• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Studi Laboratorium Penentuan Karakteristik Alamiah Surfaktan Natrium Lignosulfonat Dari Ampas Tebu Sebagai Fluida Injeksi Di Reservoir Minyak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hasil Studi Laboratorium Penentuan Karakteristik Alamiah Surfaktan Natrium Lignosulfonat Dari Ampas Tebu Sebagai Fluida Injeksi Di Reservoir Minyak"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Hasil Studi Laboratorium Penentuan Karakteristik Alamiah Surfaktan

Natrium Lignosulfonat Dari Ampas Tebu Sebagai Fluida Injeksi Di Reservoir

Minyak

Rini Setiati1), Septoratno Siregar2), Taufan Marhaendrajana3) Deana Wahyuningrum4)

1)Teknik Perminyakan Universitas Trisakti, 2)

Teknik Perminyakan FTTM Institut Teknologi Bandung

3), 4)Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung

rinisetiati@trisakti.ac.id, septo@tm.itb.ac.id, tmarhaendrajana@tm.itb.ac.id, deana@chem.itb.ac.id

ABSTRAK

Surfaktan Natrium Lignosulfonat (NaLS) dari ampas tebu merupakan salah satu pengembangan surfaktan lignosulfonat yang dibuat dari limbah nabati, yaitu adalah ampas tebu. Pada studi ini telah diperoleh hasil sintesa ampas tebu menjadi surfaktan lignosulfonat yang jika dikembangkan akan dapat menjadi alternatif surfaktan sebagai fluida injesi di reservoir minyak. Dari hasil penelitian dan pengujian yang telah dilakukan, surfaktan NaLS ampas tebu ini mempunyai kesamaan komponen dengan surfaktan lignosulfonat standar yaitu terdiri dari gugus ulur alkena, gugus ulur sulfonat, gugus tekuk karboksilat dan gugus tekuk ester. Berdasarkan analisis spektrum NMR, molekul monomer lignosulfonat tersebut mempunyai atom C, O, H dan S di dalam dengan jumlah atom C = 11, O = 8, H = 16, dan S = 1, sehingga rumus empiris monomer lignosulfonat adalah (C11H16O8S)n, dengan massa molekul relatif 308,06. Berdasarkan struktur

monomer lignosulfonat ampas tebu, maka gugus-gugus fungsi dalam strukturnya dapat dikelompokkan sebagai gugus hidrofil atau gugus hidrofob dan dapat dihitung nilai HLB ( Hidrofil-lipofilik Balance) yang dimiliki oleh surfaktan NaLS ampas tebu tersebut yaitu sebesar 11,62. Dengan nilai HLB ini maka surfaktan NaLS ampas tebu ini sesuai penggunaannya sebagai sistem tipe emulsi O/W (oil in water), yang berarti surfaktan tersebut larut dalam air dan dapat digunakan sebagai fluida injeksi.

Kata kunci: ampas tebu, HLB, O/W, surfaktan NaLS

I. PENDAHULUAN

Ampas tebu merupakan salah satu limbah pertanian yang penggunaannya saat ini masih terbatas sebagai pakan ternak dan bahan bakar pabrik gula. Sebenarnya ampas tebu mempunyai potensi lebih dari pemanfaatan tersebut karena dalam ampas tebu masih mengandung lignin yang dapat diolah menjadi surfaktan lignosulfonat. Proses pengolahan ampas tebu menjadi surfaktan lignosulfonat dapat dilakukan melalui dua proses yaitu proses pemisahan lignin dari ampas tebu dan proses pengolahan lignin tersebut menjadi lignosulfonat, sehingga produk yang dihasilkan dapat disebut sebagai Surfaktan Natrium Lignosulfonat (NaLS). Pada surfaktan yang telah dihasilkan ini kemudian dilakukan serangkaian uji untuk mengetahui kesesuaiannya dengan produk surfaktan lignosulfonat standar yang telah ada secara komersil. Selain itu juga dilakukan uji untuk mengetahui komponen dan struktur molekul surfaktan NaLS tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan uji-uji tersebut sehingga dapat diketahui karateristik alamiah surfaktan NaLS ampas tebu.

II. STUDI PUSTAKA

Gugus sulfonat pada lignosulfonat merupakan gugus hidrofil sehingga meyebabkan lignosulfonat mempunyai struktur amphipatik (surfaktan). Gambar 1. di bawah ini menunjukkan struktur Lignosulfonat. Sulfonat dapat diketahui dengan rumus umum R-SO3Na yang merupakan penyederhanaan dari sulfat R-O-SO3Na (Fujimoto, 1985).

(2)

HO HC H C C H CH2OH SO3 OH CH3 H3CO

Na

Gambar 1. Struktur lignosulfonat (Rivai, 2008).

R adalah gugusan atom-atom karbon aromatic C8 – C22 yang merupakan gugus

hidrofil sedangkan gugus hidrofob terdiri dari karboksilat, sulfonat, fosfat atau asam2 yang lainnya. Surfaktan natrium lignosulfonat termasuk dalam surfaktan anionik karena memiliki gugus sulfonat dan garamnya (-NaSO3) yang merupakan anion (kepala) dan

gugus hidrokarbon merupakan ekor. Struktur inilah yang menyebabkan meningkatnya sifat hidrofilitas natrium lignosulfonat (NaLS) menjadi mudah larut dalam air sehingga penggunaan NaLS menjadi luas. Menurut Schramm (2000), di dalam air gugus hidrofil akan menarik molekul air dalam larutan, sedangkan gugus hidrofob akan menolak molekul air. Surfaktan mengurangi tegangan antar muka dengan melakukan penyerapan pada antarmuka cair-gas, atau air-minyak. Dalam fase cair, surfaktan membentuk agregat, seperti misel, di mana ekor hidrofob membentuk inti dari agregat dan kepala hidrofil berada dalam kontak dengan cairan sekitarnya. Jenis lain dari agregat seperti misel bulat atau silinder atau bilayers dapat dibentuk. Bentuk agregat tergantung pada struktur kimia dari surfaktan, tergantung pada keseimbangan ukuran ekor hidrofob dan kepala hidrofil. Hal ini dikenal sebagai Hidrofil-lipofilik Balance (HLB).Menurut Myers (1946), nilai HLB ditentukan secara empiris, dengan skala berkisar pada 0 – 20, seperti yang terlihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Nilai HLB dan Aplikasinya (Myers, 2006). Rentang NilaiHLB Aplikasi

2 – 6 W/O emulsion

7 – 9 Wetting agent

8 – 18 O/W emulsion

3 – 15 Detergen

15 – 18 Solubilization

Semakin tinggi nilai HLB maka surfaktan akan semakin hidrofil, yang akan semakin larut dalam air, atau disebut dengan istilah emulsi O/W (Oil in Water). Nilai HLB yang lebih rendah menunjukkan surfaktan tersebut merupakan emulsi W/O(Water in Oil), yang akan semakin larut dalam minyak. Surfaktan biasanya senyawa organik yang amphiphilik, yang mengandung hidrofob (ekor) dan hidrofil (kepala). Surfaktan akan menyebar dalam air dan menyerap pada antarmuka antara udara dan air atau pada antarmuka antara minyak dan air. Dalam kasus di mana air dicampur dengan minyak, kelompok hidrofob (ekor) yang larut dapat keluar dari fase air, menuju ke fase minyak, sedangkan kelompok hidrofil (kepala) larut dalam air dan tetap dalam fase air. Ini adalah penyelarasan surfaktan pada permukaan yang akan memodifikasi sifat permukaan air pada antarmuka air/udara atau air/minyak.

(3)

III. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian pengolahan ampas tebu menjadi surfaktan lignosulfonat dilakukan melalui dua proses yaitu proses isolasi lignin (hidrolisis) dan proses sulfonasi. Dalam proses hidrolisis, dilakukan pemisahan lignin dari ampas tebu dengan menggunakan reagent Natrium Hidroksida (NaOH). Sedangkan dalam proses sulfonasi dilakukan reaksi antara lignin dengan Natrium bisulfit (NaHSO3) sehingga terbentuk natrium lignosulfonat .

Natrium lignosulfonat (NaLS) ini merupakan salah satu jenis surfaktan anionik yang digunakan dalam industri perminyakan sebagai fluida injeksi untuk mendorong minyak yang masih terjebak dalam reservoir.

Langkah berikutnya setelah produk surfaktan NaLS ampas tebu ini diperoleh adalah dengan melakukan serangkaian uji terhadap surfaktan NaLS ampas tebu tersebut. Uji yang dilakukan terdiri dari uji FTIR untuk mengetahui keberadaan komponen dalam surfaktan NaLS. Kemudian dilakukan uji NMR untuk mengetahui struktur molekul monomer dari surfaktan NaLS. Hasil uji NMR ini dapat digunakan untuk menentukan rumus empiris, berat molekul dan nilai HLB daru surfaktan NaLS ampas tebu tersebut. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengolahan ampas tebu menjadi surfaktan NaLS dimulai dari proses awal yaitu pemisahan lignin dari ampas tebu. Gambar berikut menunjukkan urutan proses mulai dari pohon tebu hingga menjadi serbuk ampas tebu halus.

Gambar 2. Pohon tebu dan ampas tebu.

Hasil proses sulfonasi dapat dilihat seperti pada Gambar 2. berikut, yaitu surfaktan NaLS ampas tebu dalam bentuk bubuk dan surfaktan NaLS ampas tebu dalam bentuk larutan yang siap digunakan sebagai fluida injeksi dalam reservoir minyak.

(4)

Hasil uji FTIR (Fourier Transform Infra Red) terhadap Surfaktan NaLS ampas tebu telah menunjukkan keberadaan komponen-komponen yang terdapat pada surfaktan NaLS tersebut yang terdiri dari empat komponen utama pembentuk surfaktan lignosulfonat yaitu terdiri dari gugus ulur alkena, gugus ulur sulfonat, gugus tekuk karboksilat dan gugus tekuk ester dengan bilangan gelombang yang tercatat dari hasil FTIR tersebut. Seperti yang tampak pada tabel 3 berikut, ternyata bilangan gelombang pada komponen surfaktan NaLS ampas tebu mempunyai kesamaan dengan bilangan gelombang komponen yang sama untuk surfaktan lignosulfonat standar yaitu lignosulfonat standar darai Aldrich dan Patricia. Kondisi ini menunjukkan bahwa proses hidrolisi dan sulfonasi pada ampas tebu telah sesuai dan produk surfaktan NaLS yang dihasilkan dapat dilanjutkan dengan uji berikutnya.

Tabel 2. Hasil FTIR Surfaktan NaLS Ampas Tebu.

No. Gugus fungsi dalam struktur Lignosulfonat Bilangan Gelombang (cm-1) Surfaktan NaLS ampas tebu Surfaktan NaLS Standar (Aldrich) Surfaktan NaLS Standar (Patricia) 1. Ulur alkena -C=C- 1635,34 1608,34 1630 - 1680

2. Ulur sulfonat S=O 1384,64 1365 1350

3. Tekuk karboksilat C=O 1114,64 1187,94 1000 - 1300

4. Tekuk ester S-OR 462,832 499,831 500 - 540

Gambar 4. Struktur Monomer Surfaktan NaLS Ampas Tebu hasil sintesis.

Gambar 4. menunjukkan hasil uji NMR (Nuclear Magnetic Resonance) untuk mengetahui struktur molekul surfaktan NaLS tersebut. Dari struktur monomer lignosulfonat yang diperoleh dari analisis spektrum NMR seperti yang terlihat pada gambar 4, maka dapat ditentukan massa molekul monomer lignosulfonat tersebut dengan melihat keberadaan atom C, O, H dan S di dalam strukturnya. Berdasarkan analisis spektrum NMR diperoleh jumlah atom C = 11, O = 8, H = 16, dan S = 1, sehingga rumus empiris monomer lignosulfonat adalah (C11H16O8S)n, dengan massa molekul relatif 308,06. Massa molekul

yang sesungguhnya dari surfaktan NaLS hasil sintesis harus ditentukan lebih lanjut menggunakan pengukuran spektrometri massa (mass spectrometry, MS).

Penentuan HLB digunakan untuk dapat mengetahui klasifikasi jenis surfaktan NaLS Ampas Tebu hasil sintesis. Berdasarkan struktur monomer lignosulfonat ampas tebu (gambar 4), maka gugus-gugus fungsi dalam strukturnya dapat dikelompokkan sebagai

(5)

gugus hidrofil atau gugus hidrofob. Pengelompokan tersebut dapat dilihat seperti pada tabel sebagai berikut.

Tabel 3. Pengelompokan Gugus Fungsi Surfaktan NaLS Ampas Tebu. Klasifikasi Gugus Jumlah

Gugus Hidrofil = CH - 3 - CH2- 3 - CH3 2 Gugus Hidrofob - SO3Na 1 - OH 3

Kemudian dihitung nilai HLB ini dengan menggunakan persamaan HLB = 20*(Mh) / (Ml + Mh)

dengan Mh = berat molekul gugus hidrofil

Ml = berat molekul gugus hidropob atau lipofilik

Mh = (SO3Na) + (OH)x3 = (32+ 48+23) + 51= 154

Ml = (CH)x3 + (CH2)x3 +(CH3)x2 = 111

HLB = 20*(Mh) / (Ml + Mh) = 20 * 154 / (111+154))

= 11,62

Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa surfaktan NaLS ampas tebu yang telah berhasil disintesis ternyata mempunyai nilai HLB 11,62, sehingga berdasarkan Tabel 2 (Myers, 1946) surfaktan NaLS ampas tebu ini sesuai dengan penggunaannya sebagai sistem tipe emulsi O/W (oil in water), yang berarti surfaktan tersebut larut dalam air. Dengan demikian, surfaktan NaLS ampas tebu ini dapat digunakan sebagai fluida injeksi karena mempunyai sistem emulsi O/W dan dapat larut dalam air.

V. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan hasil-hasil uji terhadap surfaktan NaLS ampas tebu serta perhitungan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan dan diketahui karakteristik alamiah surfaktan NaLS ampas tebu, yaitu:

a.

Ampas tebu dapat diolah menjadi surfaktan natrium lignosulfonat (NaLS) yang merupakan salah satu jenis surfaktan anionik.

b.

Surfaktan natrium lignosulfonat (NaLS) ampas tebu mempunyai rumus empiris (C11H16O8S)n.

c.

Surfaktan natrium lignosulfonat (NaLS) ampas tebu mempunyai berat molekul 308,06

d.

Surfaktan natrium lignosulfonat (NaLS) ampas tebu mempunyai nilai HLB 11,62 sehingga dapat dikategorikan sebagai fluida sistem tipe emulsi O/W (oil in water), yang berarti surfaktan tersebut larut dalam air dan dapat digunakan sebagai fluida injeksi minyak di dalam reservoir.

Ucapan Terima kasih

Penelitian ini difasilitasi oleh Ogrindo ITB, Universitas Trisakti dan Dana Riset Desentralisasi ITB 2014 dan Dana Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi 2015 , 2016 dan 2017 Dikti. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. Terima kasih juga kepada Panitia Seminar Nasional Cendekiawan Ke 3 Usakti atas kerjasamanya sehingga makalah ini dapat disajikan .

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Areskogh, D., 2011, Structural Modification of Lignosulfonate. Stockholm: KTH Royal Institut of Technology, School of Chemical Science and Engineering.

Fujimoto, T.,1985, New Introduction to Surface Active Agent. Kyoto: Sanyo Chemical Industri.

L.Schramm, L., 2000, Surfactant: Fundamentals and Application in the Petroleum Industry. Cambrigde: University of Cambrige.

Lacey, 1974, Moulding of Sugar Cane Bagasse,. Annals of Applied Biology, 76(1) , 63-76. Lake, L., 2003, Enhanced Oil Recovery. Austin: University of Texas.

Li, G.-Z., Mu, J.-H., Li, Y., Xiao, H.-D., & Gu, Q., 1999, What is the Criterion for Selecting Alkaline/Surfactaint/Polymer Flooding Formulation: Phase Behavior or Interfacial Tension. Journal of Dispersion Science and Technology , 305-314.

Lutnaes BF, Myrvold B.O, Lauten R.A., Endeshaw M.M, 2007, 1Hand 13C NMR data of benzylsulfonic acids-model compounds for lignosulfonate, Magnetic Resonance in ChemistryWilley Interscience.

Myers, D., 2006, Surfactant Science and Technology. New Yersey: WileyInterscience. Patricia, R. J., 2009, Relationship between the structure of Fe-Lignosulfonate complexes determined by FTIR spectroscopy and their reduction by the leaf Fe reductase. The Proceedings of the International Plant Nutrition Colloquium XVI (hal. 1). Davis: University of California.

Rivai, M., 2008, Analisis Kinerja Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Ramah Lingkungan Dari CPO, JPO dan CNO. IPB, Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi. Bogor: IPB. Sandersen, S. B., 2012, Enhanced Oil Recovery with Surfactant Flooding. Denmark: Center for Energy Resources Engineering ‐ CERE.

Setiati, R., Wahyuningrum, D., Siregar S., Marhaendrajana T., 2016, Optimasi Pemisahan Lignin Ampas Tebu Dengan Menggunakan Natrium Hidroksida. ETHOS, Jurnal Penelitian dan Pengabdian ( Sains dan teknologi ), Vol. 4, No. 2 , 257 – 264.

Sheng, J. L., 2011, Modern Chemical Enhanced Oil Recovery (hal. 239-335). Oxford: Elsevier.

Gambar

Gambar 1. Struktur lignosulfonat (Rivai, 2008).
Gambar 2. Pohon tebu dan ampas tebu.
Tabel 2. Hasil FTIR Surfaktan NaLS Ampas Tebu.

Referensi

Dokumen terkait

Lampiran 2 Hasil Perhitungan Teknis Pondasi Lampiran 3 Gambar Detail Pondasi. Lampiran 4 Rencana

Judul Skripsi : ANALISIS PENGARUH VARIABEL MAKRO EKONOMI DAN INDEKS BURSA LUAR NEGERI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA

Madrasah-madrasah yang melakukan praktek-praktek negatif dalam memilih calon tenaga pendidik baru yang diharapkan untuk mengisi kekosongan yang didasarkan karena

Lucas mengemukakan bahwa sistem informasi adalah suatu kegiatan atau aktivitas dari kumpulan prosedur-prosedur yang diorganisasikan, yang mana jika dieksekusi akan

PENGERTIAN (DEFINISI) Demam Tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman garm negatif Salmonella typhi, menyerang saluran pencernaan dengan

Menurut Bogdan dan Biklen sebagaimana dikutip Moloeng (2007, hal. 248), analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan

Dengan cara ini akan diketahui beratnya kerusakan lapang pandang akibat tekanan bola ini akan diketahui beratnya kerusakan lapang pandang akibat tekanan bola mata yang tidak

Alhamdulah segala puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah melimpahkan segala rahmat, nikmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu