• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengambilan Kembali Protein (Protein Recovery) Se Proses Isolasi Kitin dari Kulit Udang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengambilan Kembali Protein (Protein Recovery) Se Proses Isolasi Kitin dari Kulit Udang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KULIT UDANG

Ada dua jenis invertebrata air bercangkang yang sering digunakan sebagai makanan, yaitu famili mollusca dan crustacean. Famili mollusca yang sering digunakan sebagai sumber makanan adalah jenis kerang, kepah, resim dan tiram. Sedangkan dari crustacean adalah udang, lobster dan kepiting. Mereka merupakan sumber protein yang sangat tinggi bahkan lebih tinggi daripada daging maupun unggas dan udang adalah salah satu spesies yang sangat terkenal hampir di setiap daerah sebagai makanan tradisional kaya protein dan mineral [15].

Menurut FAO pada tahun 2006 total produksi udang dunia baik dari penangkapan dan perikanan setiap tahun mencapai 6 juta ton dengan hanya 60 % yang digunakan sebagai makanan, menyisakan 2,3 juta ton lagi yang tidak digunakan sebagai makanan [1]. Sedangkan di Indonesia, produk hasil perikanan udang ini kebanyakan diekspor dalam keadaan beku setelah melalui proses pemisahan kepala dan kulit punggung [16].

Pengolahan udang tersebut akan menghasilkan kulit padatan yang cukup besar. Kulit padat udang yang terdiri dari kepala dan kulit tubuh berkisar antara 40-50% dari berat udang. Untuk udang di daerah tropis umumnya 34-45% merupakan kepala dan 10-15% merupakan kulit tubuh. Kulit ini terdiri dari protein (35-45%), kitin (10-15%), mineral-mineral (10-15%) dan karoten. Kulit udang tersebut biasanya dikeringkan di pantai-pantai dimana hal ini menyebabkan tidak hanya polusi lingkungan tetapi juga menurunkan komponen yang dapat diolah kembali pada kulit tersebut [9]. Padahal, kulit udang yang kaya akan kitin, protein, lemak, pigmen dan komponen penyedap mempunyai potensi nilai komersil dalam industri makanan [1].

Kitin dan derivat deasetilasinya, yaitu kitosan mempunyai sifat yang unik sehingga banyak digunakan dalam berbagai aplikasi dan selama proses pembuatannya mineral dan lapisan protein diekstrak dari kitosan. Biasanya untuk satu kilogram kitosan maka akan dibuang 3 kilogram protein. Padahal protein juga dapat dimanfaatkan secara komersil [10].

(2)

Tabel 2.1 Perkiraan Komposisi Kulit Kulit Perikanan [17]

Parameter Udang Windu Udang Mantis Kepiting

Kadar Air 75-80 60-70 60-65

Kadar Abu 30-35 33-37 45-50

Protein 35-40 40-45 30-35

Kitin 15-20 12-16 13-15

Lemak 3-5 2-3 1-1.5

2.2 PROTEIN

Komponen dasar penyusun polipeptida adalah molekul-molekul organik kecil yang disebut dengan asam amino. Asam amino akan saling berikatan untuk membentuk rantai panjang linear yang disebut sebagai polipeptida. Polipeptida harus membentuk lipatan struktur tiga dimensi sebelum menjalankan fungsi biologisnya. Setiap lipatan polipeptida ini disebut dengan protein [18].

Protein adalah amfolit kompleks yang mempunyai muatan positif dan muatan negatif. Secara umum, protein biasanya diisolasi dari komponen lain seperti kontaminan bukan protein. Perbedaan yang kecil antara berbagai jenis protein, seperti ukuran, muatan, sifat hidrofobik dan interaksi biospesifik (Gambar 2.1), biasanya membedakan satu protein dengan protein lainnya [19]. Protein berdasarkan bentuk dan ukurannya dibedakan menjadi dua, yaitu protein berserat dan protein bundar [18].

(3)

Setiap asam amino mempunyai sifat karakteristik fisika dan kimia yang berasal dari rantai sisa yang unik. Efek substitusi asam amino akan menentukan fungsi protein. Berdasarkan struktur rantai sisa, asam amino dapat dibagi dalam empat kelompok, yaitu :

1. Rantai sisa dengan gugus dasar, yaitu arginin, lisin, dan histidin yang disebut sebagai asam amino dasar karena rantai sisanya merupakan penerima proton. 2. Rantai sisa dengan gugus asam, yaitu asam aspartat dan asam glutamat yang

mempunyai satu gugus karboksil sebagai bagian dari rantai sisanya.

3. Rantai sisa dengan gugus polar, yaitu aspartagin, glutamin, serin, treonin, tirosin, dan kistein dimana keenam asam amino ini mempunyai rantai sisa dengan gugus polar.

4. Rantai sisa dengan gugus nonpolar, yaitu glisin, alanin, valin, leusin, isoleusin, fenilalanin, triptofan, prolin, dan metionin dimana kesembilan asam amino ini mempunyai gugus non polar. [18]

2.3 PROTEIN KULIT UDANG

(4)

Tabel 2.2 Kandungan Asam Amino Protein Kulit Udang (g/100 g protein) [10]

Secara umum, proses ekstraksi dan pemurnian protein seharusnya dilakukan di bawah kondisi dingin, kebanyakan pada suhu 0-4 ºC, kecuali untuk beberapa protein. Sebuah wadah es atau sistem pendingin lain biasanya digunakan untuk mendinginkan sampel. Prosedur ekstraksi bervariasi bergantung kepada jenis sampel dan sifat-sifat fisik-kimia protein [21].

2.4.1 Ekstraksi Protein Larut dalam Air dari Sel dan Jaringan Hewan

Protein yang komponen jaringan uniselulernya mudah pecah seperti sel darah hewan bisa diekstraksi menggunakan larutan penyangga hipotonik. Jika bahan terdiri dari jenis sel yang berbeda, pemisahan jenis sel sebelum ekstraksi akan membuat proses pemurnian lebih mudah. Metode berdasarkan osmosis ini juga digunakan untuk sel hewan yang ditanam dalam media kultur. Dalam beberapa kasus, sedikit surfaktan ditambahkan di dalam penyangga ekstraksi. Pendinginan atau sedikit pengadukan mekanik bisa digunakan untuk mengaduk sel dan menguraikan komponen selular [21].

2.4.2 Ekstraksi Protein Larut dalam Air dari Organisme Uniseluler

(5)

baik untuk menghancurkan sel. Metode sederhana yang digunakan adalah bead mill. Larutan yang digunakan untuk mensuspensi sel bisa jadi hanya penyangga yang tepat, atau dengan menambahkan beberapa enzim dan sedikit deterjen [21].

2.4.3 Ekstraksi Protein Larut dalam Air dari Jaringan Tumbuhan

Menggiling dengan atau tanpa pasir, dalam penyangga yang tepat, menggunakan sebuah alu dan lumpang baik untuk sampel tumbuhan. Jika jaringan tumbuhan terlalu keras untuk digiling, laju pembekuan dengan nitrogen cair akan membuat tumbuhan mudah hancur. Jaringan tumbuhan yang beku dihancurkan sebelum diaduk dalam penyangga. Beberapa sel tumbuhan bisa hancur dengan dekompresi nitrogen rata-rata [21].

2.4.4 Ekstraksi Protein Larut dalam Lemak

Kebanyakan protein yang larut dalam lemak adalah protein membran. Protein ini disebut dengan proteolipid yang diekstraksi dari sampel menggunakan pelarut organik seperti campuran klorofom dan methanol. Larutan encer yang mengandung sedikit deterjen seperti Triton X-100 dan CHAPS merupakan langkah alternatif untuk melarutkan protein dari sel atau organel. Deterjen yang kuat bisa digunakan tetapi akan mengakibatkan denaturasi protein secara permanen [21].

2.4.5 Ekstraksi Kumpulan Protein

(6)

2.5 EKSTRAKSI PROTEIN KULIT UDANG

Kulit cangkang udang biasanya diperlakukan dengan natrium hidroksida encer (1-10%) pada suhu tinggi (65-100oC) untuk menghilangkan protein. Waktu reaksi biasanya 0,5-12 jam bergantung pada metode persiapan. Penggunaan alkali dalam pengolahan menyebabkan deproteinasi sehingga terbentuklah gugus asam amino. Untuk menghasilkan reaksi yang seragam dianjurkan menggunakan rasio alkali yang tinggi 1:10 atau 1 :15-20 dengan agitasi yang tepat karena rasio minimum berat cangkang dan kalium hidroksida (KOH) yaitu 1:4 (w/v), hal ini memberikan pengaruh yang kecil terhadap reaksi deproteinasi [22]. Adapun reaksi deproteinasi dapat dilihat pada gambar 2.3 sebagai berikut :

Gambar 2.2 Reaksi Deproteinasi [23]

(7)

senyawa yang terekstrak pada kondisi ini mengandung gugus amino yang merupakan gugus penyusun protein. Asam amino ini kemudian diendapkan dengan cara menurunkan pH menjadi berkisar antara 4 – 5 dengan penambahan larutan asam, karena pH ini merupakan titik isoelektrik asam amino [24]. Titik isoelektrik adalah pH dimana asam amino berada pada bentuk amfoter (zwitter ion) dengan jumlah kation dan anion yang terbentuk adalah sama. Pada kondisi ini kelarutan protein menurun dan mencapai angka terendah, sehingga protein akan mengendap dan dapat dipisahkan dari bagian lain yang tidak diinginkan [25].

Selain itu, protein pada kulit udang umumnya tersusun atas asam amino valin, leusin, isoleusin, dan triptofan [10]. Asam-asam amino ini merupakan gugus asam amino non-polar sehingga tidak akan larut dalam air yang bersifat polar [18].

2.6 PEMURNIAN PROTEIN

Protein dapat dimurnikan dengan menggunakan kromatografi dengan cara sampel untuk pemurnian kromatografi harus bersih dan bebas dari bahan-bahan partikulat. Langkah sederhana untuk membersihkan sampel sebelum memulai pemurnian akan menghindari penyumbatan kolom, mengurangi kebutuhan prosedur pencucian yang sulit, dan memperpanjang masa penggunaan medium kromatografi. Kebutuhan utama sebagai pertimbangan ketika menyiapkan sampel untuk pemurnian kromatografi mencakup :

1. Identifikasi

2. Stabilisasi protein target (penghambat protease, pH, kondisi ionik, agen pereduksi, zat penambah stabilisasi, dan lain-lain)

3. Kondisi kerja untuk pemurnian (seperti adsorpsi, mengoptimalkan pengikat protein target dan meminimalkan pengikat kontaminan)

4. Peralatan tersedia

5. Praktis dan cepat (ukuran sampel, alat filtrasi atau sentrifugasi, dan lain-lain). [26]

Untuk pemurnian protein, ada bermacam teknik pemisahan yang digunakan bergantung pada sifat fisika dan kimia protein. Proses pemurnian dapat disimpulkan sebagai berikut :

(8)

2. Mendeteksi protein yang diinginkan (deteksi melalui ukuran, aktivitas atau sifat) 3. Pemisahan ke dalam fraksi-fraksi baik pemisahan berdasarkan kelarutan maupun

pemisahan berdasarkan ukuran molekul dan densitas

4. Mendeteksi protein yang diinginkan (deteksi melalui ukuran, aktivitas atau sifat) 5. Pemisahan untuk pemurnian protein baik dengan teknik kromatografi atau

dengan teknik pemisahan yang lain

6. Mendeteksi protein yang diinginkan (deteksi melalui ukuran, aktivitas atau sifat) 7. Penentuan kemurnian secara elektroforesis

Tidak perlu untuk mengikuti seluruh langkah atau seluruh teknik dalam proses ini untuk setiap protein. Beberapa langkah atau beberapa teknik tidak perlu untuk beberapa protein. Sebagai contoh, myoglobin dengan mudah diamati melalui warna merahnya atau dideteksi dengan menggunakan metode spektrometri UV-vis, tidak perlu menggunakan prosedur yang rumit. Prinsip-prinsip teknik pemisahan saja yang diikuti [21].

2.7 METODE ANALISIS PROTEIN 2.7.1 Metode Kjeldahl (Kjeldahl Method)

Metode Kjeldahl adalah metode untuk menentukan kadar nitrogen dari bahan organik dan inorganik. Meskipun teknik dan peralatannya telah sangat berbeda dengan 100 tahun yang lalu, namun prinsip dasar yang diperkenalkan oleh Johan Kjeldahl tetap berlaku sampai hari ini. Metode Kjeldahl dapat dirincikan ke dalam tiga tahap berikut :

1. Pemasakan (digestion), dilakukan dengan pemanasan sampel homogen dalam asam sulfat pekat. Reaksi umumnya sebagai berikut :

N organik + H2SO4→ (NH4)2SO4+ H2O + CO2+ produk samping lainnya

2. Distilasi, yaitu penambahan basa berlebih ke campuran asam digestion untuk mengubah NH4+menjadi NH3. Reaksi umumnya adalah sebagai berikut :

(NH4)2SO4+ 2NaOH→ 2NH3↑+ Na2SO4+ 2H2O

3. Titrasi, yaitu untuk mengukur jumlah amonia dalam larutan yang diperoleh. a. Titrasi balik (back titration), amonia yang diperoleh diukur dengan larutan

(9)

Larutan asam berlebih dinetralkan dengan penambahan larutan basa alkali standar seperti natrium hidroksida. Reaksi umumnya sebagai berikut :

(NH4)2SO4+ H2SO4+ 2NaOH→ Na2SO4+ (NH4)2SO4+ 2H2O

b. Titrasi langsung (direct titration), jika asam borat digunakan sebagai larutan penerima dibandingkan asam mineral standar, maka asam borat akan menangkap gas amonia membentuk amonium borat kompleks. Reaksinya sebagai berikut :

NH3+ H3BO3 → NH4+: H2BO3-+ H3BO3

Penambahan asam sulfat menetralkan asam borat kompleks dan dihasilkan warna yang berubah kembali seperti semula. Reaksinya sebagai berikut :

2NH4H2BO3-+ H2SO4→ (NH4)2SO4+ 2H3BO3

Metode asam borat mempunyai dua keuntungan, yaitu hanya satu larutan standar yang dibutuhkan untuk penentuan nitrogen dan larutan bertahan lebih lama [27].

2.7.2 Metode Pengikatan Zat Warna Udy (Udy Dye Binding Method)

Pada prosedur ini, biji yang digiling digoncang dengan larutan pewarna jingga. Pewarna asam ini membentuk suatu protein warna kompleks yang tidak larut dengan disusun oleh susunan asam amino dasar dari protein. Protein warna kompleks meninggalkan banyak pewarna dalam larutan, kompleksnya dihilangkan dengan penyaringan, dan konsentrasi warna dalam larutan ditentukan dengan peralatan pengukur warna. Jumlah warna yang tinggal dalam larutan dihubungkan kembali ke kadar protein sampel [28].

2.7.3 Metode Faktor Refleksi Inframerah (Infrared Reflectance Method)

(10)

Gambar 2.3 Ilustrasi Metode Faktor Refleksi untuk Analisis Protein [28]

2.7.4 Metode Biuret (Biuret Method)

Reaksi biuret bisa digunakan untuk analisis protein secara kualitatif dan kuantitatif. Metode biuret bergantung atas adanya ikatan peptida dalam protein. Ketika suatu larutan protein direaksikan dengan ion tembaga (Cu2+) dalam medium alkali sedang, suatu warna ungu Cu2+-peptida kompleks terbentuk yang dapat diukur secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer dalam wilayah tampak (Gambar 2.3). Jadi, reagen biuret adalah larutan alkali tembaga sulfonat [29].

(11)

Reaksi biuret membutuhkan adanya paling sedikit dua ikatan peptida dalam satu molekul. Reaksi ini dinamakan reaksi biuret dari nama biuret itu sendiri, diperoleh dari pemanasan urea, menghasilkan suatu kompleks warna yang sama dengan ion tembaga [29].

Gambar 2.5 Reaksi Biuret [29]

2.8 RESPONSE SURFACE METHODOLOGY(RSM)

Secara matematis, Response Surface Methodology (RSM) merupakan permodelan antara beberapa explanatory variable dengan satu atau lebih response variable. Metode yang dikemukan oleh Box dan Wilson pada tahun 1951 ini didasarkan pada DoE (Design of Experiment) yang sudah terlebih dahulu dikembangkan oleh Fisher [30]. RSM merupakan suatu metode gabungan antara teknik matematika dan teknik statistika, digunakan untuk membuat model dan menganilisis suatu respon y yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas atau faktor x guna mengoptimalkan respon tersebut. Hubungan antara respon y dan variabel bebasxditunjukkan pada persamaan (2.1) [31].

Y = f (X1,X2,...., Xk) + ε ....(2.1)

dimana :

Y = variabel respon

Xi= variabel bebas atau faktor ( i = 1, 2, 3, ..., k)

(12)

Response Surface Methodology (RSM) memiliki beberapa kegunaan, antara lain sebagai berikut :

1. Menunjukkan bagaimana variabel respon ydipengaruhi oleh variabel bebas xdi wilayah yang secara tertentu diperhatikan.

2. Menentukan pengaturan variabel bebas yang paling tepat dimana akan memberikan hasil yang memenuhi spesifikasi dari respon yang berupa hasil, kekotoran warna, tekstur, dan lain sebagainya.

3. Mengeksplorasi ruang dari variabel bebasxuntuk mendapatkan hasil maksimum dan menentukan sifat dasar dari nilai maksimum. [32]

RSM mempunyai dua tahapan utama dalam analisisnya. Pertama, permodelan regresifirst orderyang biasa dinyatakan dengan persamaan linier polinomial dengan order satu. Contoh persamaan RSM order pertama ditunjukkan pada persamaan (2.2). ....(2.2) dimana:

= faktor yang diteliti dalam eksperimen atauexplanatory variable

= variabel respon = koefisien

Adapun langkah kedua dapat langsung diterapkan, yakni menaikkan derajat polinomial persamaan (2.2) menjadi second order atau derajat dua, dengan contoh persamaan ditunjukkan pada persamaan (2.3).

....(2.3) dimana:

= faktor yang diteliti dalam eksperimen atauexplanatory variable

= variabel respon = koefisien

Gambar

Gambar 2.1 Sifat Selektif Protein [19]
Tabel 2.2 Kandungan Asam Amino Protein Kulit Udang (g/100 g protein) [10]
Gambar 2.2 Reaksi Deproteinasi [23]
Gambar 2.3 Ilustrasi Metode Faktor Refleksi untuk Analisis Protein [28]
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengukuran kandungan protein dan penghitungan tingkat penurunannya pada proses deproteinasi kulit udang dalam berbagai kombinasi perlakuan kecepatan agitasi dan

Perbedaan perlakuan jenis asam yang digunakan pada proses pretreatment tidak mempengaruhi komposisi asam amino tetapi berpengaruh terhadap panjang rantai protein (berat molekul)

Lampiran 20 Hasil pengukuran kandungan protein dan penghitungan tingkat penurunannya pada proses deproteinasi kulit udang dalam berbagai kombinasi

lebih sumber protein yang berbeda jenis asam amino pembatasnya akan saling. melengkapi

Bagaimana komposisi asam amino dan pola protein dari gelatin halal hasil ekstraksi kulit ayam Broiler melalui proses perendaman dengan variasi jenis asam

Analisis penyejajaran deduksi asam amino dari fragmen MmFSNR menggunakan program BLASTP menunjukkan bahwa protein deduksi dari cDNA MmFSNR mempunyai kemiripan 53% dengan

Hasil pengukuran kandungan protein dan penghitungan tingkat penurunannya pada proses deproteinasi kulit udang dalam berbagai kombinasi perlakuan kecepatan agitasi dan

R3, disusun dari sebagian bungkil kedelai dan disubstitusi dengan tepung ikan sebagai sumber protein hewani tahan degradasi rumen untuk lebih mampu memasok asam amino pakan bypass