• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODE PENELITIAN. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PENELITIAN

Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2010. Analisis data dilakukan di Laboratorium Inventarisasi Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis

Lokasi penelitian di areal model arboretum mangrove terletak di Dusun I Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang seluas 5 ha. Adapun batas- batas wilayah secara administratif yaitu :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bagan Serdang - Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Serdang Lama - Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Serdang Baru

Secara geografis kawasan ini terletak antara 98˚5 0’20” – 98˚50’31”BT dan 3˚42’13’’ - 3˚42’00’’ LU (BBKSDA, 2009).

Topografi dan Ketinggian Tempat

Kecamatan Secanggang adalah merupakan lokasi penelitian yang berada pada ketinggian ± 1 meter dari permukaan laut dengan topografi landai. Kondisi geologi di kawasan Areal Model Arboretum Mangrove Balai Pengelolaan Hutan Mangrove (BPHM) Wilayah II adalah sebagai berikut:

(2)

a. Kondisi tanah merupakan akumulasi bahan- bahan pasir lumpur ( endapan sungai bahan organik) ;

b. Tekstur tanah halus;

c. Memiliki jenis tanah alluvial, regosol, organosol;

(BBKSDA, 2009).

Iklim

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson lokasi areal model arboretum mangrove termasuk dalam type iklim B dengan curah hujan rata- rata 1.800 mm/thn sampai dengan 1.900 mm/thn dengan curah hujan maksimum terjadi pada bulan September sampai dengan Desember.

Kondisi Pasang Surut

Pasang surut air laut terjadi pada pukul 12.00 WIB dan surut 6 (enam) jam kemudian. Lebar pasang dari pantai lebih kurang 200 meter dengan kedalaman pasang surut 0,3 sampai 0,5 meter.

Bahan dan Alat Penelitian - Bahan :

Bahan digunakan dalam analisis vegetasi meliputi : peta lokasi dan peta kerja.

- Alat :

Alat yang digunakan dalam analisis vegetasi meliputi: kompas, Haga hypsometer, galah ukur, phi-band, handrefractometer, meteran dan tali plastik

(3)

atau tambang, Global Positioning System (GPS), Hidrometer, Thermometer, tally sheet dan alat tulis.

Prosedur Penelitian

Pengumpulan Data Tegakan

Metode inventarisasi flora dilakukan dengan pengukuran terhadap berbagai parameter keragaman hayati, yaitu jenis- jenis tumbuhan untuk tingkat pohon, tiang, pancang, anakan dan tumbuhan/ vegetasi bawah melalui analisa vegetasi.

Analisa Vegetasi

Teknik analisis vegetasi yang digunakan adalah metoda petak dengan unit contoh berupa jalur (transek) berukuran 10 m x 100 m sebanyak 10 jalur. Di dalam setiap unit contoh (jalur) secara nested sampling dibuat sub-sub unit contoh untuk permudaan, yakni 2 m x 2 m untuk tingkat semai, 5 m x 5 m untuk tingkat pancang dan 10 m x 10 m untuk pohon.

Kriteria tingkat permudaan yang digunakan adalah:

a. Pohon adalah pohon muda dan dewasa yang memiliki diameter ≥ 10 cm

b. Pancang adalah anakan pohon dengan diameter < 10 cm d an tinggi

> 1,5 m

c. Semai adalah anakan pohon mulai bekecambah sampai tingginya ≤ 1,5 m.

Teknik Sampling

(4)

Teknik sampling yang digunakan adalah teknik sampling line plot yang merupakan teknik pengukuran dan pengamatan yang dilakukan pada sepanjang jalur yang dibuat dengan diberi jarak antar petak ukur.

2 m 2 m

5 m

5 m sumbu jalur 10 m

PU 1 PU 2 dst

10 m

100 m (arah jalur/ tegak lurus garis pantai)

Gambar 4. Skema penempatan transek dan petak- petak pengukran pada analisa vegetasi

Keterangan :

• Petak ukuran 10 m x 10 m : pengamatan fase pohon

• Petak ukuran 5 m x 5 m : pengamatan fase pancang

• Petak ukuran 2 m x 2 m : pengamatan fase semai

Analisa Data

Metode Analisis Data

Penentuan keanekaragaman dan hutan mangrove akan diawali dengan analisis vegetasi dalam petak contoh. Petak contoh yang dibuat berukuran 10 x 100 m. Seluruh pohon dengan diamater ≥ 10 cm yang terdapat dalam petak contoh diidentifikasi dan diukur diamater (D) dan tinggi (H) pohon.

Dari hasil pengukuran lapangan kemudian dihitung nilai kerapatan, kerapatan nisbi, frekuensi, frekuensi nisbi, dominasi nisbi, dan indeks nilai

(5)

penting. Rumus-rumus yang digunakan dalam perhitungan analisis vegetasi dengan metode garis berpetak.

Kerapatan Jenis Ki =

contoh petak

luas

i species

individu

Σ

Ki : Kerapatan jenis dalam satuan individu/Ha

Kerapatan tegakan (K) didapat dengan menjumlah Ki, Kj…….Kn.

Kerapatan Relatif

KR = x100%

species seluruh

total K

i species

K

Frekuensi F =

contoh petak

sub seluruh

i species ditemukan

petak sub

Σ

− Σ

Frekuensi Relatif

FR = x100%

species seluruh

total F

i species

F

Dominansi

D = Luaspetakcontoh i species

Lbds

Lbds : Luas bidang dasar

D : Dominansi dalam satuan m2/Ha Dominansi Relatif

DR = x100%

species seluruh

total D

i species

D

INP= KR+FR+DR (Pohon)

INP= KR+FR (semai dan pancang) INP = Indeks Nilai Penting KR = Kerapatan Relatif FR = Frekuensi Relatif DR = Dominasi Relatif

(6)

Untuk mengetahui keanekaragaman vegetasi akan dipergunakan beberapa indeks sebagai berikut :

 Keanekaragaman jenis (species diversity),

Menggunakan dua indeks keragaman, yaitu diversity index of Simpson dan Shannon. Kedua indeks ini digunakan pula untuk menentukan indeks kemerataan (eveness index) dari Hill’s Ratio (Ludwig & Reynolds 1988), dengan formula sebagai berikut:

1. Shannon Diversity Indeks

H = - ∑ { Ni / N} log 2 { Ni / N}

Ni/N = proposi sampel dalam species

Atau sama dengan Indeks diversitas Shannon dihitung dengan formula:

=

 

 

 

 

 

− 

= S

i n

ni n

H ni

1

ln '

Keterangan:

H = Indeks diversitas Shannon;

ni = Jumlah individu jenis ke-i S = Jumlah jenis;

n = Total jumlah individu;

ln = Logaritma natural

(7)

Tata cara Ludwig dan Reynold (1988) digunakan untuk menentukan:

komponen indeks kekayaan (menyatakan jumlah jenis dalam suatu komunitas), dan indeks kemerataan jenis (menyatakan kemerataan jenis dalam komunitas).

Selain itu juga dilakukan penghitungan indeks keragaman.

• Tingkat Kerusakan Hutan Mangrove

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Republik Indonesia melalui Keputusan Menteri Nomor 201 Tahun 201 tentang kriteria baku kerusakan mangrove dan Pedoman Pemantauan Kerusakan Mangrove, telah mengeluarkan suatu kriteria tingkat kerusakan mangrove berdasarkan nilai kerapatan pohon per hektar. Kriteria baku tersebut dibagi menjadi :

1. Baik (sangat padat) apabila terdapat > 1.500 pohon per hektar 2. Baik ( sedang) apabila terdapat 1.000 < μ < 1.500 pohon per hektar 3. Rusak (jarang) apabila terdapat < 1.000 pohon per hektar.

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur vegetasi

Hasil analisis vegetasi hutan mangrove di Areal Model Mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu dengan luasan 0,25 ha di jumpai 6 jenis penyusun yakni pada tingkat pohon (6 jenis), kemudian diikuti oleh tingkat pancang (6 jenis) dan tingkat semai (6 jenis). Ada 3 jenis penyebarannya terbesar pada tingkat pertumbuhan pohon yaitu Rhizophora apiculata dengan persen penyebaran sebesar 72 %, Avicennia sp sebesar 64 %, Sonneratia sp sebesar 56 % dan Ceriops tagal sebesar 28 %. Avicennia spp., Sonneratia spp., dan Rhizophora spp , baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, hampir selalu dijumpai dalam plot penelitian. Hal ini wajar mengingat ketiganya merupakan tumbuhan mangrove mayor yang selalu berada di garis terdepan berhadapan dengan garis pantai atau muara sungai. Tumbuh-tumbuhan ini telah beradaptasi terhadap pengaruh fluktuasi arus pasang surut yang menyebabkan variasi genangan dan salinitas pernyataan Setyawan et al., ( 2008).

Dari 25 petak contoh untuk jenis pada berbagai tingkat yaitu tumbuhan, semai, pancang dan pohon didapati tidak semua jenis penyusun hutan mangrove di areal model arboretum mangrove di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu ini di jumpai. Pada seluruh tingkat pertumbuhan di jumpai ada 6 jenis indukan dan 6 jenis tingkat anakan. Hal ini diduga karena lebar mangrove yang sangat sempit dan akibat konversi mangrove menjadi tambak, sehingga sebagian besar buah yang jatuh langsung hanyut oleh air pasang, terutama jenis-jenis dengan buah kecil. Pada sisi lain, anakan dari jenis-jenis Rhizophora masih

(9)

banyak di jumpai karena buahnya yang besar dan panjang yang di kenal dengan prapagul yang langsung menancap pada substrat setelah jatuh dari pohon induknya (Tomlinson, 1986).

Komposisi jenis

Berdasarkan hasil analisis vegetasi, jenis yang dominan pada tingkat pertumbuhan pohon adalah Rhizophora apiculata (INP = 66,7 %) dan Sonneratia sp (INP = 65,6 %), untuk tingkat pancang jenis-jenis yang dominan

antara lain Rhizophora apiculata (INP = 42,8 %), Avicennia lanata (INP = 41,8 %) dan untuk tingkat semai jenis-jenis yang dominan adalah

Rhzophora apiculata (INP = 48,3 %) dan Avicennia lanata (INP = 39,9 %).

Jenis- jenis ini membentuk hutan mangrove di daerah zona inti yang mampu bertahan terhadap pengaruh salinitas (garam), yang disebut tumbuhan halophyta.

Kebanyakan jenis mangrove mempunyai adaptasi khusus yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang dalam substrat/lahan mangrove seperti kemampuan berkembang biak, toleransi terhadap kadar garam tinggi, kemampuan bertahan terhadap perendaman oleh pasang surut, memiliki pneumatophore atau akar napas,bersifat sukulentis dan kelenjar yang mengeluarkan garam.

Beberapa hal yang mempengaruhi kondisi hutan mangrove adalah pasang surut air laut, salinitas, kondisi subrat tempat tumbuh dan keterbukaan terhadap hempasan gelombang. Dengan adanya kondisi yang berpengaruh tersebut hutan mangrove beradaptasi dalam hal ; sistem akar napas untuk membantu memperoleh oksigen bagi sistem peakaran; sistem perkembangan buah (vivipar, kriptovivipar dan biji normal); pola zonasi pertumbuhan dan komposisi mangrove.

(10)

Maka seluruh jenis penyusun hutan mangrove di areal model arboretum mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu tersebar secara tidak merata dan ditemukan dari analisia vegetasi bahwa frekuensi setiap jenis adalah kurang dari 75 %. Pernyataan Onrizal (2009) bahwa pohon mangrove membutuhkan waktu 5 tahun untuk tumbuh menjadi pohon dewasa dan penanamannya mempunyai rasio kesuksesan 75% untuk tumbuh menjadi pohon dewasa. Tumbuhan mangrove akan tumbuh dengan baik jika berada di lahan yang memiliki sistem air terbuka ke laut lepas dimana pergantian air laut dapat terjadi setiap hari atau secara reguler sehingga akar tumbuhan tersebut mendapatkan air yang “baru” setiap harinya.

Pada seluruh tingkatan pertumbuhan pohon, indeks vegetasi mangove di model mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu tergolong rendah.

Hal ini sesuai dengan sebaran INP pada tingkat pertumbuhan, di mana pada tingkat pohon terdapat 2 jenis yakni Rhizophora apicualta dan Sonneratia sp yang memiliki INP terbesar seperti yang di dapati pada INP diatas atau lebih dari 50 % karena disebabkan karena berada pada subrat berlumpur. Dari INP total tingkat semai dan pancang tidak ada jenis memiliki INP lebih besar dari 50 % INP total.

Tabel 2. INP jenis vegetasi mangrove pada setiap pertumbuhan di Areal Model Arboretum Mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu

(11)

Sumber : hasil analisis data

Keanekaragaman Jenis

Berdasarkan indeks keanekaragaman jenis (H’) diketahui bahwa pada tingkat semai, pancang dan pohon keanekaragaman jenis vegetasi mangrove di Areal Model Mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu rendah, H’

berkisaran antara 0,0 – 2,0. Pada seluruh tingkatan pertumbuhan, keanekragaman jenis vegetasi mangove di setiap plot tergolong rendah yang terlihat dari nilai indeks keanekaragaman (H’) < 2,0. Makin besar H' suatu komunitas maka semakin mantap pula komunitas tersebut. Nilai H' = 0 dapat terjadi bila hanya satu spesies dalam satu contoh (sampel) dan H' maksimal bila semua jenis mempunyai jumlah individu yang sama dan ini menunjukkan kelimpahan terdistribusi secara sempurna menurut (Ludwig dan Reynold, 1988).

Indeks keragaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks keragaman Shanon-wiener. Kriteria nilai indeks karagaman jenis berdasarkan Shanon-wiener (H’) berkisar 0 – 7 dengan kriteria sebagai berikut: jika H’ (0 < 2) tergolong rendah, H’ (2 < 3) tergolong sedang, H’ (> 3) atau lebih tergolong tinggi. Keanekaragaman jenis yang tinggi merupakan indikator dari kemantapan atau kestabilan dari suatu lingkungan pertumbuhan. Kestabilan yang tinggi menunjukkan tingkat kompleksitas yang tinggi, hal ini disebabkan terjadinya

No Nama Jenis

INP (%)

Semai Pancang Pohon

1 Sonneratia sp 38.4 37.0 65.6

2 Avicennia lanata 39.9 41.8 64.6

3 Rhizhopora apiculata 48.3 42.8 66.7

4 Xylocarpus granatum 28.2 26.5 32.3

5 Ceriop decandra 25.3 28.0 36.2

6 Bruguiera gimnorhiza 19.9 23.9 34.6

Jumlah 200.0 200.0 300.0

(12)

interaksi yang tinggi pula sehingga akan mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam menghadapi gangguan terhadap komponen-komponennya (Barbour et al, 1987 dalam Ningsih 2008).

Berdasarkan total nilai indeks penting, tingkat kekritisan lahan mangrove di areal model mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu termasuk kedalam kawasan mangrove yang memiliki kondisi rusak. Hal ini terlihat pada nilai keragaman jenis pada masing masing tingkat pertumbuhan sebesar relatif kecil Hs’= 1,50 dan λs‘ = 0,23 menunjukkan nilai yang berada jauh dibawah nilai rata-rata untuk kondisi mangrove yang tidak rusak. Kondisi mangrove telah mengalami peningkatan kerusakan dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010.

Menurut data BPHM Wilayah II (2006) menunjukkan bahwa luas penyebaran hutan mangrove di Sumut mencapai 364.580,95 Ha yang sebagian besar atau (sekitar 60%) diantaranya dalam kondisi rusak dan kerusakan paling tinggi di wilayah Tanjung Pura. Berdasarkan data Ditjen RRL (1999), luas hutan mangrove Indonesia tinggal 9,2 juta ha (3,7 juta ha dalam kawasan hutan dan 5,5 juta ha di luar kawasan). Namun demikian, lebih dari setengah hutan mangrove yang ada (57,6 %), ternyata dalam kondisi rusak parah.

Tingkat Kerusakan Hutan Mangrove

Di Areal Model Arboretum Mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang kerapatan di tingkat pohon adalah 2432 pohon/ha. Ini menunjukkan bahwa kondisi mangrove di areal ini baik, sesuai dengan kriteria baku yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)

(13)

Republik Indonesia melalui Keputusan Menteri Nomor 201 Tahun 201 tentang kriteria baku kerusakan mangrove dan Pedoman Pemantauan Kerusakan Mangrove, telah mengeluarkan suatu kriteria tingkat kerusakan mangrove berdasarkan nilai kerapatan pohon per hektar. Kriteria baku tersebut dibagi menjadi baik (sangat padat) apabila terdapat > 1.500 pohon per hektar, baik (sedang) apabila terdapat 1.000 < μ < 1.500 pohon per hektar, rusak (jarang) apabila terdapat < 1.000 pohon per hektar.

KESIMPULAN DAN SARAN

(14)

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa : Hutan mangrove di Areal Model Arboretum Mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang memiliki keanekaragaman yang rendah..Adapun penyusun pada masing- masing tingkat pertumbuhan yakni pada tingkat pohon (6 jenis), kemudian diikuti oleh tingkat pancang (6 jenis) dan tingkat semai (6 jenis).enis- jenis vegetasi mangrove yaitu Rhizophora apiculata, Avicennia lanata, Sonneratia caseolaris, Xylocarpus granatum, Ceriops decandra dan Bruguiera gymnorhiza. Ada 3 jenis penyebarannya terbesar pada tingkat pertumbuhan pohon yaitu Rhizophora apiculata, Avicennia sp, Sonneratia sp.Pada tingkat pertumbuhan pohon Rhizophora apiculata dengan INP (66,7 %)., Avicennia lanata dengan INP ( 64,6 %) and Sonneratia caseolaris dengan INP (65,6 %). Keanekargaman jenis mangrove yang terdapat di Areal Model Arboretum Mangrove Desa Bagan Serdang (Hs’) termasuk rendah yakni 1,50 pada tingkat pohon

Saran

Berdasarkan hasil penelitian disarankan pembangunan hutan mangrove khususnya pada areal model arboretum dapat menambah jenis koleksi vegetasi sehingga dengan keanekaragaman yang lebih banyak lagi dapat menjadi daya tarik serta menjadi areal yang nantinya bisa dipakai untuk tujuan pendidikan dan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam. 2008. Rancangan Teknis Rehabilitasi Hutan Mangrove Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan

Referensi

Dokumen terkait

EFISIENSI EKONOMIS USAHA PENANGKAPAN IKAN DENGAN KAPAL MOTOR DI KECAMATAN PANTAI LABU, KABUPATEN DELI

Kinerja para perangkat desa di Desa Pantai Labu Pekan Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang sebagaimana diketahui bahwa dalam melaksanakan pekerjaannya

Berdasarkan studi &#34; Pengaruh Sosial Ekonomi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Hutan Mangrove di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang&#34;, maka dapat disarankan sebagai

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI DESA RANTAU PANJANG KECAMATAN.. PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG

di desa Rantau Panjang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang tahun 2013.

ASNI (080309056) dengan judul skripsi “SIKAP DAN PERILAKU NELAYAN TERHADAP KINERJA HIMPUNAN NELAYAN SELURUH INDONESIA (HNSI) (Kasus: Desa Bagan Serdang, Kecamatan Pantai Labu,

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan beberapa upaya konservasi mangrove yang ada di Pantai Muara Indah Di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang adalah pembibitan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Implementasi Kebijakan Pengembangan Agrowisata Paloh Naga di Desa Denai Lama Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang terdapat permasalahan