• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Makroalga

Alga merupakan salah satu sumber daya alam hayati laut yang bernilai ekonomis dan memiliki peranan ekologis sebagai produsen yang tinggi dalam rantai makanan dan tempat pemijahan biota-biota laut (Bold and Wyne, 1985). Alga adalah organisme holoplankton yang hidup bebas terapung dalam air dan selama hidupnya merupakan plankton. Alga (ganggang) memiliki pigmen hijau daun yang disebut klorofil sehingga dapat melakukan fotosintesis. Selain itu juga memiliki pigmen-pigmen tambahan lain yang dominan. Dalam perairan alga merupakan penyusun fitoplankton yang hidup melayang-layang di dalam air, tetapi juga dapat hidup melekat di dasar perairan (Odum, 1994).

Makroalga adalah kelompok alga multiseluler yang tubuhnya berupa talus yang tidak mempunyai akar, batang dan daun sejati. Kelompok tumbuhan ini hidup di perairan laut yang masih mendapat cahaya matahari dengan menempel pada substrat yang keras (Asriyana dan Yuliana, 2012). Secara ekologi, komunitas makroalga mempunyai peranan dan manfaat terhadap lingkungan sekitarnya, yaitu sebagai tempat asuhan dan perlindungan bagi jenis-jenis ikan tertentu (nursery ground), sebagai tempat mencari makanan alami ikan-ikan dan hewan herbivor (feeding grounds) (Bold and Wayne, 1985).

2.2. Habitat Hidup Makroalga

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik karena ditemukan berbagai ekosistem mulai dari daerah pasang surut, estuari, hutan bakau, terumbu karang, padang lamun, estuaria, dan sebagainya. Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara darat dan laut yang meliputi wilayah sekitar 8% permukaan bumi (Fachrul, 2007).

Pada perairan dangkal hingga kedalaman 40 m terdapat salah satu ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan laut, baik perairan dangkal maupun

(2)

laut dalam. Ekosistem terumbu karang (coral reef), yang merupakan nama ekosistem tersebut merupakan perairan paling produktif di perairan laut tropis. Luas ekosistem terumbu karang di perairan Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 85.707 km2, yang berarti menyimpan kekayaan alam yang sangat besar. Terumbu karang merupakan sumber kehidupan bagi jutaan nelayan dan masyarakat, serta sumber devisa bagi negara. Ikan-ikan bernilai ekonomi tinggi yang selama ini ditangkap di daerah terumbu karang antara lain kerapu, kakap, napoleon dan lain sebagainya. Sementara biota nonikan yang ditangkap/diambil di daerah terumbu karang diantaranya; kima, kerang, kerang mutiara, susu bundar, teripang, bulu babi, lobster, sotong dan rumput laut. Beberapa spesies rumput laut tersebut adalah Eucheuma, Gracilaria, Gelidium, Hypnea (Kordi, 2010).

2.3. Jenis-jenis Makroalga

Rumput laut atau seaweed merupakan salah satu tumbuhan laut yang tergolong dalam makroalga benthik yang banyak hidup melekat di dasar perairan. Rumput laut merupakan ganggang yang hidup di laut dan tergolong dalam divisi Thallophyta. Klasifikasi rumput laut berdasarkan kandungan pigmen terdiri dari 4 kelas, yaitu rumput laut hijau (Chlorophyta), rumput laut merah (Rhodophyta), rumput laut coklat (Phaeophyta) dan rumput laut pirang (Chrysophyta) (Suparmi & Sahri, 2009).

2.3.1. Alga Hijau (Chlorophyta)

Chlorophyta atau alga hijau merupakan salah satu kelompok alga terbesar dengan keanekaragaman jenis yang tinggi. Alga hijau ditemui hidup dalam perairan dengan berbagai ragam kondisi, mulai dari perairan tawar sampai perairan laut. Bentuk hidupnya juga bervariasi, mulai dari bentuk yang uniseluler, berkoloni, berfilamen, berbentuk lembaran ataupun berupa tabung (Usman, 2004). Sel-sel Ganggang hijau mempunyai kloroplas yang berwarna hijau, mengandung klorofil a dan b serta karotenoid. Pada kloroplas terdapat pirenoid, hasil asimilasi berupa tepung dan lemak. Perkembangbiakan terjadi secara aseksual dengan membentuk zoospora dan secara seksual dengan anisogami. Chlorophpyceae terdiri atas sel-sel kecil yang merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang-cabang atau

(3)

tidak, ada pula yang membentuk koloni yang menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi (Tjitrosoepomo, 1986).

Chlorophyceae terdiri dari 12 ordo dan ordo yang umum sebagai alga epilitik adalah ordo Volvocales dan Ulotrichales. Volvocales hidup berupa sel tunggal motil atau berkoloni, memiliki flagel 2, 4 atau 6. Dinding sel dibangun oleh selulosa, khloroplas seperti cawan, berbentuk bintang atau benang dan memiliki pirenoid. Mengandung khloropil a dan b, reproduksi secara aseksual dengan pembelahan sel dan secara seksual dengan isogami, anisogami atau oogami. Habitat di air tawar, payau dan laut serta tempat yang lembab. Contoh spesiesnya adalah Volvox sp. dengan ciri-ciri koloni besar lebih dari 1 mm terdiri dari ribuan sel. Ulotrichales berbentuk filamen tidak bercabang, sel uninukleat atau multinukleat, memiliki holdfast, kloroplas seperti pita, berkelompok di pinggir sel. Memiliki klorofil a dan b karoten serta santofil. Reproduksi secara aseksual dengan fragmentasi talus, pembentukan zoospora dan secara seksual dengan isogami, anisogami atau oogami. Hidup sebagai epilitik atau planktonik di perairan tawar, laut dan payau. Contoh spesiesnya adalah Ulothrix sp. (Usman, 2004).

2.3.2. Alga merah (Rhodophyta)

Rhodophyceae memiliki warna merah sampai ungu. Kadang-kadang juga lembayung atau pirang kemerah-merahan. Kromatoforanya berbentuk cakram atau suatu lembaran, mengandung klorofil a dan karotenoid, tetapi warna itu tertutup oleh zat warna merah yang mengadakan fluoresensi, yaitu fikoeritrin. Pada jenis-jenis tertentu terdapat fikosianin. Sebagian asimilasi terdapat sejenis karbohidrat yang disebut tepung florid, yang juga merupakan hasil polimerasi glukosa, berbentuk bulat, tidak larut dalam air, seringkali berlapis-lapis jika dibubuhi yodium berwarna kemerah-merahan. Tepung ini sifatnya dekat dengan glikogen dan tidak terdapat dalam kromatoforanya, melainkan pada permukaannya. Selain itu juga terdapat floridosida (senyawa gliserin dan galaktosa) dan tetes-tetes minyak. Kadang-kadang juga terdapat pirenoid. Rhodophyceae kebanyakan hidup di dalam air laut, terutama dalam lapisan lapisan air yang dalam, yang hanya dapat dicapai oleh cahaya bergelombang pendek.

(4)

Hidupnya bentos, melekat pada suatu substrat dengan benang-benang pelekat atau cakram pelekat (Tjitrosoepomo, 1994).

Menurut Juwana dan Romimohtarto (2001), tercatat 17 marga terdiri dari 34 jenis. Berikut ini marga-marga alga merah yang ditemukan di Indonesia diantaranya adalah:

1) Acanthophora terdiri dari dua jenis yang tercatat, yakni A. spicifera, dan A. muscoides. Alga ini hidup menempel pada batu atau benda keras lainnya. 2) Actinotrichia (A. fragilis) terdapat di bawah pasut dan menempel pada karang

mati. Sebarannya luas dan terdapat pula di padang lamun.

3) Anansia (A. glomerata) tumbuh melekat pada batu di daerah terumbu karang dan dapat hidup melimpah di padang lamun.

4) Amphiroa (A. fragilissima) tumbuh menempel pada dasar pasir di rataan pasir atau menempel pada substrat dasar lainnya di padang lamun. Sebarannya luas. 5) Chondrococcus (C. hornemannii) tumbuh melekat pada substrat batu di ujung

luar rataan terumbu karang yang senantiasa terendam air.

6) Corallina belum diketahui jenisnya. Alga ini tumbuh di bagian luar terumbu yang biasanya terkena ombak langsung. Sebarannya tidak begitu luas terdapat antaranya di pantai selatan Jawa.

7) Eucheuma adalah alga merah yang biasa ditemukan di bawah air surut rata-rata pada pasang-surut bulan setengah. Alga ini mempunyai talus yang silindris, berdaging dan kuat dengan bintil-bintil atau duri-duri yang mencuat ke samping pada beberapa jenis. Talusnya licin. Warna alganya ada yang tidak merah, tetapi coklat kehijau-hijauan kotor atau abu-abu dengan bercak merah. Di Indonesia tercatat empat jenis, yakni E. denticulatum (E. spinosum), E. edule, E. alvarezii (Kappaphycus alvarezii), dan E. serra.

8) Galaxaura terdiri dari empat jenis, yakni G. kjelmanii, G. subfruticulosa, G. subverticillata, dan G. rugosa. Alga ini melekat pada substrat batu di rataan terumbu.

9) Gelidiella (G. acerosa) tumbuh menempel pada batu. Alga ini muncul di permukaan air pada saat air surut dan mengalami kekeringan. Alga ini digunakan sebagai sumber agar yang diperdagangkan.

(5)

10) Gigartina (G. affinis) tumbuh menempel pada batu di rataan terumbu, terutama di tempat-tempat yang masih tergenang air pada saat air surut terendah.

11) Gracilaria terdiri dari tujuh jenis, yakni G. arcuata, G. coronopifolia, G. foliifera, G. gigas, G. salicornia, dan G. verrucosa.

12) Halymenia terdiri dari dua jenis, yakni H.durvillaei, dan H. harveyana. Alga ini hidup melekat pada batu karang di luar rataan terumbu yang selalu tergenang air.

13) Hypnea terdiri dari dua jenis, yakni H. asperi, dan H. servicornis. Alga ini hidup di habitat berpasir atau berbatu, adapula yang bersifat epifit. Sebarannya luas.

14) Laurencia terdiri dari tiga jenis yang tercatat, yakni L. intricate, L. nidifica, dan L.obtusa. Alga ini hidup melekat pada batu di daerah terumbu karang. 15) Rhodymenia (R. palmata) hidup melekat pada substrat batu di rataan terumbu. 16) Titanophora (T.pulchra) jarang dijumpai, jenis ini terdapat di perairan

Sulawesi.

17) Porphyra adalah alga kosmopolitan. Marga alga ini terdapat mulai dari perairan subtropik sampai daerah tropik. Alga ini dijumpai di daerah pasut (litoral), tepatnya di atas daerah litoral. Alga ini hidup di atas batuan karang ada pantai yang terbuka serta bersalinitas tinggi.

2.3.3. Alga coklat (Phaeophyta)

Phaeophyta (Alga coklat) sebagian besar dalam bentuk filamen atau thalloid, umumnya ditemukan di laut, hanya beberapa jenis yang dapat ditemukan di air tawar. Jenis yang ditemukan pada air tawar hidup dengan cara menempel pada substrat seperti batu, tidak ada satu pun yang bersifat plantonik (Asriyana dan Yuliana, 2012).

Menurut Juwana dan Romimohtarto (2001), terdapat delapan marga alga coklat yang sering ditemukan di Indonesia. Berikut ini adalah marga-marga alga coklat diantaranya adalah:

1) Cystoseira sp. hidup menempel pada batu di daerah rataan terumbu dengan alat pelekatnya yang berbentuk cakram kecil. Alga ini mengelompok bersama

(6)

dengan komonitas Sargassum dan Turbinaria. Alga ini mempunyai dua atau tiga sayap longitudinal dengan pinggiran bergerigi. Sayap ini mencapai lebih dari 0,5 cm lebarnya. Kantung udaranya terdapat di sepanjang thalus.

2) Dictyopteris sp. hidup melekat pada batu di pinggiran luar rataan terumbu jarang dijumpai. Jenis alga ini banyak ditemukan di Selatan Jawa, Selat Sunda dan Bali.

3) Dictyota (D. bartayresiana), tumbuh menempel pada batu karang mati di daerah rataan terumbu. Warnanya coklat tua dan mempunyai talus bercabang yang terbagi dua. Talus yang pipih, lebarnya 2 mm.

4) Hormophysa (H. triquesa), hidup menempel pada batu dengan alat pelekatnya berbentuk cakram kecil. Alga ini hidup bercampur dengan Sargassum dan Turbinaria dan hidup di rataan terumbu.

5) Hydroclathrus (H. clatratus), tumbuh melekat pada batu atau pasir di daerah rataan terumbu dan tersebar agak luas di perairan Indonesia.

6) Padina (P. australis), tumbuh menempel batu di daerah rataan terumbu, baik di tempat terbuka di laut maupun di tempat terlindung. Alat pelekatnya yang melekat pada batu atau pada pasir, terdiri dari cakram pipih, biasanya terbagi menjadi cuping-cuping pipih 5–8 cm lebarnya. Tangkai yang pipih dan pendek menghubungkan alat pelekat ini dengan ujung meruncing dari selusin daun berbentuk kipas. Setiap daun mempunyai jari-jari 5 cm atau lebih. 7) Turbinaria terdiri dari tiga jenis yang tercatat yakni T. conoides, T. decurrens,

dan T. ornate. Alga ini mempunyai cabang-cabang silindris dengan diameter 2 – 3 mm dan mempunyai cabang lateral pendek dari 1 - 1,5 cm panjangnya. Alga ini terdapat di pantai berbatu dan paparan terumbu.

2.4. Faktor Fisik-Kimia Perairan

Kehidupan organisme air sangat tergantung pada faktor fisika dan kimia air. Peubah faktor fisika-kimia air yang berpengaruh terhadap organisme air berbeda dengan faktor iklim dan fisika-kimia tanah yang berpengaruh terhadap organisme daratan. Untuk organisme darat, oksigen tidak merupakan faktor pembatas, tetapi di air oksigen bisa merupakan faktor pembatas. Perubahan faktor fisika dan kimia air dapat menyebabkan kematian bagi organisme air. Perubahan

(7)

yang terjadi karena limbah pabrik dan industri biasanya dapat menyebabkan kematian organisme air (Suin, 2002).

2.4.1. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Walaupun variasi suhu dalam air tidak sebesar di udara, hal ini merupakan faktor pembatas utama karena organisme akuatik sering kali mempunyai toleransi yang sempit (stenotermal). Beberapa penelitian membuktikan bahwa seiring dengan meningkatnya suhu air, maka metabolisme organisme akan meningkat, dan akan berbanding lurus dengan pertumbuhan dan penyebaran makroalga (Odum, 1994).

2.4.2. Penetrasi Cahaya

Adanya unsur hara yang cukup dan tingkat kecerahan air yang tinggi serta keadaan perairan yang cukup dangkal menyebabkan intensitas cahaya matahari sampai ke dasar perairan sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh alga dalam proses fotosintesis untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Kecerahan air berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi pula. Tingkat kekeruhan suatu perairan dapat menentukan dalam atau dangkalnya penetrasi cahaya. Alga hanya produktif pada lapisan teratas dimana intensitas cahaya cukup bagi berlangsungnya fotosintesis (Fachrul, 2007).

2.4.3. Intensitas Cahaya

Banyaknya cahaya yang menembus permukaan laut dan menerangi lapisan permukaan laut setiap hari dan perubahan intensitas dengan bertambahnya kejelukan memegang peranan penting dalam menentukan pertumbuhan fitoplankton. Cahaya yang menerangi daratan atau lautan biasanya diukur dalam lux atau meter-lilin (1 meter-lilin = 1 lux). Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh terbesar secara tidak langsung, yakni sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang menjadi tumpuan hidup mereka karena menjadi sumber makanan. Cahaya juga merupakan faktor penting dalam

(8)

hubungannya dengan perpindahan populasi hewan laut (Juwana & Romimohtarto, 2001).

2.4.4. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman perairan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan makroalga. Nilai pH sangat menentukan molekul karbon yang dapat digunakan makroalga untuk fotosintesis. pH yang baik untuk pertumbuhan alga hijau dan alga coklat berkisar antara 6 hingga 9. Beberapa jenis alga toleran terhadap kondisi pH yang demikian (Bold et al. 1985).

2.4.5. Salinitas

Untuk mengukur asinnya air laut maka digunakan istilah salinitas. Salinitas merupakan takaran bagi keasinan air laut. Satuannya pro mil (‰) dan simbol yang dipakai adalah S ‰. Salinitas didefenisikan sebagai berat zat padat terlarut dalam gram per kilogram air laut, jika zat padat telah dikeringkan sampai beratnya tetap pada 480 ˚C, dan jumlah klorida dan bromida yang hilang diganti dengan sejumlah klor yang ekuivalen dengan berat kedua halida yang hilang. Singkatnya salinitas ditentukan dengan mengukur klor yang takarannya adalah klorinitas, dengan rumus: S‰ = 0,03 + 1, 805 C1‰ (Odum, 1994).

2.4.6. Oksigen Terlarut ( Dissolved Oxygen)

Oksigen merupakan faktor yang paling penting bagi organisme air. Semua tumbuhan dan hewan yang hidup dalam air membutuhkan oksigen yang terlarut untuk fotosintesis. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara dan hasil fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang ada di dalam air. Oksigen dari udara terlarut masuk dalam air karena adanya difusi langsung dan agitasi permukaan air oleh aksi angin dan arus turbulen. Banyaknya oksigen terlarut melalui udara ke air tergantung pada luas permukaan air, suhu dan salinitas air. Oksigen yang berasal dari proses fotosintesis tergantung pada kerapatan tumbuh-tumbuhan air dan lama serta intensitas cahaya yang sampai ke badan air tersebut (Suin, 2002).

(9)

2.4.7. Substrat

Menurut Mubarak dan Wahyuni (1981), jenis-jenis substrat yang dapat ditumbuhi oleh alga laut adalah pasir, lumpur dan pecahan karang. Tipe substrat yang paling baik bagi pertumbuhan alga laut adalah campuran pasir, karang dan pecahan karang. Pada substrat perairan yang lunak seperti pasir dan lumpur, akan banyak dijumpai jenis-jenis alga laut Halimeda sp., Caulerpa sp., Gracillaria sp.

2.4.8. Kandungan Nitrat dan Fosfat

Makroalga sebagai tanaman yang hidup di perairan membutuhkan nutrien dalam jumlah yang cukup dan seimbang guna mencapai produksi yang optimal. Makroalga memerlukan unsur hara yang cukup untuk bertumbuh dan berkembang, baik itu unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Jika salah satu unsur hara tidak tersedia, maka dapat menyebabkan pertumbuhan, perkembangan serta produksi rumput laut terhambat. Unsur utama yang banyak dibutuhkan adalah nitrat dan fosfat (Alamsjah, 2009).

2.4.9. Gerakan Air

Salah satu faktor penting dalam pertumbuhan makroalga adalah pergerakan air, karena akan mempengaruhi ketersediaan makanan, pertumbuhan epifit dan pengendapan. Tanpa pergerakan air kehidupan di bawah air akan terhambat karena rata-rata difusi gas dan ion di air lebih rendah dibandingkan dengan di udara (Luning, 1990). Arus dan pergerakan air mempunyai pengaruh yang besar terhadap aerasi, transportasi nutrien, dan pengadukan air yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan oksigen terlarut. Peranan yang lain yaitu untuk menghindarkan akumulasi silt dan epifit yang melekat pada talus yang dapat menghalangi pertumbuhan rumput laut. Semakin kuat arusnya, pertumbuhan rumput laut akan semakin cepat besar karena difusi nutrien ke dalam sel tanaman semakin banyak sehingga metabolisme dipercepat (Soegiarto et al. 1979).

2.5. Peranan dan Manfaat Makroalga

Menurut Atmadja et al. (1996) pada awal 1980 perkembangan permintaan rumput laut di dunia meningkat seiring dengan peningkatan pemakaian rumput laut untuk

(10)

berbagai keperluan antara lain di bidang industri, makanan, tekstil, kertas, cat, kosmetika, dan farmasi (obat-obatan). Di Indonesia, pemanfaatan rumput laut untuk industri dimulai untuk industri agar-agar (Gelidium dan Gracilaria) kemudian untuk industri kerajinan (Eucheuma) serta untuk industri alginat (Sargassum).

Makroalga merupakan salah satu sumber kekayaan laut di Indonesia yang tumbuh dan menyebar hampir di seluruh wilayah perairan Indonesia. Diperkirakan sepanjang garis pantai sekitar 81.000 km diyakini memiliki potensi makroalga yang sangat tinggi. Dari segi ekonomis rumput laut merupakan komoditi yang potensial untuk dikembangkan mengingat nilai gizi yang dikandungnya. Menurut kandungan zat yang terdapat pada rumput, maka rumput laut dapat dijadikan bahan makanan seperti agar-agar, sayuran, kue dan menghasilkan bahan algin, karaginan dan furcelaran yang digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, tekstil dan lain-lain (Miarni, 2004).

Keberadaan makroalga di rataan terumbu merupakan sadiaan bahan makanan, obat-obatan bagi manusia juga sebagai ladang pakan bagi biota herbivor. Makroalga yang dapat dikonsumsi banyak diperoleh dari marga Caulerpa, Gracilaria, Gelidiella, Eucheuma, dan Gelidium. Kehadiran, pertumbuhan sampai perkembangbiakan makroalga lebih banyak dijumpai pada substrat yang stabil dan keras, sehingga tidak mudah terkikis oleh arus dan ombak (Kadi, 2008).

Khusus mengenai vegetasi makroalga di perairan laut, umumnya merupakan komponen dari ekosistem terumbu karang. Keberadaannya sebagai makroalga juga berperan dalam upaya pemulihan kualitas air, akibat pencemaran ekosistem perairan payau, khususnya di perairan budidaya, yang dapat dilakukan dengan berbagai jenis teknologi, baik dengan teknologi sederhana maupun teknologi yang kompleks (Atmadja et al. 1996).

Keberadaan makroalga sebagai organisme produser memberikan sumbangan yang berarti bagi kehidupan binatang akuatik terutama organisme-organisme herbivora di perairan laut. Dari segi ekologi makroalga juga berfungsi sebagai penyedia karbonat dan pengokoh substrat dasar yang bermanfaat bagi stabilitas dan kelanjutan keberadaan terumbu karang (Oktaviani, 2013).

Referensi

Dokumen terkait

dan L.obtusa. Alga ini hidup melekat pada batu di daerah terumbu karang. palmata ) hidup melekat pada substrat batu di rataan terumbu. pulchra ) jarang dijumpai, jenis ini

Layaknya biota laut lainnya, terumbu karang pun mengalami tekanan dalam penerimaan cairan yang masuk sehingga apabila salinitas lebih rendah dari kisaran di atas terumbu karang

Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien (oligotrofik) hal ini sebagai syarat

Terumbu karang ini terletak jauh dari pantai dan dipisahkan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang dalam untuk pertumbuhan karang batu (40-70 m).. Umumnya

ikan karang adalah ikan yang hidup di daerah terumbu karang yang tergantung pada terumbu karang untuk mencari makan dan berlindung, ikan terumbu terspesialisasi

Fungsi-fungsi yang terdapat pada ekosistem terumbu karang diantaranya adalah fungsi perikanan dimana habitat terumbu karang merupakan tempat ikan-ikan karang yang mempunyai

Secara umum, manfaat terumbu karang dalam Lampiran Kepmen Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.38/MEN/2004 adalah sebagai berikut: (a) pelindung pantai dari angin, pasang surut, arus

2000, kondisi yang optimal untuk pemulihan ekosistem terumbu karang secara maksimal meliputi : 1 permukaan dasaran yang padat, bebas alga dimana larva karang dapat menempel dan tumbuh ;