• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPUK KAYUTERAS PADA TEGAKAN HUTAN TANAMAN Acacia mangium Willd SIMON TAKA NUHAMARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPUK KAYUTERAS PADA TEGAKAN HUTAN TANAMAN Acacia mangium Willd SIMON TAKA NUHAMARA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

LAPUK KAYUTERAS PADA TEGAKAN

HUTAN TANAMAN Acacia mangium Willd

SIMON TAKA NUHAMARA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul “Lapuk

Kayuteras pada Tegakan Hutan Tanaman Acacia mangium Willd” adalah

gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Pustaka Acuan di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Mei 2008 Simon Taka Nuhamara

(3)

ABSTRACT

SIMON TAKA NUHAMARA. Heart rot on Acacia mangium Willd Forest Stand. Under the direction of SOETRISNO HADI, ENDANG SUHENDANG, MAGGY T. SUHARTONO, WASRIN SYAFII and ACHMAD

Heart rot on Acacia mangium Willd forest stand is critical especially for mechanical or construction wood based purposes. Failure on understanding the nature and the way it get established into the tree stem may cause high economic consequences. Anticipating such a worse condition, studies on cull factor in relation to age was initiated. Eventually the study is aimed at healthy cutting cycles of the clear and purposely stand establishment. The study had been carried out at BKPH Parung Panjang, KPH Bogor. Following the cull factor measurement technique combined with the pathological rotation estimation procedures, it was found that the healthy volume was 0.0608 m3 and the cull factor was

29.73 %. The figures were at the age of eight years. Therefore, the pathological rotation cycle for the A. mangium stand in the area could be fitted at eight years, as being adopted so far. This is true, when the plantation is established for the production of wood, provided that the tending operation is optimal. Cultural diagnosis was used to identify the isolated heart rot decaying fungi of Fomes connatus, Bjerkandera adusta, Phellinus conchatus and unidentified one (isolate no 3). All of them belong to Polyporaceae except for Phellinus conchatus which belongs to Hymenochaetaceae but still in the class of Basidiomycetes. The most common damage types observed during the assessment period were consecutively: the branch stub, open wound on the trunk, decay and broken root. Extractives obtained from the fresh cut of A.mangium heartwood of different provenances, indicated weak to moderate but positive and differential antifungal activities to the P. conchatus heart rot decaying fungus. Applying the United State Department of Agriculture (USDA) Forest Health Monitoring (FHM) indices, the general performance of the A. mangium forest stand in Parung Panjang is found to be in healthy criteria. The damage indices for all stand ages investigated varied from 2.77 (lowest) to 5.16 (highest) as compared to the 21.18 value, the possible highest FHM tree index.

Key words: Acacia mangium, heart rot, rotation, construction wood, environment, forest health

(4)

RINGKASAN

SIMON TAKA NUHAMARA.

Lapuk Kayuteras pada Tegakan Hutan

Tanaman Acacia mangium willd. Dibimbing oleh

SOETRISNO HADI, ENDANG SUHENDANG, MAGGY T. SUHARTONO, WASRIN SYAFII dan ACHMAD

Lapuk kayuteras (LKT) merupakan penyakit khas kehutanan. Penyakit tersebut khas karena mikroba penyebabnya bukan termasuk kategori patogen biotrof sebagaimana lazim dikenal, melainkan tergolong sebagai nekrotrof. Jaringan kayu yang diserang kelompok mikroba unik ini merupakan jaringan kayu mati pohon hidup dan dikenal sebagai kayuteras.

Kayuteras merupakan komponen kayu penting untuk kebutuhan yang mementingkan keawetan dan kekuatan sebagai kualitas yang disyaratkan, misalnya bahan untuk kayu pertukangan dan / atau kayu konstruksi. Untuk mendapatkan kayu yang mengandung kayuteras seperti dimaksud, umumnya diperlukan waktu. Dengan perkataan lain umur tegakan atau daur tebang lebih panjang dibandingkan dengan tegakan untuk keperluan bahan kayu untuk kertas misalnya.

Dengan umur atau daur tebang tegakan lebih panjang, resiko batang pohon terluka oleh satu dan lain sebab menjadi lebih terbuka. Pada gilirannya luka menjadi jalan masuk berbagai mikroba termasuk fungi pelapuk kayuteras. Umumnya tidak disadari oleh kebanyakan rimbawan, bahwa luka yang terjadi ketika pohon atau tanaman berkayu masih sangat muda sekalipun dapat dan memang menjadi awal timbulnya LKT.

Luka pada pohon muda tadi, dapat diatasi dengan mudah oleh pohon melalui mekanisme pembentukan kalus, bergantung pada lebar dan dalamnya luka. Pohon terluka dapat sembuh secara alami. Dari luar pohon tidak tampak gejala yang biasa dikenal sebagai indikator penyakit biotrofi. Sesungguhnya unsur fungi pelapuk kayu seperti spora telah memperoleh kesempatan masuk ketika pohon terluka. Spora kelompok fungi ini tidak dapat langsung berkembang tetapi mampu bertahan hidup (dorman) karena dinding sporanya umumnya terdiri atas khitin. Spora ini mampu bertahan lebih dari sepuluh tahun, sampai tiba saatnya pohon

(5)

2 tersebut melalui proses alamiah mentransformasi sel-sel hidup menjadi sel-sel mati berupa jaringan yang dikenal sebagai kayuteras.

Ketika kayuteras mulai terbentuk, kadar air ideal jaringan kayu sangat menentukan peluang fungi pelapuk kayuteras (FPKT) untuk berkecambah dan berkembang. Perkembangan FPKT dan proses pelapukan selanjutnya juga ditentukan oleh sifat antifungi zat ekstraktif yang dikandung atau dihasilkan oleh jenis pohon tertentu. Jika ternyata berbagai kondisi yang ada lebih cocok untuk perkembangan FPKT, maka proses pelapukan akan berlangsung terus. Tiap kali kayu baru dibentuk, kayu teras yang telah berasosiasi dengan FPKT akan terus menjadi sasaran pelapukan. Dari luar pohon tidak tampak gejala yang berarti bahkan sering sama sekali tidak dapat dideteksi. Riap diameter maupun tinggi terus bertambah dan pelapukan kayuteras pun terus berlanjut sekali telah pernah dimulai.

Penelitian dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang besar persen kayu hilang serta hubungannya dengan umur tegakan. Fungi penyebab LKT, indikator mekanisme terjadinya LKT (jalan masuk FPKT), seberapa kuat aktivitas antifungi zat ekstraktif terhadap FPKT dan akhirnya ingin pula diketahui kondisi kesehatan tegakan sebagai potret/ gambaran secara umum tentang pengelolaan tegakan sesuai tujuan pembangunan tegakan hutan tanaman A. mangium di BKPH Parung Panjang.

Tiap umur tanaman mulai dari tanaman umur 2 tahun hingga tanaman umur 12 tahun dibuat dua petak contoh dengan bentuk dan ukuran petak contoh menurut metode FHM, 1997 yang disesuaikan. Petak contoh ditentukan secara

purposive. Volume kotor, volume lapuk dan volume bersih dihitung berdasarkan

metode Bakshi, 1997 dan sesuai dengan rumus Newton diacu Philip (1994). Hasil pengukuran volume bersih ini disajikan secara grafis dan juga dibandingkan berdasarkan uji t dengan volume bersih tegakan umur delapan tahun di areal penebangan yang sedang berjalan sesuai rencana Perum Perhutani.

Bentuk hubungan volume bersih dengan umur tegakan diperoleh sebagai berikut :

(6)

3 Y = -0.01885 + 0.01802x - 0.001077 x2( R2 =0.920). Daur tebang tegakan

adalah 8 tahun. Besar persen kayu hilang (cull factor) = 29.73 % untuk umur 8 tahun atau 31. 25 % untuk umur 9 tahun.

Identifikasi FPKT menggunakan metode Nobles, 1948; Bakshi dkk, 1969 dan Stalpers, 1978. FPKT terisolasi serta yang diidentifikasi adalah Fomes connatus,

Bjerkandera adusta, Phellinus conchatus dan isolat nomor 3 (fungi pelapuk

kayuteras tidak teridentifikasi)

Jalan masuk (infetion court) adalah melalui cabang patah/ mati, luka terbuka pada batang dan akar yang luka/patah.

Zat ekstraktif yang diperoleh melalui fraksinasi bertingkat mempunyai aktivitas antifungi (AAF) pada tingkat lemah hingga sedang yakni :

0 <AAF 25 % hingga 50 % AAF 25 %

Kondisi kesehatan tegakan hutan tanaman A. mangium di BKPH Parung Panjang saat penilaian dilakukan tergolong kriteria sehat yakni dengan nilai indeks kerusakan tingkat tegakan berkisar dari 2.77 (terendah) sampai 5.16 (tertinggi). Nilai ini masih jauh lebih rendah dari nilai indeks kerusakan tertinggi yang dapat diberikan menurut metode FHM USDA Forest Service 1997.

Besar persen kayu hilang sebesar 29.73 % hingga 31. 25 % sesungguhnya dapat ditekan apabila pemeliharaan tegakan telah berjalan dengan baik misalnya melalui Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Jika hal ini dapat terjadi (sesuatu yang niscaya), maka daur tebang tegakan hutan tanaman A.

mangium di BKPH Parung Panjang dapat diperpanjang menjadi lebih dari 8 tahun

dan dengan demikian pada saat kualitas kayu pertukangan yang menjadi tujuan Perum Perhutani tercapai, kualitas lingkungan akan terjaga dan dengan kualitas daya dukung lingkungan yang terjaga maka kelak kelestarian hutan berupa kayu pun akan terjamin. Pengelolaan hutan dan pengendalian penyakit termasuk LKT harus diperlakukan sebagai pengelolaan sistem/ekosistem.

Paradigma pengelolaan hutan sehat secara terpadu (Integrated forest health

management) sangat relevan dengan kondisi terbaru kehutanan Indonesia.

(7)

4 tidak perlu dipertentangkan bahkan dapat dipaduserasikan, jika pemahaman tentang lapuk kayuteras dapat menjadi satu acuan.

Kata kunci: Acacia mangium, lapuk kayuteras, daur tebang, kayu pertukangan, lingkungan,hutan sehat

(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

(9)

LAPUK KAYUTERAS PADA TEGAKAN

HUTAN TANAMAN Acacia mangium Willd

SIMON TAKA NUHAMARA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(10)

Judul Disertasi : Lapuk Kayuteras pada Tegakan Hutan Tanaman

Acacia mangium Willd

Nama Mahasiswa : Simon Taka Nuhamara Nomor Induk : 985092

Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Soetrisno Hadi, M.Sc.F. Ketua

Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono Anggota Anggota

Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr. Dr. Ir. Achmad, MS

Anggota

Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. Tanggal Lulus: ... Tanggal Lulus: ...

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui produktifitas lahan hutan tanaman Acacia mangium dan hubungan sifat-sifat tanah dengan peninggi tegakan.. Penelitian dilaksanakan di PT

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh umur (5, 6 dan 7 tahun) dan posisi kayu dalam batang terhadap nilai MFA, karakteristik serat, kadar air kering

Dalam hal ini, angka persentase gangguan sebesar 0% menunjukkan bahwa ada sebagian tegakan pada stratum rawan yang tidak mengalami gangguan sama sekali, sehingga

Hasil penelitian pada tegakan Akasia mangium memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan kadar karbon pada bagian-bagian pohon (akar, batang utama, cabang, ranting dan

Potensi volume tegakan akasia ( A. crassicarpa ) pada kedua umur tegakan dapat dilihat pada Tabel 1.. crassicarpa ) pada petak umur 12 bulan berbeda dengan potensi

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjud ul &#34;Perbandingan Kualitas Tempat Tumbuh antara Daur Pertama dengan Daur Kedua pada Hutan Tanaman Acacia mangium

Untuk kesinambungan suplai kayu terhadap industri kertas, maka perusahaan HTI menurunkan daur tebang jenis tanaman acacia yaitu dari umur 6 -7 tahun menjadi umur 4-5

Tabel 12 menyajikan besarnya PSDH yang harus dibayarkan oleh perusahaan dari setiap sortimen kayu yang dihasilkan dari kegiatan tebang akhir untuk masing- masing daur