin majikanlah pekerja dapat menyerahkan pekerjaan tersebut kepada orang lain. Hal ini

sebagaiman diatur dalam KUHPerdata Pasal 1630a yang berbunyi: “Buruh wajib melakukan

sendiri pekerjaanya hanya dengan seizin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga untuk

menggantikannya.” Kedua ialah upah, Pengusaha berkewajiban membayar upah dan pekerja

berhak atas upah dari pekerjaan yang dilakukannya. Di dalam Pasal 1 Angka 30 Undang-Undang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa: “Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan

keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan”. Ketiga ialah

perintah, satu pihak berhak memberikan perintah dan pihak yang lain berkewajiban melaksanakan perintah tersebut. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1603(b), yaitu: “Buruh diwajibkan menaati peraturan-peraturan tentang hal melakukan perkerjaan serta aturan-aturan yang ditujukan pada perbaikan tata-tertib dalam perusahaan majikan, yang diberikan kepadanya oleh atas nama majikan di dalam batas-batas aturan-aturan undang-undang atau

perjanjian maupun reglemen, atau jika itu tidak ada menurut kebiasaan”.

Berdasarkan pngertian-pengertian tersebut juga dapat dipahami bahwa hubungan kerja dapat terjadi akibat adanya perjanjian kerja. Menurut Pasal 1 angka (14) Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Pasal 52 ayat (1) Undang- Undang Ketenagakerjaan menyebutkan 4 (empat) dasar perjanjian kerja, yaitu:

1. kesepakatan kedua belah pihak

(7)

3. adanya pekerjaan yang diperjanjikan

4. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Dalam angka 1 dan 2 merupakan syarat subjektif, sedangkan dasar huruf 3 dan 4 merupakan syarat objektif. Dalam hal terjadi di mana perjanjian kerja itu tidak memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya, salah satu pihak (yang tidak cakap) memiliki hak untuk meminta agar perjanjian itu dibatalkan oleh hakim. Kemudian, apabila perjanjian kerja itu tidak memenuhi syarat objektif, perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, dari semula dianggap tidak pernah ada perjanjian atau perikatan sehingga para pihak tidak memiliki dasar untuk saling menuntut di muka sidang pengadilan.

3. Prosedur dan Hak PHK

PHK (PHK) Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan dalam Pasal 1 ayat (25) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. terdapat beragam alasan terjadinya PHK contohnya ialah berakhirnya waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja, karena pengunduran diri oleh pekerja/buruh, dan pemberhentian oleh perusahaan.

(8)

Kesalahan Berat yang menjadi alasan untuk melakukan PHK (PHK) pada pokoknya mengatur tentang perbuatan pidana yang telah diatur dalam KUHP5, sehingga untuk menyatakan pekerja telah melakukan kesalahan berat harus didukung dengan bukti pekerja/buruh tertangkap tangan, ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan atau bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

Selain diatur dalam Pasal 158 Undang-undang ketenagakerjaan mengenai kesalahan berat in pula dapat diatur dalam peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja bersama (PKB). Namun apabila terjadi PHK (PHK) karena keslahn berat dalam peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja bersama (PKB) tersebut, harus mendapat izin lembaga yang berwenang6.

Namun sejalan dengan dilakukannya uji materil oleh Mahkamah Konstitusi mengenai pasal 158 undang-undang ketenagakerjaan dalam nomor putusan Nomor 012/PUU-I/2003 terhadap undang-undang dasar (UUD) 1945 khususnya Pasal 28 ayat (1), sehingga mengenai Pasal 158 Pasal 159, dan beberapa anak kalimat yang merujuk pasal 158 Undang-undang Ketenagakerjaan tidak mempunyai hukum mengikat. Sejalan dengan adanya putusan tersebut Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan surat edaran Menakertrans nomor SE1 3/MEN/SJHK/I/2005 yang mengatur bahwa pengusaha yang ngin melakukan PHK (PHK) karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat dapat dilakukan setelah adanya putusan Hakim Pidana yang telah mempunyai hukum tetap sebagi bukti hukum yang

Farianto dan Darwanto law firm, Himpunan Putusan Mahkamah Agung dalam perkara PHI tenttang putusan hubungan kerja (PHK) Disertai Ulasan Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009 hlm 99

6

(9)

MENDRA BARUS, bertempat tinggal di Komplek Perumahan Kebun Karet, PT Brahma Binabakti, Desa Suka Awin Jaya, Kecamatan Sekernan, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, dalam hal ini memberi kuasa kepada MEILINUS AGPH GULO, S.Kom., dan kawankawan, Pengurus Cabang Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PC F.SPPP-SPSI), Kabupaten Muaro Jambi dan/atau Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD F.SPPP-SPSI) Provinsi Jambi yang beralamat kantor di JalanMaulana Malik Ibrahim, No. 04, RT 24, Kelurahan Solok Sipin, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi yang disebut sebagai Penggugat. Melawan PT BRAHMA BINABAKTI, beralamat di Jalan Sultan Taha, No. 4, Jambi termohon sebagai Tergugat.

PT.Brahma Binabakti adalah perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan karet dimana perusahaan ini telah mempekerjakan Penggugat sebagai karyawan PT. Brahma Binabakti. Tergugat telah bekerja sejak tanggal 21 Januari 2004 sampai sekarang (7 tahun) sebagai mandor deres afdeling D dengan menerima upah terakhir sebesar Rp.1.088.000,00 setiap bulan, dengan rincian sebagai berikut :

i. Gaji Pokok :Rp. 1.088.000,00 ii. Tunjangan/Premi/Borongan :Rp. –

iii. Lembur :Rp. –

iv. Total Diterima/bulan :Rp. 1.088.000,00

(10)

yang dilaporkan tersebut. Setelah kedua pihak telah selesai dimintai keterangan Penggugat dan Rono Prasetowo keluar dari kantor afdeling D, ketika sampai diluar sdr. Roni Prastowo mengancam Penggugat serta meminta penyelesaian secara jantan. Setelah peristiwa tersebut keduanya melanjutkan pekerjaan ke lapangan seperti biasanya, Namun tiba-tiba Penggugat dipukul oleh sdr. Roni Prastowo dari belakang dan mengenai bagian kepala belakang Penggugat, karena dipukul dan merasa terancam Penggugat pun mengelak dan membela diri dari amukan sdr. Roni Prastowo, dan lama kemudian setelah terjadi perkelahian para karyawan lainnya datang untuk melerai/memisahkan perkelahian mereka. Keesokan harinya tanggal 01 Maret 2011 Penggugat diberikan surat PHK (PHK) No.24/PHK-BBB-K/ III/2011

dengan alasan “Berkelahi dengan teman sekerja, memukul teman sekerja, mencelakakan

teman sekerja, menyerang, menganiaya, mengancam atau mengintimidasi teman sekerja atau

pengusaha dilingkungan kerja” hal ini sesuai Perjanjian Kerja bersama (PKB) PT.Brahma

Binabakti dengan PUK F.SPPP-SPSI Bab IX Pasal 22 Ayat (4) huruf h. Di dalam Pasal 22 Ayat (4) menyebutkan “Apabila karyawan melakukan tindakan yang sifatnya membahayakan dan/ atau merugikan perusahaan serta dianggap tidak dapat dipertimbangkan lagi, maka

kepada karyawan yang bersangkutan dapat langsung diberhentikan” dan huruf h Perjanjian

Kerja bersama (PKB) tersebut berbunyi “Berkelahi dengan teman sekerja, memukul teman

sekerja, mencelakakan teman sekerja”, serta Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 158

Ayat 1d, Ayat 2 dan Ayat 3.

Namun diketahui bahwa Pasal 22 ayat (4) huruf (h) Perjanjian Kerja bersama (PKB) antara PT.Brahma Binabakti dengan PUK F.SPPP-SPSI PT.Brahma Binabakti adalah bertentangan dengan Pasal 151 ayat (1), (2), dan ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan

yang berbunyi bahwa “Dalam hal isi perjanjian kerja bersama yang bertentangan dengan

(11)

perundang-undangan”, hal tersebut juga bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik

Indonesia dalam perkara No.012/ PUU-I/2003 tentang Hak Uji Materil Undang-Undang No.13 tahun 2003 terhadap Undang- Undang Dasar Negera R.I Tahun 1945, bahwa dalam

Pelaksanaan Putusan tersebut dijelaskan bahwa “Pengusaha yang akan melakukan PHK

(PHK) dengan alasan pekerja melakukan kesalahan berat Pasal 158 ayat (1), maka PHK (PHK) dapat dilakukan setelah ada putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap”. Hal ini juga sebagaimana juga diatur dalam Surat Edaran Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : SE.13/MEN/SJ-HK/I/2005 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Atas Hak Uji Materil Undang-Undang Ketenagakerjaan pada

poin 3 huruf (a) berbunyi “Pengusaha yang melakukan PHK (PHK) dengan alasan

pekerja/buruh melakukan kesalahan berat Pasal 158 ayat (1), maka PHK (PHK) dapat dilakukan setelah ada putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.

(12)

merasa bahwa dirinya telah dirugikan sejumlahnya Rp.5.440.000,00. Pihak Penggugat menyatakan PHK (PHK) sepihak yang dilakukan Tergugat kepada Penggugat karena tidak ada kesalahan adalah dapat dikategorikan sebagai efesiensi terhadap tenaga kerja yang ada diperusahaan Tergugat, dan semestinya hak-hak Penggugat dapat diberikan sesuai ketentuan Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan pasal 164 ayat (3) yang berbunyi bahwa

“Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan

karena mengalami kerugian 2 tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (vorce majeur) tetapi perusahaan melakukan efesiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan”. keputusan Tergugat yang memlakukan PHK (PHK) kepada Penggugat dari perusahaannya, sampai saat ini pun belum melakukan pembayarkan hak-hak Penggugat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga Penggugat merasa dirugikan sebesar Rp.24.295.040,00 yang diantaranya meliputi uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak.

Dalam perkara ini Penggugat dan Tergugat telah mengupayakan penyelesaian melalui mediator pada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Muaro Jambi, namun anjuran mediator ditolak oleh Penggugat karena tidak sesuai dengan Undang – Undang Ketenagakerjaan , sehingga menjadikan perkara ini dilanjutkan ke Pengadilan.

Gugatan pertama diajukan Penggugat ke Pengadilan Negeri Jambi dengan Nomor Putusan : 14/ G/ 2011 /Phi . Jbi .

1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya .

(13)

151 ayat (1 ) , (2 ) , dan ayat (3 ) Undang- Undang R. I No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan , dan dinyatakan batal demi hukum

3. Menyatakan PHK (PHK) yang dilakukan oleh Tergugat kepada Penggugat melalui suratnya No.24 /PHK- BBB-K/ I I I / 2011 tanggal 1 Maret 2011 bertentangan dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku dan dinyatakan batal demi hukum. 4. Menyatakan Penggugat discoursing mulai tanggal 01 MARET 2011 s/d perkara ini

berkekuatan hukum tetap .

5. Menghukum dan memerintahkan Tergugat untuk membayarkan secara tunai upah / gaji Penggugat dari bulan Februari 2011 s/d bulan Juli 2011 sebesar Rp.1 .088.000, -X5 bulan upah dengan total = Rp.5.4 40 . 0 0 0 . - ( Lima Juta Empat Ratus Empat Puluh Ribu Rupiah ) , dengan perincian : Gaji bulan Maret 2011 sebesar

Rp.1.088.000

Gaji bulan April 2011 sebesar Rp.1.088.000 Gaji bulan Mei 2011 sebesar Rp.1.088.000 Gaji bulan Juni 2011 sebesar Rp.1.088.000 Gaji bulan Juli 2011 sebesar Rp.1.088.000

TOTAL SEBESAR Rp.5.440.000. - (LIMA JUTA EMPAT RATUS EMPAT PULUH RIBU RUPIAH) Dan/ atau upah mulai bulan Maret 2011 s /d perkara ini

6. Menyatakan hubungan kerjaantara Penggugat dengan Tergugat diputuskan karena tanpa kesalahan dan dikategorikan sebagai efesiensi sesuai ketentuan Pasal 164 ayat (3 ) Undang- Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sejak perkara ini diputuskan .

(14)

tentang Ketenagakerjaan Pasal 164 ayat (3) sebesar Rp.24.295.040 (Dua Puluh Empat Juta Dua Ratus Sembilan Puluh Lima Ribu Empat Puluh Rupiah) , dengan rincian sebagai berikut :

1. UANG PESANGON

Rp. 1.088.000,00 X 8 X 2 = Rp.17.408.000,00 2. UANG PENGHARGAAN

Rp. 1.088.000,00 X 5 = Rp. 3.264.000,00 3. UANG PENGGANTIAN HAK ANTARA LAIN :

a. Cuti yang belum gugur

( Rp.1.088.000: 25 = Rp.43.520 x 12 ) = Rp. 522.240.00 b. Biaya ongkos pulang ke Medan

Rp –

c. Penggantian perumahan & pengobatan

Rp.20.672.000 X 15 % = Rp. 3.100.800,00 Total uang pesangon Penggugat adalah sebesar… = +( Rp 24.295.040,001)

8. Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan atas barang - Barang bergerak dan / atau tidak bergerak milik dan atas nama Tergugat berdasarkan penetapan Ketua dan Anggota Majelis Hakim yang memeriksa , mengadili dan memutus perkara aquo .

Pokok Permohonan :

(15)

2. Menyatakan Penggugat discoursing mulai tanggal 1 Maret 2011 s/d perkara ini berkekuatan hukum tetap dan menghukum Tergugat untuk membayarkan secara tunai gaji Penggugat dari bulan Februari 2011 s /d bulan Juli 2011 sebesar Rp.1.088.000,- x 5 bulan upah dengan total Rp.5.440.000.- ( Lima Juta Empat Ratus Empat Puluh Ribu Rupiah ),

3. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat diputuskan karena tanpa kesalahan dan dikategorikan sebagai efisiensi sesuai ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan menghukum Tergugat membayarkan hak – hak Penggugat sesuai Pasal 164 ayat (3) Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 sebesar Rp. 24.295.040 (Dua Puluh Empat Juta Dua Ratus Sembilan Puluh Lima Ribu Empat Puluh Rupiah) yang didalamnya meliputi uang pesangon, uang penghargaan, serta uang penggantian hak.

4. Penggugat meminta agar hakim menghukum sita jaminan atas barang Tergugat baik barang bergerak/ tidak bergerak.

Dalam Rekonvensi :

Menimbang bahwa atas gugatan Penggugat tersebut , Tergugat telah mengajukan jawabannya , sebagai berikut :

1. Bahwa Tergugat membantah seluruh dalil – dalil gugatannya kecuali yang di akui dan dinyatakan secara tegas

2. Bahwa benar Penggugat sebelumnya adalah karyawan pada PT.Brahma Binabakti sebagai mandor deres afdeling D sejak tanggal 21 Januari 2004 s/d 29 Maret 2011 ;

(16)

4. Bahwa tindakan PHK terhadap Penggugat terpaksa Tergugat lakukan setelah Penggugat melakukan tindakan perkelahian dengan sesama karyawan yaitu sdr.Roni Pranowo ;

5. Bahwa sesuai dengan perjanjian kerja bersama yang dibuat antara para karyawan dan PT. Brahma Binabakti (Tergugat) pada bab IX Pasal 22 ayat 4 (h) ditegaskan perusahaan dapat melakukan PHK serta merta bilamana karyawan berkelahi dengan teman sekerja, memukul teman sekerja , mencelakakan teman sekerja

6. Bahwa tidak benar dalil Penggugat pada huruf ( f ) PHK dilakukan per 1 maret 2011, melainkan pada tanggal 29 Maret 2011 sebagai mana telah dinyatakan pada point 3(tiga) diatas ;

7. Bahwa terhadap persoalan PHK sebagaimana perkara aquo sebelumnya telah dibicarakan penyelesaian melalui mediasi pada kantor Dinas sosial tenag a kerja dan tranmigrasi kabupaten Muaro Jambi sebagaimana dinyatakan dalam risalah mediasi penyelsaian perselihan hubungan industrial tertanggal 13 April 2011 yang pada poin 10 huruf (b ) ditegaskan Perkelahian yang dilakukan pekerja dengan sesama pekerja merupakan pelanggaran tata tertip aturan PT. Brahma Binabakti , sesuai dengan ketentuan Pasal 161 ayat I UU No.13 tahun 2003 ;

8. Bahwa lebih lanjut kantor Dinas sosial tenaga kerja dan tranmigrasi kabupaten Muaro Jambi melalui surat No.565/174 /Sosnakertrans tanggal 28 April 2011 telah menganjurkan sebagai berikut : Agar perusahaan memberikan sesuai ketentuan Pasal 161 ayat 3 UU No.13 tahun 2003 , memperoleh uang pasangon sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat 2, uang penghargaan masa kerja sebesar Rp. 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 4

(17)

Bahwa Penggugat Rekonvensi adalah suatu perusahaan perkebunan karet/sawit yang berlokasi di Kabupaten Muaro Jambi, Provvinsi Jambi, Bahwa dalam menjalankan usahanya Penggugat Rekonvensi telah memperkerjakan karyawan sesuai dengan bidang kerja masing-masing, termasuk dalam hal ini Tergugat Rekonvensi (Mendra Barus) sebagai mandor deres afdeling D, terhitung sejak tanggal 21 Januari 2004 s/d 29 Maret 2011, untuk menjaga berlangsungnya kegiatan usaha perkebunan Penggugat Rekonvensi berjalan dengan baik dan tertib juga guna menjalin harmonisasi hubungan industrial pada perusahaan, maka antara pihak pekerja/karyawan dengan perusaan (PT. Brahma Binabakti) dibuat kesepakatan yang selanjutnya dituangkan dalam Perjanjijan Kerja Bersama tertangal 31 Oktober 2009, berlaku terhitung 1 November 2009 s/d 31 Oktober 2011, pada BAB IX Pasal 22 ayat 4 diatur hal-hal yang memperbolehkan pihak perusahaan untuk melakukan PHK secara sertamerta, salah satunya diatur dalam Pasal 22 ayat 4 (h) yaitu perbuatan berkelahi dengan teman sekerja, memukul teman sekerja, mencelakakan teman sekerja. Dan telah diketahui bahwa perbuatan Tergugat Reonvensi yang berkelahi dengan teman sekerja yaitu dengan sdr. Roni Pranowo telah nyata melanggar PKB Pasal 22 ayat 4 yang memperbolehkan Penggugat Reokonvensi untuk melakukan PHK serta merta. Namun dengan itikad baik dan mempertimbangkan rasa keadilan Penggugat Rekonvensi tetap memberikan hak-hak Tergugat Rekonvensi sesuai ketentuan Pasal 161 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, dengan rincian sebagai berikut:

Uang Pesangon : 1 x 8 x 1.088.000,00 Rp.8.704.000,00 Uang Pengharagaan Masa Kerja : 1x3x1.088.000,00 Rp.3.264.000,00 Uang Penggantian Hak : 15% x 11.968.000,00 Rp.1.795.200,00

J u m l a h Rp.13.763.200,00

(18)

1. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonvensi untuk seluruhnya;

2. Menyatakan perbuatan Tergugat Rekonvensi telah melanggar ketentuan pasal 2 ayat 4 hurup (h) Perjanjian Kerja Bersama Tanggal 31 Oktober 2009;

3. Menyatakan Surat PHK Nomor : 51/PHK-BBB-K/III/2011 adalah sah menurut hukum;

4. Menyatakan pemberian Pesangon sebesar :

Uang Pesangon : 1 x 8 x 1.088.000,00 Rp. 8.704.000,00

Uang Pengharagaan Masa Kerja : 1 x 3 x 1.088.000,00 Rp. 3.264.000,00 Uang Penggantian Hak : 15% x 11.968.000,00 Rp. 1.795.200,00

J u m l a h Rp.13.763.200,00

(Terbilang : Tiga belas juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu dua ratus rupiah) adalah sah sesuai keentuan Pasal 161 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003;

5. Memerintahkan Tergugat Rekonvensi untuk mengambil hak-hak sebagaimana tersebut pada point 4 (empat) di atas selambat-selambatnya dalam tenggang waktu 14 (empat belas ) hari terhitung Sejak putusan dalam perkara ini berkekuatan hukum tetap; Bilamana Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain.

Bahwa selanjutnya Penggugat telah mengajukan bukti surat yaitu berupa : 1. Foto copy Daftar gaji Penggugat bulan februari 2011 (bukti P-1)

2. Foto Copy Surat PHK Penggugat dari Perusahaan Tergugat No.24 /PHK- BBB-K/III/ 2011 tertanggal 01 Maret 2011 (bukti P-2)

(19)

4. Fotocopy Surat Anjuran Mediator dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Muaro Jambi No.565/174/sosnaker trans tanggal 24 April 2011 (bukti P- 4)

5. Fotocopy surat tanggapan Penggugat terhadap Anjuran Mediator Dinsosnaker trans kab . Muaro Jambi yang intinya Menolak Anjuran ( bukti P-5)

6. Fotocopy Kesepakatan Kerja Bersama Antara PT. Brahma Binabakti dengan Pengurus Unit Kerja Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PUK- FSPPP-SPSI) PT.Brahma Binabakti ( bukti P-6) Menimbang , bahwa bukti P-1 hingga P-5 telah diberi materai secukupnnya dan sesuai dengan aslinya , sedangkan bukti P-6 telah di beri materai secukupnya dan sesuai dengan poto copynya

Menimbang bahwa dipersidangan Penggugat tidak mengajukan saksi.

Menimbang bahwa dipersidangan selanjutnya Tergugat juga telah mengajukan bukti surat yang telah diberi meterai yang cukup, yaitu ;

2. Foto copy Surat PHK No.24/PHK-BBBK/III/2011 tanggal 01 Maret 2011 (bukti T-1)

3. Fotocopy Berita acara perkelahian Penggugat dengan Sdr . Roni Prastowo tanggal 28 Februari 2011 (bukti T-2)

4. Fotocopy Surat Anjuran dari Dinsosnaker trans kabupaten Muaro Jambi No.565/174/sosnaker trans , tanggal 28 April 2011 (bukti T-3)

5. Risalah Mediasi penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial antara PR Brahma Binabakti dengan sdr . Mendra Barus (bukti T-4)

(20)

1. Pertimbangan Majelis Hakim Tingkat I dalam Putusan No. 14/ G/ 2011 /Phi . Jbi .

Bahwa atas Gugatan tersebut maka Majelis Hakim pada Tingkat I yang terkait dengan PHK (PKB) dalam pertimbanganya sebagai berikut :

Dalam Konvensi :

1. Berdasarkan bukti P-6 dan bukTI T-5 yaitu foto copy Perjanjian Kerja Bersama antara PT Brahma Bina Bakti dengan PUKF.SPPP-SPSI Majelis Hakim berpendapat bahwa Perjanjian Kerja Bersama merupakan perjanjian yang dibuat oleh Pengusaha dan Wakil pekerja dalam suatu proses perundingan yang transparan dan seimbang dengan tujuan membuat suatu aturan yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan hak dan kewajiban serta ketentuan disiplin para pihak didalam proses produksi, dan berdasarkan ketentuan Pasa l3 ayat (2) PKB yang telah disepakati tersebut kedua belah pihak juga wajib mematuhi isi perjanjian kerja bersama yang telah ditandatangani tersbut dan karena kedua belah pihak telah sepakat untuk mematuhi isi perjanjian kerja bersama yang telah disepakati tersebut maka berarti perjanjian kerja bersama dimaksud adalah sah dan mengikat kedua belah pihak

dan selanjutnya itu juga sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 Bw yang menyatakan “ semua

persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagi undang-undang bagi mereka yang

membuatnya” Menimbang bahwa selama ini para pihak tidak kebeeratan terhadap ketentuan

Pasal 22 ayat 4 tersebut maka tidaklah tepat bila saat pengusaha melaksakan isis ketentuan perjanjian kerja bersama yang telah disepakati itu pihak pekerja menyatakan isis perjajia kerja bersama itu batal demi hukum berdasarkan pertimbangan tersebut maka hakim berpendapat bahwa dalili gugatan Penggugat haruslah dinyatkan ditolak.

(21)

berpendapat bahwa PHK yang di lakukan Tergugat adalah merupakan pelanggaran Penggugat atas Perjanjian Kerja Bersama PT Brahma Binabakti.

3. Tentang petitum Pengugat yang menyatakan Penggugat diskorsing mulai tanggal 01 Maret 2011 s/d perkara ini berkekuatan hukum tetap Majelis Hakim dalam pertimbanganya berpendapat bahwa Perjanjian Kerja Bersama PT Brahma Binabakti didalam Pasal 22 ayat 4

yang berbunyi “Apabila karyawan melakukan tindakan yang sifatnya membahayakan dan

atau merugikan perusahaan serta di anggap tidak dapat dipertimbangkan lagi maka kepada karyawan yang bersangkutan dapat langsung diberhentikan adalah merupakan kesepakatan

antara pekerja dengan perusahaan yang mengikat kedua belah pihak” Hakim berpendapat

bahwa tindakan terugat memberhentikan Penggugat tanpa melalui skorsing adalah telah sesuai dengan perjanjian kerja bersama yang berlaku, oleh karenanya maka dalil gugatan Penggugat haruslah dinyat akan ditolak.

4. Tentang menghukum dan memerintahkan Tergugat untuk membayarkan secara tunai upah/ gaji Penggugat dari bulan Februari 2011 s/d bulan Juli 2011 sebesar Rp.1.088.000 X5 bulan upah dengan total = Rp.5.440.000

Dengan perincian

- Gaji bulan Maret 2011 sebesar Rp.1.088.000, -

- Gaji bulan April 2011 sebesar Rp.1.088.000, -

- Gaji bulan Mei 2011 sebesar Rp.1.088.000, -

- Gaji bulan Juni 2011 sebesar Rp.1.088.000, -

- Gaji bulan Juli 2011 sebesar Rp.1.088.000, -

(22)

Dalam pertimbanganya Majelis Hakim berpendapat bahwa berdasarkan bukti T-1 dan Bukti P-2 yaitu Surat PHK dari PT Brahma Binabakti No.24 /PHK- BBBK/ I I I / 2011 tertanggal 1 Maret 2011 dan bukti P-6 dan bukti T-5 yaitu Perjanjian Kerja Bersama PT Brahma Binabakti yang mana didalam Pasal 22 ayat 4 menyatakan ”Apabila karyawan melakukan tindakan yang sifatnya membahayakan dan atau merugikan perusahaan serta di anggap tidak dapat dipertimbangkan lagi maka kepada karyawan yang bersangkutan dapat

langsung diberhentikan ” telah sesuai dengan ketentuan Pasal l2 Peraturan Pemerintah No.8

tahun 1981 tentang perlindungan upah yang menyatakan “Hak menerima upah timbul sejak

adanya hubungan kerja dan berakhir sejak hubungan kerja terputus” maka majelis hakim

berpendapat bahwa kewajiban Tergugat membayar upah Penggugat berakhir terhitung tangga 11 Maret 2011. maka dalil gugatan Penggugat haruslah dinyat akan ditolak.

5. Tentang Petitum menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat diputuskan karena tanpa kesalahan dan dikategorikan sebagai efisiensi sesuai dengan ketentuan Pasal 164 ayat (3 ) Undang- undang No.13 tahun 2003. Majelis hakim berpendapat bahwa PHK yang di lakukan Tergugat adalah merupakan pelanggaran atas Perjanjian Kerja Bersama PT Brahma Binabakti. maka dalil gugatan Penggugat haruslah dinyat akan ditolak

(23)

7. Tentang menyatakan sah dan berharga sita jaminan atas barang - barang bergerak dan / atau tidak bergerak milik dan atas nama Tergugat berdasarkan penetapan ketua dan anggota majelis hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini majelis hakim mempertimbangkan bahwa salah satu syarat untuk meletakkan sita jaminan adalah adanya persesuaian antara nilai gugatan dengan barang yang akan disita, berdasarkan surat permohonan sita jaminan yang diajukan Penggugat yaitu mohon sita jaminan diletakkan atas barang Tergugat berupa Mesin Genst majelis hakim berpendapat bahwa tidaklah sepadan dengan nilai gugatan maka dalil gugatan Penggugat haruslah ditolak.

Dalam Rekonvensi :

Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim mempertimbangkan gugatan Rekonvensi sebagai berikut :

Menimbang bahwa perbuatan Tergugat Rekonvensi (Penggugat konvensi ) yang telah berkelahi dengan sdr . Roni Prastowo telah nyata melanggar PKB pasal 22 ayat 4 yang memperbolehkan Penggugat Rekonvensi (Tergugat konvensi ) melakukan PHK serta merta Majelis hakim memper timbangkan bahwa berdasarkan bukti bukti P- 6 dan bukti T-5 yaitu Perjanjian Kerja Bersama PT Brahma Binabakti yang mana didalam Pasal 22 ayat 4

menyatakan “ apabila karyawan melakukan tindakan yang siftnya membahayakan dan atau

merugikan perusahaan serta dianggap tidak dapat dipertimbangkan lagi maka kepada

karyawan bersangkutan dapat langsung diberhentikan‟‟, adapun salah satu jenis tindakan

yang ddimaksut dalam pasal 22 ayat 4 adalah “ berkelaji dengan temman sekerja, memukul

teman sekerja, mencelakakan teman sekerja „‟ karena perjanjian kerja bersama dimaksut

(24)

Menimbang bahwa Penggugat rekonvensi mendalilkan bahwa dengan itikat baik den dengan mempertimbangkan rasa keadilan Penggugat rekonvensi teteap memberikan hak hak Tergugat rekonvensi sesuai dengan ketentuan Pasal 161 ayat 3 UU No. 13 Tahun 2003. Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa berdasarkan bukti P-2 dan t1 yaitu PHK No.24 /PHK- BBB-K/ I I I / 2011 tertanggal 01 Mare t 2011 yaitu berita acara perkelahian antara Penggugat dengan Roni Prastowo terbukti bahwa pemutusan hubunngan kerja yang dilakukan Penggugat Rekonvensi terhadap Tergugat Rekonvensi adalah karena tindakan perkelahian antara Tergugat Rekonvensi dengan sdr. Rony Prastowo dan tindakan perkelahian adalah salah satu bentuk pelanggaran yang dapat di PHK berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat 4 Perjanjian Kerja Bersama PT Brahma Binabakti. Majelis Hakim berpendapat bahwa PHK yang di lakukan Penggugat Rekonvensi (Tergugat Konvensi) terhadap Tergugat Rekonvensi (Penggugat Konvensi) adalah merupakan pelanggaran atas Perjanjian Kerja Bersama yang berlaku maka sesuai dengan ketentuan pasal 161 ayat 2 dan ayat 3 UU No, 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan terhadap PHK yang terjadi kepada Tergugat Rekonvensi (Penggugat Konvensi) diberi pesangon sebesar 8 X Rp.1.088.000 = Rp.8.704.000, - Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar Rp. 3 X 1.088.000 – Rp.3.264.000 , - dan uang penggantian hak sebesar Rp.11.968.000X 15 % = Rp.1.795.200 yang total keseluruhannya adalah sebesar Rp.13.763.200, - (Tiga belas juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu dua ratus rupiah ) , oleh karena PHK yang dilakukan Penggugat Rekonvensi (Tergugat Konvensi ) terbukti karena adanya pelanggaran terhadap Kesepakatan Kerja Bersama PT Brahma Binabakti maka dalil gugatan Penggugat Rekonvensi dinyatakan dapat dikabulkan

Menimbang , bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan tentang Petitum Rekonvensi berikutnya sebagai berikut :

(25)

memperbolehkan Penggugat Rekonvensi (Tergugat konvensi ) melakukan PHK serta merta Majelis hakim mempertimbangkan bahwa berdasarkan bukti bukti P- 6 dan bukti T- 5 yaitu Perjanjian Kerja Bersama PT Brahma Binabakti yang mana didalam pasal 22 ayat

4 menyatakan ”Apabila karyawan melakukan tindakan yang sifatnya membahayakan dan

atau merugikan perusahaan serta dianggap tidak dapat dipertimbangkan lagi maka kepada

karyawan yang bersangkutan dapat langsung diberhentikan ” , adapun salah satu jenis

tindakan yang dimaksud dalam pasal 22 ayat 4 adalah ”berkelahi dengan teman sekerja ,

memukul teman sekerja , mencelakakan teman sekerja ” yang tercantum dalam pasal 22

ayat 4 point h, karena perjanjian kerja bersama dimaksud adalah merupakan kesepakatan antara pekerja dengan perusahaan yang mengikat kedua belah pihak majelis hakim berpendapat bahwa tindakan Tergugat memberhentikan Penggugat telah sesuai dengan perjanjian kerja bersama yang berlaku oleh karenanya maka dalil Penggugat Rekonvensi (Tergugat Konvensi ) dapat diterima

(26)

Penggugat Rekonvensi terhadap Tergugat Rekonvensi adalah merupakan pelanggaran atas Perjanjian Kerja Bersama yang berlaku maka sesuai dengan ketentuan pasal 161 ayat 2 dan ayat 3 UU No, 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap PHK yang terjadi kepada Tergugat rekonvensi diberi :

- Pesangon RP 8 XRp.1.088.000 = Rp.8.704.000 , - Uang Penghargaan Masa Kerja Rp. 3 X 1.088 .000 = Rp. 3.264.000 , - dan uang penggantian hak Rp.11.968.000 X 15 % = Rp.1.795.200

yang total keseluruhannya adalah sebesar Rp.13.763.200 , - (Tiga belas juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu dua ratus rupiah ) , oleh karena PHK yang dilakukan Penggugat Rekonvensi (Tergugat Rekonvensi) terbukti karena adanya pelanggaran terhadap Kesepakatan Kerja Bersama PT Brahma Binabakti maka dalil gugatan Penggugat Rekonvensi dinyatakan dapat dikabulkan

Dengan menimbang dan memperhatikan Pasal – pasal dari Peraturan Hukum dan Undang – Undang No. 2 Tahunn 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Undang – Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka Hakim mengadili :

1. Dalam Konvensi untuk mengabulkan gugatan rekonvensi untuk sebagian, menyatakan bahwa hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat berakhir terhitung tanggal 11 Maret 2011 dan menolak gugatan Penggugat Konvensi untuk selain dan selebihnya.

2. Dalam Rekonvensi, menyatakan bahwa mengabulkan Gugatan Rekonvensi untuk sebagian, bahwa perbuatan Tergugat Rekonvensi adalah bertentangan dengan ketentuan Pasal 122 Ayat 4(h) Perjanjian Kerja Bersama PT Brahma Binabakti Tanggal 31 Oktober 2009, dan menyatakan pemberian sejumlah uang kepada Penggugat Konvensi berupa :

(27)

uang penghargaan masa kerja Rp. 3 X 1.088.000 = Rp.3.264.000, uang penggantian hak Rp.11.968.000 X 15 % = Rp.1.795.200 yang total keseluruhannya adalah sebesar Rp.13.763.200

2. Pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Kasasi dalam Putusan No 764 K/Pdt.Sus/2011

Atas putusan Pengadilan Negeri Jambi di atas, Penggugat merasa tidak puas dan memilih maju ke tingkat Kasasi ke Mahkamah Agung dengan Nomor Putusan : 764 K/Pdt.Sus/2011 dengan pokok keberatan yang diajukan Pemohon Kasasi sebagai berikut :

1. Bahwa Ketua dan anggota Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jambi dalam perkara No. 14/G/2011/PHI.JBI telah salah menerapkan hukum dengan tidak mempertimbangkan fakta hukum dan alat bukti serta dalam amar putusannya yang hanya bersifat deklarator/menyatakan, dan tidak dibarengi dengan amar putusan yang bersifat kondemnator/menghukum;

2. Bahwa amar putusan perkara a quo saling bertentangan (kontradiktif), dimana dalam pertimbangan majelis hakim tentang petitum konvensi tentang Pasal 22 ayat 4 huruf (h) Perjanjian Kerja Bersama PT Brahma Binabakti dengan PUK F.SPPP-SPSI PT Brahma Binabakti bertentangan dengan Pasal 151 ayat 1, 2 dan 3 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dinyatakan ditolak, sedangkan dalam amar putusan A. DALAM KONVENSI – mengabulkan gugatan rekonvensi untuk sebagian;

(28)

Ketenagakerjaan dengan alasan-alasan yang diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 124 Ayat (3) Ketentuan Pasal 2 TAP MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang - undangan Republik Indonesia, sehingga sudah sepantasnya Pasal 22 ayat 4 huruf (h) Perjanjian Kerja Bersama PT Brahma Binabakti dengan PUK F.SPPP-SPSI PT Brahma Binabakti bertentangan dengan Pasal 151 Ayat 1, 2, dan 3 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dan dinyatakan batal demi hukum;

4. Bahwa pertimbangan dan pendapat ketua dan anggota Majelis Hakim dalam mengaminkan Pasal 22 ayat 4 huruf (h) Perjanjian Kerja Bersama PT Brahma Binabakti dengan PUK F.SPPP-SPSI PT Brahma Binabakti berpedoman dengan pasal 1338 BW KUHPer, sangat tidak berdasarkan hukum. Sebab, Undang – undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah ketentuan khusus dalam menjalankan hubungan kerja serta tidak mesti berpedoman dengan KUHPer ;

5. Bahwa Majelis Hakim telah salah menerapkan hukum (putusan hal 10 paragraph 6)

yang menyimpulkan bahwa “gugatan konvensi dan rekonvensi majelis hakim melihat

(29)

bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga secara

berturut-turut”, dan sampai saat ini Penggugat/ Pemohon Kasasi belum pernah diberikan

peringatan 1, 2, dan ke-3 sehingga sudah sepantasnya PHK (PHK) tersebut batal demi hukum;

7. Bahwa pendapat Majelis Hakim pada pengadilan tingkat pertama yang mengesahkan tindakan Tergugat/Termohon Kasasi selain bertentangan dengan Pasal 151 ayat 1, 2, 3 dan 161 ayat 1, 2, 3 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, juga bertentangan dengan pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor: 012/PUUI/2003 Ayat 1 huruf b bahwa “Pengusaha yang akan melakukan PHK dengan alasan pekerja melakukan kesalahan berat (eks Pasal 158 ayat (1), maka PHK dapat dilakukan setelah ada putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetapi”;

8. Bahwa Majelis Hakim salah menerapkan hukumserta lalai mempertimbangkan syarat-syarat yang diwajibkan oleh undang-undang dalam memeriksa surat kuasa khusus kuasa Tergugat tanggal 1 Juni 2011 bertentangan dengan Surat Edaran Mahkamah (SEMA) RI No. 6 Tahun 1994 tentang Surat Kuasa Khusus, dalam surat kuasa khusus tersebut kuasa Tergugat hanya diberikan wewenang dan hak oleh prinsipal sebagai kuasa Tergugat dalam perkara No. 14/G/2011/PHI.JBI, dan bukan sebagai Penggugat Rekonvensi, sehingga dengan dakta hukum tersebut di atas sudah sepantasnya gugatan rekonvensi ditolak seluruhnya;

(30)

Ketenagakerjaan juncto pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Perkara Nomor 012/PUU-I/2003 ayat 1 huruf b bahwa “Pengusaha yang akan melakukan PHK dengan alasan pekerja melakukan kesalahan berat (eks Pasal 158 ayat (1), maka PHK dapat dilakukan setelah ada putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sehingga dengan ketentuan tersebut di atas sudah sepantasnya surat PHK No. 24/PHK-BBBK/ III/2011 dinyatakan batal demi hukum.

Bahwa terhadap dari alasan-alasan kasasi tersebut Mahkamah Agung berpendapat : 1. Terhadap keberatan yang pertama, keberatan mana tidak dapat dibenarkan karena

menurut Mahkamah Agung mengenai hal tersebut Judex Facti telah tepat menerapkan hukum, tidak melanggar hukum yang berlaku, dan Judex Facti juga tidak melampaui kewenangannya, serta telah mempertimbangkan fakta-fakta hukumnya;

2. Terhadap keberatan yang kedua, keberatan mana dapat dibenarkan dan karena keberatan a quo pada pokoknya hanya berkenan dengan format bunyi amar putusan, maka menurut pertimbangan Mahkamah Agung format amar putusan Judex Facti a quo harus diperbaiki sebagaimana mestinya;

3. Terhadap keberatan ketiga, keberatan mana pada pokoknya tidak dapat dibenarkan karena menurut pertimbangan Mahkamah Agung secara substansial Judex Facti telah tepat dengan pertimbangan dan putusannya;

(31)

Penggugat juga mengajukan gugatan perselisihan kepentingan sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 86 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004;

5. Terhadap keberatan yang kelima, menurut pertimbangan Mahkamah Agung gugatan dalam perkara a quo meskipun pihak Penggugat mempersoalkan mengenai ketentuan PKB yang bertentangan dengan undang-undang yang seyogianya mengenai hal ini juga dapat diajukan gugatan Perselisihan Kepentingan, namun dalam perkara a quo Penggugat tidak menyatakan dengan secara tegas mengajukan juga gugatan Perselsihan Kepentingan terhadap ketentuan Pemohon Kasasi yang semestinya diuraikan baik di dalam posita maupun petitum gugatan, dan oleh karenanya Judex Facti telah benar bahwa gugatan dalam perkara a quo pada pokoknya adalah mengenai Perselisihan Hak dan Perselisihan PHK;

6. Terhadap keberatan yang keenam dan ketujuh, keberatan-keberatan mana tidak dapat dibenarkan karena pada pokoknya sama halnya dengan keberatan yang keempat dan kelima, ketentuan PKB yang demikian tepat mengikat sebagai ketentuan normatif yang berlaku dalam hubungan kerja;

7. Terhadap keberatan yang kedelapan, kebaratan mana tidak dapat dibenarkan dalam pemeriksaan tingkat kasasi ini karena mengenai keberatan a quo seharusnya diajukan melalui replik dalam pemeriksaan pada tingkat Judex facti;

8. Terhadap keberatan yang kesembilan, keberatan mana tidak dapat dibenarkan karena keberatan-keberatan a quo pada pokoknya sama dengan keberatan keempat, kelima, keenam, dan ketujuh, ketentuan PKB yang demikian tetap mengikat sebagai ketentuan normatif dalam hubungan kerja;

(32)

dijadikan sebagai alasan kasasi berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat (1) Undang- Undang No. 14 Tahun 1985 Jo. Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Jo Undang- Undang No. 3 Tahun 2009;

10.Terhadap keberatan yang kesebelas, keberatan mana tidak dapat dibenarkan karena Judex Facti telah tepat dan benar dalam memutus perkara a quo;

11.Bahwa namun demikian, selain sebagaimana yang Mahkamah Agung pertimbangkan pada keberatan kedua dan ketiga format putusan Judex Facti aquo juga tidak sejalan antara gugatan konvensi dan rekonvensi dimana secara substansi putusan Judex Facti a quo adalah mengabulkan sebagian gugatan

Sehingga atas pertimbangan Majelis Hakim, maka Hakim mengadili : Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: MENDRA BARUS,

Memperbaiki putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jambi tanggal 28 Juli 2011, Nomor: 14/G/2011/PHI.JBI., sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut :

A Dalam Konvensi:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat Konvensi untuk sebagian; 2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat putus terhitung sejak tanggal 1 Maret 2011;

3. Menghukum Tergugat Konvensi membayar hak Penggugat atas Uang Pesangon, Uang Pengahrgaan Masa Kerja, dan Uang Penggantian Hak

yang seluruhnya berjumlah Rp 13.763.200,00 (tiga belas juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu dua ratus Rupiah);

4. Menolak gugatan Penggugat Konvensi untuk seluruhnya; B Dalam Rekonvensi

(33)

Membebankan biaya perkara dalam tingkat kasasi ini kepada Negara.

C. Analisis

1. Kesesuaian Pertimbangan Hakim Tingkat 1 dengan Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketengakerjaan.

Penulis tidak sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim yang menolak permohonan pemohon untuk menetapkan Pasal 22 ayat 4 huruf (h) Perjanjian Kerja Bersama PT Brahma Binabakti dengan PUK F.SPPPSPSI PT Brahma Binabakti adalah bertentangan dengan Pasal 151 ayat (1) , (2) dan ayat (3) Undang- undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hakim beranggapan Pasal 22 Ayat 4 huruf (h) Perjanjian Kerja Bersama PT Brahma Binabakti dengan PUK F.SPPP-SPSI PT Brahma Binabakti yang berbunyi

“Apabila karyawan melakukan tindakan yang sifatnya membahayakan dan/ atau merugikan

perusahaan serta dianggap tidak dapat dipertimbangkan lagi, maka kepada karyawan yang

bersangkutan dapat langsung diberhentikan”, dan huruf h PKB tersebut berbunyi “Berkelahi

dengan teman sekerja, memukul teman sekerja, mencelakakan teman sekerja” adalah sah dan

(34)

ayat 4 PKB PT. Brahma Binabakti yang di dalamnya tidak ada upaya agar tidak terjadinya PHK.

Penulis tidak sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim yang menolak untuk menetapkan PHK yang dilakukan Penggugat kepada Tergugat melalui suratnya No.24/PHK-BBB-K/ III tanggal 1 Maret 2011 bertentangan dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan dinyatakan batal demi hukum. Di dalam pertimbanganya, Hakim berpendapat PHK dari PT Brahma Binabakti No.24 /PHK- BBB-K/ III / 2011 tertanggal 1 Maret 2011 dan bukti P- 6 dan bukti T-5 yaitu Perjanjian Kerja bersama yang menyatakan bahwa PHK yang dilakukan Tergugat adalah karena Penggugat telah melakukan perkelahian dengan rekan sekerja dan perbuatan tersebut telah memenuhi kriteria Pasal 22 ayat 4 poin h Perjanjian Kerja Bersama PT Brahma Binabakti. Namun Perjanjian Kerja Bersama PT Bina Bhakti nyatanya bertentangan dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : se-13/men/sj-hk/i/2005 bagian A. PHK ayat (1) huruf (b) bahwa

“Pengusaha yang akan melakukan PHK dengan alasan pekerja melakukan kesalahan berat

(eks Pasal 158 ayat (1)), maka PHK dapat dilakukan setelah ada putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Penulis beranggapan bahwa berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : se-13/men/sj-hk/i/2005 bagian A. PHK ayat (1) huruf (b) bahwa “Pengusaha yang akan melakukan PHK dengan alasan pekerja melakukan kesalahan berat (eks Pasal 158 ayat (1)), Tergugat semstinya tidak dibenarkan melakukan PHK terhadap Penggugat sebelum adanya Putusan Hakim Pidana yang telah mempunyai kekuatan Hukum tetap dan Pasal 22 ayat 4 huruf H Perjanjian Kerja Bersama PT. Brahma Binabakti jelas bertentangan dengan Undang – undang yang semestinya dinyatakan batal demi hukum. Penulis berpendapat bahwa Hakim telah lalai dalam menerapkan Hukum karena dalam pertimbanganya Hakim tidak merujuk pada Undang

(35)

Selain itu Penulis tidak sependapat dalam pertimbangan hakim yang menolak untuk menetapkan Penggugat diskorsing mulai tanggal 01 Maret 2011 s/d perkara ini berkekuatan hukum tetap . Majelis Hakim dalam pertimbanganya berpendapat bahwa Perjanjian Kerja Bersama PT Brahma Binabakti didalam Pasal 22 ayat 4 yang berbunyi “Apabila karyawan melakukan tindakan yang sifatnya membahayakan dan atau merugikan perusahaan serta di anggap tidak dapat dipertimbangkan lagi maka kepada karyawan yang bersangkutan dapat langsung diberhentikan adalah merupakan kesepakatan antara pekerja dengan perusahaan

yang mengikat kedua belah pihak” Hakim berpendapat bahwa tindakan terugat

memberhentikan Penggugat tanpa melalui skorsing adalah telah sesuai dengan perjanjian kerja bersama yang berlaku. Sedangkan di dalam Pasal 155 ayat (2) dan (3) Undang-Undang

Ketenagakerjaan berbunyi “(ayat 2) Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan

hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya dan (ayat 3) Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses PHK dengan tetap wajib membayar upah. Penulis tidak setuju dengan Pertimbangan Hakim, sebab dalam perkara ini semestinya jika di dasarkan dengan ketentuan dalam Undang – undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 155 ayat 2 dan 3 Tergugat tidak dibenarkan memutuskan hubungan kerja terhadap Penggugat karena belum adanya Putusan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan seharusnya Hakim menerima Gugatan Penggugat untuk menetapkan Penggugat di scorsing sebelum adanya Putusan.

(36)

Penggugat dengan roni prastowo terbukti bahwa PHK yang dilakukan Tergugat terhadap Penggugat adalah dikarenakan pelanggaran Ketentuan Pasal 22 ayat 4 Perjanjian Kerja bersama PT Brahma Binabakti. Dalam pertimbanganya Hakim berpendapat bahwa PHK yang dilakukan Tergugat adalah merupakan pelanggaran atas Perjanjian Kerja Bersama dalam Ketentuan Pasal 22 ayat 4 Perjanjian Kerja bersama PT Brahma Binabakti. Penulis tidak setuju dengan pendapat Hakim, jika di lihat dalam Pertimbangan Hakim terhadap Rekonvensi, Majelis Hakim berpendapat “Bahwa PHK yang di lakukan Penggugat Rekonvensi (Tergugat Konvensi) terhadap Tergugat Rekonvensi (Penggugat Konvensi) adalah merupakan pelanggaran atas Perjanjian Kerja Bersama yang berlaku maka sesuai dengan ketentuan pasal 161 ayat 2 dan ayat 3 UU No, 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan terhadap PHK yang terjadi kepada Tergugat Rekonvensi (Penggugat Konvensi) Rekonvensi (Pengguga t Konvensi) diberi pesangon sebesar 8 X Rp.1.088.000 = Rp.8.704.000, - Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar Rp.3X1.088.000 – Rp.3.264.000 , - dan uang penggantian

hak sebesar Rp.11.968.000X 15 % = Rp.1.795.200 yang total sebesar Rp.13.763.200,”. Di

dalam Pasal 161 ayat 2 menyatakan “Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan,kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama” namun dalam Pasal 161

ayat 1 berbunyi “Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur

(37)

adanya kesalahan dalam diri Penggugat dapat dikategorikan sebagai efisiensi dan semestinya Hakim menetapkan Tergugat PT Bina Bhakti untuk membayarkan hak- hak Penggugat sesuai ketentuan Undang - undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 164 ayat 3 sebesar Rp.24.295.040.

2. Kesesuaian Pertimbangan Hakim Tingkat Kasasi Undang-undang Nomer 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

(38)

Selanjutnya mengenai Mahkamah Agung yang menyatakan judex fecti harus memperbaiki format amar putusanya. Penulis tidak sependapat dengan Mahkamah Agung, karena judex fecti telah salah menerapkan hukum atau melanggar hukum yang berlaku dalam amar putusannya yang tidak berdasarkan Undang - undang. Hal ini karena dalam amar putusanya judex fecti menggunakan Pasal 22 ayat 4 poin h Perjanjian kerjabersama PT

Brahma Binabakti yang bunyinya “Apabila karyawan melakukan tindakan yang sifatnya

membahayakan dan/ atau merugikan perusahaan serta dianggap tidak dapat dipertimbangkan

lagi, maka kepada karyawan yang bersangkutan dapat langsung diberhentikan” untuk

membenarkan bahwa tindakan Tergugat melakukan PHK terhadap Pengugat. Untuk itu Penulis kembali menegaskan bahwa dalam hal melakukan kesalahan berat, Pasal 22 ayat 4 poin h Perjanjian Kerja Bersama PT Brahma Binabakti adalah bertentangan dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : se-13/men/sj-hk/i/2005 bagian A. PHK ayat (1) huruf (b) bahwa “Pengusaha yang akan melakukan PHK dengan alasan pekerja melakukan kesalahan berat (eks Pasal 158 ayat (1)), maka PHK dapat dilakukan setelah ada putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka PHK dapat dilakukan setelah ada putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan demikian semestinya Mahkamah Agung tidak hanya menyatakan judex fecti harus memperbaiki format amar putusanya melainkan menyatakan membatalkan Putusan sebelumnya karena Judec Fecti telah salah menerapkan hukum.

(39)

Tahun 2004. Penulis berpendapat Mahkamah Agung telah salah dan melampaui kewenanganya dalam menerapkan Hukum sehingga merugikan pihak Penggugat dengan memaksakan isi pasal dalam PKB yang meskipun bertentangan dengan Undang – undang tetapi tetapi dianggap berlaku secara normatif dalam hubungan kerja, sedangkan dalam Undang – undang Ketenagakerjaan Pasal 151 ayat 1, 2, dan 3 junto Pasal 124 ayat (3) bahwa

“Dalam hal isi perjanjian kerja bersama bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku sebagaimana dimaksut dalam ayat (2), maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perun

dang-undangan”. Maka penulis berpendapat bahwa Judec fecti dan Mahkamah agung telah lalai

menerapkan Hukum karena dalam pertimbangan Hukumnya tidak berdasarkan Undang-

undang sehingga tidak adanya keadilan bagi Penggugat sejaak perkara ini diputus

.

Dengan

Referensi

Dokumen terkait

Tim Reskrim Polsekta Kedaton berhasil membongkar sindikat pencurian sepeda motor yang dilakukan pelaku. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu.a) Bagaimanakah Peran

Rangkaian yang digunakan pada sistem ini terdiri dari sumber tegangan arus bolak-balik satu fasa, empat buah dioda yang digunakan sebagai penyearah gelombang penuh,

روتكدلا :فرشملا ,ةيموكحلا ةيملسلا جنوجأ جنولوت ةعماج ةيميلعتلا .ريتسجاملا ,زيزعلا دبع جاحلا ملعتلا زاجنإ ،يفطاعلا ءاكذلا :ةيسيئرلا تاملكلا ةيييركف ىييلإ

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui kecerdasan emosional siswa kelas VIII SMP Islam Sunan Gunug Jati Ngunut Tulungagung, dan untuk mengetahui prestasi

Pemahaman tentang sumber daya manusia (SDM) sebagaimana juga yang telah diterjemahkan oleh “Jusuf Irianto” (2001:3) sebagai berikut : Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)

Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap orang menggunakan identitas palsu sebagai dokter dan Apakah yang menjadi

Keberhasilan pelaksanaan program pengembangan dapat dilihat dari terjadinya peningkatan kemampuan karyawan dalam melakukan pekerjaan dan adanya perubahan pada perilaku

Data-data yang direduksi adalah tes awal yang berkaitan dengan materi, wawancara dengan kepala sekolah, guru matematika kelas VII SMP Islam Panggul dan siswa