5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Kelayakan Lahan Budidaya Tambak Udang 5.1.1. Kualitas Tanah
Kualitas tanah merupakan persyaratan yang memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan baik tidaknya tanah dijadikan sebagai lahan pertambakan udang. Tanah yang baik tidak hanya mampu menahan air, akan tetapi juga harus mampu menyediakan berbagai unsur hara untuk makanan alami udang yang dibudidayakan. Parameter kualitas tanah yang digunakan sebagai syarat minimal untuk budidaya tambak udang yaitu tekstur tanah, pH, kandungan bahan organik, unsur hara dan kandungan pirit. Sedangkan parameter pendukung kualitas tanah untuk kegiatan budidaya tambak udang yaitu pHFOX
Tabel 13. Parameter kualitas tanah di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang
, KTK, Kation (K, Ca, Na, dan Mg), TSA, TAA, dan redoks. Nilai parameter kualitas tanah dapat dilihat pada Tabel 13,14, dan 15.
Parameter Satuan Kedalaman tanah (cm) Nilai yang direkomendasi-kan *) 0 – 20 > 20 - 40 pHF (H2 - O) 7.32 ± 0.35 (6.43 – 8.12) 7.08 ± 0.63 (5.11 – 8.46) 5 – 6.5 Redoks meV -160.79 ± 120.65 (-377) – (-3.00) -162.50 ± 118.02 (-366)-(-7.00) + 10 meV (-) + 50 meV BO- (C organik % 3.86 ± 4.44 (0.31 – 18.53) 4.79 ± 4.48 (0.08 – 16.77) 4 – 20 % N – Total % 0.22 ± 0.20 (0.00 – 0.76) 0.17 ± 0.19 (0.00 – 0.76) 0.4 – 0.75 P2O5 mg/l 188.08 ± 155.87 (0.00 – 546.86) 113.30 ± 131.96 (0.00 – 536.76) 30 – 60 mg/l Pirit % 0.51 ± 0.65 (0.00 – 1.96) 0.45 ± 0.51 (0.00 – 1.62) < 2 % Pasir % 60.67 ± 12.23 (40.00 – 90.00) 65.05 ± 14.23 (40.00 – 88.00) - Liat % 14.76 ± 13.34 (0.00 – 46.00) 11.71 ± 13.41 (2.00 – 60.00) - Debu % 24.57 ± 10.52 (10.00 – 46.00) 23.24 ± 11.34 (0.00 – 48.00) -
Sumber: Hasil analisis laboratorium tanah Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Maros (2008) dan Stasiun Penelitian Tanah Maros (2008) Ket : *) Poernomo (1992) ; Widigdo (2002); Taslihan A et al. (2003)
Tabel 14. Paramater kualitas tanah (KTK, K, Ca, Na, dan Mg) di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang
Parameter Satuan Nilai yang diperoleh Nilai yang direkomendasikan *) Kapasitas Tukar Kation (KTK) me/100 g 30.58 ± 15.00 (9.36 – 75.68) > 20 me/100 g K me/100 g 3.72 ± 2.29 (0.04 – 7.87) 0.5 – 1.0 me/100 g (> 500 mg/l) Ca me/100 g 32.70 ± 25.88 (2.96 – 89.47) 5.0 – 20.0 me/100 g (> 1.200 mg/l) Na me/100 g 38.82 ± 37.18 (3.96 -148.67) 0.7 – 1.0 me/100 g Mg me/100 g 22.45 ± 13.57 (4.68 – 67.18) 1.0 – 8.0 me/100 g (> 500 mg/l) Sumber: Hasil analisis laboratorium tanah Balai Riset Perikanan Budidaya Air
Payau Maros (2008) dan Stasiun Penelitian Tanah Maros (2008) Ket : *) Poernomo (1992); Widigdo (2002); Taslihan A et al. (2003)
Tabel 15. Parameter kualitas tanah (pHFOX Parameter
, TPA dan TAA) di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang
Satuan Kedalaman tanah (cm) Nilai yang direkomendasi-kan *) 0 – 20 > 20 – 40 pHFOX - 4.94± 2.29 (1.44– 8.32) 3.46 ± 2.27 (1.30 – 7.87) - TPA mol H+/th 173.41 ± 235.65 (0.00 – 771.00) 234.10 ± 263.84 (0.00 – 940.00) < 600 moh H+ TAA /ton mol H+/th 2.36 ± 7.54 (0.00 – 42.00) 4.79 ± 13.35 (0.00 – 72.00) < 40 H+/ton Sumber: Hasil analisis laboratorium tanah Balai Riset Perikanan Budidaya Air
Payau Maros (2008) dan Stasiun Penelitian Tanah Maros (2008) Ket : TPA = Total potential acidity; TAA = Total actual acidity ; pHFOX = Post
Oxidation pH of Soil Sample ; *) Mustafa et al. (2004)
Penjelasan masing – masing parameter kualitas tanah hasil pengukuran sebagai berikut :
Derajat Keasaman Tanah (pH H2
Tanah yang produktif untuk dijadikan tambak adalah tanah yang mempunyai pH netral sampai basa, dimana tanah seperti ini kaya akan garam nutrien yang dapat merangsang pertumbuhan pakan alami. pH tanah berpengaruh
terhadap kesuburan air tambak karena menentukan kelarutan unsur hara dalam air (Widigdo 2002).
Pada Tabel 13 terlihat bahwa hasil pengukuran langsung dilapangan diperoleh nilai pHF (H2O) yang cukup tinggi baik tanah tambak kedalaman 0 – 20 cm dan > 20 – 40 cm masing – masing 7.32 ± 0.35 (6.43 – 8.12) dan 7.08 ± 0.63 (5.11 – 8.46). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemasaman aktif tambak relatif rendah pada saat pengukuran dilakukan. Setelah dioksidasi dengan larutan peroksida (H2O2
Hasil pengukuran menunjukkan nilai parameter pH
) 30 % terjadi penurunan tajam hingga pH mencapai 1.44 (kedalaman 0-20 cm) dan 1.30 (kedalaman > 20 – 40 cm) (Tabel 15). Hal ini menjadi informasi yang menarik tentang adanya potensi kemasaman yang masih tersimpan dalam partikel tanah tambak yang sewaktu – waktu dapat bangkit jika didukung oleh kondisi alamiah atau bisa juga disebabkan oleh perlakuan pembudidaya tambak, terutama pada saat proses pengeringan dan penggalian/pembalikan tanah.
F (H2O) tanah tambak masih layak untuk budidaya tambak udang sesuai dengan nilai yang direkomendasikan yaitu 5.0 – 8.5 (Ilyas et al.1987; Boyd dan Musig 1992; Poernomo 1992; Baliao 2000; Taslihan et al.2003). Tanah tambak dengan pH antara 5.0 – 8.5 digolongkan oleh Karthik et al. (2005) sebagai slight karena nilai pH tanah tersebut tergolong baik dan penghambatnya sangat mudah sekali diatasi (Pantjara dan Sahib 2008; Mustafa dan Rachmansyah 2008).
Tekstur Tanah
Komposisi partikel tanah tambak di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang (kedalaman 0 – 20 cm) terdiri partikel pasir berkisar antara 40.00 – 90.00 % (60.67 ± 12.23), partikel debu berkisar antara 10.00 – 46.00 % (24,57 ± 10,52), dan partikel liat berkisar antara 0.00 – 46.00 % (14.76 ± 13.34). Sedangkan komposisi partikel tanah tambak (kedalaman > 20 – 40 cm) terdiri dari partikel pasir berkisar antara 40.00 – 88.00 % (65.05 ± 14.23), partikel debu berkisar antara 0.00 – 48.00 % (23.24 ± 11.34), dan partikel liat berkisar antara 2.00 – 60.00 % (11.71 ± 13.41) (Tabel 13).
Hasil analisis struktur tanah berdasarkan tingkat sodisitas tanah dengan menggunakan persamaan SAR (Sodium Adsorbtion Rate) = Na+ x [0.5 (Ca2+ + Mg2+ )]-0.5 = X me.1-1, diperoleh nilai SAR (Sodium Adsorbsium Rate) sebesar 7.39 me.1-1
Kondisi struktur tanah seperti ini masih dapat dilakukan pembuatan kontruksi tambak serta saluran irigasi, dengan syarat pematang tambak dan saluran irigasi harus dibuat agak lebih lebar (Mustafa dan Rachmansyah 2008; Afrianto dan Liviawaty 1991; Taslihan et al. 2003). Selain itu, dipergunakan juga kontruksi penahan pematang tambak. Pada tambak udang intensif, penguatan kontruksi pematang tambak dapat mempergunakan bilah – bilah bambu atau semen yang ditempatkan pada sisi bagian dalam dan luar pematang tambak. Penguatan ini dimaksudkan agar tambak dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan pada tambak tradisional, penguatan kontruksi pematang tambak dapat dilakukan dengan menanam mangrove dibagian sisi dalam dan luar pematang tambak dan saluran irigasi. Mangrove dengan perakaran yang kuat diharapkan dapat memperkuat kontruksi pematang dan saluran irigasi sehingga tidak mudah rusak.
. Nilai ini menunjukkan bahwa struktur tanah tambak di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang tergolong struktur tanah fasa sodik (Buring P 1983; Ahern 1998). Pada tanah dengan struktur fasa sodik, konsentrasi natrium (Na) yang tinggi pada kompleks jerapan tanah dapat menyebabkan rusaknya struktur tanah. Akibat lebih lanjut agregat tanah yang merupakan daya kohesi internal tanah akan menjadi lemah sehingga tanah mudah hancur (Buringh P 1983; Ahern 1998).
Gambar 25. Penggunaan bilah – bilah bambu pada tambak udang di Kecamatan Mangara Bombang serta alternatif penguatan kostruksi pematang baik dengan melapisi dinding pematang dengan semen maupun dengan melakukan penanaman mangrove disekitar pematang tambak (perakaran mangrove yang kuat diharapkan memperkuat pematang tambak)
Hasil pengukuran kandungan C - organik tanah tambak (kedalaman 0 – 20 cm) berkisar antara 0.31 – 18.53 % (3.86 ± 4.44) dan kandungan C – organik tanah tambak (kedalaman > 20 – 20 cm) berkisar antara 0.08 – 16.77 % (4.79 ± 4.48) (Tabel 13). Kandungan bahan organik tanah tambak ini masih layak untuk budidaya udang berdasarkan nilai yang direkomendasikan yaitu 4.0 – 20.0 % (Poernomo 1992; Widigdo 2002). Pada tambak yang nilai kandungan bahan organiknya masih rendah masih diperlukan penambahan pupuk organik sedangkan pada tambak yang nilai kandungan bahan organiknya sudah layak atau sesuai tidak diperlukan lagi penambahan pupuk organik. Keberadaan bahan organik tanah dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) serta daya serap tanah terhadap basa – basa (Soepardi 1983; Hanafiah 2004). Kandungan bahan organik tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan algae dasar, karena merupakan sumber nitrogen, dimana makin tinggi kandungan bahan organik tanah maka C-Organik Tanah
makin tinggi pula jumlah nitrogen yang terdapat dalam tanah sehingga pertumbuhan algae dasar akan semakin baik Tetapi di sisi lain, kandungan bahan organik tanah yang berlebihan dapat membahayakan komoditas yang dibudidayakan, karena dalam proses penguraian algae dasar yang mati selalu membutuhkan oksigen dan akibatnya akan menimbulkan gas beracun seperti CO2, H2S, dan NH3 (Boyd 1995).
Nitrogen (N-Total) dan Fosfor (P2O5
Hasil pengukuran kandungan nitrogen (N-total) tanah tambak (kedalaman 0 – 20 cm) berkisar antara 0.00 – 0.76 % (0.22 ± 0.20) dan kandungan nitrogen (N-total) tanah tambak (kedalaman > 20 – 40 cm) berkisar antara 0.00 – 0.76 % (0.17 ± 0.19)(Tabel 13). Kandungan nitrogen (N-total) tanah tambak ini tergolong rendah atau kurang subur untuk budidaya udang dari nilai yang direkomenasikan yaitu 0.40 – 0.70 % (Poernomo 1992; Widigdo 2002). Karena itu, masih diperlukan pengolahan tanah serta pemberian pupuk untuk meningkatkan kandungan nitrogen (N-total) tanah. Kandungan nitrogen merupakan salah satu petunjuk tingkat kesuburan tanah tambak, karena makin besar kandungan unsur nitrogen dalam tanah, maka makin tinggi pertumbuhan algae dasar di tambak (Soepardi 1983; Effendi 2003; Hanafiah 2004).
)
Kandungan fosfor (P2O5) tanah tambak (kedalaman 0 – 20 cm) berkisar antara 0.00 – 546.86 mg/l (180.08 ± 152.87) dan kandungan fosfor (P2O5) tanah tambak (kedalaman > 20 – 40 cm) berkisar antara 0.00 – 536.76 mg/l (113.30 ± 131.96)(Tabel 13). Kandungan fosfor (P2O5) tanah tambak di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang cukup tinggi, dimana kandungan fosfor yang sesuai atau ideal berkisar antara 30 – 60 mg/l. Ketersediaan fosfat lebih besar 60 mg/l dalam tanah tambak dapat digolongkan sebagai slight atau tergolong baik dengan faktor pembatas yang sangat mudah diatasi (Karthik et al. 2005).
Hasil pengukuran Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah tambak berkisar antara 9.36 – 75.68 me/100 g (30.58 ± 15.00)(Tabel 14). Unsur Kapasitas Tukar Kation (KTK) ini penting dalam budidaya tambak udang, karena menentukan kemampuan tanah dalam mengabsorbsi elektrolit – elektrolit, seperti NH
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
serta unsur – unsur lain yang bersifat racun yang membahayakan bagi organisme yang dibudidayakan. Nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah tambak di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang masih tergolong cukup baik untuk budidaya tambak udang berdasarkan nilai yang direkomendasikan yaitu > 20 me/100 g (Poernomo 1992; Widigdo 2002).
Ketersediaan unsur hara makro seperti K, Ca, Na, dan Mg dalam tanah merupakan indikator tingkat kesuburan tanah. Hasil pengukuran kandungan Kalium (K) tanah tambak berkisar antara 0.04 – 7.87 me/100 g (3.72 ± 2.29)(Tabel 14). Nilai Kalium (K) tanah tambak di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang sebagian besar tergolong cukup tinggi untuk budidaya tambak udang dari nilai yang direkomendasikan yaitu 0.5 – 1.0 me/100 g (> 500 mg/l) (Poernomo 1992; Widigdo 2002). Sumber utama Kalium (K) berasal dari air laut yang masuk ke dalam tambak udang bersamaan dengan terjadinya waktu pasang. Kalium (K) ini dapat diserap oleh algae dasar dalam bentuk K
Unsur Hara Makro (K, Ca, Na, dan MG)
+
Hasil pengukuran kandungan Kalsium (Ca) dalam tanah tambak berkisar antara 2.96 – 89.47 me/100 g (32.70 ± 25.88)(Tabel 14). Kandungan Kalsium (Ca) tanah tambak di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang tergolong cukup tinggi untuk budidaya tambak udang dari nilai yang direkmendasikan yaitu 5.0 – 20.0 me/100 g ( >1.200 mg/l) (Poernomo 1992; Widigdo 2002). Ketersediaan Kalsium (Ca) ini akan berpengaruh langsung terhadap kualitas serta proses moulting (pergantian kulit) udang di tambak. Unsur Kalsium (Ca) ini akan dimanfaatkan juga oleh algae dasar dalam bentuk Ca
dari tanah, dimana fungsi utama Kalium (K) ini adalah untuk pembentukan karbohidrat dan khlorofil bagi algae dasar. Kandungan Kalium (K) dalam tanah tambak dapat digunakan untuk menduga produktivitas algae dasar di tambak.
++
Hasil pengukuran kandungan Natrium (Na) tanah tambak bervariasi antara 3.96 – 148.67 me/100 g (38.82 ± 37.18)(Tabel 14). Nilai Natrium (Na) yang diperoleh tergolong cukup tinggi bagi budidaya tambak udang dari nilai yang direkomendasikan yaitu 0.7 – 1.0 me/100 g. Peningkatan unsur Natrium (Na) dalam tanah dapat merubah struktur tanah tambak dan selanjutnya juga dapat mempengaruhi pertumbuhan komoditas yang dibudidayakan (Giap et al. 2005).
Hasil analisis unsur Magnesium (Mg) diperoleh bervariasi antara 4.68 – 67.18 me/100g (22.45 ± 13.57)(Tabel 14). Nilai kandungan Magnesium (Mg) ini tergolong tinggi untuk budidaya tambak udang dari nilai yang direkomendasikan yaitu 1.0 – 8.0 me/100 g ( > 500 mg/l) (Poernomo 1992 ;Widigdo 2002).
Hasil pengukuran redoks potensial tanah tambak (kedalaman 0 – 20 cm) berkisar antara (377)-(3.00) meV (-160.79 ± 120.65) dan tanah tambak (kedalaman > 20 – 40 cm) berkisar antara (-366) – (-7.00) meV (-162.50 ± 118.02)(Tabel 13). Nilai redoks potensial pada tambak intensif tergolong cukup baik untuk budidaya tambak udang sedangkan nilai redoks potensial pada tambak tradisional cukup rendah, dimana nilai dimana redoks potensial yang sesuai untuk budidaya tambak udang yaitu +10 meV (-) + 50 meV (Taslihan et al. 2003; Widigdo 2002). Pada tanah tambak intensif proses pengeringan serta pengolahan tanah dilakukan dengan baik sedangkan pada sebagian besar tambak tradisional proses pengeringan dan pengolahan tanah tidak dilakukan secara maksimal sehingga tambak biasanya masih terendam air. Tanah yang terendam air biasanya menyebabkan pori – pori tanah terisi air sehingga kekurangan oksigen dan tanah cenderung bersifat reduktif. Apabila kondisi ini berlangsung lama akan menyebabkan terbentuknya besi ferro, sulfida, CO
Redoks Potensial dan Kandungan Pirit Tanah
2 dan asam organik yang dapat meracuni udang yang dibudidayakan. Meningkatnya redoks potensial dalam tanah juga disebabkan oleh pengaruh O2 atmosfir yang masuk ke dalam tanah, yang awalnya dalam keadaan tereduksi menjadi teroksidasi kembali, dimana kondisi ini menghasilkan H+
Hasil pengukuran kandungan pirit tanah tambak (kedalaman 0 – 20 cm) bervariasi antara 0,00 – 1.96 % (0.51 ± 0.65) dan kandungan pirit tanah tambak (kedalaman > 20 - 40 cm) bervariasi antara 0.00 – 1.62 % (0.45 ± 0.51)(Tabel 13). Pirit terbentuk karena adanya besi dan bahan organik tanah serta adanya sulfat yang diubah menjadi sulfida oleh mikroba (Pantjara dan Sahib 2008). Nilai kandungan pirit ini merupakan faktor ekstrim yang dapat membahayakan kehidupan organisme budidaya (Poernomo 1992). Kandungan pirit tanah tambak di wilayah pesisir Kecamatan Mangara masih tergolong layak untuk budidaya dan merupakan sumber kemasaman tanah (Simpson dan Pedini 1985 diacu dalam Hanafiah 2005).
tambak udang sesuai dengan nilai yang direkomendasikan < 2 % (Poernomo 1992; Widigdo 2002). Kandungan pirit yang tinggi berpotensi untuk meningkatkan Fe2+ dan SO4= serta memasamkan air tambak (Pantjara dan Sahib 2008; Mustafa dan Rachmansyah 2008).
Total kemasaman potensial/Total potential acidity (TPA) tanah tambak (kedalaman 0 – 20 cm) bervariasi antara 0.00 – 771.00 (173.41 ± 235.65) dan Total kemasaman potensial/Total potential acidity (TPA) tanah tambak (kedalaman > 20 – 40 cm) bervariasi antara 0.00 – 940.00 (234.10 ± 263.83) mol H
Total Kemasaman Aktual dan Potensial Tanah
+
/ton (Tabel 15). Sedangkan total kemasaman aktual/Total Actual Acidity (TAA)
tanah tambak (kedalaman 0 – 20 cm) bervariasi antara 0.00 – 42.00 (2.36 ± 7.54) mol H+/ton dan total kemasaman akual/ Total Actual Acidity (TAA) tanah tambak (kedalaman > 20 – 40 cm) bervariasi antara 0.00 – 72.00 (4.79 ± 13.35) mol H+
Nilai kemasaman potensial Total potential acidity (TPA) yang sesuai untuk budidaya tambak udang < 600 moh H
/ton (Tabel 15).
+
/ton dan nilai kemasaman aktual
/Total Actual Acidity (TAA) tanah tambak yang sesuai untuk budidaya tambak
udang < 40 H+/ton (Mustafa et al. 2004). Berdasarkan hal ini, maka nilai kemasaman potensial dan kemasaman aktual tanah tambak di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang sebagian besar masih berada dalam batas yang layak untuk budidaya udang. Ada beberapa nilai total kemasaman potensial/Total
potential acidity (TPA) dan kemasaman aktual /Total Actual Acidity (TAA) yang
tinggi, karena sampel tanah tersebut di ambil pada daerah hutan mangrove yang dikonversi menjadi lahan pertambakan. Pada kondisi tambak yang berada pada bekas lahan mangrove dapat diaplikasikan teknik remediasi (pengapuran) untuk menetralkan total potensi kemasaman yang ada. Kebutuhan kapur diestimasi dengan pendekatan Ahern (1998) bahwa untuk 1 mol CaCO3 akan menetralkan 2 mol H+ (1 mol CaCO3 = 100.0872 g), 1 mol H2SO4 adalah ekuivalen dengan 2 mol H+, sehingga 1 bagian CaCO3 = 1 bagian H2SO4 (berat). Untuk nilai rata – rata Total potential acidity (TPA) 173.41 – 234.10 mol H+/ton, maka akan dibutuhkan sebanyak 86.71 – 117.05 mol CaCO3 atau 8.67 – 11.70 kg CaCO3 untuk menetralkan rata – rata 1 ton tanah tambak.
Secara umum parameter kualitas tanah di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang mendukung untuk kegiatan budidaya tambak udang berdasarkan kriteria (Poernomo 1992; Boyd dan Musig 1992; Ilyas el al. 1997; Baliao 2000; Widigdo 2002; Taslihat et al. 2003; Mustafa et al. 2004)
5.1.2. Kesesuaian Lahan Budidaya Tambak Udang
Kegiatan budidaya tambak udang di wilayah Kecamatan Mangara Bombang sangat ditentukan oleh penilaian kesesuaian lahannya. Analisis kesesuaian lahan untuk pengembangan budidaya tambak udang didasarkan pada beberapa parameter yang disesuaikan dengan kondisi spesifik wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang dengan menggunakan pendekatan Index Overlay Model.
Proses penentuan kesesuaian lahan dilakukan dengan membandingkan parameter penentu kesesuaian lahan dengan kondisi eksisting, melalui teknik tumpang susun (overlay) dan analisis tabular dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Perencanaan ruang secara spasial ini akan menempatkan kegiatan budidaya tambak udang sesuai dengan karakteristik wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang, sehingga diharapkan dapat menghasilkan produksi yang optimal dan berkelanjutan.
Penetapan kawasan jalur hijau (green belt) di sekitar wilayah pantai maupun sungai terlebih dahulu dilakukan sebelum ditentukan kawasan yang dialokasikan untuk kegiatan pertambakan udang intensif/semi intensif dan tradisional/tradisional plus. Keputusan Presiden (Keppres) No. 32 tahun 1992 tentang pengelolaan kawasan lindung dijelaskan bahwa untuk pengelolaan hutan mangrove ditetapkan beberapa ketentuan sebagai berikut : (a) perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai yaitu berupa daratan yang lebarnya minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat (pasal 13 dan 14) , atau paling sedikit selebar 130 x rata – rata tunggang pasang purnama (MHHWS), dan (b) perlindungan terhadap sempadan sungai untuk melindungi sungai agar fungsi sungai dan kualitas airnya tidak terganggu, yaitu sekurang kurangnya 100 meter dari kiri - kanan sungai besar dan 50 meter kiri - kanan sungai kecil atau 10 – 50 meter dari sungai yang terletak di kawasan pemukiman (pasal 15 dan 16).
4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 783000 783000 9 3 8 7 0 0 0 938 7 0 0 0 9 3 9 6 0 0 0 939 6 0 0 0 SELAT MAKASSAR TELUK LAIKANG KABUPATEN JENEPONTO KECAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KECAMATAN MAPPAKASUNGGU 0-2 % > 10 % > 2 - 10 % Batas Kabupaten Batas Kecamatan Laut Sungai Sungai Jalan lokal Pemukiman KEMIRINGAN LAHAN Sumber :
Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1:50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000) Peta Kemampuan Tanah Kab. Takalar, BPN Prop.Sulawesi Selatan (2008) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005)
4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 783000 783000 9 3 8 7 0 0 0 93 8 7 0 0 0 9 3 9 6 0 0 0 93 9 6 0 0 0 SELAT MAKASSAR TELUK LAIKANG KABUPATEN JENEPONTO KECAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KECAMATAN
MAPPAKASUNGGU KANDUNGAN LIAT TANAH
0.01 - 5.05 % > 10.08 - 15.11 % Batas Kabupaten Batas Kecamatan Laut Sungai Sungai Jalan lokal Pemukiman > 5.05 - 10.08 % > 40.28 - 45.31 % > 35.25 - 40.28 % > 30.21 - 35.25 % > 25.18 - 30.21 % > 20.15 - 25.18 % > 15.11 - 20.15 % Sumber :
Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005) Hasil Analisis Data Lapangan (2008)
Berdasarkan hal ini dan dengan mempertimbangkan kondisi pasang surut di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang sebesar 0.9983 meter (hasil analisis, 2008), maka kawasan pantai selebar kurang lebih 130 meter dari garis pantai ke arah darat tidak dialokasikan sebagai kawasan pertambakan udang, dimana kawasan ini dijadikan sebagai kawasan sempadan pantai (green belt). Kemudian kawasan selebar 50 meter di kiri dan kanan sungai dialokasikan sebagai kawasan sempadan sungai. Selain itu, pemukiman penduduk, mangrove, jalan yang berada di kawasan studi juga tidak dialokasikan untuk pertambakan udang. Total luas wilayah Kecamatan Mangara Bombang 10 050 ha, terdiri dari 9232.851 ha (tambak, semak belukar, tegalan, kebun, pemukiman, hutan mangrove, dan sawah) dan penutupan perairan 817.149 ha (sungai)(BPN Provinsi Sulawesi Selatan 2008; Hasil analisis SIG 2008).
5.1.2.1. Kesesuaian lahan budidaya tambak udang intensif/semi intensif Penilaian kesesuaian lahan sebagai faktor penentu dalam pengembangan usaha tambak udang intensif/semi intensif di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang didasarkan atas beberapa parameter kesesuaian sebagai berikut: kemiringan lahan, kandungan liat tanah, penggunaan lahan, ketinggian lahan, jarak dari pantai, jarak dari sungai, salinitas, kedalaman solum tanah, pH tanah, bahan organik tanah, dan pirit tanah.
4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 783000 783000 9 3 7 8 0 0 0 93 7 8 0 0 0 9 3 8 7 0 0 0 9387 0 0 0 9 3 9 6 0 0 0 9396 0 0 0 SELAT MAKASSAR TELUK LAIKANG KABUPATEN JENEPONTO KEAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KECAMATAN
MAPPAKASUNGGU PENGGUNAAN LAHAN
Kebun campuran Mangrove Pemukiman Sawah Semak belukar Sungai Tambak Tegalan Batas Kabupaten Sungai Batas Kecamatan Jalan lokal Laut Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 :50.000) Peta Penggunaan Lahan Kab.Takalar , BPN Prop.Sul-Sel (2008) Peta Administrasi Kab. Takalar (2006) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005)
4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 9 3 8 7 0 0 0 9387000
JARAK DARI PANTAI
300 m 600 m 900 m 1200 m Garis pantai Sumber :
Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 Hasil Pengamatan Lapangan (2008)
2 0 2 4 6 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 9 3 8 70 0 0 93 8 70 0 0
JARAK DARI SUNGAI
Sungai 200 m 400 m 600 m
Sumber :
Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52(Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5(Skala 1 : 50.000) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005) Hasil Pengamatan Lapangan (2008)
4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 783000 783000 9 3 8 7 0 0 0 93 8 7 0 0 0 9 3 9 6 0 0 0 9396 0 0 0 SELAT MAKASSAR TELUK LAIKANG KECAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KABUPATEN JENEPONTO KECAMATAN MAPPAKASUNGGU 0.00 - 2.10 m > 2.10 - 5.21 m > 5.21 - 9.32 m > 9.32 - 13.42 m Batas Kabupaten Batas Kecamatan Laut Sungai Sungai Jalan lokal Pemukiman Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000) Peta Kemampuan Tanah Kab. Takalar,BPN Prop. Sul-Sel (2008) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005) Hasil Analisis Data Lapangan (2008)
KETINGGIAN LAHAN 4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 783000 783000 9 3 8 7 0 0 0 93870 0 0 9 3 9 6 0 0 0 93 9 6 0 0 0 > 13.22 - 18.26 o/oo > 18.26 - 23.30 o/oo > 23.30 - 28.34 o/oo > 28.34 - 33.38 o/oo 3.14 - 8.18 o/oo > 33.38 - 38.42 o/oo > 38.42 - 43.45 o/oo > 43.45 - 48.49 o/oo > 8.18 - 13.22 o/oo Batas Kabupaten Batas Kecamatan Laut Sungai Sungai Jalan lokal Pemukiman SALINITAS Sumber :
Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 :50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 :50.000) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005) Hasil Analisis Data Lapangan (2008)
TELUK LAIKANG KABUPATEN JENEONTO KECAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KECAMATAN MAPPAKASUNGGU SELAT MAKASSAR 4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 783000 783000 9 3 8 7 0 0 0 93 8 7 0 0 0 9 3 9 6 0 0 0 939 6 0 0 0 10.03 - 31.13 cm > 115.55 - 136.65 cm > 178.86 - 199.97 cm > 157.76 - 178.86 cm > 136.65 - 157.76 cm > 94.45 - 115.55 cm > 73.34 - 94.45 cm > 52.24 - 73.34 cm > 31.13 - 52.24 cm Batas Kabupaten Batas Kecamatan Laut Sungai Sungai Jalan lokal Pemukiman
KEDALAMAN SOLUM TANAH
SELAT MAKASSAR TELUK LAIKANG KECAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KABUPATEN JENEPONTO KECAMATAN MAPPAKASUNGGU Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000) Peta Kemampuan Tanah Kab. Takalar, BPN Prop.Sul-Sel (2008) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005) Hasil Analisis Data Lapangan (2008)
Layer penggunaan lahan Layer ketinggian lahan
Layer jarak dari pantai Layer jarak dari sungai
4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 783000 783000 9 3 8 7 0 0 0 938 7 0 0 0 9 3 9 6 0 0 0 93 9 6 0 0 0 pH TANAH SELAT MAKASSAR TELUK LAIKANG KABUPATEN JENEPONTO KECAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KECAMATAN MAPPAKASUNGGU 3.50 - 4.10 > 4.10 - 4.70 > 4.70 - 5.30 > 5.30 - 5.90 > 5.90 - 6.50 > 6.50 - 7.10 > 7.10 - 7.70 > 7.70 - 8.30 > 8.30 - 8.90 Batas Kabupaten Batas Kecamatan Laut Sungai Sungai Jalan lokal Pemukiman Sumber :
Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005)
Hasil Analisis Data Lapangan (2008) 4 0 4 8 Kilometers
N E W S 765000 765000 774000 774000 783000 783000 9 3 8 7 0 0 0 938 7 0 0 0 9 3 9 6 0 0 0 93 9 6 0 0 0 >11.75 - 13.65 % >13.65 - 15.55 % >15.55 - 17.45 % > 2.26 - 4.16 % > 4.16 - 6.06 % > 6.06 - 7.96 % > 7.96 - 9.85 % > 9.85 - 11.75 % 0.37 - 2.26 % Batas Kabupaten Batas Kecamatan Laut Sungai Sungai Jalan lokal Pemukiman SELAT MAKASSAR TELUK LAIKANG KECAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KECAMATAN MAPPAKASUNGGU KABUPATEN JENEPONTO
BAHAN ORGANIK TANAH
Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005) Hasil Analisis Data Lapangan (2008)
4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 783000 783000 9 3 8 7 0 0 0 93 8 7 0 0 0 9 3 9 6 0 0 0 939 6 0 0 0 0.00 - 0.59 % >0.59 - 1.18 % >1.18 - 1.76 % >1.76 - 2.35 % >2.35 - 2.94 % >2.94 - 3.53 % >3.53 - 4.12 % >4.12 - 4.71 % >4.71 - 5.30 % Batas Kabupaten Batas Kecamatan Laut Sungai Sungai Jalan lokal Pemukiman PIRIT TANAH Sumber :
Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005) Hasil Analisis Data Lapangan (2008)
SELAT MAKASSAR TELUK LAIKANG KECAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KECAMATAN MAPPAKASUNGGU KABUPATEN JENEPONTO
Layer pH tanah Layer bahan organik tanah
Layer pirit tanah
Gambar 26. Layer/peta tematik analisis kesesuaian lahan tambak udang intensif/semi intensif di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang
Proses tumpangsusun masing – masing parameter kesesuaian lahan tambak udang intensif/semi intensif dapat dilihat pada Gambar 27 di bawah ini :
Gambar 27. Layer dan tahapan operasi tumpang susun (overlay operation) kesesuaian lahan tambak udang udang intensif/semi intensif
Nilai indeks tumpangsusun dan luas area dalam setiap proses tumpang susun kesesuaian lahan tambak udang intensif/semi intensif dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Nilai indeks tumpang susun dan luas area dalam setiap proses tumpang susun kesesuaian lahan tambak udang intensif/semi intensif
Tumpang susun
(overlay)
Indeks
tumpang susun Luas area (ha)
SS S KS SS S KS KLKLT 2.35- 3.00 1.68-2.34 1.00- 1.67 4770.757 591.247 3250.638 KLKLTPL 2.35- 3.00 1.68-2.34 1.00- 1.67 3435.756 1572.291 3604.595 KLKLTPLKTL 2.35- 3.00 1.68-2.34 1.00- 1.67 1383.522 680.151 6548.969 Kemiringan lahan Kandungan liat Penggunaan lahan Ketinggian lahan Jarak dari pantai
(Buffer 300,600,900,1200 m)
Jarak dari sungai
(Buffer 200,400,600 m)
Salinitas
Kedalaman solum tanah pH tanah
Bahan organik tanah Pirit tanah
Luas lahan yang sesuai untuk tambak udang intensif/semi intensif
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 KLKL T KLK LTP L KLK LTP LKTL KLK LTP LKTLJ P KLK LTP LK TLJ PJS KLK LTP LKTLJ PJS S KLK LTP LK TLJ PJS SK ST KLK LTP LKTLJ PJS SK STp HT KLK LTP LK TLJ PJS SK STp HTB OT KLK LTP LKTLJ PJS SKS TpH TB OTP T 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 Sangat sesuai (SS) Sesuai (S) Kurang sesuai (KS) Indeks SS Indeks S Indeks KS KLKLTPLKTLJP 2.35- 3.00 1.68-2.34 1.00- 1.67 300.609 1748.195 1026.200 KLKLTPLKTLJPJS 2.22- 2.54 1.88-2.21 1.53- 1.87 224.452 799.414 2051.138 KLKLTPLKTLJPJSS 2.19- 2.56 1.82-2.18 1.44- 1.81 170.325 1248.430 1656.249 KLKLTPLKTLJPJSS KST 2.19- 2.56 1.82-2.18 1.44- 1.81 780.898 1210.710 1083.396 KLKLTPLKTLJPJSS KSTpHT 2.55- 3.00 2.08-2.54 1.60- 2.07 833.720 215.242 2026.042 KLKLTPLKTLJPJSS KSTpHTBOT 2.35- 3.00 1.68-2.34 1.00- 1.67 436.454 321.351 2317.199 KLKLTPLKTLJPJSS KSTpHTBOTPT 2.35- 3.00 1.68-2.34 1.00- 1.67 894.284 663.071 1517.649 Sumber : Hasil analisis SIG (2008)
Ket: KL = Kemiringan lahan; KLT = Kandungan liat tanah; PL = Penggunaan lahan; KTL = Ketinggian lahan; JP = Jarak dari pantai; JS = Jarak dari sungai; S = Salinitas ; KST = Kedalaman solum tanah; pHT = pH tanah; BOT = Bahan organik tanah; PT = Pirit tanah.
SS = Sangat sesuai; S = Sesuai; KS = Kurang sesuai
Grafik proses tumpangsusun kesesuaian lahan tambak udang intensif/semi intensif dapat dilihat pada Gambar 28.
Gambar 28. Grafik proses tumpangsusun kesesuaian lahan tambak udang intensif/semi intensif di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang
Ket: KL = Kemiringan lahan; KLT = Kandungan liat tanah; PL = Penggunaan lahan; KTL = Ketinggian lahan; JP = Jarak dari pantai; JS = Jarak dari sungai; S = Salinitas ; KST = Kedalaman solum tanah; pHT = pH tanah; BOT = Bahan organik tanah; PT = Pirit tanah.
4 0 4 8 Kilometers N E W S 760000 760000 765000 765000 770000 770000 775000 775000 780000 780000 9 3 8 0 0 0 0 93 8 0 0 0 0 9 3 8 5 0 0 0 93 8 5 0 0 0 9 3 9 0 0 0 0 93 9 0 0 0 0 9 3 9 5 0 0 0 93 9 5 0 0 0
PETA KESESUAIAN LAHAN TAMBAK UDANG INTENSIF/SEMI INTENSIF DI WILAYAH PESISIR KECAMATAN MANGARA BOMBANG
Pemanfaatan lain
Sempadan pantai dan sungai Kurang sesuai (1517.649 ha) Sangat sesuai (894.284 ha) Sesuai (663.071 ha) Kesesuaian : Batas kabupaten Batas kecamatan Laut Jalan Sungai kecil Sungai besar Mangrove Pemukiman SELAT MAKASSAR TELUK LAIKANG KABUPATEN JENEPONTO KECAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KECAMATAN MAPPAKASUNGGU Sumber :
Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia(LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000)
Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Takalar, BPNProvinsi Sul-Sel (2008) Peta Kemampuan Tanah Kabupaten Takalar, BPNProvinsi Sul-Sel (2008) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005)
Hasil Analisis Data Lapangan (2008)
Peta kesesuaian lahan tambak udang intensif/semi intensif dapat dilihat pada Gambar 29.
Gambar 29. Peta kesesuaian lahan budidaya tambak udang intensif/semi intensif di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang (sumber : Hasil analisis SIG 2008)
5.1.2.2. Kesesuaian lahan budidaya tambak udang tradisional/tradisional plus
Penilaian kesesuaian lahan sebagai faktor penentu dalam pengembangan usaha tambak udang tradisional/tradisional plus di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang juga didasarkan atas beberapa parameter kesesuaian sebagai berikut: kemiringan lahan, kandungan liat tanah, penggunaan lahan, ketinggian lahan, jarak dari pantai, jarak dari sungai, salinitas, kedalaman solum tanah, pH tanah, bahan organik tanah, dan pirit tanah. Parameter yang digunakan sebagai dasar penilaian kesesuaian lahan tambak udang tradisional/tradisional plus di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang pada dasarnya sama dengan
4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 783000 783000 9 3 8 7 0 0 0 93 8 7 0 0 0 9 3 9 6 0 0 0 939 6 0 0 0 SELAT MAKASSAR TELUK LAIKANG KABUPATEN JENEPONTO KECAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KECAMATAN MAPPAKASUNGGU 0-2 % > 10 % > 2 - 10 % Batas Kabupaten Batas Kecamatan Laut Sungai Sungai Jalan lokal Pemukiman KEMIRINGAN LAHAN Sumber :
Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1:50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000) Peta Kemampuan Tanah Kab. Takalar, BPN Prop.Sulawesi Selatan (2008) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005)
4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 783000 783000 9 3 7 8 0 0 0 9378 0 0 0 9 3 8 7 0 0 0 9387 0 0 0 9 3 9 6 0 0 0 9396 0 0 0 SELAT MAKASSAR TELUK LAIKANG KABUPATEN JENEPONTO KEAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KECAMATAN
MAPPAKASUNGGU PENGGUNAAN LAHAN
Kebun campuran Mangrove Pemukiman Sawah Semak belukar Sungai Tambak Tegalan Batas Kabupaten Sungai Batas Kecamatan Jalan lokal Laut Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 :50.000) Peta Penggunaan Lahan Kab.Takalar , BPN Prop.Sul-Sel (2008) Peta Administrasi Kab. Takalar (2006) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005)
4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 783000 783000 9 3 8 7 0 0 0 9387 0 0 0 9 3 9 6 0 0 0 939 6 0 0 0 SELAT MAKASSAR TELUK LAIKANG KABUPATEN JENEPONTO KECAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KECAMATAN
MAPPAKASUNGGU KANDUNGAN LIAT TANAH
0.01 - 5.05 % > 10.08 - 15.11 % Batas Kabupaten Batas Kecamatan Laut Sungai Sungai Jalan lokal Pemukiman > 5.05 - 10.08 % > 40.28 - 45.31 % > 35.25 - 40.28 % > 30.21 - 35.25 % > 25.18 - 30.21 % > 20.15 - 25.18 % > 15.11 - 20.15 % Sumber :
Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005) Hasil Analisis Data Lapangan (2008)
4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 783000 783000 9 3 8 7 0 0 0 9387 0 0 0 9 3 9 6 0 0 0 93 9 6 0 0 0 SELAT MAKASSAR TELUK LAIKANG KECAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KABUPATEN JENEPONTO KECAMATAN MAPPAKASUNGGU 0.00 - 2.10 m > 2.10 - 5.21 m > 5.21 - 9.32 m > 9.32 - 13.42 m Batas Kabupaten Batas Kecamatan Laut Sungai Sungai Jalan lokal Pemukiman Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000) Peta Kemampuan Tanah Kab. Takalar,BPN Prop. Sul-Sel (2008) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005) Hasil Analisis Data Lapangan (2008)
KETINGGIAN LAHAN 4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 9 3 8 7 0 0 0 93 8 7 0 0 0
JARAK DARI PANTAI 200 m 400 m 600 m Garis pantai
Sumber :
Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005) Hasil Pengamatan Lapangan (2008)
2 0 2 4 6 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 9 3 8 7 0 0 0 9387000
JARAK DARI SUNGAI
Sungai 100 m 200 m 300 m
Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005) Hasil Pengamatan Lapangan (2008)
parameter yang digunakan untuk budidaya tambak intensif/semi intensif. Perbedaan terdapat pada nilai dari setiap parameter yang digunakan dan disesuaikan dengan kondisi fisik wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang untuk pengembangan budidaya tambak udang tradisional/tradisional plus.
Layer kemiringan lahan Layer kandungan liat tanah
Layer penggunaan lahan Layer ketinggian lahan
4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 783000 783000 9 3 8 7 0 0 0 938 7 0 0 0 9 3 9 6 0 0 0 93 9 6 0 0 0 > 13.22 - 18.26 o/oo > 18.26 - 23.30 o/oo > 23.30 - 28.34 o/oo > 28.34 - 33.38 o/oo 3.14 - 8.18 o/oo > 33.38 - 38.42 o/oo > 38.42 - 43.45 o/oo > 43.45 - 48.49 o/oo > 8.18 - 13.22 o/oo Batas Kabupaten Batas Kecamatan Laut Sungai Sungai Jalan lokal Pemukiman SALINITAS Sumber :
Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 :50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 :50.000) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005) Hasil Analisis Data Lapangan (2008)
TELUK LAIKANG KABUPATEN JENEONTO KECAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KECAMATAN MAPPAKASUNGGU SELAT MAKASSAR 4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 783000 783000 9 3 8 7 0 0 0 938 7 0 0 0 9 3 9 6 0 0 0 939 6 0 0 0 10.03 - 31.13 cm > 115.55 - 136.65 cm > 178.86 - 199.97 cm > 157.76 - 178.86 cm > 136.65 - 157.76 cm > 94.45 - 115.55 cm > 73.34 - 94.45 cm > 52.24 - 73.34 cm > 31.13 - 52.24 cm Batas Kabupaten Batas Kecamatan Laut Sungai Sungai Jalan lokal Pemukiman
KEDALAMAN SOLUM TANAH
SELAT MAKASSAR TELUK LAIKANG KECAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KABUPATEN JENEPONTO KECAMATAN MAPPAKASUNGGU Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000) Peta Kemampuan Tanah Kab. Takalar, BPN Prop.Sul-Sel (2008) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005) Hasil Analisis Data Lapangan (2008)
4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 783000 783000 9 3 8 7 0 0 0 938 7 0 0 0 9 3 9 6 0 0 0 939 6 0 0 0 pH TANAH SELAT MAKASSAR TELUK LAIKANG KABUPATEN JENEPONTO KECAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KECAMATAN MAPPAKASUNGGU 3.50 - 4.10 > 4.10 - 4.70 > 4.70 - 5.30 > 5.30 - 5.90 > 5.90 - 6.50 > 6.50 - 7.10 > 7.10 - 7.70 > 7.70 - 8.30 > 8.30 - 8.90 Batas Kabupaten Batas Kecamatan Laut Sungai Sungai Jalan lokal Pemukiman Sumber :
Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005)
Hasil Analisis Data Lapangan (2008) 4 0 4 8 Kilometers
N E W S 765000 765000 774000 774000 783000 783000 9 3 8 7 0 0 0 938 7 0 0 0 9 3 9 6 0 0 0 9396 0 0 0 >11.75 - 13.65 % >13.65 - 15.55 % >15.55 - 17.45 % > 2.26 - 4.16 % > 4.16 - 6.06 % > 6.06 - 7.96 % > 7.96 - 9.85 % > 9.85 - 11.75 % 0.37 - 2.26 % Batas Kabupaten Batas Kecamatan Laut Sungai Sungai Jalan lokal Pemukiman SELAT MAKASSAR TELUK LAIKANG KECAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KECAMATAN MAPPAKASUNGGU KABUPATEN JENEPONTO
BAHAN ORGANIK TANAH
Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005) Hasil Analisis Data Lapangan (2008)
4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 774000 774000 783000 783000 9 3 8 7 0 0 0 9387 0 0 0 9 3 9 6 0 0 0 939 6 0 0 0 0.00 - 0.59 % >0.59 - 1.18 % >1.18 - 1.76 % >1.76 - 2.35 % >2.35 - 2.94 % >2.94 - 3.53 % >3.53 - 4.12 % >4.12 - 4.71 % >4.71 - 5.30 % Batas Kabupaten Batas Kecamatan Laut Sungai Sungai Jalan lokal Pemukiman PIRIT TANAH Sumber :
Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan 2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2 dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000) Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005) Hasil Analisis Data Lapangan (2008)
SELAT MAKASSAR TELUK LAIKANG KECAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KECAMATAN MAPPAKASUNGGU KABUPATEN JENEPONTO
Layer salinitas Layer kedalaman solum tanah
Layer pH tanah Layer bahan organik tanah
Layer pirit tanah
Gambar 30. Layer/peta tematik analisis kesesuaian lahan tambak udang tradisional/tradisional plus di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang.
Proses tumpangsusun kesesuaian lahan tambak udang tradisional/tradisional plus dapat dilihat pada Gambar 31.
Gambar 31. Layer dan tahapan operasi tumpangsusun (overlay operation) kesesuaian lahan tambak udang udang tradisional/tradisional plus Nilai indeks tumpang susun dan luas area dalam setiap proses tumpang susun kesesuaian lahan tambak udang tradisional/tradisional plus dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Nilai indeks tumpang susun dan luas area dalam setiap proses tumpang susun kesesuaian lahan tambak udang tradisional/tradisional plus Tumpang susun
(overlay)
Indeks tumpang
susun Luas area (ha)
SS S KS SS S KS KLKLT 2.67- 3.00 2.34-2.66 2.00- 2.33 39.767 1829.040 6743.198 KLKLTPL 2.70- 3.00 2.38-2.69 2.05- 2.37 2077.964 1554.677 4980.001 Kemiringan lahan Kandungan liat Penggunaan lahan Ketinggian lahan Jarak dari pantai
(Buffer 200,400,600 m)
Jarak dari sungai
(Buffer 100,200,300 m)
Salinitas
Kedalaman solum tanah pH tanah
Bahan organik tanah Pirit tanah
Luas lahan yang sesuai untuk tambak udang tradisional/tradisional plus
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 KLK LT KLK LTPL KLKL TPLK TL KLK LTPL KTLJP KLK LTPL KTLJP JS KLKL TPLK TLJP JSS KLKL TPLK TLJP JSSK ST KLKL TPLK TLJP JSSK STpH T KLKL TPLK TLJP JSSK STpH TBO T KLKL TPLK TLJP JSSK STpH TBO TPT 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 Sangat sesuai (KS) Sesuai (S) Kurang sesuai (KS) Indeks SS Indeks S Indeks KS KLKLTPLKTL 2.70- 3.00 2.38-2.69 2.05- 2.37 616.663 89.080 7906.899 KLKLTPLKTLJP 2.35- 3.00 1.68-2.34 1.00- 1.67 443.219 552.743 2263.124 KLKLTPLKTLJPJS 2.35- 3.00 1.68-2.34 1.00- 1.67 2260.631 564.490 433.965 KLKLTPLKTLJPJSS 2.35- 3.00 1.68-2.34 1.00- 1.67 1326.113 856.727 1076.246 KLKLTPLKTLJPJSS KST 2.35- 3.00 1.68-2.34 1.00- 1.67 1128.487 593.844 1536.755 KLKLTPLKTLJPJSS KSTpHT 2.35- 3.00 1.68-2.34 1.00- 1.67 1227.414 969.948 1061.724 KLKLTPLKTLJPJSS KSTpHTBOT 2.35- 3.00 1.68-2.34 1.00- 1.67 1115.844 1077.838 1065.409 KLKLTPLKTLJPJSS KSTpHTBOTPT 2.35- 3.00 1.68-2.34 1.00- 1.67 1148.478 1078.667 1031.941 Sumber : Hasil analisis SIG (2008)
Ket: KL = Kemiringan lahan; KLT = Kandungan liat tanah; PL = Penggunaan lahan; KTL = Ketinggian lahan; JP = Jarak dari pantai; JS = Jarak dari sungai; S = Salinitas; KST = Kedadalam solum tanah; pHT = pH tanah; BOT = Bahan organik tanah; PT = Pirit tanah.
SS = Sangat sesuai; S = Sesuai; KS = Sangat sesuai
Grafik proses tumpangsusun kesesuaian lahan tambak udang tradisional/tradisional plus dapat dilihat pada Gambar 32.
Gambar 32. Grafik proses analisis spasial kesesuaian lahan tambak udang tradisional/tradisional plus di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang
Ket: KL = Kemiringan lahan; KLT = Kandungan liat tanah; PL = Penggunaan lahan; KTL = Ketinggian lahan; JP = Jarak dari pantai; JS = Jarak dari sungai; S = Salinitas; KST = Kedadalam solum tanah; pHT = pH tanah; BOT = Bahan organik tanah; PT = Pirit tanah.
4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 770000 770000 775000 775000 780000 780000 785000 785000 9 3 8 0 0 0 0 93 8 0 0 0 0 9 3 8 5 0 0 0 93 8 5 0 0 0 9 3 9 0 0 0 0 93 9 0 0 0 0 9 3 9 5 0 0 0 93 9 5 0 0 0
PETA KESESUAIAN LAHAN TAMBAK UDANG TRADISIONAL/TRADISIONAL PLUS DI
WILAYAH PESISIR KECAMATAN MANGARA BOMBANG SELAT MAKASSAR TELUK LAIKANG KABUPATEN JENEPONTO KECAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KECAMATAN MAPPAKASUNGGU Pemanfaatan lain
Sempadan pantai pantai dan sungai Kurang sesuai (1031.941 ha) Sangat sesuai (1148.478 ha) Sesuai (1078.667 ha)
Batas kabupaten Batas kecamatan
Laut mangara bombang betul.shp
Jalan Sungai kecil Sungai besar Mangrove Pemukiman Kesesuaian: Sumber :
Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000) Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Takalar, BPN
Provinsi Sul-Sel (2008)
Peta Kemampuan Tanah Kabupaten Takalar, BPN Provinsi Sul-Sel (2008)
Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005) Hasil Analisis Data Lapangan (2008)
Peta kesesuaian lahan tambak udang tradisional/tradisional plus dapat dilihat pada Gambar 33.
Gambar 33. Peta kesesuaian lahan budidaya tambak udang tradisional/tradisional plus di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang (sumber: Hasil analisis SIG 2008)
Setelah seluruh tema (parameter) di tumpangsusunkan (overlay) baik tambak udang intensif/semi intensif maupun tema (parameter) tradisional/tradisional plus yang dihasilkan peta kesesuaian lahan tambak udang intensif/semi intensif dan tradisional/tradisional plus. Kemudian dilakukan tumpang susun (overlay) antara peta kesesuaian lahan tambak udang intensif /semi intensif dengan peta kesesuaian lahan tambak udang tradisional/tradisional plus. Hasil tumpangsusun (overlay) kedua peta ini akan diperoleh peta komposit kesesuaian lahan tambak udang intensif/semi intensif dan tradisional/tradisional plus di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang. Peta komposit kesesuaian
4 0 4 8 Kilometers N E W S 765000 765000 770000 770000 775000 775000 780000 780000 785000 785000 9 3 8 0 0 0 0 93 8 0 0 0 0 9 3 8 5 0 0 0 93 8 5 0 0 0 9 3 9 0 0 0 0 93 9 0 0 0 0 9 3 9 5 0 0 0 93 9 5 0 0 0 SELAT MAKASSAR TELUK LAIKANG KABUPATEN JENEPONTO KECAMATAN PALOBANGKENG SELATAN KECAMATAN MAPPAKASUNGGU
PETA KOMPOSIT KESESUAIAN LAHAN TAMBAK UDANG INTENSIF/SEMI INTENSIF DI
WILAYAH PESISIR KECAMATAN MANGARA BOMBANG
Pemanfaatan lain Sesuai intensif/semi intensif (663.071 ha)
Sangat sesuai intensif/semi intensif (894.284 ha)
Kesesuaian:
Kurang sesuai intensif/semi intensif dan tradisional/tradisional plus (1652.244 ha)
Sesuai tradisional/tradisional plus (1078.667 ha)
Semapadan pantai dan sungai
Batas kabupaten Batas kecamatan Laut Jalan Sungai kecil Sungai besar Mangrove Pemukiman
Sangat sesuai tradisional/tradisional plus (1148.478 ha)
Sumber:
Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/2010-24 dan2010-52 (Skala 1 : 50.000) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)/2010-2dan 2010-5 (Skala 1 : 50.000) Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Takalar, BPNProvinsi Sul-Sel (2008) Peta Kemampuan Tanah Kabupaten Takalar, BPNProvinsi Sul-Sel (2008) Peta Administrasi Kabupaten Takalar (2006)
Citra Landsa 7 ETM+, Path Row 114/064 (2005) Hasil Analisis Data Lapangan (2008)
lahan tambak udang intensif/semi intensif dan tradisional/tradisional plus dapat dilihat pada Gambar 34.
Gambar 34. Peta komposit kesesuaian lahan budidaya tambak udang intensif/semi intensif dan tradisional/tradisional plus di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang (sumber : Hasil analisis SIG 2008)
Berdasarkan overlay kedua peta (komposit) diperoleh luas yang sangat sesuai (SS) untuk tambak udang intensif/semi intensif seluas 894.284 ha, sesuai (S) seluas 663.071 ha, dan kurang sesuai (KS) seluas 1517.649 ha. Sedangkan luas lahan yang sangat sesuai (SS) untuk tambak udang tradisional/tradisional plus seluas 1148.478 ha, sesuai (S) seluas 1078.667 ha, dan kurang sesuai (KS) seluas 1031.941 ha. Hasil overlay juga diperoleh luas lahan yang kurang sesuai (KS) untuk tambak udang intensif/semi intensif masuk kategori sangat sesuai (SS) untuk tambak udang tradisional/tradisional plus seluas 653.333 ha dan masuk kategori sesuai (S) untuk tambak udang tradisional/tradisional plus seluas 244.013 ha (total 897.346 ha). Sedangkan luas lahan yang kurang sesuai (S3) untuk
intensif/semi intensif dan tradisional/tradisional plus seluas 1652.244 ha. Nilai
Indeks Overlay Model (IOM) dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18.Nilai index overlay model (IOM) kesesuaian lahan tambak udang intensif/semi intensif dan tradisional/tradisional plus di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang
Nilai Index Overlay Model (IOM) Kelas Kesesuaian
2.35 – 3.00 Sangat Sesuai (SS)
1.68 – 2.34 Sesuai (S)
1.00 – 1.67 Kurang Sesuai (KS)
Sumber : Hasil analisis (2008)
Pengembangan budidaya tambak udang baik intensif/semi intensif serta tradisional/tradisional plus di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang tidak hanya memperhitungkan aspek kelayakan atau kesesuaian lahan berdasarkan karakteristik dan kondisi biogeofosik wilayah, akan tetapi juga harus memperhitungkan aspek daya dukung lingkungan agar keberlanjutan produktivitas budidaya tetap terjaga.
5.2. Karakteristik Biofisik dan Kualitas Air 5.2.1. Karakteristik Biofisik
Pola pasang surut yang terjadi di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang dapat mengakibatkan terjadinya perbedaan volume pantai yang akan memberikan perubahan terhadap luas ketinggian permukaan air. Volume air wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang akan mengalami penambahan pada saat terjadinya pasang tinggi yaitu pada bulan penuh (purnama) dan volume air akan mengalami penurunan pada saat surut terendah yaitu pada bulan gelap. Adanya aksi pasang surut yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya perbedaan volume air disuatu perairan serta terjadinya perbedaan ketinggian muka perairan (Bishop 1984). Tinggi pasang surut dipengaruhi oleh posisi bulan, dimana tinggi pasang berbeda antara bulan penuh (purnama) dengan bulan setengah (sabit) dan selain itu pula, perbedaan tinggi pasang juga dipengaruhi oleh lokasi perairan tersebut berada (Pariwono 1997). Data pasang surut perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang hasil pengukuran lapangan selama 15 hari (15 x 24 jam) Pasang surut
dianalisis dengan menggunakan metoda Admiralty untuk mendapatkan konstanta harmonis pasang surut. Nilai konstanta harmonis pasang surut dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Nilai konstanta hamonis pasang surut di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang
Komponen harmonik pasang surut
A (cm) Fase (g) Keterangan *) SO - 103 Titik muka air laut rata – rata
M2 28 47 Amplitudo komponen pasut
ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan
S2 4 276 Amplitudo komponen pasut
ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik matahari
N2 8 39 Komponen pasut akibat variasi
bulanan jarak bumi-bulan
K1 32 295 Amplitudo komponen pasut
tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari
O1 18 301 Amplitudo komponen pasut
tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan
M4 1 98 -
MS4 0 531 -
K2 1 276 -
P1 11 295 Komponen utama diurnal
matahari Sumber : Hasil analisis, 2008
Ket : *) Pugh (1987)
Nilai Formhazl (F) diperoleh sebesar 1.5687 yang menunjukkan bahwa tipe pasang surut wilayah perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang adalah ”campuran dengan tipe ganda lebih menonjol ”, dimana dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi pasang pertama tidak sama dengan tinggi pasang kedua. Hasil penghitungan nilai rata – rata tinggi pasang surut pada waktu pasang tertinggi (spring tide) adalah 99.83 cm (0.9983 m atau mendekati 1 m) dan pada waktu pasang terendah (neap tide) adalah 27.91 cm (0.2791 m).
Nilai tunggang pasang surut ini dapat digunakan untuk penentuan dasar pelataran tambak agar tidak lebih tinggi dari Mean Sea Level (MSL), sehingga
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
W a ktu Pe nga ma ta n (Ha ri)
Ti ng gi M uk a A ir ( cm )
pengisian air dan pengeringan tambak dapat dilakukan dengan baik. Selain itu, untuk menentukan elevasi lahan yang layak untuk budidaya tambak udang tadisional/tradisional plus dengan asumsi 100% pengisian air dilakukan secara gravitasi. Nilai tunggang pasang surut di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang ini tergolong rendah, dimana kisaran pasang surut yang ideal untuk tambak udang adalah antara 1.5 - 2.5 m (Yamashita & Sutardjo 1977 diacu dalam Mustafa dan Tarunamulia 2008). Sedangkan menurut Asbar (2005), pasang surut ideal untuk budidaya tambak tradisional adalah 1.30 m.
Berdasarkan nilai tunggang pasang surut di Kecamatan Mangara Bombang (0.9983 m atau mendekati 1 m), maka ketinggian 0 – 2 meter dari MSL masih bisa menerima suplai air laut dari pasang surut walaupun dengan menggunakan bantuan pompa terbatas untuk membantu memaksimalkan proses pengisian dan pengeringan air tambak. Sedangkan untuk ketinggian >2 meter sudah tidak layak untuk budidaya tambak udang tradisional/tradisional plus. Lokasi tambak udang juga sebaiknya tidak terlalu jauh atau dekat dengan sumber air, karena kegiatan budidaya tambak udang khususnya teknologi tradisional/tradisional plus hanya mengandalkan kondisi pasang surut untuk pengisian air kedalam tambak udang (Poernomo 1988). Sedangkan teknologi intensif dan semi intensif walaupun dalam proses pengisian maupun pergantian air menggunakan pompa akan tetapi efisiensi biaya harus tetap diperhitungkan.
Jarak dari sumber air, tidak hanya berpengaruh terhadap kuantitas air, tetapi juga kualitas air. Tambak dengan jarak dari sumber air yang jauh tidak hanya kualitas airnya yang kurang memadai tetapi juga kuantitas air yang kurang mencukupi sehingga berpengaruh pada produksi udang (Poernomo 1989; Suyanto dan Mujiman 2003). Tipe pasang surut perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang dapat dilihat pada Gambar 35.
Sedangkan karakteristik pasang surut perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Karakteristik pasang surut di perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang
Tidal Level
Formula *) Tunggang Pasang
HAT MHHWS MHHWN MSL MLLWN MLLWS Chart datum
2 (AM2 + AS2 + AK1 + AO1)-Z0 2 (AK1+AO1) + AS2+AM2 - Z0
2 AK1+AS2+AM2 – Z0 -
2 AO1 + AS2 + AM2 – Z0 AS2 + AM2 – Z0
MSL – Z0
81.73
49.91 Spring 13.95 Neap tide tide
0 27.91 cm 99.83 cm -13.95
-49.91 -81.73 Z0 = (AK1 + AO1+AM2+AS2)
Sumber : Hasil analisis ( 2008) Ket : *) Pugh (1987)
High Average Tide (HAT) ; Mean High Higher Water Spring (MHHWS);
Mean High Higher Water Neap (MHHWN); Mean Sea Level (MSL); Mean
Low Lower Water Neap (MLLWN); Mean Low Lower Water Spring
(MLLWS); Chart Datum = Muka Surutan Peta
Kecepatan Arus
Kecepatan arus perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang hasil pengukuran lapangan pada musim kemarau yang disebabkan oleh pasang surut sebesar 0.040 – 0.281 m/dt. Kecepatan arus tertinggi terjadi pada saat pasang (0.281 m/dt) terjadi pada pukul 18.00 WITA dan kecepatan arus tertinggi pada saat surut (0.124 m/dt) terjadi pada pukul 12.00 WITA. Sedangkan kecepatan arus pada musim hujan sebesar 0.039 – 0.249 m/dt. Kecepatan arus tertinggi terjadi pada waktu pasang (0.249 m/dt) terjadi pada pukul 14.00 WITA dan kecepatan arus tertinggi pada saat surut (0,195 m/dt) terjadi pada pukul 13.00 WITA (lampiran 3). Arus yang terjadi ini pada umumnya disebabkan oleh angin dan arah angin, dimana arus akan berubah – ubah tergantung pada kondisi pasang surut.
Kedalaman Perairan
Hasil pengukuran kedalaman perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang bervariasi antara 1 – 14.9 m (4.92 ± 3.37) sedangkan di dalam Teluk Laikang bervariasi antara 0.4 – 13.4 m (4.96 ± 3.72). Topografi dasar perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang tergolong landai dengan bentuk dasar perairan mempunyai banyak cekungan (berlubang) yang berpotensi sebagai jerapan atau bertumpuknya limbah organik. Topografi dasar perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang dapat dilihat pada Gambar 36.
(a)
(b)
Gambar 36. (a)Topografi dasar perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang; (b)Topografi dasar perairan bagian dalam Teluk Laikang
5.2.2. Kualitas Air
5.2.2.1. Parameter fisik kimia perairan
Kualitas air merupakan persyaratan yang sangat penting dan juga menjadi salah satu faktor yang menentukan keberhasilan kegiatan budidaya tambak udang. Hasil pengukuran parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 21,22,23,dan 24.
Tabel 21 . Hasil analisis parameter kualitas air perairan pantai dan sungai
Parameter Stasiun Pengukuran Nilai
Ambang Batas Perairan Pantai (P) Sungai (S)
Suhu (oC) 28.58 ± 2.71 26.74 ± 17.97 21 – 32 Salinitas (o/oo) 30.91 ± 4.00 17.97 ± 3.77 5 – 35 DO (mg/l) 5.88 ± 1.42 6.02 ± 0.88 > 3 pH 8.07 ± 0.41 7.79 ± 0.43 6.5 – 8.5 BOD5 (mg/l) 0.74 ± 0.27 1.31± 0.83 < 25 TSS (mg/l) 58.18 ± 22.19 60.43 ± 9.15 25 – 80 BOT (mg/l) 18.76 ± 5.65 26.03 ± 5.73 - Kekeruhan (NTU) 14.44 ± 17.65 21.42 ± 4.42 < 30 NH3-N (mg/l) 0.2639 ± 0.3300 0.1102 ± 0.0813 < NO 1.0 2-N (mg/l) 0.2485 ± 0.5692 0.0250 ± 0.0074 0.25 NO3-N (mg/l) 0.0110± 0.0141 0.0925 ± 0.1240 - PO4-P (mg/l) 0.0583 ± 0.0648 0.0051± 0.0037 0.05 – 0.50 Sumber: Hasil analisis laboratorium kualitas air Balai Riset Perikanan Budidaya
Air Payau Maros (2008); Jumlah sampel (n) perairan pesisir 40 sampel dan sungai 8 sampel (total 48 sampel)
Keterangan *): Melampaui batas yang diperbolehkan untuk kegiatan budidaya tambak udang berdasarkan kriteria Boyd (1990), Poernomo (1992); Wedmeyer (1996); Widigdo (2002); Soewardi (2002); dan MenKLH (2004).
Tabel 22. Hasil analisis parameter kualitas air tambak udang intensif dan saluran pembuangan (outlet)
Parameter Stasiun Pengukuran Nilai
Ambang Batas Tambak Intensif
(TI)
Saluran pembuangan intensif/outlet (OI)
Suhu (oC) 28.77 ± 2.89 29,12 ± 1.95 21 – 32 Salinitas (o/oo) 32.66 ± 1.96 31,19 ± 2.67 5 – 35 DO (mg/l) 7.01 ± 1.31 4,67 ± 1.03 > 3 pH 8.18 ± 0.33 8,03 ± 0.59 6.5 – 8.5 BOD5 (mg/l) 1.32 ± 0.56 1.08 ± 0.43 < 25 TSS (mg/l) 135 ± 46.64 180,88 ± 50.84 25 – 80 BOT (mg/l) 28.49 ± 4.47 27,61 ± 7.00 - Kekeruhan (NTU) 32.68 ± 11.51 63,74 ± 19.38 < 30 NH3-N (mg/l) 0.0878 ± 0.0350 0.4437 ± 0.6624 < NO 1.0 2-N (mg/l) 0.1472± 0.1518 0.1449 ± 0.1083 0.25 NO3-N (mg/l) 0.0091 ± 0.0068 0.1764 ± 0.3917 - PO4-P (mg/l) 0.0431 ± 0.0140 0.0200 ± 0.0050 0.05 – 0.50 Sumber: Hasil analisis laboratorium kualitas air Balai Riset Perikanan Budidaya
Air Payau Maros (2008); Jumlah sampel (n) tambak intensif 8 sampel dan saluran pembuangan/outlet 8 sampel (total 16 sampel)
Keterangan *): Melampaui batas yang diperbolehkan untuk kegiatan budidaya tambak udang berdasarkan kriteria Boyd (1990); Poernomo (1992); Wedmeyer (1996); Widigdo (2002); Soewardi (2002); dan MenKLH (2004).
Tabel 23. Hasil analisis parameter kualitas air tambak udang tradisional dan saluran pembuangan (outlet)
Parameter Stasiun Pengukuran Nilai
Ambang Batas Tambak tradisional (TT) Saluran pembuangan/outlet (OT) Suhu (oC) 29.57 ± 0.76 30.02 ± 2,09 21 – 32 Salinitas (o/oo) 31.45 ± 1.38 31.06 ± 6,68 5 – 35 DO (mg/l) 6.60± 1.09 4.40 ± 0.52 > 3 pH 8.16± 0.36 8.09 ± 0.45 6.5 – 8.5 BOD5 (mg/l) 1.17 ± 0.51 1.06 ± 0.52 < 25 TSS (mg/l) 37.75 ± 12.42 55.25 ± 10.56 25 – 80 BOT (mg/l) 22.80 ± 12.42 25.10 ± 6.95 - Kekeruhan (NTU) 9.69 ± 3.41 19.26 ± 2.82 < 30 NH3-N (mg/l) 0.2619 ± 0.3350 0.0988 ± 0.0032 < NO 1.0 2-N (mg/l) 0.0558± 0.0954 0.1022 ± 0.1497 0.25 NO3-N (mg/l) 0.0111 ± 0.0105 0.0022 ± 0.0004 - PO4-P (mg/l) 0.0200 ± 0.0050 0.0428 ± 0.0274 0.05 – 0.50 Sumber: Hasil analisis laboratorium kualitas air Balai Riset Perikanan Budidaya
Air Payau Maros (2008); Jumlah sampel (n) tambak tradisional 8 sampel dan saluran pembuangan 8 sampel (total 16 sampel)
Keterangan *): Melampaui batas yang diperbolehkan untuk kegiatan budidaya tambak udang berdasarkan kriteria Boyd (1990); Poernomo (1992); Wedmeyer (1996); Widigdo (2002); Soewardi (2002); dan MenKLH (2004).
Tabel 24. Hasil analisis parameter kualitas air perairan pesisir berdasarkan musim
Parameter Musim Nilai
Ambang Batas Kemarau Hujan Suhu (oC) 28.26 ± 1.56 29.92 ± 2.52 21 – 32 Salinitas (o/oo) 31.71 ± 3.83 27.75 ± 6.35 5 – 35 DO (mg/l) 5.86 ± 1.33 5.83 ± 1.50 > 3 pH 7.97 ± 0.53 8.14 ± 0.25 6.5 – 8.5 BOD5 (mg/l) 1.25 ± 0.52 0.65 ± 0.18 < 25 TSS (mg/l) 70.83 ± 42.77 87.69 ± 59.34*) 25 – 80 BOT (mg/l) 22.19 ± 7.91 22.23 ± 5.89 - Kekeruhan (NTU) 11.02 ± 12.18 25.83 ± 15.06 < 30 NH3-N (mg/l) 0.2576 ± 0.3864 0.2183 ± 0.3030 < NO 1.0 2-N (mg/l) 0.1522 ± 0.2451 0.2075 ± 0.5691 0.25 NO3-N (mg/l) 0.0127 ± 0.0136 0.0433 ± 0.1896 - PO4-P (mg/l) 0.1186 ± 0.1576 0.0432 ± 0.0381 0.05 – 0.50 Sumber: Hasil analisis laboratorium kualitas air Balai Riset Perikanan Budidaya
Air Payau Maros (2008); Jumlah sampel (n) musim kemarau 20 sampel dan musim hujan 20 sampel (total 40 sampel)
Keterangan*): Melampaui batas yang diperbolehkan untuk kegiatan budidaya tambak udang berdasarkan kriteria Boyd (1990); Poernomo (1992); Wedmeyer (1996); Widigdo (2002); Soewardi (2002); dan MenKLH (2004).
Penjelasan masing – masing parameter kualitas pengukuran sebagai berikut :
Suhu air merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh pada metabolisme, konsumsi oksigen, pertumbuhan dan sintasan udang yang dibudidayakan, dimana semakin tinggi suhu perairan maka proses metabolisme semakin semakin cepat demikian pula sebaliknya (Pan Lu-Qing et al. 2007). Peningkatan suhu 10
Suhu
o
C, akan meningkatkan konsumsi oksigen organisme sekitar 2 – 3 kali lipat, disisi lain peningkatan suhu ini dapat mengurangi kelarutan oksigen dalam perairan (Nontji 1993). Suhu yang relatif tinggi dapat merubah sifat fisika dan kimia perairan yang mengakibatkan kehidupan organisme terganggu (Nybakken 1992; 1998). Menurut Boyd (1998), suhu optimal yang diperlukan oleh biota atau organisme yang hidup didaerah tropis berkisar antara 25 – 35 o
Hasil pengukuran suhu perairan tambak udang intensif dan tradisional masing – masing sebesar 28.77 ± 2.89
C.
o
C dan 29.57 ± 0.76 oC (Tabel 22 dan 23). Suhu perairan tambak udang intensif (126 eko/m2) (24 jam pengukuran) berkisar antara 26.53 – 28.90 oC, dimana suhu tertinggi pada siang hari jam 13.00 (28.90 oC) dan suhu terendah pada pagi hari jam 06.00 (26.53 oC). Sedangkan suhu perairan tambak udang intensif (50 ekor/m2) (24 jam pengukuran) berkisar antara 26.71 – 28.35 oC, dimana suhu perairan tertinggi pada siang menjelang sore hari jam 14.00 – 15.00 (28.35 oC) dan suhu perairan tambak terendah pada pagi hari jam 06.00 (26.71 oC). Suhu perairan tambak udang tradisional (24 jam pengukuran) berkisar antara 27.30 – 29.05 oC, dimana suhu tertinggi pada siang hari yaitu jam 12.00 – 12.30 (29.05 oC) dan suhu terendah pada subuh hari yaitu jam 04.00 (27.30 oC). Hasil pengukuran suhu pada perairan pantai dan sungai masing – masing sebesar 28.58 ± 2.71oC dan 26.74 ± 17.97 oC (Tabel 21). Suhu ini masih tergolong sesuai untuk budidaya udang berdasarkan nilai yang direkomendasikan yaitu 21 – 32 oC dan suhu optimumnya antara 29 – 30oC (Boyd 1990; Poernomo 1992; Widigdo 2002; Soewardi 2002).
Salinitas
Parameter salinitas memiliki pengaruh langsung terhadap parameter lainnya di dalam perairan. Salinitas dapat mempengaruhi kelarutan oksigen perairan, kadar fosfat serta proses osmoregulasi organisme perairan. Salinitas air dapat menjadi faktor pembatas dalam budidaya tambak pada musim kemarau dan menjadi tidak bermasalah pada musim hujan (Mustafa dan Rachmansyah 2008).
Hasil pengukuran salinitas perairan tambak udang intensif dan tradisional masing – masing sebesar 32.66 ± 1.96 o/oo dan 31.45 ± 1.38 o/oo (Tabel 22 dan 23). Salinitas perairan tambak udang intensif (126 ekor/m2) (24 jam pengukuran) berkisar antara 32.77 – 32.95 o/oo, dimana salinitas tertinggi menjelang sore hari jam 15.00 (32.95 o/oo) dan salinitas terendah pada pagi hari jam 08.00 – 09.00 (32.77 o/oo). Salinitas perairan tambak udang intensif (50 ekor/m2) (24 jam pengukuran) berkisar antara 32.15 – 33.97 o/oo, dimana salinatas tertinggi pada siang hari jam 12.00 (33,97 o/oo) dan salinitas terendah pada dinihari jam 02.00 (32.15 o/oo). Salinitas perairan tambak tradisonal (24 jam pengukuran) berkisar antara 32.59 – 33.48 oC, dimana salinitas tertinggi pada malam hari jam 22.30 – 23.00 (33.48 oC) dan salinitas terendah pada subuh menjelang pagi yaitu jam 05.30 (32.59 o
Hasil pengukuran salinitas pada perairan sungai dan pantai masing – masing sebesar 17.97 ± 3.77
C).
o
/oo dan 30.91 ± 4.00 o/oo (Tabel 21). Salinitas hasil pengukuran masih berada dalam kisaran yang diperkenankan untuk budidaya udang berdasarkan nilai yang direkomendasikan yaitu 5 – 35 o/oo dan untuk pertumbuhan optimum diperlukan salinitas 15-25 o/oo (Boyd 1990; Poernomo 1992; Widigdo 2002; Soewardi 2002).
Fluktuasi pH dalam air berhubungan dengan aktivitas fitoplankton serta tanaman air lainnya dalam menggunakan CO
Derajat Keasaman (pH) Air
2 selama proses fotosintesis. Secara alami pH dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan senyawa bersifat asam, dimana pH biasanya meningkat pada siang hari seiring dengan menurunnya konsentrasi CO2. Hasil pengukuran pH perairan tambak udang intensif dan tradisional masing – masing sebesar 8.18 ± 0.33 dan 8.16 ± 0.36 (Tabel 22 dan 23). pH