• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap Dan Perilaku Nelayan Terhadap Kinerja Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) (Kasus : Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sikap Dan Perilaku Nelayan Terhadap Kinerja Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) (Kasus : Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang)"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

SIKAP DAN PERILAKU NELAYAN TERHADAP KINERJA

HIMPUNAN NELAYAN SELURUH INDONESIA (HNSI)

(Kasus : Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang)

SKRIPSI

Oleh : A S N I 080309056 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

SIKAP DAN PERILAKU NELAYAN TERHADAP KINERJA

HIMPUNAN NELAYAN SELURUH INDONESIA (HNSI)

(Kasus : Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang)

SKRIPSI

Oleh : A S N I 080309056 AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Medan

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

( Ir. Yusak Maryunianta, M.Si ) ( Ir. Luhut Sihombing, MP NIP. 196206241986031001 NIP. 196510081992032001

)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

ASNI (080309056) dengan judul skripsi “SIKAP DAN PERILAKU NELAYAN TERHADAP KINERJA HIMPUNAN NELAYAN SELURUH INDONESIA (HNSI) (Kasus: Desa Bagan Serdang, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang)” yang dilakukan pada bulan Februari s.d. Maret 2013 dan dibimbing oleh Bapak Ir. Yusak Maryunianta, M.Si. dan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP.

Daerah penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan tertentu. Penarikan sampel dilakukan dengan Metode Simple Random Sampling, yaitu sampel diambil secara acak sebanyak 37 sampel

dari populasi nelayan sebesar 213 orang dengan menggunakan Metode Slovin dalam penentuan jumlah sampel. Metode analisis yang digunakan adalah Metode CIPP (context, input, process, product), Skala Likert, Skala Diferensi Semantik, dan Korelasi Rank Spearman.

(4)

RIWAYAT HIDUP

ASNI, lahir pada tanggal 02 Januari 1989 di Perdamaian, Sumatera Utara. Anak

ketiga dari keluarga Bapak Muslim dan Ibu Almh. Misnah.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut.

1. Tahun 1995 masuk Sekolah Dasar di SD Negeri 055993 Perdamaian dan

tamat tahun 2001.

2. Tahun 2001 masuk Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Kw.

Begumit dan tamat tahun 2004.

3. Tahun 2004 masuk Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Stabat dan

tamat tahun 2007.

4. Tahun 2008 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Sumatera Utara, melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi

Negeri (SNMPTN).

5. Bulan Juli 2012 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa

Rawang Lama, Kecamatan Rawang Panca Arga, Kabupaten Asahan.

6. Bulan Februari s.d. April 2013 melakukan penelitian di Desa Bagan Serdang,

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “SIKAP DAN PERILAKU NELAYAN TERHADAP KINERJA HIMPUNAN NELAYAN SELURUH INDONESIA (HNSI) (Kasus: Desa Bagan Serdang, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang)”.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, dan bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Yusak Maryunianta, M.Si. sebagai ketua komisi pembimbing.

2. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP. sebagai anggota komisi pembimbing.

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah M.S. selaku Ketua Program Studi Agribisnis FP USU dan

Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis

FP USU.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agribisnis khususnya dan

di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada umumnya.

5. Bapak M. Sari & keluarga selaku Sekretaris Jendral HNSI (Himpunan

Nelayan Seluruh Indonesia) Kabupaten Deli Serdang serta Kak Mayang &

keluarga selaku staf pegawai Kantor Desa Bagan Serdang.

6. Ayahanda dan ibunda tercinta Muslim dan Asyiah serta kepada kakak-kakak

(6)

menjadi sumber motivasi serta selalu memberi dukungan dan do’a bagi

penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Universitas Sumatera Utara.

7. Para responden yang telah memberikan waktu dan kesediaan diri dalam

membantu penulis selama melakukan penelitian.

8. Teman-teman terbaik selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi

Agribisnis: Rofiqoh Ahmad, Ameriyani Harahap, Silvira, Maulidya Sari, Ulfi

Widya Sari, Nur Meity Utary, Wiwid Hartanti, Amiruddin Panjaitan, Arief

Maulana, Deni Kurniawan, Tumpak Manik, M. Rullyanda Azmi, Farwah Inal

Abdi.

9. Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

memberikan bantuan dan dukungan selama penulis menempuh pendidikan dan

menyusun skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi

kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis ucapkan terima kasih dan berharap semoga skripsi ini

bermanfaat bagi semua pihak yang bersangkutan.

Medan, April 2013

(7)

DAFTAR ISI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 12

2.1. Tinjauan Pustaka... 12

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 49

3.2. Metode Pengambilan Sampel ... 49

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 52

3.4. Metode Analisis Data ... 52

3.5. Definisi dan Batasan Operasional ... 62

3.5.1. Definisi ... 62

3.5.2. Batasan Operasional ... 64

BAB IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL ... 65

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 65

4.1.1. Luas dan Topografi Desa ... 65

4.1.2. Keadaan Penduduk ... 66

4.1.3. Sarana dan Prasarana ... 68

(8)

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 72 5.1. Kinerja Organisasi Himpunana Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI)

Desa Bagan Serdang, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli

Serdang ... 72 5.2. Sikap Nelayan Terhadap Kinerja Organisasi Himpunana Nelayan

Seluruh Indonesia (HNSI) Desa Bagan Serdang, Kecamatan Pantai

Labu, Kabupaten Deli Serdang ... 80 5.3. Hubungan Karakteristik Nelayan Dengan Sikap Nelayan Terhadap

Kinerja Organisasi Himpunana Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) ... 82 5.4. Perilaku Nelayan Terhadap Kinerja Organisasi Himpunana Nelayan

Seluruh Indonesia (HNSI) Desa Bagan Serdang, Kecamatan Pantai

Labu, Kabupaten Deli Serdang ... 90 5.5. Hubungan Karakteristik Nelayan Dengan Perilaku Nelayan Terhadap

Kinerja Organisasi Himpunana Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) ... 92

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 102 6.1. Kesimpulan ... 102 6.2. Saran ... 102

(9)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

1. Jumlah Populasi Masyarakat di Desa Bagan Serdang, Kecamatan

Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 ... 50

2. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Desa Serdang

Tahun 2011 ... 50

3. Indikator Pelaksanaan Kinerja Organisasi HNSI di Desa Bagan

Serdang, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang ... 53

4. Skor Penilaian Kinerja Organisasi HNSI ... 54

5. Kategori Jawaban Tentang Pernyataan Sikap Positif Nelayan Terhadap

Kinerja Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI)... 55

6. Kategori Jawaban Tentang Pernyataan Sikap Negatif Nelayan Terhadap

Kinerja Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI)... 56

7. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Bagan Serdang

Tahun 2011 ... 66

8. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Desa Bagan Serdang Tahun 2011 ... 67

9. Sarana dan Prasarana Pendukung Kegiatan Nelayan di Desa Bagan Serdang Tahun 2011 ... 68

10. Sarana dan Prasarana Pendukung Lainnya di Desa Bagan Serdang Tahun 2011 ... 69

11. Karakteristik Sampel di Desa Bagan Serdang ... 70

12. Penilaian Kinerja Organisasi HNSi di Desa Bagan Serdang,

Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang ... 73

13. Hasil Transformasi Nilai Kinerja Orgnisasi HNSI Pada Indikator

(10)

14. Hasil Transformasi Nilaki Kinerja Organisasi HNSI Pada Indikator

Input ... 76

15. Hasil Transformasi Nilai Kinerja Organisasi HNSI Pada Indikator

Process ... 77

16. Hasil Transformasi Nilai Kinerja Organisasi HNSI Pada Indikator

Product ... 78

17. Hasil Transformasi Nilai Kinerja Organisasi HNSI di Desa Bagan

Serdang, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang ... 79

18. Frekuensi Presentase Jumlah Nelayan Sampel Terhadap Kinerja Organisasi HNSI di Desa Bagan Serdang, Kecamatan Pantai Labu,

Kabupaten Deli Serdang ... 80

19. Sikap Nelayan Terhadap Kinerja Organisasi Himpunan Nelayan

Seluruh Indonesia (HNSI) di Desa Bagan Serdang ... 81

20. Hubungan Umur Dengan Sikap Nelayan Terhadap Kinerja Organisasi

HNSI di Desa Bagan Serdang ... 83

21. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Sikap Nelayan Terhadap

Kinerja Organisasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) ... 84

22. Hubungan Pengalaman Melaut Dengan Sikap Nelayan Terhadap

Kinerja Organisasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) ... 86

23. Hubungan Jumlah Tanggungan Keluarga Dengan Sikap Nelayan Terhadap Kinerja Organisasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia

(HNSI) ... 87

24. Hubungan Jumlah Pendapatan Dengan Sikap Nelayan Terhadap

Kinerja Organisasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) ... 89

25. Perilaku Nelayan Terhadap Kinerja Organisasi Himpunan Nelayan

Seluruh Indonesia (HNSI) di Desa Bagan Serdang ... 91

26. Hubungan Umur Dengan Perilaku Nelayan Terhadap Kinerja

Organisasi HNSI di Desa Bagan Serdang ... 92

27. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Perilaku Nelayan Terhadap

(11)

28. Hubungan Pengalaman Melaut Dengan Perilaku Nelayan Terhadap

Kinerja Organisasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) ... 96

29. Hubungan Jumlah Tanggungan Keluarga Dengan Perilaku Nelayan Terhadap Kinerja Organisasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia

(HNSI) ... 98

30. Hubungan Jumlah Pendapatan Dengan Perilaku Nelayan Terhadap

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

1. Model Perubahan Sikap Tentang Sebuah Perilaku ... 32

2. Asumsi Determinan Perilaku Manusia... 42

(13)

DAFTAR SINGKATAN

No. Singkatan Kata

1. HNSI = Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia

2. KK = Kepala Keluarga

3. SKPD = Satuan Kerja Perangkat Daerah

4. SK = Surat Keputusan

5. AD Anggaran Dasar

6. TPI = Tempat Pelelangan Ikan

7. MUSRENBANG = Musyawarah Perencanaan Pembangunan

8. DKP = Dinas Kelautan dan Perikanan

9. APBD = Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

10. SPBU = Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum

11. SPBN = Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan

12. LEPP-M3 = Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

1. Karakteristik Nelayan Sampel di Desa Bagan Serdang...

2. Instrumen Penilaian Kinerja Organisasi HNSI Desa Bagan Serdang, Kecamatan pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang...

3. Pernyataan Positif dan Pernyataan Negatif Sikap Nelayan terhadap

Program Unggulan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Deli Serdang...

4. Jawaban Responden Terhadap Pernyataan Sikap...

5. Frekuensi Jawaban Pernyataan Sikap...

6. Nilai Skala Kategori Jawaban Responden...

7. Total Nilai Skala Kategori Jawaban Responden Terhadap Pernyataan Sikap...

8. Skor Sikap dan Interpretasinya...

9. Korelasi Rank Spearman Antara Umur Nelayan dengan Sikap Nelayan Terhadap Program Unggulan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Deli Serdang...

10. Korelasi Rank Spearman Antara Tingkat Pendidikan dengan Sikap Nelayan Terhadap Program Unggulan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Deli Serdang...

11. Korelasi Rank Spearman Antara Pengalaman Melaut dengan Sikap Nelayan Terhadap Program Unggulan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Deli Serdang...

12. Korelasi Rank Spearman Antara Jumlah Tanggungan Keluarga dengan Sikap Nelayan Terhadap Program Unggulan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Deli Serdang...

(15)

ABSTRAK

ASNI (080309056) dengan judul skripsi “SIKAP DAN PERILAKU NELAYAN TERHADAP KINERJA HIMPUNAN NELAYAN SELURUH INDONESIA (HNSI) (Kasus: Desa Bagan Serdang, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang)” yang dilakukan pada bulan Februari s.d. Maret 2013 dan dibimbing oleh Bapak Ir. Yusak Maryunianta, M.Si. dan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP.

Daerah penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan tertentu. Penarikan sampel dilakukan dengan Metode Simple Random Sampling, yaitu sampel diambil secara acak sebanyak 37 sampel

dari populasi nelayan sebesar 213 orang dengan menggunakan Metode Slovin dalam penentuan jumlah sampel. Metode analisis yang digunakan adalah Metode CIPP (context, input, process, product), Skala Likert, Skala Diferensi Semantik, dan Korelasi Rank Spearman.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

Indonesia sebagai negara maritim yang memiliki luas laut sebesar 5,8 juta km,

mengandung kekayaan laut yang sangat besar dan beraneka ragam, baik yang

dapat diperbaharui (renewable resources) seperti perikanan, hutan mangrove,

rumput laut, terumbu karang dan sebagainya, maupun yang dapat diperbaharui

(non-renewable resouces) seperti minyak dan gas bumi, timah, biji besi dan

mineral lainnya. Sebagai negara kepulauan yang memiliki 17.500 pulau besar dan

kecil dan memiliki pantai sepanjang 81.000 km dan diapit oleh dua samudera

yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, Indonesia merupakan negara

kepulauan yang terbesar di dunia dengan letak yang sangat strategis serta

merupakan kawasan paling dinamis dalam percaturan politik, keamanan dan

pertahanan (Basri, 2007).

Suatu ironi bagi negara maritim seperti Indonesia adalah masyarakat nelayannya

merupakan golongan masyarakat paling miskin di Asia bahkan di dunia (Suara

Pembaruan, 18 November 2005). Walau data agregatif dan kuantitatif yang

terpercaya tidak mudah diperoleh, pengamatan visual atau langsung ke

kampung-kampung nelayan dapat memberikan gambaran yang jauh lebih gamblang tentang

kemiskinan nelayan di tengah kekayaan laut yang begitu besar. Pemandangan

yang sering dijumpai di perkampungan nelayan adalah lingkungan hidup yang

kumuh serta rumah-rumah yang sangat sederhana. Kalaupun ada beberapa rumah

(17)

berantena parabola), rumah-rumah tersebut umumnya dipunyai pemilik kapal,

pemodal, atau rentenir yang jumlahnya tidak signifikan dan sumbangannya

kepada kesejahteraan komunitas sangat tergantung pada individu yang

bersangkutan (Basri, 2007).

Salah satu hal yang patut dicermati di sektor perikanan khususnya nelayan adalah

permasalahan sumberdaya manusia yaitu mengenai rendahnya tingkat pendidikan

dan keterampilan nelayan. Menurut Purwaka (2000), berdasarkan perkiraan

kualitas pendidikan SDM perikanan, sebagian besar nelayan berpendidikan rendah

yaitu 70% tidak tamat Sekolah Dasar (SD) dan tidak sekolah. Tamat Sekolah

Dasar 19,59% dan hanya 0,03% yang memiliki pendidikan sampai jenjang

Diploma 3 dan Sarjana (Basri, 2007).

Beberapa faktor yang menyebabkan kemiskinan nelayan antara lain rendahnya

tingkat teknologi penangkapan, kecilnya skala usaha, belum efisiensinya sistem

pemasaran hasil ikan dan status nelayan yang sebagian besar adalah buruh.

Berikut ini adalah beberapa kendala yang dihadapi para nelayan dalam

meningkatkan pendapatannya, baik berhubungan dengan ketersediaan sumberdaya

alam maupun fasilitas yang dimiliki para nelayan.

1) Kerusakan fisik habitat ekosistem.

Kerusakan fisik, habitat ekosistem wilayah pesisir di Indonesia umumnya terjadi

pada ekosistem mangrove, terumbu karang dan rumput laut. Kerusakan terumbu

karang umumnya disebabkan oleh kegiatan perikanan yang bersifat destruktif,

yaitu penggunaan bahan peledak, bahan beracun (cyanida) dan juga aktivitas

(18)

pariwisata yang kurang bertanggung jawab dan sedimentasi akibat erosi dari lahan

atas. Ironisnya, kegiatan yang bersifat desrtruktif ini tidak hanya dilakukan oleh

nelayan tradisional, tetapi juga nelayan modern serta

nelayan-nelayan asing yang banyak melakukan pencurian ikan di perairan nusantara

(Basri, 2007).

Dampak kegiatan di darat, seperti pembuangan limbah industri dan perkotaan

serta erosi tanah di hulu yang diakibatkan dari kegiatan pertanian, penebangan

hutan serta belum lengkapnya produk hukum untuk pengelolaan hutan mangrove

berpengaruh pula pada kelestarian mangrove (Saptarini dkk, 1996).

2) Pencemaran.

Tingkat pencemaran di beberapa kawasan pesisir dan lautan Indonesia pada saat

ini telah berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber utama

pencemaran pesisir dan lautan terdiri dari tiga jenis kegiatan di darat, yaitu

kegiatan industri, kegiatan rumah tangga, dan kegiatan pertanian. Sementara itu,

bahan buangan yang terkandung dalam buangan limbah dari ketiga sumber

buangan tersebut berupa sedimen, unsur hara, pestisida, organisme patogen dan

sampah. Jika dianalisis secara mendalam, dapat disimpulkan bahwa

kawasan-kawasan yang termasuk ke dalam kategori dengan tingkat pencemaran yang tinggi

merupakan kawasan-kawasan yang masuk kawasan pesisir padat penduduk,

kawasan industry, dan juga kawasan pertanian. Sumber pencemaran juga berasal

dari berbagai kegiatan di laut (marine-based pollution sources), termasuk

perhubungan dan kapal pengangkut minyak (oil tanker) dan kegiatan

(19)

3) Permodalan.

Posisi ekonomi nelayan yang sangat rendah diakibatkan karena modal yang

terbatas, produktivitas yang rendah dengan hasil tangkapan ikan yang tidak

menentu sebagai akibat pengaruh musim, juga dengan jaminan pemasaran ikan

yang tidak menentu karena masih terdapatnya berbagai kendala dalam penentuan

harga jual pada tingkat nelayan. Hal lain yang juga menarik adalah kondisi

psikologis dan sosiologis masyarakat nelayan, yang pada umumnya berada pada

lingkungan hidup sosial yang cenderung tidak memikirkan hari depannya dan

karenanya kurang kesadaran untuk menyimpan sebagian pendapatan yang

diperolehnya terutama pada saat musim ikan (Basri, 2007).

4) Fasilitas.

Nelayan dikategorikan sebagai seseorang yang pekerjaannya menangkap ikan

dengan menggunakan alat tangkap yang sederhana, mulai dari pancing, jala dan

jaring, bagan, bubu sampai dengan perahu atau jukung yang dilengkapi dengan

alat tangkap ikan, metode dan taktik penangkapan tertentu. Umumnya armada

penangkapan ikan yang beroperasi di perairan Indonesia, terutama perairan pantai

masih didominasi oleh armada penangkapan yang relatif kecil atau tradisional

(Basri, 2007).

Kehidupan nelayan khususnya dan masyarakat desa pantai umumnya sangat

memprihatinkan. Selama ini mereka adalah nelayan tradisional yang memakai

perahu motor dan alat-alat yang sangat sederhana. Di samping itu, masyarakat

nelayan khususnya yang berada di Sumatera Utara pada hakikatnya adalah buruh

(20)

kemakmuran keluarga nelayan, baik nelayan tradisional maupun buruh nelayan

haruslah diberi kesempatan untuk memiliki sarana dan peralatan penangkapan

yang modern dan efektif (Mulyadi, 2005).

5) Eksploitasi berlebihan sumberdaya hayati laut.

Banyak sumberdaya alam di wilayah pesisir dan lautan telah mengalami

eksploitasi berlebihan. Sebagai contoh adalah sumberdaya perikanan laut.

Meskipun secara agregat (nasional) sumberdaya perikanan laut baru dimanfaatkan

58,5% dari total potensi lestari (MSY, Maximum Sustainable Yield). Kondisi

overfishing ini bukan hanya disebabkan oleh penangkapan yang melampaui

sumberdaya perikanan, tetapi karena kualitas lingkungan laut sebagai habitat

hidup ikan mengalami penurunan atau kerusakan oleh pencemaran dan degradasi

fisik hutan mangrove dan terumbu karang yang merupakan tempat pemijahan,

asuhan dan mencari makan bagi biota sebagian besar biota laut tropis

(Basri, 2007).

6) Sumberdaya manusia.

Hal lain yang patut dicermati adalah permasalahan sumberdaya manusia di sektor

perikanan khususnya dalam hal rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan

nelayan (Basri, 2007).

Tingkat pendidikan manusia umumnya menunjukkan daya kreatifitas manusia

dalam berfikir dan bertindak. Ditinjau dari tingkat pendidikan, rumah tangga

usaha perikanan laut di daerah Sumatera Utara boleh dikatakan masih belum

begitu maju. Kegiatan nelayan dalam menangkap ikan lebih mengutamakan

(21)

dibandingkan dengan tenaga. Umumnya rumah tangga nelayan merupakan rumah

tangga yang tidak dapat lagi melanjutkan pendidikan, sementara orang yang

berpendidikan tinggi sudah mengalihkan sumber mata pencaharian ke sektor lain

(Perwakilan BPS, 1991).

7)Mutu produk.

Pemerintah dan berbagai pihak terkait perlu segera membenahi total mutu produk

perikanan secara konsisten. Pembenahan itu bukan sebatas konsep, tetapi juga

harus diikuti dengan pengawasan yang ketat di lapangan. Tujuannya untuk

meningkatkan kepercayaan dan permintaan masyarakat dunia terhadap komoditas

perikanan nasional. Termasuk pula mendongkrak devisa negara di waktu

mendatang (Basri, 2007).

Suatu organisasi sosial yang sangat penting adalah pengawasan dan pemilikan

sumberdaya alam. Pentingnya sistem penguasaan lahan pertanian telah diakui

secara luas, tetapi penguasaan laut hingga dewasa ini jarang diperhatikan apabila

membahas masyarakat nelayan. Barangkali definisi barat yang resmi tentang laut

sebagai suatu sumber daya yang terbuka buat siapa saja telah memengaruhi cara

kita memandang penguasaan laut pada masyarakat lainnya (Mulyadi, 2005).

Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) adalah organisasi masyarakat

berbasis nelayan yang telah diformalkan oleh pemerintah. HNSI adalah organisasi

yang bersifat profesi, non politik dan independen yang menganggap bahwa

seluruh nelayan adalah anggota HNSI. Eksistensi organisasi HNSI lebih

(22)

seperti dalam hal subsidi BBM, pemberian kredit pemerintah, bantuan dana

bergulir, dan lain-lain.

Organisasi HNSI yang merupakan lembaga yang menaungi masyarakat nelayan

khususnya di Desa Bagan Serdang, menjalankan perannya yang secara langsung

menjembatani hubungan antara nelayan dengan Dinas Perikanan dan Kelautan

dalam menyampaikan aspirasi serta berbagai keluhan yang dialami oleh nelayan

di lapangan. Organisasi HNSI, khususnya lingkup daerah Kabupaten Deli Serdang

juga menjalin hubungan kemitraan dengan Dinas Perikanan dan Kelautan serta

dengan berbagai lembaga dan instansi yang berkaitan dalam usaha peningkatan

kesejahteraan nelayan dan lingkungan hidup, salah satunya adalah upaya untuk

menjaga ekosistem mangrove yang banyak terdapat di wilayah Kecamatan Pantai

Labu.

Dalam hubungannya dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Deli

Serdang yang merupakan bentuk hubungan kemitraan, HNSI yang lebih mengenal

kebutuhan nelayan senantiasa merekomendasikan berbagai kebijakan yang perlu

diterapkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Deli Serdang.

Rekomendasi tersebut umumnya berupa program yang dianggap penting untuk di

jalankan oleh dinas terkait.

Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Deli Serdang umumnya menjalankan

program yang berhubungan dengan pembangunan masyarakat pesisir yang di

antaranya:

1) Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir.

(23)

3) Program Pengembangan Perikanan Tangkap.

4) Program Pengembangan Sistem Penyuluhan Perikanan.

5) Program Optimalisasi Pengelolaan dan Pemasaran Produksi Perikanan

(Dinas Perikanan dan Kelautan Deli Serdang, 2011).

Program yang menjadi agenda kerja Dinas Perikanan dan Kelautan adalah hasil

rekomendasi organisasi HNSI terhadap tindak lanjut dari berbagai masalah umum

yang dihadapi masyarakat nelayan. Jadi organisasi HNSI, khususnya yang berada

di wilayah Kabupaten Deli Serdang tidak membuat program khusus dalam upaya

penyelesaian berbagai masalah yang dihadapi nelayan, melainkan

merekomendasikan beberapa usulan kebijakan yang telah dirancang tersebut ke

Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Deli Serdang sebagai pihak yang lebih

berwenang dan memegang peranan penting dalam upaya peningkatan

kesejahteraan nelayan. HNSI hanya memainkan perannya sebagai penghubung

antar nelayan dengan Dinas Perikanan dan Kelautan dalam menyampaikan

aspirasi mereka secara langsung. Sehingga dapat dikatakan bahwa apa yang

menjadi program Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Deli Serdang

merupakan program organisasi HNSI khususnya tingkat Kabupaten Deli Serdang.

Secara langsung hal itu ikut mempengaruhi sikap dan perilaku nelayan terhadap

kinerja organisasi HNSI di Desa Bagan Serdang. Sikap tersebut dapat berupa

sikap yang positif maupun sikap negatif. Begitu juga dengan perilaku nelayan

yang bisa berupa dukungan atau tidak mendukung/penolakan terhadap program

HNSI. Faktor-faktor sosial ekonomi nelayan juga dapat mempengaruhi sikap dan

(24)

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan, maka dalam

penelitian ini dapat ditentukan beberapa identifikasi masalah yaitu sebagai

berikut:

1) Bagaimana kinerja Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI)

Kabupaten Deli Serdang di daerah penelitian?

2) Bagaimana sikap nelayan terhadap kinerja Himpunan Nelayan Seluruh

Indonesia (HNSI) di daerah penelitian?

3) Bagaimana hubungan faktor-faktor sosial ekonomi (umur, pendidikan,

pengalaman melaut, jumlah tanggungan keluarga dan tingkat pendapatan)

dengan sikap nelayan terhadap kinerja Himpunan Nelayan Seluruh

Indonesia (HNSI) di daerah penelitian?

4) Bagaimana perilaku nelayan terhadap kinerja Himpunan Nelayan Seluruh

Indonesia (HNSI) di daerah penelitian?

5) Bagaimana hubungan faktor-faktor sosial ekonomi (umur, pendidikan,

pengalaman melaut, jumlah tanggungan keluarga dan tingkat pendapatan)

dengan perilaku nelayan terhadap kinerja Himpunan Nelayan Seluruh

(25)

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan identifikasi masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1) Menganalisis kinerja Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI)

Kabupaten Deli Serdang di daerah penelitian.

2) Menganalisis sikap nelayan terhadap kinerja Himpunan Nelayan Seluruh

Indonesia (HNSI) di daerah penelitian.

3) Menganalisis hubungan faktor-faktor sosial ekonomi (umur, pendidikan,

pengalaman melaut, jumlah tanggungan keluarga dan tingkat pendapatan)

dengan sikap nelayan terhadap kinerja Himpunan Nelayan Seluruh

Indonesia (HNSI) di daerah penelitian.

4) Menganalisis perilaku nelayan terhadap kinerja Himpunan Nelayan

Seluruh Indonesia (HNSI) di daerah penelitian.

5) Menganalisis hubungan faktor-faktor sosial ekonomi (umur, pendidikan,

pengalaman melaut, jumlah tanggungan keluarga dan tingkat pendapatan)

dengan perilaku nelayan terhadap kinerja Himpunan Nelayan Seluruh

Indonesia (HNSI) di daerah penelitian.

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bahan informasi bagi pemerintah maupun lembaga lainnya dalam

merumuskan kebijaksanaan khususnya bagi organisasi Himpunan Nelayan

(26)

melayani kepentingan masyarakat pesisir khususnya nelayan di Desa

Bagan Serdang, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang.

2) Bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan khususnya mengenai

sikap dan perilaku nelayan terhadap kinerja organisasi Himpunan Nelayan

Seluruh Indonesia (HNSI).

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Karakteristik Nelayan

Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung

langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi

daya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan

pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Imron, 2003).

Nelayan sebagai suatu entitas masyarakat pantai memiliki struktur dan tatanan

sosial yang khas, yaitu suatu komunitas yang kelangsungan hidupnya bergantung

pada perikanan sebagai dasar ekonomi (based economic) agar tetap bertahan

hidup (survival). Pemahaman kemiskinan nelayan tidak hanya dapat didekati

dengan penjelasan ketertinggalan budaya (cultural-lag analysis), karena beragam

faktor penyebab (multicausal factor) dan pendulum yang menyertai riwayat

integritas masyarakat pantai, terutama saat nelayan diuji korelasi dampak

struktural dari krisis ekonomi dan dampak fenomena alam yaitu “El Nino – La

Nina”. Temuan Kusnadi (1997) menegaskan bahwa diverfikasi pekerjaan di

kalangan nelayan walaupun andal meningkatkan pendapatan, tetapi tidak cukup

dijadikan sebagai pilihan kebijakan, karena perangkap kemiskinan nelayan telah

berkorelasi dengan pola-pola mata pencahariannya yang dibatasi oleh aktivitas

(28)

masyarakat pantai terlepas dari kemiskinan dan ketertinggalannya dalam era

globalisasi yang meretas bata-batas dunia (Sitorus, 2005).

Rendahnya tingkat pendapatan nelayan disebabkan berbagai faktor, seperti

kekurangan modal untuk mengembangkan usaha, menurunnya daya dukung

lingkungan yang membuat hasil tangkapan berkurang, rendahnya kualitas sumber

daya menusia, rendahnya mutu produk dan sebagainya. Di samping karena

kondisi kesejahteraan masyarakat nelayan masih rendah, jumlah penduduk

Indonesia yang menggantungkan hidup, baik dari penangkapan maupun dari

budidaya ikan ini cukup besar, maka upaya untuk meningkatkan kesejahteraan

para nelayan atau masyarakat pesisir ini perlu mendapat perhatian besar. Berbagai

upaya untuk ke arah ini sudah dilakukan, terutama melalui berbagai program

pemberdayaan masyarakat nelayan atau pesisir. Namun, berbagai program

tersebut masih perlu dipertajam lagi, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas

(Basri, 2007).

Sanjatmiko (2011) mengemukakan beberapa upaya yang telah dilakukan

pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan antara lain program kredit

usaha nelayan, subsidi bahan bakar minyak, pembagian wilayah penangkapan

berdasarkan peralatan tangkap nelayan, larangan penghapusan operasi kapal pukat

harimau, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta dan alokasi dana

sekitar Rp.927,82 milyar untuk menyejahterakan nelayan. Namun demikian

penegakkan regulasi dan implementasi program-program tersebut masih lemah,

mengindikasikan seolah-olah regulasi dan kebijakan tersebut tidak pernah ada

(29)

2.1.2. Hubungan Karakteristik dengan Sikap

Tiap-tiap nelayan memiliki ciri karakter pribadi yang unik sesuai dengan latar

belakang sosial demografi mereka. Ciri karakteristik individu sebagai background

factor diduga memengaruhi sikap. Salah satu contoh hasil penelitian tentang

hubungan karakteristik individu terhadap sikap adalah penelitian Smith et al

(2008) Can the Theory of Planned Behavior Help Explain Men’s Psychological

Help-Seeking? Evidence for a Mediation Effect and Clinical Implications meneliti

tentang adanya hubungan positif antara karakteristik individu berupa usia,

golongan etnik, ras, status perkawinan terhadap sikap responden tentang

pencaharian bantu psikologi bagi laki-laki, Collin dan Carey (2007) The Theory of

Planned Behavior as a Model of Heavy Episodic Drinking Among College

Students menemukan adanya hubungan positif karakteristik individu berupa usia,

jenis kelamin, tahun keberadaan di sekolah, golongan etnik, tempat tinggal

terhadap sikap responden tentang kegiatan heavy episodic drinking (HED)

(Sanjatmiko, 2011).

2.1.3. Hubungan Karakteristik dengan Kemampuan Berperilaku

Karakteristik diduga memiliki hubungan erat dengan kemampuan berperilaku.

Kemampuan berperilaku adalah persepsi nelayan tentang keyakinan akan

kemampuannya melakukan perilaku tertentu, apakah merupakan sesuatu yang

mudah dilakukan atau sebaliknya (Sanjatmiko, 2011).

Beberapa contoh hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan positif

antara karakteristik individu dengan kemampuan berperilaku. Dalam penelitian

(30)

penderita dalam perilaku fisik memanfaatkan waktu luang (Leisure Time Physical

Activity). Galea dan Bray (2006) Predicting Walking Intentions and Exercise in

Individuals With Intermittent Claudication: An Application of the Theory of

Planned Behavior melihat adanya hubungan positif antara antara karakteristik

dengan kemampuan Berperilaku (Sanjatmiko, 2011).

Penelitian yang dilakukan Sanjatmiko (2011) mengungkapkan bahwa peubah

sikap, kepatuhan terhadap patron (orang yang dianggap suri tauladan) dan peubah

kemampuan berperilaku merupakan faktor-faktor yang memengaruhi secara

langsung peubah niat untuk berperilaku nelayan dalam kegiatan perikanan

tangkap. Peubah karakteristik individu nelayan mempengaruhi secara tidak

langsung peubah niat untuk berperilaku.

2.1.4. Kinerja Organisasi

Konsep kinerja (Performance) dapat didefinisikan sebagai sebuah pencapaian

hasil atau degree of accomplishtment. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja suatu

organisasi itu dapat dilihat dari tingkatan sejauh mana organisasi dapat mencapai

tujuan yang didasarkan pada tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya (Keban,

2004).

Pengertian kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan

sebagai penampilan, unjuk rasa, atau prestasi. Para ahli mengemukakan beberapa

definisi tentang konsep kinerja. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat

pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan / program / kebijakan dalam mewujudkan

sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning

(31)

Dalam menilai kinerja organisasi harus dikembalikan pada tujuan atau alasan

dibentuknya suatu organisasi.. Indikator yang masih bertalian dengan sebelumnya

adalah seberapa besar efisiensi pemanfaatan input untuk meraih keuntungan itu

dan seberapa besar effectivity process (proses efektivitas) yang dilakukan untuk

meraih keuntungan tersebut (Keban, 2004).

2.1.4.1. Indikator Mengukur Kinerja Organisasi

Untuk menilai kinerja organisasi ini tentu saja diperlukan indikator-indikator atau

kriteria-kriteria untuk mengukurnya secara jelas. Tanpa indikator dan kriteria

yang jelas tidak akan ada arah yang dapat digunakan untuk menentukan mana

yang relatif lebih efektif diantara : alternatif alokasi sumber daya yang berbeda;

alternatif desain-desain organisasi yang berbeda; dan diantara pilihan-pilihan

pendistribusian tugas dan wewenang yang berbeda (Bryson, 2002).

Dalam organisasi publik, sulit untuk ditemukan alat ukur kinerja yang sesuai. Bila

dikaji dari tujuan dan misi utama kehadiran organisasi publik adalah untuk

memenuhi kebutuhan dan melindungi kepentingan publik, kelihatannya sederhana

sekali ukuran kinerja organisasi publik, namun tidaklah demikian kenyataannya,

karena hingga kini belum ditemukan kesepakatan tentang ukuran kinerja

organisasi publik (Bryson, 2002).

Kesulitan dalam pengukuran kinerja organisasi pelayanan publik sebagian muncul

karena tujuan dan misi organisasi publik seringkali bukan hanya kabur akan tetapi

juga bersifat multidimensional. Organisasi publik memiliki stakeholders

(32)

organisasi swasta. Stakeholders dari organisasi publik seringkali memiliki

kepentingan yang berbenturan satu dengan yang lainnya, akibatnya ukuran kinerja

organisasi publik dimata para stakeholders juga menjadi berbeda-beda.

Namun ada beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja

birokrasi publik yaitu sebagai berikut (Dwiyanto, 1995).

1) Produktivitas

Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga

efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara

input dengan output.

2) Kualitas Layanan

Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi

publik.

3) Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan

masyarakat menyusun agenda dan prioritas pelayanan dan mengembangkan

program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi

(33)

4) Responsibilitas

Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu

dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai

dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit.

5) Akuntabilitas

Akuntabilitas publik menunjukan pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan

organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat,

asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat,

dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan rakyat.

6) Efisiensi

Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan

publik mendapatkan laba, memanfaatkan fakltor-faktor produksi serta

pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis.

7) Efektivitas

Apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai?

Hal tersebut erat kaitannya organisasi rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan

organisasi serta fungsi agen pembangunan.

8) Keadilan

Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan

(34)

9) Daya Tanggap

Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta, organisasi

pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara atau pemerintah

akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh sebab itu, kriteria organisasi tersebut

secara keseluruhan harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan oleh

organisasi demi memenuhi kriteria daya tanggap ini (Dwiyanto, 1995).

2.1.5. Organisasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI)

Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) secara nasional resmi berdiri pada

tanggal 21 Mei 1973. Organisasi ini lahir dari pernyataan sikap secara bersama

oleh enam organisasi nelayan sebelumnya, yakni Organisasi Nelayan Golkar,

Pungurus pusat SERNEMI (Serikat Nelayan Muslimin Indonesia), Pengurus

Besar Serikat Nelayan Islam Indonesia, Gerakan Nelayan Marhein, Karyawan

Nelayan Pancasila, dan Dewan Pimpinan Pusat GENSI. Sejak resmi berdiri,

praktis tidak ada lagi organisasi nelayan selain HNSI (Daud, 2007).

Secara politis, organisasi HNSI pada awalnya didorong atau lebih dikehendaki

untuk melakukan proses dopolitisasi (penggabungan) terhadap masyarakat

nelayan yang sebelumnya terkotak-kotak dalam beberapa kelompok dengan

orientasi kepentingan politik yang berbeda-beda. Setelah proses ini berhasil

diprakarsai, dan HNSI terbentuk menjadi sebuah kekuatan yang menghimpun

seluruh nelayan di Indonesia, ternyata dalam perjalanannya hanya menjadi

instrumen politik bagi kepentingan rezim Orde Baru. Sehingga eksistensi HNSI

yang diharapkan dapat mengartikulasikan kepentingan nelayan, mengambil

(35)

hukum adat dan memberikan hak-hak ekslusif kepada nelayan selama itu tidak

pernah tercapai (Daud, 2007).

2.1.6. Peranan Organisasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI)

Terpinggirkannya nelayan dalam proses politik dan hukum terjadi karena sangat

lemahnya posisi tawar nelayan di mata pemerintah. Pada tingkat politik, nelayan

merupakan aktor terlemah dalam relasi kekuasaan pengelolaan sumberdaya.

Secara politik, nelayan tidak berdaya menghadapi industri yang merusak laut

maupun menghadapi kekuatan luar, global, kapital dan negara. Dari aspek hukum

lemah karena tidak ada perlindungan terhadap hak-hak komunal pesisir atau

nelayan (hukum adat dan kearifan lokal dalam konsep pengelolaan sumber daya

pesisir dan lautan). Bagaimana posisi tawar nelayan tidak menjadi lemah, kalau

produk hukum yang dilahirkan pun mereka (nelayan) tidak mendapatkan

legitimasi (Daud, 2007).

Fenomena dan fakta tersebut tentu bisa dipahami karena berkaitan erat dengan

strategi dan kebijakan pemerintah masa lalu yang menganaktirikan sumberdaya

pesisir dan lautan. Diperparah dengan konfigurasi kebijakan ekonomi bahwa

sumberdaya perikanan laut adalah milik bersama (common property), sentralistik

dan mengabaikan pluralisme hukum masyarakat. Kebijakan wilayah pesisir dan

lautan yang didasarkan pada doktrin “common property” telah menyebabkan

wilayah laut nasional menjadi arena pertarungan di bawah kekuasaan “hukum

samudra”, siapa yang kuat akan keluar sebagai pemenangnya. Konsekuensi

logisnya, selain gagal memberikan perlindungan hukum bagi pelaku-pelaku utama

(36)

secara ekonomi sumberdaya (overeksploitasi), ekologis (kerusakan ekosistem

sumberdaya alam pesisir dan laut (perikanan)), maupun kemiskinan struktural

yang diderita oleh masyarakat pesisir-nelayan (Daud, 2007).

Sentralisme kebijakan dan antipluralisme hukum juga tidak kalah destruktifnya.

Keduanya secara sinergis telah menciptakan konflik antar pelaku sumberdaya

wilayah pesisir dan lautan. Di mata nelayan tradisional, kebijakan tersebut lebih

dipahami sebagai legalisasi persekongkolan pemerintah dengan pengusaha untuk

menguras sumberdaya alam, tanpa memperdulikan kepentingan nelayan. Citra itu

semakin terkukuhkan ketika aparat penegak hukum senantiasa muncul sebagai

“pembela dan pelindung” pengusaha apabila terlibat konflik dengan nelayan

(Daud, 2007).

Sebagai wadah terhimpunnya seluruh kekuatan nelayan, HNSI secara normatif

sesuai dengan semangat Anggaran Dasar (pasal 5), bertujuan untuk

memperjuangkan hak-hak dan kepentingan nelayan di seluruh Indonesia, yaitu

mencapai kesejahteraan hidup yang layak dan adil jasmani dan rohaniah bagi

masyarakat nelayan/pembudidaya ikan khususnya dan rakyat Indonesia pada

umumnya berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Dan untuk mencapai tujuan

dimaksud, secara nasional HNSI akan terus melakukan usaha-usaha yang

diantaranya adalah sebagai berikut.

1) Mengadakan modernisasi perikanan dengan memberikan bimbingan dan

tuntunan kepada nelayan di bidang penangkapan, pengolahan, dan

pemasaran, serta mendorong terbentuknya koperasi yang bergerak di

(37)

2) Meningkatkan taraf hidup nelayan, baik jasmani maupun rohani.

3) Meningkatkan partisipasi nelayan dalam mempercepat tercapainya tujuan

pembangunan nasional.

4) Mengadakan kerja sama dengan berbagai badan dan lembaga yang

bergerak dalam bidang perikanan, baik dalam maupun luar negeri.

5) Mengusahakan terciptanya iklim kerja yang baik dan memperjuangkan

adanya peraturan perundang-undangan yang memberikan jaminan dan

perlindungan hukum bagi kepentingan nelayan, termasuk jaminan hari tua

(Pasal 6 AD). Disamping berbagai rekomendasi kebijaksanaan HNSI

sebagai masukan kepada pemerintah (DKP R.I) dalam rangka memajukan

dan mensejahterakan nelayan/pembudidaya ikan di seluruh Indonesia

(Daud, 2007).

Keberpihakan HNSI kepada nelayan tidak hanya sampai di situ. Melalui sidang

MPO DPP HNSI pada tanggal 31 Mei 2004 - 2 Juni 2004 mendesak dan

rekomendasi kembali kebijakan yang sudah pernah disampaikan sebagai masukan

kepada pemerintah (DKP R.I). Desakan atas rekomendasi HNSI yang sudah

direalisasikan, diantaranya adalah:

1) Pelayanan untuk kebutuhan BBM (Bahan Bakar Minyak) nelayan yang

terdiri dari solar, minyak tanah dan bensin hingga mencapai pulau-pulau

terpencil dalam bentuk SPBN (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk

Nelayan) atau SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum)

dengan kemudahan perijinan dari Pertamina. Lebih dari 100 SPBU telah di

bangun dekat pelabuhan nelayan, dan telah dilaksanakan tersebar di 44

(38)

pemerintah (program ini dirintis sejak tahun 2003 melalui kerja sama DPP

HNSI), DKP (Ditjen Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau kecil & Ditjen

Perikanan Tangkap dan Pertamina.

2) Meningkatan asuransi nelayan (jaminan kesehatan, jaminan keselamatan,

jaminan hari tua dalam bentuk asuransi Dana Kesejahteraan Nelayan),

kapal ikan dan alat tangkap ikan. Untuk asuransi dalam bentuk Dana

Kesejahteraan Nelayan ini sudah terdistribusi di 11 propinsi di Indonesia,

Dana kesejahteraan nelayan dalam bentuk asuransi ini adalah kerja sama

HNSI, Dinas Kelautan dan Perikanan dengan AJB (Asuransi Jiwa

Bersama) BUMI PUTRA 1912, dan pemegang polisnya adalah Sekretaris

Jenderal DPP HNSI.

3) Kemudahan persyaratan dan pelayanan permodalan untuk nelayan dan

pembudidaya ikan dengan bunga yang terjangkau dan ditunjang dengan

program kredit secara khusus melalui pembentukan lembaga keuangan

mikro (lembaga non Bank). Belakangan kita kenal dengan Lembaga

Swamitra Mina Online, Unit Simpan Pinjam (USP), BPR (Bank

Perkreditan Rakyat) Pesisir, dan Baitul Qiradal. Ke-empat lembaga

Keuangan Mikro ini di bawah Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir

Mikro Mitra Mina (LEPP-M3/Koperasi Perikanan).

4) Kapal ikan illegal dan kapal asing yang tertangkap di perairan kita

ditenggelamkan dan jika kapalnya ditinggal lari disita oleh negara dan

langsung diserahkan kepada nelayan sesuai kepres 174/1998.

(39)

6) Pengahapusan keputusan dirjen yang mengamandir kepres No. 39/1980

dan penghapusan utang nelayan (kasus nelayan di Pulau Jawa).

7) Mempertegas kembali akan keberadaan Departemen Kelautan dan

Perikanan Republik Indonesia (DKP R.I). Keberadaan DKP R.I adalah

sebuah keharusan. Dan masih banyak lagi rekomendasi kebijaksanaan

HNSI yang sudah dilakanakan dan diprogram oleh pemerintah (DKP R.I),

termasuk implementasi program kerja lima tahunan penguatan internal

kelembagaan yang harus dilaksanakan oleh HNSI itu sendiri (Daud, 2007).

Sebagai wadah perhimpunan nelayan, HNSI sepakat dan berkomitmen bahwa

sudah waktunya masyarakat nelayan diberi otoritas untuk mengolah laut. Karena

masyarakat nelayan punya modal sosial untuk itu. Oleh sebab itu, ini menjadi

agenda terpenting, dan HNSI akan terus mendorong pemerintah dalam hal ini

Departemen Keluatan & Perikanan (DKP Pusat maupun Daerah) agar

memberikan ruang fasilitas yang memadai (teknologi yang tepat guna dan akses

pasar yang terjangkau), peningkatan sumberdaya manusia nelayan, serta

keberpihakan hukum agar nelayan menjadi aktor yang berdaya. Dan

Undang-Undang Perikanan No. 31 Tahun 2004 yang baru telah memberikan legitimasi itu.

Hal ini menjadi sangat penting dalam konteks ke-Indonesiaan, karena selain

pertimbangan strategis sumberdaya kelauatan dan perikanan kita melimpah, juga

karena kekuatan masyarakat nelayan dalam pengelolaan sumberdaya laut

merupakan alternatif dari lemahnya kekuatan negara-daerah (pusat dan daerah)

untuk mengurus laut yang begitu luas dan beragam karakter sumberdayanya

(40)

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Sikap

Sikap adalah seperangkat pendapat, minat atau tujuan yang menyangkut harapan

akan suatu jenis pengalaman tertentu, dan kesediaan dengan suatu reaksi yang

wajar. Dapat juga diartikan sebagai dorongan untuk menilai dalam bentuk

kategori baik atau buruk (Kartasapoetra dan Hartini, 1992).

Bersamaan dengan tema perluasan cakrawala berpikir untuk meningkatkan

kesejahteraan melalui pemanfaatan sumberdaya laut yang masih potensial, para

pelajar khususnya dan masyarakat pada umumnya harus dibina kesadaran

pengetahuan, sikap dan perilakunya agar rasional dan bertanggung jawab.

Masyarakat dan pelajar tidak sekedar baru memiliki cakrawala pemikiran yang

luas untuk menggali dan memanfaatkan seoptimal mungkin sumberdaya yang

terdapat di lautan, melainkan semua itu harus disertai kesadaran akan perlunya

pola pemanfaatan dan pengelolaan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan

terhadap tetap terjaganya keseimbangan lingkungan laut dan terhadap

kesejahteraan individu dan masyarakat, baik bagi generasi masa kini maupun

masa mendatang (Kastama, 1997).

Menurut Ahmadi (1999) disamping pembagian sikap atas sosial dan individual,

sikap dapat pula dibedakan atas:

1) Sikap Positif

Sikap positif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan,

menerima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang

(41)

2) Sikap Negatif

Sikap negatif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan

penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku

dimana individu itu berada.

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu.

Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan

hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial,

terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang

lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku

masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial

itu meliputi hubungan antara individu dengan lingkungan fisik maupun

lingkungan psikologis di sekelilingnya (Azwar, 2007).

Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu

terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor

yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan,

orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan

dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu (Azwar, 2007).

Berikut ini adalah uraian tentang peranan masing-masing faktor tersebut dalam

pembentukan sikap manusia.

1) Pengalaman Pribadi.

Pembentukan kesan atau tanggapan terhadap objek merupakan proses kompleks

dalam diri individu yang melibatkan individu yang bersangkutan, situasi dimana

(42)

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah

meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk

apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor

emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman

akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.

2) Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting.

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau

searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Diantara orang yang

biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang status

sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri atau

suami, dan lain-lain. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan

untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

Ilustrasi mengenai pembentukan sikap yang dikarenakan pengaruh orang yang

dianggap penting oleh individu salah satunya dapat dilihat pada situasi dimana

terdapat hubungan atasan-bawahan. Sangatlah umum terjadi bahwa sikap atasan

terhadap suatu masalah diterima dan dianut oleh bawahan tanpa landasan afektif

maupun kognitif yang relevan dengan objek sikapnya. Seringkali keserupaan

sikap demikian semata-mata didasari oleh kepercayaan yang mendalam kepada

atasan, atau oleh pengalaman bahwa atasan selalu dapat berpendapat atau bersikap

yang tepat dalam segala situasi di masa lalu. Apabila terjadi kebimbangan dalam

bersikap, maka biasanya peniruan sikap atasan merupakan jalan yang dianggap

terbaik. Kadang-kadang pula, peniruan sikap atasan ini terjadi tanpa disadari oleh

(43)

3) Pengaruh Kebudayaan.

Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap individu

tehadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai anggota masyarakatnya,

karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman-pengalaman

individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat tersebut. Hanya kepribadian

individu yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi

kebudayaan dalam pembentukan sikap individual.

4) Media Massa.

Walaupun pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individual

secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan perubahan sikap, peranan

media massa tidak kecil artinya.

Misalnya dalam pemberitaan di surat kabar maupun di radio atau media

komunikasi lainnya, berita-berita faktual yang seharusnya disampaikan secara

objektif seringkali dimasuki unsur subjektiviras penulis berita, baik secara sengaja

maupun tidak. Hal ini seringkali berpengaruh terhadap sikap pembaca atau

pendengarnya, sehingga dengan hanya menerima berita-berita yang sudah

dimasuki unsur subjektif itu, terbentuklah sikap tertentu.

5) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama.

Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem

kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian

(44)

Apabila terdapat suatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan

mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga

orang tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran

moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau dari agama seringkali menjadi

determinan tunggal yang menentukan sikap.

6) Pengaruh Faktor Emosional.

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman

pribadi seseorang. Kadang-kadang bentuk sikap merupakan pernyataan yang

didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau

pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan

sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi

dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama

(Azwar, 2007).

Suatu contoh bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka

(prejudice). Prasangka didefinisikan sebagai sikap yang tidak toleran, tidak ‘fair

atau tidak favorable terhadap sekelompok orang (Harding, Prosbansky, Kutner, &

Chein, 1969; dalam Wrightsman & Deaux, 1981) (Azwar, 2007).

2.2.1.1. Pengukuran Sikap

Dalam bukunya yang berjudul Principles of Educational and Physichological

Measurement and Evaluation, Sax (1980) menunjukkan beberapa karakteristik

(dimensi) sikap yaitu arah, intensitas, keluasan, konsistensi, dan spontanitasnya.

(45)

1) Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan

yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak

mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu atau

seseorang sebagai objek (Azwar, 2007).

Contohnya adalah masyarakat nelayan di Desa Bagan Serdang setuju

apabila organisasi HNSI membuat sebuah program rekomendasi kepada

Dinas Perikanan dan Kelautan Deli Serdang agar dibuat pelatihan

keterampilan kepada para istri nelayan tentang pembuatan barang

kerajinan rumah tangga yang memiliki nilai jual daripada istri nelayan

harus bekerja mencari kerang.

2) Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap

sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Dua

orang yang sama tidak sukanya tentang sesuatu, yaitu sama-sama memiliki

sikap yang berarah negatif belum tentu memiliki sikap negatif yang sama

intensitasnya (Azwar, 2007).

Contohnya adalah salah seorang nelayan kurang setuju jika di daerah

pantai Desa Bagan Serdang digalakkan penanaman mangrove, dan seorang

nelayan yang lain merasa sangat tidak setuju jika digalakkan penanaman

pohon mangrove dan dalam hatinya benar-benar menentang kebijakan

tersebut. Dua orang nelayan tersebut sama-sama tidak setuju dengan

rencana penanaman pohon mangrove di Desa Bagan Serdang tetapi

memiliki intensitas yang berbeda.

3) Sikap memiliki keluasan, artinya kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap

(46)

spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada

pada objek sikap (Azwar, 2007).

Contohnya adalah seorang nelayan setuju jika HNSI Kabupaten Deli

Serdang mengadakan pergantian susunan kepengurusan, dan nelayan yang

lain setuju jika diadakan pergantian kepengurusan asalkan hanya ketuanya

saja yang diganti dan tidak untuk yang lain.

4) Sikap memiliki konsistensi, artinya adalah kesesuaian antara pernyataan

sikap yang dikemukakan dengan responnya terhadap objek sikap yang

dimaksud. Konsistensi sikap diperlihakan oleh kesesuaian sikap antar

waktu. Untuk dapat konsisten, sikap harus bertahan dalam waktu yang

relatif panjang. Sikap yang sangat cepat berubah, yang labil, tidak dapat

bertahan lama dikatakan sebagai sikap yang inkonsisten (Azwar, 2007).

Contohnya adalah seorang nelayan tidak bisa dikatakan memiliki sikap

yang konsisten jika misalnya pada hari ini dia setuju dengan suatu program

yang direkomendasikan HNSI kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Deli

Serdang tetapi minggu berikutnya ia tidak setuju dan merasa program

tersebut tidak terlalu penting bagi nelayan.

5) Sikap memiliki spontanitas, artinya menyangkut sejauh mana kesiapan

individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap dikatakan

memiliki spontanitas yang tinggi apabila dinyatakan secara terbuka tanpa

harus melakukan pengungkapan atau desakan lebih dahulu agar individu

(47)

Contohnya adalah para nelayan setuju jika kapal asing yang tertangkap

mengambil ikan di perairan Indonesia diproses secara hukum dengan

pengawasan dari HNSI.

2.2.1.2. Proses Terjadinya Sikap

Fishbein dan Ajzen (1975) menyusun suatu model perubahan sikap tentang

sebuah perilaku (Gambar 1). Untuk mengubah perilaku X perlu ada niat (intensi)

untuk mengubahnya. Niat itu dikuatkan oleh sikap positif terhadap perilaku X.

Sikap itu dikuatkan oleh kepercayaan dan penilaian yang positif tentang akibat

perilaku X. Intensi itu juga dikuatkan oleh norma subjektif yang baik mengenai

perilaku X. Norma subjektif ini dikuatkan oleh kepercayaan normatif dan motivasi

untuk menuruti (Smet, 1994).

Gambar 1. Model Perubahan Sikap tentang Sebuah Perilaku (Fishbean dan Ajzen, 1975).

(48)

2.2.2. Perilaku

Perilaku adalah perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat

diamati. Perilaku juga dapat digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun

orang yang melakukannya (Anonimus, 2012).

Perilaku diatur oleh prinsip dasar perilaku yang menjelaskan bahwa ada hubungan

antara perilaku manusia dengan peristiwa lingkungan. Perubahan perilaku dapat

diciptakan dengan merubah peristiwa didalam lingkungan yang menyebabkan

perilaku tersebut (Anonimus, 2012).

Perilaku mempunyai beberapa dimensi di antaranya:

1) Dari segi fisik, artinya perilaku dapat diamati, digambarkan dan dicatat

baik frekuensi, durasi dan intensitasnya.

2) Dari segi ruang, suatu perilaku mempunyai dampak kepada lingkungan

(fisik maupun sosial) dimana perilaku itu terjadi.

3) Dari segi waktu, suatu perilaku mempunyai kaitan dengan masa lampau

maupun masa yang akan datang (Anonimus, 2012).

Faktor penentu terhadap bentuk perilaku itu sangat banyak, bukan semata-mata

sikap, dan kita tidak dapat menyimpulkan sikap individu semata-mata dari bentuk

perilaku yang diperlihatkannya akan tetapi dalam batas-batas tertentu perilaku

manusia masih dapat diprediksikan. Walaupun secara individual sangat sulit untuk

meramalkan reaksi manusia terhadap suatu stimulus akan tetapi secara kelompok

reaksi manusia masih lebih terikat pada hukum-hukum stimulus-respons yang

(49)

2.2.2.1. Pengukuran Perilaku

Ada tiga cara sederhana untuk mengukur perilaku, yaitu sebagai berikut.

1) Menghitung frekuensi perilaku.

Untuk menghitung frekuensi perilaku, kita bisa dengan cara sederhana

menghitung jumlah berapa kali perilaku itu terjadi. Sekarang kita bisa melihat

betapa penting untuk menjelaskan secara spesifik ketika mendeskripsikan

perilaku. Untuk bisa menghitung sebuah perilaku, kita perlu mengetahui kapan itu

terjadi atau tidak terjadi (Handajani, 2008).

Sebagai contoh, kita bisa menghitung jumlah perilaku yang terjadi setiap harinya.

Katakanlah seorang nelayan mengeluh kepada HNSI mengenai masalah

rendahnya harga jual ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Setelah dihitung, kita

mungkin menemukan bahwa nelayan tersebut melakukannya dua kali di hari

Senin, tiga kali pada hari Selasa dan hanya satu kali di hari Rabu. Untuk perilaku

yang tidak terjadi sangat sering, kita bisa menghitung jumlah perilaku setiap

minggu. Katakanlah nelayan kadang-kadang membicarakan tentang kehadiran

kapal asing yang menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia dengan HNSI di

pagi hari. Setelah dihitung, kita mungkin menemukan bahwa nelayan tersebut

melakukannya tiga kali selama minggu lalu dan lima kali dalam minggu ini.

Ketika kita menghitung jumlah berapa kali perilaku terjadi, kita melakukannya

dalam periode waktu tertentu. Beberapa perilaku yang kita ingin hitung mungkin

terjadi berkali-kali dalam sehari. Bila kelihatannya akan sulit untuk menghitung

perilaku ini sepanjang hari, kita dapat memilih hanya satu bagian untuk dihitung.

(50)

melakukan hal ini, penting untuk mengukur pada saat yang sama setiap harinya

(Handajani, 2008).

2) Mengukur durasi perilaku.

Bagi banyak perilaku, menghitung jumlah perilaku itu terjadi akan memberikan

gambaran yang baik. Sebagai contoh, untuk mengukur perilaku seseorang,

menghitung berapa kali itu terjadi memberikan gambaran yang baik

(Handajani, 2008).

Misalnya kita ingin mengukur perilaku nelayan berupa membicarakan tentang

peran HNSI terhadap bantuan yang mereka terima dari Dinas Perikanan dan

Kelautan dengan nelayan yang lain. Jika kita menggunakan perhitungan dengan

frekuensi untuk mengukur perilaku ini, kita akan mengetahui para nelayan hanya

melakukan satu kali sehari. Kalau seperti ini tidak akan memberikan gambaran

yang baik tentang tingkatan perilaku.

Dalam kondisi seperti ini, adalah lebih baik mengukur berapa lama para nelayan

saling membicarakan tentang peran HNSI terhadap bantuan yang mereka terima

dari Dinas Perikanan dan Kelautan. Pengukuran ini disebut mengukur durasi

perilaku. Jika kita melakukan ini, kita akan mengetahui para nelayan tersebut

membicarakan tentang peran HNSI selama 60 menit pada hari Senin, 80 menit

pada hari Selasa, tetapi hanya 30 menit pada hari Rabu.

Tergantung pada perilaku seseorang, kita bisa mengukur perilakunya terjadi

dalam detik, menit, atau jam. Poin penting adalah untuk menambahkan jumlah

(51)

3) Menghitung permanent product perilaku.

Perhitungan frekuensi atau durasi mungkin itu yang kita perlukan di banyak

perilaku seseorang. Ada cara ketiga untuk mengukur perilaku yang berguna untuk

kita. Yaitu dengan menghitung permanent product (hasil akhir permanen)

perilaku. Beberapa perilaku menghasilkan sesuatu yang bisa dihitung: hasil akhir

produk, sesuatu yang tertinggal setelah perilaku terjadi (Handajani, 2008).

Misalnya jika nelayan mempunyai kebiasaan memperbaiki peralatan menangkap

ikan setiap kali selesai melaut, kita dapat menghitung berapa rata-rata usia

peralatan yang digunakan oleh nelayan tersebut. Peralatan yang sering dirawat dan

diperbaiki tentunya memiliki rata-rata usia yang lebih lama dibandingkan

peralatan yang kurang dirawat.

Manfaat yang didapat dengan menggunakan pengukuran permanent product

adalah kita tidak perlu ada di tempat ketika perilaku itu timbul. Kita dapat

menghitung setelah kejadian. Kelemahannya adalah tidak semua perilaku

memiliki produk yang bisa dihitung (Handajani, 2008).

Berdasarkan teori Snehandu B. Kar, analisis perilaku seseorang dapat dilakukan

dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi-fungsi sebagai berikut.

1) Niat seseorang (behavior intention).

2) Dukungan sosial (social-support).

3) Ada tidaknya informasi mengenai objek yang bersangkutan (accessibility

of information).

(52)

5) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action

situation) (Notoadmodjo, 2003).

Berikut ini adalah uraian tentang masing-masing fungsi tersebut dalam

pembentukan perilaku manusia.

1) Niat seseorang (behavior intention).

Ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide, keyakinan dan pertimbangan yang

menjadi dasar kesadaran sosial seseorang akan berpengaruh terhadap perilaku

sosialnya untuk bertindak sehubungan dengan peran suatu organisasi serta

penerapan sebuah program yang sedang berjalan (Budiman, 2010).

Misalnya seorang nelayan kecil yang terus berpikir agar kelak dikemudian hari

menjadi nelayan toke akan terus berupaya dan berproses mengembangkan

perekonomiannya dan memperbaiki dirinya dalam perilaku sosialnya.

2) Dukungan sosial (social-support) dari masyarakat sekitarnya.

Dukungan sosial merupakan ketersediaan sumber daya yang memberikan

kenyamanan fisik dan psikologis yang didapat lewat pengetahuan bahwa individu

tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai oleh orang lain dan ia juga merupakan

anggota dalam suatu kelompok yang berdasarkan kepentingan bersama

(Niven, 2005).

Sumber dari dukungan sosial ini adalah orang lain yang akan berinteraksi dengan

individu sehingga individu tersebut dapat merasakan kenyamanan secara fisik dan

(53)

kerabat, teman, rekan kerja, staf medis serta anggota dalam kelompok

kemasyarakatan (Niven, 2005).

Sheridan dan Radmacher (1992), Sarafino (1998) serta Taylor (1999) membagi

dukungan sosial kedalam lima bentuk yaitu sebagai berikut.

a) Dukungan instrumental (tangible assisstance).

Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan

pertolongan langsung seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan serta

pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi stress karena individu dapat

langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi. Dukungan

instumental sangat diperlukan terutama dalam mengatasi masalah dengan lebih

mudah.

b) Dukungan informasional.

Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, saran atau umpan balik

tentang situasi dan kondisi individu, Jenis informasi seperti ini dapat menolong

individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.

c) Dukungan emosional.

Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin,

diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial sehingga individu dapat

menghadapi masalah dengan lebih baik. Dukungan ini sangat penting dalam

Gambar

Gambar 1. Model Perubahan Sikap tentang Sebuah Perilaku
Gambar 2. Asumsi Determinan Perilaku Manusia (Notoatmodjo, 2003).
Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran, Sikap dan Perilaku Nelayan     terhadap Kinerja HNSI
Tabel 2.  Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Desa  Bagan Serdang Tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pantai Labu sebagai salah satu objek wisata alam di Kabupaten Deli Serdang, memiliki potensi alam yang khas, dapat dijadikan sebagai daya tarik untuk meningkatkan kunjungan

Berdasarkan keterangan dari tenaga kesehatan Puskesmas Pantai Labu desa Rantau Panjang merupakan salah satu desa yang endemis malaria di Kecamatan Pantai Labu dengan jumlah 307

Judul Tesis : PENGARUH PERSEPSI DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA MASYARAKAT NELAYAN DESA BAGAN KUALA KECAMATAN TANJUNG BERINGIN KABUPATEN

Penelitian tentang pengembangan kawasan ekowisata pesisir di perairan Pantai Putra Deli Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang berdasarkan kesesuaian ekowisata

Judul Penelitian : Kajian Kesesuaian Ekowisata Mangrove di Pantai Putra Deli Desa Denai Kuala Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.. Nama :

Statistik Kabupaten Deli Serdang, 2005 dalam Sembiring, 2008). Daerah pesisir Pantai Labu merupakan daerah yang telah mengalami. eksploitasi dikarenakan kawasan Pantai Labu

Peningkatan ekonomi keluarga nelayan melalui pelatihan pengolahan bakso ikan di Desa Rantau Panjang, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang merupakan Program

Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan