commit to user
IDENTIFIKASI MISKONSEPSI DALAM KONSEP
DINAMIKA PARTIKEL SISWA KELAS XI
SMA NEGERI 2 SUKOHARJO
Skripsi
Oleh :
Fita Maftuhah
K2307026
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
IDENTIFIKASI MISKONSEPSI DALAM KONSEP
DINAMIKA PARTIKEL SISWA KELAS XI
SMA NEGERI 2 SUKOHARJO
Oleh :
Fita Maftuhah
K2307026
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada Hari : ……….... Tanggal : ………...
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Drs. Pujayanto, M.Si
NIP. 19650614 199203 1 003
Pembimbing II
commit to user
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada Hari : ………. Tanggal : ……….
Tim Penguji Skripsi:
Ketua : Ahmad Fauzi M. Pd ………
Sekretaris : Elvin Yusliana S. Pd., M. Pd ……… Anggota I : Drs. Pujayanto, M. Si ………
Anggota II : Drs. Trustho Raharjo, M. Pd ………
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Dekan,
commit to user
v ABSTRAK
Fita Maftuhah. IDENTIFIKASI MISKONSEPSI DALAM KONSEP DINAMIKA PARTIKEL SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO. Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2011.
Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi kepemilikan miskonsepsi siswa dalam pokok bahasan Dinamika Partikel, dan menjelaskan profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa dalam pokok bahasan Dinamika Partikel.
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode expostfacto. Populasi dalam penelitian yaitu siswa kelas XI SMAN 2 Sukoharjo yang mengambil jurusan IPA. Teknik pengambilan sampel yang duganakan yaitu teknikpurposive sampling. Sampel dalam penelitian terdiri dari 113 siswa. Data penelitian tentang miskonsepsi siswa diperoleh dari instrumen penelitian berupa perangkat tes identifikasi miskonsepsi berbentuk tes objektif dengan alasan sudah ditentukan. Teknik analisis data yang digunakan adalah kuantitatif-deskriptif.
commit to user
vi ABSTRACT
Fita Maftuhah. IDENTIFICATION OF THE PARTICLE DYNAMICS CONCEPT STUDENTS MISCONCEPTIONS IN CLASS XI SMA SMA NEGERI 2 SUKOHARJO. Skripsi. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education of Sebelas Maret Surakarta University. July 2011.
The purposes of this research are to identify the ownership of student misconceptions on the subject of Particle Dynamics, and describes the profile misconceptions held by students in the subject of Particle Dynamics.
The research method used is expostfacto method. The population research is the student class XI of SMAN 2 Sukoharjo who majored in science. The sample techniques interpretation is purposive sample technique. The sample in the research consisted of 113 students. Research data about students misconceptions derived from the research instrument in the form of the test device identification misconceptions shaped by reason of objective tests have been determined. Data analysis technique used is quantitative-descriptive.
commit to user
vii MOTTO
"Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila telah selesai (dari satu urusan), kerjakan dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepeda Tuhanlah hendaknya kamu berharap." (Q.S. Alam Nasyrah: 6-8 )
"Hidup harus bermanfaat bagi Orang lain". (penulis)
"Hidup itu masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Jangan jatuh karena kesalahan dimasa lalu, jangan terlena karena kejayaan dimasa sekarang, tapi bermimpi dan rencanakan hidup dimasa yang akan datang". (penulis)
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehinnga penyusunan skripsi yang berjudul :"IDENTIFIKASI MISKONSEPSI DALAM KONSEP DINAMIKA PARTIKEL SISWA SMA KELAS XI SMA NEGERI
2 SUKOHARJO"dapat diselesaikan.
Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan, bimbingan, dorongan, dan fasilitas dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ibu Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si. Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Dra. Rini Budiarti, M.Pd. Ketua Program Pendidikan Fisika Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Surakarta.
4. Bapak Drs. Sutadi Waskito, M.Pd. Koordinator skripsi Program Fisika P.MIPA Universitas Sebelas Maret surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi ini.
5. Bapak Drs. Pujayanto, M.Si dan Drs. Trustho Raharjo, M.Pd. Dosen pembimbing yang telah banyak membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah skripsi.
6. Ahmad Syaifudin, yang sudah merelakan waktunya untuk memberi bantuan kepada saya
7. Warga SMAN 2 Sukoharjo.
8. Sahabat-sahabatku dan teman-teman Fisika angkatan 2007
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh dari sempurna. Namun demikian penulis bergarap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan.
commit to user
A. Latar Belakang Masalah ………. 1
B. Identifikasi Masalah ………... 4 BAB II. LANDASAN TEORI ……… 6
A. Tinjauan Pustaka ………... 6
1. Pembelajaran Fisika ………. 6
commit to user 3) Beberapa fakta mengenai miskonsepsi …………
4) Saran Untuk Mengatasi Miskonsepsi …………... 12 3. Identifikasi Miskonsepsi ………..
a. Alat Identifikasi Miskonsepsi ……… 1) Peta Konsep ………. 2) Tes Multiple Choice Dengan Reasoning Terbuka 3) Tes Esai Tertulis ……….. 4) Wawancara Diagnosis ………. 5) Diskusi Dalam Kelas ……… 6) Praktikum Dengan Tanya Jawab ……….. b. Tes Diagnostik Miskonsepsi ……….. 1) Tes Multiple Choice Dengan Reasoning Terbuka 2) Tes Objektif Dengan Alasan Sudah Ditentukan .. 3) Tes Esai Tertulis ……….. 4) Bentuk Tes yang Digunakan Dalam Penelitian ...
4. Dinamika Gerak ………... 14 a. Hukum I Newton ……….. 14 b. Hukum II Newton ………..
c. Hukum III Newton ……….
d. Terapan Hukum Newton ……… 14 1) Gaya Berat Benda ……… 16 2) Perbedaan Massa dan Berat Benda ………..
commit to user
xii
1. Miskonsepsi di Bidang Fisika ………. 2. Miskonsepsi Dinamika Partikel ……….. C. Kerangka Pemikiran ………..
D. Pertanyaan Penelitian………... 37
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ……….. 39 39 A. Jenis dan Desain penelitian ………....
B. Tempat dan Waktu Penelitian ……… 39 1. Tempat Penelitian ………....
2. Waktu Penelitian ……….. C. Sumber Data ………. D. Populasi dan Sampel Penelitian ...………..
commit to user
xiii
DAFTAR PUSTAKA ……… LAMPIRAN ………...
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep ……… 17 Table 2.2 Perbedaan Massa dan Berat Benda ……… 28 Tabel 3.1 Persebaran Materi Instrument Tes Identifikasi Miskonsepsi
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gaya Aksi dan Reaksi ……… 27
Gambar 2.2 Uraian Vektor Gaya Normal Balok (a) di atas Lantai, (b) bidang Miring, (c) bidang tegak vertical ………. 30
Gambar 2.3 Orang di Dalam Lift dengan ( ) = 0 ……….………. 32
Gambar 2.4 Orang Dalam Lift yang Bergerak Naik dengan Percepatan ( ).. 32
Gambar 2.5 Orang Dalam Lift yang Bergerak Turun dengan Percepatan ( ) 32 Gambar 2.6 Paradigma Penelitian ……….. 38
Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data(Interactive Model)………… 45
Gambar 4.1 Diagram Balok Tes Identifikasi Miskonsepsi Dinamika Partikel 50 Gambar 4.2 Diagram Persentase Rata-Rata Tiap Kategori Miskonsepsi ….. 52
Gambar 4.3 Lintasan Gerak Benda ……… 54
Gambar 4.4 Gaya-gaya yang Bekerja Pada Balok ………. 54
Gambar 4.5 Diagram Gaya yang Bekerja Pada Batu ………. 54
Gambar 4.6 Benda Ditarik GayaFMembentuk Sudutα……….. 59
Gambar 4.6 Benda Ditarik GayaF……… 60
Gambar 4.8 Gaya Gesek Pada Benda yang Ditumpuk ……….. 61
Gambar 4.9 (a) Gambar Lintasan Salah, (b) Gambar Lintasan yang Benar .. 64
Gambar 4.10 Lintasan benda Parabola ……….………. 65
Gambar 4.11 Lintasan Benda Vertikal ………. 65
Gambar 4.12 Gaya Gesek Pada Benda yang Ditumpuk .…….………. 69
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jadwal Kegiatan ………..…… 82
Lampiran 2 Soal Tes Identifikasi Miskonsepsi Dinamika Partikel ..………. 83
Lampiran 3 Kunci Jawaban ………..……. 96
Lampiran 4 Lembar Jawaban ………. 97
Lampiran 5 Persebaran Jawaban Siswa ……….. 98
Lampiran 6 Persentase Jawaban Siswa ……….. 106
Lampiran 7 Kategori Miskonsepsi ………. 108
Lampiran 8 Perhitungan Miskonsepsi Rata-rata Tiap Kategori Miskonsepsi 110 Lampiran 9 Surat Perizinan ……… 112
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengalaman dan intuisi anak membentuk konsepsi atau teori anak
mengenai alam yang secara konsisten digunakan oleh anak tersebut untuk
menafsirkan peristiwa alam di sekitarnya. Konsepsi anak juga dapat dipandang
sebagai suatu kerangka atau jaringan yang mencerminkan hubungan antara
konsep-konsep dan yang dipakai untuk menafsirkan informasi mengenai alam.
Perlu disadari bahwa kerangka itu bukan sekedar hasil hafalan tetapi hasil
pengalaman dengan alam sepanjang umur hidup. Misalnya, seorang siswa
berumur 15 tahun sudah selama 15 tahun berpengalaman dengan
peristiwa-peristiwa alam di sekitarnya. Selama waktu itu anak sudah membangun
konsep-konsep di dalam kepalanya mengenai kecepatan, gaya, cara manusia melihat, dan
sebagainya, walaupun anak tersebut mungkin tidak menggunakan istilah-istilah itu
dan tidak menyadari apa sedang dibangun dalam kepalanya. Oleh sebab itu,
konsepsi siswa sulit untuk diubah sebab konsepsi tersebut merupakan hasil dari
sekian tahun perkembangan. Setelah menerima pendidikan di sekolah, ternyata
seringkali kerangka konsep yang telah dibangun oleh siswa tersebut menyimpang
dari konsep yang benar. Selanjutnya kerangka konsep siswa yang salah tersebut
akan disebut sebagai miskonsepsi.
Penyebab dari resistennya sebuah miskonsepsi karena setiap orang
membangun pengetahuan persis dengan pengalamannya. Sekali kita telah
membangun pengetahuan yang salah, maka tidak mudah untuk memberi tahu
bahwa hal tersebut salah dengan jalan hanya memberi tahu untuk mengubah
miskonsepsi itu. Terlebih bila miskonsepsi itu dapat membantu memecahkan
persoalan tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
Filsafat konstruktivisme secara singkat menyatakan bahwa pengetahuan
itu dibentuk (dikonstruksi) oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan,
commit to user
mengkontruksi, dapat saja terjadi siswa telah melakukan konstruksi itu sejak awal
sebelum mereka mendapatkan pelajaran formal tentang bahan tertentu. Mereka
mengonstruksi sendiri hal itu karena pengalaman hidup mereka. Sejumlah
miskonsepsi sangatlah bersifat resistan. Meskipun telah diusahakan untuk
menyangkalnya dengan penalaran yang logis dengan menunjukkan perbedaannya
dengan pengamatan-pengamatan sebenarnya, yang diperoleh dari peragaan dan
percobaan yang dirancang khusus untuk maksud itu. Miskonsepsi dapat
meng-halangi pembelajaran pada tingkatan yang lebih maju, sebab konsepsi-konsepsi itu
berbeda dengan konsepsi-konsepsi yang sebenarnya. Jumlah siswa yang
ber-pegang terus pada miskonsepsi cenderung menurun dengan bertambahnya umur
mereka dan makin tingginya strata pendidikan mereka. Menurut Watson
(Winfred, 2009:50) sudah menjadi fakta bahwa biasanya pelajar (learner) pada
awalnya lebih sering membuat respon yang keliru daripada respon yang benar,
namun hal tersebut tetap pembelajaran respon yang benar. Keterampilan siswa
dalam mengubah-ubah bentuk matematis rumus-rumus yang menyatakan
hukum-hukum fisika dan kelincahan mereka dalam menggunakan rumus untuk
me-mecahkan soal-soal kuantitatif dapat menyembunyikan miskonsepsi mereka
tentang hukum-hukum itu.
Terjadinya miskonsepsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor: (1) buku
pelajaran, buku pelajaran memegang peranan penting karena buku merupakan
pedoman yang dipakai baik oleh guru maupun siswa itu sendiri. Kesalahan konsep
dalam buku ajar itu sendiri dikarenakan faktor buku tersebut bukan ditulis oleh
seorang ahli di bidangnya, buku yang memuat rumus atau uraian materi yang
salah dapat memicu miskonsepsi, selain itu penggunaan kata yang kurang tepat
dalam buku juga dapat memicu terjadinya miskonsepsi; (2) Guru-guru yang
mengalami miskonsepsi dengan sendirinya akan menjadi penyebab utama
munculnya miskonsepsi pada siswa, kesalahan konsep dalam buku ajar dapat
direduksi jika guru yang menyampaikan materi pelajaran tersebut menguasai
konsep yang benar namun jika pada guru itu sendiri mengalami miskonsepsi maka
miskonsepsi juga akan terjadi pada diri siswa; (3) Konteks seperti budaya, agama,
commit to user
dalam banyak kasus kesalahan bahasa ini muncul akibat budaya masyarakat yang
terlanjur salah-kaprah dalam mendefinisikan sesuatu secara ilmiah, misalnya
pengertian berat dan massa; (4) intuisi yang salah, ini merupakan faktor yang
paling dominan mengakibatkan miskonsepsi di kalangan siswa, misalnya
anggapan massa jenis zat padat selalu lebih besar dari zat cair; (5) metode
mengajar yang tidak tepat, metode mengajar yang tidak tepat akan dapat memicu
munculnya miskonsepsi pada siswa. (Paul suparno, 2005: 29)
Menurut banyak penelitian, miskonsepsi ternyata terdapat dalam semua
bidang sains, seperti matematika, fisika, biologi, kima, dan astronomi. Dibidang
metematika contohnya, siswa menganggap perkalian selalu membuat bilangan
menjadi lebih besar, sedangkan pembagian membuat bilangan menjadi lebih kecil,
padahal besarnya kecilnya hasil perkalian dan pembagian suatu bilangan
tergantung pada dua bilangan yang dioperasikan. (Daniel Muijs dan David
Reynolds, 2005: 212).
Miskonsepsi dalam bidang fisika pun meliputi banyak sub bidang seperti
mekanika, termodinamika, optika, bunyi dan gelombang, listrik dan magnet, dan
fisika modern. Wandersee, Mintzes, dan Novak (1994), dalam artikelnya
mengenai Research on Alternative Conceptions in Science, menjelaskan bahwa
konsep alternative atau miskonsepsi terjadi dalam semua bidang Fisika. Dari 700
studi mengenai miskonsepsi bidang Fisika, ada 300 yang meneliti tentang
miskonsepsi dalam mekanika; 159 tentang listrik; 70 tentang panas, optika, dan
sifat-sifat materi; 35 tentang bumi dan antariksa; serta 10 studi mengenai fisika
modern. Cukup jelas bahwa bidang mekanika berada di urutan teratas dari
bidang-bidang fisika yang mengalami miskonsepsi.
Pada konsep kelistrikan, Osborne (1982) mewawancarai siswa SD di
Amerika Serikat yang belum pernah dapat pelajaran mengenai kelistrikan.
Ternyata mereka sudah memiliki konsepsi mengenai arus listrik. Osborne
menemukan empat model mengenai arus listrik, yaitu "arus dari satu kutub saja
sudah cukup untuk menyalakan lampu, arus berlawanan arah dari dua kutub
commit to user
oleh lampu dan alat listrik lainnya, dan anggapan bahwa arus tetap" (van den
Berg, 1991: 63).
Pada konsep Optika, Stead dan Osborne (1980) serta Anderson dan
Karrqvist (1981) yang memperlihatkan bahwa banyak siswa atau mahasiswa
berpikir bahwa "cahaya tidak berjalan sama sekali atau hanya berjalan dalam
lingkungan gelap" (van den Berg, 1991: 93). Kebanyakan buku teks dan guru
tidak sadar akan konsepsi ini. Bahwa cahaya merambat dan kecepatan cahaya
hanya bergantung pada medium dan tidak bergantung pada sumber jarang
dinyatakan secara eksplisit baik oleh guru maupun pada buku teks. Demikian juga
dengan proses penglihatan. Guru dan buku menganggap bahwa siswa sudah tahu
bahwa manusia dapat melihat benda karena menerima sinar-sinar pantul dari
benda tersebut atau karena benda tersebut merupakan sumber cahaya sehingga
mata menerima sinar-sinar asli dari benda tersebut. Sebagian siswa ada yang
menganggap bahwa manusia dapat melihat karena mata memancarkan sinar yang
meraba-raba lingkungan.
Miskonsepsi terjadi tidak hanya di luar negeri saja, di Indonesia hal
tersebut juga terjadi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nengah
Maharta di SMA Bandar lampung, hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
tingkat miskonsepsi fisika siswa sangat tinggi yaitu sebanyak 65% siswa yang
mencangkup semua bidang dalam Fisika. SMAN 2 Bandar Lampung merupakan
sekolah yang paling kecil tingkat miskonsepsi fisikanya yaitu 53%. SMAN 3
Bandar Lampung sebanyak 78%, sedangkan SMAN 9 Bandar Lampung sebesar
66%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rata-rata tingkat miskonsepsi
fisika siswa SMA di Bandar Lampung lebih tinggi dari hasil penelitian ini.
Di bidang Dinamika Partikel, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Cicillia (1990) terdapat jenis-jenis miskonsepsi berikut mengenai gaya pada benda
rehat: (1) Sebagian siswa menganggap bahwa benda hanya dapat diam kalau sama
sekali tidak ada gaya yang bekerja padanya. Gaya gravitasi dan gaya normal
dianggap nol; (2) sebagian siswa menjawab gaya normal adalah nol, siswa sering
menganggap gaya normal sebagai lawan dari gaya gravitasi pada benda, maka
commit to user
(3) jika benda di dorong dan tidak bergerak, gaya gesekan dianggap lebih besar
daripada gaya dorong atau dianggap tidak ada gaya gesekan (van den Berg,
1991:34).
Miskonsepsi lain di bidang dinamika partikel yaitu benda yang berat akan
jatuh terlebih dahulu dibanding benda yang ringan pada gerak jatuh bebas.
Gustone (1994) melaporkan 63% mahasiswa pendidikan diploma mengalami
miskonsepsi tentang benda yang berat akan jatuh terlebih dahulu dari pada benda
yang lebih ringan. Sedangkan identifikasi untuk populasi anak umur 11 tahun,
mahasiswa fisika yang belum lulus, sarjana muda, dan bukan siswa remaja
frekuensinya meningkat menjadi 91% (Michael Allen, 2010:154).
Berdasarkan observasi penulis saat pelaksanaan Program Pengalaman
Lapangan (PPL) di SMAN 2 Sukoharjo, penulis menemukan banyak sekali
miskonsepsi yang dialami oleh siswa. Meskipun penulis mengajar pada pokok
materi Usaha dan Energi Kelas XI namun dasar yang digunakan pada Pokok
Materi ini adalah Penguasaan materi pada pokok bahasan Dinamika Partikel,
seperti pengertian gaya normal, penguraian vektor pada bidang miring, dan gaya
gesekan. Tidak mengherankan jika pada siswa-siswa SMA banyak sekali terjadi
miskonsepsi tentang konsep fisika. Sebab sewaktu penulis duduk di bangku SMA,
penulis juga mengalami hal yang sama dan bahkan mungkin sampai sekarang
penulis sendiri belum lepas dari miskonsepsi.
Jika Miskonsepsi pada diri siswa ini dibiarkan terus berkembang tentu
sangat disayangkan. Jika siswa yang memiliki konsepsi yang salah mengenai
suatu konsep kelak menjadi seorang guru tentunya hal ini akan mempengaruhi
mutu pendidikan di Indonesia.
Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh
lagi tentang miskonsepsi yang terjadi pada pokok bahasan Dinamika Partikel yang
terjadi pada diri siswa. Selain bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi pada
siswa, penelitian ini juga berguna untuk penulis. Penulis dapat belajar tentang
konsep Dinamika Partikel dengan benar yang mana hal tersebut sangat penting
bagi penulis sebagai calon guru. Dengan harapan penulis kelak dapat menjadi
commit to user
Meskipun demikian, penulis menyadari bahwa miskonsepsi pada konsep fisika
yang lain juga terjadi pada diri penulis sendiri.
Mempertimbangkan alasan-alasan yang telah diuraikan, maka penulis
bermaksud untuk mengadakan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi
kepemilikan miskonsepsi pada pokok bahasan Dinamika Partikel pada siswa SMA
di SMA Negeri 2 Sukoharjo Kelas XI. Adapun judul penelitian tersebut adalah
"Identifikasi Miskonsepsi Dalam Konsep Dinamika Partikel Siswa Kelas XI
SMA Negeri 2 Sukoharjo".
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut,dapat diidentifikasi
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Pengalaman dan intuisi anak membentuk konsepsi atau teori anak mengenai
alam yang secara konsisten digunakan untuk menafsirkan peristiwa alam di
sekitarnya.
2. Setelah menerima pendidikan di sekolah, ternyata konsepsi yang telah
dibangun oleh siswa menyimpang dari konsep yang benar.
3. Rendahnya motivasi belajar, cara belajar yang kurang baik dan kurang mampu
dalam mengaitkan antara konsep-konsep yang saling berhubungan merupakan
salah satu penyebab miskonsepsi.
4. Konsep yang dibangun guru saat mengenyam pendidikan, buku pedoman yang
digunakan oleh guru, ketidakjelasan dalam menyampaikan materi pelajaran,
penggunaan media pelajaran yang tidak sesuai dengan materi yang
disampaikan, kurangnya kemampuan guru dalam mengelola dan
menyampaikan materi pelajaran dapat menyebabkan miskonsepsi.
5. Banyak siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep fisika meliputi
konsep mekanika, kelistrikan, optik geometri dan sebagainya berdasarkan
commit to user C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah di
atas, maka dalam penelitian ini penulis membatasi masalah agar penelitian ini
dapat mencapai tujuan, ruang lingkup dan arahan yang jelas. Adapun pembatasan
masalah tersebut adalah:
1. Penelitian dilaksanakan untuk mengidentifikasi ada dan tidaknya miskonsepsi
pada siswa dan menjelaskan profil miskonsepsi yang terjadi setelah mendapat
materi Dinamika Partikel.
2. Proses identifikasi miskonsepsi yang dilakukan terbatas pada sub konsep
Dinamika Partikel yang meliputi: Pengertian dan arah gaya, Hukum I Newton,
Hukum II Newton, Hukum III Newton, Gaya Normal, Gaya Gesekan, dan
Gaya Gravitasi.
3. Subyek penelitian adalah siswa SMA Kelas XI SMAN 2 Sukoharjo tahun
ajaran 2010/2011 yang telah menerima materi Dinamika Partikel.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut di atas, dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah siswa memiliki miskonsepsi pada materi Dinamika Partikel?
2. Bagaimanakah profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa SMA kelas XI
pada materi Dinamika Partikel?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi kepemilikan miskonsepsi pada materi Dinamika Partikel
pada siswa.
2. Menjelaskan profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa pada materi
commit to user F. Manfaat Penelitian
Sebagai pembelajaran alamiah, penelitian ini memberi sumbangan
kon-septual utamanya kepada pendidikan fisika, di samping juga kepada bidang
pembelajaran fisika. Sebagai penelitian pendidikan fisika yang aplikatif,
penelitian ini memberikan urunan substansial kepada lembaga pendidikan formal
maupun para guru/ siswa yang bersangkutan. Adapun manfaat yang diharapkan
dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada bidang
fisika terutama pada layanan perencanaan pembelajaran fisika. Perencanaan
pembelajaran fisika yang akan dibuat diharapkan relevan dan dapat digunakan
untuk mereduksi miskonsepsi yang terjadi.
2. Manfaat Praktis
Pada tataran praktis, penelitian ini memberikan sumbangan kepada
lembaga pendidikan maupun sekolah dan memberi masukan pada dosen, guru dan
calon guru fisika serta siswa itu sendiri agar memperhatikan konsep awal yang
sudah dimiliki siswa sebelum memberikan konsep baru agar tidak terjadi
mis-konsepsi.
Selain itu, penulisan makalah penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan acuan dalam penelitian lebih lanjut, sehingga dapat memberikan
commit to user BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pembelajaran Fisika
a. Teori Belajar
Belajar bukan suatu kegiatan untuk menghafal dan mengingat, belajar
merupakan suatu proses yang ditandai dengan perubahan sikap dan tingkah laku
pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari belajar ditunjukkan dalam
berbagai bentuk seperti bertambahnya pengetahuan, pemahaman, sikap, dan
tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, dan kemampuannya, daya kreasi, daya
penerimaannya dan aspek-apek lain dari individu tersebut.
Menurut pendapat Abdillah yang dikutip oleh Aunurrahman (2009: 35)
"Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya".
Slameto (2003) dalam bukunya Asep Jihad dan Abdul Haris ( 2008:2)
menyatakan bahwa "Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya".
Sedangkan menurut Gagne dalam Ratna Wilis Dahar (1989:11) "Belajar dapat
didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organism berubah perilakunya
sebagai akibat pengalaman".
Asep Jihad dan Abdul Haris (2008:4) menyimpulkan bahwa "perbuatan
belajar terjadi karena interaksi seseorang dengan lingkungannya yang akan
menghasilkan suatu perubahan tingkah laku pada berbagai aspek, diantaranya
pengetahuan, sikap, dan keterampilan". Perubahan-perubahan yang terjadi
disadari oleh individu yang belajar, berkesinambungan dan akan berdampak pada
fungsi kehidupan lainnya. Selain itu perubahan bersifat positif, terjadi karena
commit to user
yang terjadi meliputi keseluruhan tingkah laku pada sikap, ketrampilan,
pengetahuan, dan sebagainya.
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui
pengalaman. Dalam Oemar Hamalik (2001:37) disebutkan bahwasanya:
1) Situasi belajar harus bertujuan.
2) Tujuan dan maksud belajar timbul dari kehidupan anak sendiri.
3) Di dalam mencapai tujuan itu, siswa senantiasa akan menemui kesulitan, rintangan-rintangan, dan situasi-situasi yang tidak menyenangkan.
4) Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang bulat.
5) Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang sebenarnya. Belajar apa yang diperbuat dan mengerjakan apa yang dipelajari.
6) Kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil belajar dipersatukan dan dihubungkan dengan tujuan dalam situasi belajar.
7) Siswa mereaksi sesuatu aspek dari lingkungan yang bermakna baginya. 8) Siswa diarahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berada dalam
lingkungan itu.
9) Siswa diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang berkaitan maupun yang tidak berkaitan dengan tujuan utama dalam situasi belajar.
Piaget dalam Dimyati dan Mudjiono (2002:13-14) menyatakan bahwa: pengetahuan dibentuk oleh individu sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang. Perkembangan intelektual tersebut melalui tahap-tahap berikut. (i) sensori motor (0;0-2;0 tahun), (ii) pra-operasional (2;0-7;0 tahun), (iii) operasional konkret (7;0-11;0 tahun), dan (iv) operasional formal ((7;0-11;0- keatas).
1) Sensori motor (0-2 tahun)
Pada tahap ini anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dan
motorik, yaitu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran perabaan dan
menggerak-gerakkannya.
2) Pra-operasional (2 tahun - 7 tahun )
Pada tahap ini anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Ia telah
mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi,
membuat gambar, dan menggolongkan-golongkan.
3) Operasional konkret (7 tahun – 11 tahun)
Pada tahap operasional konkret anak dapat mengembangkan pikiran logis.
Walaupun terkadang ia memecahkan masalah secara “trial and error”.
commit to user
Pada tahap operasional formal anak dapat berfikir abstrak seperti pada orang
dewasa.
Lebih lanjut Piaget (Dimyati dan Mudjiono, 2002:13-14) menggolongkan belajar pengetahuan ke dalam 3 fase, fase-fase itu adalah
1) Fase eksplorasi
Dalam fase ini siswa mempelajari gejala dengan bimbingan. 2) Pengenalan konsep
Dalam fase pengenalan konsep, siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala.
3) Aplikasi konsep
Dalam fase aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain lebih lanjut.
Dari definisi di atas, dapat diterangkan bahwa belajar senantiasa
me-rupakan perubahan tingkah laku atau penampilan yang terjadi secara bertahap
sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Belajar akan lebih baik, jika
subjek belajar mengalami atau melakukan proses belajar sendiri, jadi tidak bersifat
verbalistik.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa. Faktor
tersebut berasal dari dalam diri siswa sendiri (faktor internal) dan faktor dari luar
(faktor eksternal). Faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap proses
belajar dan prestasi belajar siswa.
b. Pengertian Fisika
Kata Fisika berasal dari bahasa Yunani "Physic" yang berarti "alam" atau
"hal ikhwal alam", sedangkan Fisika (dalam bahasa inggris "Physic”) ialah ilmu
yang mempelajari aspek-aspek alam yang dapat dipahami dengan dasar-dasar
pengertian terhadap prinsip-prinsip dan hukum-hukum elementernya. Fisika
adalah salah satu cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yaitu ilmu yang
mempelajari alam dengan segala isinya, maka dari itu perkembangan Fisika
didasarkan atas pengamatan dan pengukuran.
Definisi Fisika yang lain adalah ilmu yang mempelajari suatu zat dan
gerakannya. Fisika juga dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang
pengukuran, sebab segala sesuatu yang kita ketahui tentang dunia fisika dan
commit to user
pengamatan-pengamatan terhadap gejala alam. Fisika menjelaskan
gejala-gejala alam tersebut secara sederhana sehingga mudah untuk dipahami (Sephtian,
2009: 1).
Sedangkan definisi Fisika dari wikipedia adalah ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan penemuan dan pemahaman mendasar hukum-hukum yang
menggerakkan materi, energi, ruang dan waktu (Wikipedia, 2010: 1).
Dari beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa Fisika
merupakan ilmu pengetahuan yang menguraikan dan menganalisis struktur dan
peristiwa alam secara sederhana sehingga menghasilkan pengetahuan baru. Fisika
menguraikan dan menganalisis struktur peristiwa alam semesta dan dari sini akan
ditemukan konsep-konsep, aturan-aturan atau hukum-hukum alam yang dapat
menerangkan gejala-gejala berdasarkan struktur logika.
c. Konsep Fisika
Van den Berg (1991: 8) menyatakan bahwa "Konsep adalah benda-benda,
kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas dan yang
terwakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau suatu simbol". Dalam Kamus
Ilmiah Kontemporer "Konsep adalah karya buram; pemikiran (dasar); rencana
dasar; rancangan; pengertian" (M.D.J. Al-Barry dan Sofyan Hadi A.T, 2008:176).
Definisi konsep menurut Rooser dalam Ratna Wilis (1989 : 80) adalah
"suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian,
kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut
yang sama".
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990 : 456): "konsep adalah :
(1) ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (2) Gambaran
mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan
oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain".
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep adalah
gagasan mengenai materi, pengalaman, peristiwa atau ciri-ciri khas suatu objek
yang diabstraksikan untuk memahami hal-hal lain dengan mengelompokkan atau
commit to user
tertentu. Penguasaan konsep adalah mampu mengungkap arti serta mampu
menjelaskan konsep-konsep dari suatu materi.
Setiap konsep dapat dibedakan menurut bentuk dan tingkatannya. Menurut
Ratna Wilis (1989:88-89), berdasarkan tingkat pencapaiannya konsep dapat
di-bedakan menjadi empat yaitu :
1) Tingkat Konkret. Kita dapat menyimpulkan bahwa seseorang telah mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila orang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumnya. Untuk mencapai konsep tingkat konkret, siswa harus dapat memperhatikan benda itu, dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di lingkunganya. 2) Tingkat Identitas. Pada tingkat identitas seseorang akan mengenal suatu
objek jika (a) sudah selang suatu waktu (b) bila orang itu mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau (c) bila objek itu ditentukan melalui suatu indera yang berbeda, misalnya, mengenal suatu bola dengan cara menyentuh bagian dari bola itu bukan dengan melihatnya.
3) Tingkat Klasifikatori. Pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Operasi mental yang terlibat dalam pencapaian konsep pada tingkat klasifikatori ialah mengadakan generalisasi bahwa dua contoh atau lebih sampai batas-batas tertentu itu ekuivalen, mengklasifikasikan contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh dari konsep, sekalipun contoh-contoh dan non conto-non contoh itu mempunyai banyak atribut-atribut yang mirip.
4) Tingkat Formal. Untuk pencapaian konsep pada tingkat formal, siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Siswa telah mencapai tingkat formal bila siswa dapat memberi nama konsep itu, mendefinisikan konsep dalam atribut-atribut yang membatasi, dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh-contoh dan non contoh dari konsep.
Dari pengertian konsep dan Fisika, dapat disimpulkan bahwa konsep
Fisika adalah ide abstrak yang digunakan untuk memahami dan mempelajari
tentang teori yang menerangkan gejala-gejala alam sederhana dan hubungan
antara kenyataan-kenyataannya.
Dalam belajar fisika, kemampuan pemahaman konsep merupakan syarat
mutlak untuk mencapai keberhasilan belajar fisika. Hanya dengan penguasaan
konsep fisika seluruh permasalahan fisika dapat dipecahkan. Hal ini menunjukkan
bahwa pelajaran fisika bukanlah pelajaran hafalan tetapi lebih menuntut
commit to user d. Belajar Konsep
Dasar dari belajar konsep adalah seperti hanya bentuk belajar yang lain
adalah asosiasi stimulus dan respon. Menurut Paul Suparno (2005:3) "biasanya
konsep awal itu kurang lengkap atau kurang sempurna, maka perlu dikembangkan
atau dibenahi dalam pelajaran formal. Disinilah pentingnya pendidikan formal".
Piaget menyatakan dalam pembelajaran konsep seorang anak tidak
terlepas pada proses akomodasi dan asimilasi. Proses akomodasi yang digunakan
anak-anak untuk memperbaiki skema mereka mirip yang digunakan oleh para
ilmuwan untuk memperbaiki skema teknis mereka, kita terkadang mendapati
bahwa pandangan kita mengenai dunia terbukti keliru. Sedangkan proses
asimilasi merupakan kebalikan dari proses akomodasi yaitu dimana seorang guru
dihadapkan pada fakta bahwa skemata seorang anak bersifat stabil. Seorang anak
cenderung untuk mempertahankan skema lamanya sebagai respon atas satu atau
dua input yang membuktikan kekeliruan konsepnya (Winfred, 2009:158).
Menurut Paulou dalam Ratna Wilis Dahar (1989:86) bahwa perbedaan utama
belajar konsep dengan belajar yang lain adalah dalam belajar konsep anak yang
belajar memberikan suatu respon terhadap sejumlah stimulus.
Dalam dunia pendidikan ada tiga ranah tujuan pendidikan yang sangat
dikenal, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut teori Gagne, kapabilitas
siswa pada ranah kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan menggunakan
aktivitasnya sendiri. Kemampuan tersebut meliputi penggunaan konsep dan
kaidah dalam memecahkan masalah (Dimyati dan Mudjiono, 2002:12). Dari teori
kognitif Gagne dikatakan bahwa pengajaran yang baik tidak hanya memberikan
informasi tetapi juga menggerakkan siswa agar menaiki hierarki menuju level
pengetahuan yang semakin tinggi. Atau dengan kata lain struktur pengetahuan dan
keahlian kita secara bertahap dibangun disepanjang hidup kita (Winfred, 2009:
206).
Benyamin S. Bloom telah mengembangkan taksonomi untuk domain
kognitif. Kemudian oleh Anderson dan Krathwohl (2001) domain kognitif Bloom
commit to user
kognitif (cognitive process) dan dimensi pengetahuan (types of knowledge).
(http://repository.upi.edu. 25 Juni 2011)
Dimensi proses kognitif merupakan hasil revisi dari taksonomi Bloom
ranah kognitif. Anderson mengklasifikasikan proses kognitif menjadi enam
kategori, yaitu:
1) Pertanyaan mengingat (Remember) ialah kemampuan untuk menghafal,
mengingat, atau mengulangi informasi yang pernah diberikan.
2) Pertanyaan Memahami (Comprehention) ialah kemampuan untuk
me-nafsirkan, meringkas, dan menjelaskan dengan menggunakan bahasa sendiri.
3) Menerapkan (Application) ialah kemampuan untuk menjalankan dan
meng-implementasikan suatu informasi, teori, dan prosedur (widodo, 2006).
4) Menganalisis (Analyze) ialah kemampuan menguraikan suatu permasalahan ke
unsur-unsurnya dan menentukan hubungan antar unsur-unsur tersebut
5) Mengevaluasi (Evaluate) ialah kemampuan untuk memeriksa dan mengkritik
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
6) Membuat (create) ialah kemampuan untuk membuat, me-rencanakan, dan
memproduksi.
Sedangkan dimensi pengetahuan diklasifikasi menjadi empat kategori,
yaitu:
1) Pengetahuan Faktual (Factual Knowledge) ialah pengetahuan tentang
terminologi dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur
2) Pengetahuan Konseptual (Conceptual Knowledge) ialah pengetahuan tentang
klasifikasi dan kategorisasi, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi serta
pengetahuan tentang teori, model, dan struktur.
3) Pengetahuan Prosedural (Procedural Knowledge) ialah pengetahuan tentang
prosedural, teknik, dan metode yang berhubungan dengan bidang tertentu.
4) Pengetahuan metakognitif (Metacognitive Knowledge) ialah pengetahuan
strategik, pengetahuan tugas kognitif dan pengetahuan tentang diri sendiri.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar konsep bukanlah
menghafal konsep tetapi memperhatikan konsep-konsep awal (pengetahuan awal)
commit to user
akomodasi dan asimilasi sehingga diperoleh konsep akhir yang diharapkan.
Dengan demikian konsep baru yang masuk dalam struktur kognitif tidak berdiri
sendiri melainkan satu kesatuan dan memiliki arti atau bermakna.
2. Miskonsepsi
a. Prakonsep
Van den Berg (1991:10) menyatakan bahwa "Prakonsep adalah konsepsi
yang dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah
mendapatkan pelajaran formal".
Filsafat konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk
(dikonstruksi) oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan, tantangan, dan
bahan yang dipelajari. Paul Suparno (2005: 30-31) menyatakan, (... .) "oleh karena
siswa sendiri yang mengkontruksi, dapat saja terjadi siswa telah melakukan
konstruksi itu sejak awal sebelum mereka mendapatkan pelajaran formal tentang
bahan tertentu. Mereka mengonstruksi sendiri hal itu karena pengalaman hidup
mereka. Inilah yang disebut prakonsepsi atau konsep awal siswa".
Pengetahuan awal di atas sering kali tidak cocok dengan pengetahuan yang
diterima oleh para pakar, dan menjadi suatu miskonsepsi. Sebagai contoh siswa
telah memiliki banyak pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan
dengan konsep dinamika partikel, oleh karena itu siswa sudah banyak
mengembangkan konsepsi yang belum tentu sama dengan konsepsi fisikawan.
Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan
tidak dipehatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsep yang dimiliki
siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar siswa pada tahap selanjutnya.
b. Konsepsi
Dalam Kamus Lengkap bahasa Indonesia "Konsepsi adalah pendapat,
paham, pandangan, pengertian, cita-cita yang telah terlintas dipikiran" (EM Zul
Fajri dan Ratu A.S, 2003:483). Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Kontemporer
(M.D.J. Al-Barry dan Sofyan Hadi A.T, 2008:176) istilah konsepsi adalah
commit to user
Van den Berg (1991: 10) menyatakan bahwa "Konsepsi adalah tafsiran
perorangan dari suatu konsep ilmu". Misal, inti konsep dari proses melihat sebuah
benda adalah benda dapat dilihat oleh mata sebab benda tersebut memancarkan
cahaya sendiri atau memantulkan cahaya yang berasal dari sumber cahaya yang
mengenainya kemudian cahaya tersebut sampai ke mata. Akan tetapi banyak
siswa yang memiliki konsepsi berbeda, mereka cenderung berpikir bahwa benda
dapat dilihat oleh mata karena benda tersebut hanya memantulkan cahaya yang
mengenainya sampai ke mata.
c. Miskonsepsi
1) Pengertian Miskonsepsi
Menurut Alan K, Griffith, Kevin Thomey, Bren Cooke, dan Glen Normore
mendiskripsikan miskonsepsi sebagai: "Misconception are defined
misunder-standing which have probably accured during or as a result of recent instruction
in contrast to alternative conception which are more likely to have been held or
developed over a long period of time" atau bisa dikatakan miskonsepsi
di-definisikan sebagai kesalahan pemahaman yang terjadi selama atau sebagai hasil
dari pengajaran yang baru saja diberikan, berkembang dalam waktu yang lama.
Jadi, menurut pendapat tersebut miskonsepsi atau kesalahan pemahaman
merupakan pertentangan antara konsep yang diterima dengan konsep yang telah
dimiliki oleh orang lain atau siswa sebagai peserta didik (Saparini, 2009: 11).
Van Den Berg (1991:13) mendefinisikan miskonsepsi sebagai "konsepsi
siswa bertentangan dengan konsepsi para fisikawan". Paul Suparno (2005:2)
menyatakan bahwa: "Konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah itu
biasanya disebut miskonsepsi atau salah konsep". Sedangkan Fowler dalam
Suparno (2005:5) "memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat
akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang
salah, kekacauan konsep yang berbeda dan hubungan hierarkis
konsep-konsep yang tidak benar".
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
commit to user
lainnya, atau gagasan intuitif atau pandangan yang naif. Kesalahan pemahaman
(miskonsepsi) merupakan kesalahan konsep awal, kesalahan dalam
meng-hubungkan suatu konsep dengan konsep lain, antara konsep yang diberikan oleh
guru dengan konsep yang telah dimiliki oleh seorang ahli, atau gagasan intuitif
atau pandangan yang naif.
Abraham dan kawan-kawan (1994: 152) membagi derajat pemahaman
konsep menjadi tiga kelompok, yaitu derajat tidak memahami, derajat
miskonsepsi, dan derajat memahami konsep seperti terlihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep
No. Kategori Derajat Pemahaman Kriteria
1. Tidak
a. tidak ada jawaban / kosong b. menjawab “saya tidak
Ada banyak penyebab terjadinya miskonsepsi seperti yang dikemukakan
oleh Paul Suparno (2005:29) berikut :
commit to user
Penyebab yang berasal dari siswa dapat terdiri dari berbagai hal, seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan, minat, cara berfikir, dan teman lain. Penyebab kesalahan dari guru dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan siswa yang kurang baik. Penyebab miskonsepsi dari buku teks biasanya terdapat pada penjelasan atau uraian yang salah dalam buku tersebut. Konteks seperti budaya, agama, dan bahasa sehari-hari juga mempengaruhi miskonsepsi siswa.
Dalam pengertian konstruktivisme, tampak jelas bahwa miskonsepsi itu
merupakan hal yang wajar dalam proses pembentukan pengetahuan oleh
seseorang yang sedang belajar. Dengan adanya miskonsepsi itu, sebenarnya
menunjukkan bahwa pengetahuan sungguh merupakan bentukan siswa sendiri.
Pra konsepsi siswa yang salah merupakan hal yang wajar dalam pembelajaran
kontruktivisme, namun proses kontruksi konsep yang salah oleh siswa ini
menjadikan miskonsepsi bersifat resisten.
3) Beberapa Fakta Mengenai Miskonsepsi
Berdasarkan definisi miskonsepsi yang telah dijelaskan, terdapat beberapa
fakta mengenai miskonsepsi (Van den Berg, 1991 : 17), yaitu :
a) Miskonsepsi sulit sekali untuk diperbaiki
b) Seringkali siswa mengalami miskonsepsi terus-menerus. Soal-soal yang sederhana dapat dikerjakan, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit miskonsepsi akan muncul kembali.
c) Sering terjadi regresi, yaitu siswa yang yang sudah mengatasi miskonsepsi beberapa bulan kemudian salah lagi.
d) Dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tidak dapat dihilangkan atau dihindari.
e) Siswa, mahasiswa, guru, dosen maupun peneliti dapat terkena miskonsepsi.
f) Siswa yang pandai dan yang lemah keduanya dapat terkena miskonsepsi.
Sebagai contoh miskonsepsi tentang panas dan termodinamika. Banyak
siswa mempunyai pengertian bahwa suatu benda yang mempunyai suhu lebih
tinggi selalu mempunyai panas yang lebih tinggi pula. Mereka menyamakan
begitu saja pengertian suhu dengan panas/kalor. Misalnya, sebuah besi dengan
massa 10 gr dan suatu aluminium dengan massa 10 Kg dipanaskan dari 00C. Besi
itu dipanaskan sampai 1000C, sedangkann aluminium dipanaskan sampai 100C.
commit to user
besar daripada aluminium, karena suhu akhirnya lebih tinggi daripada suhu akhir
aluminium. Para siswa, dalam perhitungannya lupa mempertimbangkan pengaruh
massa dan kapasitas panas masing-masing benda menurut rumusan kalor.
Miskonsepsi tentang kalor tersebut, tidak mudah untuk diperbaiki karena
dalam kehidupan sehari-hari, siswa cenderung menyamakan kalor dengan suhu.
Dan miskonsepsi tersebut tidak dapat dijelaskan hanya dengan ceramah saja,
sebagus apapun ceramah tersebut, miskonsepsi tersebut akan terulang kembali
oleh siswa. Terkadang siswa bersikap ganda menggunakan konsep kalor, ketika di
dalam kelas siswa dapat menggunakan konsep yang benar, namun dalam
kehidupan sehari-hari miskonsepsi tersebut terulang kembali.
4) Saran untuk Mengatasi Miskonsepsi
Ada banyak cara untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi dalam
bidang fisika. Banyak penelitian telah dilakukan oleh para ahli pendidikan fisika,
biologi, kimia dan astronomi yang mengungkapkan bermacam-macam kiat yang
dibuat untuk membantu siswa memecahkan persoalan miskonsepsi.
Secara garis besar langkah yang digunakan untuk membantu mengatasi
miskonsepsi menurut Paul Suparno (2005:55) adalah (1) mencari atau
meng-ungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa; (2) mencoba menemukan penyebab
miskonsepsi tersebut; (3)mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi".
Sedangkan menurut van den Berg (1991: 22), terdapat beberapa saran
untuk mengatasi miskonsepsi, antara lain :
a) Mempelajari miskonsepsi yang sering terjadi pada siswa b) Menyadari dalam diri ada miskonsepsi atau tidak
c) Mencoba menggunakan demonstrasi
d) Menentukan prioritas dan pengajaran remidial khusus untuk materi dasar dan prasyarat untuk materi lain.
e) Mencari soal-soal konsep tanpa mengabaikan perhitungan.
Selain itu untuk mencegah terjadinya miskonsepsi, penting bagi guru
mengajarkan konsep yang benar sejak awal kepada siswa. (Daniel Muijs dan
commit to user
3. Identifikasi Miskonsepsi
a. Alat Identifikasi Miskonsepsi
Identifikasi miskonsepsi adalah suatu cara yang dilakukan untuk
meng-identifikasi belajar siswa yang mengalami kesalahan dalam memahami konsep.
Kesalahan tersebut adalah konsep siswa yang berbeda dengan konsep para ahli.
Ada beberapa alat deteksi yang sering digunakan para peneliti dan guru, yaitu:
1) Peta konsep (Concept Maps)
Peta konsep Fisika dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa
dalam bidang Fisika. Peta konsep yang mengungkapkan hubungan berarti antara
konsep-konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok, yang disusun hirarkis,
dengan jelas dapat mengungkap miskonsepsi siswa yang digambarkan dalam peta
konsep tersebut. Miskonsepsi siswa dapat diidentifikasi dengan melihat apakah
hubungan antara konsep-konsep itu benar atau salah.
2) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka
Amir dkk (1987), menggunakan tes pilihan ganda (multiple choice)
dengan pertanyaan terbuka di mana siswa harus menjawab dan menulis mengapa
ia mempunyai jawaban seperti itu. Jawaban-jawaban yang salah dalam pilihan
ganda ini selanjutnya dijadikan bahan tes berikutnya. Pada tes multiple choice
dengan reasoning terbuka, dibagian alasan siswa harus menuliskan alasan dari
jawaban yang ia pilih. Beberapa peneliti lain menggunakan pilihan ganda dengan
interview. Berdasarkan hasil jawaban yang tidak benar dalam pilihan ganda itu,
mereka mewawancarai siswa. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk meneliti
bagaimana siswa berfikir, dan mengapa mereka berfikir seperti itu.
3) Tes Esai Tertulis
Suatu tes yang berbentuk esai memuat beberapa konsep fisika yang
memang hendak diajarkan atau yang sudah diajarkan. Tes berbentuk esai dapat
digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi, yaitu melalui tulisan atau jawaban yang
commit to user
dapat melekukan tes tertulis untuk mengatahui konsepsi awal siswa (prakonsep).
Bentuk tes esai juga dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman
siswa terhadap materi yang sudah diajarkan oleh guru. Dengan demikian, seorang
guru dapat mengetahui siswa yang mengalami miskonsepsi dan dalam sub-bidang
materi apa.
4) Wawancara Diagnosis
Wawancara berdasarkan beberapa konsep fisika tertentu dapat dilakukan
juga untuk melihat miskonsepsi pada siswa. Guru memilih beberapa konsep fisika
yang diperkirakan sulit dimengerti siswa, atau beberapa konsep fisika yang pokok
dari bahan yang hendak diajarkan. Kemudian siswa diajak untuk mengekpresikan
gagasan mereka mengenai konsep-konsep di atas. Dari sini dapat dimengerti
miskonsepsi yang ada dan sekaligus ditanyakan dari mana mereka memperoleh
miskonsepsi tersebut. Wawancara diagnosis dapat berbentuk bebas atau berbentuk
terstruktur
5) Diskusi Dalam Kelas
Dalam kelas siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang
konsep yang sudah diajarkan atau yang hendak diajarkan. Dari diskusi kelas itu
dapat dideteksi juga apakah gagasan mereka itu tepat atau tidak. Dari diskusi
tersebut, guru atau peneliti dapat mengetahui miskonsepsi yang dimiliki siswa.
Hal yang perlu diperhatikan dalam diskusi kelas adalah membantu agar setiap
siswa berani bicara untuk mengungkapkan pikiran mereka tentang persoalan yang
dibahas.
6) Praktikum Dengan Tanya Jawab
Praktikum yang disertai dengan tanya jawab antara guru dengan siswa
yang melakukan praktikum juga dapat digunakan untuk mendeteksi apakah siswa
mempunyai miskonsepsi tentang konsep pada praktikum itu atau tidak. Selama
praktikum, guru selalu bertanya bagaimana konsep siswa dan bagaimana siswa
commit to user b. Tes Diagnostik Miskonsepsi
Identifikasi miskonsepsi salah satunya dapat dilakukan dengan
mem-berikan tes diagnostik pada siswa. Slameto (1989: 27) menyatakan "tes diagnostik
adalah usaha penilaian untuk menelusuri kelemahan-kelemahan khusus yang
dimiliki siswa yang tidak berhasil dalam belajar, juga faktor-faktor yang
menguntungkan pada siswa tersebut, untuk dapat digunakan dalam menolong
mengatasi kelemahan siswa tersebut". Asep Jihad dan Abdul Haris (1996: 70)
menyatakan bahwa "Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar
yang dihadapi peserta didik, termasuk kesalahan pemahaman konsep". Penekanan
tes diagnostik adalah pada proses belajar dan bukan pada hasil belajar.
Eric Mazur (1997: 26) menyatakan kriteria yang seharusnya dimiliki oleh
soal tes konsep adalah "1) focus on a single concept, 2) not be solvable by relying
on equations, 3) have adequate multiple-choice answers, 4) be unambiguously
worded, 5) be neither too easy nor too difficult". Atau dengan kata lain soal test
yang baik memiliki kriteria 1) fokus pada satu konsep, 2) tidak dapat diselesaikan
dengan mengandalkan persamaan matematis, 3) jawaban soal dapat dibuat dalam
bentuk pilihan ganda, 4) kata-katanya tidak ambigu, 5) tidak terlalu mudah dan
tidak terlalu sulit.
Ada beberapa macam tes diagnostik yang digunakan untuk
mengidentifikasi miskonsepsi siswa, diantaranya adalah dengan memberikan soal
tes berbentuk multiple choice dengan reasoning terbuka, beberapa peneliti lain
menggunakan pilihan ganda (multiple choice) dengan alasan yang sudah
ditentukan. Dan sebagian lagi menggunakan tes esai untuk mendeteksi
miskonsepsi. Adapun kelebihan dan kekurangan dari masing-masing jenis tes
diagnostik tersebut adalah sebagai berikut:
1) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka
Tes multiple choice dengan reasoning terbuka adalah soal tes konsep yang
berbentuk pilihan ganda dimana siswa diharuskan untuk menuliskan alasan dari
jawaban yang ia pilih. Tes multiple choice beralasan adalah suatu cara yang
commit to user
dimana kedua item tersebut mempersoalkan hal yang sama. Dengan cara ini siswa
dianggap benar atau memahami jika pilihan dan alasan yang diberikan siswa juga
benar.
Kelebihan dari bentuk soal seperti ini adalah alasan yang ditulis siswa
bersifat terbuka, artinya siswa bebas menuangkan alasan berdasarkan ide
pikirannya sendiri.
Kelemahan dari bentuk tes ini adalah peneliti susah dalam menganalisis
karena akan diperoleh beranekaragam jawaban alasan dari siswa. Selain itu
peneliti juga harus memikirkan cara bagaimana menyuruh siswa untuk bersedia
menuliskan alasan dari jawaban yang ia pilih. Terutama siswa SMA, mereka
kecenderungan kesulitan menuangkan konsep mereka dalam bentuk kata-kata.
2) Tes Multiple Choice dengan Alasan Sudah Ditentukan
Tes multiple choise dengan alasan yang sudah ditentukan adalah tes
konsep yang berbentuk pilihan ganda beralasan dimana alasan sudah ditentukan
oleh peneliti. Siswa diharuskan memilih alasan yang sudah tersedia sebagai sebab
dari pilihan jawaban yang ia pilih.
Kelebihan lebih memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang
diperoleh. Sedangkan kelemahannya adalah membatasi pemikiran siswa, alasan
siswa yang tidak tercantum dalam pilihan itu, tidak terungkap.
3) Tes esai tertulis
Bentuk tes esai tertulis ini biasanya menghendaki jawaban berupa
penjelasan. Dari penjelasan itulah dapat diketahui miskonsepsi yang terjadi pada
diri siswa.
Kelebihan tidak ada batasan bagi jawaban siswa. Pada bentuk tes esai
tertulis ini siswa dibebaskan dalam menjawab dan memberikan alasan sesuai
dengan pemikirannya. Perbedaan mendasar dengan bentuk tes pilihan ganda
dengan alasan terbuka adalah pada tipe soal Tes multiple choice dengan reasoning
terbuka siswa masih dibatasi dalam memilih jawaban, sedangkan pada bentuk esai
tertulis selain siswa bebas dalam memberikan alasan siswa juga bebas dalam
commit to user
Kelemahannya sulit dalam menganalisis data dan juga jawaban siswa
berisiko keluar dari kontek penelitian.
4) Bentuk Tes yang Digunakan Dalam Penelitian
Berdasarkan penjabaran yang telah diuraikan di atas, dalam penelitian ini
peneliti menggunakan bentuk tes objektif dengan alasan sudah ditentukan.
Pemilihan bentuk tes tersebut didasarkan pada berbagai pertimbangan peneliti,
diantaranya:
a) Memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang diperoleh.
b) Kondisi subyek penelitian. Kondisi subyek yang dimaksud adalah adanya
beberapa sikap dari subyek penelitian yang kurang baik, seperti sikap
malas mengerjakan dan tidak disiplin.
c) Untuk mencegah terjadinya siswa yang abstain dalam menjawab.
4. Dinamika Partikel
a. Hukum I Newton
Hukum pertama Newton menyatakan:
In the absence of external forces, when viewed from an inertial reference
frame, an object at rest remains at rest and an object in motion continues in
motion with a constant velocity (that is, with a constant speed in a straight line.
Atau dengan kata lain jika tidak ada gaya luar yang bekerja sebuah benda, benda
yang diam akan tetap diam dan benda bergerak akan terus bergerak dengan
kecepatan konstan pada lintasan lurus. (Serway, 2004:115).
b. Hukum II Newton
Hukum II Newton menyatakan "When viewed from an inertial reference
frame, the acceleration of an object is directly proportional to the net force
acting on it and inversely proportional to its mass". Yang artinya Ketika
dilihat dari suatu kerangka acuan inertial, percepatan sebuah benda berbanding
commit to user
massanya. Arah percepatan sama dengan arah gaya total yang bekerja padanya.
(Serway, 2004:117)
Secara metematik dituliskan:
䚀 ⑸ ………. (2.1)
Keterangan:
䚀 : Percepatan benda (ms-2)
付 : Gaya netto yang bekerja pada benda (N) m : Massa benda (kg)
c. Hukum III Newton
Hukum II Newton menjelaskan secara kuantitatif bagaimana gaya-gaya
memengaruhi gerak. Sebagai contoh, seekor kuda yang menarik kereta, tangan
seseorang mendorong meja, atau magnet menarik paku. Contoh tersebut
me-nunjukkan bahwa gaya diberikan pada sebuah benda, dan gaya tersebut diberikan
oleh benda lain, misalnya gaya yang diberikan pada meja diberikan oleh tangan.
Newton menyadari bahwa hal ini tidak sepenuhnya seperti itu. Memang benar
tangan memberikan gaya pada meja, tetapi meja tersebut jelas memberikan gaya
kembali kepada tangan. Dengan demikian, Newton berpendapat bahwa kedua
benda tersebut harus dipandang sama. Tangan memberikan gaya pada meja, dan
meja memberikan gaya balik kepada tangan.
Hukum III Newton berbunyi : "ketika suatu benda memberikan gaya pada
benda kedua, benda kedua tersebut memberikan gaya yang sama besar tetapi
berlawanan arah tehadap benda yang pertama".
Hukum III Newton ini kadang dinyatakan sebagai hukum aksi reaksi,
"untuk setiap aksi ada reaksi yang sama dan berlawanan arah". Untuk
meng-hindari kesalahpahaman, sangat penting untuk mengingat bahwa gaya "aksi" dan
gaya “reaksi” bekerja pada benda yang berbeda.
Secara matematis dapat dituliskan:
付aksi 付reaksi ……….. (2.2)
commit to user
N'
付aksi : Gaya yang dikerjakan benda pertama ke benda kedua (N)
付reaksi : Gaya yang dikerjakan benda kedua ke benda pertama (N) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hukum III Newton:
1) Gaya aksi dan reaksi hadir bila kedua benda berinteraksi dan bekerja pada
dua benda yang berbeda
2) Gaya aksi dan reaksi bekerja pada satu garis kerja yang sama
3) Arah gaya aksi aksi berlawanan dengan gaya reaksi dan besarnya sama
Perhatikan Gambar 2.1
Gambar 2.1 Gaya Aksi dan Reaksi
Pada kasus benda di atas meja, bukan berarti pada benda tersebut tidak
bekerja suatu gaya. Pada benda tersebut bkerja gaya-gaya sebagai berikut
1) Gaya Normal ( )
Pada gambar ditunjukkan dengan gaya yang arahnya vertikal ke atas atau
gaya yang arahnya tegak lurus bidang.
2) Gaya tekan benda ( ')
Gaya ini adalah gaya yang diberikan benda ke meja.
3) Gaya berat ( )
Yaitu gaya tarik yang dilakukan oleh bumi ke benda. Arahnya selalu
menuju pusat bumi.
4) Gaya gravitasi bumi ke buku (付獮)
Yaitu gaya tarik yang dilakukan oleh benda terhadap bumi. Arahnya
menuju pusat benda.
Pasangan gaya aksi dan reaksi pada gambar tersebut adalah gaya berat ( )
dengan gaya gravitasi benda terhadap bumi (付). Dimana besarnya = - 付. w
Fg N
commit to user
Pasangan gaya dan ' juga merupakan pasangan gaya aksi aksi dan reaksi yang.
Besarnya sama dengan ' namun arah kedua gaya tersebut saling berlawanan.
Perhatikan secara seksama, besarnya = , meskipun besar keduanya
sama dan arahnya saling berlawanan, kedua gaya tersebut bukanlah gaya aksi
reaksi karena kedua gaya tersebut bekerja pada benda yang sama, yaitu benda di
atas meja. Namun karena kedua gaya tersebut (besarnya sama dan arahnya
berlawanan) terbentuklah kesetimbangan gaya yang bekerja pada buku sehingga
buku diam di atas meja.
d. Terapan Hukum Newton
Hukum-hukum Newton dapat digunakan untuk menganalis atau
menyelesaikan suatu permasalahan berdasarkan gaya-gaya yang bekerja. Di alam
ini banyak sekali jenis gaya yang dapat bekerja pada benda. Tiga jenis gaya yang
perlu kalian ketahui adalah berat, gaya normal, dan gaya gesek. Gaya normal dan
gaya gesek merupakan proyeksi gaya kontak. Setiap ada dua benda yang
bersentuhan akan timbul gaya yang di namakan gaya sentuh atau gaya kontak.
Gaya kontak ini dapat di proyeksikan menjadi dua komponen yang saling tegak
lurus. Proyeksi gaya kontak yang tegak lurus bidang sentuh dinamakan gaya
normal. Sedangkan proyeksi gaya kontak yang sejajar bidang sentuh di namakan
gaya gesek.
1) Gaya Berat Benda
Setiap benda yang memiliki massa memiliki berat, seperti yang telah
disinggung di depan, berat disimbolkan w. Berat suatu benda di Bumi, Bulan,
planet lain, atau di luar angkasa besarnya berbeda-beda. Sebagai contoh,
percepatan gravitasi g di permukaan bulan kira-kira 1/6 percepatan gravitasi di
permukaan bumi. Sehingga massa 1 kg di permukaan bumi yang beratnya 9,8 N,
ketika berada di permukaan bulan beratnya menjadi 1,7 N. Ketika benda tersebut
berada di bumi maka gaya berat yang bekerja adalah gaya gravitasi bumi.
Sehingga berat benda tersebut didefinisikan sebagai gaya gravitasi yang bekerja
pada benda. Maka berat benda merupakan besaran yang harganya bergantung
commit to user
Menurut Hukum II Newton, gaya ini menimbulkan percepatan. Percepatan
yang ditimbulkan oleh gravitasi ini disebut percepatan gravitasi ( ). Oleh karena
itu, di sini berat benda ( ) sebagai gaya (付), dan percepatan gravitasi sebagai
percepatan (䚀 . Sesuai Hukum II Newton, 付 = 䚀, maka hubungan antara gaya berat ( ), massa ( ) dan percepatan gravitasi ( ) dapat dituliskan:
= m ………... (2.3)
Keterangan:
= Berat benda (N)
= Massa benda (kg)
= Percepatan gravitasi (ms-2)
Gaya gravitasi bekerja pada sebuah benda tidak hanya ketika benda
tersebut jatuh. Ketika benda berada dalam keadaan diam di Bumi, gaya gravitasi
pada benda tersebut tidak hilang. Hal ini dapat diketahui, jika kita menimbang
benda tersebut dengan menggunakan neraca pegas.
2) Perbedaan Massa dan Berat Benda
Perbedaan antara massa dan berat benda ditunjukkan dalam Tabel 2.2
Table 2.2 Perbedaan Massa dan Berat Benda
No. Massa Berat
1. Massa adalah jumlah zat yang
terkandung dalam suatu benda
Berat adalah besarnya gaya tarik
gravitasi yang bekerja pada benda
2. Massa di semua tempat sama Berat benda dapat berubah,
tergantung pada percepatan gravitasi
( di tempat benda berada
3. Merupakan besaran skalar Merupakan besaran vektor
4. Merupakan besaran pokok
dengan satuan dalam SI
kilogram (kg)
Merupakan besaran turunan dengan
satuan dalam SI Newton (N)
5. Dapat di ukur dengan neraca
Ohauss