• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme Koping, dan Kesiapan Melaksanakan Kolaborasi Mahasiswa Profesi Ners dan Mahasiswa Profesi Dokter USU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Mekanisme Koping, dan Kesiapan Melaksanakan Kolaborasi Mahasiswa Profesi Ners dan Mahasiswa Profesi Dokter USU"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Pengertian mekanisme koping

Koping adalah upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi situasi

yang dinilai sebagai suatu tantangan, ancaman, luka, dan kehilangan Lazarus and

Folkman (1984 dalam Siswanto, 2007). Pendapat lain mengatakan bahwa koping

merupakan kognitif dan perilaku seseorang dalam menghadapi ancaman fisik dan

psikososial (Stuart & Laraia, 2005). Menurut Keliat (2001 dalam Sunaryo, 2004)

mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan

masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan serta respon terhadap situasi yang

mengancam.

Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa mekanisme

koping adalah cara atau upaya yang dilakukan seseorang dalam menghadapi stressor

berupa ancaman, tantangan, dan perubahan.

1.2. Klasifikasi mekanisme koping

Stuart dan Sundeen (2005) menggolongkan mekanisme koping menjadi 2

(dua) yaitu:

(2)

Adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,

belajar, dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain,

memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang, dan aktivitas

konstruktif.

b. Mekanisme koping maladaptif

Adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah

pertumbuhan, menurunkan otonomi, dan cenderung menguasai lingkungan.

Kategorinya adalah makan berlebihan atau tidak makan, bekerja berlebihan

menghindar.

1.3. Strategi koping

Dalam kehidupan sehari-hari individu telah menggunakan strategi koping

dalam menghadapi stres. Strategi koping adalah cara yang dilakukan untuk merubah

lingkungan atau situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi/dirasakan

Lazarus dan Folkman (1984).

Lazarus dan Folkman (1984) menggolongkan strategi koping menjadi 2

(dua) yaitu:

a. Koping yang berfokus pada masalah ( problem focused coping)

Yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah

yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadi tekanan.

Problem focused coping ditujukan dengan mengurangi demans dari situasi yang

(3)

apabila mereka percaya bahwa sumber masalah atau stresornya dapat diatasi. Strategi

yang dipakai dalam problem focused coping adalah confrontatif coping (koping

konfrontasi), seeking sosial support (penggunaan dukungan sosial), dan planful

problem solving (perencanaan penyelesaian masalah).

Koping konfrontasi berarti bertahan atau melawan terhadap suatu

permasalahan yang sedang dihadapi. Penggunaan dukungan sosial berarti mencari

atau berpaling pada orang lain untuk mendapatkan kenyamanan dan nasihat

bagaimana menangani stres. Bisa juga dengan mengandalkan teman, keluarga atau

para profesional untuk mendapatkan nasihat dan anjuran. Perencanaan penyelesaian

masalah yaitu pemikiran rencana untuk tindakan dalam menghadapi situasi atau

melihat beberapa pilihan yang dapat dilakukan, bersikap objektif dan

mempertimbangkan beberapa kemungkinan sebelum mengambil tindakan.

b. Koping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping)

Yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam

rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi

atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Emotion focused coping ditujukan untuk

mengontrol respon emosional terhadap situasi stres. Seseorang dapat mengatur respon

emosionalnya melalui pendekatan perilaku dan kognitif. Strategi yang digunakan

dalam emotion focused coping adalah self-control (kontrol diri), distancing

(pelepasan diri), positive reappraisal (penilaian positif), accepting responsibility

(4)

Kontrol diri merupakan pendekatan diri tanpa menunjukkan emosi atau

beraksi dengan tenang tanpa menunjukkan emosi atau perasaan. Pelepasan diri berarti menarik diri, sikap yang tidak terpengaruh, berusaha untuk mengurangi situasi stres

atau tidak memikirkan masalah dengan mencoba melakukan aktivitas lain. Penilaian

positif adalah berusaha untuk menghadapi situasi dari sudut pandang yang berbeda

dan berusaha untuk menciptakan arti yang positif atau mempunyai fungsi dimensi

religi.

Penerimaan tanggungjawab yaitu pengakuan peran seseorang dalam suatu

peristiwa atau mencoba belajar dari kesalahan. Pelarian atau penghindaran adalah

menolak situasi yang terjadi dan kadang menarik diri atau menghindari dengan cara

menggunakan obat-obat terlarang.

Lazarus dan Folkman (1984) menjelaskan bahwa biasanya individu yang

menghadapi stres menggunakan mekanisme koping yang berfokus pada masalah dan

mekanisme koping yang berfokus pada emosi. Dimana mekanisme koping berfokus

pada masalah merupakan mekanisme koping yang secara langsung berfokus pada

sumber penyebab stres, sedangkan mekanisme koping berfokus pada emosi lebih

menekankan pada manajemen emosi dalam setiap individu.

1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi koping

Muktadin (2002) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

koping meliputi kesehatan fisik, keyakinan atau pandangan yang positif, keterampilan

(5)

Kesehatan fisik merupakan hal yang penting, karena dalam mengatasi

masalah individu dituntut untuk mengarahkan tenaga yang cukup besar. Keyakinan

atau pandangan yang positif merupakan sumber daya psikologi yang sangat penting,

karena dapat mengarahkan individu untuk menilai masalah sebagai suatu hal yang

positif dan dapat diatasi.

Keterampilan memecahkan masalah adalah mencari informasi dan

menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dan menghasilkan alternatif tindakan,

kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut untuk merencanakan tindakan yang

tepat. Keterampilan sosial yaitu kemampuan komunikasi dan bertingkah laku sesuai

dengan cara-cara atau nilai yang berlaku di masyarakat.

Dukungan sosial merupakan kebutuhan informasi dan emosional pada diri

individu, yang didapatkan dari keluarga, teman, kelompok sosial, dan lingkungan.

Materi dapat berupa uang, barang-barang, atau layanan yang biasanya dapat dibeli

individu untuk menyelesaikan masalah.

2. Kesiapan

2.1. Pengertian kesiapan

Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang baik secara fisik, psikologis,

maupun emosional yang membuatnya siap untuk memberikan respon atau jawaban

dengan cara tertentu terhadap suatu situasi (Slameto, 2003). Chaplin (2006)

menjelaskan bahwa kesiapan adalah tingkat perkembangan dari kematangan atau

(6)

Kesiapan yang dimaksud adalah keseluruhan kondisi baik secara fisik,

psikologis, maupun emosional mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter

untuk melaksanakan kolaborasi. Ada tiga aspek mengenai kesiapan seperti yang

dijelaskan oleh (Yusuf, 2002), yaitu:

a. Aspek pemahaman, yaitu kondisi dimana seseorang mengetahui dan mengerti

kejadian yang dialaminya bisa dijadikan sebagai salah satu jaminan bahwa dia

akan merasa siap menghadapi hal-hal yang terjadi.

b. Aspek penghayatan, yaitu kondisi dimana seseorang siap secara alami bahwa

segala hal yang terjadi secara alami hampir menimpa semua orang adalah

segala sesuatu yang wajar, normal, dan tidak perlu dikhawatirkan.

c. Aspek kesediaan, yaitu kondisi dimana seseorang sanggup atau rela untuk

berbuat sesuatu sehingga dapat mengalami secara langsung segala hal yang

seharusnya dialami sebagai salah satu proses kehidupan.

2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan

Slameto (2003) menjelaskan bahwa kesiapan dalam melaksanakan

kolaborasi mempunyai beberapa faktor, yang pertama kondisi fisik, mental, dan

emosional, yang kedua kebutuhan-kebutuhan motif, dan tujuan, yang ketiga

keterampilan, pengetahuan, dan pengertian lain yang telah dipelajari, serta yang

(7)

2.3. Prinsip-prinsip kesiapan

Ada beberapa prinsip kesiapan yang harus dipahami oleh mahasiswa profesi

ners dan mahasiswa profesi dokter, yaitu:

a. Semua aspek perkembangan berinteraksi (saling pengaruh mempengaruhi).

b. Kematangan jasmani dan rohani adalah perlu untuk memperoleh manfaat dari

pengalaman.

c. Pengalaman-pengalaman memiliki pengaruh yang positif terhadap kesiapan.

d. kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk dalam periode tertentu

selama masa pembentukan dalam periode perkembangan (Slameto, 2003).

3. Kolaborasi

3.1. Pengertian kolaborasi

Kolaborasi adalah hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam

memberikan pelayanan kepada pasien/klien, meliputi melakukan diskusi tentang

diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling berkomunikasi serta

bertanggungjawab dalam tugas dan perannya masing-masing. Apapun bentuk dan

tempatnya, kolaborasi merupakan pertukaran pandangan atau ide yang memberikan

perspektif kepada seluruh kolaborator. Kolaborasi merupakan suatu proses kompleks

yang membutuhkan sharing (berbagi) pengetahuan yang direncanakan atau disengaja,

dan menjadi tanggungjawab bersama untuk merawat pasien (Curtis, 2011).

Kolaborasi merupakan suatu proses dimana praktisi keperawatan atau

(8)

kesehatan dalam lingkup praktek keperawatan profesional dengan pengawasan dan

supervisi sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama. Bagi perawat,

hubungan kerjasama dengan dokter sangat penting apabila ingin menunjukkan

fungsinya secara independen. Kolaborasi dapat berjalan dengan baik apabila semua

anggota profesi mempunyai keinginan yang sama yaitu untuk melaksanakan

kolaborasi. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekkan sebagai kolega,

bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktek dengan

berbagai nilai-nilai dan pengetahuan serta respon terhadap orang lain yang

berkontribusi dalam perawatan individu, kelompok, dan masyarakat (Lindeke, 2005).

3.2.Dasar-dasar kompetensi kolaborasi

Berikut ini beberapa dasar kompetensi dalam melaksanakan kolaborasi

(Siegler & Whitney, 2000):

a. Komunikasi

Komunikasi sangat dibutuhkan dalam kolaborasi, karena kolaborasi

membutuhkan pemecahan masalah yang lebih kompleks. Masalah-masalah yang

muncul dalam kolaborasi tersebut dapat dipecahkan dengan kolaborasi efektif yang

dapat dimengerti oleh semua anggota tim profesional.

b. Respek dan kepercayaan

Kualitas respek dapat dilihat lebih kearah harga diri, sedangkan kepercayaan

(9)

secara verbal dan non verbal, serta dapat dilihat dan dirasakan dalam penerapan

kehidupan sehari-hari.

c. Memberikan dan menerima umpan balik (feed back)

Umpan balik (feed back) dipengaruhi oleh persepsi seseorang, pola

hubungan, harga diri, kepercayaan diri, emosi, lingkungan, serta waktu. Feed back

juga dapat bersifat positif dan negatif.

d. Pengambilan keputusan

Dalam pengambilan keputusan dibutuhkan komunikasi untuk mewujudkan

kolaborasi yang efektif. Hal ini untuk menyatukan data kesehatan pasien secara

komprehensif sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota tim

profesional.

e. Manajemen konflik

Masing-masing anggota profesi harus memahami peran serta fungsinya

untuk menurunkan konflik. Selain itu, setiap anggota profesi juga harus melakukan

klarifikasi persepsi dan harapan, mengidentifikasi kompetensi, mengidenifikasi

tumpang tindih peran, serta melakukan negosiasi peran dan tanggungjawab.

Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada beberapa kriteria, yaitu

adanya saling percaya dan menghormati, saling memahami dan menerima keilmuan

masing-masing, memiliki citra diri positf, memiliki kematangan profesional yang

setara baik dalam hal pendidikan maupun pengalaman, mengakui sebagai mitra kerja,

(10)

Inti dari suatu hubungan kolaborasi adalah adanya perasaan saling

ketergantungan atau interdefensasi untuk kerjasama. Bekerjasama dalam suatu

kegiatan dapat memfasilitasi kolaborasi yang baik. Kerjasama mencerminkan proses

koordinasi pekerjaan agar tujuan atau target yang telah ditetapkan dapat terpenuhi.

Selain itu, menggunakan catatan klien terintegrasi dapat merupakan suatu alat untuk

berkomunikasi antar berbagai profesional kesehatan secara formal dalam memberikan

asuhan kesehatan pada klien.

3.3.Faktor penghambat kolaborasi perawat dengan dokter

Hubungan perawat-dokter adalah bentuk hubungan interaksi yang sudah

lama dikenal ketika memberikan asuhan klien. Perspektif yang berbeda dalam

memandang pasien menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknis dalam

melakukan praktik kolaborasi. Selain itu, ada juga kendala psikologis keilmuan dan

individual, faktor sosial serta budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan

kebutuhan akan upaya kolaborasi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid

dengan semangat kepentingan pasien.

Hambatan kolaborasi perawat dengan dokter sering dijumpai pada tingkat

profesional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber

utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional dalam aplikasi

kolaborasi. Inti sesungguhnya dari konflik perawat dengan dokter terletak pada

perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara

Referensi

Dokumen terkait

Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam ( Kozier

Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat,

Jadi dapat disimpulkan bahwa mekanisme koping merupakan suatu tindakan atau upaya yang dilakukan individu terhadap tekanan baik fisik maupun psikologis yang berasal dari luar

4 .1.2 The majority of stress levels in the students of the nursing professional programs Faculty of Health Sciences Muhammadiyah University of Surakarta is a level of

1) Ancaman harus nyata dan tidak dapat dihindari dengan cara lain. Upaya pembelaan terpaksa hanya boleh dilakukan jika seseorang benar-benar terancam oleh

Mekanisme koping adalah cara yang digunakan individu secara kognitif maupun perilaku dalam menyelesaikan masalah dengan cara mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi

Strategi koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan. masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap

Mekanisme koping maladaptif, yaitu suatu usaha yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah akibat adanya stressor atau tekanan, yang bersifat negatif, merugikan