• Tidak ada hasil yang ditemukan

efektivitas pembuatan sabun ekstrak daun kecombrang (eTLINGERA eLATIOR) sebagai repellent nyamuk aEDES aEGEPTY tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "efektivitas pembuatan sabun ekstrak daun kecombrang (eTLINGERA eLATIOR) sebagai repellent nyamuk aEDES aEGEPTY tahun 2015"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes spp. merupakan vektor utama dari demam berdarah dengue (DBD) yang terdiri dari Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir semua di pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut, karena pada ketinggian tersebut suhu udara rendah sehingga tidak memungkinkan bagi nyamuk untuk hidup dan berkembangbiak (Siregar, 2004).

Tempat perindukan Aedes spp adalah di dalam rumah dan diluar rumah, nyamuk Aedes aegypti biasa aktif di dalam rumah biasanya hinggap dibaju – baju yang bergantungan dan berada di tempat yang gelap seperti di bawah tempat tidur, dan mempunyai ciri pada tubuhnya tampak bercak hitam putih bila di lihat dengan kaca pembesar di sisi kanan kiri punggungnya tampak dua garis berwarna putih, suka bertelur di air yang bersih seperti di tempayan, bak mandi, vas bunga segar yang berisi air dan lain nya dan menetas di dinding bejana air, telur ( jentik ) nyamuk Aedes aegypti bisa bertahan 2-3 bulan. Sedangkan nyamuk Aedes albopiktus biasanya aktif di luar rumah dan banyak terdapat di kebun (

(2)

medium punggung nya ada garis putih, waktu menggigit nya juga sama pada pagi dan sore hari (Kesuma hadi, 2009).

Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah. Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik di dalam rumah ataupun di luar rumah. Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak waktu yaitu setelah matahari terbit (08.00 - 10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00 – 17.00). Nyamuk betina mengisap darah dengan tujuan untuk mendapatkan protein untuk memproduksi telur sedangkan nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan (Djunaedi, 2006).

2.1.1 Taksonomi Aedes aegypti

Urutan klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

(3)

Spesies : Aedes aegypti (Djakaria S, 2004)

2.1.2 Morfologi Aedes aegypti

Secara umum nyamuk Aedes aegypti sebagaimana serangga lainnya mempunyai tanda pengenal sebagai berikut (Sudarto,1972):

a. Terdiri dari tiga bagian, yaitu : kepala, dada, dan perut

b. Pada kepala terdapat sepasang antena yang berbulu dan moncong yang panjang (proboscis) untuk menusuk kulit hewan/manusia dan menghisap darahnya.

c. Pada dada ada 3 pasang kaki yang beruas serta sepasang sayap depan dan sayap belakang yang mengecil yang berfungsi sebagai penyeimbang (halter).

Aedes aegypti dewasa berukuran kecil dengan warna dasar hitam. Pada

(4)

Dada nyamuk Aedes aegypti agak membongkok dan terdapat scutelum yang berbentuk tiga lobus. Bagian dada ini kaku, ditutupi oleh scutum pada punggung (dorsal), berwarna gelap keabu - abuan yang ditandai dengan bentukan menyerupai huruf Y yang ditengahnya terdapat sepasang garis membujur berwarna putih keperakan. Pada bagian dada ini terdapat dua macam sayap, sepasang sayap kuat pada bagian mesotorak dan sepasang sayap pengimbang (halter) pada metatorak. Pada sayap terdapat saliran trachea longitudinal yang terdiri dari chitin yang disebut venasi. Venasi pada Aedes aegypti terdiri dari vena costa, vena subcosta, dan vena longitudinal (Sudarto,1972).

Terdapa tiga pasang kaki yang masing – masing terdiri dari coxae, trochanter, femur, tibia dan lima tarsus yang berakhir sebagai cakar. Pada pembatas antara prothorax dan mesothorax, dan atara mesothorax dengan metathorax terdapat stigma yang merupakan alat pernafasan (Sudarto,1972).

(5)

2.1.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu mengalami

perubahan bentuk morfologi selama hidupnya dari stadium telur berubah menjadi stadium larva kemudian menjadi stadium pupa dan menjadi stadium dewasa.

Gambar 2.1 Daur Hidup Aedes aegypti

Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan

ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik putih pada bagian badannya terutama pada bagian kakinya (Depkes RI, 2007).

1. Stadium telur Aedes aegypti

(6)

pada keadaan kering. Hal tersebut dapat membantu kelangsungan hidup spesies selama kondisi iklim yang tidak memungkinkan (Depkes RI, 2007).

Pada umumnya nyamuk Aedes aegypti akan meletakan telurnya pada suhu sekitar 20° sampai 30°C. Pada suhu 30°C, telur akan menetas setelah 1 sampai 3 hari dan pada suhu 16°C akan menetas dalam waktu 7 hari. Telur nyamuk Aedes aegypti sangat tahan terhadap kekeringan (Sudarmaja JM dan Mardihusodo,

2009).

Pada kondisi normal, telur Aedes aegypti yang direndam di dalam air akan menetas sebanyak 80% pada hari pertama dan 95% pada hari kedua. Berdasarkan jenis kelaminnya, nyamuk jantan akan menetas lebih cepat dibanding nyamuk betina, serta lebih cepat menjadi dewasa. Faktor – faktor yang mempengaruhi daya tetas telur adalah suhu, pH air perindukkan, cahaya, serta kelembaban disamping fertilitas telur itu sendiri (Soedarto, 1992).

(7)

2. Stadium Larva Aedes aegypti

Larva nyamuk Aedes aegypti selama perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit larva instar I memiliki panjang 1-2 mm, tubuh transparan, siphon masih transparan, tumbuh menjadi larva instar II dalam 1 hari. Larva intar II memiliki panjang 2,5-3,9 mm, siphon agak kecoklatan, tumbuh menjadi larva instar III selama 1-2 hari. Larva instar III berukuran panjang 4-5 mm, siphon sudah berwarna coklat, tumbuh menjadi larva instar IV selama 2 hari. Larva instar IV berukuran 5-7 mmm sudah terlihat sepasang mata dan sepasang antena, tumbuh menjadi pupa dalam 2-3 hari. Umur rata – rata pertumbuhan larva hingga pupa berkisar 5-8 hari. Posisi istirahat pada larva ini adalah membentuk sudut 450 terhadap bidang permukaan air (Depkes RI, 2007).

(8)

3. Stadium Pupa Aedes aegypti

Pada stadium pupa tubuh terdiri dari dua bagian, yaitu cephalothorax yang lebih besar dan abdomen. Bentuk tubuh membengkok. Pupa tidak memerlukan makan dan akan berubah menjadi dewasa dalam 2 hari. Dalam pertumbuhannya terjadi proses pembentukan sayap, kaki dan alat kelamin (Depkes RI, 2007).

Gambar 2.4 Pupa Aedes aegypti 4. Nyamuk dewasa Aedes aegypti

(9)

dan pada ruas ke 2 (mesothorax) terdapat sepasang sayap. Abdomen terdiri dari 8 ruas dengan bercak putih keperakan pada masing – masing ruas. Pada ujung atau ruas terakhir terdapat alat kopulasi berupa cerci pada nyamuk betina dan hypogeum pada nyamuk jantan (Depkes RI, 2007).

(10)

Gambar 2.5 Aedes aegypti dewasa 2.1.4.1.1 Tempat Perkembangbiakan

1. Tempat penampungan air (TPA) yaitu tempat menampung air guna keperluan sehari – hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC dan ember.

2. Bukan tempat penampungan air (non TPA) yaitu tempat – tempat yang biasa digunakan untuk menampung air tetapi bukan untuk keperluan sehari – hari seperti tempat minum hewan piaraan, kaleng bekas, ban bekas, botol, pecahan gelas, vas bunga dan perangkap semut.

(11)

2.1.5 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti 1. Perilaku makan

Aedes aegypti sangat antropofilik, walaupun ia juga bisa makan dari

hewan panas lainnya. Sebagai hewan diurnal, nyamuk betina memiliki dua periode aktivitas menggigit, pertama dipagi hari selama beberapa jam setelah matahari terbit dan sore hari selama beberapa jam sebelum gelap. Puncak aktivitas menggigit dapat beragam, bergantung lokasi dan musim. Jika masa makannya terganggu, Aedes aegypti dapat menggigit lebih dari satu orang. Perilaku ini dapat memperbesar penyebaran epidemi. Aedes aegypti biasanya tidak menggigit pada malam hari, tetapi akan menggigit saat malam di kamar yang terang (WHO,2001). 2. Perilaku istirahat

Aedes aegypti suka beristirahat di tempat yang gelap, lembab, dan

tersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk di kamar tidur, kamar mandi, kamar kecil, maupun di dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan di luar rumah, di tumbuhan, atau di tempat berlindung lainnya. Di dalam ruangan, permukaan istirahat yang mereka suka adalah di bawah furnitur, benda yang tergantung seperti baju dan gordyn, serta dinding (WHO,2001).

3. Jarak terbang

(12)

4. Lama Hidup

Aedes aegypti dewasa memiliki rata – rata lama hidup hanya delapan hari.

Selama musim hujan, saat masa bertahan hidup lebih panjang, resiko penyebaran virus semakin besar (WHO,2001).

2.1.6 Demam Berdarah Dengue

Nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan) dan Aedes albopictus (di daerah pedesaan) merupakan vektor utama penyakit DBD. Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B yaitu Arthropod borne virus atau virus yang disebarkan oleh arthropoda. Virus ini termasuk genus

flavivirus dari famili flaviviridae. Infeksi virus terjadi melalui gigitan nyamuk, virus memasuki aliran darah manusia untuk kemudian bereplikasi (memperbanyak diri).

Sebagai perlawanan tubuh akan membentuk antibodi, selanjutnya akan terbentuk antigen – antibodi. Kompleks antigen – antibodi tersebut akan melepaskan zatzat yang merusak sel – sel pembuluh darah, yang disebut dengan proses autoimun. Proses tersebut menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat yang salah satunya ditujukan dengan melebarnya pori – pori pembuluh darah kapiler. Hal itu mengakibatkan bocornya sel – sel darah, antara lain trombosit dan eritrosit.

(13)

perdarahan pada tes rumple leed, mulai dari petekie sampai perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah, atau berak darah hitam; hasil pemeriksaan trombosit menurun (normal : 150.000-300.000 μL dan hematokrit meningkat (normal pria <45 dan wanita <40); akral dingin, gelisah, tidak sadar (DSS, dengue shock syndrom) (Widoyono, 2008).

Siklus penyebaran virus dengue dapat terjadi dalam beberapa tahap, yaitu perkembangbiakan virus dalam tubuh nyamuk kemudian ditularkan ke manusia. Tahap pertama nyamuk Aedes aegypti menggigit manusia yang terinfeksi virus dengue, kemudian virus akan berkembang di perut dan kelenjar ludah nyamuk Aedes aegypti. Tahap kedua nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi virus dengue

menggigit manusia yang sehat, kemudian virus berkembang pada jaringan dekat titik inokulasi atau lymph node, virus keluar dari jaringan inokulasi dan menyebar melalui darah untuk menginfeksi sel – sel darah putih, lalu virus keluar dari sel darah putih dan bersirkulasi ke darah, sistem kekebalan tubuh merusak sel – sel yang terinfeksi. Jika sel yang terinfeksi sedikit, demam akan berlangsung 6-7 hari. Tetapi jika sel yang terinfeksi banyak demam akan lebih parah dan pendarahan akan lebih banyak (Kristina dkk, 2010).

Pada tahun 2013, jumlah penderita DBD di Indonesia yang dilaporkan

sebanyak 112.511 kasus dengan jumlah kematian 871 orang. Terjadi peningkatan

kasus pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar 90.245

kasus (Depkes RI, 2013).

Penyakit DBD telah menyebar luas ke seluruh wilayah Provinsi Sumatera

(14)

Daerah endemis DBD di Provinsi Sumatera Utara adalah Kota Medan, Deli

Serdang, Binjai, Langkat, Asahan, Tebing Tinggi, Pematang Siantar dan Kabupaten

Karo. Sejak tahun 2005 rata-rata insiden rate DBD per 100,000 penduduk di

Provinsi Sumatera Utara relatif tinggi. Pada tahun 2013, jumlah kasus DBD

tercatat 4.732 kasus dengan IR 35 per 100.000 penduduk. Jumlah ini mengalami

kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2012 dengan jumlah kasus 4,367 kasus

dengan IR sebesar 33 per 100.000 penduduk. Insidens rate DBD dengan insidens

rate yang sangat tinggi dalam 3 tahun terakhir umumnya dilaporkan oleh daerah

perkotaan yakni Kota Medan, Deli Serdang, Pematang Siantar, Langkat dan

Simalungun (Depkes Prov Sumut, 2013).

2.1.7 Pengendalian Vektor

Menurut Peraturan Pemerintah No. 374 tahun 2010 vektor merupakan

arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau menjadi sumber

penularan penyakit pada manusia. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan

masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang belum dapat terpecahkan

karena morbiditasnya (angka kesakitan) tinggi dan penyebaran yang semakin

luas. Pengobatan spesifik terhadap penyakit DBD sampai saat ini belum ada,

sehingga dengan memberantasnya dilakukan dengan memberantas vektor

nyamuk (Nurhayati, 2005).

Pengendalian vektor bertujuan untuk mengurangi atau menekan populasi

vektor serendah – rendahnya sehingga tidak berarti lagi sebagai penular

(15)

(Gandahusada, 2000). Pengendalian vektor penyakit sangat diperlukan bagi

beberapa macam penyakit karena berbagai alasan (Slamet, 2009):

1. Penyakit tadi belum ada obat maupun vaksinnya, seperti hampir semua

penyakit yang disebabkan oleh virus.

2. Bila ada obat atau vaksinnya sudah ada, tetapi kerja obat tadi belum

efektif, terutama pada penyakit parasite.

3. Berbagai penyakit di dapat pada banyak hewan selain manusia, sehingga

sulit dikendalikan.

4. Sering menimbulkan cacat, seperti filariasis, malaria.

5. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat, seperti

insekta yang merayap.

2.1.7.1 Pengendalian Secara Biologis

Dengan memperbanyak pemangsa dan parasit sebagai musuh alami bagi

serangga, dapat dilakukan pengendalian serangga yang menjadi vector atau

hospes perantara. Beberapa parasit dari golongan nematode, bakteri, protozoa,

jamur dan virus dapat dipakai sebagai pengendali larva nyamuk. Artropoda juga

dapat dipakai sebagai pengendali nyamuk dewasa. Predator atau pemangsa yang

baik untuk pengendalian larva nyamuk terdiri dari beberapa jenis ikan, larva

nyamuk yang berukuran lebih besar, juga larva capung dan Crustaceae. Contoh

beberapa jenis ikan sebagai pemangsa yang cocok untuk pengendalian larva

ialah: Panchax panchax (ikan kepala timah), Lebistus reticularis (Guppy = water

(16)

Cara lain untuk pengendalian serangga yaitu dengan menggunakan mikroflora atau cendawan. Penelitian telah dilakukan Aminah (1999:17) yaitu melakukan uji coba penggunaan 3 mg/1 air Giotrium candidum, Mucor haemalis dan Beauveria bassiana untuk insektisida dan larvasida. Hasil penelitian menunjukan bahwa cendawan air Giotrium candidum, Mucor haemalis dapat membunuh 100% nyamuk Aedes aegypti pada hari ketiga, sedangkan Beauveria bassiana hari keempat baru mematikan 100%.

2.1.7.2 Pengendalian Secara Mekanis

Cara pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan alat yang langsung

dapat membunuh, menangkap atau menghalau, menyisir, mengeluarkan

serangga dari jaringan tubuh. Menggunakan baju pelindung, memasang kawat

kasa di jendela merupakan cara untuk menghindarkan hubungan (kontak) antara

manusia dan vector (Gandahusada dkk, 2000).

Program yang di canangkan oleh Pemerintah Indonesia melalui

Departemen Kesehatan RI yaitu 3M (Sembel, 2009):

1. Menguras, berarti membersihkan tetmpat – tempat penampungan air

(bak mandi) untuk mengeluarkan jentik – jentik nyamuk

2. Menimbun, berarti mengumpulkan kontainer – kontainer yang dapat

menampung air menjadi tempat pembiakan nyamuk

3. Mengubur yaitu mengumpulkan kontainer – kontainer dan

(17)

2.1.7.3 Pengendalian Secara Kimia

2.1.7.3.1 Kimia Organik

Peggunaan senyawa kimia nabati disebabkan karena senyawa kimia nabati mudah terurai oleh sinar matahari sehingga tidak berbahaya, tidak merusak lingkungan dan tidak berpengaruh pada hewan target. Penggunaan insektisida nabati seperti bungan krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) untuk pengendalian sejak beberapa tahun sebelum masehi. Penelitian Campbell dan Sulivan, menyatakan bahwa tanaman yang mengandung senyawa rutaecarpine, nikotin, anabasin, dan lupinin dapat membunuh larva Cx. Quinquefasciatus dan

tanaman yang tergolong dalam famili: Pnaceae, Cucurbitaceae, Uml elferae, Leguminoceae, Labiatae, Lilyace, Compositae, dan Euphorbiaceae beracun

terhadap nyamuk Cx. Quinquefasciatus.

Amongkar Reeves, menemukan ekstrak bawang putih ( Alium satavum) dapat membunuh larva Culex peus, Culex tarsalis, dan Aedes aegyti. Aminah telah melakukan beberapa studi pendahuluan diantaranya penggunaan sari bawang merah (Alium cepa), konsentrasi 1% dapat memacu pertanaman pradewasa Aedes aegypti dan konsentrasi 5%, 10% menghambat pertanaman sedangkan konsentrasi

25% mematikan. Penggunaan ekstrak bawang merah yang paling efektif adalah ekstrak daunnya kemudian diikuti ekstrak akar dan umbinya.

2.1.7.3.2 Kimia Anorganik

(18)

adalah bahan yang mengandung persenyawaan kimia yang digunakan untuk membunuh serangga. Insektisida yang baik (ideal) mempunyai sifat sebagai berikut:

1. Mempunyai daya bunuh yang besar dan cepat serta tidak berbahaya bagi binatang vertebrata termasuk manusia dan ternak.

2. Murah harganya dan mudah didapatdalam jumlah yang besar. 3. Mempunyai susunan kimia yang stabil dan tidak mudah terbakar.

4. Mudah dipergunakan dan dapat dicampur dengan berbagai macam pelarut. 5. Tidak berwarna dan tidak berbau yang tidak menyenangkan.

Beberapa istilah yang berhubungan dengan insektisida adalah:

1. Ovisida : insektisida untuk membunuh stadium telur.

2. Larvasida : insektisida untuk membunuh untuk membunuh stadium

larva/nimfa.

3. Adultisida : insektisida untuk membunuh stadium dewasa.

4. Akarisida (mitisida) : insektisia untuk membunuh tungau.

5. Pedikulisida (lousisida) : insektisida untuk membunuh tuma

Khasiat insektisida untuk membunuh serangga sangat bergantung pada

bentuk, cara masuk ke dalam badan serangga, macam makan kimia, konsentrsai

dan jumlah (dosis) insektisida (Gandahusada, 2000).

Untuk mencegah penyakit demam berdarah, penyemprotan dengan ULV

malathion masih merupakan cara yang umum dipakai untuk membunuh nyamuk

(19)

air. Pengendalian yang umum dipergunakan unutuk larva – larva nyamuk adalah

dengan menggunakan larvasida seperti abate (Sembel, 2009).

Menurut cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga sasaran dibedakan menjadi tiga kelompok insektisida sebagai berikut (Djojosumarto, 2004):

1. Racun Lambung (Stomach Poison)

Racun lambung adalah insektisida – insektisida yang membunuh serangga

sasaran bila insektisida tersebut masuk ke dalam organ pencernaan serangga dan

diserap oleh dinding saluran pencernaan.

2. Racun Kontak

Racun kontak adalah insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga

lewat kulit (bersinggungan langsung). Serangga hama akan mati bila

bersinggungan langsung atau kontak dengan insektisida tersebut. Kebanyakan

racun kontak juga berperan sebagai racun perut.

3. Racun Pernapasan

Racun pernapasan adalah insektisida yang bekerja lewat saluran

pernapasan. Serangga akan mati bila menghirup insektisida dalam jumlah yang

cukup. Kebanyakan racun napas berupa gas, atau bila wujud asalnya padat atau

cair, yang segera berubah atau mengahsilkan gas.

2.1.7.4 Pengendalian Secara Genetik

(20)

nyamuk jantan steril mengawini nyamuk betina yang ada di alam. Karena nyamuk betina hanya kawin sekali maka nyamuk betina yang kawin dengan nyamuk jantan steril tidak akan menghasilkan keturunan.

2.1.7.5 Repellent

Repellent adalah bahan – bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk

menjauhkan serangga dari manusia sehingga dapat dihindari gigitan serangga atau gangguan oleh serangga terhadap manusia (Wudianto, 2004). Repellent lebih dikenal sebagai salah satu jenis pestisida rumah tangga yang digunakan untuk melindungi tubuh (kulit) dari gigitan nyamuk. Sekarang lebih dikenal dalam bentuk lotion, tetapi ada juga yang berbentuk spray (semprot), jadi penggunaannya dioles atau disemprotkan pada kulit (POM, 2011). Oleh karena itu, penolak nyamuk harus memenuhi beberapa syarat, yaitu antara lain : tidak mengganggu pemakainya, tidak lengket, tidak menimbulkan iritasi, tidak beracun, tidak merusak pakaian, dapat bertahan lama, efektif terhadap berbagai macam bentuk gangguan hama arthropoda, stabil bila terkena matahari.

(21)

berbau, tetapi dapat menimbulkan rasa terbakar jika mengenai mata, luka, atau jaringan membranous (EPA, 2007).

Keuntungan penggunaan repellent, antara lain pemakaiannya mudah, jika baru dioleskan baunya dapat menolak nyamuk dengan jarak kurang lebih 4 cm dari kulit, dan tidak merusak lingkungan. Sedangkan kekurangannya adalah tidak bisa mematikan nyamuk, dan tidak bisa melindungi manusia dari sengatan serangga seperti lebah.

2.1.7.5.1 Komposisi Bahan Repellent

Komposisis bahan yang digunakan sebagai repellent mengandung senyawa senyawa sedikit berbau bahkan ada yang tidak berbau, Bahan - bahan sintesis yang sering digunakan sebagai repellent misalnya : benzyl benzoat, butyl ethyl propanidol, DEET (N, H - dietyl 1 - 3 tolu senide), dibutyl phthalate, dimethyl benzamide, dimethyl flafat, dimethyl karbonat indolon, sedangkan senyawa alami yang biasa digunakan sebagai repellent sebagai margosin, eugol, indool, dan geraniol, secara umum repellent yang menpunyai zat aktif tunggal atau lebih umumnya berada dalam bentuk larutan, emulasi, krim atau bentuk stik yang semi solid akan mengurangi serangan nyamuk gigitan serangga dan akan bertahan selama 30 menit – 2 jam / lebih.

2.1.7.5.2 Petunjuk Pemakaian Repellent oleh EPA (Environmental Protection Agency )

1. Penggunaan repellent hanya di kulit yang terbuka dan/atau di pakaian

(seperti petunjuk di label). Jangan digunakan di kulit yang terlindungi

(22)

2. Jangan menggunakan repellent pada kulit yang terluka atau kulit yang

iritasi.

3. Jangan digunakan di mata atau mulut dan gunakan sesedikit mungkin di

sekitar telinga. Ketika menggunakan spray, jangan disemprotkan langsung

ke wajah, tapi semprotkan terlebih dahulu ke tangan lalu sapukan ke

wajah.

4. Jangan biarkan anak – anak memegang produk repellent. Ketika

menggunakan pada anak - anak, letakkan terlebih dahulu pada tangan

kita lalu gunakan pada anak.

5. Gunakan repellent secukupnya untuk kulit yang terbuka dan/ atau

pakaian. Jika penggunaan repellent tadi tidak berpengaruh, maka

tambahkan sedikit lagi.

6. Setelah memasuki ruangan, cuci kulit yang memakai repellent dengan

sabun dan air atau segera mandi. Ini sangat penting ketika repellent

digunakan secara berulang pada satu hari atau pada hari yang berurutan.

Selain itu, pakaian yang sudah terkena repellent juga harus dicuci

sebelum dipakai kembali.

7. Jika kulit mengalami ruam/ kemerahan atau reaksi buruk lainnya akibat

penggunaan repellent, berhentikan penggunaan repellent, bersihkan kulit

dengan sabun dan air. Jika pergi ke dokter, bawa repellent yang

(23)

2.2 Kecombrang (Etlingera elatior )

2.2.1 Tanaman Kecombrang (Etlingera elatior )

Kecombrang merupakan tanaman asli pulau Sumatera dan Jawa.

Tanaman ini tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera terutama di daerah

pegunungan tumbuhnya di hutan (Heyne, 1987).

Tanaman ini juga dinamakan Nicolaia elatior, Phaemaria speciosa,

Phaemaria imperalis, Phaemaria magnifica. Tumbuhan liar di hutan – hutan

hampir diseluruh Indonesia (Darwis dkk, 1991).

Kecombrang sering ditambahkan pada masakan khas suku Batak, yaitu

arsik ikan mas, masakan pucuk ubi tumbuk, dan juga digunakan sebagai peredam

(24)

Gambar 2.6 Tanaman Kecombrang

2.2.2 Taksonomi Kecombrang

Klasifikasi ilmiah tanaman kecombrang adalah sebagai berikut

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Etlingera

Species : Etlingera elatior

2.2.3 Morfologi Tanaman Kecombrang

1. Akar

Tanaman kecombrang (Etlingera elatior )mempunyai akar berbentuk

serabut dan bewarna kuning gelap.

2. Batang

Tanaman kecombrang (Etlingera elatior )mempunyai batang berbentuk

semu gilig membesar di pangkalnya tumbuh tegak dan banyak. Batang saling

(25)

menjalar di bawah tanah. Rimpangnya tebal bewarna krem kemerah jambuan

ketika masih muda.

3. Daun

Tanaman kecombrang (Etlingera elatior )mempunyai daun 15-30 helai

tersusun dalam dua baris berseling, di batang semu helaian daun berbentuk

jorong lonjong dengan ukuran 20-90 cm x 10-20 cm dengan pangkal membulat

atau bentuk jantung, tepinya bergelombang dan ujung meruncing pendek gundul

namun dengan bintik – bintik halus dan rapat bewarna hijau mengkilap sering

dengan sisi bawah yang keunguan ketika masih muda.

4. Bunga

Tanaman kecombrang (Etlingera elatior) mempunyai bunga dalam

karangan berbentuk gasing bertangkai panjang dengan ukuran 0,5-2,5 cm x

1,5-2,5 cm, dengan daun pelindung bentuk jorong 7-18 cm x 1-7 cm bewarna merah

jambu hingga merah terang berdaging, ketika bunga mekar maka bunga tersebut

akan melengkung dan membalik. Kelopak berbentuk tabung dengan panjang

3-3,5 cm bertaju 3 dan terbelah. Mahkota berbentuk tabung bewarna merah

jambu berukuran 4 cm. Labellum serupa sudip dengan panjang sekitar 4 cm

bewarna merah terang dengan tepian putih atau kuning.

5. Buah

Tanaman kecombrang (Etlingera elatior) mempunyai buah berjejalan

(26)

besarnya 2-2,5 cm, berambut halus dan pendek di bagian luar, bewarna hijau

dan ketika masak warnanya menjadi merah.

6. Biji

Tanaman kecombrang (Etlingera elatior) mempunyai biji banyak bewarna

coklat kehitaman dan diselubungi salut biji (arilus) bewarna putih bening atau

kemerahan yang berasa masam.

2.2.4 Manfaat Tanaman Kecombrang

Kecombrang banyak digunakan sebagai bahan campuran atau bumbu

penyedap berbagai macam masakan di Nusantara. Kuntum bunga ini sering

dijadikan lalap atau direbus lalu dimakan bersama sambal di Jawa Barat.

Kecombrang yang dikukus juga kerap dijadikan bagian dari pecel di daerah

Banyumas. Di Pekalongan, kecombrang yang diiris halus dijadikan campuran

pembuatan megana, sejenis urap berbahan dasar nangka muda. Di Malaysia dan

Singapura, kecombrang menjadi unsur penting dalam masakan laksa.

Di Tanah Karo, buah kecombrang muda disebut asam cekala. Kuncup

bunga serta "polong"nya menjadi bagian pokok dari sayur asam Karo; juga

menjadi peredam bau amis sewaktu memasak ikan. Masakan batak populer,

arsik ikan mas, juga menggunakan asam cekala ini. Di pelabuhan ratu, buah dan

bagian dalam pucuk kecombrang sering digunakan sebagai campuran sambal

(27)

Kecombrang juga dapat dimanfaatkan sebagai sabun dengan dua cara:

menggosokkan langsung batang semu kecombrang ke tubuh dan wajah atau

dengan mememarkan pelepah daun kecombrang hingga keluar busa yang harum

yang dapat langsung digunakan sebagai sabun. Tumbuhan ini juga dapat

digunakan sebagai obat untuk penyakit yang berhubungan dengan kulit,

termasuk campak. Dari rimpangnya, orang – orang sunda memperoleh bahan

pewarna kuning. Pelepah daun yang menyatu menjadi batang semu, pada masa

lalu juga dimanfaatkan sebagai bahan anyam – anyaman; yaitu setelah diolah

melalui pengeringan dan perendaman beberapa kali selama beberapa hari.

Batang semu juga merupakan bahan dasar kertas yang cukup baik (Darwis, dkk

1991)

Bunganya berkhasiat sebagai obat penghilang bau badan, memperbanyak

air susu ibu dan pembersih darah, untuk obat penghilang bau badan dipakai

±100 gr bunga segar, dicuci dan dikukus sampai matang dan dimakan sebagai

sayuran (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1990).

2.2.5 Kandungan Kimia Kecombrang

Kandungan kimia dari daun, batang, bunga dan rimpang kecombrang

mengandung saponin dan flavonoida, disamping itu rimpangnya juga

mengandung polifenol dan minyak atsiri (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1990).

Minyak atsiri

(28)

senyawa tersebut penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempahrempah serta sebagai senyawa cita-rasa di dalam industri makanan (Harbone,1897).

Flavonoida

Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang tersebar luas pada tumbuhan hijau dan mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga (Markham, 1988).

Flavonoida terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae yang mencakup banyak jenis pigmen yang umum dan mempunyai peranan penting dalam tumbuhan, misalnya pada bunga sebagai pigmen yang berperan dalam menarik burung dan serangga penyerbuk. Selain itu ada beberapa senyawa flavonoida yang menyerap sinar ultraviolet yang juga berperan dalam mengarahkan serangga (Robinson, 1995).

Tanin

(29)

dua. Beberapa tanin terbukti mempunyai antioksidan dan menghambat pertumbuhan tumor (Harborne, 1987).

Steroida dan Triterpenoida

Steroida merupakan suatu senyawa golongan triterpenoida yang mengandung inti siklopentanoperhidrofenantren yaitu terdiri dari tiga cincin sikloheksana dan sebuah cincin siklopentana (Harborne, 1987).

Triterpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualena. Triterpenoida kebanyakan berupa alkohol, aldehid, asam karboksilat dan umumnya berupa senyawa tanwarna, berbentuk kristal, mempunyai titik leleh tinggi, dan bersifat optik aktif. Triterpenoida dapat dibagi menjadi sekurang-kurangnya empat golongan senyawa yaitu triterpenoida sebenarnya, steroida, saponin, dan glikosida jantung. Uji yang banyak digunakan untuk mendeteksi senyawa ini adalah reaksi Lieberman-Burchard (Harborne,1987).

Senyawa triterpenoida mempunyai berbagai macam aktifitas fisiologi yaitu untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria (Robinson, 1995).

Chan, dkk (2007) melaporkan bahwa daun dari kecombrang mengandung

kadar fenolik yang tinggi dan asam askorbat, juga dapat digunakan sebagai

antioksidan dan menghambat aktivitas tirosin. Wong dkk (1993) meneliti minyak

atsiri dengan metode destilasi uap terisolasi dari tunas bunga muda kecombrang.

(30)

senyawa aldehid alifatik dan alkohol dengan dodecanol dan dodecanal sebagai

dua komponen yang paling banyak. Jaafar, dkk (2007) juga telah meneliti minyak

atsiri yang terkandung pada daun kecombrang yaitu ß pinene (19,7%), kariopilen

(15,36%) dan sebagai senyawa utama ß - farnesen (27.90%) sedangkan minyak

atsiri pada batang sebagian besar didominasi oleh 1,1 - dodecanediol diasetat

(34,26%) dan dodecan (26,99%). Minyak atsiri dari bunga dan rimpang

mengandung senyawa utama 1,1 - diasetat dodecanediol masing – masing

24,38% dan 40,37dan siklododecan masing – masing 47,28% dan 34,45%.

Gambar 2.7 Senyawa utama penyusun minyak atsiri pada tanaman kecombrang :

(a) Siklododecan, (b) ß - Pinen, (c) Kariopilen, (d) (E) - ß - Farnesen, (e)

1,1 - dodecandiol diasetat and (f) (E) - 5 – Dodecan

2.2.5.1 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan

(31)

akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat(Ditjen

POM, 2000).

Ekstraksi menggunakan pelarut yang sesuai didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran dimana pelarut polar akan melarutkan solute yang polar dan pelarut nonpolar akan melarutkan solute yang non polar (Ketaren, 1986).Ada beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu: maserasi, perkolasi, refluks, sokletasi, digesti, infundasi, dan dekoktasi (Ditjen POM, 2000).

2.2.5.1.1 Pembagian Metode Ekstraksi Menurut DiJen POM (2000) :

A. Cara Dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan

perendaman dan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan (kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke

dalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan larut, karena adanya

perbedaan kosentrasi larutan zat aktif didalam sel dan diluar sel maka larutan

terpekat didesak keluar.

Proses ini berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara

larutan didalam dan diluar sel. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air,

etanol, metanol, etanol-air atau pelarut lainnya. Remaserasi berarti dilakukan

(32)

seterusnya. Remaserasi berarti dilakukan penambahan pelarut setelah dilakukan

penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan

peralatan yang digunakan sederhana yang mudah diusahakan.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai penyarian sempurna, umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, dan tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) yang terus menerus sampai ekstrak yang diinginkan habis tersari. Tahap pengembangan bahan dan maserasi antara dilakukan dengan maserasi serbuk menggunakan cairan penyaring sekurang – kurangnya 3 jam, hal ini penting terutama untuk serbuk yang keras dan bahan yang mudah mengembang.

B. Cara Panas 1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

(33)

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu pada temperature 40-50oC.

4. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC selama waktu tertentu (15-20 menit).

5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (+30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.

2.3 Sabun

2.3.1 Defenisi Sabun

Sabun adalah garam alkali dari asam – asam lemak dan telah dikenal

secara umum oleh masyarakat karena merupakan kerpeluan penting di dalam

rumah tangga sebagai alat pembersih dan pencuci(Lubis, 1999).

Sabun ditemukan oleh orang Mesir Kuno beberapa ribu tahun yang lalu.

Bangsa Romawi membuat sabun dari lemak kambing dan abu kayu. Sekarang

sabun dibuat dengan memanaskan lelehan lemak dengan lindi (lye=larutan alkali)

sebagai ganti abu kayu (Fessenden dan Fessenden 1986).

(34)

menghidrolisis lemak menghasilkan garam dari asam karboksilat rantai penjang (sabun) dan alkohol (gliserol). Garam asam karboksilat dari sabun biasanya mengandung atom karbon 12-18 dengan rantai lurus (Pavia, et al., 1988).

Lemak dan minyak yang digunakan dalam pembuatan sabun adalah gliserida dengan tiga gugus asam lemak yang diesterifikasi dengan gliserol (trihidroksi alkohol). Perbedaan antara lemak dan minyak dapat dilihat dari keadaan fisiknya: lemak berbentuk padat dan minyak berbentuk cair. Lemak dan minyak biasanya terdiri dari molekul asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh yang mengandung atom karbon antara 7 dan 21 yang berikatan dengan gliserol. Secara umum, reaksi antara alkali dengan trigliserida menghasilkan sabun dan gliserol yang dikenal dengan reaksi saponifikasi. Reaksi saponifikasi adalah proses pembuatan sabun yang paling banyak dugunakan. Proses pembuatan sabun yang lain adalah netralisasi asam lemak dengan alkali. Lemak dan minyak dihidrolisis dengan uap bertekanan tinggi untuk menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak ini kemudian dimurnikan dengan destilasi dan dinetralkan dengan alkali untuk menghasilkan sabun dan air (Barel, et al., 2001) 2.3.2 Kegunaan Sabun

Sabun berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun:

(35)

2. Ujung anion molekul sabun yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung anion molekul – molekul sabun yang menyeembul dari tetesan minyak lain. karena tolak menolak antara tetes sabun – minyak, maka minyak tersebut tidak dapat saling bergabung melainkan tersuspensi (Fessenden,1992). 2.3.3 Jenis - jenis Sabun

Berdasarkan jenisnya, sabun dibedakan menjadi empat macam, yaitu sabun opaque, sabun transparan, sabun translusen, dan sabun herbal (Hernani et al., 2010). Jenis sabun tersebut dapat dibedakan dengan mudah dari

penampakannya. Sabun opaque adalah jenis sabun yang biasa digunakan sehari – hari yang berbentuk kompak dan tidak tembus cahaya, sabun transparan merupakan sabun yang paling banyak meneruskan cahaya jika pada batang sabun dilewatkan cahaya, sedangkan sabun translusen merupakan sabun yang sifatnya berada di antara sabun transparan dan sabun opaque. Sabun transparan mempunyai harga yang relatif lebih mahal dan umumnya digunakan oleh kalangan menengah atas. Sabun transparan juga dapat digolongkan kedalam sabun aromaterapi, sedangkan sabun herbal merupakan sabun yang mengandung sari tanaman, berfungsi membersihkan kulit, mengobati penyakit kulit bahkan dapat digunakan sebagai penolak nyamuk (Malik, 2011). Sabun kecombrang termasuk dalam jenis sabun herbal.

2.3.4 Mekanisme Kerja Sabun

Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang dan

ujung ion. Bagian hidrokarbon dari molekul bersifat hidrofobik dan larut dalam

(36)

Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun tidak sepenuhnya larut

dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel,

yakni segerombol molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok

dengan ujung - ujung ionnya menghadap ke air (Fessenden dan Fessenden,

1986).

Kegunaan sabun ialah kemampuannya mengemulsikan kotoran

berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini

disebabkan oleh dua sifat sabun. Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul

sabun larut dalam zat nopolar, seperti tetesan – tetesan minyak. Kedua, ujung

anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung anion molekul –

molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak –

menolak antara tetes – tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling

bergabung, tetapi tetap tersuspensi (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Nilai sabun yang sesungguhnya terletak pada kemampuannya menghilangkan mikroorganisme secara mekanis. Seperti deterjen lain, sabun dapat mengurangi tegangan permukaan sehingga meningkatkan sifat pembasahan air yang di dalamnya terlarut sabun. Air sabun dapat mengemulsikan dan menghilangkan minyak dan kotoran. Mikroorganisme menjadi terperangkap di dalam busa sabun dan hilang setelah dibilas dengan air. Berbagai macam zat kimia dicampurkan dalam sabun untuk meningkatkan aktivitas germisidalnya (Pelezar dan Chan, 1976).

2.4 Kerangka Konsep

Sabun ektrak minyak atsiri daun kecombrang dalam konsentrasi :

1. 5% 2. 7,5% 3. 10%

Jumlah nyamuk Aedes aegpty yang tidak hinggap pada subjek

(37)

Gambar

Gambar 2.1 Daur Hidup Aedes aegypti
Gambar 2.2 Telur Aedes aegypti
Gambar 2.3 Larva Aedes aegypti
Gambar 2.4 Pupa Aedes aegypti
+3

Referensi

Dokumen terkait

Perpaduan Pengendalian Secara Hayati dan Kimiawi Hama Ulat Daun Kubis (Plutella xylostella L.; Lepidoptera: Yponomeut- idae) pada Tanaman Kubis.. Disertasi,

Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu : Apakah aktivitas fisik di luar jam kerja dan karakteristik orang (umur, gender,

Menilai atau menguji dan bila perlu berusaha mengubah tindakan-tindakan dari badan eksekutif. Berdasarkan fungsi ini adalah tidak dibenarkan apabila DPRD bersikap

Berapa debit pompa pada saat beban puncak terjadi, apakah dapat memenuhi. kebutuhan

ajaran etika dalam Islam dan Zoroaster, yaitu etika yang berhubungan dengan. kehidupan sosial

Jika dua buah pipa atau lebih dipasang secara seri, semua pipa akan dilewati oleh aliran yang sama dan total rugi head pada seluruh sistem adalah jumlah kerugian pada

The ruling system of Louis XIV emphasized on the role of the king influenced Molière, the writer of the play, in creating Orgon’s characteristics.. The second influences are in

Aspek ke 2 (dua) adalah aspek upaya penanganan sesuai kebutuhan anak mampu mengambil sikap penerimaan yang positif dengan segera mengambil inisiatif misal :