• Tidak ada hasil yang ditemukan

STABILITAS LERENG BERDASARKAN HUJAN 3 HARIAN MAKSIMUM BULANAN (KASUS DI DUSUN PAGAH DESA HARGANTORO KECAMATAN TIRTOMOYO KABUPATEN WONOGIRI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STABILITAS LERENG BERDASARKAN HUJAN 3 HARIAN MAKSIMUM BULANAN (KASUS DI DUSUN PAGAH DESA HARGANTORO KECAMATAN TIRTOMOYO KABUPATEN WONOGIRI)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

e-Jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL/September 2017/1130

STABILITAS LERENG BERDASARKAN HUJAN 3 HARIAN MAKSIMUM

BULANAN (KASUS DI DUSUN PAGAH DESA HARGANTORO

KECAMATAN TIRTOMOYO KABUPATEN WONOGIRI)

Niken Silmi Surjandari

1)

, Yusep Muslih P

2)

, M Toni Agus Purnomo

3)

3) Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret, 1),2) Pengajar Program Studi Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret.

Jln. Ir. Sutami 36 A, Surakarta 57126; Telp. 0271-634524, e-mail: agus.toni.111@gmail.com

Abstract

Indonesia as a tropical country has two seasons, dry and rainy season. Global warming that is happened lately causing uncertain season.This leads to disaster everywhere.Wonogiri particularly in 2007, there were landslides that resulted in fatalities.It was Recorded that seven peoples died.Landslides and slope stability analysis needs to be conducted considering the number of disasters.

This study aims to determine the effect of rainfall intensity against a slope’s safety factor.The study conducted by collecting secondary data that consists of soil data in the form of an index soil properties and the soil shear parameters, land use data, topographic map data and rainfall data.Rainfall data, land use data and topographic data to produce rainfall regions.Then rainfall area that being calculatedwith soil data region produces saturated soil thickness.Slope stability analysis using statistical software PLAXIS 2D v8.2 generates a safe factor (SF).

The results of slope stability analysis isin the form of safe factor in every slope.Values safe factor (SF) before the rain respectively for the slope of 30 °, 45 ° and 60 ° was 1.62;1.4;and 1.21.In conditions after rain with existing land cover (moor and plantation) average safety factor for each slope is 1.63;1.29;and 1.03.As for the forest land cover safety factor (SF) for each slope is 1.61;1.25;and 1:02.Critical safety factors resulting from the relations between safety factor and the average tilt angle is 45.2 ° for existing land cover and 47.5 ° for forest cover.Greater rainfall intensity and land cover with a smaller CN value resulting in the size of the thickness of the saturated soil, and the greater the load on the

slopes.Along with the increasing amount of load on slopes and greater tilt angle (steep / vertical), slope’s safety factor and stability factor would also being decreased.

Keywords: Slope Stability, maximum 3rd Daily rainfall, Safety Factor (SF), Plaxis

Abstrak

Indonesia yang beriklim tropis mempunyai dua musim yaitu kemarau dan musim hujan. Pemanasan global yang terjadi akhir-akhir ini menyebabkan tidak menentunya musim. Hal ini menyebabkan terjadi bencana dimana-mana. Wonogiri khususnya pada tahun 2007, terjadi bencana longsor yang mengakibatkan korban jiwa. Tercatat hingga tujuh orang meninggal dunia. Analisis longsor dan stabilitas lereng perlu diadakan mengingat banyaknya bencana yang terjadi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas hujan terhadap faktor aman lereng di Dusun Pagah, Hargantoro, Tirtomoyo. Penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan data-data sekunder yaitu data tanah berupa indeks propertis tanah dan parameter geser tanah, data tata guna lahan, data peta topografi dan data hujan. Data hujan, data tata guna lahan dan data topografi menghasilkan hujan wilayah. Kemudian hujan wilayah diolah dengan data tanah menghasilkan ketebalan tanah jenuh. Analisis stabilitas lereng menggunakan bantuan software plaxis 2d v8.2 sehingga mendapatkan faktor aman (SF).

Hasil analisis stabilitas lereng berupa faktor aman disetiap kemiringan lereng. Nilai faktor aman (SF) sebelum terjadi hujan berturut-turut untuk kemiringan 30°, 45°, dan 60° adalah 1,62 ; 1,4 ; dan 1,21. Pada kondisi setelah hujan dengan tutupan lahan eksisting (tegalan dan perkebunan) faktor aman rata-rata yang dihasilkan untuk setiap kemiringan 1,63 ; 1,29 ; dan 1,03. Sedangkan untuk tutupan lahan hutan faktor aman (SF) untuk setiap kemiringan adalah 1,61 ; 1,25 ; dan 1.02. faktor aman kritis yang dihasilkan dari hubungan antara faktor aman rata-rata dan sudut kemiringan adalah 45,2° untuk tutupan lahan eksisting dan 47,5° untuk tutupan lahan hutan. Intensitas hujan semakin besar dan tutupan lahan dengan nilai CN semakin kecil mengakibatkan besarnya ketebalan tanah jenuh, beban pada lereng semakin besar. Seiring dengan besarnya beban pada lereng sudut kemiringan yang semakin besar (terjal/tegak) berdampak penurunan nilai faktor aman lereng dan stabilitas pun akan menurun.

Kata kunci : Stabilitas Lereng, Hujan 3 Harian Maksimum, Faktor Aman (SF), Plaxis

PENDAHULUAN

(2)

e-Jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL/September 2017/1131 hubungan Safety Factor (SF), hujan dan kemiringan lereng dan diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan dalam mitigasi bencana longsor.

LANDASAN TEORI

Lereng adalah sebuah permukaan tanah yang terbuka, yang berdiri membentuk sudut tertentu terhadap sumbu horisontal, atau dapat dikatakan lereng adalah permukaan tanah yang memiliki dua elevasi yang berbeda dimana permukaan tanah tersebut membentuk sudut. Longsor adalah pergerakan massa tanah dari bidang dengan elevasi yang tinggi menuju bidang dengan elevasi yang lebih rendah yang dipengaruhi oleh grafitasi, air dan gaya bumi.

Teori analisis stabilitas lereng

Analisis stabilitas lereng dalam prakterknya didasarkan pada konsep keseimbangan plastis batas. Adapun maksud analisis stabilitas adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang longsor yang potensial. Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata sepanjang bidang longsor potensial, dan kuat geser tanah rata-rata sepanjang permukaan longsoran.

Untuk menghitung stabilitas lereng maka perlu diketahui nilai Faktor aman. Faktor aman (SF) didefinisikan sebagai nilai banding antara gaya yang menahan dan gaya yang menggerakkan dan disajikan dalam persamaan berikut:

... (1)

τ tahanan geser maksimum yang dapat dikerahkan oleh tanah (kN/m2), τd tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan longsor (kN/m2).

... (2) ... (3)

c kohesi tanah penggerak (kN/m2), σ tegangan normal (kN/m2), φ sudut gesek dalam tanah (derajat), cd kohesi tanah penahan (kN/m2), φd : sudut gesek dalam yang bekerja sepanjang bidang longsor (derajat).

Analisis mekanika tanah

Menggunakan data properties tanah dapat diketahui nilai angka pori dengan menggunakan persamaan (4) berikut:

... (4)

Sedangkan nilai n dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:

... (5)

Tanah-tanah yang tidak mudah mengebang nilai angka pori (e) relatif konstan meskipun terjadi penjenuhan. Sehingga pada analisis ini angka pori (e) juga dianggap konstan dan dapat diketahui dengan persamaan (2.5) berikut:

... (6)

Menghitung ketebalan tanah jenuh

Ketebalan tanah jenuh dihitung berdasarkan volume air yang masuk kedalam tanah. Air dari hasil infiltrasi akan menjadi beban pada lereng yang akan dimodelkan. Persamaan (7) yang digunakan dalam menghitung volume air yang masuk sebagai berikut

Vw = Ww /γw

=(γsat –γb)/γw ... (7)

Metode analisis elemen hingga

Untuk menganalisis stabilitas lereng dapat dilakukan dengan cara manual dan metode elemen hingga dengan bantuan software. Pemilihan dengan menggunakan metode elemen hingga karena selain menghasilkan safety factor

(3)

e-Jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL/September 2017/1132

Hardening Soil model, Soft Soil model, dan Soft Soil Creep model. Pada analisis ini digunakan model Mohr-Coulomb

karena cocok untuk pemodelan lereng. Dalam model Mohr-Coulomb memerlukan 5 buah parameter yang sama dengan parameter perhitungan stabilitas lereng yaitu kohesi ( c ), sudut geser dalam ( φ ), modulus young ( Eref ), poisson’s ratio ( ν ), dilatancy angle ( ψ ). Selain lima parameter tersebut ada juga parameter lanjut yang akan menunjang perhitungan dalam model ini yaitu Peningkatan Kekakuan (Eincrement) dan Peningkatan Kohesi (cincrement)

METODOLOGI

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data tanah dan data hidrologi. Data tanah yang dibutuhkan berupa data properties tanah dan parameter geser tanah. Data properties tanah dan parameter geser tanah sebelumnya sudah dilakukan pengujian di Laboratorium Mekanika Tanah, UNS oleh Janu dkk (2014). Data hidrologi meliputi peta topografi, data curah hujan harian DAS Tirtomoyo, Wonogiri dan peta tata guna lahan. Peta topografi dan data curah hujan harian DAS Tirtomoyo diperoleh dari tiga stasiun hujan yaitu stasiun ngancar, balong dan watugede bersumber dari PSDA Kabupaten Wonogiri. Data curah hujan harian menggunakan data 5 tahun terakhir, yaitu tahun 2007-2011. Peta tata guna lahan diperoleh dari Dinas Kehutanan. Data tanah kemudian dianalisis untuk mencari nilai angka pori dan nilai . Sedangkan data hujan digunakan untuk infiltrasi air hujan yang terjadi pada DAS Tirtomoyo, Wonogiri. Nilai angka pori , , dan infiltrasi air dianalisis menghasilkan ketebalan tanah jenuh. Ketebalan tanah jenuh didapatkan yang selanjutnya dimasukkan kedalam pemodelan lereng sebegai beban.

Pemodelan pada lereng untuk penelitian ini menggunakan variasi kemiringan yang dipakai adalah 30°, 45° dan 60° (Gambar 1), karena dianggap sudah mewakili kondisi di lapangan. Pemodelan menggunakan software Plaxis Profesional 2D 8.2 yaitu dengan model Mohr-Coulomb

Gambar 1. Variasi kemiringan lereng sudut 30, 45 dan 60

Perbedaan ketebalan lapisan tanah jenuh akibat hujan yang berbeda pada setiap bulannya akan menunjukkan perilaku stabilitas lereng yang berbeda. Dan kemiringan yang berbeda juga akan memberikan perilaku yang berbeda pula terhadap lereng. Apabila ditabelkan maka variasi analisis stabilitas lereng yang mungkin terjadi dapat dilihat pada Tabel 1 Variasi Analisis Stabilitas Lereng.

Tabel 1.Variasi analisis stabilitas lereng. Bulan

Sudut Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret

300 SFOkto1 SFNov 1 SFDes 1 SFJan 1 SFFeb 1 SFMar 1

450 SFOkto2 SFNov2 SFDes2 SFJan2 SFFeb2 SFMar2

600 SFOkto3 SFNov3 SFDes3 SFJan3 SFFeb3 SFMar3

Hasil analisis berupa data-data hasil pemodelan lereng terhadap hujan 3 harian maksimum bulanan. Hasil yang muncul berupa grafik yang menghubungkan Safety Factor (SF) dengan intensitas hujan maksimum bulanan dan

(4)

e-Jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL/September 2017/1133 Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

PEMBAHASAN

Analisis hidrologi dilakukan terhadap dua tutupan lahan yaitu tutupan lahan eksisting yang ada dan tutupan lahan hutan. Berikut tabel hasil perhitungan infiltrasi terhadap dua tutupan lahan tersebut.

Tabel 2.Perhitungan volume infiltrasi bulanan dengan tutupan lahan eksisting

Notasi Januari Februari Maret April November Desember

A (m2) 835,40 835,40 835,40 835,40 835,40 835,40

CN 73,75 73,75 73,75 73,75 73,75 73,75

S 207,82 207,82 207,82 207,82 207,82 207,82

P (mm) 109,74 130,78 144,87 130,48 144,67 156,51

Q (mm) 46,14 62,53 74,01 62,29 70,03 83,74

F (mm) 45,52 50,17 52,78 50,11 56,56 54,69

F (m3) 38,02 41,91 44,09 41,86 47,25 45,69

Tabel 3.Perhitungan volume infiltrasi bulanan dengan tutupan lahan hutan

Notasi Januari Februari Maret April November Desember

A (m2) 835,40 835,40 835,40 835,40 835,40 835,40

CN 55 55 55 55 55 55

S 90,42 90,42 90,42 90,42 90,42 90,42

P (mm) 109,74 130,78 144,87 130,48 144,67 156,51

Q (mm) 16,84 26,80 34,30 26,64 34,19 40,94

F (mm) 51,34 62,42 69,01 62,27 68,92 74,01

F (m3) 42,89 52,14 57,65 52,02 57,57 61,83

Infiltrasi air hujan yang masuk digunakan untuk menghitung tanah jenuh. Sedangkan analsis mekanika tanah berguna untuk mengetahui berapa berat volume tanah dalam kondisi jenuh (γsat). Berat volume tanah jenuh yang sudah diketahui dapat menghitung kedalaman tanah jenuh akibat infiltrasi air hujan. Analisis ini angka pori dianggap konstan, meskipun terjadi penambahan air namun untuk tanah yang tidak ekspansif angka pori cenderung konstan/ tidak berubah.

Tabel 4.Ketebalan tanah jenuh akibat infiltrasi air hujan

Bulan

Eksisting

(perkebunan dan tegalan) Hutan

Vf (m3) hsat (m) Vf (m3) hsat (m)

Januari 38,02 3,47 42,89 3,91

Februari 41,91 3,82 52,14 4,75

Maret 44,09 4,02 57,65 5,25

April 41,86 3,82 52,02 4,74

Nopember 47,25 4,31 57,57 5,25

(5)

e-Jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL/September 2017/1134

Analisis stabilitas lereng sebelum hujan

Analisis stabilitas lereng menghasilkan besaran Faktor Keamanan (SF) lereng sebelum terjadi hujan atau dalam keadaan normal. Pemodelan lereng diwakilkan dari model lereng yang curam, sedang dan landai yaitu dengan sudut 30°, 45°, dan 60° dengan ketinggian 10 m. Analsis menggunakan metode elemen hingga dengan software

Plaxis V8.2. Keruntuhan yang terjadi dianggap keruntuhan circular atau lingkaran menggunakan metode Morgensten Price. Hasil analisis diperoleh bahwa nalai faktor keamanan berturut-turut untuk kemiringan 30°, 45°, dan 60° adalah 1,66, 1,37 dan 1,21.

Gambar 3. Bidang longsor lereng berurutan dengan kemiringan 30°, 45° dan 60°

Gambar 3 memperlihatkan bidang longsor lereng pada setiap kemiringan lereng. Faktor aman dengan nilai 1,07 sampai 1,25 menurut Bowles (1989) menunjukkan bahwa lereng dalam kondisi kritis. Simulasi kemiringan lereng dengan sudut 60° mempunyai nilai 1,21 yang berarti kemiringan tersebut masuk dalam kategori kritis.

Analisis Stabilitas Lereng Setelah Hujan

Analisis stabilitas lereng setelah hujan merupakan nilai faktor aman lereng ketika beban lereng bertambah karena infiltrasi air hujan. Infiltrasi air hujan yang meresap ke dalam tanah menyebabkan tanah menjadi jenuh. Kedalaman tanah jenuh berbeda-beda tergantung dari hujan yang terjadi, semakin tinggi hujan yang terjadi infiltrasi juga akan semakin besar dan kedalaman tanah jenuh juga bertambah. Gambar 4. Dan Gambar 5. berikut contoh analisis plaxis v8.2 pada setiap sudut kemiringan setelah hujan.

Gambar 4. Bidang longsor setelah hujan pada tutupan lahan eksisting dengan sudut kemiringan 30°, 45°, dan 60°

Gambar 5. Bidang longsor setelah hujan pada tutupan lahan hutan dengan sudut kemiringan 30°, 45°, dan 60°

Nilai faktor keamanan (SF) setiap bulan basah peda tutupan lahan eksisting dan tutupan lahan hutan bisa dilihat pada tabel 5

Tabel 5.Nilai faktor aman setiap sudut kemiringan dengan dua tutupan lahan

Bulan Kemiringan & Tutupan Lahan Eksisting Kemiringan & Tutupan Lahan Hutan

30° 45° 60° 30° 45° 60°

Januari 1.64 1.29 1.04 1.62 1.29 1.02

Februari 1.63 1.28 1.03 1.62 1.25 1.00

Maret 1.63 1.28 1.06 1.60 1.25 1.02

April 1.63 1.32 1.03 1.62 1.25 1.00

November 1.63 1.27 1.03 1.60 1.25 1.02

Desember 1.63 1.28 1.01 1.58 1.24 1.04

(6)

e-Jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL/September 2017/1135 Faktor keamanan (SF) setiap kemiringan lereng kemudian dihubungkan dengan bulan basah dan menghasilkan Gambar 6. Hubungan bulan hujan dengan safety factor (SF) tiap kemiringan lereng.

Gambar 6. Hubungan bulan hujan dengan safety factor (SF) tiap kemiringan lereng

Faktor keamanan setelah hujan setiap kemiringan lereng mengalami penurunan baik itu pada tutupan lahan eksisting maupun tutupan lahan hutan. Penurunan faktor aman secara drastis malah terjadi pada tutupan lahan hutan. Hal ini dikarenakan lereng yang seharusnya tidak menerima air malah mendapat resapan yang besar sehingga beban lereng akibat air hujan semakin besar pula. Penurunan ini berarti untuk kasus lereng tidak bisa serta merta melakukan konservasi hutan.

Tabel 6.Nilai faktor aman setiap sudut kemiringandan intensitas hujan

Bulan

Kemiringan & Tutupan Lahan

Eksisting Kemiringan & Tutupan Lahan Konservasi Intensitas Hujan

30 45 60 30 45 60

Januari 1.64 1.29 1.04 1.62 1.29 1.02 109.74

Februari 1.63 1.28 1.03 1.62 1.25 1.00 130.78

Maret 1.63 1.28 1.06 1.60 1.25 1.02 144.87

April 1.63 1.32 1.03 1.62 1.25 1.00 130.48

November 1.63 1.27 1.03 1.60 1.25 1.02 144.67

Desember 1.63 1.28 1.01 1.58 1.24 1.04 156.51

Rata-rata 1.63 1.29 1.03 1.61 1.26 1.02

(7)

e-Jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL/September 2017/1136 Gambar 7. Hubungan intensitas hujan dengan safety factor (SF) pada kemiringan 30°, 45° dan 60°

Intensitas hujan mempengaruhi penurunan faktor aman dapat dilihat dari Gambar 7. sudut 30° dan 45°. Penurunan faktor aman dikedua sudut kemiringan lereng ini terjadi seiring penambahan intensitas hujan meskipun tidak terlalu drastis. Pada kemiringan 45° ketika tutupan lahan hutan faktor aman sudah melewati batas kritis. Sedangkan pada kemiringan 60° sudah jauh melewati batas kritis. Hubungan sudut kemiringan lereng dengan faktor aman dapat diwakilkan oleh rata-rata faktor aman setiap sudut kemiringan baik itu tutupan lahan eksisiting maupaun tutupan lahan hutan. Gambar 8 menunjukan hubungan sudut kemiringan lereng dengan faktor aman rata-rata setiap sudut.

Gambar 8. Hubungan sudut kemiringan lereng dengan Safety Factor (SF) rata-rata pada masing-masing sudut kemiringan

Gambar 8 menunjukan semakin besar sudut kemiringan lereng maka semakin kecil faktor aman lereng tersebut. Hal ini membuktikan bahwa sudut kemiringan lereng berpengaruh terhadap penurunan nilaifaktor aman (SF). Faktor aman (SF) kritis trjadi pada sudut 45,2° pada tutupan lahan eksisiting dan 47,5° pada tutupan lahan hutan. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas lereng dari hasil penelitian ini telah terbukti yaitu intensitas hujan yang semakin tinggi mengakibatkan penurunan fakto aman lereng. Sehingga semakin kecil faktor aman lereng maka semakin kurang stabil pula lereng tersebut. Faktor sudut kemiringan lereng juga berpengaruh terhadap kestabilan lereng karena semakin besar sudut kemiringan lereng maka semakin kecil pula faktor aman lereng. Hal ini dibuktikan pada sudut 60° lereng sudah jauh melewati batas kritis yang berarti lereng pada sudut 60° keatas sudah mengalami longsor. Penelitian terdahulu juga menunjukan hasil yang sama, namun dengan perbedaan data hujan dan metode analisis menghasilkan nilai faktor keamanan yang berbeda. Berikut Tabel 7 Perbandingan hasil analisis dengan penelitian terdahulu.

(8)

e-Jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL/September 2017/1137 Tabel 7.Perbandingan hasil analisis dengan penelitian terdahulu

No Peneliti Lokasi Data Hujan Analisis Lereng Nilai SF rata-rata Kondisi

300 450 600

Keempat penelitian ini menyimpulkan hal yang sama yaitu bahwa beban hujan berpengaruh terhadap penurunan nilai faktor keamanan. Variasi penurunan terpengaruh oleh beban hujan semakin besar beban air hujan yang masuk kedalam tanah (infiltrasi) maka semakin besar penurunan nilai faktor keamananya.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan analisa data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut;

1. Nilai faktor keamanan sebelum hujan pada kemiringan sudut 300 adalah 1,66 berubah setelah hujan menjadi 1.63 untuk tutupan lahan tegalan dan perkebunan dan 1,61 untuk tutupan lahan hutan.

2. Nilai faktor keamanan sebelum hujan pada kemiringan sudut 450 adalah 1,37 berubah setelah hujan menjadi 1.29 untuk tutupan lahan tegalan dan perkebunan dan 1,26 untuk tutupan lahan hutan.

3. Nilai faktor keamanan sebelum hujan pada kemiringan sudut 450 adalah 1,21 berubah setelah hujan menjadi 1.03 untuk tutupan lahan tegalan dan perkebunan dan 1,02 untuk tutupan lahan hutan.

4. Tutupan lahan berpengaruh terhadap Safety Factor (SF) karena semakin kecil nilai koefisien limpas (CN) dalam kategori lahan maka akan berpengaruh terhadap infiltrasi air sehingga menghasilkan tanah jenuh yang tebal. Dengan tanah jenuh yang tebal maka beban akibat air semakin besar. Seiring dengan besarnya beban air maka

Safety Factor (SF) semakin turun. Stabilitas lereng akan semakin berkurang.

5. Hubungan intensitas hujan dengan Safety Factor (SF) dapat menunjukan semakin besar intensitas hujan maka semakin menurun Safety Factor (SF)

6. Nilai faktor keamanan kritis adalah 1,25 dan sudut kemiringan kritis untuk tutupan lahan tegalan dan perkebunan 47,50 dan untuk tutupan lahan hutan 45,20.

7. Hubungan sudut kemiringan lereng dan Safety Factor (SF) dapat dilihat bahwa semakin besar ( mendekati tegak/ 90°) sudut kemiringan lereng maka Safety Factor (SF) juga semakin menurun mengakibatkan stabilitas lereng berkurang.

Saran

Hasil penelitian ini tentu saja masih kurang dari kata sempurna maka peneliti kali ini menyarankan beberapa hal, antara lain :

1. Data tanah yang digunakan dalam penelitian ini dianggap isotropic. Penelitian selanjutnya lebih banyak lagi pengambilan sampel tanah agar variasi tanah lebih mendekati keadaan aslinya.

2. Kedalaman tanah untuk sampel diusahakan melebihi 1,5 m karena diinginkan mendapat tanah asli bukan tanah top soil (humus).

3. Pengukuran real terhadap kondisi eksisting lebih bagus dan dimobelkan dengan program perhitungan metode elemen hingga yang 3 dimensi.

4. Pengamatan visual mengenai identifikasi bidang gelincir lokasi longsor.

REFERENSI

Christadi, Harry. 2008. Mekanika Tanah I. Beta Offset. Yogyakarta Christadi, Harry. 2008. Mekanika Tanah II. Beta Offset. Yogyakarta

Rahman, Muhamad. 2010. Simulasi Ketersediaan Air Bulanan dengan Basis Data Spasial Faktor-Faktor Sumber Daya Air Kasus Sub-DAS Hulu Citarum. LIPI. Bandung

(9)

e-Jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL/September 2017/1138 Widiyanto, Janu. 2014. Analisis Stabilitas Lereng Di DAS Tirtomoyo Wonogiri akibat Hujan Dua Harian Maksimum Bulanan (Dengan Metode Elemen Hingga). Skripsi Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta.

Budi. 2007. Perencanaan Embung Sungai Kreo. Laporan Tugas Akhir Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang.

Herman, D. J. George. 2011. Analisa Stabilitas Lereng Dengan Limit Equilibrium Dan Finite Element Method. Teknik Sipil Binus University. Jakarta.

Adistira, Egar. 2013. Debit Das Tirtomoyo Di Titik Stasiun Debit Sulingi Berdasarkan Hujan 15-Harian Menggunakan Hydrocad. Skripsi Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta. Trisatya, Febrian Rizal. 2015. Analisis Stabilitas Lereng Di Das Tirtomoyo Wonogiri Dengan Metode Simplified Bishop Akibat Hujan Periode Ulang. Skripsi Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta.

Gambar

Gambar 1. Variasi kemiringan lereng sudut 30, 45 dan 60
Tabel 4. Ketebalan tanah jenuh akibat infiltrasi air hujan Eksisting
Gambar 3 memperlihatkan bidang longsor lereng pada setiap kemiringan lereng. Faktor aman dengan nilai 1,07 sampai 1,25 menurut Bowles (1989)  menunjukkan bahwa lereng dalam kondisi kritis
Gambar 6. Hubungan bulan hujan dengan Faktor keamanan (SF) setiap kemiringan lereng kemudian dihubungkan dengan bulan basah dan menghasilkan safety factor (SF) tiap kemiringan lereng
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penampilan pelaku iklan yang memberikan kesan positif, kemudian menjadikan seseorang terdapat daya tarik yang lebih baik dan masyarakat akan merepresentasikan

Gurit Prananjaya (2010) Pengunaan realistic mathematics education dengan pemberian tugas terstruktur merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa

Berdasarkan hasil wawancara dengan konselor, guru pembimbing kegiatan ekstrakurikuler dan siswa dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana (juga dapat dilihat pada lampiran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial variabel persepsi kemudahan, persepsi manfaat, kepercayaan dan promosi berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat

Dalam keadaan puasa, tubuh tidak disibukkan untuk melakukan penyerapan makanan dari usus sebagai sumber energi dari luar, tetapi tubuh sendiri

Pengadaan sesuai UU 17/2003 dan UU 1/2004 Peran BPKP dalam Audit Pelaksanan Pengadaan Peran BPKP dalam Audit Pelaksanan Pengadaan Percepatan Jadwal Pelaksanaan

Penelitian tahun pertama adalah perilaku fisik dan mekanik papan semen komposit dengan variasi jumlah (kadar) partikel serutan bambu, sehingga diperoleh hasil

Perhitungan dilanjutkan dengan uji HSD 5%