• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Miskonsepsi dalam Konsep Dinamika Partikel Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Sukoharjo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Identifikasi Miskonsepsi dalam Konsep Dinamika Partikel Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Sukoharjo"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI DALAM KONSEP

DINAMIKA PARTIKEL SISWA KELAS XI

SMA NEGERI 2 SUKOHARJO

Skripsi

Oleh :

Fita Maftuhah

K2307026

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI DALAM KONSEP

DINAMIKA PARTIKEL SISWA KELAS XI

SMA NEGERI 2 SUKOHARJO

Oleh :

Fita Maftuhah

K2307026

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

commit to user

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada Hari : ……….... Tanggal : ………...

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I

Drs. Pujayanto, M.Si

NIP. 19650614 199203 1 003

Pembimbing II

(4)

commit to user

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : ………. Tanggal : ……….

Tim Penguji Skripsi:

Ketua : Ahmad Fauzi M. Pd ………

Sekretaris : Elvin Yusliana S. Pd., M. Pd ……… Anggota I : Drs. Pujayanto, M. Si ………

Anggota II : Drs. Trustho Raharjo, M. Pd ………

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

(5)

commit to user

v ABSTRAK

Fita Maftuhah. IDENTIFIKASI MISKONSEPSI DALAM KONSEP DINAMIKA PARTIKEL SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO. Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2011.

Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi kepemilikan miskonsepsi siswa dalam pokok bahasan Dinamika Partikel, dan menjelaskan profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa dalam pokok bahasan Dinamika Partikel.

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode expostfacto. Populasi dalam penelitian yaitu siswa kelas XI SMAN 2 Sukoharjo yang mengambil jurusan IPA. Teknik pengambilan sampel yang duganakan yaitu teknikpurposive sampling. Sampel dalam penelitian terdiri dari 113 siswa. Data penelitian tentang miskonsepsi siswa diperoleh dari instrumen penelitian berupa perangkat tes identifikasi miskonsepsi berbentuk tes objektif dengan alasan sudah ditentukan. Teknik analisis data yang digunakan adalah kuantitatif-deskriptif.

(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Fita Maftuhah. IDENTIFICATION OF THE PARTICLE DYNAMICS CONCEPT STUDENTS MISCONCEPTIONS IN CLASS XI SMA SMA NEGERI 2 SUKOHARJO. Skripsi. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education of Sebelas Maret Surakarta University. July 2011.

The purposes of this research are to identify the ownership of student misconceptions on the subject of Particle Dynamics, and describes the profile misconceptions held by students in the subject of Particle Dynamics.

The research method used is expostfacto method. The population research is the student class XI of SMAN 2 Sukoharjo who majored in science. The sample techniques interpretation is purposive sample technique. The sample in the research consisted of 113 students. Research data about students misconceptions derived from the research instrument in the form of the test device identification misconceptions shaped by reason of objective tests have been determined. Data analysis technique used is quantitative-descriptive.

(7)

commit to user

vii MOTTO

"Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila telah selesai (dari satu urusan), kerjakan dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepeda Tuhanlah hendaknya kamu berharap." (Q.S. Alam Nasyrah: 6-8 )

"Hidup harus bermanfaat bagi Orang lain". (penulis)

"Hidup itu masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Jangan jatuh karena kesalahan dimasa lalu, jangan terlena karena kejayaan dimasa sekarang, tapi bermimpi dan rencanakan hidup dimasa yang akan datang". (penulis)

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehinnga penyusunan skripsi yang berjudul :"IDENTIFIKASI MISKONSEPSI DALAM KONSEP DINAMIKA PARTIKEL SISWA SMA KELAS XI SMA NEGERI

2 SUKOHARJO"dapat diselesaikan.

Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan, bimbingan, dorongan, dan fasilitas dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ibu Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si. Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Dra. Rini Budiarti, M.Pd. Ketua Program Pendidikan Fisika Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Surakarta.

4. Bapak Drs. Sutadi Waskito, M.Pd. Koordinator skripsi Program Fisika P.MIPA Universitas Sebelas Maret surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi ini.

5. Bapak Drs. Pujayanto, M.Si dan Drs. Trustho Raharjo, M.Pd. Dosen pembimbing yang telah banyak membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah skripsi.

6. Ahmad Syaifudin, yang sudah merelakan waktunya untuk memberi bantuan kepada saya

7. Warga SMAN 2 Sukoharjo.

8. Sahabat-sahabatku dan teman-teman Fisika angkatan 2007

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh dari sempurna. Namun demikian penulis bergarap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan.

(10)

commit to user

A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Identifikasi Masalah ………... 4 BAB II. LANDASAN TEORI ……… 6

A. Tinjauan Pustaka ………... 6

1. Pembelajaran Fisika ………. 6

(11)

commit to user 3) Beberapa fakta mengenai miskonsepsi …………

4) Saran Untuk Mengatasi Miskonsepsi …………... 12 3. Identifikasi Miskonsepsi ………..

a. Alat Identifikasi Miskonsepsi ……… 1) Peta Konsep ………. 2) Tes Multiple Choice Dengan Reasoning Terbuka 3) Tes Esai Tertulis ……….. 4) Wawancara Diagnosis ………. 5) Diskusi Dalam Kelas ……… 6) Praktikum Dengan Tanya Jawab ……….. b. Tes Diagnostik Miskonsepsi ……….. 1) Tes Multiple Choice Dengan Reasoning Terbuka 2) Tes Objektif Dengan Alasan Sudah Ditentukan .. 3) Tes Esai Tertulis ……….. 4) Bentuk Tes yang Digunakan Dalam Penelitian ...

4. Dinamika Gerak ………... 14 a. Hukum I Newton ……….. 14 b. Hukum II Newton ………..

c. Hukum III Newton ……….

d. Terapan Hukum Newton ……… 14 1) Gaya Berat Benda ……… 16 2) Perbedaan Massa dan Berat Benda ………..

(12)

commit to user

xii

1. Miskonsepsi di Bidang Fisika ………. 2. Miskonsepsi Dinamika Partikel ……….. C. Kerangka Pemikiran ………..

D. Pertanyaan Penelitian………... 37

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ……….. 39 39 A. Jenis dan Desain penelitian ………....

B. Tempat dan Waktu Penelitian ……… 39 1. Tempat Penelitian ………....

2. Waktu Penelitian ……….. C. Sumber Data ………. D. Populasi dan Sampel Penelitian ...………..

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR PUSTAKA ……… LAMPIRAN ………...

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep ……… 17 Table 2.2 Perbedaan Massa dan Berat Benda ……… 28 Tabel 3.1 Persebaran Materi Instrument Tes Identifikasi Miskonsepsi

(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gaya Aksi dan Reaksi ……… 27

Gambar 2.2 Uraian Vektor Gaya Normal Balok (a) di atas Lantai, (b) bidang Miring, (c) bidang tegak vertical ………. 30

Gambar 2.3 Orang di Dalam Lift dengan ( ) = 0 ……….………. 32

Gambar 2.4 Orang Dalam Lift yang Bergerak Naik dengan Percepatan ( ).. 32

Gambar 2.5 Orang Dalam Lift yang Bergerak Turun dengan Percepatan ( ) 32 Gambar 2.6 Paradigma Penelitian ……….. 38

Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data(Interactive Model)………… 45

Gambar 4.1 Diagram Balok Tes Identifikasi Miskonsepsi Dinamika Partikel 50 Gambar 4.2 Diagram Persentase Rata-Rata Tiap Kategori Miskonsepsi ….. 52

Gambar 4.3 Lintasan Gerak Benda ……… 54

Gambar 4.4 Gaya-gaya yang Bekerja Pada Balok ………. 54

Gambar 4.5 Diagram Gaya yang Bekerja Pada Batu ………. 54

Gambar 4.6 Benda Ditarik GayaFMembentuk Sudutα……….. 59

Gambar 4.6 Benda Ditarik GayaF……… 60

Gambar 4.8 Gaya Gesek Pada Benda yang Ditumpuk ……….. 61

Gambar 4.9 (a) Gambar Lintasan Salah, (b) Gambar Lintasan yang Benar .. 64

Gambar 4.10 Lintasan benda Parabola ……….………. 65

Gambar 4.11 Lintasan Benda Vertikal ………. 65

Gambar 4.12 Gaya Gesek Pada Benda yang Ditumpuk .…….………. 69

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan ………..…… 82

Lampiran 2 Soal Tes Identifikasi Miskonsepsi Dinamika Partikel ..………. 83

Lampiran 3 Kunci Jawaban ………..……. 96

Lampiran 4 Lembar Jawaban ………. 97

Lampiran 5 Persebaran Jawaban Siswa ……….. 98

Lampiran 6 Persentase Jawaban Siswa ……….. 106

Lampiran 7 Kategori Miskonsepsi ………. 108

Lampiran 8 Perhitungan Miskonsepsi Rata-rata Tiap Kategori Miskonsepsi 110 Lampiran 9 Surat Perizinan ……… 112

(17)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengalaman dan intuisi anak membentuk konsepsi atau teori anak

mengenai alam yang secara konsisten digunakan oleh anak tersebut untuk

menafsirkan peristiwa alam di sekitarnya. Konsepsi anak juga dapat dipandang

sebagai suatu kerangka atau jaringan yang mencerminkan hubungan antara

konsep-konsep dan yang dipakai untuk menafsirkan informasi mengenai alam.

Perlu disadari bahwa kerangka itu bukan sekedar hasil hafalan tetapi hasil

pengalaman dengan alam sepanjang umur hidup. Misalnya, seorang siswa

berumur 15 tahun sudah selama 15 tahun berpengalaman dengan

peristiwa-peristiwa alam di sekitarnya. Selama waktu itu anak sudah membangun

konsep-konsep di dalam kepalanya mengenai kecepatan, gaya, cara manusia melihat, dan

sebagainya, walaupun anak tersebut mungkin tidak menggunakan istilah-istilah itu

dan tidak menyadari apa sedang dibangun dalam kepalanya. Oleh sebab itu,

konsepsi siswa sulit untuk diubah sebab konsepsi tersebut merupakan hasil dari

sekian tahun perkembangan. Setelah menerima pendidikan di sekolah, ternyata

seringkali kerangka konsep yang telah dibangun oleh siswa tersebut menyimpang

dari konsep yang benar. Selanjutnya kerangka konsep siswa yang salah tersebut

akan disebut sebagai miskonsepsi.

Penyebab dari resistennya sebuah miskonsepsi karena setiap orang

membangun pengetahuan persis dengan pengalamannya. Sekali kita telah

membangun pengetahuan yang salah, maka tidak mudah untuk memberi tahu

bahwa hal tersebut salah dengan jalan hanya memberi tahu untuk mengubah

miskonsepsi itu. Terlebih bila miskonsepsi itu dapat membantu memecahkan

persoalan tertentu dalam kehidupan sehari-hari.

Filsafat konstruktivisme secara singkat menyatakan bahwa pengetahuan

itu dibentuk (dikonstruksi) oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan,

(18)

commit to user

mengkontruksi, dapat saja terjadi siswa telah melakukan konstruksi itu sejak awal

sebelum mereka mendapatkan pelajaran formal tentang bahan tertentu. Mereka

mengonstruksi sendiri hal itu karena pengalaman hidup mereka. Sejumlah

miskonsepsi sangatlah bersifat resistan. Meskipun telah diusahakan untuk

menyangkalnya dengan penalaran yang logis dengan menunjukkan perbedaannya

dengan pengamatan-pengamatan sebenarnya, yang diperoleh dari peragaan dan

percobaan yang dirancang khusus untuk maksud itu. Miskonsepsi dapat

meng-halangi pembelajaran pada tingkatan yang lebih maju, sebab konsepsi-konsepsi itu

berbeda dengan konsepsi-konsepsi yang sebenarnya. Jumlah siswa yang

ber-pegang terus pada miskonsepsi cenderung menurun dengan bertambahnya umur

mereka dan makin tingginya strata pendidikan mereka. Menurut Watson

(Winfred, 2009:50) sudah menjadi fakta bahwa biasanya pelajar (learner) pada

awalnya lebih sering membuat respon yang keliru daripada respon yang benar,

namun hal tersebut tetap pembelajaran respon yang benar. Keterampilan siswa

dalam mengubah-ubah bentuk matematis rumus-rumus yang menyatakan

hukum-hukum fisika dan kelincahan mereka dalam menggunakan rumus untuk

me-mecahkan soal-soal kuantitatif dapat menyembunyikan miskonsepsi mereka

tentang hukum-hukum itu.

Terjadinya miskonsepsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor: (1) buku

pelajaran, buku pelajaran memegang peranan penting karena buku merupakan

pedoman yang dipakai baik oleh guru maupun siswa itu sendiri. Kesalahan konsep

dalam buku ajar itu sendiri dikarenakan faktor buku tersebut bukan ditulis oleh

seorang ahli di bidangnya, buku yang memuat rumus atau uraian materi yang

salah dapat memicu miskonsepsi, selain itu penggunaan kata yang kurang tepat

dalam buku juga dapat memicu terjadinya miskonsepsi; (2) Guru-guru yang

mengalami miskonsepsi dengan sendirinya akan menjadi penyebab utama

munculnya miskonsepsi pada siswa, kesalahan konsep dalam buku ajar dapat

direduksi jika guru yang menyampaikan materi pelajaran tersebut menguasai

konsep yang benar namun jika pada guru itu sendiri mengalami miskonsepsi maka

miskonsepsi juga akan terjadi pada diri siswa; (3) Konteks seperti budaya, agama,

(19)

commit to user

dalam banyak kasus kesalahan bahasa ini muncul akibat budaya masyarakat yang

terlanjur salah-kaprah dalam mendefinisikan sesuatu secara ilmiah, misalnya

pengertian berat dan massa; (4) intuisi yang salah, ini merupakan faktor yang

paling dominan mengakibatkan miskonsepsi di kalangan siswa, misalnya

anggapan massa jenis zat padat selalu lebih besar dari zat cair; (5) metode

mengajar yang tidak tepat, metode mengajar yang tidak tepat akan dapat memicu

munculnya miskonsepsi pada siswa. (Paul suparno, 2005: 29)

Menurut banyak penelitian, miskonsepsi ternyata terdapat dalam semua

bidang sains, seperti matematika, fisika, biologi, kima, dan astronomi. Dibidang

metematika contohnya, siswa menganggap perkalian selalu membuat bilangan

menjadi lebih besar, sedangkan pembagian membuat bilangan menjadi lebih kecil,

padahal besarnya kecilnya hasil perkalian dan pembagian suatu bilangan

tergantung pada dua bilangan yang dioperasikan. (Daniel Muijs dan David

Reynolds, 2005: 212).

Miskonsepsi dalam bidang fisika pun meliputi banyak sub bidang seperti

mekanika, termodinamika, optika, bunyi dan gelombang, listrik dan magnet, dan

fisika modern. Wandersee, Mintzes, dan Novak (1994), dalam artikelnya

mengenai Research on Alternative Conceptions in Science, menjelaskan bahwa

konsep alternative atau miskonsepsi terjadi dalam semua bidang Fisika. Dari 700

studi mengenai miskonsepsi bidang Fisika, ada 300 yang meneliti tentang

miskonsepsi dalam mekanika; 159 tentang listrik; 70 tentang panas, optika, dan

sifat-sifat materi; 35 tentang bumi dan antariksa; serta 10 studi mengenai fisika

modern. Cukup jelas bahwa bidang mekanika berada di urutan teratas dari

bidang-bidang fisika yang mengalami miskonsepsi.

Pada konsep kelistrikan, Osborne (1982) mewawancarai siswa SD di

Amerika Serikat yang belum pernah dapat pelajaran mengenai kelistrikan.

Ternyata mereka sudah memiliki konsepsi mengenai arus listrik. Osborne

menemukan empat model mengenai arus listrik, yaitu "arus dari satu kutub saja

sudah cukup untuk menyalakan lampu, arus berlawanan arah dari dua kutub

(20)

commit to user

oleh lampu dan alat listrik lainnya, dan anggapan bahwa arus tetap" (van den

Berg, 1991: 63).

Pada konsep Optika, Stead dan Osborne (1980) serta Anderson dan

Karrqvist (1981) yang memperlihatkan bahwa banyak siswa atau mahasiswa

berpikir bahwa "cahaya tidak berjalan sama sekali atau hanya berjalan dalam

lingkungan gelap" (van den Berg, 1991: 93). Kebanyakan buku teks dan guru

tidak sadar akan konsepsi ini. Bahwa cahaya merambat dan kecepatan cahaya

hanya bergantung pada medium dan tidak bergantung pada sumber jarang

dinyatakan secara eksplisit baik oleh guru maupun pada buku teks. Demikian juga

dengan proses penglihatan. Guru dan buku menganggap bahwa siswa sudah tahu

bahwa manusia dapat melihat benda karena menerima sinar-sinar pantul dari

benda tersebut atau karena benda tersebut merupakan sumber cahaya sehingga

mata menerima sinar-sinar asli dari benda tersebut. Sebagian siswa ada yang

menganggap bahwa manusia dapat melihat karena mata memancarkan sinar yang

meraba-raba lingkungan.

Miskonsepsi terjadi tidak hanya di luar negeri saja, di Indonesia hal

tersebut juga terjadi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nengah

Maharta di SMA Bandar lampung, hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata

tingkat miskonsepsi fisika siswa sangat tinggi yaitu sebanyak 65% siswa yang

mencangkup semua bidang dalam Fisika. SMAN 2 Bandar Lampung merupakan

sekolah yang paling kecil tingkat miskonsepsi fisikanya yaitu 53%. SMAN 3

Bandar Lampung sebanyak 78%, sedangkan SMAN 9 Bandar Lampung sebesar

66%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rata-rata tingkat miskonsepsi

fisika siswa SMA di Bandar Lampung lebih tinggi dari hasil penelitian ini.

Di bidang Dinamika Partikel, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Cicillia (1990) terdapat jenis-jenis miskonsepsi berikut mengenai gaya pada benda

rehat: (1) Sebagian siswa menganggap bahwa benda hanya dapat diam kalau sama

sekali tidak ada gaya yang bekerja padanya. Gaya gravitasi dan gaya normal

dianggap nol; (2) sebagian siswa menjawab gaya normal adalah nol, siswa sering

menganggap gaya normal sebagai lawan dari gaya gravitasi pada benda, maka

(21)

commit to user

(3) jika benda di dorong dan tidak bergerak, gaya gesekan dianggap lebih besar

daripada gaya dorong atau dianggap tidak ada gaya gesekan (van den Berg,

1991:34).

Miskonsepsi lain di bidang dinamika partikel yaitu benda yang berat akan

jatuh terlebih dahulu dibanding benda yang ringan pada gerak jatuh bebas.

Gustone (1994) melaporkan 63% mahasiswa pendidikan diploma mengalami

miskonsepsi tentang benda yang berat akan jatuh terlebih dahulu dari pada benda

yang lebih ringan. Sedangkan identifikasi untuk populasi anak umur 11 tahun,

mahasiswa fisika yang belum lulus, sarjana muda, dan bukan siswa remaja

frekuensinya meningkat menjadi 91% (Michael Allen, 2010:154).

Berdasarkan observasi penulis saat pelaksanaan Program Pengalaman

Lapangan (PPL) di SMAN 2 Sukoharjo, penulis menemukan banyak sekali

miskonsepsi yang dialami oleh siswa. Meskipun penulis mengajar pada pokok

materi Usaha dan Energi Kelas XI namun dasar yang digunakan pada Pokok

Materi ini adalah Penguasaan materi pada pokok bahasan Dinamika Partikel,

seperti pengertian gaya normal, penguraian vektor pada bidang miring, dan gaya

gesekan. Tidak mengherankan jika pada siswa-siswa SMA banyak sekali terjadi

miskonsepsi tentang konsep fisika. Sebab sewaktu penulis duduk di bangku SMA,

penulis juga mengalami hal yang sama dan bahkan mungkin sampai sekarang

penulis sendiri belum lepas dari miskonsepsi.

Jika Miskonsepsi pada diri siswa ini dibiarkan terus berkembang tentu

sangat disayangkan. Jika siswa yang memiliki konsepsi yang salah mengenai

suatu konsep kelak menjadi seorang guru tentunya hal ini akan mempengaruhi

mutu pendidikan di Indonesia.

Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh

lagi tentang miskonsepsi yang terjadi pada pokok bahasan Dinamika Partikel yang

terjadi pada diri siswa. Selain bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi pada

siswa, penelitian ini juga berguna untuk penulis. Penulis dapat belajar tentang

konsep Dinamika Partikel dengan benar yang mana hal tersebut sangat penting

bagi penulis sebagai calon guru. Dengan harapan penulis kelak dapat menjadi

(22)

commit to user

Meskipun demikian, penulis menyadari bahwa miskonsepsi pada konsep fisika

yang lain juga terjadi pada diri penulis sendiri.

Mempertimbangkan alasan-alasan yang telah diuraikan, maka penulis

bermaksud untuk mengadakan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi

kepemilikan miskonsepsi pada pokok bahasan Dinamika Partikel pada siswa SMA

di SMA Negeri 2 Sukoharjo Kelas XI. Adapun judul penelitian tersebut adalah

"Identifikasi Miskonsepsi Dalam Konsep Dinamika Partikel Siswa Kelas XI

SMA Negeri 2 Sukoharjo".

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut,dapat diidentifikasi

beberapa masalah sebagai berikut:

1. Pengalaman dan intuisi anak membentuk konsepsi atau teori anak mengenai

alam yang secara konsisten digunakan untuk menafsirkan peristiwa alam di

sekitarnya.

2. Setelah menerima pendidikan di sekolah, ternyata konsepsi yang telah

dibangun oleh siswa menyimpang dari konsep yang benar.

3. Rendahnya motivasi belajar, cara belajar yang kurang baik dan kurang mampu

dalam mengaitkan antara konsep-konsep yang saling berhubungan merupakan

salah satu penyebab miskonsepsi.

4. Konsep yang dibangun guru saat mengenyam pendidikan, buku pedoman yang

digunakan oleh guru, ketidakjelasan dalam menyampaikan materi pelajaran,

penggunaan media pelajaran yang tidak sesuai dengan materi yang

disampaikan, kurangnya kemampuan guru dalam mengelola dan

menyampaikan materi pelajaran dapat menyebabkan miskonsepsi.

5. Banyak siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep fisika meliputi

konsep mekanika, kelistrikan, optik geometri dan sebagainya berdasarkan

(23)

commit to user C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah di

atas, maka dalam penelitian ini penulis membatasi masalah agar penelitian ini

dapat mencapai tujuan, ruang lingkup dan arahan yang jelas. Adapun pembatasan

masalah tersebut adalah:

1. Penelitian dilaksanakan untuk mengidentifikasi ada dan tidaknya miskonsepsi

pada siswa dan menjelaskan profil miskonsepsi yang terjadi setelah mendapat

materi Dinamika Partikel.

2. Proses identifikasi miskonsepsi yang dilakukan terbatas pada sub konsep

Dinamika Partikel yang meliputi: Pengertian dan arah gaya, Hukum I Newton,

Hukum II Newton, Hukum III Newton, Gaya Normal, Gaya Gesekan, dan

Gaya Gravitasi.

3. Subyek penelitian adalah siswa SMA Kelas XI SMAN 2 Sukoharjo tahun

ajaran 2010/2011 yang telah menerima materi Dinamika Partikel.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut di atas, dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah siswa memiliki miskonsepsi pada materi Dinamika Partikel?

2. Bagaimanakah profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa SMA kelas XI

pada materi Dinamika Partikel?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi kepemilikan miskonsepsi pada materi Dinamika Partikel

pada siswa.

2. Menjelaskan profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa pada materi

(24)

commit to user F. Manfaat Penelitian

Sebagai pembelajaran alamiah, penelitian ini memberi sumbangan

kon-septual utamanya kepada pendidikan fisika, di samping juga kepada bidang

pembelajaran fisika. Sebagai penelitian pendidikan fisika yang aplikatif,

penelitian ini memberikan urunan substansial kepada lembaga pendidikan formal

maupun para guru/ siswa yang bersangkutan. Adapun manfaat yang diharapkan

dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada bidang

fisika terutama pada layanan perencanaan pembelajaran fisika. Perencanaan

pembelajaran fisika yang akan dibuat diharapkan relevan dan dapat digunakan

untuk mereduksi miskonsepsi yang terjadi.

2. Manfaat Praktis

Pada tataran praktis, penelitian ini memberikan sumbangan kepada

lembaga pendidikan maupun sekolah dan memberi masukan pada dosen, guru dan

calon guru fisika serta siswa itu sendiri agar memperhatikan konsep awal yang

sudah dimiliki siswa sebelum memberikan konsep baru agar tidak terjadi

mis-konsepsi.

Selain itu, penulisan makalah penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

sebagai bahan acuan dalam penelitian lebih lanjut, sehingga dapat memberikan

(25)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pembelajaran Fisika

a. Teori Belajar

Belajar bukan suatu kegiatan untuk menghafal dan mengingat, belajar

merupakan suatu proses yang ditandai dengan perubahan sikap dan tingkah laku

pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari belajar ditunjukkan dalam

berbagai bentuk seperti bertambahnya pengetahuan, pemahaman, sikap, dan

tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, dan kemampuannya, daya kreasi, daya

penerimaannya dan aspek-apek lain dari individu tersebut.

Menurut pendapat Abdillah yang dikutip oleh Aunurrahman (2009: 35)

"Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman

individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya".

Slameto (2003) dalam bukunya Asep Jihad dan Abdul Haris ( 2008:2)

menyatakan bahwa "Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya".

Sedangkan menurut Gagne dalam Ratna Wilis Dahar (1989:11) "Belajar dapat

didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organism berubah perilakunya

sebagai akibat pengalaman".

Asep Jihad dan Abdul Haris (2008:4) menyimpulkan bahwa "perbuatan

belajar terjadi karena interaksi seseorang dengan lingkungannya yang akan

menghasilkan suatu perubahan tingkah laku pada berbagai aspek, diantaranya

pengetahuan, sikap, dan keterampilan". Perubahan-perubahan yang terjadi

disadari oleh individu yang belajar, berkesinambungan dan akan berdampak pada

fungsi kehidupan lainnya. Selain itu perubahan bersifat positif, terjadi karena

(26)

commit to user

yang terjadi meliputi keseluruhan tingkah laku pada sikap, ketrampilan,

pengetahuan, dan sebagainya.

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

pengalaman. Dalam Oemar Hamalik (2001:37) disebutkan bahwasanya:

1) Situasi belajar harus bertujuan.

2) Tujuan dan maksud belajar timbul dari kehidupan anak sendiri.

3) Di dalam mencapai tujuan itu, siswa senantiasa akan menemui kesulitan, rintangan-rintangan, dan situasi-situasi yang tidak menyenangkan.

4) Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang bulat.

5) Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang sebenarnya. Belajar apa yang diperbuat dan mengerjakan apa yang dipelajari.

6) Kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil belajar dipersatukan dan dihubungkan dengan tujuan dalam situasi belajar.

7) Siswa mereaksi sesuatu aspek dari lingkungan yang bermakna baginya. 8) Siswa diarahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berada dalam

lingkungan itu.

9) Siswa diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang berkaitan maupun yang tidak berkaitan dengan tujuan utama dalam situasi belajar.

Piaget dalam Dimyati dan Mudjiono (2002:13-14) menyatakan bahwa: pengetahuan dibentuk oleh individu sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang. Perkembangan intelektual tersebut melalui tahap-tahap berikut. (i) sensori motor (0;0-2;0 tahun), (ii) pra-operasional (2;0-7;0 tahun), (iii) operasional konkret (7;0-11;0 tahun), dan (iv) operasional formal ((7;0-11;0- keatas).

1) Sensori motor (0-2 tahun)

Pada tahap ini anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dan

motorik, yaitu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran perabaan dan

menggerak-gerakkannya.

2) Pra-operasional (2 tahun - 7 tahun )

Pada tahap ini anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Ia telah

mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi,

membuat gambar, dan menggolongkan-golongkan.

3) Operasional konkret (7 tahun – 11 tahun)

Pada tahap operasional konkret anak dapat mengembangkan pikiran logis.

Walaupun terkadang ia memecahkan masalah secara “trial and error”.

(27)

commit to user

Pada tahap operasional formal anak dapat berfikir abstrak seperti pada orang

dewasa.

Lebih lanjut Piaget (Dimyati dan Mudjiono, 2002:13-14) menggolongkan belajar pengetahuan ke dalam 3 fase, fase-fase itu adalah

1) Fase eksplorasi

Dalam fase ini siswa mempelajari gejala dengan bimbingan. 2) Pengenalan konsep

Dalam fase pengenalan konsep, siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala.

3) Aplikasi konsep

Dalam fase aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain lebih lanjut.

Dari definisi di atas, dapat diterangkan bahwa belajar senantiasa

me-rupakan perubahan tingkah laku atau penampilan yang terjadi secara bertahap

sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Belajar akan lebih baik, jika

subjek belajar mengalami atau melakukan proses belajar sendiri, jadi tidak bersifat

verbalistik.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa. Faktor

tersebut berasal dari dalam diri siswa sendiri (faktor internal) dan faktor dari luar

(faktor eksternal). Faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap proses

belajar dan prestasi belajar siswa.

b. Pengertian Fisika

Kata Fisika berasal dari bahasa Yunani "Physic" yang berarti "alam" atau

"hal ikhwal alam", sedangkan Fisika (dalam bahasa inggris "Physic”) ialah ilmu

yang mempelajari aspek-aspek alam yang dapat dipahami dengan dasar-dasar

pengertian terhadap prinsip-prinsip dan hukum-hukum elementernya. Fisika

adalah salah satu cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yaitu ilmu yang

mempelajari alam dengan segala isinya, maka dari itu perkembangan Fisika

didasarkan atas pengamatan dan pengukuran.

Definisi Fisika yang lain adalah ilmu yang mempelajari suatu zat dan

gerakannya. Fisika juga dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang

pengukuran, sebab segala sesuatu yang kita ketahui tentang dunia fisika dan

(28)

commit to user

pengamatan-pengamatan terhadap gejala alam. Fisika menjelaskan

gejala-gejala alam tersebut secara sederhana sehingga mudah untuk dipahami (Sephtian,

2009: 1).

Sedangkan definisi Fisika dari wikipedia adalah ilmu pengetahuan yang

berkaitan dengan penemuan dan pemahaman mendasar hukum-hukum yang

menggerakkan materi, energi, ruang dan waktu (Wikipedia, 2010: 1).

Dari beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa Fisika

merupakan ilmu pengetahuan yang menguraikan dan menganalisis struktur dan

peristiwa alam secara sederhana sehingga menghasilkan pengetahuan baru. Fisika

menguraikan dan menganalisis struktur peristiwa alam semesta dan dari sini akan

ditemukan konsep-konsep, aturan-aturan atau hukum-hukum alam yang dapat

menerangkan gejala-gejala berdasarkan struktur logika.

c. Konsep Fisika

Van den Berg (1991: 8) menyatakan bahwa "Konsep adalah benda-benda,

kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas dan yang

terwakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau suatu simbol". Dalam Kamus

Ilmiah Kontemporer "Konsep adalah karya buram; pemikiran (dasar); rencana

dasar; rancangan; pengertian" (M.D.J. Al-Barry dan Sofyan Hadi A.T, 2008:176).

Definisi konsep menurut Rooser dalam Ratna Wilis (1989 : 80) adalah

"suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian,

kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut

yang sama".

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990 : 456): "konsep adalah :

(1) ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (2) Gambaran

mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan

oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain".

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep adalah

gagasan mengenai materi, pengalaman, peristiwa atau ciri-ciri khas suatu objek

yang diabstraksikan untuk memahami hal-hal lain dengan mengelompokkan atau

(29)

commit to user

tertentu. Penguasaan konsep adalah mampu mengungkap arti serta mampu

menjelaskan konsep-konsep dari suatu materi.

Setiap konsep dapat dibedakan menurut bentuk dan tingkatannya. Menurut

Ratna Wilis (1989:88-89), berdasarkan tingkat pencapaiannya konsep dapat

di-bedakan menjadi empat yaitu :

1) Tingkat Konkret. Kita dapat menyimpulkan bahwa seseorang telah mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila orang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumnya. Untuk mencapai konsep tingkat konkret, siswa harus dapat memperhatikan benda itu, dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di lingkunganya. 2) Tingkat Identitas. Pada tingkat identitas seseorang akan mengenal suatu

objek jika (a) sudah selang suatu waktu (b) bila orang itu mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau (c) bila objek itu ditentukan melalui suatu indera yang berbeda, misalnya, mengenal suatu bola dengan cara menyentuh bagian dari bola itu bukan dengan melihatnya.

3) Tingkat Klasifikatori. Pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Operasi mental yang terlibat dalam pencapaian konsep pada tingkat klasifikatori ialah mengadakan generalisasi bahwa dua contoh atau lebih sampai batas-batas tertentu itu ekuivalen, mengklasifikasikan contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh dari konsep, sekalipun contoh-contoh dan non conto-non contoh itu mempunyai banyak atribut-atribut yang mirip.

4) Tingkat Formal. Untuk pencapaian konsep pada tingkat formal, siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Siswa telah mencapai tingkat formal bila siswa dapat memberi nama konsep itu, mendefinisikan konsep dalam atribut-atribut yang membatasi, dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh-contoh dan non contoh dari konsep.

Dari pengertian konsep dan Fisika, dapat disimpulkan bahwa konsep

Fisika adalah ide abstrak yang digunakan untuk memahami dan mempelajari

tentang teori yang menerangkan gejala-gejala alam sederhana dan hubungan

antara kenyataan-kenyataannya.

Dalam belajar fisika, kemampuan pemahaman konsep merupakan syarat

mutlak untuk mencapai keberhasilan belajar fisika. Hanya dengan penguasaan

konsep fisika seluruh permasalahan fisika dapat dipecahkan. Hal ini menunjukkan

bahwa pelajaran fisika bukanlah pelajaran hafalan tetapi lebih menuntut

(30)

commit to user d. Belajar Konsep

Dasar dari belajar konsep adalah seperti hanya bentuk belajar yang lain

adalah asosiasi stimulus dan respon. Menurut Paul Suparno (2005:3) "biasanya

konsep awal itu kurang lengkap atau kurang sempurna, maka perlu dikembangkan

atau dibenahi dalam pelajaran formal. Disinilah pentingnya pendidikan formal".

Piaget menyatakan dalam pembelajaran konsep seorang anak tidak

terlepas pada proses akomodasi dan asimilasi. Proses akomodasi yang digunakan

anak-anak untuk memperbaiki skema mereka mirip yang digunakan oleh para

ilmuwan untuk memperbaiki skema teknis mereka, kita terkadang mendapati

bahwa pandangan kita mengenai dunia terbukti keliru. Sedangkan proses

asimilasi merupakan kebalikan dari proses akomodasi yaitu dimana seorang guru

dihadapkan pada fakta bahwa skemata seorang anak bersifat stabil. Seorang anak

cenderung untuk mempertahankan skema lamanya sebagai respon atas satu atau

dua input yang membuktikan kekeliruan konsepnya (Winfred, 2009:158).

Menurut Paulou dalam Ratna Wilis Dahar (1989:86) bahwa perbedaan utama

belajar konsep dengan belajar yang lain adalah dalam belajar konsep anak yang

belajar memberikan suatu respon terhadap sejumlah stimulus.

Dalam dunia pendidikan ada tiga ranah tujuan pendidikan yang sangat

dikenal, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut teori Gagne, kapabilitas

siswa pada ranah kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan menggunakan

aktivitasnya sendiri. Kemampuan tersebut meliputi penggunaan konsep dan

kaidah dalam memecahkan masalah (Dimyati dan Mudjiono, 2002:12). Dari teori

kognitif Gagne dikatakan bahwa pengajaran yang baik tidak hanya memberikan

informasi tetapi juga menggerakkan siswa agar menaiki hierarki menuju level

pengetahuan yang semakin tinggi. Atau dengan kata lain struktur pengetahuan dan

keahlian kita secara bertahap dibangun disepanjang hidup kita (Winfred, 2009:

206).

Benyamin S. Bloom telah mengembangkan taksonomi untuk domain

kognitif. Kemudian oleh Anderson dan Krathwohl (2001) domain kognitif Bloom

(31)

commit to user

kognitif (cognitive process) dan dimensi pengetahuan (types of knowledge).

(http://repository.upi.edu. 25 Juni 2011)

Dimensi proses kognitif merupakan hasil revisi dari taksonomi Bloom

ranah kognitif. Anderson mengklasifikasikan proses kognitif menjadi enam

kategori, yaitu:

1) Pertanyaan mengingat (Remember) ialah kemampuan untuk menghafal,

mengingat, atau mengulangi informasi yang pernah diberikan.

2) Pertanyaan Memahami (Comprehention) ialah kemampuan untuk

me-nafsirkan, meringkas, dan menjelaskan dengan menggunakan bahasa sendiri.

3) Menerapkan (Application) ialah kemampuan untuk menjalankan dan

meng-implementasikan suatu informasi, teori, dan prosedur (widodo, 2006).

4) Menganalisis (Analyze) ialah kemampuan menguraikan suatu permasalahan ke

unsur-unsurnya dan menentukan hubungan antar unsur-unsur tersebut

5) Mengevaluasi (Evaluate) ialah kemampuan untuk memeriksa dan mengkritik

berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan

6) Membuat (create) ialah kemampuan untuk membuat, me-rencanakan, dan

memproduksi.

Sedangkan dimensi pengetahuan diklasifikasi menjadi empat kategori,

yaitu:

1) Pengetahuan Faktual (Factual Knowledge) ialah pengetahuan tentang

terminologi dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur

2) Pengetahuan Konseptual (Conceptual Knowledge) ialah pengetahuan tentang

klasifikasi dan kategorisasi, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi serta

pengetahuan tentang teori, model, dan struktur.

3) Pengetahuan Prosedural (Procedural Knowledge) ialah pengetahuan tentang

prosedural, teknik, dan metode yang berhubungan dengan bidang tertentu.

4) Pengetahuan metakognitif (Metacognitive Knowledge) ialah pengetahuan

strategik, pengetahuan tugas kognitif dan pengetahuan tentang diri sendiri.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar konsep bukanlah

menghafal konsep tetapi memperhatikan konsep-konsep awal (pengetahuan awal)

(32)

commit to user

akomodasi dan asimilasi sehingga diperoleh konsep akhir yang diharapkan.

Dengan demikian konsep baru yang masuk dalam struktur kognitif tidak berdiri

sendiri melainkan satu kesatuan dan memiliki arti atau bermakna.

2. Miskonsepsi

a. Prakonsep

Van den Berg (1991:10) menyatakan bahwa "Prakonsep adalah konsepsi

yang dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah

mendapatkan pelajaran formal".

Filsafat konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk

(dikonstruksi) oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan, tantangan, dan

bahan yang dipelajari. Paul Suparno (2005: 30-31) menyatakan, (... .) "oleh karena

siswa sendiri yang mengkontruksi, dapat saja terjadi siswa telah melakukan

konstruksi itu sejak awal sebelum mereka mendapatkan pelajaran formal tentang

bahan tertentu. Mereka mengonstruksi sendiri hal itu karena pengalaman hidup

mereka. Inilah yang disebut prakonsepsi atau konsep awal siswa".

Pengetahuan awal di atas sering kali tidak cocok dengan pengetahuan yang

diterima oleh para pakar, dan menjadi suatu miskonsepsi. Sebagai contoh siswa

telah memiliki banyak pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan

dengan konsep dinamika partikel, oleh karena itu siswa sudah banyak

mengembangkan konsepsi yang belum tentu sama dengan konsepsi fisikawan.

Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan

tidak dipehatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsep yang dimiliki

siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar siswa pada tahap selanjutnya.

b. Konsepsi

Dalam Kamus Lengkap bahasa Indonesia "Konsepsi adalah pendapat,

paham, pandangan, pengertian, cita-cita yang telah terlintas dipikiran" (EM Zul

Fajri dan Ratu A.S, 2003:483). Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Kontemporer

(M.D.J. Al-Barry dan Sofyan Hadi A.T, 2008:176) istilah konsepsi adalah

(33)

commit to user

Van den Berg (1991: 10) menyatakan bahwa "Konsepsi adalah tafsiran

perorangan dari suatu konsep ilmu". Misal, inti konsep dari proses melihat sebuah

benda adalah benda dapat dilihat oleh mata sebab benda tersebut memancarkan

cahaya sendiri atau memantulkan cahaya yang berasal dari sumber cahaya yang

mengenainya kemudian cahaya tersebut sampai ke mata. Akan tetapi banyak

siswa yang memiliki konsepsi berbeda, mereka cenderung berpikir bahwa benda

dapat dilihat oleh mata karena benda tersebut hanya memantulkan cahaya yang

mengenainya sampai ke mata.

c. Miskonsepsi

1) Pengertian Miskonsepsi

Menurut Alan K, Griffith, Kevin Thomey, Bren Cooke, dan Glen Normore

mendiskripsikan miskonsepsi sebagai: "Misconception are defined

misunder-standing which have probably accured during or as a result of recent instruction

in contrast to alternative conception which are more likely to have been held or

developed over a long period of time" atau bisa dikatakan miskonsepsi

di-definisikan sebagai kesalahan pemahaman yang terjadi selama atau sebagai hasil

dari pengajaran yang baru saja diberikan, berkembang dalam waktu yang lama.

Jadi, menurut pendapat tersebut miskonsepsi atau kesalahan pemahaman

merupakan pertentangan antara konsep yang diterima dengan konsep yang telah

dimiliki oleh orang lain atau siswa sebagai peserta didik (Saparini, 2009: 11).

Van Den Berg (1991:13) mendefinisikan miskonsepsi sebagai "konsepsi

siswa bertentangan dengan konsepsi para fisikawan". Paul Suparno (2005:2)

menyatakan bahwa: "Konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah itu

biasanya disebut miskonsepsi atau salah konsep". Sedangkan Fowler dalam

Suparno (2005:5) "memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat

akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang

salah, kekacauan konsep yang berbeda dan hubungan hierarkis

konsep-konsep yang tidak benar".

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

(34)

commit to user

lainnya, atau gagasan intuitif atau pandangan yang naif. Kesalahan pemahaman

(miskonsepsi) merupakan kesalahan konsep awal, kesalahan dalam

meng-hubungkan suatu konsep dengan konsep lain, antara konsep yang diberikan oleh

guru dengan konsep yang telah dimiliki oleh seorang ahli, atau gagasan intuitif

atau pandangan yang naif.

Abraham dan kawan-kawan (1994: 152) membagi derajat pemahaman

konsep menjadi tiga kelompok, yaitu derajat tidak memahami, derajat

miskonsepsi, dan derajat memahami konsep seperti terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep

No. Kategori Derajat Pemahaman Kriteria

1. Tidak

a. tidak ada jawaban / kosong b. menjawab “saya tidak

Ada banyak penyebab terjadinya miskonsepsi seperti yang dikemukakan

oleh Paul Suparno (2005:29) berikut :

(35)

commit to user

Penyebab yang berasal dari siswa dapat terdiri dari berbagai hal, seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan, minat, cara berfikir, dan teman lain. Penyebab kesalahan dari guru dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan siswa yang kurang baik. Penyebab miskonsepsi dari buku teks biasanya terdapat pada penjelasan atau uraian yang salah dalam buku tersebut. Konteks seperti budaya, agama, dan bahasa sehari-hari juga mempengaruhi miskonsepsi siswa.

Dalam pengertian konstruktivisme, tampak jelas bahwa miskonsepsi itu

merupakan hal yang wajar dalam proses pembentukan pengetahuan oleh

seseorang yang sedang belajar. Dengan adanya miskonsepsi itu, sebenarnya

menunjukkan bahwa pengetahuan sungguh merupakan bentukan siswa sendiri.

Pra konsepsi siswa yang salah merupakan hal yang wajar dalam pembelajaran

kontruktivisme, namun proses kontruksi konsep yang salah oleh siswa ini

menjadikan miskonsepsi bersifat resisten.

3) Beberapa Fakta Mengenai Miskonsepsi

Berdasarkan definisi miskonsepsi yang telah dijelaskan, terdapat beberapa

fakta mengenai miskonsepsi (Van den Berg, 1991 : 17), yaitu :

a) Miskonsepsi sulit sekali untuk diperbaiki

b) Seringkali siswa mengalami miskonsepsi terus-menerus. Soal-soal yang sederhana dapat dikerjakan, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit miskonsepsi akan muncul kembali.

c) Sering terjadi regresi, yaitu siswa yang yang sudah mengatasi miskonsepsi beberapa bulan kemudian salah lagi.

d) Dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tidak dapat dihilangkan atau dihindari.

e) Siswa, mahasiswa, guru, dosen maupun peneliti dapat terkena miskonsepsi.

f) Siswa yang pandai dan yang lemah keduanya dapat terkena miskonsepsi.

Sebagai contoh miskonsepsi tentang panas dan termodinamika. Banyak

siswa mempunyai pengertian bahwa suatu benda yang mempunyai suhu lebih

tinggi selalu mempunyai panas yang lebih tinggi pula. Mereka menyamakan

begitu saja pengertian suhu dengan panas/kalor. Misalnya, sebuah besi dengan

massa 10 gr dan suatu aluminium dengan massa 10 Kg dipanaskan dari 00C. Besi

itu dipanaskan sampai 1000C, sedangkann aluminium dipanaskan sampai 100C.

(36)

commit to user

besar daripada aluminium, karena suhu akhirnya lebih tinggi daripada suhu akhir

aluminium. Para siswa, dalam perhitungannya lupa mempertimbangkan pengaruh

massa dan kapasitas panas masing-masing benda menurut rumusan kalor.

Miskonsepsi tentang kalor tersebut, tidak mudah untuk diperbaiki karena

dalam kehidupan sehari-hari, siswa cenderung menyamakan kalor dengan suhu.

Dan miskonsepsi tersebut tidak dapat dijelaskan hanya dengan ceramah saja,

sebagus apapun ceramah tersebut, miskonsepsi tersebut akan terulang kembali

oleh siswa. Terkadang siswa bersikap ganda menggunakan konsep kalor, ketika di

dalam kelas siswa dapat menggunakan konsep yang benar, namun dalam

kehidupan sehari-hari miskonsepsi tersebut terulang kembali.

4) Saran untuk Mengatasi Miskonsepsi

Ada banyak cara untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi dalam

bidang fisika. Banyak penelitian telah dilakukan oleh para ahli pendidikan fisika,

biologi, kimia dan astronomi yang mengungkapkan bermacam-macam kiat yang

dibuat untuk membantu siswa memecahkan persoalan miskonsepsi.

Secara garis besar langkah yang digunakan untuk membantu mengatasi

miskonsepsi menurut Paul Suparno (2005:55) adalah (1) mencari atau

meng-ungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa; (2) mencoba menemukan penyebab

miskonsepsi tersebut; (3)mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi".

Sedangkan menurut van den Berg (1991: 22), terdapat beberapa saran

untuk mengatasi miskonsepsi, antara lain :

a) Mempelajari miskonsepsi yang sering terjadi pada siswa b) Menyadari dalam diri ada miskonsepsi atau tidak

c) Mencoba menggunakan demonstrasi

d) Menentukan prioritas dan pengajaran remidial khusus untuk materi dasar dan prasyarat untuk materi lain.

e) Mencari soal-soal konsep tanpa mengabaikan perhitungan.

Selain itu untuk mencegah terjadinya miskonsepsi, penting bagi guru

mengajarkan konsep yang benar sejak awal kepada siswa. (Daniel Muijs dan

(37)

commit to user

3. Identifikasi Miskonsepsi

a. Alat Identifikasi Miskonsepsi

Identifikasi miskonsepsi adalah suatu cara yang dilakukan untuk

meng-identifikasi belajar siswa yang mengalami kesalahan dalam memahami konsep.

Kesalahan tersebut adalah konsep siswa yang berbeda dengan konsep para ahli.

Ada beberapa alat deteksi yang sering digunakan para peneliti dan guru, yaitu:

1) Peta konsep (Concept Maps)

Peta konsep Fisika dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa

dalam bidang Fisika. Peta konsep yang mengungkapkan hubungan berarti antara

konsep-konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok, yang disusun hirarkis,

dengan jelas dapat mengungkap miskonsepsi siswa yang digambarkan dalam peta

konsep tersebut. Miskonsepsi siswa dapat diidentifikasi dengan melihat apakah

hubungan antara konsep-konsep itu benar atau salah.

2) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka

Amir dkk (1987), menggunakan tes pilihan ganda (multiple choice)

dengan pertanyaan terbuka di mana siswa harus menjawab dan menulis mengapa

ia mempunyai jawaban seperti itu. Jawaban-jawaban yang salah dalam pilihan

ganda ini selanjutnya dijadikan bahan tes berikutnya. Pada tes multiple choice

dengan reasoning terbuka, dibagian alasan siswa harus menuliskan alasan dari

jawaban yang ia pilih. Beberapa peneliti lain menggunakan pilihan ganda dengan

interview. Berdasarkan hasil jawaban yang tidak benar dalam pilihan ganda itu,

mereka mewawancarai siswa. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk meneliti

bagaimana siswa berfikir, dan mengapa mereka berfikir seperti itu.

3) Tes Esai Tertulis

Suatu tes yang berbentuk esai memuat beberapa konsep fisika yang

memang hendak diajarkan atau yang sudah diajarkan. Tes berbentuk esai dapat

digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi, yaitu melalui tulisan atau jawaban yang

(38)

commit to user

dapat melekukan tes tertulis untuk mengatahui konsepsi awal siswa (prakonsep).

Bentuk tes esai juga dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman

siswa terhadap materi yang sudah diajarkan oleh guru. Dengan demikian, seorang

guru dapat mengetahui siswa yang mengalami miskonsepsi dan dalam sub-bidang

materi apa.

4) Wawancara Diagnosis

Wawancara berdasarkan beberapa konsep fisika tertentu dapat dilakukan

juga untuk melihat miskonsepsi pada siswa. Guru memilih beberapa konsep fisika

yang diperkirakan sulit dimengerti siswa, atau beberapa konsep fisika yang pokok

dari bahan yang hendak diajarkan. Kemudian siswa diajak untuk mengekpresikan

gagasan mereka mengenai konsep-konsep di atas. Dari sini dapat dimengerti

miskonsepsi yang ada dan sekaligus ditanyakan dari mana mereka memperoleh

miskonsepsi tersebut. Wawancara diagnosis dapat berbentuk bebas atau berbentuk

terstruktur

5) Diskusi Dalam Kelas

Dalam kelas siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang

konsep yang sudah diajarkan atau yang hendak diajarkan. Dari diskusi kelas itu

dapat dideteksi juga apakah gagasan mereka itu tepat atau tidak. Dari diskusi

tersebut, guru atau peneliti dapat mengetahui miskonsepsi yang dimiliki siswa.

Hal yang perlu diperhatikan dalam diskusi kelas adalah membantu agar setiap

siswa berani bicara untuk mengungkapkan pikiran mereka tentang persoalan yang

dibahas.

6) Praktikum Dengan Tanya Jawab

Praktikum yang disertai dengan tanya jawab antara guru dengan siswa

yang melakukan praktikum juga dapat digunakan untuk mendeteksi apakah siswa

mempunyai miskonsepsi tentang konsep pada praktikum itu atau tidak. Selama

praktikum, guru selalu bertanya bagaimana konsep siswa dan bagaimana siswa

(39)

commit to user b. Tes Diagnostik Miskonsepsi

Identifikasi miskonsepsi salah satunya dapat dilakukan dengan

mem-berikan tes diagnostik pada siswa. Slameto (1989: 27) menyatakan "tes diagnostik

adalah usaha penilaian untuk menelusuri kelemahan-kelemahan khusus yang

dimiliki siswa yang tidak berhasil dalam belajar, juga faktor-faktor yang

menguntungkan pada siswa tersebut, untuk dapat digunakan dalam menolong

mengatasi kelemahan siswa tersebut". Asep Jihad dan Abdul Haris (1996: 70)

menyatakan bahwa "Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar

yang dihadapi peserta didik, termasuk kesalahan pemahaman konsep". Penekanan

tes diagnostik adalah pada proses belajar dan bukan pada hasil belajar.

Eric Mazur (1997: 26) menyatakan kriteria yang seharusnya dimiliki oleh

soal tes konsep adalah "1) focus on a single concept, 2) not be solvable by relying

on equations, 3) have adequate multiple-choice answers, 4) be unambiguously

worded, 5) be neither too easy nor too difficult". Atau dengan kata lain soal test

yang baik memiliki kriteria 1) fokus pada satu konsep, 2) tidak dapat diselesaikan

dengan mengandalkan persamaan matematis, 3) jawaban soal dapat dibuat dalam

bentuk pilihan ganda, 4) kata-katanya tidak ambigu, 5) tidak terlalu mudah dan

tidak terlalu sulit.

Ada beberapa macam tes diagnostik yang digunakan untuk

mengidentifikasi miskonsepsi siswa, diantaranya adalah dengan memberikan soal

tes berbentuk multiple choice dengan reasoning terbuka, beberapa peneliti lain

menggunakan pilihan ganda (multiple choice) dengan alasan yang sudah

ditentukan. Dan sebagian lagi menggunakan tes esai untuk mendeteksi

miskonsepsi. Adapun kelebihan dan kekurangan dari masing-masing jenis tes

diagnostik tersebut adalah sebagai berikut:

1) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka

Tes multiple choice dengan reasoning terbuka adalah soal tes konsep yang

berbentuk pilihan ganda dimana siswa diharuskan untuk menuliskan alasan dari

jawaban yang ia pilih. Tes multiple choice beralasan adalah suatu cara yang

(40)

commit to user

dimana kedua item tersebut mempersoalkan hal yang sama. Dengan cara ini siswa

dianggap benar atau memahami jika pilihan dan alasan yang diberikan siswa juga

benar.

Kelebihan dari bentuk soal seperti ini adalah alasan yang ditulis siswa

bersifat terbuka, artinya siswa bebas menuangkan alasan berdasarkan ide

pikirannya sendiri.

Kelemahan dari bentuk tes ini adalah peneliti susah dalam menganalisis

karena akan diperoleh beranekaragam jawaban alasan dari siswa. Selain itu

peneliti juga harus memikirkan cara bagaimana menyuruh siswa untuk bersedia

menuliskan alasan dari jawaban yang ia pilih. Terutama siswa SMA, mereka

kecenderungan kesulitan menuangkan konsep mereka dalam bentuk kata-kata.

2) Tes Multiple Choice dengan Alasan Sudah Ditentukan

Tes multiple choise dengan alasan yang sudah ditentukan adalah tes

konsep yang berbentuk pilihan ganda beralasan dimana alasan sudah ditentukan

oleh peneliti. Siswa diharuskan memilih alasan yang sudah tersedia sebagai sebab

dari pilihan jawaban yang ia pilih.

Kelebihan lebih memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang

diperoleh. Sedangkan kelemahannya adalah membatasi pemikiran siswa, alasan

siswa yang tidak tercantum dalam pilihan itu, tidak terungkap.

3) Tes esai tertulis

Bentuk tes esai tertulis ini biasanya menghendaki jawaban berupa

penjelasan. Dari penjelasan itulah dapat diketahui miskonsepsi yang terjadi pada

diri siswa.

Kelebihan tidak ada batasan bagi jawaban siswa. Pada bentuk tes esai

tertulis ini siswa dibebaskan dalam menjawab dan memberikan alasan sesuai

dengan pemikirannya. Perbedaan mendasar dengan bentuk tes pilihan ganda

dengan alasan terbuka adalah pada tipe soal Tes multiple choice dengan reasoning

terbuka siswa masih dibatasi dalam memilih jawaban, sedangkan pada bentuk esai

tertulis selain siswa bebas dalam memberikan alasan siswa juga bebas dalam

(41)

commit to user

Kelemahannya sulit dalam menganalisis data dan juga jawaban siswa

berisiko keluar dari kontek penelitian.

4) Bentuk Tes yang Digunakan Dalam Penelitian

Berdasarkan penjabaran yang telah diuraikan di atas, dalam penelitian ini

peneliti menggunakan bentuk tes objektif dengan alasan sudah ditentukan.

Pemilihan bentuk tes tersebut didasarkan pada berbagai pertimbangan peneliti,

diantaranya:

a) Memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang diperoleh.

b) Kondisi subyek penelitian. Kondisi subyek yang dimaksud adalah adanya

beberapa sikap dari subyek penelitian yang kurang baik, seperti sikap

malas mengerjakan dan tidak disiplin.

c) Untuk mencegah terjadinya siswa yang abstain dalam menjawab.

4. Dinamika Partikel

a. Hukum I Newton

Hukum pertama Newton menyatakan:

In the absence of external forces, when viewed from an inertial reference

frame, an object at rest remains at rest and an object in motion continues in

motion with a constant velocity (that is, with a constant speed in a straight line.

Atau dengan kata lain jika tidak ada gaya luar yang bekerja sebuah benda, benda

yang diam akan tetap diam dan benda bergerak akan terus bergerak dengan

kecepatan konstan pada lintasan lurus. (Serway, 2004:115).

b. Hukum II Newton

Hukum II Newton menyatakan "When viewed from an inertial reference

frame, the acceleration of an object is directly proportional to the net force

acting on it and inversely proportional to its mass". Yang artinya Ketika

dilihat dari suatu kerangka acuan inertial, percepatan sebuah benda berbanding

(42)

commit to user

massanya. Arah percepatan sama dengan arah gaya total yang bekerja padanya.

(Serway, 2004:117)

Secara metematik dituliskan:

………. (2.1)

Keterangan:

䚀 : Percepatan benda (ms-2)

付 : Gaya netto yang bekerja pada benda (N) m : Massa benda (kg)

c. Hukum III Newton

Hukum II Newton menjelaskan secara kuantitatif bagaimana gaya-gaya

memengaruhi gerak. Sebagai contoh, seekor kuda yang menarik kereta, tangan

seseorang mendorong meja, atau magnet menarik paku. Contoh tersebut

me-nunjukkan bahwa gaya diberikan pada sebuah benda, dan gaya tersebut diberikan

oleh benda lain, misalnya gaya yang diberikan pada meja diberikan oleh tangan.

Newton menyadari bahwa hal ini tidak sepenuhnya seperti itu. Memang benar

tangan memberikan gaya pada meja, tetapi meja tersebut jelas memberikan gaya

kembali kepada tangan. Dengan demikian, Newton berpendapat bahwa kedua

benda tersebut harus dipandang sama. Tangan memberikan gaya pada meja, dan

meja memberikan gaya balik kepada tangan.

Hukum III Newton berbunyi : "ketika suatu benda memberikan gaya pada

benda kedua, benda kedua tersebut memberikan gaya yang sama besar tetapi

berlawanan arah tehadap benda yang pertama".

Hukum III Newton ini kadang dinyatakan sebagai hukum aksi reaksi,

"untuk setiap aksi ada reaksi yang sama dan berlawanan arah". Untuk

meng-hindari kesalahpahaman, sangat penting untuk mengingat bahwa gaya "aksi" dan

gaya “reaksi” bekerja pada benda yang berbeda.

Secara matematis dapat dituliskan:

aksireaksi ……….. (2.2)

(43)

commit to user

N'

aksi : Gaya yang dikerjakan benda pertama ke benda kedua (N)

reaksi : Gaya yang dikerjakan benda kedua ke benda pertama (N) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hukum III Newton:

1) Gaya aksi dan reaksi hadir bila kedua benda berinteraksi dan bekerja pada

dua benda yang berbeda

2) Gaya aksi dan reaksi bekerja pada satu garis kerja yang sama

3) Arah gaya aksi aksi berlawanan dengan gaya reaksi dan besarnya sama

Perhatikan Gambar 2.1

Gambar 2.1 Gaya Aksi dan Reaksi

Pada kasus benda di atas meja, bukan berarti pada benda tersebut tidak

bekerja suatu gaya. Pada benda tersebut bkerja gaya-gaya sebagai berikut

1) Gaya Normal ( )

Pada gambar ditunjukkan dengan gaya yang arahnya vertikal ke atas atau

gaya yang arahnya tegak lurus bidang.

2) Gaya tekan benda ( ')

Gaya ini adalah gaya yang diberikan benda ke meja.

3) Gaya berat ( )

Yaitu gaya tarik yang dilakukan oleh bumi ke benda. Arahnya selalu

menuju pusat bumi.

4) Gaya gravitasi bumi ke buku (付獮)

Yaitu gaya tarik yang dilakukan oleh benda terhadap bumi. Arahnya

menuju pusat benda.

Pasangan gaya aksi dan reaksi pada gambar tersebut adalah gaya berat ( )

dengan gaya gravitasi benda terhadap bumi (付). Dimana besarnya = - 付. w

Fg N

(44)

commit to user

Pasangan gaya dan ' juga merupakan pasangan gaya aksi aksi dan reaksi yang.

Besarnya sama dengan ' namun arah kedua gaya tersebut saling berlawanan.

Perhatikan secara seksama, besarnya = , meskipun besar keduanya

sama dan arahnya saling berlawanan, kedua gaya tersebut bukanlah gaya aksi

reaksi karena kedua gaya tersebut bekerja pada benda yang sama, yaitu benda di

atas meja. Namun karena kedua gaya tersebut (besarnya sama dan arahnya

berlawanan) terbentuklah kesetimbangan gaya yang bekerja pada buku sehingga

buku diam di atas meja.

d. Terapan Hukum Newton

Hukum-hukum Newton dapat digunakan untuk menganalis atau

menyelesaikan suatu permasalahan berdasarkan gaya-gaya yang bekerja. Di alam

ini banyak sekali jenis gaya yang dapat bekerja pada benda. Tiga jenis gaya yang

perlu kalian ketahui adalah berat, gaya normal, dan gaya gesek. Gaya normal dan

gaya gesek merupakan proyeksi gaya kontak. Setiap ada dua benda yang

bersentuhan akan timbul gaya yang di namakan gaya sentuh atau gaya kontak.

Gaya kontak ini dapat di proyeksikan menjadi dua komponen yang saling tegak

lurus. Proyeksi gaya kontak yang tegak lurus bidang sentuh dinamakan gaya

normal. Sedangkan proyeksi gaya kontak yang sejajar bidang sentuh di namakan

gaya gesek.

1) Gaya Berat Benda

Setiap benda yang memiliki massa memiliki berat, seperti yang telah

disinggung di depan, berat disimbolkan w. Berat suatu benda di Bumi, Bulan,

planet lain, atau di luar angkasa besarnya berbeda-beda. Sebagai contoh,

percepatan gravitasi g di permukaan bulan kira-kira 1/6 percepatan gravitasi di

permukaan bumi. Sehingga massa 1 kg di permukaan bumi yang beratnya 9,8 N,

ketika berada di permukaan bulan beratnya menjadi 1,7 N. Ketika benda tersebut

berada di bumi maka gaya berat yang bekerja adalah gaya gravitasi bumi.

Sehingga berat benda tersebut didefinisikan sebagai gaya gravitasi yang bekerja

pada benda. Maka berat benda merupakan besaran yang harganya bergantung

(45)

commit to user

Menurut Hukum II Newton, gaya ini menimbulkan percepatan. Percepatan

yang ditimbulkan oleh gravitasi ini disebut percepatan gravitasi ( ). Oleh karena

itu, di sini berat benda ( ) sebagai gaya (付), dan percepatan gravitasi sebagai

percepatan (䚀 . Sesuai Hukum II Newton, 付 = 䚀, maka hubungan antara gaya berat ( ), massa ( ) dan percepatan gravitasi ( ) dapat dituliskan:

= m ………... (2.3)

Keterangan:

= Berat benda (N)

= Massa benda (kg)

= Percepatan gravitasi (ms-2)

Gaya gravitasi bekerja pada sebuah benda tidak hanya ketika benda

tersebut jatuh. Ketika benda berada dalam keadaan diam di Bumi, gaya gravitasi

pada benda tersebut tidak hilang. Hal ini dapat diketahui, jika kita menimbang

benda tersebut dengan menggunakan neraca pegas.

2) Perbedaan Massa dan Berat Benda

Perbedaan antara massa dan berat benda ditunjukkan dalam Tabel 2.2

Table 2.2 Perbedaan Massa dan Berat Benda

No. Massa Berat

1. Massa adalah jumlah zat yang

terkandung dalam suatu benda

Berat adalah besarnya gaya tarik

gravitasi yang bekerja pada benda

2. Massa di semua tempat sama Berat benda dapat berubah,

tergantung pada percepatan gravitasi

( di tempat benda berada

3. Merupakan besaran skalar Merupakan besaran vektor

4. Merupakan besaran pokok

dengan satuan dalam SI

kilogram (kg)

Merupakan besaran turunan dengan

satuan dalam SI Newton (N)

5. Dapat di ukur dengan neraca

Ohauss

Gambar

Tabel 2.1. Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep
Gambar 2.1 Gaya Aksi dan Reaksi
Table 2.2 Perbedaan Massa dan Berat Benda
Gambar 2.2a Uraian Vektor Gaya
+7

Referensi

Dokumen terkait

gaya yang bekerja pada sebuah benda sama dengan nol maka benda tidak akan dipercepat, benda selalu diam, dan perubahan kecepatan sama dengan nol.” Partisipan A, D, E, G, H, dan J

apabila magnet di dekatkan dengan benda yang memiliki sifat kemagnetan, benda tersebut akan menarik benda di sekitar magnet tersebut dan gaya yang paling kuat terdapat pada

Sebuah benda bermassa 1 kg, sedang bergerak lurus beraturan dengan kecepatan 20 m/s tiba-tiba ada gaya yang bekerja pada benda searah. dengan gerak benda sebesar

Tapi bila gaya F sedikit saja lebih besar dari gaya gesek statis (fs) maka benda akan bergerak dengan percepatan (a) dan menimbulkan gaya gesek kinetis (fk) yang lebih kecil dari

Hukum I Newton menyatakan bahwa: “ jika resultan gaya yang bekerja pada suatu benda sama dengan nol maka benda yang diam akan tetap diam dan benda yang bergerak

3 2 orang Siswa memberikan jawaban bahwa apabila sejumlah gaya horizontal yang lebih besar dari gaya gesek statis maksimum diberikan pada sebuah balok, Sementara balok

Sama dengan partisipan lainnya, partisipan E juga meyakini bahwa benda yang belum bergerak ketika didorong tidak ada gaya geseknya, padahal terdapat gaya gesek statis... 22

Menurut Hukum Newton, sebuah benda akan tetap dalam keadaan diam atau bergerak lurus beraturan dengan kecepatan konstan jika jumlah gaya yang bekerja pada benda tersebut adalah nol..