USAID PRIORITAS: Mengutamakan Pembaharuan, Inovasi, dan Kesempatan bagi Guru, Tenaga Kependidikan, dan Siswa
DARI RAKYAT AMERIKA
Buku Praktik yang Baik Tata Kelola Guru ini dikembangkan dengan dukungan penuh rakyat Amerika
melalui United States Agency for International Development (USAID) melalui Program USAID Prioritizing
Reform, Innovation, and Opportunities for Reaching Indonesia's Teachers, Administrators, and Students
(PRIORITAS). USAID PRIORITAS adalah program kemitraan antara Pemerintah Amerika dan Pemerintah
Indonesia untuk meningkatkan akses pendidikan dasar yang berkualitas di Indonesia.
Tata Kelola Guru menjadi perhatian khusus dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 (Perpres No. 2 Tahun 2015). Bentuk perhatian tertuang dalam kebijakan dan strategi pembangunan bidang pendidikan, yaitu: 1) meningkatkan profesionalisme, kualitas, dan akuntabilitas guru dan tenaga kependidikan, dan 2) meningkatkan pengelolaan dan penempatan guru. Arah kebijakan ini mengamanatkan adanya pengembangan kapasitas pemerintah kabupaten/kota untuk mengelola perekrutan, penempatan, dan peningkatan mutu guru secara efektif dan efisien.
Kabupaten/kota telah banyak melakukan inovasi dalam mengimplementasikan Program Tata Kelola Guru, baik dalam Penataan dan Pemerataan Guru, maupun dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (Guru Pembelajar). Berbagai inovasi tersebut telah dihimpun dalam buku Praktik yang Baik Tata Kelola Guru. Buku ini menggambarkan bagaimana proses perumusan kebijakan dilakukan, penetapan kebijakan melalui Peraturan Bupati/Walikota, serta hasil implementasi yang dapat melakukan perubahan, baik dalam rangka mengurangi kebutuhan guru melalui distribusi guru yang efisien, maupun dalam rangka meningkatkan kualitas guru dengan menggunakan pendekatan pendanaan multi-sumber.
Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa pengelolaan guru jenjang pendidikan dasar menjadi kewenangan kabupaten/kota dan jenjang pendidikan menengah menjadi kewenangan provinsi. Buku ini diharapkan menjadi bahan inspirasi bagi kabupaten/kota yang belum mengimplementasikan Program Tata Kelola Guru, serta inspirasi bagi provinsi untuk menata guru antar kabupaten/kota.
Ucapan terima kasih kepada kabupaten/kota yang telah menunjukkan inovasi yang luar biasa dalam mengimplementasikan Tata Kelola Guru, dengan harapan inovasi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Penggunaan DAPODIK baik dalam Penataan dan Pemerataan Guru maupun dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan telah menujunkkan nilai manfaat yang sangat tinggi. Untuk itu, DAPODIK diharapkan dapat ditingkatkan kualitasnya serta diperbarui secara terus menerus sesuai dengan dinamika dan kebutuhan.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada USAID PRIORITAS yang telah mendampingi 50 kabupaten/kota dalam Penataan dan Pemerataan Guru, serta 90 kabupaten/kota dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan melalui lokakarya perencanaan, perumusan kebijakan, dan pendampingan implementasi di lapangan, serta pelibatan Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) dalam meningkatkan kompetensi guru, Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK), dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) yang diharapkan dapat menjadi penjamin mutu dan keberlangsungan program.
Sambutan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Jakarta, Januari 2017
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Buku Praktik yang Baik Tata Kelola Guru ini dikembangkan dengan dukungan penuh rakyat Amerika
melalui United States Agency for International Development (USAID) melalui Program USAID Prioritizing
Reform, Innovation, and Opportunities for Reaching Indonesia's Teachers, Administrators, and Students
(PRIORITAS). USAID PRIORITAS adalah program kemitraan antara Pemerintah Amerika dan Pemerintah
Indonesia untuk meningkatkan akses pendidikan dasar yang berkualitas di Indonesia.
Tata Kelola Guru menjadi perhatian khusus dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 (Perpres No. 2 Tahun 2015). Bentuk perhatian tertuang dalam kebijakan dan strategi pembangunan bidang pendidikan, yaitu: 1) meningkatkan profesionalisme, kualitas, dan akuntabilitas guru dan tenaga kependidikan, dan 2) meningkatkan pengelolaan dan penempatan guru. Arah kebijakan ini mengamanatkan adanya pengembangan kapasitas pemerintah kabupaten/kota untuk mengelola perekrutan, penempatan, dan peningkatan mutu guru secara efektif dan efisien.
Kabupaten/kota telah banyak melakukan inovasi dalam mengimplementasikan Program Tata Kelola Guru, baik dalam Penataan dan Pemerataan Guru, maupun dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (Guru Pembelajar). Berbagai inovasi tersebut telah dihimpun dalam buku Praktik yang Baik Tata Kelola Guru. Buku ini menggambarkan bagaimana proses perumusan kebijakan dilakukan, penetapan kebijakan melalui Peraturan Bupati/Walikota, serta hasil implementasi yang dapat melakukan perubahan, baik dalam rangka mengurangi kebutuhan guru melalui distribusi guru yang efisien, maupun dalam rangka meningkatkan kualitas guru dengan menggunakan pendekatan pendanaan multi-sumber.
Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa pengelolaan guru jenjang pendidikan dasar menjadi kewenangan kabupaten/kota dan jenjang pendidikan menengah menjadi kewenangan provinsi. Buku ini diharapkan menjadi bahan inspirasi bagi kabupaten/kota yang belum mengimplementasikan Program Tata Kelola Guru, serta inspirasi bagi provinsi untuk menata guru antar kabupaten/kota.
Ucapan terima kasih kepada kabupaten/kota yang telah menunjukkan inovasi yang luar biasa dalam mengimplementasikan Tata Kelola Guru, dengan harapan inovasi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Penggunaan DAPODIK baik dalam Penataan dan Pemerataan Guru maupun dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan telah menujunkkan nilai manfaat yang sangat tinggi. Untuk itu, DAPODIK diharapkan dapat ditingkatkan kualitasnya serta diperbarui secara terus menerus sesuai dengan dinamika dan kebutuhan.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada USAID PRIORITAS yang telah mendampingi 50 kabupaten/kota dalam Penataan dan Pemerataan Guru, serta 90 kabupaten/kota dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan melalui lokakarya perencanaan, perumusan kebijakan, dan pendampingan implementasi di lapangan, serta pelibatan Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) dalam meningkatkan kompetensi guru, Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK), dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) yang diharapkan dapat menjadi penjamin mutu dan keberlangsungan program.
Sambutan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Jakarta, Januari 2017
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Pengantar
Mengapa tata kelola guru? Unsur yang paling penting dalam sistem pendidikan adalah guru (Hattie 1999). Meningkatkan kualitas guru adalah cara terbaik untuk meningkatkan hasil pendidikan. Hanya saja, dengan rasio rata-rata siswa-guru 16:1 pada jenjang SD dan 13:1 pada jenjang SMP, Indonesia memiliki terlalu banyak guru dan penyebarannya tidak merata. Seringkali sekolah di perkotaan memiliki terlalu banyak guru, sedangkan di sekolah terpencil atau pedesaan kekurangan guru.
USAID PRIORITAS
mengembangkan program tata kelola guru untuk membantu mengatasi masalah ini, dengan dua cara, yaitu (1) meningkatkan pemerataan penyebaran guru dengan tujuan mengurangi inefisiensi, dan memastikan bahwa setiap kelas diajarkan oleh guru yang berkualitas baik, dan (2)
meningkatkan kualitas guru melalui diseminasi praktik yang baik dan pengembangan profesional guru.
Penyebaran guru yang efisien dapat berdampak pada lebih banyak dana untuk pengembangan profesional guru. Prinsip dasarnya adalah sebagai berikut:
Lebih baik memiliki sedikit guru dengan kualitas tinggi, daripada terlalu banyak guru dengan kualitas rendah.
Membuat perencanaan dan kebijakan berbasis data Untuk mencapai tujuan tersebut, USAID PRIORITAS bekerja bersama dengan Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) mitra dan kabupaten mitra memetakan distribusi guru, mengidentifikasi isu strategis, membuat rekomendasi, dan mengadopsi solusi kebijakan untuk meningkatkan pemerataan guru. Dengan menggunakan pendekatan yang sama, USAID PRIORITAS juga memetakan jumlah guru pada kelompok kerja guru, menghitung unit biaya untuk menyediakan pelatihan dalam jabatan dan pendampingan pada
kelompok kerja guru, dan membantu kabupaten untuk mengembangkan rencana anggaran dan kebijakan untuk memastikan bahwa setiap guru dapat mempelajari praktik yang baik melalui diseminasi pelatihan, dan memiliki akses mengikuti program pengembangan keprofesian berkelanjutan atau guru pembelajar. Tata kelola guru yang lebih baik dapat meningkatkan kualitas dan keseimbangan pelaksanaan layanan pendidikan. Namun kebijakan perlu memasukkan konteks setempat sebagai bahan pertimbangan, karena pemerataan guru memiliki dampak sosial, ekonomi dan politik. Konsultasi publik dan pendekatan untuk membangun rasa memiliki kebijakan di tingkat masyarakat dapat membantu mengatasi masalah tersebut. Kerangka kerja hukum yang kuat diperlukan untuk mengurangi resistansi pihak yang terkena dampak kebijakan implementasi kebijakan tata kelola guru harus berdasarkan regulasi yang berlaku saat itu.
Desain Implementasi Program Tata Kelola Guru
di Daerah Mitra USAID PRIORITAS
Pengantar
Mengapa tata kelola guru? Unsur yang paling penting dalam sistem pendidikan adalah guru (Hattie 1999). Meningkatkan kualitas guru adalah cara terbaik untuk meningkatkan hasil pendidikan. Hanya saja, dengan rasio rata-rata siswa-guru 16:1 pada jenjang SD dan 13:1 pada jenjang SMP, Indonesia memiliki terlalu banyak guru dan penyebarannya tidak merata. Seringkali sekolah di perkotaan memiliki terlalu banyak guru, sedangkan di sekolah terpencil atau pedesaan kekurangan guru.
USAID PRIORITAS
mengembangkan program tata kelola guru untuk membantu mengatasi masalah ini, dengan dua cara, yaitu (1) meningkatkan pemerataan penyebaran guru dengan tujuan mengurangi inefisiensi, dan memastikan bahwa setiap kelas diajarkan oleh guru yang berkualitas baik, dan (2)
meningkatkan kualitas guru melalui diseminasi praktik yang baik dan pengembangan profesional guru.
Penyebaran guru yang efisien dapat berdampak pada lebih banyak dana untuk pengembangan profesional guru. Prinsip dasarnya adalah sebagai berikut:
Lebih baik memiliki sedikit guru dengan kualitas tinggi, daripada terlalu banyak guru dengan kualitas rendah.
Membuat perencanaan dan kebijakan berbasis data Untuk mencapai tujuan tersebut, USAID PRIORITAS bekerja bersama dengan Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) mitra dan kabupaten mitra memetakan distribusi guru, mengidentifikasi isu strategis, membuat rekomendasi, dan mengadopsi solusi kebijakan untuk meningkatkan pemerataan guru. Dengan menggunakan pendekatan yang sama, USAID PRIORITAS juga memetakan jumlah guru pada kelompok kerja guru, menghitung unit biaya untuk menyediakan pelatihan dalam jabatan dan pendampingan pada
kelompok kerja guru, dan membantu kabupaten untuk mengembangkan rencana anggaran dan kebijakan untuk memastikan bahwa setiap guru dapat mempelajari praktik yang baik melalui diseminasi pelatihan, dan memiliki akses mengikuti program pengembangan keprofesian berkelanjutan atau guru pembelajar. Tata kelola guru yang lebih baik dapat meningkatkan kualitas dan keseimbangan pelaksanaan layanan pendidikan. Namun kebijakan perlu memasukkan konteks setempat sebagai bahan pertimbangan, karena pemerataan guru memiliki dampak sosial, ekonomi dan politik. Konsultasi publik dan pendekatan untuk membangun rasa memiliki kebijakan di tingkat masyarakat dapat membantu mengatasi masalah tersebut. Kerangka kerja hukum yang kuat diperlukan untuk mengurangi resistansi pihak yang terkena dampak kebijakan implementasi kebijakan tata kelola guru harus berdasarkan regulasi yang berlaku saat itu.
Desain Implementasi Program Tata Kelola Guru
di Daerah Mitra USAID PRIORITAS
Konsultasi Publik Kegiatan Sosialisasi Lokakarya #1: Analisis Distribusi Guru Lokakarya #2: Analisa Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru Pendampingan/Fasilitasi 1: Penyiapan data bahan WS #1
Pendampingan/Fasilitasi 2: Melengkapi analisis distribusi
guru dan mengidentifikasi isu strategis
Pendampingan/Fasilitasi 3: Melengkapi alternatif kebijakan, pemilihan alternatif,
dan formulasi kebijakan
Output dari pendampingan ini
data yang sudah disepakati untuk dianalisa pada WS #1
Output dari pendampingan ini
isu-isu strategis untuk bahan WS #2
Output dari pendampingan ini
rekomendasi kebijakan sebagai bahan konsultasi publik
(mengidentifikasi alternatif kebijakan untuk tata kelola guru yang lebih baik, menciptakan kriteria untuk pemilihan alter-natif kebijakan, memformulasi rekomendasi kebijakan), dan merancang implementasi kebijakan, serta menentukan kemungkinan dari dampak kebijakan tersebut. Kabupaten juga mengembangkan draf rencana untuk diseminasi dan
pengembangan keprofesian berkelanjutan dalam diskusi dengan LPTK.
4. Konsultasi Publik: Forum
multi-stakeholder. Dalam aktivitas ini,
rekomendasi kebijakan dan draf rencana/anggaran dibagikan kepada para pemangku kepen-tingan dan pengambil keputusan untuk mendapatkan umpan balik dan membantu memfinalkan
kebijakan kabupaten. Satu anggota dari tim kabupaten (biasanya Kepala Dinas Pendidikan) mempresentasikan hasil dan rekomendasi pada para pengambil keputusan dan pemangku kepentingan, biasanya termasuk Bupati, Kepala Bappeda, Kepala BKD dan perwakilan Dinas Pendidikan, DPRD, perkumpulan guru, media lokal, guru dan komunitas.
Bagan Langkah
Lokakarya Implementasi
Berdasarkan praktik yang baik yang dipelajari di Indonesia dan seluruh dunia, kami mengetahui bahwa pengembangan profesional guru paling baik dilakukan pada kelompok kerja guru atau di sekolah. Guru-guru dapat belajar lebih baik dalam kelompok dengan rekan seprofesi. Keuntungannya, pendekatan ini tidak hanya lebih efektif dibandingkan pendekatan tradisional yang menyediakan pelatihan di tingkat kabupaten, tapi juga lebih murah. Kami membantu kabupaten untuk merancang program pengembangan keprofesian berkelanjutan
berdasarkan Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) serta
menggunakan guru dan kepala sekolah lokal yang sudah terlatih sebagai fasilitator.
Pemetaan distribusi guru dan kebutuhan sekolah menggunakan data yang didapatkan dari Data Pokok Pendidikan (DAPODIK), pusat data online nasional milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Data dianalisa menggunakan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Dasar SIMDIKDAS, sebuah aplikasi sederhana berbasis Microsoft Excel. Untuk menentukan kebutuhan pemerataan guru, standar nasional digunakan: (1) standar untuk guru
kelas sekolah dasar adalah satu guru per kelas, (2) standar maksimum sebuah kelas di sekolah dasar adalah 32 siswa, dan (3) guru mata pelajaran di sekolah dasar atau sekolah menengah pertama harus mengajar paling sedikit 24 jam pelajaran per minggu.
Mitra dari kabupaten dilatih untuk menggunakan software tersebut dan melakukan analisis bersama spesialis USAID PRIORITAS dan universitas mitra. Mitra kabupaten termasuk personil dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) yang bertanggung jawab untuk tata kelola data dan perencanaan. Pelatihan terdiri dari pengenalan atas software, sebuah aplikasi sederhana Microsoft
Excel yang menghubungkan data
tentang guru, siswa dan sekolah untuk mengana-lisa faktor seperti ukuran sekolah, siswa per kelas dan jumlah kategori guru yang berbeda. Tim kecil dari tiap kabupaten menganalisa data mereka dengan bimbingan dari spesialis program USAID PRIORITAS dan universitas.
Bekerja bersama kabupaten Proses tersebut memakan waktu sekitar enam bulan di setiap provinsi dan meliputi langkah-langkah pada bagan di samping. Setiap langkah
ditindaklanjuti dengan pendam-pingan di tempat (atau 'mentoring') di kabupaten untuk membantu tim kabupaten mempersiapkan data, menyelesaikan analisis, menyiapkan presentasi dan melakukan advokasi untuk rekomendasi kebijakan. 1. Sosialisasi. Aktivitas awal ini
bertujuan membangun komitmen setara antara USAID PRIORITAS dan kabupaten mitra untuk pemerataan guru yang adil, serta meningkatkan kesadaran atas pentingnya pendataan yang baik sebagai dasar penyusunan kebijakan.
2. Lokakarya 1. Analisis Data dan Identifikasi Isu Strategis. Aktivitas ini memfokuskan pada pemetaan pemerataan guru secara detail dan memformulasikan isu strategis untuk pemerataan guru, berdasarkan hasil analisis guru. Kami juga memetakan kelompok kerja guru, menghitung unit biaya untuk pelatihan dalam jabatan dan potensi dana yang tersedia dari anggaran kabupaten (APBD), anggaran sekolah (Bantuan Operasional Sekolah/BOS) dan Tunjangan Profesi Pendidik (TPP). 3. Lokakarya 2. Analisis Kebijakan
dan Perencanaan. Aktivitas ini memfokuskan pada langkah analisis kebijakan
Konsultasi Publik Kegiatan Sosialisasi Lokakarya #1: Analisis Distribusi Guru Lokakarya #2: Analisa Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru Pendampingan/Fasilitasi 1: Penyiapan data bahan WS #1
Pendampingan/Fasilitasi 2: Melengkapi analisis distribusi
guru dan mengidentifikasi isu strategis
Pendampingan/Fasilitasi 3: Melengkapi alternatif kebijakan, pemilihan alternatif,
dan formulasi kebijakan
Output dari pendampingan ini
data yang sudah disepakati untuk dianalisa pada WS #1
Output dari pendampingan ini
isu-isu strategis untuk bahan WS #2
Output dari pendampingan ini
rekomendasi kebijakan sebagai bahan konsultasi publik
(mengidentifikasi alternatif kebijakan untuk tata kelola guru yang lebih baik, menciptakan kriteria untuk pemilihan alter-natif kebijakan, memformulasi rekomendasi kebijakan), dan merancang implementasi kebijakan, serta menentukan kemungkinan dari dampak kebijakan tersebut. Kabupaten juga mengembangkan draf rencana untuk diseminasi dan
pengembangan keprofesian berkelanjutan dalam diskusi dengan LPTK.
4. Konsultasi Publik: Forum
multi-stakeholder. Dalam aktivitas ini,
rekomendasi kebijakan dan draf rencana/anggaran dibagikan kepada para pemangku kepen-tingan dan pengambil keputusan untuk mendapatkan umpan balik dan membantu memfinalkan
kebijakan kabupaten. Satu anggota dari tim kabupaten (biasanya Kepala Dinas Pendidikan) mempresentasikan hasil dan rekomendasi pada para pengambil keputusan dan pemangku kepentingan, biasanya termasuk Bupati, Kepala Bappeda, Kepala BKD dan perwakilan Dinas Pendidikan, DPRD, perkumpulan guru, media lokal, guru dan komunitas.
Bagan Langkah
Lokakarya Implementasi
Berdasarkan praktik yang baik yang dipelajari di Indonesia dan seluruh dunia, kami mengetahui bahwa pengembangan profesional guru paling baik dilakukan pada kelompok kerja guru atau di sekolah. Guru-guru dapat belajar lebih baik dalam kelompok dengan rekan seprofesi. Keuntungannya, pendekatan ini tidak hanya lebih efektif dibandingkan pendekatan tradisional yang menyediakan pelatihan di tingkat kabupaten, tapi juga lebih murah. Kami membantu kabupaten untuk merancang program pengembangan keprofesian berkelanjutan
berdasarkan Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) serta
menggunakan guru dan kepala sekolah lokal yang sudah terlatih sebagai fasilitator.
Pemetaan distribusi guru dan kebutuhan sekolah menggunakan data yang didapatkan dari Data Pokok Pendidikan (DAPODIK), pusat data online nasional milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Data dianalisa menggunakan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Dasar SIMDIKDAS, sebuah aplikasi sederhana berbasis Microsoft Excel. Untuk menentukan kebutuhan pemerataan guru, standar nasional digunakan: (1) standar untuk guru
kelas sekolah dasar adalah satu guru per kelas, (2) standar maksimum sebuah kelas di sekolah dasar adalah 32 siswa, dan (3) guru mata pelajaran di sekolah dasar atau sekolah menengah pertama harus mengajar paling sedikit 24 jam pelajaran per minggu.
Mitra dari kabupaten dilatih untuk menggunakan software tersebut dan melakukan analisis bersama spesialis USAID PRIORITAS dan universitas mitra. Mitra kabupaten termasuk personil dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) yang bertanggung jawab untuk tata kelola data dan perencanaan. Pelatihan terdiri dari pengenalan atas software, sebuah aplikasi sederhana Microsoft
Excel yang menghubungkan data
tentang guru, siswa dan sekolah untuk mengana-lisa faktor seperti ukuran sekolah, siswa per kelas dan jumlah kategori guru yang berbeda. Tim kecil dari tiap kabupaten menganalisa data mereka dengan bimbingan dari spesialis program USAID PRIORITAS dan universitas.
Bekerja bersama kabupaten Proses tersebut memakan waktu sekitar enam bulan di setiap provinsi dan meliputi langkah-langkah pada bagan di samping. Setiap langkah
ditindaklanjuti dengan pendam-pingan di tempat (atau 'mentoring') di kabupaten untuk membantu tim kabupaten mempersiapkan data, menyelesaikan analisis, menyiapkan presentasi dan melakukan advokasi untuk rekomendasi kebijakan. 1. Sosialisasi. Aktivitas awal ini
bertujuan membangun komitmen setara antara USAID PRIORITAS dan kabupaten mitra untuk pemerataan guru yang adil, serta meningkatkan kesadaran atas pentingnya pendataan yang baik sebagai dasar penyusunan kebijakan.
2. Lokakarya 1. Analisis Data dan Identifikasi Isu Strategis. Aktivitas ini memfokuskan pada pemetaan pemerataan guru secara detail dan memformulasikan isu strategis untuk pemerataan guru, berdasarkan hasil analisis guru. Kami juga memetakan kelompok kerja guru, menghitung unit biaya untuk pelatihan dalam jabatan dan potensi dana yang tersedia dari anggaran kabupaten (APBD), anggaran sekolah (Bantuan Operasional Sekolah/BOS) dan Tunjangan Profesi Pendidik (TPP). 3. Lokakarya 2. Analisis Kebijakan
dan Perencanaan. Aktivitas ini memfokuskan pada langkah analisis kebijakan
i
Hattie, J. (2009). Visible learning: A synthesis of over 800 meta-analyses relating to achievement. Oxon: Routledge.
ii
Angka 32 berasal dari Standar Layanan Minimum yang ditetapkan Kementerian Dalam Negeri. Standar pendidikan nasional, ditetapkan oleh badan nasional yang ditunjuk oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, memiliki angka yang lebih rendah, dengan standar berada antara 20 dan 28. Angka 24 jam mata pelajaran per minggu berasal dari UU Guru dan Dosen (Undang-Undang 14, tahun 2005).
Angka 24 jam mata pelajaran per minggu berasal dari UU Guru dan Dosen (Undang-Undang 14, tahun 2005). PRIORITAS untuk pelatihan dalam
jabatan dan pendampingan harus didiseminasikan pada seluruh guru di satu kabupaten. Sebagaimana dijelaskan di atas, kami juga mengetahui bahwa pengembangan keprofesian guru yang terbaik dilakukan pada kelompok kerja guru (atau sekolah).
Banyak guru juga memerlukan pelatihan untuk mengajar mata pelajaran baru atau tingkat kelas baru – atau untuk mengajar lebih dari satu mata pelajaran. Banyak guru yang belum tersertifikasi. LPTK dapat menyediakan peningkatan kapasitas dan pelatihan ulang – dan juga mulai mengambil peran yang lebih besar dalam perancangan dan pelaksanaan program pengembangan keprofesian berkelanjutan,
menggunakan fasilitator daerah untuk melaksanakan pelatihan pada
tingkat kelompok kerja guru dan sekolah.
Pertanyaannya adalah bagaimana menemukan waktu dan uang untuk membayar seluruh pelatihan ini? Anggaran kabupaten sangat terbatas dan hampir seluruh anggaran dihabiskan untuk gaji guru dan biaya-biaya. (sekitar 85% pada sebagian besar kabupaten). Setelah biaya tetap lainnya dibayarkan, jumlah uang tersisa untuk pelatihan ulang dan program peningkatan kualitas biasanya kurang dari 5% dari anggaran pendidikan.
Pembiayaan ini dapat ditingkatkan menjadi lebih besar dengan dana tambahan dari sekolah (BOS) dan guru (TPP). Kami tidak
menyarankan bahwa kabupaten mengelola dana tambahan ini. Sebaliknya, program pengembangan keprofesian berkelanjutan yang baik
dapat dikelola secara koperasi oleh guru, sekolah dan kabupaten – dengan dukungan dari LPTK jika diperlukan. Biaya-biaya dapat dibagi dan dikelola oleh kelompok kerja guru. Sebagai contoh, kabupaten dapat menyediakan fasilitator khusus, sementara kelompok kerja guru menutup biaya seperti biaya fotokopi, fasilitas dan konsumsi (dengan dana yang dikumpulkan dari sekolah), dan guru-guru membayar sendiri biaya transportasi mereka. Pengembangan keprofesian
berkelanjutan dapat dilakukan dalam pertemuan kelompok kerja guru secara rutin (mingguan atau bulanan), didukung dengan pendampingan yang disediakan fasilitator seperti guru senior di kelas dan sekolah.
5. Lokakarya Implementasi. Ketika kebijakan dan rencana disetujui, pada tahap ini, aktivitas utama adalah untuk mengembangkan regulasi lokal dan rencana implementasi teknis untuk memungkinkan pelaksanaan dan aksi nyata pada tingkat sekolah, kecamatan dan kabupaten. Sebuah kegiatan tindak lanjut yang final yang dilakukan di beberapa kabupaten adalah untuk mendukung kabupaten mengintegrasikan hasil kerja ini ke dalam rencana strategis lima tahunan (renstra). Hal ini membantu memastikan bahwa rencana dan kebijakan tersebut akan dibiayai dan diimplementasikan pada tahun-tahun ke depan.
Isu dan kebijakan untuk pemerataan guru
Dua isu strategis utama yang muncul dari analisis dengan kabupaten adalah (1) distribusi guru kelas yang tidak merata, dan (2) sekolah kecil. Rekomendasi kebijakan untuk menjawab isu ini bervariasi
tergantung konteks lokal, namun ada beberapa pola sama pada kabupaten-kabupaten, baik dalam satu provinsi maupun antar provinsi. Pola-pola tersebut dapat dikelompokkan menjadi tujuh pendekatan, yaitu: (1)
penggabungan sekolah, (2) kelas rangkap, (3) guru mobile (mengajar di lebih dari satu sekolah), (4) guru multi-mapel, (5) transfer guru, (6) pelatihan ulang dan penugasan ulang guru ke mapel baru atau tingkat baru, dan (7) mengangkat guru dari guru honorer/non PNS.
Tiga pendekatan pertama menciptakan efisiensi dengan mengurangi kebutuhan guru di sekolah kecil. Seluruh pendekatan memanfaatkan sumber daya guru yang ada melalui pemerataan yang lebih cerdas. Beberapa kabupaten
memilih untuk menyediakan insentif bagi guru untuk direlokasi dari sekolah di perkotaan ke sekolah di pedesaan atau kawasan terpencil.
Isu, kebijakan dan praktik bagi pengembangan keprofesian berkelanjutan guru
Seluruh guru memerlukan Pengem-bangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Semua guru perlu belajar cara yang lebih baik untuk pembelajaran. Untuk alasan inilah disepakati bahwa modul USAID Pasca penggabungan SDN 1 Cilimus dengan SDN 3 Cilimus, proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien. Program penataan dan pemerataan guru dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dari aspek pemenuhan kecukupan guru.
i
Hattie, J. (2009). Visible learning: A synthesis of over 800 meta-analyses relating to achievement. Oxon: Routledge.
ii
Angka 32 berasal dari Standar Layanan Minimum yang ditetapkan Kementerian Dalam Negeri. Standar pendidikan nasional, ditetapkan oleh badan nasional yang ditunjuk oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, memiliki angka yang lebih rendah, dengan standar berada antara 20 dan 28. Angka 24 jam mata pelajaran per minggu berasal dari UU Guru dan Dosen (Undang-Undang 14, tahun 2005).
Angka 24 jam mata pelajaran per minggu berasal dari UU Guru dan Dosen (Undang-Undang 14, tahun 2005). PRIORITAS untuk pelatihan dalam
jabatan dan pendampingan harus didiseminasikan pada seluruh guru di satu kabupaten. Sebagaimana dijelaskan di atas, kami juga mengetahui bahwa pengembangan keprofesian guru yang terbaik dilakukan pada kelompok kerja guru (atau sekolah).
Banyak guru juga memerlukan pelatihan untuk mengajar mata pelajaran baru atau tingkat kelas baru – atau untuk mengajar lebih dari satu mata pelajaran. Banyak guru yang belum tersertifikasi. LPTK dapat menyediakan peningkatan kapasitas dan pelatihan ulang – dan juga mulai mengambil peran yang lebih besar dalam perancangan dan pelaksanaan program pengembangan keprofesian berkelanjutan,
menggunakan fasilitator daerah untuk melaksanakan pelatihan pada
tingkat kelompok kerja guru dan sekolah.
Pertanyaannya adalah bagaimana menemukan waktu dan uang untuk membayar seluruh pelatihan ini? Anggaran kabupaten sangat terbatas dan hampir seluruh anggaran dihabiskan untuk gaji guru dan biaya-biaya. (sekitar 85% pada sebagian besar kabupaten). Setelah biaya tetap lainnya dibayarkan, jumlah uang tersisa untuk pelatihan ulang dan program peningkatan kualitas biasanya kurang dari 5% dari anggaran pendidikan.
Pembiayaan ini dapat ditingkatkan menjadi lebih besar dengan dana tambahan dari sekolah (BOS) dan guru (TPP). Kami tidak
menyarankan bahwa kabupaten mengelola dana tambahan ini. Sebaliknya, program pengembangan keprofesian berkelanjutan yang baik
dapat dikelola secara koperasi oleh guru, sekolah dan kabupaten – dengan dukungan dari LPTK jika diperlukan. Biaya-biaya dapat dibagi dan dikelola oleh kelompok kerja guru. Sebagai contoh, kabupaten dapat menyediakan fasilitator khusus, sementara kelompok kerja guru menutup biaya seperti biaya fotokopi, fasilitas dan konsumsi (dengan dana yang dikumpulkan dari sekolah), dan guru-guru membayar sendiri biaya transportasi mereka. Pengembangan keprofesian
berkelanjutan dapat dilakukan dalam pertemuan kelompok kerja guru secara rutin (mingguan atau bulanan), didukung dengan pendampingan yang disediakan fasilitator seperti guru senior di kelas dan sekolah.
5. Lokakarya Implementasi. Ketika kebijakan dan rencana disetujui, pada tahap ini, aktivitas utama adalah untuk mengembangkan regulasi lokal dan rencana implementasi teknis untuk memungkinkan pelaksanaan dan aksi nyata pada tingkat sekolah, kecamatan dan kabupaten. Sebuah kegiatan tindak lanjut yang final yang dilakukan di beberapa kabupaten adalah untuk mendukung kabupaten mengintegrasikan hasil kerja ini ke dalam rencana strategis lima tahunan (renstra). Hal ini membantu memastikan bahwa rencana dan kebijakan tersebut akan dibiayai dan diimplementasikan pada tahun-tahun ke depan.
Isu dan kebijakan untuk pemerataan guru
Dua isu strategis utama yang muncul dari analisis dengan kabupaten adalah (1) distribusi guru kelas yang tidak merata, dan (2) sekolah kecil. Rekomendasi kebijakan untuk menjawab isu ini bervariasi
tergantung konteks lokal, namun ada beberapa pola sama pada kabupaten-kabupaten, baik dalam satu provinsi maupun antar provinsi. Pola-pola tersebut dapat dikelompokkan menjadi tujuh pendekatan, yaitu: (1)
penggabungan sekolah, (2) kelas rangkap, (3) guru mobile (mengajar di lebih dari satu sekolah), (4) guru multi-mapel, (5) transfer guru, (6) pelatihan ulang dan penugasan ulang guru ke mapel baru atau tingkat baru, dan (7) mengangkat guru dari guru honorer/non PNS.
Tiga pendekatan pertama menciptakan efisiensi dengan mengurangi kebutuhan guru di sekolah kecil. Seluruh pendekatan memanfaatkan sumber daya guru yang ada melalui pemerataan yang lebih cerdas. Beberapa kabupaten
memilih untuk menyediakan insentif bagi guru untuk direlokasi dari sekolah di perkotaan ke sekolah di pedesaan atau kawasan terpencil.
Isu, kebijakan dan praktik bagi pengembangan keprofesian berkelanjutan guru
Seluruh guru memerlukan Pengem-bangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Semua guru perlu belajar cara yang lebih baik untuk pembelajaran. Untuk alasan inilah disepakati bahwa modul USAID Pasca penggabungan SDN 1 Cilimus dengan SDN 3 Cilimus, proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien. Program penataan dan pemerataan guru dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dari aspek pemenuhan kecukupan guru.
PENGEMBANGAN
KEPROFESIAN
BERKELANJUTAN
54
62
68
72
78
82
86
90
94
Perbanyak Fasilitator dan
Bentuk Sekolah Unggulan
Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
Wajibkan Guru Ikuti
Pelatihan Sekali dalam Setahun
Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah
Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur
Peningkatan Kualitas Guru
Secara Mandiri
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat
Jamin Keprofesian Semua
Guru, Disiapkan Ratusan
Fasilitator Baru
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah
Hidupkan MGMP untuk
Tingkatkan Kualitas
Pembelajaran
Kota Tangerang Selatan, Banten
Optimalkan Peran Gugus untuk
Profesionalisme Guru
Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara
Pengembangan Mutu Guru yang
Sistemik dan Berkelanjutan
Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan
Diseminasi Berjalan Masif:
Kesetaraan Sekolah dan
Madrasah
Provinsi Aceh
Pemerintah Aceh Alokasikan
16,8 Milyar untuk Diseminasi
98
Kabupaten Pidie, Aceh
Ribuan Guru Diseminasi
Pelatihan Praktik yang Baik
Secara Mandiri
101
Daftar Konsultan dan Fasilitator
Program Tata Kelola Guru
LPTK Mitra USAID PRIORITAS
DAFTAR ISI
PENATAAN DAN
PEMERATAAN GURU
Kembangkan Pembelajaran
Kelas Rangkap untuk Sekolah
Kecil
Kabupaten Blitar, Jawa Timur
02
Penggabungan 69 SDN
Sistematis dan Bertahap
Kabupaten Semarang, Jawa Tengah
08
Penggabungan Sekolah
Tingkatkan Kualitas
Pembelajaran
16
Alih Fungsi Guru
Satu Kebijakan Multi-fungsi
Kota Cimahi, Jawa Barat
20
Atasi Kekurangan Guru,
Sekolahkan PNS Nonguru
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
26
Kebijakan Mutasi 727
Guru SD dan SMP
32
Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh
Kabupaten Pandeglang, Banten
Totalitas Tata Distribusi Guru
Kabupaten Kuningan, Jawa Barat
38
Mutasi Berbasis Data yang Efektif
Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan
46
Mengatasi Kelangkaan Guru di
Sekolah Terpencil
Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara
49
PENGEMBANGAN
KEPROFESIAN
BERKELANJUTAN
54
62
68
72
78
82
86
90
94
Perbanyak Fasilitator dan
Bentuk Sekolah Unggulan
Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
Wajibkan Guru Ikuti
Pelatihan Sekali dalam Setahun
Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah
Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur
Peningkatan Kualitas Guru
Secara Mandiri
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat
Jamin Keprofesian Semua
Guru, Disiapkan Ratusan
Fasilitator Baru
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah
Hidupkan MGMP untuk
Tingkatkan Kualitas
Pembelajaran
Kota Tangerang Selatan, Banten
Optimalkan Peran Gugus untuk
Profesionalisme Guru
Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara
Pengembangan Mutu Guru yang
Sistemik dan Berkelanjutan
Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan
Diseminasi Berjalan Masif:
Kesetaraan Sekolah dan
Madrasah
Provinsi Aceh
Pemerintah Aceh Alokasikan
16,8 Milyar untuk Diseminasi
98
Kabupaten Pidie, Aceh
Ribuan Guru Diseminasi
Pelatihan Praktik yang Baik
Secara Mandiri
101
Daftar Konsultan dan Fasilitator
Program Tata Kelola Guru
LPTK Mitra USAID PRIORITAS
DAFTAR ISI
PENATAAN DAN
PEMERATAAN GURU
Kembangkan Pembelajaran
Kelas Rangkap untuk Sekolah
Kecil
Kabupaten Blitar, Jawa Timur
02
Penggabungan 69 SDN
Sistematis dan Bertahap
Kabupaten Semarang, Jawa Tengah
08
Penggabungan Sekolah
Tingkatkan Kualitas
Pembelajaran
16
Alih Fungsi Guru
Satu Kebijakan Multi-fungsi
Kota Cimahi, Jawa Barat
20
Atasi Kekurangan Guru,
Sekolahkan PNS Nonguru
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
26
Kebijakan Mutasi 727
Guru SD dan SMP
32
Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh
Kabupaten Pandeglang, Banten
Totalitas Tata Distribusi Guru
Kabupaten Kuningan, Jawa Barat
38
Mutasi Berbasis Data yang Efektif
Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan
46
Mengatasi Kelangkaan Guru di
Sekolah Terpencil
Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara
49
Dalam pelaksanaan program penataan dan pemerataan guru tersebut tetap mengedepankan sisi humanisnya, seperti aspek keluarga,
usia, maupun senioritas serta menjauhkan dari unsur like dan
dislike. Bahwa program ini memang
murni untuk meningkatkan mutu pendidikan di Taput, hal itu dibuktikan dengan pemberian insentif kepada tenaga pengajar yang
akan ditempatkan di daerah terpencil dan sangat terpencil. Mari
kita sosialisasikan program ini dan beri pemahaman mulai dari
orang-orang terdekat kita sehingga menjauhkan prasangka tidak baik yang dapat menimbulkan riak-riak
bahkan konflik.
Petikan
Dinas merencanakan melakukan pengabungan SD Negeri
tahap dua dengan mengevaluasi pelaksanaan pada tahap pertama yakni pada Januari 2015. Hasil evaluasi pelaksanaan penggabungan
tahap I ternyata tidak mengalami kendala yang berarti. Baik dari sisi
aset, siswa, guru, pembelajaran, komite sekolah, dan lain-lain.
Bupati Pandeglang, Banten, Erwan Kurtubi Situs berita: www.skalanews.com. 21 April 2014
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Dewi Pramuningsih.
Harian Suara Merdeka. 23 Maret 2015
“
”
Bupati Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Nikson Nababan.
Situs Pemkab Taput: www.taputkab.go.id. 9 Maret 2015
Saat ini penyebaran guru tidak merata, masih terjadi penumpukan
di sekolah perkotaan serta kekurangan pengajar untuk mata pelajaran tertentu. Kalau memang pada satu sekolah terjadi kelebihan
guru maka harus dilakukan mutasi dan sebagian guru dipindahkan pada
sekolah yang masih kurang.
”
”
“
”
Dengan kata lain, satu guru akan menghadapi jumlah murid yang
ideal untuk diajarnya sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.
Apabila murid terlalu sedikit atau terlalu banyak, kelas menjadi tidak efektif dan mutu pembelajaran juga
akan menurun.
Wakil Bupati Bantaeng, Sulawesi Selatan, Muhammad Yasin.
Kantor Berita Antara. 6 Januari 2014
Banyak guru yang meminta pindah tugas dengan alasan yang tidak masuk akal seperti alasan jauh,
anak masih kecil, tidak bisa ini dan itu. Semuanya dijadikan alasan untuk dapat ditugas ke sekolah yang dekat dan enggan bertugas di tempak yang
jauh. PPG diharapkan mampu mengatasi persoalan ini sebab dengan PPG guru akan tersebar
merata di seluruh sekolah.
Sekretaris Daerah Abdya, Aceh, Ramli Bahar Harian Serambi Indonesia. 23 Mei 2015
“
”
“
“
Kuningan, harus melakukanpenggabungan sekolah. Kebijakan itu merupakan pilihan mendesak. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 74 Tahun 2008 tentang Guru yang menyatakan rasio guru ideal 20:
1, masih ada sekitar 30 persen sekolah kecil dengan rasio di bawah
20 siswa per rombongan belajar. Mereka tersebar di 14 kecamatan di
kabupaten ini.
Wakil Bupati Blitar, Jawa Timur, Riyanto. Kantor Berita Antara. 15 Oktober 2014
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kuningan, Asep Taufik R. Harian Kompas. 21 Mei 2015
”
“
Keberhasilan Blitar itu karena adanya komitmen bersama untuk
menata tenaga pendidik dengan lebih baik, sehingga hak siswa untuk belajar dapat terpenuhi dan merata.
Untuk mengantisipasinya, kami menerapkan Kelas Rangkap untuk
sekolah-sekolah yang kekurangan tenaga pengajar dan hal itu tertuang
dalam Peraturan Bupati Blitar.
“
PENATAAN DAN
PEMERATAAN GURU
Mengelola Sekolah Kecil Hasil utama dari program penataan dan pemerataan guru di Kabupaten Blitar adalah teridentifikasinya sekolah kecil yang jumlahnya sangat banyak sehingga penyebaran guru menjadi tidak efisien dan banyak SD yang kekurangan guru kelas (berda-sarkan jumlah kelas, bukan jumlah siswa). Dari 222 SD (41% dari total
jumlah SD) memiliki jumlah siswa rata-rata 16 siswa atau kurang (yang berada di bawah setengah dari standar pelayanan minimum/SPM). Beberapa pilihan pembelajaran untuk sekolah-sekolah ini yaitu (1) dilaksanakan dengan kelas kecil, jumlah siswanya sedikit, dan banyak kelas diajar oleh guru honorer
unqualified karena kurangnya guru
kelas PNS, (2) dilaksanakan paralel, di mana satu guru mengajar dua kelas. Seringkali guru melakukannya dengan bergerak atau berpindah antara masing-masing kelas untuk mengajar, dan (3) pendekatan kelas rangkap, di mana pembelajaran terintegrasi di lebih dari satu kelas dengan jenjang yang berbeda, tetapi tugas-tugas belajar dibedakan.
Kembangkan Pembelajaran Kelas
Rangkap untuk Sekolah Kecil
Kabupaten Blitar, Jawa Timur
Pembelajaran kelas rangkap siswa kelas III dan kelas IV di SDN Suruhwadang 02. Mereka sedang belajar matematika, siswa kelas III belajar perkalian yang hasilnya bilangan tiga angka dan pembagian bilangan tiga angka, sedangkan kelas IV belajar melakukan operasi perkalian dan pembagian.
Kabupaten Blitar memutuskan untuk menggabungkan sekolah-sekolah kecil yang berada di dalam satu desa yang kedua sekolah terse-but masih dapat dijangkau, dan melaksanakan pembelajaran kelas rangkap khususnya untuk sekolah-sekolah kecil yang tidak mungkin untuk digabung. Kebijakan ini telah diformalkan dalam peraturan bupati tentang pembelajaran kelas rangkap yang dikeluarkan pada 8 Oktober 2015.
Strategi Implementasi Kebijakan
Sebagai langkah pertama, mereka melakukan pilot pembelajaran kelas rangkap di beberapa sekolah. Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar mem-buat pelatihan pembelajaran aktif selama tiga hari untuk para guru kelas rangkap di sepuluh sekolah kecil. Berdasarkan komitmen dan kinerja mereka dalam pelatihan, dipilih empat sekolah pilot yang melaksanakan pembelajaran kelas rangkap dari sepuluh sekolah kecil, yaitu SDN Suruhwadang 02, SDN Doko 02, SDN Gadungan 03 dan SDN Sumber asri 06.
Sebagai tindak lanjutnya, para guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah di empat sekolah tersebut, dilatih dan didampingi lima fasilitator
kabupaten, untuk mengimplemen-tasikan pembelajaran kelas rangkap yaitu kelas 1 dan II, kelas III dan IV, serta kelas V dan VI, yang masing-masing kelas digabung menjadi satu dalam kelas. Program ini didanai sepenuhnya oleh Pemerintah Kabupaten Blitar.
Pelatihan pembelajaran kelas rangkap diajarkan para guru untuk mempersiapkan Rencana Pelaksa-naan Pembelajaran (RPP) yang terpadu. Guru mengidentifikasi Kompetensi Dasar (KD) untuk setiap tingkat kelas, dan
mempersiapkan tugas dan lembar kerja yang berbeda untuk setiap tingkat kelas.
Dalam praktik kelas rangkap, pembelajaran dapat digabung menjadi satu kelas untuk dua kelas yang berbeda. Syaratnya, mata pelajaran yang sedang diajarkan sama dan RPP dapat digabungkan. Misalnya, pembelajaran kelas III dan IV yang digabung menjadi satu dan membahas pelajaran IPA tentang tumbuhan.
Untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap, Kabupaten Blitar memberikan sejumlah pendampingan oleh fasilitator dan pengawas sekolah. Mereka juga membentuk Kelompok Kerja Guru (KKG) khusus kelas
rangkap di mana empat sekolah bertemu secara rutin sebulan sekali untuk berbagi keberhasilan atau memecahkan masalah yang ditemukan di kelas.
Ibu Suprih Siswanti, Kepala SDN Suruhwadang 2 Blitar, yang seko-lahnya menerapkan kelas rangkap mengungkapkan banyak manfaat yang diperoleh dengan penerapan kelas rangkap. Selain membantu mengatasi keterbatasan guru, program ini dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. “Implementasi pembelajaran kelas rangkap di SDN Suruhwadang 2 sangat memuaskan. Kakak kelas juga dapat menjadi tutor bagi adik kelasnya saat pembelajaran kelas rangkap diterapkan,” tukasnya. Bupati Blitar, Bapak Riyanto, mendukung pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap. Menurutnya, Kabupaten Blitar berhasil menerapkan kelas rangkap karena adanya komitmen bersama untuk menata guru dengan lebih baik sehingga hak siswa untuk belajar dapat terpenuhi dan merata.
Dampak Kebijakan
Tim USAID PRIORITAS melakukan kunjungan ke empat SD pilot pelaksana pembelajaran kelas
Mengelola Sekolah Kecil Hasil utama dari program penataan dan pemerataan guru di Kabupaten Blitar adalah teridentifikasinya sekolah kecil yang jumlahnya sangat banyak sehingga penyebaran guru menjadi tidak efisien dan banyak SD yang kekurangan guru kelas (berda-sarkan jumlah kelas, bukan jumlah siswa). Dari 222 SD (41% dari total
jumlah SD) memiliki jumlah siswa rata-rata 16 siswa atau kurang (yang berada di bawah setengah dari standar pelayanan minimum/SPM). Beberapa pilihan pembelajaran untuk sekolah-sekolah ini yaitu (1) dilaksanakan dengan kelas kecil, jumlah siswanya sedikit, dan banyak kelas diajar oleh guru honorer
unqualified karena kurangnya guru
kelas PNS, (2) dilaksanakan paralel, di mana satu guru mengajar dua kelas. Seringkali guru melakukannya dengan bergerak atau berpindah antara masing-masing kelas untuk mengajar, dan (3) pendekatan kelas rangkap, di mana pembelajaran terintegrasi di lebih dari satu kelas dengan jenjang yang berbeda, tetapi tugas-tugas belajar dibedakan.
Kembangkan Pembelajaran Kelas
Rangkap untuk Sekolah Kecil
Kabupaten Blitar, Jawa Timur
Pembelajaran kelas rangkap siswa kelas III dan kelas IV di SDN Suruhwadang 02. Mereka sedang belajar matematika, siswa kelas III belajar perkalian yang hasilnya bilangan tiga angka dan pembagian bilangan tiga angka, sedangkan kelas IV belajar melakukan operasi perkalian dan pembagian.
Kabupaten Blitar memutuskan untuk menggabungkan sekolah-sekolah kecil yang berada di dalam satu desa yang kedua sekolah terse-but masih dapat dijangkau, dan melaksanakan pembelajaran kelas rangkap khususnya untuk sekolah-sekolah kecil yang tidak mungkin untuk digabung. Kebijakan ini telah diformalkan dalam peraturan bupati tentang pembelajaran kelas rangkap yang dikeluarkan pada 8 Oktober 2015.
Strategi Implementasi Kebijakan
Sebagai langkah pertama, mereka melakukan pilot pembelajaran kelas rangkap di beberapa sekolah. Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar mem-buat pelatihan pembelajaran aktif selama tiga hari untuk para guru kelas rangkap di sepuluh sekolah kecil. Berdasarkan komitmen dan kinerja mereka dalam pelatihan, dipilih empat sekolah pilot yang melaksanakan pembelajaran kelas rangkap dari sepuluh sekolah kecil, yaitu SDN Suruhwadang 02, SDN Doko 02, SDN Gadungan 03 dan SDN Sumber asri 06.
Sebagai tindak lanjutnya, para guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah di empat sekolah tersebut, dilatih dan didampingi lima fasilitator
kabupaten, untuk mengimplemen-tasikan pembelajaran kelas rangkap yaitu kelas 1 dan II, kelas III dan IV, serta kelas V dan VI, yang masing-masing kelas digabung menjadi satu dalam kelas. Program ini didanai sepenuhnya oleh Pemerintah Kabupaten Blitar.
Pelatihan pembelajaran kelas rangkap diajarkan para guru untuk mempersiapkan Rencana Pelaksa-naan Pembelajaran (RPP) yang terpadu. Guru mengidentifikasi Kompetensi Dasar (KD) untuk setiap tingkat kelas, dan
mempersiapkan tugas dan lembar kerja yang berbeda untuk setiap tingkat kelas.
Dalam praktik kelas rangkap, pembelajaran dapat digabung menjadi satu kelas untuk dua kelas yang berbeda. Syaratnya, mata pelajaran yang sedang diajarkan sama dan RPP dapat digabungkan. Misalnya, pembelajaran kelas III dan IV yang digabung menjadi satu dan membahas pelajaran IPA tentang tumbuhan.
Untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap, Kabupaten Blitar memberikan sejumlah pendampingan oleh fasilitator dan pengawas sekolah. Mereka juga membentuk Kelompok Kerja Guru (KKG) khusus kelas
rangkap di mana empat sekolah bertemu secara rutin sebulan sekali untuk berbagi keberhasilan atau memecahkan masalah yang ditemukan di kelas.
Ibu Suprih Siswanti, Kepala SDN Suruhwadang 2 Blitar, yang seko-lahnya menerapkan kelas rangkap mengungkapkan banyak manfaat yang diperoleh dengan penerapan kelas rangkap. Selain membantu mengatasi keterbatasan guru, program ini dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. “Implementasi pembelajaran kelas rangkap di SDN Suruhwadang 2 sangat memuaskan. Kakak kelas juga dapat menjadi tutor bagi adik kelasnya saat pembelajaran kelas rangkap diterapkan,” tukasnya. Bupati Blitar, Bapak Riyanto, mendukung pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap. Menurutnya, Kabupaten Blitar berhasil menerapkan kelas rangkap karena adanya komitmen bersama untuk menata guru dengan lebih baik sehingga hak siswa untuk belajar dapat terpenuhi dan merata.
Dampak Kebijakan
Tim USAID PRIORITAS melakukan kunjungan ke empat SD pilot pelaksana pembelajaran kelas
Kelas Jumlah Siswa SDN Suruhwadang 02 SDN Sumber Asri 06 SDN Doko 02 SDN Gadungan 03 Kelas I-II 29 11 16 13 Kelas III-IV 8 8 17 13 Kelas V-VI 8 6 14 12 Jumlah Siswa 45 25 47 38
Tabel 1. Distribusi Siswa di Sekolah
Pembelajaran kelas rangkap di SDN Doko 02. rangkap. Letak sekolah ini berada di
daerah yang relatif terpencil, masing-masing agak jauh dari yang lain; satu di selatan yang dekat dengan pantai, dan tiga di sebelah utara, di kaki bukit Gunung Kelud. Sekolah tersebut adalah SDN Suruhwadang 02, SDN Sumber Asri 06, SDN Doko 02, dan SDN Gadungan 03.
Distribusi siswa di sekolah tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
SDN Suruhwadang 02 memiliki empat guru PNS (termasuk kepala sekolah) yang mengajar empat kelas, dan dua guru paruh waktu
(honorer), yang mengajar mata pelajaran khusus seperti agama dan pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan. Ini adalah sekolah yang sangat baik, karena kepemimpinan kepala sekolah dan dukungan yang
kuat dari pengawas sekolah. Pendampingan intensif diberikan oleh pengawas, dan didukung oleh fasilitator daerah. Pengawas sekolah awalnya mengunjungi sekolah setiap hari untuk memastikan pembela-jaran dapat berjalan dengan baik. Sejak program ini dimulai, sekolah telah menerapkan pembelajaran kelas rangkap dengan pendekatan aktif sehingga kualitas pembelajaran tetap terjaga. Hal ini yang membuat orang tua tertarik untuk mendaf-tarkan siswanya ke sekolah ini sehingga siswa kelas I dan II jumlahnya meningkat signifikan. Satu-satunya kekhawatiran yang ter-jadi adalah terkait implementasi program data pokok pendidikan nasional (DAPODIK) yang menen-tukan beban kerja guru dan terkait
tunjangan profesi pendidik (TPP). Sistem saat ini tidak memungkinkan guru kelas kecil (di bawah 20) melaporkan secara akurat beban kerja mereka dan menerima hak TPP mereka.
SDN Sumber Asri 06 terletak di daerah pegunungan Kelud Utara ini, memiliki 25 siswa yang diatur dalam tiga kelas. Sekolah memiliki dua guru (PNS), termasuk kepala sekolah, dan tiga guru honorer. Sekolah ini didirikan setelah letusan Gunung Kelud pada tahun 1990, ketika dua sekolah yang terletak di lereng gunung ditutup masyarakat pindah ke lokasi baru. Para guru melapor-kan bahwa banyak anak-anak yang lambat-belajar, banyak yang mende-rita gizi buruk, dan mereka sering absen selama musim cengkeh panen. Sekolah ini juga memiliki dua siswa ABK. Akses menuju ke sekolah harus melalui aliran sungai sehingga sulit untuk dicapai di musim hujan. Pembelajaran kelas rangkap telah dilaksanakan dan diterima dengan baik oleh guru, orang tua, dan ma-syarakat lokal, termasuk pengawas. Tapi para guru menyampaikan kesulitannya karena harus bekerja ekstra dengan mempersiapkan RPP untuk dua tingkat kelas, dan kekhawatiran mengenai isu DAPODIK di atas.
SDN Doko 02 terletak di sebelah timur laut pusat Kabupaten Blitar, dan memiliki 47 siswa yang diatur dalam tiga kelas. Ada tiga guru PNS, termasuk kepala sekolah, dua guru pendidikan agama Islam dan guru olahraga. Sekolah telah menciptakan lingkungan belajar yang sangat baik, dengan membuat taman yang indah, ada taman bermain yang bersih dan rapi, serta ruang kelas yang dihiasi dengan hasil karya siswa dan guru. Hanya saja di dekat sekolah ini, sekitar 300 meter ada SD negeri lainnya yang juga cukup bagus. Fakta bahwa ada sekolah lain yang dekat, menimbulkan pertanyaan mengapa penggabungan sekolah tidak dianggap sebagai pilihan untuk sekolah ini. Sejumlah orang tua juga telah mendaftarkan anak-anak mereka di sekolah tetangga untuk tahun ajaran mendatang sehingga jumlah siswa kelas 1 hanya ada dua anak. Meskipun ada praktik yang baik di sekolah ini, pembelajaran kelas rangkap tidak mungkin untuk dipertahankan jangka panjang, tanpa dukungan dan perubahan yang substansial.
SDN Gadungan 03 terletak di daerah yang relatif terpencil di sebelah utara, dan memiliki 38 anak yang diatur dalam tiga kelas. Sekolah memiliki rasa identitas masyarakat
yang kuat dan didukung dengan baik oleh camat setempat. Dukungan yang sangat kuat untuk
pembelajaran kelas rangkap sangat tampak di sekolah ini. Para guru menunjukkan bahwa mereka tidak menemukan masalah dalam pelaksanaannya.
Kendala dan Masalah Ada beberapa masalah dalam implementasi pembelajaran kelas rangkap yang terkait aspek teknis pembelajaran dan manajemen kelas, terutama yang berkaitan dengan administrasi, yaitu:
Administrasi Kelas: Perlu pekerjaan tambahan yang diperlukan untuk
mempersiapkan RPP, hanya tidak
akan dilakukan berulang dalam tahun-tahun mendatang. Hal ini dapat diatasi dengan menye-diakan lingkungan yang mendu-kung di sekolah, di KKG, dan dengan pendampingan. Insentif untuk guru juga dapat membantu.
Administrasi Guru: Ada masalah dengan database DAPODIK. Guru bersertifikat harus meme-nuhi persyaratan minimum agar memenuhi syarat untuk tunja-ngan profesi pendidik bulanan mereka. Peraturan sertifikasi dan sistem DAPODIK saat ini tidak memungkinkan guru untuk memasukkan kurang dari 20 siswa atau 24 jam pelajaran per minggu, yang berarti bahwa guru kelas kecil (termasuk di
sekolah-Kelas Jumlah Siswa SDN Suruhwadang 02 SDN Sumber Asri 06 SDN Doko 02 SDN Gadungan 03 Kelas I-II 29 11 16 13 Kelas III-IV 8 8 17 13 Kelas V-VI 8 6 14 12 Jumlah Siswa 45 25 47 38
Tabel 1. Distribusi Siswa di Sekolah
Pembelajaran kelas rangkap di SDN Doko 02. rangkap. Letak sekolah ini berada di
daerah yang relatif terpencil, masing-masing agak jauh dari yang lain; satu di selatan yang dekat dengan pantai, dan tiga di sebelah utara, di kaki bukit Gunung Kelud. Sekolah tersebut adalah SDN Suruhwadang 02, SDN Sumber Asri 06, SDN Doko 02, dan SDN Gadungan 03.
Distribusi siswa di sekolah tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
SDN Suruhwadang 02 memiliki empat guru PNS (termasuk kepala sekolah) yang mengajar empat kelas, dan dua guru paruh waktu
(honorer), yang mengajar mata pelajaran khusus seperti agama dan pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan. Ini adalah sekolah yang sangat baik, karena kepemimpinan kepala sekolah dan dukungan yang
kuat dari pengawas sekolah. Pendampingan intensif diberikan oleh pengawas, dan didukung oleh fasilitator daerah. Pengawas sekolah awalnya mengunjungi sekolah setiap hari untuk memastikan pembela-jaran dapat berjalan dengan baik. Sejak program ini dimulai, sekolah telah menerapkan pembelajaran kelas rangkap dengan pendekatan aktif sehingga kualitas pembelajaran tetap terjaga. Hal ini yang membuat orang tua tertarik untuk mendaf-tarkan siswanya ke sekolah ini sehingga siswa kelas I dan II jumlahnya meningkat signifikan. Satu-satunya kekhawatiran yang ter-jadi adalah terkait implementasi program data pokok pendidikan nasional (DAPODIK) yang menen-tukan beban kerja guru dan terkait
tunjangan profesi pendidik (TPP). Sistem saat ini tidak memungkinkan guru kelas kecil (di bawah 20) melaporkan secara akurat beban kerja mereka dan menerima hak TPP mereka.
SDN Sumber Asri 06 terletak di daerah pegunungan Kelud Utara ini, memiliki 25 siswa yang diatur dalam tiga kelas. Sekolah memiliki dua guru (PNS), termasuk kepala sekolah, dan tiga guru honorer. Sekolah ini didirikan setelah letusan Gunung Kelud pada tahun 1990, ketika dua sekolah yang terletak di lereng gunung ditutup masyarakat pindah ke lokasi baru. Para guru melapor-kan bahwa banyak anak-anak yang lambat-belajar, banyak yang mende-rita gizi buruk, dan mereka sering absen selama musim cengkeh panen. Sekolah ini juga memiliki dua siswa ABK. Akses menuju ke sekolah harus melalui aliran sungai sehingga sulit untuk dicapai di musim hujan. Pembelajaran kelas rangkap telah dilaksanakan dan diterima dengan baik oleh guru, orang tua, dan ma-syarakat lokal, termasuk pengawas. Tapi para guru menyampaikan kesulitannya karena harus bekerja ekstra dengan mempersiapkan RPP untuk dua tingkat kelas, dan kekhawatiran mengenai isu DAPODIK di atas.
SDN Doko 02 terletak di sebelah timur laut pusat Kabupaten Blitar, dan memiliki 47 siswa yang diatur dalam tiga kelas. Ada tiga guru PNS, termasuk kepala sekolah, dua guru pendidikan agama Islam dan guru olahraga. Sekolah telah menciptakan lingkungan belajar yang sangat baik, dengan membuat taman yang indah, ada taman bermain yang bersih dan rapi, serta ruang kelas yang dihiasi dengan hasil karya siswa dan guru. Hanya saja di dekat sekolah ini, sekitar 300 meter ada SD negeri lainnya yang juga cukup bagus. Fakta bahwa ada sekolah lain yang dekat, menimbulkan pertanyaan mengapa penggabungan sekolah tidak dianggap sebagai pilihan untuk sekolah ini. Sejumlah orang tua juga telah mendaftarkan anak-anak mereka di sekolah tetangga untuk tahun ajaran mendatang sehingga jumlah siswa kelas 1 hanya ada dua anak. Meskipun ada praktik yang baik di sekolah ini, pembelajaran kelas rangkap tidak mungkin untuk dipertahankan jangka panjang, tanpa dukungan dan perubahan yang substansial.
SDN Gadungan 03 terletak di daerah yang relatif terpencil di sebelah utara, dan memiliki 38 anak yang diatur dalam tiga kelas. Sekolah memiliki rasa identitas masyarakat
yang kuat dan didukung dengan baik oleh camat setempat. Dukungan yang sangat kuat untuk
pembelajaran kelas rangkap sangat tampak di sekolah ini. Para guru menunjukkan bahwa mereka tidak menemukan masalah dalam pelaksanaannya.
Kendala dan Masalah Ada beberapa masalah dalam implementasi pembelajaran kelas rangkap yang terkait aspek teknis pembelajaran dan manajemen kelas, terutama yang berkaitan dengan administrasi, yaitu:
Administrasi Kelas: Perlu pekerjaan tambahan yang diperlukan untuk
mempersiapkan RPP, hanya tidak
akan dilakukan berulang dalam tahun-tahun mendatang. Hal ini dapat diatasi dengan menye-diakan lingkungan yang mendu-kung di sekolah, di KKG, dan dengan pendampingan. Insentif untuk guru juga dapat membantu.
Administrasi Guru: Ada masalah dengan database DAPODIK. Guru bersertifikat harus meme-nuhi persyaratan minimum agar memenuhi syarat untuk tunja-ngan profesi pendidik bulanan mereka. Peraturan sertifikasi dan sistem DAPODIK saat ini tidak memungkinkan guru untuk memasukkan kurang dari 20 siswa atau 24 jam pelajaran per minggu, yang berarti bahwa guru kelas kecil (termasuk di
sekolah-Papan nama kelas rangkap 1 dan II di SDN Suruhwadang 02.
Informasi lebih lanjut hubungi:
Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar Jl. Raya Sawahan, Blitar, Jawa Timur Telp: (0342) 801725, 805829 Fax: (0342) 800608 Kontak Person:
Drs Ari Sunaryo
(Kasie Prasarana SD) sekolah kecil) tidak dapat
memenuhi syarat untuk mendapat TPP.
Faktor Keberhasilan
Berdasarkan pengalaman Kabupaten Blitar, faktor-faktor berikut yang diidentifikasi sebagai kunci keberha-silan pembelajaran kelas rangkap.
Sekolah yang berkomitmen: Sangat penting bahwa sekolah yang dipilih adalah sekolah yang memiliki komitmen dalam pelaksanaannya, dengan kriteria berikut: (1) memiliki jumlah guru yang terbatas dan siswa di bawah SPM, (2) sekolah terisolasi - setidaknya jarak dari sekolah tetangga terdekat sekitar 3 km atau dipisahkan oleh sebuah rintangan seperti sungai dan akses jalan yang sulit, (3) komitmen yang kuat dari kepala sekolah, pengawas, dan UPTD.
Analisis penyebaran guru: Pemetaan dan analisis kebijakan yang dilakukan dalam program penataan dan pemerataan guru meningkatkan potensi
keberhasilan dari program kelas rangkap dengan membuatnya bagian yang terencana dari kebijakan pemerintah daerah.
Dukungan regulasi: Di masa lalu pada umumnya tidak ada kerang-ka peraturan yang jelas untuk
mendukung kelas rangkap, baik di tingkat kabupaten nasional atau lokal. Pemerintah pusat sekarang telah mengembangkan peraturan untuk mendukung kelas rangkap. Sementara itu, kebijakan kabupa-ten setempat seperti di Blitar sangat meningkatkan peluang sukses dalam pelaksanaannya.
Pelatihan yang baik: Melaksana-kan pelatihan pembelajaran kelas rangkap yang dirancang dengan baik dan difasilitasi oleh fasilitator yang juga berkualitas baik. Pelatihan harus mencakup: (1) pelatihan dasar dalam pembelajaran aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM), dan (2) pelatihan kelas rangkap. Modul pelatihan dari USAID PRIORITAS (untuk
belajar aktif) dan dari proyek sebelumnya, seperti USAID MBE (Managing Basic Education) untuk kelas rangkap dapat dipakai atau disesuaikan.
Pendampingan: Pelatihan harus ditindaklanjuti dengan pendam-pingan intensif oleh fasilitator untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap.
Sosialisasi: program harus dikomunikasikan dengan baik kepada semua warga sekolah dan masyarakat sekitar untuk mendapatkan dukungan.
Dukungan UPTD: UPTD memfasilitasi adanya Kelompok Kerja Guru (KKG) khusus untuk sekolah kelas rangkap. Melalui forum KKG, guru dapat mendiskusikan pengalaman
keberhasilan dan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran.
Asisten guru: Guru bantu (guru honorer) dapat dimanfaatkan oleh sekolah untuk mendukung guru kelas untuk membantu dalam pembelajaran di kelompok kecil, mendampingi Anak Berke-butuhan Khusus (ABK), anak yang lambat belajar, anak berbakat, dan lain-lain.
Insentif: Guru kelas rangkap memiliki beban kerja ekstra untuk mempersiapkan RPP dan persyaratan administrasi lengkap lainnya untuk dua tingkatan kelas. Daerah perlu memberikan insentif tambahan untuk guru.
Kepemimpinan stabil: Sangat penting bahwa kepala sekolah, pengawas dan guru tidak dipindah pada awal-awal pelaksanaan program.
Memasukkan Pembelajaran Kelas Rangkap dalam Renstra Setelah melihat implementasi dan dampak pembelajaran kelas rangkap di sekolah pilot, dinas pendidikan memasukkan pembelajaran kelas rangkap ke dalam Renstra tahun 2016-2021. Sekolah pelaksana pem-belajaran kelas rangkap akan men-dapat dukungan dari dana APBD. Berikut beberapa faktor yang
membuat Kabupaten Blitar memasukkan pembelajaran kelas rangkap dalam Renstra Pendidikan.
1. Efisiensi Biaya dari Unsur Guru Menurut Jumanto, Kepala Bidang Pendidik danTenaga Kependidikan, Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, pembelajaran kelas rangkap dapat menghemat sekitar 150 orang (untuk 50 sekolah), jika harus meng-angkat guru baru dengan menem-patkan K2 yang sebagian besar golo-ngan II b atau II c lulusan D2 dan D3 dengan gaji pokok Rp 1.750.000 per bulan. Berarti negara mengeluarkan anggaran Rp 262.500.000 per bulan atau Rp 3,15 milyar per tahun dan Pemkab tidak melakukan ini.
2. Efisiensi Biaya dari Unsur Sarana Untuk sekolah kecil disediakan ruang kelas sebanyak empat buah, jika sekolah tersebut ruang kelasnya rusak semua maka dibuatkan Ruang Kelas Baru (RKB) dengan jumlah maksimal empat ruang kelas yang baik setiap sekolah kecil, sehingga menghemat dua RKB per sekolah karena tidak perlu menyediakan enam ruang kelas. Nilai harga satu RKB sebesar Rp 121.750.000 (DAK 2015) sehingga satu sekolah berhemat Rp 243.500.000. Jika 50 sekolah yang menyelenggarakan pembelajaran kelas rangkap tidak
memerlukan tambahan RKB secara keseluruhan berhemat Rp 12,175 milyar.
3. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Pembelajaran kelas rangkap yang dilaksanakan dengan pendekatan PAKEM, dapat membuat kreativitas guru dalam mengajar menjadi lebih baik. Guru lebih inovatif memper-siapkan perangkat pembelajaran. Pembelajaran kelas rangkap juga mendorong pembelajaran teman sebaya, kakak kelas membantu adik kelasnya belajar karena bahasanya lebih mudah dimengerti. Di SDN Suruhwadang 02, siswa kelas IV, Yoga, yang sebelumnya tidak lancar mem-baca dan menulis, setelah gurunya menerapkan PAKEM dan pembe-lajaran kelas rangkap, sekarang dia sudah bisa mengajari adik kelasnya.
Papan nama kelas rangkap 1 dan II di SDN Suruhwadang 02.
Informasi lebih lanjut hubungi:
Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar Jl. Raya Sawahan, Blitar, Jawa Timur Telp: (0342) 801725, 805829 Fax: (0342) 800608 Kontak Person:
Drs Ari Sunaryo
(Kasie Prasarana SD) sekolah kecil) tidak dapat
memenuhi syarat untuk mendapat TPP.
Faktor Keberhasilan
Berdasarkan pengalaman Kabupaten Blitar, faktor-faktor berikut yang diidentifikasi sebagai kunci keberha-silan pembelajaran kelas rangkap.
Sekolah yang berkomitmen: Sangat penting bahwa sekolah yang dipilih adalah sekolah yang memiliki komitmen dalam pelaksanaannya, dengan kriteria berikut: (1) memiliki jumlah guru yang terbatas dan siswa di bawah SPM, (2) sekolah terisolasi - setidaknya jarak dari sekolah tetangga terdekat sekitar 3 km atau dipisahkan oleh sebuah rintangan seperti sungai dan akses jalan yang sulit, (3) komitmen yang kuat dari kepala sekolah, pengawas, dan UPTD.
Analisis penyebaran guru: Pemetaan dan analisis kebijakan yang dilakukan dalam program penataan dan pemerataan guru meningkatkan potensi
keberhasilan dari program kelas rangkap dengan membuatnya bagian yang terencana dari kebijakan pemerintah daerah.
Dukungan regulasi: Di masa lalu pada umumnya tidak ada kerang-ka peraturan yang jelas untuk
mendukung kelas rangkap, baik di tingkat kabupaten nasional atau lokal. Pemerintah pusat sekarang telah mengembangkan peraturan untuk mendukung kelas rangkap. Sementara itu, kebijakan kabupa-ten setempat seperti di Blitar sangat meningkatkan peluang sukses dalam pelaksanaannya.
Pelatihan yang baik: Melaksana-kan pelatihan pembelajaran kelas rangkap yang dirancang dengan baik dan difasilitasi oleh fasilitator yang juga berkualitas baik. Pelatihan harus mencakup: (1) pelatihan dasar dalam pembelajaran aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM), dan (2) pelatihan kelas rangkap. Modul pelatihan dari USAID PRIORITAS (untuk
belajar aktif) dan dari proyek sebelumnya, seperti USAID MBE (Managing Basic Education) untuk kelas rangkap dapat dipakai atau disesuaikan.
Pendampingan: Pelatihan harus ditindaklanjuti dengan pendam-pingan intensif oleh fasilitator untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap.
Sosialisasi: program harus dikomunikasikan dengan baik kepada semua warga sekolah dan masyarakat sekitar untuk mendapatkan dukungan.
Dukungan UPTD: UPTD memfasilitasi adanya Kelompok Kerja Guru (KKG) khusus untuk sekolah kelas rangkap. Melalui forum KKG, guru dapat mendiskusikan pengalaman
keberhasilan dan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran.
Asisten guru: Guru bantu (guru honorer) dapat dimanfaatkan oleh sekolah untuk mendukung guru kelas untuk membantu dalam pembelajaran di kelompok kecil, mendampingi Anak Berke-butuhan Khusus (ABK), anak yang lambat belajar, anak berbakat, dan lain-lain.
Insentif: Guru kelas rangkap memiliki beban kerja ekstra untuk mempersiapkan RPP dan persyaratan administrasi lengkap lainnya untuk dua tingkatan kelas. Daerah perlu memberikan insentif tambahan untuk guru.
Kepemimpinan stabil: Sangat penting bahwa kepala sekolah, pengawas dan guru tidak dipindah pada awal-awal pelaksanaan program.
Memasukkan Pembelajaran Kelas Rangkap dalam Renstra Setelah melihat implementasi dan dampak pembelajaran kelas rangkap di sekolah pilot, dinas pendidikan memasukkan pembelajaran kelas rangkap ke dalam Renstra tahun 2016-2021. Sekolah pelaksana pem-belajaran kelas rangkap akan men-dapat dukungan dari dana APBD. Berikut beberapa faktor yang
membuat Kabupaten Blitar memasukkan pembelajaran kelas rangkap dalam Renstra Pendidikan.
1. Efisiensi Biaya dari Unsur Guru Menurut Jumanto, Kepala Bidang Pendidik danTenaga Kependidikan, Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, pembelajaran kelas rangkap dapat menghemat sekitar 150 orang (untuk 50 sekolah), jika harus meng-angkat guru baru dengan menem-patkan K2 yang sebagian besar golo-ngan II b atau II c lulusan D2 dan D3 dengan gaji pokok Rp 1.750.000 per bulan. Berarti negara mengeluarkan anggaran Rp 262.500.000 per bulan atau Rp 3,15 milyar per tahun dan Pemkab tidak melakukan ini.
2. Efisiensi Biaya dari Unsur Sarana Untuk sekolah kecil disediakan ruang kelas sebanyak empat buah, jika sekolah tersebut ruang kelasnya rusak semua maka dibuatkan Ruang Kelas Baru (RKB) dengan jumlah maksimal empat ruang kelas yang baik setiap sekolah kecil, sehingga menghemat dua RKB per sekolah karena tidak perlu menyediakan enam ruang kelas. Nilai harga satu RKB sebesar Rp 121.750.000 (DAK 2015) sehingga satu sekolah berhemat Rp 243.500.000. Jika 50 sekolah yang menyelenggarakan pembelajaran kelas rangkap tidak
memerlukan tambahan RKB secara keseluruhan berhemat Rp 12,175 milyar.
3. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Pembelajaran kelas rangkap yang dilaksanakan dengan pendekatan PAKEM, dapat membuat kreativitas guru dalam mengajar menjadi lebih baik. Guru lebih inovatif memper-siapkan perangkat pembelajaran. Pembelajaran kelas rangkap juga mendorong pembelajaran teman sebaya, kakak kelas membantu adik kelasnya belajar karena bahasanya lebih mudah dimengerti. Di SDN Suruhwadang 02, siswa kelas IV, Yoga, yang sebelumnya tidak lancar mem-baca dan menulis, setelah gurunya menerapkan PAKEM dan pembe-lajaran kelas rangkap, sekarang dia sudah bisa mengajari adik kelasnya.