• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS FREDDY PANGGABEAN NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TESIS FREDDY PANGGABEAN NIM :"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

PREVALENSI SKELETAL RELATING EVENTS PADA PASIEN KANKER PARU JENIS KARSINOMA BUKAN SEL KECIL

METASTASIS TULANG

DI RUMAH SAKIT PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

FREDDY PANGGABEAN NIM : 1370041177

PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

PREVALENSI SKELETAL RELATING EVENTS PADA PASIEN KANKER PARU JENIS KARSINOMA BUKAN SEL KECIL

METASTASIS TULANG

DI RUMAH SAKIT PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Paru Dalam Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

FREDDY PANGGABEAN NIM : 1370041177

PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)
(4)

TESIS

MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

Judul Penelitian : Prevalensi Skeletal Relating Events ( SRE ) Pada Pasien Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil ( KPKBSK ) metastasis tulang di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Nama Peneliti : Freddy Panggabean

Fakultas : Kedokteran Universitas Sumatera Utara Program Studi : Magister Kedokteran Klinik

Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Lokasi Penelitian : Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pembimbing : dr.Noni Novisari Soeroso, M. Ked ( Paru ), Sp.P( K ) Pembimbing II : dr. Setia Putra Tarigan, M.Ked ( Paru ), Sp.P( K ) Pembimbing III : Fotarisman Zaluchu, SKM, MSi, MPH

(5)

PERNYATAAN

Judul Penelitian : Prevalensi Skeletal Relating Events ( SRE ) Pada Pasien Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil ( KPKBSK) metastasis tulang di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam rujukan

Yang Menyatakan, Peneliti

dr. Freddy Panggabean

(6)

Telah diuji pada

Tanggal : 31 Agustus 2017

PANITIA PENGUJI TESIS

Prof. dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P(K) Prof. dr. Tamsil Syafiuddin, Sp.P(K)

dr. Hilaluddin Sembiring, Sp.P(K), DTM&H dr. Zainuddin Amir, M.Ked(Paru), Sp.P(K) dr. Widirahardjo, Sp.P(K)

dr. Pandiaman Pandia, M.Ked(Paru), Sp.P(K) dr. Parluhutan Siagian, M.Ked(Paru), Sp.P(K) Dr. dr. Fajrinur Syarani, M.Ked(Paru), Sp.P(K)

Dr. dr. Amira Permatasari Tarigan, M.Ked(Paru), Sp.P(K) Dr. dr. Bintang YM Sinaga, M.Ked(Paru), Sp.P(K)

dr. Nuryunita Nainggolan, M.Ked(Paru), Sp.P(K) dr. Noni Novisari Soeroso, M.KedParu), Sp.P(K) dr. Setia Putra Tarigan, Sp.P(K)

Fotarisman Zaluchu, SKM, MSi, MPH

(7)

ABSTRAK

Latar belakang dan tujuan: Kanker paru merupakan penyebab tersering ketiga kanker yang bermetastasis ke tulang. Lesi tulang metastatik melemahkan integritas struktural tulang, yang meningkatkan risiko terjadinya komplikasi tulang seperti nyeri, hiperkalsemia, atau terjadinya Skeletal Relating Events (SRE). SRE meliputi didefenisikan dengan fraktur patologis, kompresi sumsum tulang belakang, operasi untuk pencegahan dan pengobatan fraktur patologis atau kompresi sumsum tulang belakang, atau radiasi untuk nyeri tulang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kejadian SRE pada pasien KPKBSK yang bermetastasis tulang

Metode: Penelitian ini merupakan studi deskriptif yang melibatkan pasien KPKBSK yang bermetastasis tulang. Data penelitian dikumpulkan secara retrospektif dari pasien yang berobat di Poliklinik Onkologi RSUPHAM dari Januari 2015 sampai Desember 2016.

Hasil: Sebanyak 38 pasien dilibatkan dalam penelitian ini yang terdiri dari 29 (76.3%) pria dan 9 (23.7%) wanita, 31 kasus (81,58%) adenokarsinoma dan 7 kasus (18,42%) squamous cell carcinoma. Kejadian SRE ditemukan pada 27 (71,05%) orang pasien yang meliputi 23,68% kasus fraktur patologis, 52,63%

kasus kompresi tulang belakang, 13,16% menjalani radiasi tulang dan hanya 2.63% yang menjalani operasi tulang.

Kesimpulan: SRE merupakan kejadian yang relative sering ditemukan pada penderita KPKBSK dengan metastasis tulang. Jenis SRE yang paling sering dijumpai adalah kompresi tulang belakang.

Kata Kunci : Kanker Paru, Metastase Tulang, Skeletal Relating Events (SRE)

(8)

ABSTRACT

Background : Lung cancer is the third most common cause of cancer metastasized to the bone. Metastatic bone lesions weaken the structural integrity of bone, which increases the risk of bone complications such as pain, hypercalcemia, or occurrence of Skeletal Relating Events (SRE). SRE includes defined by pathologic fractures, spinal cord compression, surgery for prevention and treatment of pathologic fractures or spinal cord compression, or radiation for bone pain. The aims of this study was to determine the incidence of SRE in Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) patients who metastasize bone.

Materials and Methods: This is a descriptive study involving NSCLC patients who metastasize bone. The research data were collected retrospectively from patients treated at Haji Adam Malik General Hospital Oncology Polyclinic from January 2015 to June 2017.

Results: A total of 38 patients were included in the study consisting of 29 (76.3%) men and 9 (23.7%) women, 31 cases (81,58%) Adenocarcinoma and 7 cases (18,42%) Squamous Cell Carcinoma. The incidence of SRE was found in 27 (71,05%) patients who included 23,68% of cases of pathologic fractures, 52,63%

of cases of spinal compression, 13,16% under bone radiation and only 2.63%

undergoing bone surgery.

Conclusions: SRE is a relatively common occurrence in NSCLC patients with bone metastasis. The most common type of SRE is spinal compression.

Key words: Lung Cancer , Bone Metastasis, Skeletal Relating Events (SRE)

(9)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kepada TUHAN YANG MAHA ESA, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tulisan akhir ini yang berjudul ” Prevalensi Skeletal Relating Events Pada Pasien Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil Metastasis Tulang Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan”.

Tulisan ini merupakan persyaratan dalam penyelesaian pendidikan keahlian di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU/SMF Paru RSUP H. Adam Malik Medan. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik dari guru-guru yang penulis hormati, teman sejawat di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU, paramedis dan non medis serta dorongan dari pihak keluarga. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : dr. H .Zainuddin Amir, M.Ked(Paru), SpP(K), sebagai Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU Medan, yang tiada henti- hentinya memberikan bimbingan Ilmu Pengetahuan, arahan, petunjuk serta nasehat dalam cara berpikir, bersikap dan berperilaku yang baik selama masa pendidikan, yang mana hal tersebut sangat berguna di masa yang akan datang.

dr. Pandiaman S. Pandia, M.Ked (Paru), Sp.P(K), sebagai Sekretaris Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU Medan, yang tiada hentinya memberikan bimbingan Ilmu Pengetahuan, arahan, petunjuk serta nasehat dalam cara berpikir, bersikap dan berperilaku yang baik selama masa pendidikan, yang mana hal tersebut sangat berguna di masa yang akan datang.

Dr. dr. Bintang Y.M. Sinaga, M.Ked(Paru) Sp.P(K) sebagai koordinator penelitian ilmiah di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan, bimbingan, pengarahan dan masukan dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan tulisan ini.

(10)

dr. Amiruddin, Sp.P sebagai Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) cabang Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan, bimbingan, pengarahan dan masukan dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan tulisan ini.

dr. Muhammad Rusda, M.Ked(OG), Sp.OG(K) sebagai Ketua TKP PPDS FK USU yang senantiasa tiada jemunya membantu, mendorong dan memotivasi serta membimbing dan menanamkan disiplin, ketelitian, berpikir dan berwawasan ilmiah serta selalu mendorong penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

Dr. dr. Amira P.Tarigan, M.Ked(Paru),Sp.P(K) sebagai Ketua Program Studi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU/SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, dorongan dan nasehat yang sangat berguna selama penulis menjalani masa pendidikan.

dr. Widirahardjo, Sp.P (K) sebagai Kepala SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, dorongan, nasehat, dan menanamkan disiplin, ketelitian, berpikir dan berwawasan ilmiah selama penulis menjalani masa pendidikan.

dr. Noni Novisari Soeroso, M.Ked(Paru), Sp.P(K), sebagai pembimbing utama tesis saya yang telah banyak memberikan penulis bimbingan, bantuan teknis, masukan, arahan dan terutama motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tulisan ini.

dr. Setia Putra Tarigan, Sp.P(K), sebagai pembimbing akademik sekaligus pembimbing tesis saya yang banyak memberikan motivasi dan saran serta nasehat yang bermanfaat sehingga saya dapat menyelesaikan tulisan ini.

Bapak Fotarisman Zaluchu, SKM, MSi, MPH sebagai pembimbing statistik yang telah begitu banyak membantu dan membuka wawasan penulis dalam bidang statistik dan dengan penuh kesabaran memberi bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

(11)

Penghargaan dan rasa terimakasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada yang terhormat Prof. dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P(K), Prof. dr. H. Tamsil Syafiuddin, Sp.P(K), dr. H. Hilaluddin Sembiring, DTM&H, Sp.P(K), Dr.dr.

Fajrinur Syarani, M.Ked(Paru), Sp.P(K), dr.Parluhutan Siagian, M.ked (Paru), Sp.P(K), dr. Syamsul Bihar, M.Ked(Paru), SpP, dr. Ade Rahmaini, M.Ked(Paru) Sp.P, dr. Netty Y. Damanik, Sp.P, dr. Ucok Martin, Sp.P, dr. Nuryunita Nainggolan, SpP(K), yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, masukan dan pengarahan selama menjalani pendidikan.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran USU Medan dan Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis dalam melaksanakan dan menyelesaikan penelitian ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, pegawai tata usaha, perawat/ petugas poliklinik, ruang rawat inap, instalasi perawatan intensif, instalasi gawat darurat RSUP H Adam Malik atas bantuan dan kerja sama yang baik selama menjalani masa pendidikan.

Kepada istriku tercinta Yanti Elisabeth Tambunan, ST, anakku Frey Ellert Harvesto Panggabean dan Orvin Ellert Gospelo Panggabean, yang selalu setia dalam suka dan duka, senantiasa memberi motivasi, doa, cinta kasih serta banyak pengorbanan selama ini, penulis ucapkan terimakasih dan penghargaan atas semuanya.

Dengan rasa hormat dan terima kasih yang tiada terbalas penulis sampaikan kepada Ayahanda Djoni Panggabean dan Ibunda Rosintan br.

Debataraja ( Alm ) yang telah membesarkan, mendidik dan memberi dorongan semangat, serta bantuan moril dan materil.

Akhirnya pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan, kekhilafan dan kesalahan yang pernah diperbuat selama ini. Semoga ilmu, keterampilan dan

(12)

pembinaan kepribadian yang penulis dapatkan selama ini dapat bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.

Medan, Agustus 2017

Penulis,

(dr. Freddy Panggabean)

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... … i

USULAN PENELITIAN ... … ii

LEMBAR PERNYATAAN ………. iii

ABSTRAK……….. ABSTRACT ... … KATA PENGANTAR ……….. v vi vii DAFTAR ISI……….. xi

DAFTAR ISTILAH ... xv

DAFTAR TABEL………. xvii

DAFTAR GAMBAR ... … DAFTAR LAMPIRAN………. xviii xix BAB 1 PENDAHULUAN ... … 1

1.1 Latar Belakang……… 1

1.2 Perumusan Masalah……….. 3

1.3 Tujuan Penelitian……….. 3

1.3.1. Tujuan Umum………... 3

1.3.2. Tujuan Khusus……….. 3

1.4 Manfaat Penelitian……….. 3

1.4.1. Manfaat Teoritis……… 3

1.4.2. Manfaat Terapan………... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……...……… 5

2.1 Kanker paru………. 5

2.1.1. Defenisis kanker paru………. 5

2.1.2. Patogenesis kanker paru………. 5

2.1.3. Diagnosis dan penderajatan kanker paru…………... 6

a. Gambaran Klinik……… 6

(14)

b. Pemeriksaan radiologis dan Pemeriksaan Khusus… 6

c. Jenis histologi……….. 7

2.1.4. Penderajatan ( Staging )………..………... 7

a. Kategori TNM untuk kanker paru…….………….. 8

2.2 Tulang……….. 11

2.2.1. Fisiologi Formasi tulang……… 12

2.2.2. Pembentukan tulang……….…….. 12

2.3. Patofisiologi kanker tulang metastasis………. 13

2.3.1. Keluar dari tumor primer….………. 14

a. Transisi dari sel epithelial ke sel mesenkimal……… 14

b. Hipoksia……… 15

2.3.2. Invasi sel kanker………. 15

a. Degradasi Extra Cellular Matrix (ECM)……… 15

b. Angiogenesis……….……….………… 16

c. Intravasasi dan ekstravasasi………...………. 16

2.3.3. Bertahan dan menyebar melalui Sirkulasi…………. 16

2.3.4. Bertumbuh pada tulang sendiri…..……...………… 17

a. Faktor sekeresi dari sel tumor……….. 17

b. Lokasi Hematopoietic Stem Cell (HSC)………….. 17

c. Faktor sekeresi dari sel – sel tulang ... … 18

d. Perlengketan sel-sel tumor ke sel-sel tulang……… 18

2.3.5. Lingkungan mikro tulang dan makrometastasis……. 19

a. Osteoklas…………..………... 20

b. Osteoblas……...……….. 20

c. Adiposit………..………. 21

d. Makrofag………...……….. 22

2.4. Skeletal Relating Events (SRE)..………... 22

2.4.1. Nyeri tulang……….……… 24

2.4.2. Patah tulang patologis…….……… 24

2.4.3. Kompresi sumsum tulang belakang……….... 25

2.4.4. Kompresi Nerve Root………. 26

(15)

2.5. Terapi SRE ... … 26

2.5.1. Analgesik………. 26

2.5.2. Bifosfonat………. 27

2.5.3. Terapi Radiasi……… 30

2.5.4. Radiofarmasi....………. 31

2.6. Kerangka Teori……… 32

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN………. 33

3.1. Desain Penelitian………. 33

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian……….. 33

3.3. Populasi,sampel,besar sampel……….. 33

3.3.1 Populasi Penelitian………….……… 33

3.3.2 Sampel Penelitian………..………. 33

3.3.3 Besar sampel Penelitian……..……… 33

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi……… 33

3.4.1 Kriteria Inklusi……….. 33

3.4.2 Kriteria Eksklusi……… 34

3.5. Defenisi Operasional……….…. 34

3.6. Kerangka Operasional Penelitian……….….. 36

3.7. Pengolahan Data dan Analisa Data……… 36

3.8. Jadwal Penelitian……….….. 37

3.9. Perkiraan biaya Penelitian………. 37

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 38

4.1. Hasil Penelitian……… 38

4.2. Karakteristik Subjek Penelitian……….. 38

4.2.1 Usia………. 38

4.2.2 Jenis Kelamin……….. 39

4.2.3 Indeks Brinkman……… 39

4.2.4 Jenis Sel Kanker………. 40

4.2.5 Rasa Nyeri, Fraktur Patologis, Kompresi Sumsum Tulang, Radiasi Tulang, Operasi Tulang, Hiperkalsemia……….……… 40

(16)

4.2.6 Skeletal Relating Events (SRE)………. 42

4.2.7 Rasa Nyeri Sebelum dan sesudah Pemberian Bifosfonat……….. 42

4.2.8 Jenis Bifosfonat………. 43

4.3. Pembahasan……… 43

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 49

5.1. Kesimpulan……… 49

5.2. Saran………... 49

DAFTAR PUSTAKA……… 50

(17)

DAFTAR ISTILAH

ABT – 627 = Both ET-1 Neutralizing Antibodies and ET-A Receptor Antagonist

AJH = Aspirasi Jarum Halus BMP = Bone Morphogenic Protein CTC = Circulating Tumor Cell

CT Scan = Computer Tomography Scanning CXCR4 = Chemokin C-X-C Receptor 4 DDR – 1 = Discoidin Domain Receptor – 1 ECM = Extracelluler Matrix

EGFR TKI = Epidermal Growth Factor EPCR = Receptor of Activated Protein C

IASLC = International Association for the Study of Lung Cancer ET – 1 = Endotelin – 1

FPP = Farnesyl Diphospate HIF = Hipoxia Induction Factor HPOA = Hypertropic Osteoartheopathy HSC = Hematopoietic Stem Cell IGF = Insulin like Growth Factor IL - 6 = Inter Leukin – 6

IL – 8 = Inter Leukin – 8

IPP = Isopentenyl Diphospate KGB = Kelenjar Getah Bening

KPKBSK = Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil KPKSK = Kanker Paru Jenis Karsinoma Sel Kecil

MCP – 1 = Monosit Chemotactic Proteiuria – 1 MCSF = Macrophage Colony Stimulating Factor MIP – 2 = Macrophage Inflammatory Protein – 2 miRNA = mithocondria Ribonucleid Acid

(18)

MMPs = Matrix Metalloproteinase MRI = Magnetic Resonance Imaging

NK = Natural Killer

NSAID = Non Steroid Anti Inflammatory Disease

OPN = Osteopontin

PA / L = Postero Anteror / Lateral

PCPA = trans-2-Phenylcyclopropylamine hydrochloride PET = Positron Emmision Tomography

PTHrP = Parathyroid Hormone related Protein

RANKL = Receptor Activator of Nuclear Factor Kappa-B Ligand SDF – 1 = Stromal Derived Factor – 1

SRE = Skeletal Relating Events

TBNA = Transbronchial Needle Aspiration TBLB = Transbronchial Lung Biopsi TGF – β = Transforming Growth Factor – β TNF = Tumor Necrosis Factor

TTNA = Transthorachal Needle Aspiration TTB = Transthoracic Biopsy

VAS = Visual Analogue Pain Scale VEGF = Vascular Endothel Growth Factor

Zn2+ = Zincum 2+

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1A Penjelasan TNM System Version 7 Non-Small Cell Lung

Cancer……….. 10 Tabel 1B TNM System Version 7 Non-Small Cell Lung Cancer ……….. 10 Tabel 2.1 Tabel karakteristik sampel berdasarkan umur………. 38 Tabel 2.2 Tabel karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin…………. 39 Tabel 2.3 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Indeks Brinkman…… 39

Tabel 2.4 Jenis Sel Kanker……… 40

Tabel 2.5 Rasa Nyeri, Fraktur Patologis, Kompresi Sumsusm Tulang,

Radiasi Tulang, Operasi Tulang, Hiperkalsemia……….. 40 Tabel 2.6 Frekuensi Skeletal Relating Events (SRE)……… 42 Tabel 2.7 Rasa Nyeri Sebelum dan Sesudah Pemberian Bifosfonat……… 42 Tabel 2.8 Jenis Bifosfonat………. 43

(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Patofisiologi Metastasis Tulang……….. 14 Gambar 2. Ilustrasi Lesi Osteolitik dan Lesi Osteoblastik……… 20 Gambar 3. Patah Tulang Patologis……… 25 Gambar 4. Kompresi Sumsum Tulang………..

Gambar 5. Mekanisme Seluler Resorpsi Tulang Osteoklas………..

26 29

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Hal

Lampiran 1 Daftar riwayat hidup ……… 58

Lampiran 2 Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian ………..………... 60

Lampiran 3 Persetujuan setelah penjelasan………... 62

Lampiran 4 Pernyataan Persetujuan ……… 63

Lampiran 5 Persetujuan Komisi Etik Penelitian …..……… 64

Lampiran 6 Tabel Data Induk………... 65

(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker paru merupakan kanker yang paling sering didiagnosis kedua pada pria dan wanita dari seluruh kejadian kanker yang terjadi di dunia. Diperkirakan sebanyak 224.390 kasus baru kanker paru terjadi di Amerika pada tahun 2016.

Angka tersebut meliputi sekitar 14% dari semua diagnosa kanker. Memang angka kejadian kanker paru telah menurun sejak pertengahan 1980-an pada pria, tetapi pada wanita sejak pertengahan 2000-an justru mengalami peningkatan. Dari 2008 sampai 2012, angka kejadian kanker paru-paru menurun 3,0% per tahun pada pria dan 1,9% per tahun pada wanita (American Cancer Society 2016). Perbedaan gender ini kemungkinan berhubungan dengan pola historis serapan merokok dan status berhenti merokok pada beberapa decade terakhir ini.

Kanker paru merupakan penyebab tersering ketiga kanker yang bermetastasis ke tulang. Metastasis tulang terjadi pada sebagian besar jenis tumor tetapi paling umum pada kanker payudara, kanker prostat, dan kanker paru (Li et al. 2012). Sekitar 30 – 40 % dari pasien dengan kanker paru yang metastasis ke tulang selama perjalanan penyakitnya, dengan waktu rata – rata pasien dengan lesi sekunder sekitar 7 bulan (Ferlay et al. 2008). Di Amerika, insiden terjadinya metastasis tulang pada kanker payudara adalah sekitar 66,6 %, metastasis tulang pada kanker prostat sekitar 52,3 % dan metastasis tulang akibat kanker paru sekitar 30,1 % dari seluruh keganasan yang terjadi (Hernandez et al. 2015).

Metastasis tulang mengganggu proses perbaikan alami antara pembentukan tulang osteoblastik dan resorbsi tulang osteoklastik. Mengganggu keseimbangan ini menyebabkan peningkatan osteolisis tulang atau tulang sklerotik tergantung pada jenis lesi. Lesi tulang metastatik akhirnya melemahkan integritas struktural tulang, yang menempatkan pasien pada peningkatan risiko untuk terjadinya komplikasi tulang seperti sakit, hiperkalsemia, atau terjadinya Skeletal Relating Events (SRE) (Moos et al. 2015). SRE biasanya didefenisikan dengan fraktur patologis, kompresi sumsum tulang belakang, operasi untuk pencegahan dan

(23)

pengobatan fraktur patologis atau kompresi sumsum tulang belakang, atau radiasi untuk nyeri tulang. Hiperkalsemia adalah komplikasi tambahan sering terlihat pada pasien dengan metastase tulang, di mana pilihan farmakologis juga telah digunakan (Moos et al. 2015 ; Bottiglieri, S, Adams, V 2010).

Menurut penelitian Conen K dkk (2016) di Swisszerland didapati insidens SRE pada Kanker Paru Jenis Karsinoma Sel Kecil (KPKSK) dimana angka kejadian SRE sebanyak 18,4 % dari seluruh sampel penelitian mereka, dari angka kejadian SRE ini di dapati angka kejadian fraktur patologi 3,3 %, radiasi pada tulang 10,9 %, operasi tulang 2,2 %, kompresi sumsum tulang 1,2 %, hipercalsemia sebanyak 4,3 %. Penelitian lain oleh Cetin K dkk (2014) di Denmark didapati insidens SRE pada KPKSK dan KPKBSK dimana didapati kejadian SRE sebanyak 14,8 % dari seluruh sampel yang diteilti, dari angka kejadian SRE ini di dapati angka kejadian fraktur patologi 8 %, radiasi pada tulang 67 %, operasi tulang 4 %, kompresi sumsum tulang 21 %, tidak dijumpai adanya hiperkalsemia. Penelitian yang lain lagi oleh Katakami N dkk (2014) di Jepang didapati insidens SRE pada KPKSK dan KPKBSK dimana angka kejadian SRE sebanyak 18,2 % dari seluruh sampel yang diteliti dan dari angka kejadian SRE ini didapati angka kejadian fraktur patologi 4,7 %, radiasi pada tulang 15,7

%, operasi tulang 0 %, kompresi sumsum tulang 1,1 %, hiperkalsemia 2,2 %.

SRE merupakan komplikasi umum dari keganasan dan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas secara keseluruhan. Metastasis tulang berhubungan erat dengan SRE dan umumnya terjadi pada pasien dengan penyakit metastasis.

Metastase tulang diperkirakan berkembang melalui penyebaran hematogen dari tumor primer, di mana sel-sel kanker mematuhi tulang dan kemudian tumbuh.

molekul perekat, faktor pertumbuhan, dan nutrisi membuat tulang lingkungan yang ideal untuk sel-sel kanker untuk tumbuh, namun penyebaran lesi metastasis bervariasi (Bottiglieri, S, Adams, V 2010).

Uraian diatas yang mendasari peneliti untuk menilai angka kejadian SRE pada pasien Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) metastasis tulang dengan pemberian bifosfonat di ruangan One Day Care kemoterapi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan.

(24)

1.2 Perumusan Masalah

Belum adanya publikasi mengenai angka kejadian terjadinya SRE pada pasien KPKBSK metastasis tulang di RSUP HAM Medan

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui angka kejadian SRE pada pasien KPKBSK metastasis tulang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik pasien – pasien KPKBSK metastasis tulang di RSUP HAM Medan berdasarkan jenis kelamin, umur pasien, jumlah konsumsi rokok.

2. Untuk mengetahui proporsi nyeri pada pasien – pasien KPKBSK metastasis tulang di RSUP HAM Medan

3. Untuk mengetahui proporsi fraktur patologis pada pasien – pasien KPKBSK metastasis tulang di RSUP HAM Medan

4. Untuk mengetahui proporsi kompresi sumsum tulang pada pasien – pasien KPKBSK metastasis tulang di RSUP HAM Medan

5. Untuk mengetahui proporsi pasien yang mendapatkan radiasi tulang pada pasien – pasien KPKBSK metastasis tulang di RSUP HAM Medan 6. Untuk mengetahui proporsi pasien yang mendapatkan operasi tulang pada

pasien – pasien KPKBSK metastasis tulang di RSUP HAM Medan

7. Untuk mengetahui proporsi hiperkalsemia pada pasien – pasien KPKBSK metastasis tulang di RSUP HAM Medan

8. Untuk mengetahui prevalensi SRE pada pasien KPKBSK metastasis tulang di RSUP HAM Medan

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang kejadian SRE pada KPKBSK metastasis tulang.

(25)

1.4.2 Manfaat Terapan

a) Dengan mengetahui angka kejadian terjadinya SRE pada pasien KPKBSK metastasis tulang dapat menjadi dasar untuk memberikan penangan yang terbaik pada pasien yang menderita KPKBSK metastasis tulang

b) Sebagai dasar untuk melakukan penelitian lanjutan tentang angka kejadian terjadinya SRE pada pasien KPKBSK metastasis tulang

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker paru

2.1.1 Definisi kanker paru

Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer maupun keganasan dari luar paru (metastasis di paru). Dalam tulisan ini selanjutnya yang dimaksud dengan kanker paru adalah kanker paru primer, yaitu tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus (Jusuf et al 2016).

2.1.2 Patogenesis kanker paru

Kanker paru adalah konsekuensi fenotipik dari akumulasi perubahan genetik di sel-sel epitel saluran napas yang menghasilkan proliferasi selular yang tidak terkendali. Perubahan molekular dan genetik yang khas untuk kanker paru sangat kompleks dan belum sepenuhnya dipahami. Penelitian pertama mengenai patogenesis kanker paru dilakukan pada tahun 1960 dengan menggunakan sitogenetik (Kern 2008).

Menurut konsep masa kini kanker adalah penyakit gen. Sebuah sel normal dapat menjadi sel kanker apabila oleh berbagai sebab terjadi ketidakseimbangan antara fungsi onkogen dengan gen tumor suppresor dalam proses tumbuh dan kembangnya sebuah sel. Perubahan atau mutasi gen yang menyebabkan terjadinya hiperekspresi onkogen dan/atau kurang/hilangnya fungsi gen tumor suppresor menyebabkan sel tumbuh dan berkembang tak terkendali. Perubahan ini berjalan dalam beberapa tahap atau yang dikenal dengan proses multistep carcinogenesis.

Perubahan pada kromosom, misalnya hilangnya heterogeniti kromosom atau LOH juga diduga sebagai mekanisme ketidaknormalan pertumbuhan sel pada sel kanker. Dari berbagai penelitian telah dapat dikenal beberapa onkogen yang berperan dalam proses karsinogenesis kanker paru, antara lain gen p53, gen rb.

Sedangkan perubahan kromosom pada lokasi 1p, 3p, dan 9p sering ditemukan pada sel kanker paru. Berkaitan respons dan resistensi maka hampir semua jenis

(27)

obat untuk kanker paru telah dikenal mekanisme kerja intraselular dan mekanisme resistensinya, terutama kaitannya dengan siklus sel dan apoptosis dan gen yang berperan pada proses itu. Pada perkembangan terakhir ilmu kanker, gen dan biomolekular malah berperan dominan secara khusus dalam pengobatan.

Golongan obat yang termasuk dalam kelompok targeted therapy adalah realisasi dari pengetahuan itu meskipun pada akhirnya respons obat tetap berkaitan dengan apoptosis sel kanker. Masih terus diteliti hubungan antara faktor spesifik untuk respons salah satu golongan obat EGFR-TKI dikaitkan dengan ras, jenis kelamin, dan mutasi gen tertentu (Jusuf et al 2016).

2.1.3 Diagnosis dan penderajatan kanker paru

Penegakan diagnosis kanker paru memerlukan pemeriksaan yang lengkap meliputi gambaran klinik, pemeriksaan radiologis, dan pemeriksaan khusus.

a. Gambaran klinik

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Pada pasien yang menunjukkan gejala dan tanda, gambaran kliniknya tidak banyak berbeda dari penyakit paru lainnya. Gambaran klinik penyakit kanker paru biasanya dijumpai pada subyek dengan risiko tinggi (laki-laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok, dan terpapar industri tertentu), dapat berupa batuk-batuk dengan/tanpa dahak, batuk darah, sesak napas, suara serak, sakit dada, sulit/sakit menelan, benjolan di pangkalan leher, sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat (Jusuf et al 2016). Dapat juga terlihat gejala atau keluhan di luar paru seperti pembesaran hepar, patah tulang, nyeri tulang, nafsu makan hilang, berat badan berkurang, demam hilang timbul, dan sindrom paraneoplastik, seperti hypertropic pulmonary osteoarheopathy (HPOA), trombosis vena perifer dan neuropatia (Jusuf et al 2016

; Kern 2008).

b. Pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan khusus

Pemeriksaan radiologis yang yang dapat dilakukan antara lain foto toraks PA/L, computerized tomography scanning (CT scan) toraks, bone scan, bone

(28)

survey, ultrasonografi (USG) abdomen, CT otak, positron emission tomography (PET), dan magnetic resonnance imaging (MRI). Pemeriksaan radiologis ini ditujukan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor, dan metastasis (Jusuf et al 2016).

Beberapa pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan dalam penegakan diagnosis kanker paru antara lain: bronkoskopi, biopsi aspirasi jarum, transbronchial needle aspiration (TBNA), transbronchial lung biopsy (TBLB), tranthoracic needle aspiration (TTNA). Biopsi transtorakal (transthoracic biopsy, TTB), aspirasi jarum halus (AJH), biopsi Kelenjar Getah Bening (KGB), torakoskopi medik, dan sitologi sputum (Kern 2008).

c. Jenis histologis

Kanker paru dapat dibagi menjadi dua jenis utama yaitu: Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) dan Kanker Paru jenis Karsinoma Sel Kecil (KPKSK) (Jusuf et al 2016 ; Youlden 2008 ; Pass 2010). Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) merupakan jenis kanker paru yang terbanyak dan terdiri dari beberapa sub tipe antara lain: karsinoma skuamosa (epidermoid carcinoma), adenokarsinoma (adenocarcinoma), dan karsinoma sel besar (large cell carcinoma). (Jusuf et al 2016 ; Youlden 2008 ; Pass 2010)

2.1.4 Penderajatan ( Staging )

Penderajatan untuk KPKBSK ditentukan menurut The 7th edition of the TNM staging system for lung cancer, edited by International Association for the Study of Lung Cancer (IASLC) tahun 2009. Pengertian T adalah tumor yang dikategorikan atas Tx, T0 s/d T4, N untuk keterlibatan kelenjar getah bening (KGB) yang dikategorikan atas Nx, N0 s/d N3, sedangkan M adalah menunjukkan ada tidaknya metastasis di paru atau metastasis jauh (M0 s/d M1a, M1b)

(Goldstraw et al 2009).

(29)

a. Kategori TNM untuk kanker paru

T : Tumor Primer

TX : Tumor primer tidak dapat dinilai, atau tumor dibuktikan oleh adanya sel-sel ganas di sputum atau hasil bilasan bronkial tetapi tidak divisualisasikan oleh pencitraan atau bronkoskopi

T0 : Tidak ada bukti tumor primer Tis : Karsinoma in situ

T1 Tumor 3 cm atau kurang dalam dimensi terbesar, dikelilingi oleh paru-paru atau visceral pleura, tanpa bukti dari bronkoskopi dimana invasi lebih proksimal dari bronkus lobar ( yaitu, bukan dalam bronkus utama )

T1a : Tumor 2 cm atau kurang dalam dimension 1 terbesar T1b : Tumor lebih dari 2 cm tapi tidak lebih dari 3 cm dalam

dimensi terbesar

T2 : Tumor lebih dari 3 cm tetapi tidak lebih dari 7 cm, atau tumor dengan salah satu dari poin berikut berikut:

1. Melibatkan bronkus utama, 2 cm atau lebih distal ke karina

2. Menginvasi pleura visceral

3. Terkait dengan atelektasis atau pnemonitis obstruktif yang meluas ke daerah hilus, tetapi tidak melibatkan seluruh paru-paru

T2A Tumor lebih dari 3 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm terbesar dimensi.

T2B Tumor lebih dari 5 cm tapi tidak lebih dari 7 cm dalam dimensi terbesar.

T3 : Tumor lebih dari 7 cm atau yang secara langsung menginvasi salah satu dari berikut : dinding dada

(termasuk tumor sulkus superior), diafragma, saraf frenikus, mediastinum pleura, pericardium parietal, atau

(30)

tumor di bronkus utama kurang dari 2 cm distal ke carina tapi tanpa keterlibatan carina, atau atelektasis terkait atau pneumonitis obstruktif paru-paru seluruh atau nodul tumor yang terpisah di lobus yang sama sebagai tumor primer.

T4 : Tumor dari berbagai ukuran yang menyerang salah satu dari berikut: mediastinum, jantung, pembuluh darah besar, trakea, saraf laringeal rekuren, esofagus, tubuh vertebral, carina, tumor nodul yang terpisah dalam lobus ipsilateral berbeda dengan tumor primer.

N : Kelenjar Getah Bening Regional

NX : Kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai N0 : Tidak ada metastasis daerah kelenjar getah bening

N1 : Metastasis di peribronchial ipsilateral dan / atau kelenjar getah bening hilus ipsilateral dan di intrapulmonal, termasuk keterlibatan dengan ekstensi langsung

N2 : Metastasis di kelenjar getah bening mediastinum ipsilateral dan / atau subkarinal

N3 : Metastasis di hilus kontralateral mediastinal, kontralateral, sisi tak sama panjang ipsilateral atau kontralateral, atau kelenjar getah bening supraklavikula

M : Metastasis Jauh

M0 : Tidak ada metastasis jauh M1 : Metastasis jauh

M1A : Nodul tumor terpisah dalam lobus kontralateral, tumor pleura dengan nodul atau ganas pleura atau efusi perikardial

M1B : Metastasis jauh

(31)

Tabel 1A. Penjelasan TNM System Version 7 Non-Small Cell Lung Cancer.

TX Sitologi positif

T1 ≤ 3 cm

T1a ≤ 2 cm

T1b > 2-3 cm

T2 Bronkus utama ≥ 2 cm dari karina, invasi ke pleura visceral, parsial atelectasis

T2a > 3-5 cm T2b > 5-7 cm

T3 > 7 cm, invasi ke dinding dada, diafragma, perikardium, pleura mediastinal, bronkus utama < 2 cm dari karina, atelektasis total, nodul pada lobus yang sama

T4 Penyebaran ke jantung, mediastinum, pembuluh darah, karina, trakea, esophagus, penyebaran tumor lobus ipsilateral

N1 Peribronkial ipsilateral, hilus ipsilateral N2 Subkarina, mediastinal ipsilateral

N3 Mediastinal atau hilus kontralateral, scalene atau supraklavikula

M1 Metastasis jauh

M1a Penyebaran tumor pada lobus kontralateral, nodul pada pleura atau pleura ganas, efusi perikard

M1b Metastasis jauh (Goldstraw et al 2009)

Tabel 1B. TNM System Version 7 Non-Small Cell Lung Cancer

T dan M

N0 N1 N2 N3

Stage Stage Stage Stage

T1a IA IIA IIIA IIIB

T1b IA IIA IIIA IIIB

(32)

T2a IB IIA IIIA IIIB

T2b IIA IIB IIIA IIIB

T3 IIB IIIA IIIA IIIB

T4 IIIA IIIA IIIB IIIB

M1a IV IV IV IV

M1b IV IV IV IV

(Goldstraw et al 2009)

Kanker paru pada umumnya dapat bermetastasis ke tulang, otak, paru dan hati, hal inilah yang menyebabkan daya tahan hidup yang rendah. Itulah sebabnya, meningkatkan pengetahuan mengenai tanda – tanda metastasis sangat penting diketahui untuk mengobati pasien – pasien (Riihimaki et al. 2014).

2.2 Tulang

Tulang adalah pendukung yang sangat khusus untuk kerangka tubuh, ditandai dengan kekakuan, kekerasan, dan kekuatan serta regenerasi dan perbaikannya. Tulang melindungi organ vital, menyediakan lingkungan untuk sumsum (baik pembentukan darah dan penyimpanan lemak), tulang bertindak sebagai tempat penyimpanan mineral buat homeostasis kalsium dan tempat penyimpanan faktor pertumbuhan dan sitokin, dan juga mengambil bagian dalam keseimbangan asam-basa. Tulang selalu mengalami perbaikan (pembentukan kembali) selama hidup untuk membantu beradaptasi dengan perubahan tekanan biomekanik, serta sebagai perbaikan untuk mengganti yang sudah tua, kerusakan minimal tulang dan menggantinya dengan yang baru, secara mekanis tulang yang kuat membantu mempertahankan kekuatan tulang (Kini, Nandeesh 2012).

Tulang memiliki dua komponen yaitu tulang kortikal yang tebal, padat, dan mengelilingi ruang sumsum dan tulang trabekular yang terdiri dari jaringan seperti sarang lebah dari trabecular plate dan batang tulang di kompartemen sumsum.

Tulang kortikal memiliki permukaan luar yaitu periosteal dan permukaan dalam yaitu endosteal. Periosteum adalah selubung jaringan ikat fibrous yang mengelilingi permukaan luar kortikal tulang, kecuali pada sendi di mana tulang dilapisi oleh tulang rawan artikular. Tulang rawan artikular berisi pembuluh

(33)

darah, serat saraf, osteoblas, dan osteoklas. Tulang ini melindungi, memelihara, dan berperan dalam pembentukan tulang. Tulang ini memainkan peran penting dalam proses pertumbuhan dan perbaikan pada tulang yang retak. Endosteum adalah suatu struktur membranosa yang menutupi permukaan dalam dari kortikal dan tulang kanselus dan kanal pembuluh darah kanal (kanal Volkmann) hadir dalam tulang (Kini, Nandeesh 2012).

2.2.1 Fisiologi Formasi tulang

Tulang terdiri dari sel-sel pendukung, yaitu osteoblas dan osteosit, sel pembentuk, yaitu osteoklas, dan matriks kolagen non-mineral dan protein non kolagen yang disebut osteoid, dengan garam mineral anorganik diendapkan dalam matriks. Selama hidup, tulang menjalani proses pertumbuhan memanjang dan melebar, membentuk dan pembentukkan kembali tulang yang baru . Pertumbuhan longitudinal terjadi pada pelat pertumbuhan , di mana tulang rawan berproliferasi di epifisis dan daerah metaphyseal dari tulang panjang, sebelum kemudian menjalani mineralisasi membentuk tulang primer yang baru (Kini, Nandeesh 2012).

2.2.2 Pembentukan Tulang

Ossifikasi (atau osteogenesis) adalah proses pembentukan tulang baru oleh sel yang disebut osteoblas. Sel-sel ini dan matriks tulang adalah dua elemen penting yang terlibat dalam pembentukan tulang. Proses pembentukan tulang yang normal dan sehat ini terjadi oleh dua proses penting, yaitu:

1. Ossifikasi intramembranosa yang ditandai dengan pembentukan tulang ke dalam jaringan ikat yang primitif (mesenkim) yang mengakibatkan pembentukan tulang – tulang (tengkorak, klavikula, mandibula). Hal ini juga terlihat dalam proses penyembuhan fraktur (patah tulang majemuk) yang dirawat dengan reduksi terbuka dan stabilisasi dengan pelat logam dan sekrup.

2. Ossifikasi Endokhondral di mana model tulang rawan bertindak sebagai prekursor (misalnya femur, tibia, humerus, radius). Ini adalah proses yang paling penting yang terjadi selama penyembuhan patah tulang ketika diobati dengan gips imobilisasi.

(34)

Jika proses pembentukan jaringan tulang terjadi di lokasi ekstraskeletal, itu disebut sebagai heterotopic ossifikasi.

Tiga langkah dasar yang terlibat dalam osteogenesis adalah:

A. Sintesis matriks organik ekstraseluler (Osteoid) B. Matrix mineralisasi yang mengarah ke formasi tulang

C. Renovasi tulang oleh proses resorpsi dan reformasi (Kini, Nandeesh 2012).

2.3 Patofisiologi Kanker Tulang Metastasis

Kanker tulang metastasis tergantung pada kemampuan sel kanker untuk keluar dari tumor primer, menyebar melalui sirkulasi, dan membentuk tumor sekunder di jaringan tulang yang jauh . Penyebaran ini terdiri dari lima langkah yaitu:

1. Keluar dari tumor primer

2. Menyebar melalui kelenjar limfatik dan/atau pembuluh darah 3. Bertahan dan menyebar melalui sirkulasi

4. Bertumbuh di tulang itu sendiri

5. Akhirnya berkembang di lingkungan tulang yang baru.

Setiap langkah dari metastase tulang kanker diatur secara ketat oleh sel-sel tumor, dengan kerjasama dan bantuan dari sel non-kanker (Krzeszinski, Wan 2015).

(35)

Gambar 1. Patofisiologi Metastasis Tulang (Krzeszinski, Wan 2015)

2.3.1 Keluar dari tumor primer

a. Transisi dari sel epitelial ke sel mesenkimal

Pertumbuhan tumor sering difasilitasi oleh perubahan genetik intrinsik dan perubahan dalam lingkungan lokal. Meski masih dalam perdebatan, semakin banyak bukti menunjukkan bahwa aktivasi proses transisi dari sel epitelial ke sel mesenkimal adalah penting untuk memungkinkan sel-sel karsinoma menjalani reorganisasi yang mendasari sitoskeleton kehilangan kepadatannya untuk migrasi sel tunggal dan menyebar. Penanda klasik dari transisi sel epithelial ke mesenkimal adalah cadherin switching, di mana E-cadherin hilang dan N- cadherin didapat. Transkripsi faktor yang menjadi penghubung protein seperti E- cadherin, b-catenin dan integrin , bersama dengan miRNAs dan splicing alternatif telah dilaporkan memainkan peran penting dalam transisi sel epithelial ke sel mesenkimal.Transisi sel epithelial ke sel mesenkimal pada umumnya diperkirakan sebagai penyebab terjadinya metastasis pada umumnya (Sethi S et al. 2010).

(36)

b. Hipoksia

Kadar oksigen yang rendah (hipoksia) juga meningkatkan perilaku ganas sel kanker, terutama melalui Hipoksia Induction Factors (HIFs). Secara umum ini merupakan parameter prognosis yang tetap, hipoksia intratumoral berfungsi sebagai indikator yang merugikan bagi prognosis pasien. HIFs yang merangsang ekspresi faktor transkripsi dari pluripotency, molekul yang berhubungan dengan glycolysis dan transisi sel epithelial ke sel mesenkimal (Oct-3/4, Nanog, dan Sox- 2), serta faktor-faktor angiogenik seperti Vascular Endothel Growth Factor (VEGF). Akibatnya, meningkatkan signal HIF dan jalur metabolisme diubah menjadi strategi yang menjanjikan untuk meningkatkan efektivitas terapi saat melawan kanker yang agresif dan bermetastasis.Chemocin C-X-C Receptor Tipe 4 (CXCR4), Osteopontine (OPN), dan Interleukin - 6 dan Interleukin - 8 (IL-6 dan IL-8) adalah hipoksia/HIF yang diinduksi oleh gen yang menandakan metastasis tulang yang spesifik dalam beberapa jenis sel ( X Lu, Y Kang 2010).

2.3.2 Invasi sel kanker

a. Degradasi Extra Cellular Matrix (ECM)

Invasi sel karsinoma membutuhkan degradasi ECM, yang membentuk rangka struktural untuk sebagian besar jaringan dan terdiri dari fibrous protein (seperti kolagen, elastins, fibronectins, dan laminin) dan proteoglikan (seperti chondroitin sulfat, heparan sulfat, sulfat keratan, dan hyaluronic acid). Beberapa gen yang berhubungan dengan ECM mengalami peningkatan ekspresi pada tumor metastasis. Transforming growth factor β (TGF-β) memainkan peran penting tapi tidak hanya dalam sintesis tetapi juga degradasi ECM . Berbagai jenis proteinase terlibat di dalam degradasi dari ECM, tapi enzim utama dianggap menjadi Metalloproteinase Matrix (MMPs), diantaranya Zn2 + - endopeptidases yang membelah keutuhan dari ECM. MMP-2 dan MMP-9 adalah MMPs yang dominan yang bertanggung jawab untuk degradasi protein ECM, dan dengan demikian memainkan peran penting dalam perkembangan sel tumor, pertumbuhan, dan metastasis. mir-29c baru-baru ini dilaporkan berguna untuk menekan perlengketan sel kanker paru-paru ke ECM dan metastasis oleh targeting integrin β1 dan

(37)

MMP2, dan dengan demikian merupakan target terapi baru untuk kanker paru- paru (Wang H et al. 2013).

b. Angiogenesis

Setelah degradasi ECM oleh MMPs, sel endotel tertarik dengan rangsangan angiogenik yang diproduksi oleh sel-sel tumor untuk bermigrasi ke dalam ruang perivaskular dan membentuk pembuluh darah baru . Ini adalah proses yang sangat diatur yang melibatkan jalur penting signaling seperti VEGF, reseptor VEGF (VEGFRs), Anti – angiogenic Factor (misalnya, Thrombospondin-1), Pro – Angiogenic Factor (misalnya, HIFs), Notch, dan beberapa protein ECM. Angiogenesis, dianggap sebagai prasyarat untuk metastasis kanker, telah dipelajari secara ekstensif (Papetti M, Herman I M 2002).

c. Intravasasi dan ekstravasasi

Pembuluh darah yang dibentuk oleh tumor yang diinduksi angiogenesis lokal umumnya bocor, dengan hubungan sel - sel yang lemah, di mana sel-sel kanker bisa masuk pembuluh darah. Gen penghubung khusus yang memediasi ekstravasasi sel kanker yang berhubungan untuk metastasis tulang juga telah diidentifikasi. Perbandingan profil ekspresi di sublines metastasis tulang karena kanker payudara dengan garis sel induk mengidentifikasi beberapa mediator dari metastasis tulang, di CXCR4 khususnya, IL-11, OPN, dan MMP1, kombinasi yang cukup untuk meningkatkan osteolitik metastasis ketika diekspresikan dalam garis sel parental (Kang Y et al. 2003).

2.3.3 Bertahan dan menyebar melalui sirkulasi

Setelah intravasasi, sebagian kecil sel tumor mampu bertahan dalam sirkulasi melalui ekspresi berbagai gen, bekerja sama dengan tipe sel lainnya, dan pada saat yang sama menghindari sistem pengenalan kekebalan tubuh untuk membentuk metastasis ke tempat yang jauh pada extravasasi dari pembuluh darah.

Pengenalan oleh trombosit dan permukaan sel Natural Killer (NK) dianggap sebagai penyebab utama Circulating Tumor Cell (CTCs) bertahan hidup dan berkembang menjadi metastasis (Krzeszinski, Wan 2015).

(38)

2.3.4 Bertumbuh pada tulang itu sendiri

Sel - sel tumor, sel-sel tulang, dan interaksi tumor tulang semua telah ditunjukkan untuk berkontribusi kolonisasi sel kanker di tulang.

a. Faktor sekresi dari sel tumor

Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa kemokin dan reseptor- reseptornya mempunyai peran penting dalam metastasis kanker ke organ yang spesifik. Stromal Derived Factor - 1 (SDF-1), dihasilkan dari beberapa jenis sel sumsum tulang diantaranya osteoblast, yang mana diketahui memegang peranan penting dalam system hematopoetik sel awal tumor ke sumsum tulang. CXCR4, dihasilkan dari beberapa tumor metastasis tulang diantaranya payudara, prostat dan multiple myeloma, mengkontrol tujuan metastasis dari sel – sel kanker dengan mengarahkannya ke organ – organ dimana kadar SDF-1 tinggi dihasilkan, seperti sumsum tulang. Gangguan genetik dari CXCR4 dalam sel – sel hematopoietik untuk meningkatkan aktivitas osteoklas dan dengan demikian dirangsang pertumbuhan sel tumor di tulang (Krzeszinski, Wan 2015).

Dalam kanker paru metastasis tulang, penghambatan reseptor kolagen Discoidin Domain Receptor – 1 (DDR-1) menekan daya kelangsungan hidup sel, menetap dan berkolonisasi di tulang. Actifated Protein C Receptor (EPCR) membuat sel – sel tumor bertahan hidup dan ini berhubungan terbalik dengan gejala klinis yang muncul pada pasien dengan adenokarsinoma paru (Anton, I et al. 2012).

b. Lokasi Hematopoietic Stem Cell (HSC)

Komponen dari lokasi HSC ditunjukkan sebagai tempat yang subur bagi perkembangan metastase tulang. Beberapa bukti mendukung hipotesis bahwa sel – sel kanker metastasis tulang menyebar luas dengan cara yang sama seperti tempat HSC ke sumsum tulang seperti melalui sumbu CXCR4/SDF1. Sebagai tambahan, HSC derived Bone Morphogenic Protein (BMPs), seperti BMP2 dan BMP6, dapat mempromosikan diferensiasi dari osteoblas. Osteoblas yang pada gilirannya mempertahankan endosteal dari lokasi HSC, mengakibatkan suatu umpan balik positif antara HSCs dan osteoblas, yang mana akan menyebakan

(39)

terbukanya kesempatan bagi sel-sel kanker untuk merubah regulasi dari pembentukan tulang normal dengan HSCs melalui jalur signal BMPs. BMPs juga terlibat di kedua HSC yang tenang dan sel tumor yang dorman, oleh karena itu untuk mewakili kandidat yang menjanjikan untuk target terapi dari metastasis tulang (Krzeszinski, Wan 2015).

c. Faktor sekresi dari sel – sel tulang

Salah satu fitur yang paling menarik dari kerangka mamalia adalah kemampuannya untuk terus merombak dan memperbarui diri. Selama proses degradasi dan pembaharuan tulang, faktor-faktor yang lain disekresikan dari sel- sel tulang dan matriks tulang ke dalam lingkungan tulang.

TGF-β merupakan salah satu sitokin yang paling banyak dikeluarkan dari sel stroma. Ini merangsang ekspresi dari sel tumor Parathyroid Hormone related Protein (PTHrP), yang mengaktifkan osteoklas. Osteoklas, selanjutnya, menyerap tulang dan melepaskan TGF-β dari matriks tulang untuk mendorong proliferasi sel tumor dan sel yang sisa.(Jhonson, RW et al. 2011).

d. Perlengketan sel – sel tumor ke sel – sel tulang

Perlengketan antara sel-sel tumor dan stroma sel – sel sumsum tulang sangat penting untuk kolonisasi kanker pada jaringan tulang yang jauh. Integrin adalah keluarga reseptor transmembran yang berfungsi sebagai jembatan untuk sel - sel dan interaksi sel - sel ECM, sehingga memiliki peran yang penting dalam proses perlengketan ini. Mungkin ada beberapa penjelasan yang masuk akal atas pengamatan yang kelihatannya kontras. Pertama, sel kanker E-cadherin mungkin memainkan peran yang berbeda lokasi pra dan pasca metastasis menekan EMT pada tumor primer tetapi memfasilitasi perlengketan tulang dan kolonisasi di lokasi metastasis tulang. Kedua, penanda epitel lainnya yang di up-regulasi oleh PCPA mungkin memiliki peran yang berbeda dan mungkin lebih dominan dibandingkan dengan E-cadherin menghasilkan anti metastasis (Krzeszinski, Wan 2015).

(40)

Protein glikosilasi juga telah diperkirakan menyebabkan metastasis tulang.

Selectins adalah bagian dari adhesi sel molekul yang terdiri dari rantai tunggal glikoprotein transmembran (Glavey, SB et al. 2014).

2.3.5 Lingkungan mikro tulang dan makrometastasis

Tulang menyediakan lingkungan yang unik di mana beberapa jenis sel tinggal dan berinteraksi, termasuk sel-sel hematopoietik seperti osteoklas dan sel- sel imun, sel mesenchymal seperti osteoblas, osteosit, dan adiposit, serta sel-sel yang membentuk pembuluh darah seperti sel endotel dan pericytes. Setelah berhasil memasuki tulang, sel-sel tumor mulai berbaur dengan sel-sel tulang lokal dan memaksa mereka untuk menciptakan lingkungan yang sesuai bagi sel kanker bertahan dan berkembang, dengan menggunakan beberapa pendekatan yang berbeda dan molekul (Krzeszinski, Wan 2015).

Sel-sel kanker mempengaruhi sel-sel tulang terutama dalam dua cara.

Paling sering, sel-sel kanker memanipulasi bahagian osteoklas untuk meningkatkan diferensiasi dan aktivitas osteoklas. Ketika resorpsi tulang osteoklastik ini menggantikan pembentukan tulang osteoblastik, lesi metastasis osteolitik terjadi di mana terjadi degradasi tulang yang berlebihan meninggalkan 'rongga' di jaringan mineralisasi di mana sel-sel tumor berada, seperti yang sering terlihat dalam gambar X-ray (Gambar 2A). Kadang-kadang, sel – sel kanker juga melepaskan zat untuk memanipulasi bahagian dari osteoblas untuk meningkatkan diferensiasi osteoblas dan deposisi tulang baru. Ketika pembentukan tulang osteoblastik ini menggantikan resorbsi tulang osteoklastik, lesi metastatik osteoblastik mirip dengan sklerosis yang terjadi di mana terjadi juga pertumbuhan tulang yang berlebihan meninggalkan 'tonjolan' di jaringan mineralisasi di mana sel-sel tumor berada, yang juga dilihat di foto thoraks (Gambar 2B).

(41)

Gambar 2. Ilustrasi Lesi Osteolitik dan Lesi Osteoblastik (Krzeszinski,Wan 2015)

a. Osteoklas

Dalam metastasis tulang osteolitik, sel-sel tumor meningkatkan pembentukan osteoklast dengan melanjutkan sekresi Pro-Osteoklastogenic Factor termasuk PTHrP, Receptor Activator of Nuclear factor Kappa β Ligand (RANKL), Interleukin, Prostaglandin E, Tumor Necrosis Factor (TNF), dan Macrophage Colony Stimulating Factor (MCSF). Sebaliknya, resorpsi tulang osteoklastik melepaskan faktor pertumbuhan, seperti TGF-β, IGFs, PDGFs, dan BMP, dari matriks tulang untuk meningkatkan pertumbuhan tumor (Guise, TA 2002).

TGF-β memiliki peran yang besar pada tulang sebagai sinyal tumor.

Kelebihan produksi TGF-β yang aktif oleh resorpsi tulang osteoklastik pada terjadinya metastasis tulang tidak hanya meningkatkan invasi dan angiogenesis sel tumor tetapi juga menginduksi penekanan system imun (Massagué, J 2008).

b. Osteoblas

Osteoblas memproduksi dan menyimpan growth faktor ke matriks tulang, seperti TGF-β dan IGFs, yang tidak aktif sampai dilepaskan dan diaktifkan oleh resorpsi tulang osteoklastik pada osteolitik metastasis. Selain mematikan fungsi osteoklas, diusulkan bahwa strategi lain untuk memperbaiki kehilangan tulang adalah dengan mengaktifkan fungsi osteoblas. Proteasome Inhibitor dilaporkan

(42)

untuk mendukung pembentukan tulang dengan merangsang progenitor proliferasi dan diferensiasi osteoblas (Krzeszinski, Wan 2015).

Sel tumor menghasilkan Osteoblast Stimulating Factor seperti BMPs, FGFs dan PDGF. Sel tumor juga mengaktifkan Endotelin - 1 (ET-1), yang mendownregulate Dkk1, suatu regulator negatif dari osteoblastogenensis.

Osteoblas yang diaktifkan menghasilkan IL-6, Monosit Chemotactic Proteinuria 1 (MCP-1), VEGF, dan Macrophage Inflammatory Protein - 2 (MIP-2), yang pada gilirannya membantu kolonisasi dan penggandaan sel kanker menuju ke microenvironment tulang. Secara khusus, endotelin dan reseptornya muncul sebagai target yang masuk akal untuk metastasis tulang osteoblastik.

Penghambatan ET-1 dilaporkan memiliki efek ganda penekan pada sel tumor dan osteoblas. ET-1 menyebabkan proliferasi dan invasi sel kanker melalui upregulating MMPs, menghambat apoptosis, dan meningkatkan VEGF untuk terjadinya angiogenesis. ET-1 juga meningkatkan diferensiasi osteoblas dengan mengurangi Dkk1. ET-1 Neutralizing Antibodies dan ET-A reseptor - reseptor antagonist (ABT – 627) berada di bawah evaluasi klinis. Peran osteoblas di metastasis tulang kurang dijelaskan dengan baik apakah mereka menyebabkan metastasis atau anti metastasis tergantung pada beberapa faktor seperti jenis sel kanker dan apakah lesi lebih osteolitik atau osteoblastik. (Carducci, MA 2006) c. Adiposit

Adiposit adalah komponen penting lain dalam lingkungan sumsum tulang.

Jumlah sumsum adiposit bertambah banyak dengan proses penuaan dan obesitas, yang juga merupakan faktor risiko untuk berkembangnya kanker metastasis.

Sumsum adiposit mensekresi hormon, sitokin, dan asam lemak yang mungkin memiliki efek yang dalam pada tempat terjadinya hematopoietik, sel-sel tulang yang berdekatan, dan peradangan, maka membentuk lingkungan, hematopoiesis, dan homeostasis tulang. Hal ini menegaskan bahwa sel-sel tumor dapat juga untuk mengikat sumsum adiposit dan dipengaruhi oleh adipokines (Krzeszinski, Wan 2015).

(43)

Jelaslah, adiposit sumsum mempengaruhi kanker metastasis tulang, namun, sedikit yang diketahui tentang bagaimana sebenarnya sumsum sel-sel lemak mengatur kolonisasi tumor dan macrometastasis dalam kerangka. Rincian genetik dan studi molekuler akan diperlukan di masa depan untuk menggambarkan mekanisme yang mendasari dan menjelaskan terapi target yang baru untuk koneksi kanker lemak - tulang (Krzeszinski, Wan 2015).

d. Makrofag

Makrofag, yang berasal dari myeloid progenitors, juga merupakan komponen penting dari sumsum tulang. Makrofag diklasifikasikan menjadi dua bagian utama yang dapat dibedakan berdasarkan proses peradangannya : makrofag M1 yang umumnya menyebabkan peradangan, dan makrofag M2 yang biasanya menekan peradangan dan membantu memperbaiki jaringan. Ketika berhubungan dengan tumor, makrofag M1 telah diperuntukkan menjadi anti- tumorigenic dengan melepaskan spesies reaktif oksigen, nitrogen intermediet, dan sitokin inflamasi untuk membunuh sel-sel kanker, sementara makrofag M2 umumnya dianggap sebagai pro-tumorigenic dengan merilis berbagai Growth Factor, seperti FGFs dan VEGF, yang menyebabkan pertumbuhan dan invasi tumor. Rac2, sebagian kecil GTPase, yang memfasilitasi macrophage M1 ke M2 polarisasi, telah dilaporkan sebagai penyebab metastasis tumor (Joshi, S et al.

2013).

2.4 Skeletal Relating Events (SRE)

Sekitar 70-80% dari pasien dengan kanker paru metastasis berkembang dan bermetastasis ke tulang, dan meningkatkan risiko terjadinya SRE, yang meliputi fraktur patologis, kompresi sumsum tulang belakang , dan nyeri yang parah yang memerlukan terapi radioterapi atau pembedahan untuk lesi tulang (Múgica et al. 2011; So et al. 2012 ; Major 2007 ; Jensen et al. 2011). Kejadian SRE ini mengakibatkan komplikasi yang berat yang mengurangi kualitas hidup.

Kejadian SRE termasuk komplikasi sekunder dari adanya metastasis tulang dan dapat terjadi di kedua lesi osteolitik dan osteoblastik (Múgica et al. 2011).

(44)

Nyeri adalah gejala yang paling umum dari penyakit tulang dan dianggap karena peningkatan kepekaan nosiseptor, infiltrasi tumor ke saluran saraf, dan pengasaman jaringan lokal selama proses resorpsi tulang. Seringkali rasa sakit digambarkan sebagai rasa yang tumpul, sakit, atau menetap, dengan meningkatnya intensitas kegiatan menahan beban. Pada banyak pasien,rasa nyeri ini terlokalisir di daerah infiltrasi (paling sering tulang belakang dada), tetapi dapat disebut hantaran atau radikuler jika ada kompresi di saluran saraf. Dalam hampir sepertiga pasien dengan metastasis tulang, nyeri disebabkan oleh fraktur patologis. Mirip dengan osteoporosis, ini sering disebabkan oleh lesi litik tulang, sering di tulang rusuk, tulang belakang, dan tulang panjang. Nyeri adalah gejala yang paling umum dari fraktur, meskipun beberapa pasien mungkin menjadi kyphosis akibat dari kompresi tulang belakang. Di sekitar 6% dari pasien, fraktur dapat menjadi penyebab berkembangnya gejala neurologis (Múgica et al. 2011).

Penyebab lain dari gejala neurologis pada pasien dengan penyakit tulang metastatik adalah kompresi sumsum tulang belakang yang ganas.

Kegawatdaruratan medis ini sering disebabkan oleh kompresi langsung dari kanal tulang belakang oleh terjadinya proses tumor yang osteoblastik dan edema atau nekrosis dari sumsum tulang belakang dari perubahan arteri dan aliran darah vena.

Pasien sering datang dengan rasa nyeri punggung yang hebat, kelemahan, kelumpuhan, parestesia dan penurunan kontrol dari usus atau kandung kemih.

Manajemen terbaik mencegah komplikasi diperlukan yaitu dengan mengurangi progresifitas dari kerusakan neurologis yang ireversibel. Pencegahan dan pengobatan dini sangat penting karena kemampuan untuk dapat bekerja kembali setelah pengobatan adalah prediktor yang kuat dari angka bertahan hidup secara keseluruhan (Múgica et al. 2011).

Hiperkalsemia, didefinisikan sebagai serum kalsium > 10,5 mg/dl, adalah penilaian lain dari metastasis tulang. Ketika kalsium mengalir ke dalam darah dari kerusakan tulang adalah mekanisme yang paling sering terjadi pada pasien dengan metastasis tulang, hiperkalsemia juga dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormon parathryroid pada pasien tanpa lesi tulang. Hiperkalsemia merupakan komplikasi multifaktor dari suatu keganasan. Terapi radiasi, stabilisasi dengan

(45)

tindakan bedah, dan/atau dekompresi seringkali diperlukan pada pasien dengan metastasis tulang, terutama ketika tulang belakang yang terlibat. Farmakoterapi adalah terapi yang diandalkan dalam pengobatan hiperkalsemia dan hampir selalu digunakan sebagai terapi tambahan dengan operasi atau radiasi untuk penanganan patah tulang, kompresi sumsum tulang belakang yang ganas, dan nyeri yang hebat (Múgica et al. 2011).

Nyeri tulang adalah jenis yang paling umum dari sakit terkait kanker, dan dianggap parah dan melemahkan dalam dua-pertiga dari pasien. Mengobati nyeri tulang karena tetap pertimbangan ketika mengelola penyakit tulang metastatik (Múgica et al. 2011).

2.4.1 Nyeri tulang

Meskipun lebih dari setengah dari metastasis tulang tidak kelihatan gejala klinisnya, riwayat nyeri tulang yang parah atau progresif tanpa penyebab yang dapat diidentifikasikan harus segera di evaluasi secara hati-hati. Kadang-kadang, nyeri tulang metastasis dapat menjadi gejala pertama mendorong diagnosis kanker, namun nyeri tulang yang dirasakan sebelumnya, bahkan yang berulang, harus dievaluasi secara cermat. Riwayat sebelumnya menunjukkan karakteristik nyeri yaitu lokasi, keparahan, waktu, dan faktor perburukan dan perbaikan. Nyeri dari metastasis tulang biasanya terlokalisir, meskipun bisa radikuler atau penjalaran. Pasien mungkin juga menggambarkan rasa sakitnya yang menetap, tumpul atau sakit, diperburuk oleh beban berat, atau lebih buruk pada malam hari.

Suatu skala yang digunakan, seperti derajat keparahan dengan angka dari 0 sampai 10, di mana 0 adalah tidak ada rasa sakit dan 10 adalah nyeri terburuk yang bisa dirasakan , berguna untuk menentukan keparahan. Pemeriksaan klinis sering menemukan lokasinya degan perkusi dari lokasi nyeri yang terkena (Wilkinson, Viola, Brundage 2008).

2.4.2 Patah Tulang Patologis

Diagnosis dari patah tulang patologis harus dipertimbangkan pada pasien dengan nyeri tulang dengan penyakit metastatik. Menurut functional system developed at Memorial Sloan-Kettering Cancer Center in New York, pasien

(46)

berada pada risiko tinggi patah tulang patologis jika mereka memiliki lesi litik medula yang mengakibatkan resorpsi endosteal ≥ 50% dari ketebalan korteks, lesi litik yang menyakitkan yang melibatkan korteks yang lebih besar dari diameter penampang tulang, lesi kortikal menyakitkan lebih dari 2,5 cm; atau lesi yang menghasilkan nyeri fungsional setelah radiasi (Wilkinson, Viola, Brundage 2008).

Gambar 3. Patah Tulang Patologis (Veillette C 2015) 2.4.3 Kompresi Sumsum Tulang Belakang

Kompresi sumsum tulang belakang adalah keadaan darurat onkologi yang membutuhkan diagnosis dan pengobatan tepat waktu untuk menghindari paraplegia yang ireversibel atau inkontinensia, atau keduanya. Kerusakan pada sumsum tulang belakang adalah hasil dari infark sekunder yang menekan kantung dural oleh metastasis dalam tulang belakang dan paling sering terjadi pada kanker payudara, kanker paru-paru, kanker prostat, dan kanker ginjal. Pasien biasanya datang dengan nyeri punggung yang baru atau memburuk, tidak dapat buang air besar, retensi urin, dan kelemahan yang bias dipastikan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) ( Wilkinson, Viola, Brundage 2008 ).

(47)

Gambar 4.Kompresi Sumsum Tulang (Johns Hopkins Medicine 2017)

2.4.4 Kompresi Nerve Root

Penekanan dari Nerve Root oleh metastasis vertebral (atau, lebih umum, pada jaringan lunak) dapat mengakibatkan nyeri neuropatik. Pasien umumnya menggambarkan rasa sakit ini sebagai tertusuk, tertembak, atau terbakar, memancar dalam dermatomal distribution (Wilkinson, Viola, Brundage 2008).

2.5 Terapi SRE 2.5.1 Analgesik

Analgesik dan obat anti sakit non steroid anti inflammasi dari metastasis tulang harus diberikan sesuai dengan ketentuan pemberian anlgesik yang ditentukan oleh World Health Organization (WHO). Ketentuan pemberian anlgesik ini terdiri dari tiga langkah algoritma untuk nyeri kanker, yang mendorong pemberian segera obat anti sakit oral, yang dimulai dengan non-opioid (parasetamol/acetaminophen dan obat non-steroid anti-inflamasi) dan meningkatnya kebutuhan opioid derajat ringan sampai kuat. Obat- obat tambahan dapat diberikan bila terjadi peningkatan derajat sakit (Wilkinson, Viola, Brundage 2008).

Referensi

Dokumen terkait

5. Saya tidak pernah bertenaga.. Sudah berhenti .... Dewi Manihuruk, PPDS Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran respirasi, saat ini sedang melakukan penelitian tentang

Aditama Tjandra Y, Tuberkulosis Diagnosis Therapi dan Permasalahannya, Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK, UI-RS Persahabatan, Jakarta, 2002, Hal 45-60..

Harsini, dr., Sp.P (K), selaku staf pengajar di bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, penulis

Pandia, Mked(Paru), Sp P(K) sebagai salah satu pembimbing dalam tesis ini maupun sebagai Sekretaris Departemen Pulmonolgi &amp; Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H

Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan FK USU, Ketua TKP-PPDS FK USU, dan Ketua Program Studi Magister Kedokteran FK USU yang telah memberikan kesempatan

Pembayaran Honorarium Penguji Ujian Naik Tingkat Staf Pengajar Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Ilmu Pulmonologi &amp; Kedokteran Respirasi

Pantas Hasibuan, Mked(Paru), Sp P(K) sebagai salah satu pembimbing dalam tesis ini maupun sebagai Sekretaris Departemen Pulmonolgi &amp; Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF

Pantas Hasibuan, MKed(Paru), Sp P(K) sebagai Sekretaris Departemen Pulmonolgi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan dan pembimbing penelitian