• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pola Asuh Terhadap Prestasi Belajar Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pola Asuh Terhadap Prestasi Belajar Anak"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1. Pola Asuh

Berdasarkan tata bahasanya, pola asuh terdiri dari kata pola dan asuh.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (dalam Isni Agustiawati, 2014) , kata

pola berarti model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur yang tetap), sedangkan kata

asuh mengandung arti menjaga, merawat, mendidik anak agar dapat berdiri

sendiri. Pola asuh merupakan bentuk, cara, dan strategi yang diberikan kepada

seorang anak untuk membentuk kepribadiannya. Pola asuh terjadi dalam sebuah

keluarga, dimana keluarga merupakan wadah dari terbentuknya pola asuh.

Orangtua mengasuh anak mereka sesuai dengan apa yang mereka pandang itu

baik dan benar menurut versi mereka sendiri.

Definisi lainnya menurut Bimo Walgito ( dalam Ahmad Yusron, 2012)

adalah suatu model atau cara mendidik anak yang merupakan suatu kwajiban dari

setiap orangtua dalam usaha membentuk pribadi anak yang sesuai dengan harapan

masyarakat pada umumnya.

Pola Asuh menurut Mussen (dalam Erma Lestari, 2009) adalah cara yang

digunakan orangtua dalam mencoba berbagai strategi untuk mendorong anak

mencapai tujuan yang diinginkan.

Tujuan orangtua mengasuh anaknya adalah untuk membentuk

kepribadian yang matang.Dengan pengasuhan orangtua tersebut maka anak akan

belajar tentang peran -peran yang ada dalam masyarakat seperti nilai-nilai,

(2)

perlakuan dari orangtua terhadap anak sejak masa kanak-kanak akan memberikan

makna tertentu. Pemberian makna itulah yang disebut sebagai persepsi anak

terhadap pola asuh orangtua.

Jenis-jenis pola asuh menurut Hurlock (2011) yaitu:

 Permissif, orangtua yang menerapkan pola asuh permissif memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut: orangtua cenderung memberikan kebebasan

penuh pada anak tanpa ada batasan dan aturan dari orangtua, tidak adanya

hadiah ataupun pujian meski anak berperilaku sosial baik, tidak adanya

hukuman meski anak melanggar peraturan.

 Otoriter, orangtua yang mendidik anak dengan menggunakan pola asuh otoriter memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut: orangtua menerapkan

peraturan yang ketat, tidak adanya kesempatan untuk mengemukakan

pendapat, anak harus mematuhi segala peraturan yang dibuat oleh

orangtua, berorientasi pada hukuman (fisik maupun verbal), dan orangtua

jarang memberikan hadiah ataupun pujian.

 Demokratis, orangtua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan ciri-ciri adanya kesempatan anak untuk berpendapat

mengapa ia melanggar peraturan sebelum hukuman dijatuhkan, hukuman

diberikan kepada perilaku salah, dan memberi pujian ataupun hadiah

(3)

2.2. Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan

belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan

hasil dari proses belajar. Memahami pengertian prestasi belajar secara garis besar

harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri.Prestasi belajar

merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Prestasi belajar

yang dicapai oleh anak di sekolah merupakan suatu kebanggaan bagi anak dan

juga orangtua.Bimbingan dan peranan orangtua sangatlah diperlukan.

Sehubungan dengan prestasi belajar, Poerwanto (2011) memberikan

pengertian prestasi belajar yaitu hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha

belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport. Menurut pendapat

Tirtonegoro ( dalam S.Nurcahyani, 2013), prestasi belajar adalah hasil dari

pengukuran serta penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk angka,

huruf, maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh

setiap anak dalam periode tertentu.

Selanjutnya Winkel (2009) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah

suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang siswa dalam melakukan

kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Sedangkan menurut S.

Nasution ( dalam S.Nurcahyani, 2013) prestasi belajar adalah kesempurnaan yang

dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan

sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, afektif dan psikomotor,

sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu

(4)

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat diketahui bahwa prestasi

belajar merupakan tingkat kemampuan anak yang dimiliki anak dalam menerima,

menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar

mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu

dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau

raport setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi

belajar dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil evaluasi dapat

memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar anak (Sardiman,

1986).

2.3. Teori Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton

Keluarga merupakan kelompok terkecil di dalam masyarakat besar. Di

dalam masyarakat terdapat struktur, aturan, norma, adat istiadat yang telah

disepakati bersama. Hal tersebut tentu memilliki fungsi masing-masing.

Sedangkan keluarga sebagai unit terkecil di dalam kelompok masyarakat tertentu

memiliki fungsi tersendiri untuk menghantar ke masyarakat yang lebih besar.

Maka penelitian ini menggunakan teori Fungsionalisme Struktural.

Teori Fungsionalisme Struktural menekankan kepada keteraturan (orde)

dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat.

Konsep-konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan

keseimbangan (equilibrium). Menurut teori iini masyarakat marupakan suatu

sistem sosial yang terdiri atas elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu

dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa

(5)

dalam sistem sosial fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya, kalau tidak

fungsional maka struktur itu akan hilang dengan sendirinya.

Penganut teori ini cenderung melihat hanya kepada sumbangan satu sistem

atau peristiwa terhadap sistem yang lain karena itu mengabaikan kemungkinan

bahwa suatu peristiwa atau suatu sistem dapat beroperasi menentang fungsi-fungsi

lainnya dalam satu sistem sosial. Secara ekstrim penganut teori ini beranggapan

bahwa semua peristiwa dan semua struktur fungsional bagi suatu masyarakat

(George Ritzer, 2013). Teori ini mengarah pada sistem sosial yang ada

dimasyarakat. Setiap sistem pasti memiliki fungsi. Meski fungsi tersebut kecil.

Hal itu dapat dilihat dalam kelompok-kelompok masyarakat seperti keluarga.

Keluarga dalam hal ini memiliki fungsi peran tersendiri seperti memotivasi

prestasi anak. Fakta di lapangan adalah bahwa keluarga merupakan kelompok

masyarakat yang memiliki pola-pola serta norma-norma. Oleh karena itu keluarga

harus memiliki fungsi dan relasi yang jelas dengan masyarakat.

Hampir semua penganut teori ini berkecenderungan untuk memusatkan

perhatiannya kepada fungsi dari satu fakta sosial terhadap fakta sosial lainnya.

Hanya saja menurut Merton pula, sering terjadi pencampuradukan antara

motif-motif subjektif dengan pengertian fungsi. Padahal perhatian fungsionalisme

structural harus lebih banyak ditunjukkan kepada fungsi-fungsi dibandingkan

dengan motif-motif. Fungsi adalah akibat-akibat yang dapat diamati yang menuju

adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem. Oleh karena itu fungsi itu bersifat

netral secara ideologis maka Merton mengajukan pula onsep disfungsi (George

Ritzer, 2013). Persoalan dalam teori fungsionalisme terletak pada konsep

(6)

bersifat netral. Sehingga fungsi dapat berubah menjadi disfungsi ketika fungsi

tersebut tidak sesuai sasaran.

Dalam perspektif Fungsionalisme, suatu masyarakat dilihat sebagai suatu

jaringan kelompok yang bekerja sama secara terorganisasi yang bekerja dalam

suatu cara yang agak teratur menurut seperangkat peraturan dan nilai yang dianut

oleh sebagian masyarakat. Teori ini beranggapan bahwa semua paristiwa dan

semua struktur fungsional bagi suatu masyarakat. Dengan demikian seperti halnya

peperangan, ketidaksamaan sosial, perbedaan ras bahkan kemiskinan “diperlukan”

dalam suatu masyarakat. Perubahan dapat terjadi secara perlahan dan kalaupun

terjadi suatu konflik maka penganut teori ini memusatkan perhatian kepada

masalah bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut agar masyarakat

kembali menuju suatu keseimbangan. Masyarakat dipandang sebagai suatu

kecenderungan untuk mempertahankan sistem kerja yang selaras dan seimbang.

Perubahan sosial menggangu keseimbangan masyarakat yang stabil, namun tidak

lama kemudian terjadi keseimbangan baru.

Nilai atau kejadian pada suatu waktu atau tempat dapat menjadi fungsional

atau disfungsional pada saat dan tempat yang berbeda. Bila suatu perubahan sosial

tertentu mempromosikan suatu keseimbangan yang serasi, hal tersebut dianggap

fungsional bila perubahan sosial tersebut menganggu keseimbangan, hal tersebut

merupakan gangguan fungsional, bila perubahan sosial tidak membawa pengaruh,

maka hal tersebut tidak fungsional.

Gagasan mengenai fungsi berguna agar kita terus mengamati apa yang

(7)

lebih tepatnya, apa fungsi yang dijalankan sistem itu. Masyarakat adalah

organisasi yang tidak berdiri sendiri, melainkan bergabung dengan kelompoknya

dalam sistem pembagian tugas, yang dalam kenyataannya berkaitan dengan

jenis-jenis norma atau peraturan sosial yang mengikat individu pada keadaan sosialnya.

Robert K. Merton adalah salah satu tokoh dalam teori fungsionalisme

struktural. Merton telah menghabiskan karir sosiologinya dalam mempersiapkan

dasar struktur fungsional untuk karya-karya sosiologis yang lebih awal dan dalam

mengajukan model atau paradigm bagi analisa structural. Merton menolak

postulat-postulat fungsionalisme struktural yang masih mentah yang menyebarkan

paham:

1. Kesatuan masyarakat yang fungsional

Postulat ini berpendirian bahwa semua keyakinan dan praktik

kultural dan sosial yang sudah baku adalah fungsional untuk masyarakat

sebagai satu kesatuan maupun untuk individu atau masyarakat. Pandangan

ini secara tersirat menyatakan bahwa berbagai sistem sosial pasti

menunjukkan integrasi tingkat tinggi.

Kesatuan fungsional masyarakat yang dapat dibatasi sebagai suatu

keadaan dimana seluruh bagian dari sistem sosial bekerja sama dalam

suatu tingkat keselarasan atau konsistensi internal yang memadai, tanpa

menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur.

(8)

yang kecil, generalisasi itu tidak dapat diperluas kepada

masyarakat-masyarakat yang lebih besar jumlahnya dan lebih kompleks.

2. Fungsional Universal

Postulat ini menyatakan bahwa seluruh bentuk kultur dan sosial

serta struktur yang sudah mempunyai fungsi positif. Menurut Merton,

postulat ini bertentangan dengan apa yang ditemukannya dalam kehidupan

nyata. Yang jelas bahwa tidak setiap struktur, adat, gagasan, kepercayaan

dan sebagainya mempunyai fungsi yang positif untuk masyarakat itu

sendiri. Karena bisa saja gungsi yang positif itu merugikan bagi

masyarakat lainnya.

3. Indespensibility

Postulat ini menyatakan bahwa semua aspek masyarakat yang

sudah baku tidak hanya mempunyai fungsi yang positif, tetapi juga

mencerminkan bagian-bagian yang sangat diperlukan untuk berfungsinya

masyarakat sebagai satu kesatuan. Postulat ini mengarah kepada

pemikiran bahwa semua struktur dan fungsi secara fungsional adalah

penting untuk masyarakat. Tidak ada struktur dan fungsi lain manapun

yang dapat bekerja sama baiknya dengan struktur dan fungsi yang kini ada

dalam masyarakat. Tapi menurut Merton, setidaknya kita harus bersedia

mengetahui bahwa ada beberapa alternatif structural dan fungsional yang

(9)

Menurut Robert K. Merton, 3 postulat itu bersandar pada pernyataan

nonempiris, berdasarkan sistem teoritis abstrak. Maka, Merton pun

mengembangkan analisis fungsional sebagai pedoman untuk mengintegrasikan

teori dan riset empiris. Analisis fungsional struktural memusatkan perhatian pada

kelompok, organisasi, masyarakat dan kultur. Sasaran studi Merton antara lain

adalah peran sosial, pola institional, proses sosial, pola kultur, emosi yang terpola

secara kultural, norma sosial, organisasi kelompok, struktur sosial, alat-alat

pengendalian sosial dan sebagainya.

Merton menekankan tindakan-tindakan yang berulang kali atau yang baku

yang berhubungan dengan bertahannya suatu sistem sosial dimana tindakan itu

berakar. Dalam hal ini perhatian Merton lebih kepada apakah konsekuensi objektif

tersebut memperbesar kemampuan sistem sosial untuk bertahan atau tidak,

terlepas dari motif dan tujuan subjektivitas individu. Fungsionalisme struktural

berfokus pada fungsi-fungsi sosial daripada motif-motif individual. Fungsi-fungsi

didefeniskan sebagai konsekuensi-konsekuensi yang diamati yang dibuat untuk

adaptasi atau penyesuaian suatu sistem tertentu.

Analisis Merton tentang hubungan antara kebudayaan, struktur, dan

anomi. Budaya didefeniskan sebagai rangkaian nilai normatif teratur yang

mengendalikan perilaku yang sama untuk seluruh anggota masyarakat. Struktur

sosial didefenisikan sebagai serangkaian hubungan sosial teratur dan

mempengaruhi anggota masyakarat atau kelompok tertentu yang dengan berbagai

cara melibatkan anggota masyarakat di dalamnya. Anomi terjadi jika terdapat

(10)

terstruktur secara sosial dengan anggota kelompok untuk bertindak menurut

norma dan tujuan tersebut.

Disfungsi dan nonfungsi adalah ide yang diajukan Merton untuk

mengoreksi penghilangan serius tersebut yang terjadi di dalam fungsionalisme

struktural awal. Disfungsi didefenisikan bahwa sebuah struktur atau

lembaga-lembaga dapat berperan dalam memelihara bagian-bagian sistem sosial, tetapi bisa

juga menimbulkan konsekuensi negatif untuknya. Nonfungsi didefenisikan

sebagai konsekuensi-konsekuensi yang benar-benar tidak relevan dengan sistem

yang dipertimbangkan. Pendekatan fungsional merupakan salah satu

kemungkinan untuk mempelajari perilaku sosial. Pendekatan yang semula

dogmatis dan eksklusif dilengkapi dengan berbagai kualifikasi, sehingga agak

berkurang kelakuan dan ketatannya.

Fungsi nyata (manifest function) dan fungsi tersembunyi (latent function).

Fungsi disebut nyata, apabila konsekuensi tersebut disengaja atau diketahui.

Adapun fungsi disebut sembunyi, apabila konsekuensi tersebut secara objektif ada

tetapi tidak (belum) diketahui. Tindakan-tindakan mempunyai konsekuensi yang

disengaja maupun yang tidak disengaja.

Suatu pranata atau instansi tertentu dapat fungsional terhadap suatu unit

sosial tertentu dan sebaliknya akan disfungsional terhadap unit sosial lain.

Pandangan ini dapat memasuki konsepnya yaitu mengenai sifat dan fungsi. Fungsi

manifest dan fungsi laten. Kedua istilah ini memberikan tambahan penting bagi

(11)

Ketika peran orangtua berfungsi maka akan terjadi motivasi prestasi

belajar anak, namun ketika peran orangtua itu tidak berfungsi maka tidak akan

terjadi motivasi prestasi belajar pada anak. Fungsi manifest (fungsi nyata), seperti

orangtua memotivasi anak untuk rajin belajar akan terlihat ketika orangtua

menunjukkan dan mengatakan secara langsung motivasi tersebut seperti

membelikan perlengkapan sekolah, buku, dll. Sedangkan ketika orangtua

menyuruh anak untuk bimbingan belajar (les) namun orangtua tidak mengatakan

secara langsung bahwa les untuk mendukung belajar anak maka dapat dikatakan

Referensi

Dokumen terkait

1. Gender sebagai pembagian peran serta tanggung jawab, baik laki-laki maupun perempuan, yang di tetapkan secara sosial maupun kultural. Dalam masyarakat patriarki, pandangan

Pola asuh orangtua adalah pola interaksi antara orangtua dan anak selama masa pengasuhan dan perawatan dengan tujuan untuk membimbing dan mendidik anak-anaknya pada kehidupan yang

Penelitian ini bersifat ex-post facto, yaitu jenis penelitian yang variabel independennya merupakan peristiwa yang sudah terjadi. Hal ini berarti penelitian

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai salah satu program pendidikan di lingkungan sekolah dihadapkan kepada tantangan untuk mempersiapkan manusia

Dalam hal ini yang menjadi sampel peneliti adalah wanita karier yang memiliki anak usia 6 sampai dengan 11 tahun yang bersekolah baik di Madrasah Ibtidaiyah

Oleh karena itu , Islam memandang individu-individu, keluarga, masyarakat dan negara sebagai umat yang satu dan memiliki aturan yang satu. Di mana dengan peraturan dan sistem

perkembangan sosial, remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik,. baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai,

suatu keadaan dimana dari sistem sosial bekerja sama postulat ini berpendirian bahwa “semua keyakinan dan praktek kultural dan sosial yang sudah baku adalah fungsional