PERSPEKTIF AL-QURAN TENTANG PERUBAHAN IKLIM:
Analisa Terhadap Penafsiran Ayat-Ayat Lingkungan
Tesis
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Meraih Gelar Magister
di Bidang Tafsir dan Ilmu al-Quran
Oleh
Lalu Muhammad Iqbal
NIM: 06.2.00.1.14.08.0081
Pembimbing
Prof. Dr. Hadi S. Ali Kodra, MA. Dr. Yusuf Rahman, MA.
SEKOLAH PASCASARJANA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Lalu Muhammad Iqbal
NIM : 06.2.00.1.14.08.0081
Tempat/tgl Lahir : Mataram/09 April 1983
Alamat : Komplek Ponpes Terpadu Al-Hamidiyah NW
Jl. KH. Muchtar RT 01 Kelurahan Sedayu Kediri Lombok Barat NTB
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul:
PERSPEKTIF AL-QURAN TENTANG PERUBAHAN IKLIM;
Analisa Terhadap Penafsiran Ayat-Ayat Lingkungan
Adalah benar-benar karya asli saya dan bukan jiplakan, kecuali kutipan yang disebut dari sumbernya. Apabila ternyata di kemudian hari tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Jakarta, 27 Agustus 2008 Yang membuat pernyataan,
Lalu Muhammad Iqbal
LEMBAR KETERANGAN
Tanggal, 2008
Tesis yang berjudul "PERSPEKTIF AL-QURAN TENTANG PERUBAHAN
IKLIM: Analisa Terhadap Penafsiran Ayat-Ayat Lingkungan" yang ditulis oleh Lalu Muhammad Iqbal, Nomor Induk Mahasiswa 06.2.00.1.14.08.0081 telah
dinilai laik oleh pembimbing dan penguji untuk diserahkan ke perpusatakaan SPs
UIN Jakarta sebagai persyaratan penyelesaian studi jenjang magister.
Tim Penguji:
1. Dr. Fuad Jabali, MA ( )
Ketua Sidang/Penguji
2. Prof. Dr. Hadi S. Ali Kodra, MA ( )
Pembimbing/Penguji
3. Dr. Yusuf Rahman, MA ( )
Pembimbing/Penguji
4. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis ( )
Penguji
5. Dr. Muchlis Hanafi, MA ( )
LEMBAR KETERANGAN
Tanggal, 2008
Tesis yang berjudul "PERSPEKTIF AL-QURAN TENTANG PERUBAHAN
IKLIM: Analisa Terhadap Penafsiran Ayat-Ayat Lingkungan" yang ditulis oleh Lalu Muhammad Iqbal, Nomor Induk Mahasiswa 06.2.00.1.14.08.0081 telah
disetujui oleh pembimbing dan penguji untuk dimajukan kepada Direktur Sekolah
Pascasarjana UIN Jakarta untuk mendapat pengesahan akhir.
Tim Penguji:
1. Dr. Fuad Jabali, MA ( )
Ketua Sidang/Penguji
2. Prof. Dr. Hadi S. Ali Kodra, MA ( )
Pembimbing/Penguji
3. Dr. Yusuf Rahman, MA ( )
Pembimbing/Penguji
4. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis ( )
Penguji
5. Dr. Muchlis Hanafi, MA ( )
ABSTRAK
Tesis ini menunjukkan bahwa hubungan manusia dan alam dalam al-Quran dipandang sebagai partner dalam rangka memenuhi kebutuhan material dan spiritual. Meskipun secara hirarki kosmos batiniah manusia adalah khalifah yang bertugas sebagai wakil Tuhan di bumi, akan tetapi keduanya menempati posisi yang sama sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Terdapat dua pandangan terhadap lingkungan: Pandangan pertama menganggap manusia merupakan bagian dari alam sehingga setiap tindakan yang dilakukan harus bijaksana dan menghormati sistem keteraturan alam melalui perangkat nilai transendental dalam diri manusia untuk dijadikan sebagai acuan moral dalam pengelolaan sumber daya alam. Pandangan ini dinyatakan oleh Seyyed Hossein Nasr dalam bukunya, The Encounter of Man and Nature: The Spiritual
Crisis of Modern Man (London: George Allen & Unwin Ltd., 1968), dan oleh Samîr
'Abdul Halîm dalam karyanya, al-Mausû'ah al-'Ilmiyyah fi al-I'jâz al-Qurânî
(Damaskus: al-Thalyânî, 2000). Menurut Seyyed, fenomena alam mengandung makna yang mendalam secara spiritual. Alam adalah simbol yang berhubungan dengan Tuhan. Kebebasan manusia dalam alam tidak berarti memperlakukan sehendaknya, tetapi harus diiringi dengan tanggung jawab untuk merawat dan menjaga kestabilan alam. Samîr 'Abdul Halîm juga menunjukkan adanya hukum keseimbangan pada alam yang diisyaratkan dalam al-Quran. Jika manusia menginginkan kehidupan tetap berjalan seimbang, maka semestinya tidak berbuat kerusakan atas sistem itu.
Pandangan kedua mengemukakan, alam adalah sesuatu yang mati, sepi, tidak bersuara, tidak berbau, tidak berwarna, alam hanyalah sebuah materi yang tidak bertujuan dan tidak bermakna. Pandangan ini juga menilai manusia sebagai subjek yang otonom dan penguasa di bumi. Kemajuan yang diraih manusia berupa ilmu pengetahuan dan teknologi diobjektifasikan secara sah untuk eksploitasi sumber daya alam. Pandangan ini dikemukakan oleh Francis Bacon (1561-1626). Baginya, pengetahuan adalah kekuatan (the knowledge is power) untuk mengeksploitasi alam. Alam dilihat hanya sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia, alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
Sumber yang dipakai dalam riset ini adalah ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang lingkungan hidup dengan merujuk pada Tafsîr al-Kabîr wa Mafâtih
al-Ghaib karya Fakhruddîn ar-Râzî (Beirut: Dârul Fikr, 1985) dan al-Jawâhir fî
Tafsîr al-Qurân karya Thanthâwî Jauharî (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th.). Data ilmiah
tentang perubahan iklim dan segala hal yang berkenaan dengannya, diperoleh dari berbagai lembaga lingkungan hidup seperti IPCC (Panel antar pemerintah untuk Perubahan Iklim), Kementerian Lingkungan Hidup RI, WWF, Greenpeace, dan Walhi.
Ayat-ayat al-Quran yang terkait dengan lingkungan hidup dihimpun dan dikaji dengan pendekatan tafsir maudhû'î, kemudian dihubungkan dengan ilmu-ilmu yang terkait dengannya, setelah itu dicari relevansi dan pengaruhnya dengan fenomena ekologi yang sedang terjadi. Adapun data yang diperoleh dari lembaga lingkungan hidup tentang perubahan iklim dihimpun dan dianalisa untuk menemukan substansi dan pokok persoalan yang ada sehingga ditemukan kesimpulan yang padu.
ABSTRACT
This thesis shows the relationship between man and nature in the Quran as a partner to fulfill material and spiritual needs. In spite, base on the cosmos bathiniah hierarchy, man is a chalip in the earth which has a duty to be god’s vicegerent, nevertheless, both have their own position, they are on same position as god’s creatures.
There are two opinions about environment: The first one said that human is a part of the nature, so that everything they do must be wise and they must respect to the entire rules of the world through transcendental value devices in human selves to be made as moral reference in order to cultivate natural resources wisely. This opinion is suggested by Seyyed Hossein Nasr in his book, The Encounter of Man and
Nature: the Spiritual Crisis of Modern Man (London: George Allen & Unwin Ltd.,
1968) and by Samîr 'Abdul Halîm in his book, Mausû'ah 'Ilmiyyah fi I'jâz
al-Qurânî (Damaskus: at-Thalyânî, 2000). Nasr said that the nature phenomenon
contains a spiritual meaning. Nature is a symbol related to god. Freedom of human in this nature doesn’t mean that they can do everything they want, without taking care of nature stability. Abdul Halim also shows that there are equilibrium rules of the nature which are indicated in the Quran. If a man wants to have a balance life, he must not destroy all of these rules.
The second one said that nature is a dull affair, soundless, scentless, colourless. Nature is only a material which is purposeless and meaningless. This opinion also suggests man as an autonomous subject and powerfull in this world. An advance that man accomplished, namely science and technology, had been objectified to exploite the natural resources. This opinion is suggested by Francis Bacon (1561-1626). The knowledge, in his view, is power to exploite this nature. He thought that the nature is only the object, equipment, and facility to fulfill human needs and interests, and the nature doesn’t have its own value.
The results of this thesis, by analyzing towards the environmental verses in the Quran, are similar to the first opinion above. Nature has its own rules and determinations (Q.S. al-A'lâ (87): 3). Besides, it is also based on data and evidences about global warming. It proves that human has a big role in the environment's degradation. In Islam, people have got legitimacy to cultivate and use all natural resources due to their needs (Q.S. al-Hijr (15): 20). But, they at the same time are demanded not to act abitrarily (Q.S. Luqmân (31) 20) and obligated to treat the environment as a reality that must be kept or conserved.
Scientific data about climate change are taken from several life environmental institutions such as IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change), Life Environmental Ministry of Indonesia, WWF (World Wide Fund), Greenpeace, and Walhi. All of the Quran verses which are relevant to environment are assembled and interpreted by using maudhû'î exegesis, and connected with their relevances and influences on ecology phenomenon.
ﺺﺨﹶﻠﻣ
Encounter of Man and Nature: the Spiritual Crisis of Modern Man (London: George
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, penelitian ini dapat
diselesaikan dengan baik. Untuk itu sudah selayaknya penulis sampaikan ucapan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyempurnaan
karya ini, baik perorangan maupun lembaga, yang bersifat langsung maupun tidak
langsung.
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. DR. Komaruddin Hidayat, MA.,
Pimpinan Sekolah Pascasarjana, Prof. DR. Azyumardi Azra, M.A. (Direktur),
DR. Fuad Jabali, MA. (Deputi bidang Akademik dan Kerjasama), Prof. DR.
Suwito, MA. (Deputi bidang Pengembangan Lembaga), DR. H. Ujang Thalib,
MA. (Deputi Adm. dan Kemahasiswaan).
2. Prof. DR. Hadi S. Ali Kodra, MA. (Direktur Program WWF Indonesia) dan Dr.
Yusuf Rahman, MA., yang telah meluangkan waktu untuk membimbing
penulisan tesis ini. Semoga Tuhan menjanjikan kesuksesan hidup di dunia dan
akhirat.
3. Menteri Negara Lingkungan Hidup RI, Menteri Kehutanan RI, WWF Indonesia,
Direktur Walhi, Direktur Greenpeace, dan semua organisasi lingkungan hidup
yang telah memberikan data yang sangat membantu proses penelitian tesis ini.
4. Ayahanda, Drs. H. Lalu Murad, SH., dan Bunda, Hj. Baiq Setiati Faishal, yang
telah mencurahkan segalanya buat penulis. Meski dihadapkan pada kesibukan
yang padat, namun doa dan kasih sayangnya tak henti dari waktu ke waktu.
Semoga Allah SWT memberi umur panjang, murah rizki, sehat wal afiat dan
selalu diberikan yang terbaik dari masa ke masa.
5. Adik-adik penulis, Baiq Mustika Aprilina, SE., Baiq Laila Nirmalasari, Lalu
Sofyan Atsauri dan Lalu Muhammad Rifqi Fajri. Keluarga di Praya dan Kediri
(Titisan TGH. L. Faishal dan TGH. L. Abdul Muhith): Ninik Sukarni, Abah Zaki,
Bjg. Hadi&keluarga, Bjg. Habib&keluarga, Bjg. Munif&keluarga dan Bjg.
Hur&keluarga, bi Maryam, kake Mehram, L.Husnan, L. Mufti Sadri, L.Taufiq
dan L. Aank.
6. Istriku tercinta, Zahrotul Hayati, S.Pd.I. yang dengan ketulusannya senantiasa
memberi doa dan semangat. Papah mertua, H.Ahmad Sayadi dan mamah Hj.
Masyrifah, Siti Atikah&keluarga, Mar'atun Shalihah&keluarga, Rika, Sarah dan
Zia.
7. Keluarga Besar Nahdlatul Wathan (NW) khususnya Ketua Umum PBNW, Umi
DR. Hj. Siti Raihanun ZAM. dan Tuan Guru Bajang, TGKH. Lalu Gde M.
Zainuddin Atsani, Lc., atas doa, pesan bijak dan dorongan semangat untuk
penulis. Rektor Universitas NW Mataram, Drs. H.M. Mustamiuddin Ibrahim,
SH., dan Drs. H. Muhammad Syukri (Deputi bid. Akademik) yang telah memberi
rekomendasi dalam melanjutkan studi pascasarjana.
8. Generasi Qurani, para santri dan pelajar Pondok Pesantren Terpadu
Al-Hamidiyah NW Kediri Lombok Barat beserta majelis asatizah, semoga karunia
Tuhan selalu dekat dengan perjuangan kita. Untuk ustaz Abdul Barr, terus
berjuang!
9. Rekan-rekan Program Khusus Ulumul Quran 2006 yang tidak penulis sebutkan
satu persatu, M. Syukron (Perpustakan Pascasarjana), teman-teman di Wisma
Sakina: Sumper Mulia Harahap,MA&keluarga, Fahri,Lc&keluarga, Amhar
Maulana,MA&keluarga, Jejen ZM, Umam Biladi K, Ridwan MA., L. Fahmi
Husain,MA&keluarga, Timi Febrin,Lc., serta anggota Nivan Futsal Club. Tak
lupa untuk sahabat dan teman diskusi penulis, Lestari, yang telah memberi
masukan dalam proses elaborasi tesis ini, Abdul Qudus, MA., Fachrurrozi, MA.,
Ariyadi dan Akib.
10.Serta semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu dalam lembaran ini.
Always remember your aid
Jakarta, 27 Agustus 2008 M
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Konsonan
ﺃ
= a
ﺯ
= z
ﻕ
= q
ﺏ
= b
ﺱ
= s
ﻙ
= k
ﺕ
= t
ﺵ
= sy
ﻝ
= l
ﺙ
= ts
ﺹ
= sh
ﻡ
= m
ﺝ
= j
ﺽ
= dh
ﻥ
= n
ﺡ
=
hﻁ
=
thﻭ
=
wﺥ
= kh
ﻅ
= zh
ﻩ
= h
ﺩ
= d
ﻉ
= '
ﻱ
= y
ﺫ
= dz
ﻍ
= g
ﺭ
= r
ﻑ
=
f
2. Vokal
Vokal (a) panjang = â, contoh:
ﹶﻝﺎ
ﹶﻗ
= QâlaVokal (i) panjang = î, contoh:
ﹶﻞ
ِﻗﻴ
= QîlaVokal (u) panjang = û, contoh:
ﹶﻥ
ﺩﻭ
= Dûna3. Diftong
4. Syaddah
Tanda syaddah ditransliterasikan dengan mengulang huruf yang diberi tanda
tasydid. Misalnya madda
5. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem aksara Arab dilambagkan dengan huruf,
ﻝﺍ
.Transliterasinya dibedakan antara huruf syamsiyah dengan qomariyah.
a. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan sesuai
bunyinya, yaitu huruf "L" diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang
langsung mengikuti kata sandang itu. Misalnya as-Syamsu, an-Nûr.
b. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qomariyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf qomariyah ditransliterasikan sesuai
dengan aturan yang digariskan didepan dan sesuai bunyinya. Misalnya Badru,
al-Wathan.
6. Hamzah
Bila hamzah itu terletak di awal kata maka dilambangkan sesuai harakat yang
disandangkan pada huruf, karena dalam tulisan Arab berupa alif.
7. Pengecualian Transliterasi
Adalah kata-kata bahasa Arab yang telah lazim digunakan digunakan di dalam
bahasa Indonesia dan menjadi bagian dalam bahasa Indonesia, kecuali
menghadirkannya dalam konteks aslinya dan dengan pertimbangan ke-konsisten-an
dalam penulisan.
3. Pendekatan yang Digunakan D. Tujuan dan Manfaat Penelitian E. Kajian Terdahulu yang Relevan F. Sistematika Penulisan
BAB II KAJIAN EKOLOGI SUMBER DAYA ALAM (SDA)
DAN REALITAS PERUBAHAN IKLIM
A. Sumber Daya Alam
1. Renewable Resources
2. Non-Renewable Resources
B. Makna Perubahan Iklim
C. Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai Pemicu Perubahan Iklim D. Implikasi Perubahan Iklim
1. Perubahan Cuaca dan Keamanan Pangan 2. Perubahan Permukaan Laut
3. Gangguan Ekologis
BAB III KONSEP ALAM DAN DIALEKTIKA MANUSIA
A. ALAM DAN PRINSIP KESEIMBANGAN EKOLOGI
1. Realitas Alam sebagai Wahyu (al-âyat)
a. Peran Sains dalam Menjelaskan Ayat-Ayat Lingkungan: Sebuah Metode Penafsiran
b. Bentuk Perjumpaan Teks Kauniyyah Dengan Sains
3. Beberapa Penafsiran Ilmiah terhadap Ayat-Ayat Lingkungan
a. Air Sebagai Sumber Kehidupan
b. Flora dan Kesempurnaan Sistem Alam
c. Udara dan keterkaitan antar Unsur
B. MANUSIA DAN EKSISTENSINYA DI ALAM 1. Manusia Sebagai God's Vicegerent (Khalifah) 2. Manusia dan Lingkungan
BAB IV AKTUALISASI NILAI QURANI DALAM LINGKUNGAN
HIDUP SEBAGAI AMANAH KONSERVASI
A. Sunnatullah pada Alam: sebuah hukum penciptaan
B. Konsep Taskhîr SDA dalam al-Quran: wacana
perdebatannya dengan cara pandang masyarakat
modern.
C. Fungsionalisasi Khalifah dalam Penerapan Sains dan Teknologi dalam Lingkungan.
D. Spiritualitas Alam sebagai Paradigma Nilai
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tesis ini bermaksud untuk mengungkap prinsip-prinsip al-Quran tentang alam
yang terkait dengan lingkungan hidup. Kajian tentang lingkungan hidup memiliki
wilayah yang sangat luas, oleh karena itu, penelitian ini akan fokus pada beberapa
entitas seperti air, flora, udara dan manusia. Keempat hal ini dipandang sebagai
bagian penting dalam proses terjadinya krisis di lingkungan. Penelitian ini penting
mengingat perkembangan manusia telah sedemikian rupa mengubah "wajah" alam
menjadi sesuatu yang mengerikan, padahal Tuhan menciptakannya tanpa kesia-siaan
(Q.S. Ali Imran (3): 191). Seyyed Hossein Nasr mengungkapkan bahwa bumi sedang
berdarah-darah oleh luka-luka yang dideritanya akibat ulah manusia yang sudah tidak
ramah padanya. Pandangan sekuler, sains dan teknologi yang tercerabut dari
akar-akar spiritualitas dan agama, membuat bumi semakin krisis dan terus menghampiri
titik kehancurannya. Karena itu, peran agama untuk membantu penyelesaiannya
merupakan sesuatu yang krusial.1 Salah satu tantangan dalam optimalisasi pandangan
yang arif terhadap alam adalah fenomena pemanasan global (global warming) yang mengakibatkan perubahan iklim (climate change) bumi.
Perubahan iklim adalah proses panjang hasil konsumsi energi berlebih dan
tidak berkelanjutan oleh negara-negara industri. Sejak dilangsungkannya revolusi
industri, lingkungan global menderita pencemaran udara yang berdampak besar pada
perubahan situasi bumi. Penggunaan teknologi dalam rangka eksploitasi alam
memainkan peran yang esensial dalam mempengaruhi situasi tersebut. Salah satu
akibatnya adalah peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) secara tidak alami di
1Seyyed Hossein Nasr, Religion and the Order of Nature (New York: Oxford University
atmosfer bumi,2 kemudian berdampak pada memanasnya suhu bumi yang sangat
berbahaya bagi mayoritas populasi di dunia dan ekosistem.3 Perubahan iklim ini
merupakan isu yang terkait dengan masalah pembangunan, hak asasi manusia, dan
keadilan yang sedang berkembang di tengah krisis ekologi yang dihadapi masyarakat
dunia. Menurut Martin Harun,4 masalah ini tidak dapat diabaikan karena sangat
urgen5 dan merupakan milik manusia, baik lokal maupun global.6 Artinya bahwa
krisis ekologi ini telah menjadi permasalahan global seluruh umat manusia.
Wahana Lingkungan hidup Indonesia (Walhi)7 mencatat, pada saat ini bahan
bakar fosil (fossil fuel) masih menjadi tumpuan utama sumber energi, yaitu minyak bumi, batubara dan gas alam. Dalam pemanfaatannya selama ini di Indonesia telah
terjadi eksploitasi yang sangat masif yang telah mengakibatkan Indonesia dalam
waktu dekat akan mengalami krisis energi akibat habisnya cadangan sumber-sumber
energi tak terbarukan (non-renewable resources) ini. Maka diperkirakan dalam jangka waktu 15 tahun ke depan Indonesia akan menjadi net-importer minyak bumi jika pada saat tersebut tidak ditemukan cadangan minyak baru.8
Sumber energi fosil berimplikasi pada pencemaran udara yang dihasilkan oleh
pembangkit-pembangkit energi tersebut, seperti gas sulfur dioksida (SO2) dan
gas-gas rumah kaca (GRK), seperti karbon dioksida (CO2). Banyak penelitian
2
Urutan tiga besar dunia sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca adalah China, Amerika dan Indoneisa. Lihat Agus P. Sari (ed), Indonesia and Climate Change: an Assessment of the Environmental Impacts of Climate Change Across a Range of Sectors Including Health, Food Security and Employment (DFID & Bank Dunia, Juni 2007). Lihat juga Walhi, Kenali Perubahan Iklim, Resiko dan Masalahnya (Jakarta: Penerbit Walhi, 2007) h. 41.
3
Lihat http://www.walhi.or.id/kampanye/energi/iklim, Rabu, 06 Februari 2008, pukul 10.15 wib.
4
Adalah Guru Besar Ilmu Teologi pada Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyakara, Jakarta.
5
Mendesaknya pembahasan tentang perubahan iklim karena isu ini adalah wujud nyata dari gagalnya model pembangunan global (global development models). Pernyataan ini adalah hasil kesepakatan bersama dalam konsolidasi civil society organisation.di Jakarta pada tanggal 28 September 2007.
6Mujiono Abdillah,
Agama Ramah Lingkungan Perspektif al-Quran (Jakarta: Paramadina, 2001) cet.1, h. xi.
7
Adalah anggota dari Federasi Friends of the Earth Interational, yang merupakan organisasi lingkungan terbesar di dunia yang beranggotakan 70 organisasi di 70 negara, 5000 kelompok-kelompok lokal dan akar rumput, serta1.5 juta pendukung.
8
menyebutkan bahwa GRK telah memicu terjadinya pemanasan global (global
warming) akibat dari adanya efek rumah kaca. Efek rumah kaca terjadi akibat GRK
yang terkumpul di atmosfer yang kemudian membentuk selubung yang menghalangi
radiasi panas matahari yang dipantulkan bumi tidak dapat lepas ke atmosfer. Lebih
lanjut, pemanasan global telah memicu terjadinya perubahan iklim yang berdampak
pada gangguan di sektor pertanian dan menimbulkan wabah penyakit, seperti
malaria.9 Dalam konteks Indonesia, menurut Otto Soemarwoto, perubahan iklim akan
berdampak pada hilangnya beberapa pulau kecil dan lahan persawahan, khususnya
yang ada di dekat persawahan.10
Di sektor lain, siklus terjadinya kebakaran hutan dunia terjadi terus menerus.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)11 menyebutkan,12 Indonesia
adalah negara yang memiliki kawasan hutan alam asli (intact ancient forests) terbesar di Asia, namun kawasan tersebut mengalami laju kehancuran lebih cepat -sekitar 1,19
juta hektar per tahun-13 dari wilayah lain di dunia, sehingga dianggap sebagai masalah
global karena merupakan penyumbang besar terhadap perubahan iklim dunia.
Menurut Hapsoro, Juru Kampanye Greenpeace14 Asia Tenggara, kerusakan tersebut adalah akibat dari eksploitasi manusia dan penghancurannya terhadap hutan gambut
secara besar-besaran. Kementerian Kehutanan Indonesia menekankan bahwa hutan
merupakan rumah bagi berbagai kehidupan, sehingga kelangsungan hidup berbagai
9
Pius Ginting, Perubahan Iklim, dalam http://www.walhi.or.id/kampanye/energi/iklim/, hari Rabu, 06 Februari 2008, pukul 10.15 wib.
10
Hira Jhamtani dalam pengatarnya pada Gerald Foley, Pemanasan Global: Siapakah yang Merasakan Panas? (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993) edisi 1, h. xvii.
11
Sebuah lembaga yang didirikan pada 1988 oleh World Meteorological Organization
(WMO) dan United Nations Environment Programme (UNEP), yang terdiri dari para ilmuwan seluruh dunia yang bertugas meneliti fenomena perubahan iklim serta kemungkinan solusi yang harus dilakukan. Lihat The Climate Change Action Network, Climate Change: A Readers Guide to the IPCC Report (London: 287 City Road, 1990) h. 3.
12Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC),
4th Assessment Report 2007 dalam http://www.greenpeace.or.id, diakses pada 6 Februari 2008.
13
Valerina Daniel, COP 13 (Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup, 2007) h. 2.
14
spesies bergantung kepada kelestarian hutan untuk masa yang panjang.15 Kelestarian
hutan tidak akan pernah tercapai jika masih terdapat konversi dan penebangan hutan
secara liar.
Illegal logging adalah ekploitasi flora di sektor kehutanan yang merugikan
lingkungan dan ekonomi, sekaligus menjadi salah satu masalah struktural, yang telah
menyebar bagaikan penyakit epidemik, dan menjadi penyumbang terbesar bagi
proses penghancuran hutan saat ini, tidak saja Indonesia, tetapi juga di hampir seluruh
negara penghasil kayu, baik kayu tropis maupun non-tropis. Jumlah rata-rata
kerusakannya mencapai 2 persen dari jumlah keseluruhan hutan di dunia.16 Dengan
berkurangnya jumlah pohon karena penebangan liar, maka dikhawatirkan
karbondioksida (CO2) tidak terserap dengan efektif karena ketidakseimbangan
kuantitas pohon hijau dengan karbon yang ada.
Data di atas merupakan fakta ketidakharmonisan antar entitas di alam, dan
manusia memiliki peran yang besar dalam merusak tatanan itu. Alam pada dasarnya
memiliki hukum-hukum tersendiri demi kelangsungan hidupnya. Hukum-hukum itu
merupakan takdir17 Tuhan bagi makhluknya. Seperti yang tercantum dalam al-Quran:
ﻯ
ﺪﻬﹶﻓ
ﺭﺪﹶﻗ
ﻱِﺬﱠﻟﺍﻭ
Yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk (Q.S. al-A'lâ
( 87): 3)
ﺍ
ﺮﻳِﺪﹾﻘﺗ
ﻩ
ﺭﺪﹶﻘﹶﻓ
ٍ
ﺀ
ﻲ
ﺷ
ﱠﻞﹸﻛ
ﻖﹶﻠﺧﻭ
Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan
ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (Q.S. al-Furqân (25): 2)
15Ministry of Forestry UN Climate Change Conference 2007,
Sustainable Forest Development as Reflection of Faith and Piety (Perum Perhutani, 2007) h. 2.
16
Hadi S. Ali Kodra, "Kapasitas Pengelolaan SDA dan Lingkungan Hidup", Diktat Seminar Kajian Islam Komprehensif (Jakarta: Pascasarjana UIN Jakarta, 2007) h. 24, t.d.
17Pembahasan tentang takdir lebih lengkap dapat dibaca pada Quraish Shihab, Wawasan
Thanthawi Jauhari menafsirkan kalimat "menetapkan ukuran dengan
serapi-rapinya" sebagai hukum Allah SWT., yang menentukan jenis-jenis sesuatu, macam,
bentuk dan karakteristiknya, seperti matahari, bulan dan bintang berjalan pada
ketentuan dan porsinya masing-masing, bumi yang berlapis memiliki keterkaitan
dengan berbagai unsur dalam alam untuk kelangsungan kehidupannya, serta berbagai
spesies dalam lingkungan yang selalu bergantung pada proses interaksi satu dengan
yang lainnya.18 Hukum-hukum yang ada pada alam harus difahami oleh manusia
sebagai bentuk pedoman untuk tidak melampaui batas-batas yang telah ditentukan.
Melampaui batas hukum tersebut akan berdampak pada terjadinya bencana atau krisis
ekologis.
Krisis ekologis atau yang lebih akrab disebut krisis lingkungan
(environmental crisis) yang dihadapi dunia global saat ini selalu terkait dengan hajat
hidup seluruh penghuni bumi. Setiap individu memiliki kebutuhan yang sama untuk
menghirup udara segar, mengkonsumsi air bersih dan lingkungan yang sehat sebagai
prasyarat berlangsungnya hidup yang berkualitas sehingga dengan demikian manusia
berkesempatan untuk mengaktualisasikan potensi-potensi kemanusiaannya. Mengutip
apa yang tercantum dalam Piagam Bumi (The Earth Chapter),19 Husain Heriyanto menyatakan bahwa terhadap krisis sekarang ini menjadi keniscayaan bagi manusia
untuk membuka diri terhadap potensi dan peluang yang relevan dalam menanggalkan
visi, pandangan dunia persepsi dan nilai yang bertentangan dengan komitmen dan
visi ekologis.20
18Thanthâwi Jauharî,
al-Jawâhir fî Tafsîr al-Qurân (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th.) jilid 12, juz 14, h. 16.
19
Redaksi aslinya dapat diperoleh di http://www.Earthcharter.org.
20
Husain Heriyanto, "Respon Realisme Islam terhadap Krisis Lingkungan", dalam Fachruddin M. Mangunjaya, et. al., Menanam Sebelum Kiamat: Islam, Ekologi dan Gerakan Lingkungan Hidup
Paradigma masyarakat modern menganggap bahwa alam adalah benda mati
sehingga eksploitasi terhadapnya menjadi absah.21 Paradigma dan cara pandang yang
demikian harus dirubah sehingga sains modern menjadi bebas nilai dan tidak
bertanggung jawab atas semua krisis yang terjadi dalam kehidupan, baik krisis
ekologis, krisis sosiologis, dan krisis psikologis. Dengan posisi sains yang demikian,
maka yang harus dilihat sebagai penyebab dari krisis global tersebut adalah manusia
itu sendiri, manusia yang telah mempergunakan sains dan teknologi secara tidak
teratur terutama dalam upayanya mengeksploitasi alam.
Perkembangan manusia beserta pola ekonominya telah mengarahkan pada
bentuk yang monopolistik dan sentralistik.22 Munculnya ekonomi yang didasarkan
pada industrialisasi yang dalam produksi barang-barangnya memakai sains teknologi
untuk menggunduli lahan pepohonan, membangun gedung-gedung tinggi dan
pabrik-pabrik, menebang hutan sebagai bahan bangunan tempat tinggal serta digunakan
21
Menurut Armahedi Mahzar dalam Revolusi Integralisme Islam; Merumuskan Sains dan Teknologi Islami (Jakarta: Mizan, 2004), sains modern dan teknologi diproyeksikan bagi manusia demi kelangsungan dan kemudahan hidup. Sains dan teknologi secara aksiologis kemudian diobjektifasikan untuk eksploitasi terhadap alam, karena pragmatisme menuntut sebuah nilai fungsional yang riil bagi manusia dari sains dan teknologi tersebut.
Francis Bacon (1561-1626) berpandangan bahwa pengetahuan adalah kekuatan, the knowledge is power untuk mengekploitasi alam. Lihat Husein Heriyanto, Paradigma Holistik: Dialog Filsafat, Sains, dan Kehidupan menurut Shadra dan Whitehead (Jakarta: Teraju, 2003) cet. 1, h. 39. Manusia dengan bebas dapat menemukan cara dan mengerahkan kemampuannya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Menurut Whitehead (1967), dalam pandangan sains modern, nature is a dull affair, soundless, scentless, colourless, merely the hurrying of material. Endlessly, meaninglessly (alam adalah sesuatu yang mati, sepi, tidak bersuara, tidak berbau, tidak berwarna, alam hanyalah sebuah materi yang tidak bertujuan dan tidak bermakna
Menurut Fritjof Capra (1996), krisis global yang sedang dihadapi dunia merupakan akibat dari cara pandang manusia dan keserakahan manusia terhadap alam; entah keserakan karena kemiskinan, kebodohan atau keserakahan untuk menghimpun kekayaan yang banyak. Demikian pula tidak difungsikannya perangkat nilai transendental dalam diri manusia untuk dijadikan sebagai acuan moral dalam hidup. Lihat Fritjof Capra, The Web of Life (London: Harper Colling, 1996) h. 4-6.
22
untuk membuat senjata nuklir dan bom atom. Semua itu pula menjadi faktor penting
yang mendatangkan polusi udara dan lingkungan dalam kehidupan manusia.
Pandangan yang demikian bisa saja benar, mengingat manusia modern adalah
manusia yang materialis-pragmatis, manusia yang berparadigma time is money, bukan
time is responsibility. Manusia telah kehilangan nilai-nilai spiritualitas akibat
keberhasilannya dalam menjadi penguasa di bumi sebagai subjek yang otonom
(antroposentrisme), sumber-sumber spiritual dan ajaran kebaikan telah dimarjinalkan
oleh proses sekularisasi dalam segala aspek kehidupan. Masyarakat modern tidak
menempatkan Tuhan sebagai tempat pertanggungjawaban atas semua bentuk
kehidupan yang dijalankan, melainkan pada hukum yang dibuat oleh manusia itu
sendiri. Manusia modern adalah manusia yang materialis-pragmatis. Manusia modern
tidak melihat adanya sebuah hukum kehidupan yang bersifat transenden dalam setiap
sesuatu di alam.23
Akibat sederhananya adalah penggunaan sains dan teknologi didasarkan atas
nilai-nilai kapital, sekular, dan anti-universum, yakni menempatkan manusia sebagai
raja yang sah dan bebas dalam mengeksploitasi seluruh kekayaan alam berdasarkan
untung-rugi bagi kepentingan manusia. Sebaliknya manusia dianggap tidak bersalah
dan berdosa atas perilaku tersebut. Proses selanjutnya adalah bahwa setiap proyek
lingkungan yang tidak memberikan nilai untung bagi manusia menjadi telantar dan
dikesampingkan. Menurut Nurcholish Madjid, abad modern sebagai abad
teknokalisme dianggap telah mengabaikan nilai dan harkat kemanusiaan yang paling
mendasar dan mendalam, yakni wilayah ruhaniah.24 Pandangan seperti ini merupakan
refleksi atau implikasi pada sikap yang telah menghilangkan nilai-nilai
transendental-spiritual dalam diri manusia. Sekjen PBB, Kofi Annan dalam peringatan Hari PBB
pada 24 Oktober 1999 menyebut abad 20 yang telah menampilkan pola hidup
semacam ini, sebagai abad terkejam dalam sejarah umat manusia. Anthony Giddens
23
Seyyed Hossein Nasr, Antara Tuhan, Manusia dan Alam, (selanjutnya disebut Antara Tuhan),(Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) h. 28-29.
24
menjuluki masa sekarang dengan ciri manufactured uncertainty, yakni masa yang diliputi ketidakpastian dan mengarah kepada high consequency risk.25
Penulisan ini tidak mengkaji permasalahan apakah sains bebas nilai atau tidak,
akan tetapi pembahasannya beranjak dari sebuah kenyataan yang harus ditanggung
oleh manusia sekarang ini berupa terjadinya krisis global yang mengancam
kepunahan eksistensi ekosistem, terjadi polusi yang besar akibat penggundulan hutan
dan penggunaan zat emisi dalam skala besar. Dari fenomena ini kemudian penulis
mencoba untuk menggali rumusan konsep-konsep utama tentang pelestarian alam
dalam al-Quran dan melakukan –sebagaimana dikatakan Seyyed Hossein
Nasr-resakralisasi alam (resacralization of nature) untuk membangun kosmologi baru yang berbasis tradisi spiritualitas agama yang sarat makna dan kearifan.26
Dalam teks agama dijumpai banyak hal menyangkut hubungan antara Tuhan,
manusia dengan alam. Manusia dan alam adalah makhluk Tuhan yang memiliki relasi
kehambaan. Sedangkan relasi manusia dengan alam adalah relasi kekhalifahan,
dimana manusia sebagai representasi Tuhan dan alam ditundukkan kepadanya.
Kapasitas manusia seperti ini tidak lantas menjadikan manusia menonjolkan relasi
kuasa (power relation) atas alam sehingga memberlakukan alam semena-mena, akan tetapi polanya adalah relasi partner sebagai upaya dalam membangun persahabatan
yang kekal antara manusia dengan alam. Alam adalah resources manusia, kualitas dan keberlangsungan hidup manusia sangat ditentukan oleh lingkungan hidupnya.
Seyyed Hossein Nasr menilai harus ada kritisisme yang sadar dan cerdas
terhadap hasil penelitian manusia tentang alam dan penerapannya.27 Adanya
disharmonitas antara alam dan manusia akan berakibat pada ketidakmampuan alam
memasilitasi kehidupan manusia.28
25
Anthony Giddens, Beyond Left and Right (Cambridge: Polity Press, 1984) h. 4.
26
Seyyed Hossein Nasr, Religion and the Order of Nature, h. 29.
27
Seyyed Hossein Nasr, Antara Tuhan, h. 138.
28Nasaruddin Umar, "Dimensi Spiritual Relasi Manusia dan Alam Semesta", Jurnal Bimas
Dalam teks al-Quran dijelaskan sikap semena-mena manusia acapkali menjadi
penyebab terjadinya ketidakstabilan dan kerusakan alam:
ﺮﻬﹶﻇ
ﺩﺎﺴﹶﻔﹾﻟﺍ
ﻲِﻓ
ﺮﺒﹾﻟﺍ
ِﺮﺤﺒﹾﻟﺍﻭ
ﺎﻤِﺑ
ﺖ
ﺒﺴﹶﻛ
ﻱِﺪﻳﹶﺃ
ﻟﺍ
ِﺱﺎﻨ
ﻢﻬﹶﻘﻳِﺬﻴِﻟ
ﺾ
ﻌﺑ
ﻱِﺬﱠﻟﺍ
ﺍﻮﹸﻠِﻤﻋ
ﻢﻬﱠﻠﻌﹶﻟ
ﹶﻥﻮﻌِﺟﺮﻳ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar). (Q.S. ar-Rûm (30):41)
Mengedepankan sikap kasih sayang bagi alam sangat ditekankan al-Quran
karena penundukan alam merupakan media untuk mengenal Tuhan lebih dalam
sehingga manusia yang diperankan sebagai khalifah (Q.S. al-Baqarah (2): 30)
benar-benar bertangung jawab secara langsung kepada Tuhan atas interaksinya dengan
alam. Al-Quran memiliki pandangan tentang elemen-elemen penting dalam alam
sebagai komponen ontologis dari kehidupan entitas di alam, seperti air sebagai
elemen kehidupan yang sangat penting dalam proses produksi dan evolusi kehidupan
seperti: Q.S. al-Baqarah (2): 164, 265; al-An'âm (6): 99; Yûnus (10): 24; Ibrâhîm
(14): 32, Udara sebagai oksigen seperti dalam Q.S. al-Hijr (15): 22) serta tumbuhan
merupakan suatu hasil dari tiga materi dasar kehidupan tersebut di atas sekaligus
sebagai sumber energi, seperti: Q.S. al-An'âm (6): 99; an-Nûr (24): 35; Yâsin (36):
80; al-Wâqi'ah (56): 72. Komponen-komponen ini bersifat integral dalam
Teori umum dalam al-Quran mengenai keseimbangan ekologi adalah
pedoman yang urgen untuk diperhatikan sehingga kelestarian dan keutuhan
ekosistem dapat terjaga. Dengan begitu, perubahan iklim yang sedang dihadapi
masyarakat dunia dapat dihentikan. Jika tidak, maka tak heran jika bebagai masalah
muncul seiring dengan perlakuan kasar manusia terhadap lingkungan. Al-Quran telah
mengisyaratkan kepada pembacanya agar upaya yang mengarah pada sikap arogan
dan merugikan orang banyak sedapat mungkin harus dijauhi.
ﹾﻞﹸﻗ
Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia
tanpa alasan yang benar. (Q.S. al-A'râf (7): 33)
ﻦﻣ
Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka
seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya (Q.S. al-Maidah (5): 32)
Penggalan kedua ayat di atas meneguhkan sebuah sikap etis dalam melakoni
hidup. Kandungan ayatnya juga menunjukkan sikap Islam yang sangat peduli dengan
kemaslahatan manusia, terbukti dengan adanya konsekuensi dari setiap perbuatan;
kehidupan yang sentosa; jika bersikap jahat, maka akan mengancam kehidupan
secara pribadi maupun sosial dan berujung kesengsaraan.29
Dengan latar belakang di atas, maka penelitian ini laik untuk dilakukan
dengan maksud memberikan kekuatan teori tentang alam yang berjalan sesuai
hukum-hukumnya dengan landasan al-Quran melalui penafsiran atas ayat-ayat
lingkungan.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Mengingat penelitian ini akan mengkaji tentang prinsip-prinsip al-Quran
tentang lingkungan hidup, maka terdapat beberapa masalah yang teridentifikasi
terkait dengan objek penelitian ini, di antaranya:
1. Bagaimakah pandangan al-Quran tentang alam?
2. Bagaimanakah metode al-Quran menjelaskan ayat-ayat kauniyyah?
3. Apakah dasar-dasar hukum dalam lingkungan Islami?
4. Bagaimanakah pandangan terhadap alam yang filosofis?
5. Bagaimanakah pendekatan predestinasi (teosentris) diterapkan dalam teori
tentang lingkungan?
6. Bagaimanakah wawasan lingkungan dengan pendekatan teologi?
7. Bagaimanakah pengaruh budaya dan perilaku manusia dalam lingkungan
8. Apakah peran sains yang dalam eksplorasi lingkungan sehingga
mengakibatkan perubahan iklim?
9. Bagaimanakah bentuk industri modern dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan?
29Nurcholish Madjid, Islam, Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 2005) cet. 5, h.
2. Batasan dan Rumusan Masalah
Mengingat luasnya masalah yang teridentifikasi mengenai lingkungan, untuk
fokusnya kajian ini, maka pembahasannya tidak akan menjawab semua permasalahan
tersebut, akan tetapi dibatasi pada konsep keteraturan alam dan penyebab terjadinya
krisis ekologi (perubahan iklim) dengan tinjauan ayat-ayat lingkungan. Oleh karena
itu, rumusan masalahnya dibuat dalam bentuk pertanyaan, Bagaimanakah
Prinsip-Prinsip al-Quran tentang Perubahan Iklim pada Sistem Ekologi?
C. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang perubahan iklim termasuk dalam penelitian kebudayaan
(humanities research). Jika ditinjau dari metode kerja yang digunakan, maka
digolongkan sebagai penelitian kualitatif yaitu penelitian yang mengutamakan
kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji secara
empiris, dan tidak mengutamakan kuantitatif berdasarkan angka-angka.30 Atau
penelitian yang jenis datanya adalah data kualitatif berupa narasi, gambar-gambar
dan teks-teks.31 Menurut John Lofland dan Lyn H. Lofland, sumber data utama dalam
penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan,32 selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan lain-lain.33 Lawrence Neuman menyatakan bahwa penelitian
kualitatif sangat mengandalkan data instrinsik yang penuh arti. Oleh karenanya, isu
utama penelitian kualitatif bukanlah untuk mengkonversi data-data kualitatif ke
dalam angka-angka yang reliable dan objektif, melainkan sesuatu yang berhubungan
30
Kinayati Djojosuroto dan M.L.A. Sumaryati, Prinsip-Prinsip dalam Penelitian Bahasa dan Sastra, ed. Rev., cet. 2 (Bandung: Penerbit Nuansa, 2004) h. 10
31Romy Kountour,
Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis (Jakarta: Penerbit PPM, 2004) h. 16.
32
John Lofland dan Lyn H. Lofland, Analyzing Social Setting: A Guide to Qualitative Observation and Analysis (Belmont: Wadsworth Publishing Company, 1984), h. 47.
33Misalnya memanfaatkan dokumen dan rekaman yang tersedia, melakukan focus group atau
dengan subkultur masyarakat, berawal dari usaha memahami jaringan sistem sosial
dan berakhir pada kebudayaan yang dipelajari.34
Jika ditinjau dari segi tempat pelaksanaan, termasuk dalam penelitian
kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengandalkan kajian atas data yang tercantum dalam buku-buku, laporan ilmiah dan
informasi melalui media cetak dan media elektronik.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analitis.
Pendekatan deskriptif bertujuan memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau
kelompok orang tertentu, atau gambaran tentang suatu gejala, hubungan antara dua
gejala atau lebih.35 Sedangkan analitis berarti pembahasan yang memaparkan data
yang telah tersusun dan teridentifikasi dengan melakukan kajian dan analisa terhadap
data-data tersebut, atau kajian ini seutuhnya menghendaki telaah terhadap
karya-karya tertulis dari para pakar di bidang tafsir dan ilmu lingkungan. Analisa ini
mempunyai tiga kriteria yakni: Objektifitas, sistematis dan generalisasi. Objektifitas
dengan berdasarkan aturan yang dirumuskan secara eksplisit. Sistematis karena
kategorisasi isi harus dirumuskan menggunakan kriteria. Sedangkan generalisasi
artinya temuan dalam penelitian ini haruslah menemukan teori.36 Penulis juga
berupaya untuk menemukan data dan fakta tentang perubahan iklim sebagaimana
yang tercantum dalam penelitian berbagai lembaga dan organisasi lingkungan,
dilanjutkan dengan mengidentifikasi ayat-ayat yang berbicara tentang lingkungan
hidup. Data yang diperoleh kemudian dikaitkan dan dianalisa sehingga menghasilkan
kesimpulan yang utuh.
Karena mengkaji alam dalam al-Quran berarti mengkaji teks al-Quran itu
sendiri, maka pengkhususan kajian mengenai lingkungan mengantarkan penulis untuk
34W. Lawrence Neuman,
Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches
(Boston: Allyn & Bacon A Viacom Company, 1997), h. 328.
35
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002) cet. V, h. 35.
36Lihat Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996) cet. 7,
melalukan penelitian dengan metode maudhû'î atau disebut juga dengan tematik.37 Metode maudhû'î hampir semuanya mengarah pada visi sastra dan kultur masyarakat yang merupakan ulasan sosial dan masalah keyakinan dan ibadah yang
dijadikan sebagai starting point dengan penekanan realita.38 Ayat-ayat lingkungan
yang teridentifikasi melalui metode ini dihimpun dan dianalisa secara jelas. Akan
tetapi, tidak semua ayat-ayat yang diidentifikasi tersebut dicantumkan dalam
lembaran penelitian ini, dengan asumsi terdapat beberapa redaksi yang berbeda
akan tetapi memiliki relevansi pemahaman.
2. Sumber dan Korpus Data
Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua; primer dan sekunder. Sumber primer adalah ayat-ayat al-Quran melalui penafsiran teks yang mengandung
pembahasan tentang lingkungan, di antaranya dari Tafsîr Kabîr wa Mafâtih
al-Ghaib karya Fakhruddîn al-Râzî39 dan al-Jawâhir fî Tafsîr al-Qurân karya Tanthâwî
Jauharî.40 Pemilihan atas tafsir ini karena dalam sajiannya menerapkan pola tafsir
dengan corak saintifis atau terdapat tendensi ilmiah dalam menafsirkan ayat-ayat
al-Quran.
Sedangkan sumber sekundernya adalah data tentang lingkungan hidup
khususnya mengenai perubahan iklim yang tertuang dalam penelitian badan dunia
seperti Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia, UNFCCC
(United Nation Framework Convention on Climate Change), atau organisasi
lingkungan independen seperti Greenpeace, WWF dan WALHI (Wahana
37
Baca Mushthafâ Muslim, Mabâhits fî al-Tafsîr al-Maudhû`î (Damaskus: Dâr al-'Ilmi, 1989) h. 30-31.
38
Ada dua cara dalam tata kerja metode tematik ini; pertama, dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang satu masalah tertentu serta mengarah pada satu tujuan yang sama, sekalipun turunnya berbeda dan tersebar dalam pelbagai surat al-Quran. Kedua,
penafsiran yang dilakukan berdasarkan surah al-Quran. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran
(Bandung: Mizan, 1994) cet. 6, h. 111-116.
39Fakhruddîn ar-Râzî, Tafsîr al-Kabîr wa Mafâtih al-Ghaib (Beirut: Dârul Fikr, 1985) 40
Lingkungan Hidup Indonesia). Sedangkan penelitian lingkungan diambil dari
buku-buku yang membahas tentang alam dalam berbagai perspektif seperti Arie Budiman
(2007),41 Gerald Foley (2003),42 Sirojudin Zar (1997),43 Afzalur Rahman (2007)44
Charles H. Southwick (1972),45 John W. Kimball (2006),46 Mujiono Abdillah
(2001),47 Achmad Baiquni (2001).48
3. Pendekatan yang Digunakan
Karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menghasilkan data
deskriptif-analisis, maka dalam tahapan analisa terhadap teks al-Quran yang berbicara
tentang alam dipandu dengan menggunakan pendekatan multidisipliner, yaitu pendekatan yang dipakai dengan menghubungkan disiplin ilmu tertentu dengan
berbagai disiplin ilmu lain,49 dalam hal ini penafsiran ayat-ayat al-Quran dikaitkan
dengan disiplin ilmu ekologi atau ilmu lingkungan secara umum. Dalam disiplin ilmu
lingkungan, multidisipliner diartikan sebagai dinamika hubungan interaktif antara
kelompok manusia atau masyarakat dengan berbagai perubahan komponen
lingkungan hidup manusia yang diduga dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada
masyarakat dan mempelajari upaya untuk penaggulangan dan pencegahannya.50 Di
samping itu, digunakan pula studi kontekstual dalam arti upaya pemaknaan terhadap
41
Arie Budiman, et.al., Membaca Gerak Alam Semesta; Mengenali Jejak Sang pencipta
(Jakarta: LIPI Press, 2007) cet. 2.
42
Gerald Foley, Pemanasan Global; Siapakah Merasakan Panas? (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003)
43
Sirojudin Zar, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains dan al-Quran
(Jakarta: PT. Raja Graindo Persada, 1997) cet. 2.
44
Afzalur Rahman, Ensiklopediana Ilmu dalam al-Quran (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007) cet. 2.
45
Charles H. Southwick, Ecology and the Quality of Our Environment (London: D. Van Nostrand Company International, 1972),
46
John W. Kimball, Biologi (Jakarta: Erlangga, 2006) cet. 5.
47
Mujiono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan Perspektif al-Quran (Jakarta: Paramadina, 2001) cet.1.
48
Achmad Baiquni, al-Quran, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2001) cet. 1.
49
Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, h. 182.
50Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, (selanjutnya disebut Kesehatan
masalah kekinian yang bersifat situasional dan mendesak. Pendekatan semacam ini
dalam ilmu lingkungan disebut kontekstualisasi progresif, yaitu suatu pendekatan yang dapat ditelusuri secara progresif sehingga setiap permasalahan dapat dimengerti
dan difahami dengan baik.51 Kajiannya juga menyangkut hubungan interaktif antar
komponen lingkungan untuk mengenal ekosistem dengan lebih baik.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
a) Menunjukkan prinsip-prinsip al-Quran tentang tata aturan lingkungan hidup
beserta faktor yang melatarbelakangi terjadinya krisis lingkungan.
b) Memberikan pandangan tentang fungsionalitas manusia sebagai khalifah di
alam
c) Memahami pandangan manusia dan bentuk eksploitasinya pada alam serta
aktualisasi nilai qurani dalam lingkungan hidup sebagai amanah konservasi.
Adapun manfaat penelitian ini memiliki dua hal, konseptual dan operasional:
1. Secara konseptual:
a) Menambah kajian ilmiah dalam tradisi keilmuan Islam untuk memahami
wawasan lingkungan hidup dalam al-Quran melalui penafsiran terhadap
ayat-ayat yang berbicara tentang lingkungan hidup.
b) Meningkatkan peran agama dalam merespon isu-isu lingkungan hidup
2. Secara Operasional:
a) Memberi inspirasi bagi kaum muslim untuk mengkaji ajaran Islam yang
berwawasan lingkungan hidup sebagaimana yang tercantum dalam al-Quran.
51
b) Memudahkan policy maker (pengambil kebijakan) dalam sosialisasi tata aturan lingkungan hidup sehingga dengan mudah mendapatkan partisipasi
secara luas dari umat Islam.
E. Kajian terdahulu yang relevan
Kajian tentang lingkungan hidup telah ditemukan dalam beberapa penelitian
sebelumnya, di antaranya:
1. Seyyed Hossein Nasr dalam The Encounter of Man and Nature.52
Kajian dalam buku ini mengetengahkan pembahasan seputar alam dengan
penekanan pada aspek perdamaian manusia dengan alam melalui pendekatan
filsafat metafisis, sebuah pemikiran filosofis yang mengedepankan atau tidak
membuang nilai-nilai transendental dari alam beserta entitas-entitas di dalamnya.
Kajian ini juga bersifat perenialisme dengan mengangkat hikmah dalam berbagai
ajaran-ajaran awal seperti Kristen, Hindu, Islam, Budha, Konfusius, Tao dan
ajaran-ajaran sufisme. Ide-ide perenialisme Seyyed lebih ditekankan untuk
merekonstruksi paradigma sains modern yang dianggapnya sebagai sains yang
membuang nilai-nilai transendental dari alam.
2. Mujiono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan Perspektif al-Quran.53
Dalam penelitiannya, Mujiono menggugat pola penafsiran yang memahami
fenomena ekologi sebagai fenomena teologi, sehingga bencana yang terjadi
difahami sebagai dampak perilaku manusia yang menentang sunnah lingkungan
dan bukan sebagai azab Tuhan. Kajian dalam buku ini membahas lingkungan
dalam perspektif teologis, dan tidak beranjak dari tafsir ayat-ayat lingkungan.
Pada dasarnya penelitian Mujiono memiliki konvergensi pada persoalan peran
manusia dalam tata kelola alam untuk kelestarian lingkungan dengan menyadari
adanya nilai transendental teologis pada lingkungan. Akan tetapi perbedaannya
52Seyyed Hossein Nasr, The Encounter Man and Nature, (California: University of California
Press, 1984).
53
Mujiono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan Perspektif al-Quran, (Jakarta: Paramadina, 2001) cet. 1.
terletak pada bentuk kajian; Mujiono menggunakan pendekatan teologis dan
menjadikannya sebagai landasan, bahkan secara lebih luas menyempatkan diri
untuk melihat Alkitab Ibrani untuk menemukan konsep teologinya dalam
menghadapi masalah lingkungan. Sedangkan tesis yang akan penulis teliti,
berangkat dari pendekatan tafsir Al-Quran dalam konteks ayat-ayat kauniyyah
untuk melihat kondisi riil iklim yang sedang dihadapi masyarakat dunia.
3. Ministry of Forestry UN Climate Change Conference, Sustainable Forest
Development as Reflection of Faith and Piety.54
Pembahasan dalam penelitian ini merupakan respon yang lebih konkrit terkait
dengan perubahan iklim. Fokus penelitiannya pada pengelolaan hutan yang
merupakan tempat berlindung berbagai spesies. Untuk melegitimasi konsep yang
dipaparkan, peneliti mengutip beberapa ayat al-Quran. Di bagian akhir diulas
beberapa upaya yang dilakukan negara-negara berkembang dalam menanggulangi
persoalan global tentang perubahan iklim.
4. Gerald Foley, Global Warming, Who is Taking the Heat?55
Pembahasan pada penelitian ini terfokus pada data ilmiah seputar proses
memanasnya iklim bumi. Data tersebut disusun secara skematis dalam rangka
menghasilkan pemahaman yang sistematis, khususnya mengenai pemanasan
global. Data dalam buku ini merupakan hasil dari penelitian beberapa lembaga
lingkungan hidup dunia, seperti IPCC (intergovermental Panel on Climate Change).
5. Fachruddin M. Mangunjaya, et.al, Menanam Sebelum Kiamat.56
Buku ini berisi kompilasi 14 tulisan tentang Islam dan ekologi, filsafat lingkungan
dan beberapa aksi gerakan lingkungan hidup yang disemangati oleh spiritualitas
alam. Di antara akademisi dan pakar yang menyumbangkan tulisannya antara
54
Ministry of Forestry UN Climate Change Conference 2007, Sustainable Forest Development as Reflection of Faith and Piety, (Perum Perhutani, 2007)
55Gerald Foley, Global Warming, Who is Taking the Heat? (London: The Panos Institute, t.th.) 56Fachruddin M. Mangunjaya et.al. (ed), Menanam Sebelum Kiamat: Islam, Ekologi, dan
lain: Richard Foltz, Othman Abdurrahman dan Seyyed Hossein Nasr. Seyyed
menulis beberapa problem yang terjadi dalam kehidupan sehingga menghalangi
penerapan tradisi Islam dalam penanggulangan problem lingkungan hidup.
Sedangkan Richard Foltz mendeskripsikan hasil penelitiannya di enam negara
muslim seperti Nigeria, Pakistan, Mesir, Iran, Turki dan Malaysia, tentang
pemahaman mereka terhadap lingkungan dan pencemarannya.
6. Tesis Siti Nurjanah, Konsep al-Quran tentang Lingkungan Hidup dan Kaitannya
dengan Perundang-undangan Indonesia.57
Tesis ini berupaya untuk menemukan sekaligus membandingkan konsep
lingkungan hidup yang ada dalam Al-Quran dan yang terdapat dalam
perundang-undangan Indonesia. Kesimpulan yang diambil adalah bahwa wacana Al-Quran
tentang lingkungan hidup dengan perundang-undangan Indonesia memiliki
konvergensi dalam bentuk upaya memelihara kelestarian lingkungan.
Menyimak penelitian terdahulu yang relevan di atas, maka penelitian tesis ini
laik dilakukan untuk melengkapi penelitian sebelumnya. Sisi lengkapnya terletak
pada pembahasan yang beranjak dari pendekatan tafsir untuk melihat realitas
lingkungan. Penelitian ini juga mencoba memberikan pemahaman konseptual dari
ayat-ayat kauniyyah mengenai prinsip lingkungan hidup yang dapat dijadikan pedoman bagi manusia dalam pengelolaan sumber daya alam.
F. Sistematika Penulisan
Tesis ini dibangun berdasarkan ruang lingkup pembahasannya dan memiliki
keterkaitan satu dengan yang lainnya. Secara umum teknik penulisannya mengacu
pada pembahasan bab per bab. Masing-masing bab memiliki judul dan tematikal
sebagai berikut:
57
Bab 1, Pendahuluan. Untuk mengantar pembaca kepada gambaran secara umum
tentang pokok pembahasan dan penyajian hasil penelitian, pada bab ini diuraikan
latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, metodologi
dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian serta tujuan dan manfaat penelitian.
Bab 2, Kajian Ekologi SDA dan Realitas Perubahan Iklim. Bermaksud untuk
mengungkapkan entitas-entitas dalam alam yang diperuntukkan bagi manusia dan
pemanfaatannya yang ekploitatif sehingga memicu terjadinya krisis ekologi. Bagian
ini juga memberikan pemahaman tentang makna perubahan iklim dan implikasi yang
menyertai keadaannya.
Bab 3, Lingkungan Hidup dan Dialektika Manusia. Mengkaji ayat-ayat kauniyyah
sebagai pijakan untuk memberikan gambaran secara konseptual mengenai
lingkungan. Ada dua variabel yang akan dibahas; alam dan prinsip keseimbangan
ekologi, konsep khalifah dan peran manusia dalam lingkungan. Kedua pembahasan
ini diawali dengan perbincangan seputar ayat-ayat al-Quran yang ditafsirkan
berdasarkan pada penemuan sains dan teknologi.
Bab 4, Aktualisasi nilai Qurani dalam Lingkungan Hidup Sebagai Amanah
Konservasi. Pembahasannya diawali dengan konsepsi hukum penciptaan alam,
kemudian wacana perdebatan cara pandang para saintis terhadap konsep Taskhîr
SDA, dan fungsionalisasi khalifah dalam penerapan sains dan teknologi dalam
lingkungan. Pada akhir pembahasan diulas berbagai persoalan yang muncul dalam
pengelolaan SDA, serta mekanisme penanggulangan krisis lingkungan tersebut
melalui rekonstruksi paradigma terhadap alam dengan prinsip spiritualitas alam dan
apresiasi upaya nyata melalui program berkelanjutan.
BAB II
KAJIAN EKOLOGI:
SUMBER DAYA ALAM DAN REALITAS PERUBAHAN IKLIM
Pembahasan tentang Sumber Daya Alam (SDA) pada bab ini merupakan
langkah awal untuk memahami secara menyeluruh tentang keterkaitan setiap unsur
dalam alam. Unsur-unsur tersebut menjalin hubungan satu dengan yang lain demi
terpenuhinya kebutuhan dan kelangsungan hidup.58 Dalam disiplin ilmu lingkungan,
pembahasan ini masuk dalam ilmu ekologi.59
Prinsip pokok ekologi adalah keanekaragaman kehidupan dan peranannya
sehingga bumi ini dapat dihuni. Al-Quran memberi isyarat bahwa masing-masing
entitas di bumi memiliki peran tertentu (Q.S. al-Hijr (15): 19). Tanpa adanya
keanekaragaman entitas hayati flora, fauna, dan mikroorganisme yang berbagi dengan
manusia, maka kehidupan tidak mungkin ada. Semua makhluk hidup mempunyai hak
untuk hidup dan berkembang di atas bumi. Bukan hanya karena mereka memiliki
kegunaan bagi kehidupan antar sesamanya, tapi juga karena kehadirannya akan
menyeimbangkan harmoni dan proporsi dari apa yang diciptakan Tuhan (Q.S. al-Hijr
(15): 19-20):
58
Unsur-unsur dalam lingkungan akan selalu melibatkan manusia dalam menciptakan sistem ekologi yang sehat dan berkelanjutan. Lihat Juli Soemirat Slamet, Kesehatan Lingkungan, (selanjutnya disebut kesehatan), (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2007) cet. 7, h. 17.
59
ﺽﺭ
َﻷ
ﹾﺍﻭ
Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumikeperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya.
Ayat ini menjelaskan bahwa semua keseimbangan alam akan memberikan
kehidupan bagi manusia dan juga makhluk hidup lainnya. Dengan tekanan bahwa
kehidupan makhluk lainnya tidak bergantung pada manusia, namun kepada Tuhan
yang Maha Pemberi. Manusia hanyalah salah satu dan hidup berdampingan dengan
makhluk ciptaan lainnya. Kehidupan manusia sangat bergantung pada kehidupan dan
energi serta proses dalam jaringan sistem yang luas dan rumit (Q.S. Ghâfir (40):
57).60
Menurut Otto Soemarwoto, ekologi dan ekonomi pada dasarnya memiliki
persamaan, hanya saja dalam ekologi jenis uang yang dipakai dalam transaksi
bukanlah rupiah, dollar atau mata uang lainnya, melainkan materi, energi dan
informasi. Ketiganya dalam sebuah komunitas menjadi perhatian mendasar dari
persoalan ekologi, seperti halnya uang dalam arus ekonomi. Oleh karenanya, ekologi
dapat pula dikatakan sebagai ekonomi alam, yang melakukan transaksi dengan bentuk
materi, energi dan komunikasi.61
Materi, merupakan unsur pembentuk dalam tubuh manusia, hewan maupun
tumbuhan, yang terdiri dari unsur kimia seperti karbon (C), hidrogen (H), nitrogen
(N), dan fosfor (P).62 Di samping itu, terdapat pula unsur yang dibentuk di dalam
60Arie Budiman,
et.al., Membaca Gerak Alam Semesta: Mengenali Jejak Sang pencipta, (selanjutnya disebut Membaca Gerak), (Jakarta: LIPI Press, 2007) cet. 2, h. 126.
61
Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (selanjutnya disebut Ekologi), (Jakarta: Penerbit Djembatan, 1987) cet. 3, h. 15.
62Huruf yang di dalam kurung merupakan singkatan yang dipakai sebagai lambang unsur
laboratorium di antaranya Californium (Cf), Einstenium (Es), Fernium (Fm) dan
Lawrencium (Lw).63 Pada manusia, materi untuk menyusun tubuh didapatkan dari
makanan. materi dalam makanan itu berbentuk karbohidrat, lemak, protein dan
lainnya. Makanan juga mengandung zat yang dibutuhkan untuk mengatur proses
kimia yang terjadi dalam tubuh manusia, yaitu disebut dengan matabolisme. Materi
mengalir dari mata rantai makanan yang satu ke mata rantai yang lain. Jika makhluk
mati, tidak berarti aliran materi berakhir, melainkan makhluk yang mati menjadi
makanan makhluk lain.
Energi, diperlukan untuk melakukan kerja. Energi tidak dapat dilihat. Yang
terlihat hanya pengaruh dari energi tersebut dalam produktifitas kerja. Energi
menggerakkan tenaga untuk dapat merespon situasi dengan dua temperatur yang
berbeda. Energi tidak tampak, melainkan gerak dari benda itu yang dapat terlihat.
Bagi manusia, energi yang diperolehnya berasal dari matahari,64 panas bumi dan
energi nuklir yang berasal dari reaksi nuklir dalam reaktor atom.65
Informasi, merupakan hal yang memberikan pengetahuan. Informasi dapat
berupa fisik, warna, suhu, kelakuan dan lainnya. Kandungan informasi suatu pesan
dapat dihitung secara matematis. Kandungan informasi itu menunjukkan banyaknya
pengetahuan tambahan yang diperoleh melalui pesan tersebut. Makin banyak pesan
yang ada, maka semakin banyak kandungan informasi tersebut.66 Dalam hukum
ekologi, apabila terdapat tukar menukar informasi antara dua sistem yang berbeda
kandungan informasinya, hasilnya bukanlah pemerataan kandungan informasi,
melainkan akan memperbesar perbedaan itu. Sistem yang mengandung lebih banyak
informasi akan diperkaya dengan tukar menukar itu. Hal ini berlaku untuk
perseorangan maupun masyarakat.
63
Otto Soemarwoto, Ekologi, h. 15.
64
Energi matahari merupakan energi terbanyak yang dipakai manusia, terutama yang ditambat oleh tumbuhan hijau yang terjadi dalam proses fotosintesis.
65
William P. Cunningham dan Barbara Woodworth Saigo, Environmental Science: A Global Concern, (selanjutnya disebut Environmental Science),(New York: McGraw-Hill, 2001) edisi 6, h. 58.
66