• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROFIL KABUPATEN ACEH BESAR 2.1. WILAYAH ADMINISTRASI 2.1.1. Letak Geografis - DOCRPIJM 98a2f997df BAB IIBAB 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PROFIL KABUPATEN ACEH BESAR 2.1. WILAYAH ADMINISTRASI 2.1.1. Letak Geografis - DOCRPIJM 98a2f997df BAB IIBAB 2"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

2-1

BAB II

PROFIL KABUPATEN ACEH BESAR

2.1. WILAYAH ADMINISTRASI

2.1.1. Letak Geografis

Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada 5031,2- 50459,007” Lintang

Utara dan 9505543,6- 9405950,13” Bujur Timur. Sedangkan secara administrasi

Kabupaten Aceh Besar memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : berbatasan dengan Selat Malaka, dan Kota Banda Aceh; Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya;

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Pidie; dan Sebelah Barat : Berbatasan dengan Samudera Hindia.

Kabupaten Aceh Besar memiliki luas wilayah seluas 290.350,73 Ha. Sebagian besar wilayahnya berada di daratan dan sebagian kecil berada di kepulauan. Secara administratif Kabupaten Aceh Besar memiliki 23 kecamatan.

Keberadaan Kabupaten Aceh Besar sebagai pintu gerbang utama telah ditunjang sarana transportasi yang cukup memadai seperti: Jalan Nasional Arteri Primer Banda Aceh - Medan serta Jalan Kolektor Primer Banda Aceh – Meulaboh. Disamping itu, ditunjang pula prasarana transportasi Bandar Udara Internasional Iskandar Muda di Blang Bintang, Pelabuhan Malahayati di Krueng Raya. Disisi lain Kabupaten Aceh Besar berbatasan langsung dengan Kota Banda Aceh, yang menyebabkan Kabupaten Aceh Besar sebagai penyangga dari Kota Banda Aceh, diantaranya dalam kebutuhan perumahan.

(2)

2-2

(3)

2-3

Gambar 2.1

Batas Administrasi Kabupaten Aceh Besar

Panjang pantai wilayah Kabupaten Aceh Besar pasca tsunami berdasarkan pada Peta Dasar Bakosurtanal Kabupaten Aceh Besar adalah 292,16 km. Pada wilayah perairan Kabupaten Aceh Besar terdapat kawasan lindung laut berupa Taman Wisata Laut Lhoknga seluas ± 14,06 ha. Kawasan pesisir, perairan dan pulau yang harus dilindungi selain taman laut adalah kawasan mangrove (bakau) di Kecamatan Lembah Seulawah, Baitussalam, Mesjid Raya, Peukan Bada, Pulo Aceh, Lhoknga, Leupung dan Lhoong seluruhnya seluas 253 Ha.

Pulau-pulau kecil yang terdapat di Kabupaten Aceh Besar yang berpotensi untuk kegiatan perikanan laut, diantaranya pulau-pulau yang berpenghuni (ada penduduk). Pulau-pulau tersebut adalah:

(4)

2-4 • Pulau Nasi (Kec. Pulo Aceh);

• Pulau Teunom (Kec. Pulo Aceh); • Pulau Bunta (Kec. Peukan Bada).

Dominasi pekerjaan penduduk pada pulau-pulau kecil tersebut di atas adalah nelayan. Berdasarkan data dari Badan Informasi Geospasial, jumlah keseluruhan pulau yang ada di Kabupaten Aceh Besar adalah 37 pulau.

1. Kondisi Fisik

A. Ketinggian

Kondisi ketinggian Kabupaten Aceh Besar dapat diklasifikasikan pada beberapa kelas antara 0 – 800 meter dpl hingga > 800 meter dpl. Berdasarkan kelas ketinggian tersebut terlihat didominasi oleh ketinggian 200 – 400 meter dpl atau sebesar 20,67% dari total luas wilayah kabupaten. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 2.2.

Tabel 2.2

Kondisi Ketinggian Kabupaten Aceh Besar

No Klasifikasi Ketinggian (m dpl) Luas (Ha) Persentase (%)

1 0 – 50 58.065,75 20,00

(5)

2-5 Sektor sekunder memanfaatkan hasil sumber daya alam untuk diolah lebih lanjut, yakni terdiri dari sektor industri pengolahan, konstruksi, dan energi berkisar antara 17,97 sampai dengan 19,20 persen.Tahun 2010 mencapai 19,20 persen dan mengalami penurunan hingga mencapai 17,97 persen pada tahun 2013. Kegiatan sektor tersier memfasilitasi pergerakan sektor primer dan sektor sekunder. Selama periode 2010-2013 dapat dikatakan bahwa lebih separuh dari PDRB Aceh Besar berasal dari sektor tersier. Gejala peningkatan terlihat dari tahun ke tahun, pada tahun 2010 sektor tersier mencapai 50,18 persen hingga pada tahun 2013 mencapai lebih 52,75 persen. Dari gambar 2.1 terlihat bahwa selama tahun 2010-2013, kontribusi sektor primer dan skunder yang semakin menurun peran tehadap pembentukan PDRB Aceh Besar, dan diiringi meningkatnya kontribusi sektor tersier, hal ini jelas menggambarkan sedikit transformasi atau pergeseran struktur ekonomi.

Tabel 2.3

Perkembangan PDRB Menurut Sektoral Kabupaten Aceh Besar

Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan 28,32 27,87 27,39 27,21 2. Pertambangan dan Penggalian 2,29 2,24 2,15 2,08

3. Industri Pengolahan 2,82 2,84 2,85 2,83

4. Listrik dan Air Bersih 0,33 0,34 0,35 0,35

5. Kontruksi 16,05 15,60 15,36 14,79

6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 19,39 20,59 21,52 22,10 7. Pengangkutan dan Komunikasi 12,62 12,54 12,52 13,24 8. Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 4,03 3,97 3,89 3,92

9. Jasa-jasa 14,14 14,00 13,96 13,50

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber : BPS, Tahun 2014

Grafik 2.1.

(6)

2-6

2.2.2 Pertumbuhan Ekonomi

Data Badan Pusat Statistik Tahun 2014 menunjukkan pada Tahun 2010 perekonomian Aceh Besar pertumbuhannya mencapai 4,81 persen. Sektor Listrik, Gas & Air Bersih merupakan pertumbuhan terbesar di tahun 2010 yaitu sebesar 9,48 persen dan sektor perdagangan mencapai pertumbuhan sebesar 8,05 persen. Pertumbuhan ekonomi Aceh Besar pada tahun 2010 merupakan laju pertumbuhan tertinggi pada periode 2010-2013. Selanjutnya pada tahun 2011 dan 2012 perekonomian Aceh Besar sedikit melambat, dengan ekspansi sebesar 4,66 persen dan 4,61 persen hingga mencapai 4,44 persen pada tahun 2013. Pada tahun 2011, Sektor Perdagangan, hotel dan restoran mengalami pertumbuhan tertinggi hingga mencapai 8,53 persen dan sektor kontruksi sebesar 5,99 persen, serta sektor listrik, gas dan air mengalami pertumbuhan sedikit melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 4,22 persen.

Tabel 2.4

Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektoral Kabupaten Aceh Besar

Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan 1,04 2,89 3,95 4,16 2. Pertambangan dan Penggalian 1,27 1,77 1,10 1,71 8. Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 6,61 3,70 4,13 5,24

9. Jasa-jasa 5,95 3,13 2,56 2,62

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 4,81 4,66 4,61 4,44

(7)

2-7 pertumbuhan ekonomi tanpa migas yang pada tahun 2013 melambat menjadi sebesar 5,36 persen, setelah pada tahun 2011 dan 2012 naik sebesar 5,69 persen dan 6,07 persen. Setelah selama dua tahun perekonomian tumbuh dengan cukup cepat, terjadi perlambatan pada tahun 2013 baik dengan maupun tanpa migas. Hal ini erat kaitannya dengan adanya kenaikan harga BBM pada Bulan Juni dan Tarif Dasar Listrik (Secara lebih rinci, pertumbuhan ekonomi tahun 2013 ini didorong oleh pertumbuhan yang cukup tinggi di sektor konstruksi, perdagangan, dan jasa-jasa yang tumbuh di atas 6 persen. Sebagai sektor-sektor yang memiliki kontribusi lebih dari 10 persen, pertumbuhan di ketiga sektor ini mampu mendorong perekonomian tumbuh cukup baik.

Grafik 2.2.

Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Aceh Besar Menurut Sektor Migas dan Non Migas

(8)

2-8

2.3. DEMOGRAFI DAN URBANISASI

2.3.1 Jumlah Penduduk dan Perkembangan Penduduk

Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2013 mencapai 383.477 jiwa yang terdiri dari jiwa penduduk laki-laki 196.907 jiwa dan 186.570 jiwa penduduk perempuan. Jika dilihat dari jumlah penduduk di tingkat kecamatan, maka kecamatan yang paling banyak jumlah penduduknya adalah Kecamatan Darul Imarah yang berjumlah 47.460 jiwa dan kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Kecamatan Pulo Aceh yaitu sebanyak 3.883 jiwa. Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Besar.

TABEL 2.5

(9)

2-9

(10)

2-10

2.3.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Aceh Besar

Untuk jumlah Kepala Keluarga yang Miskin dapat dilihat di tabel 2.7 berikut:

Tabel 2.7

(11)

2-11

Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Aceh Besar, tahun 2014

Proyeksi penduduk untuk 5 (lima) tahun kedepan dengan pertumbuhan penduduk rata-rata 3,25% pada tahun 2014 adalah 456.549 jiwa. Berdasarkan perhitungan proyeksi penduduk, jumlah penduduk lima tahun kedepan di Kecamatan Darul Imarah yaitu sebesar 59.684 jiwa.

Proyeksi kepala keluarga di Kabupaten Aceh Besar untuk 5 (lima) tahun kedepan dapat dilihat pada Tabel 2.9 Pada tahun 2014 jumlah kepala keluarga adalah 109.296 KK, setelah diproyeksikan, pada tahun 2020 jumlah Kepala Keluarga diperkirakan menjadi 128.133 KK.

Total 108.954 112.486 123.783 281.788 290.929 320.172 391.116 403.287 456.549

Nama Kecamatan Wilayah Perkotaan Wilayah Perdesaan Total

Jumlah Penduduk (orang)

(12)

2-12

Tabel 2.9

Jumlah dan Proyeksi Kepala Keluarga (KK) 5 (lima) Tahun Kabupaten Aceh Besar

Tahun 2014

Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Aceh Besar, tahun 2014 dan hasil analisis (2015)

(13)
(14)
(15)

2-15

2.3.4 Jumlah penduduk perkotaan dan proyeksi urbanisasi

Kondisi Kependudukan

Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2014 mencapai 391.116 jiwa yang terdiri dari penduduk diwilayah pedesaan lebih dominan dibanding penduduk diwilayah perkotaan. Jika dilihat dari jumlah penduduk di tingkat kecamatan, maka kecamatan yang paling banyak jumlah penduduknya adalah Kecamatan Darul Imarah yang berjumlah 54.500 jiwa dan kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Kecamatan Pulo Aceh yaitu sebanyak 4.572 jiwa. Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh

Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Aceh Besar, tahun 2014

n n + 1 n + 5 n n + 1 n + 5 n n + 1 n + 5

Total 108.954 112.486 123.783 281.788 290.929 320.172 391.116 403.287 456.549

Nama Kecamatan Wilayah Perkotaan Wilayah Perdesaan Total

Jumlah Penduduk (orang)

(16)

2-16 Proyeksi penduduk untuk 5 (lima) tahun kedepan dengan pertumbuhan penduduk rata-rata 3,25% pada tahun 2014 adalah 456.549 jiwa. Berdasarkan perhitungan proyeksi penduduk, jumlah penduduk lima tahun kedepan di Kecamatan Darul Imarah yaitu sebesar 59.684 jiwa.

Proyeksi kepala keluarga di Kabupaten Aceh Besar untuk 5 (lima) tahun kedepan dapat dilihat pada Tabel 2.6. Pada tahun 2014 jumlah kepala keluarga adalah 109.296 KK, setelah diproyeksikan, pada tahun 2020 jumlah Kepala Keluarga diperkirakan menjadi 128.133 KK.

2.4. Isu Strategis Sosial Ekonomi dan Lingkungan Berdasarkan RPJMD dan RTRW Kabupaten

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Aceh Besar disusun berdasarkan permasalahan dan perkembangan daerah yang berujung pada munculnya isu-isu strategis. Isu-isu strategis tersebut menjadi salah satu sasaran yang akan diantisipasi dalam penataan ruang wilayah, melalui RTRW.

Berdasarkan kondisi wilayah dan arahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Aceh Besar, isu-isu strategis Kabupaten Aceh Besar yang harus menjadi dasar bagi pengembangan daerah antara lain:

1) Wilayah Kabupaten Aceh Besar merupakan kawasan yang memiliki tingkat kerawanan bencana cukup tinggi, khususnya bencana tsunami, gempa bumi dan longsor.

2) Wilayah Kabupaten Aceh Besar merupakan wilayah yang memiliki potensi pengembangan perekonomian cukup besar, dimana kondisi wilayah ini diantaranya dipengaruhi oleh keberadaan kawasan strategis nasional yaitu Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Banda Aceh Darussalam dan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. Sinergitas dari pengembangan dua kawasan strategis nasional ini akan memberikan peluang munculnya “pusat

pertumbuhan” (growth center) di ujung utara Pulau Sumatera, yang akan menjadi

“pintu gerbang” ekonomi Indonesia bagian barat berhadapan dengan ASEAN, Asia

(17)

2-17 3) Munculnya dinamika permasalahan kualitas lingkungan hidup terkait dengan pengembangan wilayah menjadi salah satu pusat kegiatan perekonomian yang memicu tumbuhnya berbagai aktivitas industri baik skala kecil hingga skala besar. 4) Perubahan pemanfaatan ruang dari kawasan budidaya pertanian menjadi kawasan

budidaya non pertanian (industri, perumahan, perdagangan) mengakibatkan terancamnya keberadaan lahan pertanian.

5) Wilayah Kabupaten Aceh Besar merupakan bagian dari wilayah perbatasan yang memiliki pulau terluar.

6) Cakupan prosentase dan sebaran kawasan lindung yang cukup luas di Wilayah Kabupaten Aceh Besar terutama kawasan hutan lindung dimana hampir mencapai kurang lebih 26% dari luas Wilayah Kabupaten Aceh Besar. Hal ini memerlukan kebijakan penanganan dan kearifan dalam pemanfaatan ruangnya.

2.4.1 Data Perkembangan PDRB dan Potensi Ekonomi

2.4.1.1Potensi Ekonomi Wilayah

A. Struktur Perekonomian Kabupaten

Aktifitas produksi dapat dibedakan dalam tiga kelompok kegiatan yaitu primer, sekunder, dan tersier. Kegiatan primer berkaitan dengan eksploitasi sumber daya alam, terdiri dari sektor pertanian (tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan) dan sektor pertambangan/penggalian.

Selama periode 2008-2011 dapat dikatakan bahwa sepertiga dari PDRB Aceh Besar berasal dari kegiatan sektor primer, yakni sekitar 30,28 sampai dengan 34,01 persen. Sektor ini cenderung terus menurun dari tahun 2008 sebesar 34,01 persen hingga menjadi 30,28 persen pada tahun 2011. Sektor sekunder memanfaatkan hasil sumber daya alam untuk diolah lebih lanjut, yakni terdiri dari sektor industri pengolahan, konstruksi, dan energi (listrik dan air). Sumbangan sektor ini terhadap PDRB Aceh Besar berkisar antara 13,83 sampai dengan 16,38 persen. Terdapat kecenderungan peningkatan peran terhadap PDRB Aceh Besar dari tahun ke tahun hingga mencapai 16,38 persen pada tahun 2010 akan tetapi peranan sedikit mengalami penurunan hingga mencapai 15,94 tahun 2011.

(18)

2-18 telekomunikasi; sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa. Selama periode 2008-2011 dapat dikatakan bahwa hampir separuh dari PDRB Aceh Besar berasal dari sektor tersier. Gejala peningkatan terlihat dari tahun ke tahun, pada tahun 2008 sektor tersier mencapai 49,14 persen hingga pada tahun 2011 mencapai lebih dari separuhnya yaitu 50,94 persen.

Tabel 2.13

Peranan Kegiatan Ekonomi Kabupaten Aceh Besar Tahun 2008-2011

No. Sektor Lapangan Usaha Kontribusi PDRB (%)

2008 2009 2010 2011

1 Primer Pertanian 31,66 29,74 28,32 28,04

Pertambangan dan penggalian 2,35 2,36 2,29 2,24

Jumlah I 34,01 32,10 30,61 30,28

2 Sekunder Industri Pengolahan 3,03 2,94 2,82 2,84

Konstruksi 13,54 14,70 16,05 15,60

Energi (Listrik dan Air Bersih) 0,29 0,31 0,33 0,34

Jumlah II 16,86 17,95 19,20 18,78

3 Tersier Perdagangan, hotel dan restoran 19,15 18,91 19,39 20,59 Pengangkutan dan telekomunikasi 11,95 12,49 12,62 12,39 Keuangan, real estate dan jasa

perusahaan

4,03 4,09 4,03 3,97

Jasa-jasa 14,02 14,24 14,14 14,00

Jumlah III 49,15 49,73 50,18 50,95

Total (I + II + III) 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber : PDRB Kabupaten Aceh Besar Tahun 2006 – 2009

Grafik 2.3

Peranan Kegiatan Ekonomi Kabupaten Aceh Besar Tahun 2008-2011

(19)

2-19 Dari Gambar 2.3 terlihat bahwa selama tahun 2008-2011, terlihat fakta bahwa sektor primer dan skunder terus mengalami penuruan peran tehadap pembentukan PDRB Aceh Besar, sedangkan sektor tersier terus mengalami peningkatan perannya, hal ini jelas menggambarkan sedikit pergeseran struktur ekonomi. Dalam beberapa tahun terakhir Sektor tersier merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar bagi perekonomian Aceh Besar.

Secara sektoral, kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Aceh Besar masih merupakan yang terbesar. Tahun 2008 peranannya tehadap pembentukan PDRB Aceh Besar sekitar 31,66 persen dan menurun menjadi 28,04 persen pada tahun 2011. Kontribusi terbesar di sektor pertanian adalah subsektor tanaman bahan makanan, utamanya padi yang menjadi bahan makanan pokok.

Sektor pertambangan dan penggalian hanya terdiri atas subsektor penggalian dan penggaraman. Peranan sektor penggalian terhadap PDRB Aceh Besar polanya tampak berfluktuasi. Tahun 2008 peranannya 2,35 persen lalu turun hingga 2,24 persen pada tahun 2011.

(20)

2-20

Tabel 2.14

Struktur Perekonomian Kabupaten Aceh Besar (Persen) Tahun 2008-2011

No. Lapangan Usaha Kontribusi PDRB (%)

2008 2009 2010 2011

1 Pertanian 31,66 29,74 28,32 28,04

2 Pertambangan dan penggalian 2,35 2,36 2,29 2,24

3 Industri Pengolahan 3,03 2,94 2,82 2,84

4 Konstruksi 13,54 14,70 16,05 15,60

5 Energi (Listrik dan Air Bersih) 0,29 0,31 0,33 0,34 6 Perdagangan, hotel dan restoran 19,15 18,91 19,39 20,59 7 Pengangkutan dan telekomunikasi 11,95 12,49 12,62 12,39 8 Keuangan, real estate dan jasa

perusahaan

4,03 4,09 4,03 3,97

9 Jasa-jasa 14,02 14,24 14,14 14,00

Total 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber : PDRB Kabupaten Aceh Besar Tahun 2008 - 2011

Selain sektor yang telah disebutkan, sektor-sektor lainnya yang relatif cukup besar peranannya dalam pembentukan PDRB Aceh Besar tahun 2011 secara berturut-turut adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20,59 persen; sektor jasa-jasa sebesar 14,00 persen; sektor konstruksi sebesar 15,60 persen; dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 12,38 persen.

Selanjutnya sektor yang relatif kecil sumbangannya pada tahun 2011 adalah sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan yang memberikan kontribusi sebesar 3,97 persen; serta sektor listrik dan air bersih yang hanya memberikan sumbangan sebesar 0,34 persen. Secara keseluruhan, struktur perekonomian Aceh Besar selama periode tahun 2008-2011 dapat dilihat pada Gambar 2.4

Gambar 2.4

Peranan PDRB Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2011

(21)

2-21

B. Pertumbuhan Ekonomi

Pada Tahun 2008 perekonomian Aceh Besar mengalami ekspansi sebesar 5,86 persen. Sektor perdagangan mengalami peningkatan sangat besar hingga 14,62 persen dan sektor kontruksi mencapai pertumbuhan sebesar 18,12 persen. Pertumbuhan ekonomi Aceh Besar pada tahun 2007 merupakan laju pertumbuhan tertinggi pada periode 2000-2011. Selanjutnya pada tahun 2009 perekonomian Aceh Besar sedikit menurun, dengan ekspansi sebesar 5,77 persen. Pada tahun 2010, perekonomian Aceh Besar mengalami penurunan dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,65 persen. Adapun sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang mengalami peningkatan dengan pertumbuhan mencapai dua digit yaitu 12,11 persen. Berturut-turut laju pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran adalah sebesar 14,62 persen pada tahun 2008; 7,25 persen pada tahun 2009; 12,11 persen pada tahun 2010; dan pada tahun 2011 mencapai 12,38 persen. Secara keseluruhan, laju pertumbuhan riil PDRB menurut lapangan usaha tahun 2008-2011 dapat dilihat pada Tabel 1.12 dan Gambar 1.17 berikut ini.

Tabel 2.15

Laju Pertumbuhan Kabupaten Aceh Besar (Persen) Tahun 2008-2011

LAPANGAN USAHA 2008 2009 2010 2011

2.3.3 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, & Perikanan 0,66 3,20 1,04 2,93 2. Pertambangan & Penggalian 4,56 0,95 1,27 1,77

3. Industri Pengolahan 7,45 4,43 2,28 3,97

4. Listrik & Air Bersih 4,84 6,79 9,48 4,22

5. Konstruksi 10,12 9,29 6,67 5,99

6. Perdagangan, Hotel, & Restoran 14,62 7,25 12,11 12,38 7. Pengangkutan & Komunikasi 1,72 2,57 3,68 1,98 8. Keuangan, Real Estate, & Jasa Perusahaan 5,90 5,82 6,61 3,70

9. Jasa-jasa 3,72 7,03 5,95 2,43

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 5,86 5,77 5,66 5,34

(22)

2-22

Gambar 2.5

Grafik Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan ADHK Tahun 2000 Kabupaten Aceh Besar Tahun 2008-2011

Sumber : PDRB Kabupaten Aceh Besar Tahun 2008- 2011

C. Sektor Perekonomian

Kegiatan perekonomian di Kabupaten Aceh Besar berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam perkembangannya telah mengalami peningkatan. Sektor yang paling dominan adalah bidang pertanian, dibandingkan dengan sektor lainnya seperti perdagangan, jasa, industri dan pertambangan. Untuk lebih mengetahui potensi tentang perekonomian wilayah di Kabupaten Aceh Besar diuraikan sebagai berikut:

a. Sektor Kehutanan

• Adanya hasil hutan kayu dan non kayu (nipah, getah, minyak atsiri, biji/buah, kulit kayu, madu tawon/lebah) serta adanya pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI);

• Hutan dapat dimanfaatkan sebagai eko wisata alam dan hutan wisata. b. Sektor Pertanian

• Jenis tanaman pangan yang telah mengalami pertumbuhan cepat di Kabupaten Aceh Besar adalah ubi jalar, ubi kayu, jagung dan kacang kedelai, sedangkan komoditi padi mengalami pertumbuhan lebih cepat di tingkat kecamatan dibandingkan ditingkat kabupaten;

(23)

2-23 • Hasil perkebunan karet, kopi, cengkeh dan pala tumbuh berkembang dengan cepat/

baik;

• Tanaman sayuran yang tumbuh berkembang dengan baik adalah tomat, kacang panjang dan sawi;

• Buah-buahan alpukat, rambutan, langsat, jeruk besar, jambu biji, nenas, nangka, salak, manggis, sirsak yang tumbuh dengan baik dan cepat;

• Peternakan kambing dan domba yang mengalami pertumbuhan cepat ditingkat kabupaten, selain itu sapi, kerbau ayam dan itik yang mempunyai pertumbuhan lambat di kecamatan dibandingkan pertumbuhannya ditingkat kabupaten;

• Perikanan tambak, perikanan laut dan budidaya laut mempunyai prospek yang baik. c. Sektor Pertambangan

Potensi sektor pertambangan mempunyai prospek yang besar, walaupun produksinya belum cukup banyak. Pertambangan berupa galian mineral di Lhoong dan Leupung yang diinvestasikan oleh pihak asing membuktikan adanya potensi ekonomi wilayah yang besar di sektor pertambangan.

d. Sektor Perindustrian

• Berpotensi untuk pengembangan unit usaha industri formal dan non formal; • Terdapat industri menengah dan kecil, di antaranya:

- industri menengah di Blang Ulam, Kecamatan Mesjid Raya;

- industri kecil garam rakyat di Kecamatan Baitussalam dan Kecamatan Mesjid Raya;

- industri kecil batu bata di Kecamatan Baitussalam dan Darussalam. e. Sektor Perdagangan dan jasa

• Terdapat jumlah perusahaan 3.218 unit, terdiri dari perusahaan besar 80 unit, perusahaan menengah 699 unit dan perusahaan kecil 2.439 unit;

(24)

2-24 sedangkan pasar yang ada di kecamatan-kecamatan lain merupakan pasar tradisional.

2.4.2 Pendapatan per kapita dan proporsi penduduk miskin

2.4.2.1. PDRB Perkapita

Bila PDRB suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggal di daerah itu, maka akan dihasilkan suatu PDRB Per kapita. PDRB Per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk.Pada tahun 2014, PDRB per kapita Aceh Besar mencapai 25.916,8 juta Rupiah dengan pertumbuhan sebesar 4,11 persen dan pada tahun 2010 berturut-turut sebesar 3,70; 2,56 ; 3,91 ; dan 4,16 persen pada tahun 2010-2013.

(25)

2-25

Tabel 2.16 PDRB Per Kapita Menurut Lapangan Usaha (Juta Rp), 2010─2014

Lapangan Usaha/Industry 2010 2011 2012 2013* 2014**

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan/Agriculture, Forestry and Fishing

4.048,0 4.353,1 4.701,8 5.077,5 5.588,0

B Pertambangan dan Penggalian/Mining and Quarrying 2.307,1 2.236,5 2.000,5 2.163,9 2.276,6

C Industri Pengolahan/Manufacturing 414,3 455,9 499,9 541,5 576,4

D Pengadaan Listrik dan Gas/Electricity and Gas 16,3 16,5 16,5 16,6 17,0

E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang/Water supply, Sewerage, Waste Management and Remediation Activities

7,2 7,7 8,2 8,7 9,4

F Konstruksi/Construction 2.842,4 2.969,1 3.053,0 3.183,8 3.378,9

G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan

Minum/Accommodation and Food Service Activities 263,3 276,5 293,9 316,4 336,1

J Informasi dan Komunikasi/Information and

L Real Estat/Real Estate Activities 1.017,3 1.066,2 1.121,7 1.184,0 1.252,6

M,N Jasa Perusahaan/Business Activities 69,3 71,7 74,7 77,7 81,3 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan

R,S,T,U Jasa lainnya/Other Services Activities 233,4 241,8 250,7 261,4 276,2

Produk Domestik Regional Bruto/Gross Regional Domestic

Product 20.704,8 21.621,7 22.475,8 24.331,7 25.916,8

* Angka sementara/PreliminaryFigures

(26)

2-26

2.4.2.2. Kondisi Kemiskinan Multidimensi

Pengentasan kemiskinan di Kabupaten Aceh Besar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan sumberdaya manusia, disamping pembangunan infrastruktur dan pertanian dalam arti luas. Selama ini berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui penyediaan kebutuhan pangan, layanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir, pembangunan sarana dan prasarana, dan pendampingan. Berbagai upaya tersebut telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Aceh Besar.

A. Tingkat Kemiskinan

Kabupaten Aceh Besar yang terletak berbatasan langsung dengan Banda Aceh sebagai ibu kota Propinsi Aceh. Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang masih menduduki peringkat ke delapan terendah kemiskinan di Propinsi Aceh pada tahun 2014. Pada tahun 2010 tingkat kemiskinan 18,80 persen dan Pada tahun 2011 tingkat kemiskinan 18,36. Pada tahun 2012 penurunan angka kemiskinan menjadi 17,50 persen. Pada tahun 2013 angka kemiskinan menjadi 16,88 persen, dan Pada tahun 2014 penurunan angka kemiskinan menjadi 16,13 persen.

(27)

2-27

Gambar 2.7

Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin dan Tingkat Kemiskinan

Kab. Aceh Besar Tahun 2010-2014

Tabel 2.17

Perkembangan Antar Waktu Tingkat Kemiskinan Kabupaten Aceh Besar Tahun 2010-2014

Tahun % Pddk Miskin Jumlah Penduduk

Miskin (jiwa)

Garis Kemiskinan (Rp.)

2010 18,80 66200 324.096

2011 18,36 66300 351.800

2012 17,5 65000 352.111

2013 16,88 63900 352.451

2014 16,13 62.370 352.751

Sumber data : BPS Aceh Besar (2015)

(28)

2-28 masyarakat miskin, serta 352.751 pada tahun 2014 yang menandakan juga adanya peningkatan melamban pada pendapatan masyarakat miskin.

Gambar 2.8

Perkembangan Garis Kemiskinan (Rp) Kab. Aceh Besar, Tahun 2010-2014

B. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

(29)

2-29

Gambar 2.9

Indeks Keparahan Kemiskinan P1 dan P2 Kab. Aceh Besar Tahun 2010-2014

Sumber : BPS 2015

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2014 adalah 2,81 persen berada dibawah Propinsi Aceh yaitu 3,14 persen tetapi masih diatas capaian nasional yaitu 1,75 persen. Hal ini menandakan bahwa kondisi kedalaman kemiskinan (P1) Kabupaten Aceh Besar.

Gambar 2.10

Posisi Relatif Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) (Indeks) Provinsi Aceh 2014

(30)

2-30

Gambar 2.11

Posisi Relatif Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) (Indeks) Provinsi Aceh 2014

Sumber : BPS 2015

Kabupaten Aceh Besar mempunyai Indeks keparahan kemiskinan (P2) sebesar 0,78 pada tahun 2014 berada di bawah Provinsi Aceh sebesar 0,86 persen dan diatas nasional sebesar 0,44 persen.

2.4.3. Kondisi Lingkungan strategis

A.Topografi

(31)

2-31

Tabel 2.18

Kondisi Kelerengan Kabupaten Aceh Besar

No Klasifikasi Kelerengan Luas (Ha) Persentase (%)

1 < 2% 30.103,15 10,37

2 2 – 8% 3.957,47 1,36

3 9 – 15% 13.362,51 4,60

4 16 – 25% 17.485,60 6,02

5 26 – 40% 4.205,84 1,45

6 41 – 60% 102.715,45 35,38

7 > 60% 118.520,71 40,82

Jumlah 290.350,79 100,00

Sumber: Hasil pengolahan citra SRTM

B. Geologi

Indonesia terletak diantara pertemuan 4 lempeng bumi besar, yaitu: Lempeng Hindia dan Australia, Lempeng Eurasia, serta Lempeng Pacific. Lempeng Hindia dan Australia bergerak ke utara menumbuk Lempeng Eurasia dengan kecepatan 50 – 70 mm/ tahun. Lempeng Eurasia bergerak sangat lambat ke arah tenggara dengan kecepatan sekitar 0,4 cm/tahun. Zona tumbukan dua lempeng ini adalah di sepanjang palung laut Sumatra – Jawa – Bali – Lombok. Lempeng Pasific bergerak dengan kecepatan 120 mm/ tahun kearah barat-barat daya menabrak tepian utara dari Pulau Papua New Guinea – Irian Jaya, dan terus ke arah barat sampai ke daerah tepian timur Sulawesi.

Pulau Sumatera merupakan bagian tepi barat daya-selatan dari lempeng benua Eurasia yang berinteraksi dengan lempeng Samudera Hindia-Australia. Gerakan lempeng tersebut telah menghasilkan bentuk-bentuk gabungan penunjaman (subduction) dan sesar mendatar dekstral.

(32)

2-32 Barisan ke arah Barat Laut dan Utara sampai ke Aceh, merupakan daerah labil atau rawan gempa dan di duga dapat menimbulkan gempa-gempa tektonik yang cukup membahayakan. Pada jalur tersebut dijumpai banyak patahan-patahan. Salah satu diantaranya yang dapat dilihat di kabupaten Aceh Besar adalah patahan turun (slenk) lembah Krueng Aceh, yang secara fisik (struktural), menandakan bahwa wilayah ini mungkin belum sepenuhnya stabil, sehingga sewaktu-waktu dapat terjadi gempa. Struktur geologi ini berkelanjutan ke dasar laut dan di ujung yang lain terlihat sampai ke Kota Jantho.

Penunjaman yang terjadi di bawah Pulau Sumatera juga mengakibatkan terbentuknya jalur busur magma yaitu Pegunungan Bukit Barisan. Penunjaman yang terbentuk secara berkala telah dilepaskan melalui sesar transform yang sejajar dengan tepian lempeng dan terpusat di sepanjang Sistem Sesar Sumatera yang membentang sepanjang Sumatera. Sistem Sesar Sumatera (Sumatera Fault System) yang berarah Barat Laut-Tenggara, membentang mulai dari Pulau Weh di Aceh sampai Teluk Semangko di Lampung. Sistem Sesar Sumatera ini paling sedikit tersusun oleh 8 segmen sesar berarah orientasi Barat Laut-Tenggara dengan pergerakan yang menganan (dextral). Patahan Lokop - Kutacane, Patahan Blangkejeren - Mamas, Patahan Kla - Alas, Patahan Reunget - Blangkeujeren, Patahan Anu - Batee, Patahan Samalanga - Sipopoh, Patahan Banda Aceh - Anu, Patahan Lamteuba – Baro.

Berdasarkan struktur geologi, bahan induk tanah di wilayah kabupaten Aceh Besar cukup bervariasi, mulai dari yang bersifat masam sampai basa. Bahan induk tersebut terdiri dari bahan endapan, batuan sedimen, batu kapur, batu vulkanis (gunung api), bahan metamorf (malihan) dan batuan beku dalam (intrusi). Menurut umurnya, batuan-batuan tersebut terbentuk pada zaman Pra-tersier, Tersier dan zaman Kuarter.

C. Profil Klimatologi

(33)

2-33

Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi dalam bentuk gelombang. Komponen merusak gempa bumi dapat berbentuk getaran dan amblesan. Tingkat daya rusak gempa bumi tergantung dari intensitas gempa bumi, lama kejadian, jarak pusat gempa, kondisi geologi setempat, serta kondisi bangunan setempat. Penyebab terjadinya gempa bumi merupakan proses tektonik akibat pergerakan lempeng bumi, aktivitas sesar dipermukaan bumi, pergerakan geomorfologi secara lokal (tanah longsor), aktivitas gunung api, dan ledakan nuklir.

(34)

2-34 Besarnya gelombang dari suatu Gempa Bumi secara konvensional dilaporkan yang paling sering dicatat menggunakan Skala Richter. Klasifikasi potensi gempa bumi menurut Mangnitudo (skala richter) di Kabupaten Aceh Besar sebagai berikut:

• 0,3 – 0,4 : Kecamatan Leupung dan Kecamatan Lhoong.

• 0,4 – 0,5 : Kecamatan Mesjid Raya, Kecamatan Seulimeum, dan Kecamatan Seulawah. • 0,5 – 0,6 : Seluruh kecamatan.

B. Tsunami

(35)

2-35 bumi, tanah longsor atau letusan gunung berapi yang terjadi di laut. Gelombang tsunami bergerak dengan kecepatan ratusan kilometer per jam di lautan dalam dan dapat melanda daratan dengan ketinggian gelombang mencapai 30 m atau lebih.

Masyarakat Aceh memiliki 2 kosakata asli untuk Tsunami. Masyarakat yang bertempat tinggal di Pulau Simeulue memiliki kosakata Smong untuk kejadian tsunami. Sedangkan masyarakat Aceh di daratan memberi nama tsunami sebagai Ie Beuna. Tsunami dapat diartikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut. Gangguan impulsif tersebut bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran. Kecepatan tsunami yang naik ke daratan (run-up) dapat mencapai sekitar 25-100 km/jam. Kejadian tsunami di Aceh pernah terjadi pada tahun 1797, 1891, 1907 dan 2004. Kejadian tsunami 26 Desember 2004 mengakibatkan 126.915 jiwa meninggal, 37.063 jiwa hilang, kira-kira 100.000 jiwa menderita luka berat dan luka ringan disertai 517.000 unit rumah hilang.

Tsunami adalah gelombang air yang sangat besar yang disebabkan oleh pergeseran badan air dalam volume yang amat besar, misalnya lautan. Istilah Tsunami berasal dari

Bahasa Jepang yang bisa diartikan sebagai "ombak besar di pelabuhan”. Tsunami sering

terjadi di Jepang; Karena besarnya volume air dan energi yang timbul, tsunami dapat menghancurkan wilayah pantai dan menyebabkan jatuhnya korban jiwa yang sangat banyak di karenakan kecepatan gelombang air tersebut lebih cepat dari pada larinya manusia. Selain itu juga gempa bumi, letusan gunung api dan letusan di bawah air lainnya (detonasi senjata nuklir di laut), tanah longsor dan pergerakan besar lainnya, serta gangguan lainnya di atas atau di bawah air, semuanya mempunyai potensi menimbulkan tsunami.

(36)

2-36

C. Gunung Api

Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan

istilah “erupsi”. Setiap gunung api memiliki karakteristik erupsi yang berbeda-beda dan

berpotensi sebagai ancaman serta memiliki karakteristik tersendiri jika ditinjau dari jenis muntahan atau material yang dihasilkannya. Apabila gunung api meletus, magma yang terkandung di dalam kamar magma gunung api keluar sebagai lahar atau lava. Letusan gunung api dapat menghasilkan Gas vulkanik; Lava dan aliran pasir serta batu panas; Lahar; Tanah longsor; Gempa bumi; Abu letusan; dan Awan panas (piroklastik).

Klasifikasi Gunung api di Indonesia :

- Tipe A: gunung api yang pernah mengalami erupsi magmatik sekurang kurangnya satu kali sesudah tahun 1600.

- Tipe B: gunung api yang sesudah tahun 1600 belum lagi mengadakan erupsi magmatik, namun masih memperlihatkan gejala kegiatan seperti kegiatan solfatara.

- Tipe C: gunung api yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia, namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola pada tingkah lemah.

Ada 1 (satu) gunung api aktif tipe A di Aceh Besar, yakni Gunung Seulawah Agam di Aceh Besar. Struktur gunung api terdiri dari:

struktur kawah yang merupakan bentuk morfologi negatif atau depresi akibat suatu kegiatan ;

gunung api yaitu dimana bentuknya relatif bundar;

kaldera yang bentuk morfologinya seperti kawah, tetapi garis tengahnya lebih dari 2 km;

rekahan dan graben, merupakan retakan-retakan atau patahan pada tubuh gunung api yang memanjang mencapai puluhan kilometer dan dalamnya ribuan meter. Rekahan paralel yang mengakibatkan amblasnya blok diantara rekahan disebut graben.

depresivolkano - tektonik, pembentukannya ditandai dengan deretan pegunungan yang

(37)

2-37 asam ke permukaan, yang berasal dari kerak bumi. Depresi ini dapat mencapai ukuran puluhan kilometer dengan kedalaman ribuan meter.

Pada peristiwa Gunung Api, lava, tephra (abu, lapilli, bongkahan batu), dan berbagai gas, dikeluarkan dari rekahan Gunung Api. Beberapa Gunung Api dapat mengeluarkan hanya satu tipe karakteristik letusan selama satu periode aktivitas, sementara Gunung Api lainnya dapat menunjukkan serangkaian tipe letusan. Letusan Gunung Api timbul melalui tiga mekanisme utama: (1) Lepasnya gas dengan dekompresi yang menyebabkan letusan magma, (2) Kontraksi panas yang menyentuh air dan menyebabkan letusan

phreatomagmatic dan (3) Penyemburan partikel selama letusan-letusan asap yang

menyebabkan letusan phreatic.

Klasifikasi lahar dan abu di Kabupaten Aceh Besar berada di kecamatan: • Hazard Zone 1: Kecamatan Seulimun dan Kecamatan Lembah Seulawah. • Hazard Zone 2: Kecamatan Seulimun dan Kecamatan Lembah Seulawah. • Hazard Zone 3: Kecamatan Seulimun dan Kecamatan Lembah Seulawah.

D. Tanah Longsor / Gerakan Tanah

Tanah Longsor adalah fenomena geologis yaitu pergerakan tanah, misalnya jatuhnya bebatuan, aliran reruntuhan, yang bisa terjadi di lepas pantai, pinggir pantai dan di daratan. Walaupun penyebab utama tanah longsor adalah gravitasi, ada faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap stabilitas lereng. Secara khusus, faktor-faktor

pre-conditional membangun kondisi sub-permukaan khusus yang menyebabkan areal/lereng

tersebut menjadii rawan, sedangkan tanah longsor yang sebenarnya sering membutuhkan pemicu (misalnya hujan lebat atau gempa bumi) sebelum terjadi longsor.

(38)

2-38 banyak dijumpai lahan miring ataupun bergelombang. Lereng pada lahan yang miring ini berpotensi untuk mengalami gerakan massa tanah atau batuan. Temperatur dan curah hujan yang tinggi sangat mendukung terjadinya proses pelapukan batuan pada lereng (proses pembentukan tanah), akibatnya lereng akan tersusun oleh tumpukan tanah yang tebal. Lereng dengan tumpukan tanah yang lebih tebal relatif lebih rentan terhadap gerakan tanah. Klasifikasi gerakan tanah di Kabupaten Aceh Besar antara lain:

• Rendah : semua kecamatan kecuali Kecamatan Peukan Bada.

• Menengah: semua kecamatan kecuali Kecamatan Ingin Jaya dan Kecamatan Krueng Barona Jaya.

• Tinggi : Kecamatan Kota Jantho, Kecamatan Lhoknga, Kecamatan Leupung, Kecamatan Lhoong, Kecamatan Indrapuri, dan Kecamatan Kuta Cot Glie.

E. Rawan Banjir

Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan oleh air. Peristiwa banjir timbul jika air menggenangi daratan yang biasanya kering. Banjir pada umumnya disebabkan oleh air sungai yang meluap ke lingkungan sekitarnya sebagai akibat curah hujan yang tinggi Banjir bandang adalah banjir di daerah permukaan rendah yang terjadi akibat hujan yang turun terusmenerus dan muncul secara tiba-tiba. Banjir bandang terjadi saat penjenuhan air terhadap tanah di wilayah tersebut berlangsung dengan sangat cepat hingga tidak dapat diserap lagi. Air yang tergenang lalu berkumpul di daerah-daerah dengan permukaan rendah dan mengalir dengan cepat ke daerah yang lebih rendah. Penyebab banjir adalah: 1. Banyaknya daerah resapan yang berubah fungsi menjadi bangunan;

2. Saluran air yang tidak berfungsi optimal; 3. Air laut ketika terjadi pasang;

4. Tanah kurang dapat menahan air; 5. Penggundulan hutan.

Penanganan banjir secara teknis yaitu:

(39)

2-39 2. Penanganan Daerah Pengaliran Sungai (DPS), yaitu : Mengurangi debit banjir, seperti

dengan membangun waduk dan bendungan di daerah hulu dan sumur resapan;

3. Melayani debit banjir, seperti dengan melakukan normalisasi alur sungai, membangun tanggul dan dinding penahan banjir, saluran by pass (sudetan), dan sistem polder dan pompa.Mengendalikan erosi dan sedimen, seperti melakukan: terracing, penanaman pohon secara segaris, pembuatan saluran di lereng, pembangunan dam penahan (check dam), dinding penahan tebing (Streambank protection) dan pembangunan jetty di muara;

4. Persiapan menghadapi banjir, seperti melakukan pembuatan peta banjir, sistem peringatan dini untuk banjir dan siaga terhadap terjadinya banjir.

TDMRC melakukan kompilasi 4 data banjir yang dimiliki yaitu, data dari Land System Bakosurtanal, hasil permodelan banjir dengan SOBEK dari Sea Defence Consultant, data kejadian banjir dari Balai Wilayah Sungai Sumatera I dan hasil survey banjir yang dilakukan oleh TDMRC. Hasil kompilasi semua data menghasilkan satu peta area genangan banjir (dengan klasifikasi) untuk Aceh besar berada pada Kecamatan Krueng Barona Jaya, Kecamatan Ingin Jaya, Kecamatan Darul Imarah, Kecamatan Kuta Baro, dan Kecamatan Darussalam. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada gambar 1.16.

F. Abrasi

(40)

2-40 Aceh yang memiliki garis pantai.Dalam 10 tahun terakhir ini, di pantai Barat-Selatan Aceh telah terjadi abrasi pantai di Kabupaten Aceh Besar.

Selain abrasi pantai, Aceh juga mencatat beberapa kejadian abrasi sungai. Abrasi sungai ditandai dengan runtuhnya tebing sungai akibat gerusan aliran sungai. Abrasi sungai yang pernah dilaporkan terjadi di Aceh Besar (Krueng Aceh).

G. Angin Puting Beliung

Puting Beliung adalah angin kencang dan berbahaya yang bergerak melingkar hingga menyentuh permukaan bumi dan awan cumulonimbus atau, dalam sedikit kasus, awan cumulus. Puting Beliung datang dengan berbagai bentuk dan ukuran, tetapi secara tipikal berbentuk gumpalan corong yang ujungnya menyentuh permukaan bumi dan sering disertai dengan puing-puing dan debu. Klasifikasi angin puting beliung yang ada di Kecamatan Aceh Besar meliputi:

• Bahaya Rendah: Kecamatan Peukan Bada, Kecamatan Imarah, Kecamatan Blang Bintang, Kecamatan Kuta Baro, dan Kecamatan Montasik.

• Bahaya Menengah: Kecamatan Darul Imarah, Kecamatan Lhoknga, Kecamatan Peukan Bada, Kecamatan Kuta Baro, Kecamatan Blang Bintang, Kecamatan Montasik dan Kecamatan Indrapuri.

• Bahaya Tinggi: Kecamatan Darul Imarah, Kecamatan Kuta Baro, Kecamatan Blang Bintang, Kecamatan Montasik, Kecamatan Indra Puri, Kecamatan Peukan Bada, dan Kecamatan Lhoknga.

H. Kekeringan

(41)

2-41 kekeringan dan kebakaran hutan. Berdasarkan analisis yang dilakukan, daerah-daerah yang intensitas hujannya rendah antara 0 – 75 mm dan penguapan tinggi antara 3 – 7 mm yaitu Aceh Besar.

Kekeringan merupakan kurun waktu yang panjang dalam rentang bulan atau tahun, di mana suatu daerah mengalami kekurangan air. Pada umumnya, hal ini terjadi ketika daerah tersebut secara terus-menerus mengalami hujan di bawah rata-rata. Hal ini bisa mengakibatkan dampak negatif terhadap ekosistem dan pertanian dari daerah yang terkena bencana kekeringan. Kekeringan bisa berlangsung selama beberapa tahun atau walaupun pendek, bencana kekeringan yang hebat bisa menyebabkan kerusakan yang signifikan dan merugikan ekonomi lokal. Fenomena global ini mempunyai dampak yang luas terhadap pertanian. Klasifikasi kekeringan yang ada di Kabupaten Aceh Besar, meliputi: • Rendah: Kecamatan Pulo Aceh, Kecamatan Pekan Bada, Kecamatan Darussalam,

(42)

2-42

2.4.5.2 Isu Strategis Penataan Bangunan dan Lingkungan

A. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang- undang dan peraturan antara lain:

1) UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian,termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

Pada UU No. 1 tahun 2011 juga di amanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah di persiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2) UU No.28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus di selenggarakan secara tertib hukum dan di wujudkan sesuai dengan fungsinya, serta di penuhinya persyaratan administrative dan teknis bangunan gedung.

Persyaratan administrative yang harus di penuhi adalah:

a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah b. Status ke pemilikan bangunan gedung; dan

c. Izin mendirikan bangunan gedung.

(43)

2-43 arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan ke andalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga di perlukan peranmasyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

3) PP36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung

Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 di jelaskan dalam PP No. 36

Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No.28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini di tekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan

dan Lingkungan

Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah di tetapkan Permen PU No.06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, di jelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan di lestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian di tetapkan melalui peraturan wali kota/bupati.

5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang

Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

(44)

2-44 Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut di lampirkan indicator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL

Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No. 8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara. Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 di sebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;

b. Pembinaan teknik, pengawasanteknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana ke presidenan;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

(45)

2-45 Lingkup tugas dan fungsi tersebut di laksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah Negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti di tunjukkan pada Gambar 2.12

Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012

Gambar 2.12 Lingkup Tugas PBL

Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:

a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

• Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); • Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

• Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;

• Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.

b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

(46)

2-46 • Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;

▪ Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur; • Pelatihanteknis.

c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat diperkotaan

• Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan; • Paket dan Replikasi.

B. Isu Strategis

Isu Strategis

Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sector PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL y a n g mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersediany apedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.

Agenda internasional yang terkait di antaranya adalah pencapaian MDG’s 2015, khususnya tujuan yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap ai rminum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.

(47)

2-47 mencapai 10-25cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak social lainnya.

Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sector PBL. Konferensi Habitat I yang telah di selenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahandan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang di laksanakan di lstambul, Turki, pada 3-14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter fo rAll" dan "Sustainable Human Settlement Development inan Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat. Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat di rumuskan adalah sebagai berikut:

1) Penataan Lingkungan Permukiman

a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;

c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka public dan ruang terbuka hijau (RTH) diperkotaan;

d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisiona ldan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi local.

e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;

f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Tertib pembangunan dan ke andalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

(48)

2-48 gedung di kab/kota;

c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;

d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan gedung dan rumah negara; e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan

rumah Negara.

3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;

b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharingin-cash sesuai MoU PAKET;

c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.

Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, scenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputia) Revitalisasib) RTH,c) Bangunan Tradisional/bersejarah dand) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.

Tabel 2.21 Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten Aceh Besar

(49)

2-49

2.4.5.3Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)

A. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi system fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.

Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:

i) Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

ii) Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025

Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.

iii) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

(50)

2-50

iv) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.

SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundang- undangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No.16 Tahun 2005.

Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya dibidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup:

• Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum;

• Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

• Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;

(51)

2-51

Sungai. Krg. Mountala Sungai Krg. Buga mt Air Gleetaron mt. Air Mata Ie Sungai Krg. Aceh Sungai Luthu

Kap. 400-1000 l/dt Kap. 300-500 l/dt Kap. 5-40 l/dt Kap. 100-250 l/dt Kap. 1500 l/dt Kap. 5- 50 l/dt Min.2310 l/dtk Max.3340 l/dtk

Intake Kr. Mountala IPA Selimeum Broncapt. Gleitaron IPA Mata Ie IPA I Siron Intake Luthu §Kap. Terpasang: 40 l/dt §Kap. Terpasang: 10 l/dt Kap. Terpasang 20 l/dt Kap. Terpasang 60

l/dt Kap. Terpasang 40 l/dt Intake & IPA dibangun Tahun 2008. Intake & IPA dibangun Tahun 2004 Intake dibangun : 1912 Intake dibangun :

2006

Dibangun : 2008 Dibangun : 2004 Dibangun : thn 2000 Kapasitas 750 m3 tidak dipakai karena

elevasi lebih tinggi

Deskripsi Kantor Cabang Kota Jantho Kantor Cabang Darul Imarah Kantor Cabang Siron

1. Daerah Pelayanan Kota Jantho Selimeum

(52)
(53)

2-52

2.4.5.4. Isu Strategis

A. Isu Strategis Pengembangan Air Limbah Permukiman

Untuk melakukan rumusan isu strategis ini dilakukan dengan melakukan identifikasi data dan informasi dari dokumen-dokumen perencanaan pembangunan terkait dengan pengembangan permukiman tingkat nasional maupun daerah, seperti dokumen RPJMN, RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, Renstra Dinas, RP2KP,SSK dan dokumen lainnya yang selaras menyatakan isu strategis pengembangan air limbah sesuai dengan karakteristik di masing-masing Kabupaten/Kota.

Tujuan dari bagian ini adalah:

o Teridentifikasinya rumusan isu strategis pengelolaan air limbah di Kabupaten/Kota; o Tereviewnya isu strategis pengembangan air limbah dari dokumen terkait.

Berikut adalah isu-isu strategis dalam pengelolaan air limbah permukiman di Indonesia antara lain:

1. Akses masyarakat terhadap pelayanan pengelolaan air limbah permukiman

Sampai saat ini walaupun akses masyarakat terhadap prasarana sanitasi dasar mencapai 90,5% di perkotaan dan di pedesaan mencapai 67% (Susenas 2007) tetapi sebagian besar fasilitas pengolahan air limbah setempat tersebut belum memenuhi standar teknis yang di tetapkan. Sedangkan akses layanan air limbah dengan system terpusat baru mencapai 2,33% di 11 kota (Susenas 2007 dalam KSNP Air Limbah).

2. Peran Masyarakat

Peran masyarakat berupa rendahnya kesadaran masyakat dan belum di berdayakannya potensi masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan air limbah serta terbatasnya penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman berbasis masyarakat.

3. Peraturan perundang-undangan

(54)

2-53

4. Kelembagaan

Kelembagaan meliputi kapasitas SDM yang masih rendah, kurang koordinasi antar instansi dalam penetapan kebijakan di bidang air limbah, belum terpisahnya fungsi regulator dan operator, serta lemahnya fungsi lembaga bidang air limbah.

5. Pendanaan

Pendanaan terutama berkaitan dengan terbatasnya sumber pendanaan pemerintah dan rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah yang merupakan akibat dari rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan air limbah. Selain itu adalah rendahnya tarif pelayanan air limbah sehingga berakibat pihak swasta kurang tertarik untuk melakukan investasi di bidang air limbah.

Kabupaten telah merumuskan isu strategis yang ada di daerah. Isu strategis dalam pengembangan air limbah menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur air limbah dan akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) yang lebih berpihak ke pada pencapaian MDGs, yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita pembangunan nasional.

Skenario pencapaian sasaran pembangunan sanitasi per tahun untuk masing-masing sub-sektor dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.23

Skenario Pencapaian Sasaran Pembangunan Sanitasi

Komponen Tahun

n-5 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Air Limbah Domestik 67,8 75% 80% 85% 90% 100%

Persampahan 30 35% 50% 75% 90% 100%

Drainase 75% 80% 85% 90% 100%

Profil Sanitasi Saat Ini

(55)

2-54 masih berdasarkan kebutuhan masyarakat untuk drainase lingkungan. Sedangkan sistem drainase yang memakai saluran induk, kolam retensi dan sejenisnya belum ada di Kabupaten Aceh Besar.

Air Limbah Domestik

(1) Sistem dan Infrastruktur

Infrastruktur yang sudah tersedia untuk pengolahan air limbah di Kabupaten Aceh Besar adalah IPLT dibangun pada tahun 2014 dan juga tersedia 2 (dua) truk penyedot tinja yang selama beroperasional dalam melayani masyarakat. IPLT yang tersedia saat ini terletak di Kecamatan Kota Jantho dan masih belum berfungsi secara optimal. Dari sisi penyediaan MCK++ diKabupaten Aceh Besar telah tersedia sebanyak 35 Unit dengan melayani 746 KK, sedangkan IPAL belum ada.

(56)

2-55

Tabel 2.24

Cakupan layanan air limbah domestik saat ini di Kabupaten Aceh Besar

Gambar

TABEL 2.1
Gambar  2.1 Batas Administrasi Kabupaten Aceh Besar
Grafik 2.2.
TABEL 2.5 Jumlah Penduduk Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tengki ketika musim kemarau yang disediakan untuk satu dusun. Akan tetapi ketika musim hujan air yang digunakan untuk kehidupan. sehari-hari adalah air hujan.. Kondisi Demografis

Dinas Pertanian yang meminjamkan bantuan kepada kelompok tani akan melakuakn pengecekan berkas dan syarat- syarat pengajuan peminjamn bantuan, yang diajaukan oleh