• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BADAN USAHA MILIK DESA DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DI DESA LALANG KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BADAN USAHA MILIK DESA DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DI DESA LALANG KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BADAN USAHA MILIK DESA DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DI DESA LALANG

KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (SI) Administrasi Publik

OLEH:

RISKI ANANDA NASUTION NIM : 150903004

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh : Nama : Riski Ananda Nasution

NIM : 150903004

Program Studi : Ilmu Administrasi Publik

Judul : Implementasi Kebijakan Badan Usaha Milik Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Di Desa Lalang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

Medan, Juli 2019

Dosen Pembimbing Ketua Program Studi,

Ilmu Administrasi Publik

Prof. Dr. Erika Revida, MS Dr. Tunggul Sihombing, M.A NIP :

196208211987012001 NIP : 196203011986031027

Dekan

FISIP USU MEDAN

Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Departemen Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Oleh :

Nama : Riski Ananda Nasution

NIM : 150903004

Program Studi : Ilmu Administrasi Publik

Judul : Implementasi Kebijakan Badan Usaha Milik Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Di Desa Lalang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Yang dilaksanakan pada :

Hari/ Tanggal : Agustus 2019 Waktu : 11.00 – 13.00 Tempat : Ruang Sidang FISIP USU

Ketua : Dr. Tunggul Sihombing, M.A (………)

NIP : 196203011986031027

Anggota : Prof.Dr. Erika Revida, MS NIP : 196208211987012001

(………)

(4)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BADAN USAHA MILIK DESA DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DI DESA LALANG

KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Implementasi Kebijakan Badan Usaha Milik Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Di Desa Lalang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data kualitatif diperoleh berdasarkan hasil dari wawancara, observasi studi pustaka dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik kualitatif. Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan adalah triagulasi. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Implementasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) di Desa Lalang secara umum telah berjalan cukup baik, Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Amanah Mandiri Desa Lalang ini juga dibentuk dalam rangka potensi yang dimiliki Desa Lalang agar program- program yang di dirikan dapat berjalan terarah dan terorganisir tepat pada sasaran. Saran yang dapat diberikan yaitu meningkatkan pemahaman kepada masyarakat terhadap pentingnya dan baiknya manfaat Badan Usaha Milik Desa (BUMDES), peningkatan sumberdaya maupun kinerja, transparan informasi dan kejelasan, meningkatkan kerjasama, memberikan informasi yang jelas untuk manfaat Bumdes serta melakukan pendidikan dan pelatihan supaya dapat mengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) lebih baik lagi.

Kata kunci : Implementasi, Kebijakan, BUMDes

(5)

ABSTRACT

POLICY IMPLEMENTATION OF VILLAGE OWNED ENTERPRISES IN INCREASING PUBLIC PARTICIPATION IN LALANG KECAMATAN

SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG

The purpose of this study was to find out and analyze the Implementation of Village-Owned Enterprises Policy in Increasing Public Participation in Lalang Village,Sunggal District,Deli Serdang Regency. This research is descriptive with a qualitative approach. Qualitative data is obtained based on the results of interviews,library research observations and documentation. The data analysis technique used is qualitative techniques.

The validity of the data checking technique used is triagulation. The results of the study concluded that the Implementation of Village-Owned Enterprises in Lalang Village in general has been running quite well,Village-Owned Enterprises (BUMDES) Amanah Mandiri Lalang village was also formed in the framework of the potential of Lalang village so that programs were established can be directed and organized on target. Suggestions that can be given are increasing understanding to the public about the importance and benefits of Village-Owned Enterprises, increasing resources and performance, transparent information and clarity, increasing collaboration, providing clear information for Village-Owned Enterprises benefits and conducting education and training to manage Village-Owned Enterprises are even better.

Keywords: Implementation, Policy,BUMDes

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Implementasi Kebijakan Badan Usaha Milik Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Di Desa Lalang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang”. Adapun penulisan skrispsi ini diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) pada Program Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Sebagai suatu karya ilmiah, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Namun, penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini. Penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Muriyanto Amin, S.Sos., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Umatera Utara.

3. Bapak Husni Thamrin, S.Sos., M.SP, selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(7)

4. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, M.A., selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Asima Yanty Sylvania Siahaan, M.A., Ph.D., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

6. Ibu Prof. Erika Revida Siahaan, MS., selaku Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang telah membimbing dan memberikan masukan bagi penulis dalam melakukan penulisan skripsi ini dari awal hingga akhir.

7. Seluruh dosen pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah memberikan ilmu-ilmu yang relevan selama masa perkuliahan.

8. Staff administrasi pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah membantu pengurusan administrasi penulis selama masa perkuliahan.

9. Kepada seluruh pegawai dan masyarakat Desa Lalang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang terimakasih telah membantu dalam penelitian ini.

10. Teruntuk kedua orang tua saya yang tercinta papa Irfan Zuhri Nasution SH dan mama Sri Rezeki, terimakasih sedalam-dalamnya untuk semua doa, nasehat dan dukungan baik secara moral maupun materi yang telah diberikan kepada saya dari awal masa perkuliahan sampai dalam

(8)

menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas cinta dan kasih sayang yang telah kalian berikan.

11. Untuk saudara perempuan saya Riris Novianti Nasution terimakasih sedalam-dalamnya untuk semangat dan dukungan yang diberikan hingga saat ini.

12. Untuk seseorang yang spesial Ibnu Hajar Imam Satya SE, Terimakasih selalu memberi support dan semangat selama masa perkulihaan penulis sampai selesai.

13. Untuk teman-teman Seperjuangan terkhusus untuk Leli Rahmaini Simatupang, Yulia Yasmin Lubis, Indriani Rahayu, Winda Setiawati dan Fifi Kalafi yang telah mengisi hari-hari penulis selama perkuliahan dan memberi semangat dan motivasi kepada penulis.

14. Untuk Sahabat penulis Dinda Annisa, SE., Moudi Oktavianda,A.Md., Indah Permata Fitrisni, Silfanilia, Serda Syamtia Weni, Widya Sari, Rahma Yuni Simbolon terimakasih telah memberikan semangat dan motivasi selama ini.

15. Teruntuk Dian Khairani Siregar S.AP, Yessy Beby E Siregar S.AP, Tita Ridhanty S.AP, Adang Aldila, Emi Sembiring, Piqi Izmi Fahri Ritonga, Ilman Nurmahali SE, Akbar Elbaihaqi Siregar Terimakasih telah memberi support dan motivasi selama masa perkulihan penulis.

(9)

16. Kepada seluruh teman-teman AP 2015 yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu, terimakasih banyak atas dukungan dan bantuan yang diberikan dari awal perkuliahan hingga saat ini . AN 1 AN JAYA!

Medan, 12 Juli 2019

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 8

1.3.Tujuan Penelitian ... 8

1.4.Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Implementasi Kebijakan ... 10

2.1.1. Model – Model Implementasi Kebijakan ... 10

1. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn ... 11

2. Model Implementai Marilee S. Grindle ... 16

3. Model Implementasi George C. E dward III ... 17

4. Model Implementasi Devid L. Weimer dan Aidan R. Vining ... 19

5. Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier ... 20

6. Model Implementasi Brian W. Hoogwood dan Lewis A. Gun ... 21

2.2. Kebijakan Publik ... 22

2.3.Pengertian Badan Usaha Milik Bumdes ... 24

2.3.1. Pembentukan dan Pendirian Bumdes ... 27

2.3.2. Tujuan Bumdes ... 28

2.4. Partisipasi Masyarakat ... 29

(11)

2.5. Definisi Konsep ... 35

2.6. Hipotesis Kerja ... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bentuk Penelitian ... 38

3.2. Lokasi Penelitian ... 38

3.3. Informan Penelitian ... 39

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.5. Teknik Analisis Data ... 46

3.6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 50

4.1.1. Gambaran Umum (Profil) Desa Lalang ... 50

4.1.2. Kondisi Demografi Desa ... 51

4.1.3. Visi dan Misi Desa ... 52

4.1.4. Keadaan Sosial Ekonomi Desa Lalang ... 53

4.2. Program Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Amanah Mandiri Desa Lalang ... 55

4.2.1. Visi dan Misi Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) ... 56

4.2.2. Program – Program Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) ... 57

4.3. Pembahasan penelitian ... 61

4.3.1. Sasaran Kebijakan (Ukuran dasar dan tujuan kebijakan) ... 63

4.3.2. Sumber Daya ... 65

4.3.3. Komunikasi Antar Organisasi dan Kegiatan – Kegiatan Pelaksana ... 67

4.3.4. Karakteristik Agen Pelaksana (Badan – badan pelaksana) ... 69

4.3.5. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik ... 70

4.3.6. Disposisi (Sikap para pelaksana) ... 72

4.4. Hambatan Yang Ada di Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Amanah Mandiri Desa Lalang ... 74

(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 77

5.2. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 81

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Pedoman Wawancara ... 1

Lampiran 2 Pedoman Wawancara ... 13

Lampiran 3 Pedoman Dokumentasi ... 15

Lampiran 4 Transkip Wawancara ... 16

 Transkip Wawancara Kepala Desa Lalang ... 16

 Transkip Wawancara Badan Permusyawaratan Desa Lalang ... 20

 Transkip Wawancara Ketua Badan Usaha Milik Desa Lalang ... 23

 Transkip Wawancara Masyarakat Lalang ... 26

Lampiran 5 Matriks Wawancara ... 57

Lampiran 6 Transkip Observasi ... 66

Lampiran 7 Transkip Dokumentasi ... 69

DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Matriks Informan Penelitian ... 40

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 53

DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1. Gambar Umum Profil Desa Lalang ... 49

Gambar 4.2. Struktur Organisasi Desa Lalang ... 52

Gambar 4.3. Struktur Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Amanah Desa Lalang ... 56

Gambar 4.4. Daftar Anggota Program Simpan Pinjam ... 57

Gambar 4.5. Gambar Kuliner Sewa Lapak ... 59

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah Kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa. Sebuah desa merupakan kumpulan dari beberapa unit permukiman kecil yang disebut dengan nama lain seperti kepala kampung, dusun atau jorong. Kepala Desa dapat disebut dengan nama lain seperti kepala kampung atau petinggi dikampung. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa.

Desa memiliki pemerintahan sendiri, Pemerintahan desa terdiri dari Kepala Desa, Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Penelitian ini nantinya akan terjadi di Desa Lalang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang. Sebagai lembaga pemerintahan desa, desa merupakan peran terpenting atau ujung tombak dalam penataan, pelayanan kepada masyarakat dan merupakan sumber segala data-data dalam pemerintahan dan penerapan

(14)

dokumen. Desa merupakan basis sistem kemasyarakatan bangsa Indonesia yang sangat kokoh yang bisa menjadi landasan yang kuat bagi ekonomi, sosial budaya, dan politik.

Dengan ada nya Undang-Undang yang disah kan pada UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa , desa di berikan kesempatannya sendiri untuk mengurus tata pemerintahan dan pembangunan desa tersebut untuk meningkatkan pendapatan dan kualitas hidup masyarakat desa tersebut. Oleh karena itu pemerintah desa harus memiliki tanggung jawab lebih mandiri dalam mengelolah pemerintahan dan sumber daya, lebih harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas pemerintahan dimana akhir kegiatan penyelenggaraan Pemerintah Desa harus bisa dipertanggung jawabkan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuannya.

Dalam upaya UU Desa juga menjadi bukti komitmen Pemerintah Indonesia untuk melindungin dan memperdayakan desa agar menjadi lebih kuat, mandiri, dan berdemokratis sehingga bisa menciptakan landasan yang kokoh dalam melaksanakan pemerintah dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, sejahtera (retnowati,2016). Masalah tentang pedesaan sebenarnya hanya berbicara tentang kemiskinan dan keterbelakaan serta bagaimana meneranginnya secara langsung (hagul,1992:3).

Organisasi ekonomi perdesaan menjadi bagian penting sekaligus masih menjadi titik lemah dalam rangka mendukung penguatan ekonomi perdesaan.

Maka dengan itu di perlukan upaya sistematis untuk mendorong organisasi ini agar mampu mengelola asset ekonomi strategis didesa sekaligus

(15)

mengembangkan jaringan ekonomi demi meningkatkan daya saing ekonomi perdesaan.

Pembangunan Desa dalam era pemerintah ini telah menjadikan pembangunan sebagai salah satu fokus utama dalam program pembangunan daerah dan pembangunan desa juga memiliki tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat serta penanggulangin kemiskinan melalaui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasaran desa, saat ini pemerintah pusat memberi dana yang cukup besar kepada pemerintah desa melalui dana desa, Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diperuntukkan bagi desa yang diberikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa. Aset desa adalah barang milik desa yang berasal dari kekayaan asli desa, dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa atau perolehan hak lainnya yang sah.

Barang milik desa adalah kekayaan milik desa berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak.

(16)

Selain dana desa pemerintah Daerah juga memberikan Alokasi Dana Desa dan Dana Hasil Perimbangan Pajak (BHP) yang bertujuan untuk pembangunan desa, pembinaan kemasyarakat dan lembaga kemasyarakatan yang semuanya bertujuan meningkatkan pendapatan masyarakarat, kesejahteraan masyarakat, sosial dan perekonomian masyarakat desa. Salah satunya Dana Desa diperuntukan program Bumdes untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dalam segi ekonomi dengan dana desa sebagai penyerta modal awal daya gerak dalam program Bumdes .

Pada dasarnya Bumdes merupakan bentuk konsolidasi atau penguatan terhadap lembaga-lembaga ekonomi desa. dibuatnya Bumdes bertujuan agar potensi sumber daya manusia, ekonomi, pasar, sosial, budaya dan alam mampu dikelola sebesar besarnya oleh desa khusus meningkatkan Pendapat Asli Desa (PAD) untuk meningkatkan pendapatan masyarakat desa, pengembangan kemampuan sumberdaya alam sehingga mampu memberikan nilai tambah dalam pengelolahan aset ekonomi desa, masyarakat miskin di wilayah dusun pada khususnya. Bumdes juga bertujuan untuk menyediakan sarana dan prasarana dasar untuk peningkatan usaha ekonomi dan pendapatan masyarakat dalam membangun program implementasi Bumdes masyarakat harus ikut berpartisipasi langsung.

Bumdes merupakan instrumen pendayagunaan ekonomi lokal dengan berbagai ragam jenis potensi. Pendayagunaan potensi ini terutama bertujuan untuk meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat desa melalui

(17)

pengembangan usaha ekonomi mereka. Selain itu, Bumdes ini juga mampu memberikan sumbangan untuk meningkatkan sumber Pendapatan Asli Desa (PAD) yang memungkinkan desa mampu melaksanakan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara optimal.

Desa Kampung Lalang berdiri pada tahun 1974 di Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang, desa harus diisi oleh seorang pejabat kepala kampung, maka diangkatlah seorang pejabat pelaksana kepala kampung yang menjalankan roda Pemerintahan di Kampung Lalang Deli Serdang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang yang mempunyai batas-batas Desa Kampung Lalang sebelah Timur langsung berbatasan dengan Kelurahan Lalang Kecamatan Medan Sunggal Kodya Medan, Maka sejak Tahun 1974 Desa Kampung Lalang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang dijabat oleh Kepala kampung (Penghulu) yang diangkat oleh Camat Sunggal Deli Serdang.

Adapun nama Desa Kampung Lalang Kecamatan Sunggal Deli Serdang karena adanya pemekaran Wilayah Kelurahan Lalang Kodya Medan, berubah menjadi Desa Lalang Kecamatan Sunggal yang berlokasi disalah satu 17 desa di Kacamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang yang merupakan pintu gerbang Kabupaten Deli Serdang wilayah Kecamatan Sunggal berbatasan langsung dengan Wilayah Kodya Medan.

Berdasarkan informasi-informasi yang diperoleh Bumdes yang di bentuk di Desa Lalang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang kurang berjalan lancar banyak kendala yang muncul seperti informasi yang penulis dapatkan

(18)

saat ini. Kurangnya sumberdaya manusia (SDM) tentang memahami cara mengembangkan usaha yang telah di buat oleh para perangkat pemerintah dalam program Bumdesa, kurangnya sumberdaya manusia memahami tentang bagusnya manfaat-manfaat dari Program Bumdes, kurang profesional, keseriusan dan tanggung jawab para pengurus atau pengelola dalam menjalakan program Bumdes dan kurangnya partisipasi masyarakat, tidak adanya bimbingan tentang cara mengelola dan mengembangkan Program Bumdes.

(Wawancara oleh sekretaris Desa Kampung Lalang pada tanggal 10 Oktober 2018 pukul 19.30 WIB)

Banyak desa yang ada di Kecamatan Sunggal yang telah membentuk Bumdes seperti di Desa Medan Krio Program Bumdes didesa tersebut sangat berjalan dengan prosedurnya, program yang ada di Desa Medan Krio yaitu simpan pinjam yang berjalan sesuai prosedur, dan sudah ada tiga becak motor untuk membantu masyarakat dalam bertransportasi. Di Desa Medan Krio juga mulai merencanakan program selanjutnya yaitu membuat bank sampah supaya sampah masyarakat bisa dipilih dan didaur ulang kembali dan menjadi salah satu pendapatan bagi masyarakat. (Wawancara ketua Bumdes pada tanggal 08 Maret 2019 pukul 11.30 WIB).

Pada Desa Tanjung Gusta program Bumdes tidak berjalan karena dana yang diperuntukkan untuk program Bumdes tidak dikeluarkan oleh desa, padahal Program Bumdes telah dibentuk. (Wawancara pada pedamping desa (PLD) pada tanggal 09 Maret 2019 pukul 13.00 WIB)

(19)

Dengan adanya hambatan yang ada di Desa Lalang tersebut maka Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) yang sudah berdiri tidak berkembang dan tidak dapat meraih keuntungan yang dapat mengatasi perekonomian masyarakat.

Tujuan Bumdes didirikan sebagai wadah perekonomian masyarakat untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan merubah kualitas perekonomian melalui Bumdes, mengingat banyaknya program Bumdes untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, seperti membuka usaha-usaha mikro yang dapat menyalurkan semua usaha-usaha masyarakat kecil baik dari segi pemasaran maupun usaha-usaha masyarakat dapat dikordinir dan dibimbing hingga bermutu mempunyai nilai jual yang lebih tinggi, selain itu Bumdes juga memerlukan tenaga kerja dari masyarakat yang dapat menambah pendapatan masyarakat, serta Bumdes dapat juga sebagai penyerta modal (simpan pinjam) bagi masyarakat untuk membuka usaha yang dapat meningkatkan pendapatan perekonomian masyarakat desa.

Oleh karena itu, berdasarkan adanya beberapa permasalahan dan hambatan yang muncul dalam mengembangkan dan keberhasilan dalam menjalakan Bumdes di Desa Lalang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui lebih jauh hambatan dan permasalahan dalam pengembangan Bumdes agar dapat mengatasi dan meningkatkan pendapatan perkonomian masyarakat Desa.

Melihat kondisi diatas, penulis terdorong melakukan penelitian dengan Judul : “Implementasi Kebijakan Badan Usaha Milik Desa Dalam

(20)

Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Di Desa Lalang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis menentukan perumusan masalah mengenai Bagaimana Implementasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat di Desa Kampung Lalang Kecacamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang ?

1.3. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang diajukan mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menggambarkan Implementasi Kebiajakan Badan Usaha Milik Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :

1) Secara teoritis, untuk memberikan informasi dan juga menambah ilmu tentang program Bumdes di Desa Lalang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.

2) Secara praktis, sebagai bahan masukan bagi semua pihak yang berkepentingan dan yang membutuhkan referensi mengenai Bumdes di Desa Lalang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.

(21)

3) Manfaat akademik, diharapkan dari penelitian ini mampu memberikan manfaat bagi para akademisi atau pihak-pihak dalam pencarian informasi atau sebagai bahan referensi mengenai Implementasi kebijakan Badan Usaha Milik Desa dalam meningkatkan partisipasi masyarakat di Desa Lalang Kecamatan Sunggal Kabupatem Deli Serdang.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan tahap dalam proses kebijakan, dimana Implementasi dilaksanakan ketika sebuah kebijakan dirumuskan dengan tujuan yang jelas. Dalam sebuah kebijakan, Implementasi adalah suatu rangkaian aktifitas yang bertujuan untuk mewujudkan apa yang sudah ditetapkan dalam sebuah kebijakan.

Meter danHorn (dalam Winarno, 2008:146-147) mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan dalam keputusan- keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakkan-tindakkan oprasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan kebijakan atau buah pemikiran yang dihasilkan atas pemikiran baik satu individu atau kelompok diterapkan kedalam tindakan atau perilaku nyata dari pemikiran yang telah diciptakan sebagai tujuan dari mereka menciptakan pemikiran. Perilaku atau tindakan dari buah pemikiran tersebut dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan pemikirannya sehingga tujuan yang diinginkan bisa tercapai.

2.1.1. Model – Model Implementasi Kebijakan

Menurut (wahab 2016:156). Model adalah representasi dari sesuatu yang lain, yang dirancang untuk tujuan tertentu. Artinya sebagai perwakilan

(23)

dari suatu objek yang dilihat, di dengar, dirasakan, dan di sentuh oleh kulit sehingga memunculkan ide atau gagasan yang bisa diterima agar dapat diinformasikan kembali kepada orang lain yang mengetahui. Pada prinsipnya terdapat dua jenis model implementasi kebijakan publik berpola dari atas ke bawah (Top-Down), maupun dari bawah ke atas (Bottom-Up).

Keberhasilan suatu implementasi kebijakan ditentukan oleh beberapa faktor dan masing-masing faktor harus saling berhubungan dengan satu sama lain. Untuk memperkaya pemahaman tentang berbagai faktor yang terkait dalam implementasi, maka beberapa Model Teori Implementasi Kebijakan yang akan dijelaskan oleh penulis yaitu :

1. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn 2. Model Implementasi George C. Edwards III 3. Model Implementasi Merilee S. Grindle

4. Model Implementasi Devid L. Weimer dan Aidan R. Vining 5. Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier

6. Model Implementasi Brian W. Hoogwood dan Lewis A. Gun 1. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

Model implementasi Van Meter dan Van Horn (dalam Tahir, 2015:72) beranjak dari suatu argument bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan.

Selanjutnya mereka akan menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan suatu model konseptual yang mempertalikan kebijakan dengan kinerja kebijakan.

(24)

Kedua ahli ini menegaskan pula pendiriannya bahwa perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting dalam prosedur- prosedurimplementasi. Dengan memanfaatkan konsep-konsep tersebut, maka permasalahan yang perlu dikaji dalam hubungan ini ialah :

a. Perubahan-perubahan dalam organisasi

b. Seberapa jauh tingkat efektivitas mekanisme-mekanisme kontrol setiap jenjang struktur.

c. Seberapa pentingkah rasa keterkaitan masing-masing orang dalam organisasi, hal ini menynagkut masalah kepatuhan.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa setiap kebijakan yang dihasilkan akan berbeda penerapan kebijakannnya. Jika kebijakan yang diperlukan darurat maka penerapan kebijakannya juga harus cepat diambil tindakan, berbeda dengan kebijakan yang dibuat untuk kurun waktu yang lama, maka penerapan kebijakannya juga lebih matang, tidak terburu-buru dan bisa berubah sesuai kebutuhan dan perkembangan zaman.

Atas dasar pandangan seperti ini kemudian membuat tipologi kebijakan menurut :

1. Jumlah masing-masing perubahan yang akan dihasilkan

2. Jangkauan atau lingkup kesepakatan terhadap tujuan diantara pihak- pihak yang terlibat dalam proses implementasi.

Selanjutnya Van Meter dan Van Horn (dalam Subarsono, 2005 :99) mengemukakan ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni :

1. Sandar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterprestasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

2. Sumber daya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber daya manusia (human resources) maupun sumber daya non-manusia (non- human resources).

3. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas

Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antara instansi bagi keberhasilan suatu program.

(25)

4. Karakteristik agen pelaksana

Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.

5. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik

Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada dilingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

6. Disposisi implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni : a) respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan dan c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

Dari keenam variabel yang mempengaruhi kinerja implamantasi ini harus benar-benar diperhatikan dengan baik karena jika salah satu dari keenam variabel ini tidak dilaksakan dengan baik maka akan menghambat variabel lain karena ada keterkaitan antara satu variabel dengan yang lain. Sebagai contoh jika sandar dan sasaran kebijakan yang tidak jelas maka akan berpengaruh kepada variabel lain. Mulai dari pemilihan sumber daya yang digunakan akan keliru, terhambatnya komunikasi antar individu karena tidak paham dengan jelas sasaran yang dituju dan kurang baiknya lingkungan kinerja implementasi.

Variabel-variabel kebijakan bersangkut paut dengan tujuan-tujuan yang telah digariskan oleh sumber-sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada badan-badan pelaksana meliputi baik organisasi formal maupun informal. Pusat

(26)

perhatian pada sikap para pelaksana yang mengantarkan kita pada telaah mengenai orientasi dari mereka yang mengoprasionalkan program dilapangan.

Dari beberapa teori implementasi kebijakan yang ada, maka penulis memutuskan mengambil model teori Van Meter dan Van Horn karena mungkin akan lebih tepat dalam membahas permasalahan yang terkait dalam penelitian tersebut. Kebijakan yang relevan dengan judul Pengaruh Implementasi Kebijakan Badan Usaha Milik Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Desa Di Desa Lalang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.

Yang menjadi dasar penggunaan model Implementasi Van Meter Van Horn karena permasalahan berkaitan dengan Implementasi Kebijakan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Desa sudah terealisasi dengan baik atau tidak, sudah tepat sasaran atau tidaknya program tersebut baik pengelolahannya serta sudah tercapaikah tujuannya.

Maka penulis memilih model Implementasi Kebijakan dari Van Meter Van Horn yang tepat untuk menggambarkan pengelolahan Bumdes Tersebut.

Oleh karena itu penulis akan menggambarkan 6 variabel atau indikator dari model Implementasi dari Van Meter Van Horn sebagai berikut :

1. Sasaran kebijakan (ukuran dasar dan tujuan kebijakan)

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterprestasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi. Oleh karena itu, untuk mengukur kinerja implementasi kebijakan tentu ada standar dan sasaran tertentu yang harus dipakai oleh para pelaksana kebijakan. Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari tujuan dan manfaat

(27)

yang dihasilkan dari suatu kebijakan yang bersifat realistis. Kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat tercapainya standar dan sasaran tersebut.

2. Sumber Daya (sumber-sumber kebijakan)

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-manusia (non- human resources). Sumber daya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sumber daya manusia dan ketersediaan biaya (financial).

Manusia menjadi salah satu faktor terpenting dalam keberhasilan suatu implementasi kebijakan yang dimana keberhasilan tersebut tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Dalam melaksanakan program tersebut kemampuan implementor dapat dilihat dari tingkat pendidikan, pemahaman terhadap tujuan serta sasaran program Bumdes.

3. Komunikasi antar Organisasi dan Kegiatan Pelaksana

Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antara instansi bagi keberhasilan suatu program.

Komunikasi diperlukan agar terciptanya konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan, sehingga implementor mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan tersebut. Komunikasi antar organisasi juga menunjuk adanya tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan program. Dalam hal ini perlu ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman terhadap suatu standar dan tujuan kebijakan untuk dicapai.

4. Karakteristik Agen Pelaksana (Badan-badan Pelaksana)

Karakteristik agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma- norma, dan pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi. Sikap penerimaan dan penolakan dari agen pelaksana dapat mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja kebijakan publik tersebut. Hal ini dapat terlihat dari dukungan yang diberikan oleh organisasi formal maupun organisasi informal. Yang termasuk dalam struktur organisasi program Bumdes maupun yang berada diluar struktur organisasi program Bumdes di desa kampung lalang. Karakteristik agen pelaksana dalam penelitian ini yaitu adanya dukungan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten maupun pemerintah desa serta instansi terkait dan dukungan dari masyarakat desa kampung lalang terkait pelaksanaan program Bumdes dalam meningkatkan pendapatan masyarakat.

(28)

5. Kondisi Sosial dan Ekonomi

Dalam menilai kinerja implementasi kebijakan lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik. Kondisi sosial dan ekonomi merupakan kondisi dalam ranah implementasi yang dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan itu sendiri. Adapun kondisi sosial yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu, bentuk dukungan yang diberikan kelompok-kelompok kepentingan dalam implementasi kebijakan, bagaimana karakteristik partisipan serta opini yang dapat dilihat dalam bentuk dukungan atau penolakan yang ada dilingkungan.

6. Disposisi (sikap para pelaksana)

Dalam mengimplementasikan suatu program sikap para implementor dibutuhkan dalam menjelaskan program tersebut. Dalam penelitian ini sikap para pelaksana dilihat dari komitmen dan kejujuran serta sikap demokratis dalam pelaksanaan kegiatan.

2. Model Implementasi Merilee S. Grindle

Grindle (dalam Wiabawa, 1990:127) mengemukakkan teori implementasi sebagaiproses politik dan administrasi. Dalam teori ini Grindlee memandang bahwa suatu implementasi sangat ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Dalam teorinya itu grindle mengemukakkan bahwa proses implementasi kebijakan hanya dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang semula telah diperinci, program-program aksi telah dirancang dan sejumlah dana telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan- tujuan dan sasaran-sasaran tersebut.

Isi kebijakan menurut Grindle mencakup :

1. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan 2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan

3. Derajat perubahan yang diinginkan 4. Kedudukan pembuat kebijakan 5. Siapa pelaksana program 6. Sumberdaya yang di kerahkan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa proses penerapan kebijakan yang dilakukan akan dilakukan harus terlebih dahulu jelas tujuan dan sasarannya dengan terperinci. Mulai dari program yang akan dijalankan,

(29)

penerapan kebijakan tersebut, dana yang diperlukan sampai evaluasi dari hasil kebijakan yang telah dilaksanakan. Jika hal ini telah disiapkan maka model implementasi kebijakan ini bisa dilaksanakan. Isi kebijakan menunjukan kedudukan pembuat kebijakan dan posisi pembuat kebijakan mempengaruhi bagian-bagian implementasi kebijakan. Konteks kebijakan mempengaruhi proses implementasi.

3. Model Implementasi George C. Edwards III

Menurut Edwars(1980:10) bahwa dalam pendekatan studi implementasi kebijakan pernyataan abstraknya dimulai dari bagaimana prakondisi untuk suksesnya kebijakan publik dan kedua adalah apa hambatan utama dari kesuksesan kebijakan publik. Untuk menjawab pertanyaan itu ada beberapa pernyataan penting itu maka Edwars menawarkan dan mempertimbangkan empat faktor dalam mengimplementasikan kebijakan publik yaitu : komunikasi, sumberdaya, disposisi dan sturuktur birokrasi.

Pandangan Edwards (dalam Subarsono, 2005 : 90) bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat Variabel yaitu : komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi .

1. Komunikasi

Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaraktkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.

Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. Adapun indikator yang dapat dipakai untuk mengukur keberhasilan variabel komunikasi yaitu : (a) Transmisi , (b) Kejelasan, (c) Konsistensi.

2. Sumber daya

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi berjalan dengan efektif. Sumber daya tersebut dapat terwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumber daya finansial , sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja. Indikator sumber daya terdiri dari beberapa elemen yaitu : (a) Staf, (b) Informasi, (c) wewenang, (d) Fasilitas.

(30)

3. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau prespektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. Berbagai pengalaman pembangunan di negara-negara dunia ketiga yang menunjukkan bahwa tingkat komitmen dan kejujuran aparat yang masih rendah.

4. Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.

Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur oprasi yang standar (standart operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model implementasi Edwards ini bahwa harus mengetahui kondisi sebelum dilaksanakan kebijakan dan apa saja hambatan yang bisa muncul. Hal ini bisa diatasi dengan komunikasi yang baik dimulai dari kejelasan tujuan dan sasaran kebijakan, lalu sumber daya yang dimiliki mulai dari kemampuan pelaksana kebijakan dalam memahami tujuan dan sasaran kebijakan, jika hal ini tidak berjalan maka selengkap apapun pembuat kebijakan dalam memberikan fasilitas kepada pelaksana kebijakan maka akan terhambat juga komunikasi yang ditujukan. Satu hal lagi yang terpenting adalah watak dan karakter yang dimiliki oleh pelaksana kebijakan harus baik. Akan sulit melaksanakan kebijakan jika hal ini tidak baik karena watak dan karakter ini ada dalam diri masing-masing individu makan akan

(31)

susah jika hal ini tidak bisa diperbaiki dan diperhatikan dengan seksama. Serta struktur birokrasi yang jelas akan menjadikan pelaksana kebijakan akan paham dalam bertindak dengan aturan yang sudah ada.

4. Model Implementasi Devid L. Weimer dan Aidan R. Vining

Pandangan David L. Weimer dan Aidan R. Vining (dalam Subarsono, 2005:103) yangmengemukakan ada tiga kelompok variabel besar yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu program, yakni :

- Logika kebijakan

- Lingkungan tempat kebijakan dioperasionalkan, dan - Kemampuan implementor kebijakan.

Tiga kelompok diatas masing-masing logika kebijakan, lingkungan tempat kebijakan dan kemampuan implementor kebijakan harus senantiasa menjadi focus perhatian dari pengambilan kebijakan.

Dari uraian di atas dapat simpulkan pandangan David dan Vining ini menjelaskan bahwa ketiga variabel ini sangat penting dan berkaitan satu dengan yang lain sehingga bisa mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu program. Logika yang diberikan dalam kebijakan harus benar dan jelas, sedangkan lingkungan tempat kebijakan di terapkan juga harus sesuai dengan logika kebijakan, serta kemampuan implemetor dalam mengartikan logika kebijakan dan membaca lingkungan tempak kebijakan diterapkan harus baik, jika ridak bisa dilakukan maka akan menghambat penerapan kebijakan tersebut.

Sedangkan Bardach (Stillman 1982:36, Nakamura,1980:16) mengemukakan “Teori the implementation game ( Implementasi dalam bentuk permainan)”. Teori ini menjelaskan bahwa dalam implementasi kebijakan di dalamnya terjadi tawar menawar, persuasive maneuver yang berlangsung di bawa kondisi tidak pasti dengan tujuan agar bisa melakukan control terhadap hasil yang diiginkan. Dalam kondisi ini para pelaksana belajar memahami menguasi aturan permainan, keahlian menggunakan taktik dan strategi, mengontrol arus komunikasi dan mencermati krisis dan situasi tidak pasti yang mungkin terjadi.

(32)

Dari uraian di atas maksud dari teori the implementation game bahwa proses penerapan kebijakan yang dilakukan tidak kaku, ada proses pengawasan kapan waktunya untuk dilaksanakan dengan cepat dan ada kalanya dilaksanakan dalam waktu yang lebih lama dalam kurun waktu tertentu. Para pelaksana kebijakan dituntun harus memahami hal ini dengan sangat teliti, ada strategi dan taktik yang harus dilakukan agar tujuan kebijakan bisa dilaksanakan dengan baik.

5. Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier

Model ini dikenal sebagai model kerangka analisis implementasi.

Didalam pemetaan model ini bersifat sentralistis (dari atas ke bawah) dan lebih berada di mekanisme paksa dari pada mekanisme pasar.

Mazmanian dan Sabatier (dalam Subarsono, 2005:94), Dwidjowijoto (2006:129) menjelaskan ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu :

- Variable Independen

Yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenan dengan indikator dukungan teori dan teknologi, keragaman perilaku kelompok sasaran, tingkat perubahan perilaku yang di kehendaki, variable ini disebut juga dengan krarakteristik dari masalah.

- Variable Intervening

Yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi dan tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan hierarkis diantara lembaga pelaksana, aturan dan lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana dan keterbukaan kepada pihak luar variabel ini disebut juga dengan karakteristik kebijakan.

- Variable Dependen

(33)

Varabel diluar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi atau lingkungan, yang berkenan dengan indikator, kondisi sosio-ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap dari konsituten, dukungan jabatan yang lebih tinggi serta komitmen dan kualitas kepemimpinan dan pejabat pelaksana.

Dari 3 variabel yang di kemukkan oleh Mazmanian dan Sabatier bahwa 3 variabel dalam implementasi dimana setiap variabel terdapat tahapan-tahapan dalam implementasi yang akan mempengaruhi keberhasilan kebijakan tersebut.

Variabel independen itu membahas tentang masalah yang terjadi dalam kebijakan, variabel intervening tentang pendukung atau yang mendukung pelaksanaan kebijakan. Serta variabel dependen tentang lingkungan yang dapat mempengaruhi kebijakan, social ekonomi dan sebagainya.

6. Model Implementasi Brian W. Hoogwood dan Lewis A. Gun

Menurut Brian W. Hoogwood dan Lewis A. Gun (dalam Nugroho, 2006:131) mengetengahkan bahwa untuk melakukan implementasi kebijakan di perlukan beberapa syarat yaitu :

 Syarat pertama

Berkenan dengan jaminan bahwa kondisi eksternal yang dihadapi oleh lembaga/badan pelaksana tidak akan menimbulkan masalah besar.

 Syarat kedua

Apakah untuk melaksanakannya tersedia sumber daya yang memadai termasuk sumber daya waktu.

 Syarat ketiga

Apakah perpaduan sumber-sumber yang diperlukan bener-bener ada.

 Syarat keempat

Apakah kebijakan yang diimplementaasikan didasar hubungan kausal yang handal.

(34)

 Syarat kelima

Seberapa banyak hubungan kausalitas yang terjadi asumsinya semakin sedikit hubungan sebab akibat semakin tinggi pula hasil yang di kehendaki oleh kebijakan tersebut dapat Tercapai.

 Syarat keenam

Apakah hubungan saling berketergantungan kecil asumsinya adalah jika hubungan saling ketergantungan implementasi tidak akan dapat berjalan secara efektif.

 Syarat ketujuh

Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.

 Syarat kedelapan

Tugas-tugas telah dirinci dan ditempatkan dalam urutan yang bener.

 Syarat kesembilan

Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.

 Syarat kesepuluh

Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendaptkan kepatuhan yang sempurna.

Menurut Brian W. Hoogwood dan Lewis A. Gun dalam implementasi harus memperhatikan syarat-syarat yang telah dijabarkan diatas, maka hal ini bertujuan agar implementasi berhasil dalam mencapai tujuannya.

Tetapi sebenarnya Model Implementasi Brian W. Hoogwood dan Lewis A. Gun mendasarkan pada konsep manajemen strategis yang mengarah kepada praktek manajemen yang sistematis dan tidak meninggalkan kaidah-kaidah pkok publik.

2.2. Kebijakan Publik

Kebijakan publik merupaka kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan. jika

(35)

dalam Negara tidak memiliki kebijakan maka maka peraturan-peraturan dalam sebuah Negara yang ada tidak berjalan dengan baik.

Anderson (dalam Tahir, 2015:21), kebijakan adalah suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang dilakukan seseorang pelaku atau jumlah pelaku untuk memecahkan suatu masalah. Ini berarti, kebijakan publik adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah.

Menurut Wilson (dalam Wahab, 2008:13) Kebijakan publik merupakan tindakan-tindakan, tujuan-tujuan, dan pernyataan-pernyataan pemerintah mengenai masalah-masalah tertentu, langkah-langkah yang telah/sedang diambil (atau gagal diambil) untuk diimplementasikan, dan penjelasan- penjelasan yang diberikan oleh mereka mengenai apa yang terjadi. Sementara Woll (dalam Tangkilisan, 2003:2) mengungkapkan bahwa kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Wahab (dalam Setyawan, 2017:22) mengemukakan ciri-ciri dari kebijakan 23publik, yaitu:

1. Kebijakan publik merupakan aktivitas yang sengaja dilakukan dan mengarah kepada tujuan tertentu. Bukan hanya sekedar aktivitas atau perilaku menyimpang dan serba acak, (at random) asal-asalan dan serba kebetulan. Sehingga segala bentuk kebijakan baik dalam bidang pembangunan, sosial politik, hukum, ekonomi, dan sebagainya merupakan aktivitas atau tindakan yang sudah direncanakan (by planed).

2. Kebijakan publik merupakan aktivitas yang memiliki pola dan saling berkaitan antara satu dengan lainnya yang memiliki arah dan tujuan yang jelas, dilakukan oleh pejabat-pejabat publik atau pemerintah.

Kebijakan publik bukan keputusan yang berdiri sendiri serta keputusan individu-individu saja.

3. Kebijakan publik adalah apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam bidang tertentu, bukan hanya apa yang diinginkannya. Sehingga harus ada aksi nyata dalam menangani permasalahan yang terjadi. Kebijakan publik tidak cukup dengan kata-kata melainkan harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

4. Kebijakan publik dapat berbentuk positif dapat pula berbentuk negatif.

Dalam kebijakan yang berbentuk positif, pemerintah akan mengambil peran dalam tindakan-tindakan tertentu guna menyelesaikan suatu permsalahan yang ada. Sedangkan kebijakan publik yang berbentuk negatif, pemerintah tidak mengambil keputusan untuk mengambil

(36)

tindakan terhadap suatu masalah yang sebenarnya membutuhkan campur tangan pemerintah.

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik sangat berperan penting dalam pemerintahan yang kemudian akan diimplementasikan dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kebijakan juga adalah suau keputusan yang diambil oleh pemerintah berwenang guna untuk kepentingan publik. Dan cirri-ciri di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah secara terencaa untuk mencapai suatu tujuan.

2.3 Pengertian Badan Usaha Milik Desa ( BUMDES )

Dalam era pembangunan sekarang banyak pendekatan pembangunan yang telah diterapkan seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pertumbuhan hingga pemberdayaan masyarakat dengan menempatkan masyarakat sebagai sentral pembangunan. Pembangunan desa adalah partisipasi dan pemberdayaan masyarakat adanya berbagai program dan proyek pembangunan yang bertujuan menciptakan kemajuan desa, tetapi program dan proyek tidak hanya untuk menciptakan kemajuan desa tetapi juga untuk meningkatkan kemampuan masyarakat. Sasaran dalam pembangunan desa memperbaikin dan meningkatkan taraf hidup masyarakat desa, pengarahan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa.

Dalam pendapat Rostow (1960) bahwa Negara - Negara berkembang yang ingin maju harus melalui tahap-tahap pembangunan yaitu:

(37)

1. The traditional society atau tahap masyarakat tradisional adalah suatu negara yang struktur masyarakatnya dibangun di dalam fungsi-fungsi produksi yang terbatas.

2. The preconditions for take off atau tahap prakondisi menuju tinggal landas (take off) yaitu meliputi masyarakat yang sedang dalam proses peralihan atau merupakan suatu periode yang menunjukkan adanya syarat-syarat menuju take off

3. Take off atau tahap tinggal landas adalah tahapan perkembangan ekonomi memasuki masa antara, ketika hambatan-hambatan dan rintangan-rintangan terhadap pertumbuhan sudah mulai dapat diatasi.

4. The drive to maturity atau tahap gerak menuju kematangan adalah tahap ketika kegiatan ekonomi tumbuh secara terus-menerus dengan teratur dan penggunaan teknologi modern meluas ke seluruh aspek kegiatan perekonomian.

5. The age of high mass cosumption atau tahap konsumsi massa tinggi adalah tahap ketika perkembangan industri lebih ditujukan untuk menghasilkan barang-barang konsumsi tahan lama dalam bidang jasa. Rostow (1971) menyatakan, bahwa pengertian pembangunan tidak hanya pada lebih banyak output yang dihasilkan tetapi juga lebih banyak output daripada yang diproduksi sebelumnya.

Dalam Peraturan Perundang-undang No 43 Tahun 2014 Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUMDES adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa.

Bumdes pada dasarnya adalah bentuk konsolidasi atau penguatan terhadap lembaga-lembaga ekonomi desa. Beberapa agenda yang bisa dilakukan seperti pengembangan kemampuan sumber daya manusia sehingga mampu memberikan nilai tambah dalam pengelolahan aset ekonomi desa. Bumdes juga

(38)

merupakan instrumen penyandang ekonomi lokal dengan berbagai ragam jenis potensi-potensinya terutama pada tujuan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa melalui sebuah pengembangan usaha pada ekonomi masyarakat desa.

Selain itu adanya Bumdes ini juga dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan pendapatan asli desa yang dapat memungkinkan desa bisa melaksanakan atau mampu menjalankan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara optimal. Dengan adanya Bumdes yang didirikan, diharapkan mampu memanfaatkan potensi dan aset desa untuk membangun kesejahteraan masyarakat desa karena ini bukan suatu program yang „topdown‟ atau bisa dikatakan paket program dari pemerintah daerah atau pusat tetapi melainkan pembangunan desa yang digerakkan oleh kekuatan masyarakat desa itu sendiri.

Menurut Peraturan Pemerintah dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 bahwa usaha desa dibentuk/didirikan oleh pemerintah desa yang kepemilikan modal dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat. Usaha desa adalah jenis usaha yang berupa pelayanan ekonomi desa seperti, usaha jasa, penyaluran sembilan bahan pokok, perdagangan hasil pertanian, serta industri dan kerajinan rakyat.

Menurut (Alkadafi, 2014). Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) merupakan institusi yang dibentuk oleh pemerintah desa serta masyarakat mengelola institusi tersebut berdasarkan kebutuhan dan ekonomi desa.

BUMDes dibentuk berlandaskan atas peraturan perundang-undang yang berlaku atas kesepakatan antar masyarakat desa. Tujuan BUMDes adalah

(39)

meningkatkan dan memperkuat perekonomian desa. Bumdes memiliki fungsi sebagai lembaga komersial melalui penawaran sumberdaya lokal yang bertujuan untuk mencari keuntungan dan lembaga sosial melalui kontribusi penyediaan pelayanaan sosial yang berpihak pada kepentingan masyarakat.

Bumdes telah memberikan kontribusi positif bagi penguatan ekonomi di pedesaan dalam mengembangkan perekonomian masyarakat.

Dapat disimpulkan dari penjelasan di atas bahwa Bumdes dibentuk dan dikelola oleh pemerintah desa sesuai kebutuhan desa tersebut dan tidak bisa disamakan antara satu desa dengan desa yang lain. Tujuan Bumdes dibentuk agar meningkatkan kesejahteraan dari sektor ekonomi agar produk-produk lokal desa yang dihasilkan bisa dijual lebih baik.

2.3.1. Pembentukan dan pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDES)

Bumdes adalah badan usaha yang seluruh modalnya dari desa untuk bentuk partisipasi masyarakat secara keseluruhan yang didirikan berdasarkan Peraturan Desa tentang pendirian Bumdes, Tetapi Bumdes merupakan lembaga usaha masyarakat yang kedudukannya berada diluar sturuktur organisasi pemerintah desa. Pendirian Bumdes merupakan salah satu pilihan desa dalam gerakan usaha ekonomi desa. Pembentukan Bumdes agar potensi sumberdaya manusia, ekonomi, pasar, sosial, budaya, dan alam mampu di kelola sebesar- besarnya oleh desa khusus untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa pada umumnya dan masyarakat miskin di wiliyah dusun pada khususnya.

(40)

Pembentukan Bumdes berdasarkan pasal 132 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan Undang – undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, pendirian badan usaha milik desa (BUMDES) dilakukan melalui musyawarah desa dan di tetapkan dengan peraturan desa.

Pendirian Bumdes didasarkan atas prakarsa desa yang mempertimbangkan : 1. Inisiatif pemerintah desa atau masyarakat desa

2. Potensi usaha ekonomi desa 3. Sumber daya alam di desa

4. Sumber daya manusia yang mampu mengelola Bumdes

5. Penyertaan modal dari pemerintah desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan desa yang di serahkan untuk dikelola sebagai bagian usaha Bumdes.

(Sumber:Tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMdesa) AMANAH)

2.3.2. Tujuan Bumdes

Tujuan pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) pada dasaranya adalah sebagaimana disebut dalam Permendesa PDTT No. 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa, memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Meningkatkan perekonomian Desa.

2. Mengoptimalkan aset Desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan Desa.

(41)

3. Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomiDesa.

4. Mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga.

5. Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga.

6. Membuka lapangan kerja.

7. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Desa; dan 8. Meningkatkan pendapatan masyarakat Desa dan Pendapatan Asli

Desa.

(Sumber: Tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa(BUMdesa) AMANAH)

2.4. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan atau keterlibatan masyarakat baik secara fisik maupun non fisik untuk mencapai suatu tujuan dan ikut bertanggung jawab didalam suatu kegiatan atau program yang berjalan didalam lingkungan masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat juga menuju suatu kepedulian dengan berbagai bentuk keikutsertaan masyarakat dalam pembuatan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan.

Menurut Santosa (1998:13) bahwa partisipasi didefinisikan sebagai karakteristik mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab

(42)

terhadap usaha yang bersangkutan. Definisi tersebut menekankan bahwa partisipasi merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki pemikiran dan perasaan yang khusus kepada suatu kelompok yang diberikan untuk kepentingan kelompok tersebut serta bertanggungjawab atas usaha kelompok tersebut agar menjadi lebih baik.

Menurut Wazir (1999:29) bahwa partisipasi bisa diartikan sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggungjawab bersama.

Berdasarkan uraian di atas partisipasi adalah seseorang yang terlibat secara sadar dan tidak dipaksa untuk berkegiatan dalam suatu situasi dimana dia bisa ikut ambil bagian untuk dirinya atau orang lain yang di dalam kelompok tersebut dengan ketentuan – ketentuan yang sudah disepakati bersama.

Mikkelsen (1999: 64) membagi partisipasi menjadi 6 (enam) pengertian, yaitu:

1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan;

2. Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan;

3. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri;

4. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu;

5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial;

(43)

6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka.

Menurut para ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa partisipasi masyarakat adalah sebuah keterlibatan para masyarakat aktif dari seseorang atau kelompok secara sadar ikut berkontribusi dalam suatu kegiatan. Tetapi partisipasi masyarakat itu baik terjadi karena di dasarkan atas kesadaran atau kemauan individunya supaya dalam mengikuti kegiatan itu dalam sukarela. Apa yang ingin dicapai dengan adanya partisipasi. partisipasi adalah meningkatnya kemampuan (pemberdayaan) setiap orang yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam sebuah program pembangunan dengan cara melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan dan kegiatan-kegiatan selanjutnya dan untuk jangka yang lebih panjang.

Menurut Sumampouw (2004: 106-107). Adapun prinsip-prinsip partisipasi tersebut, sebagaimana tertuang dalam Panduan Pelaksanaan Pendekatan Partisipatif yang disusun oleh Department for International Development (DFID) adalah:

a) Cakupan. Semua orang atau wakil-wakil dari semua kelompok yang terkena dampak dari hasil-hasil suatu keputusan atau proses proyek pembangunan.

b) Kesetaraan dan kemitraan (Equal Partnership). Pada dasarnya setiap orang mempunyai keterampilan, kemampuan dan prakarsa serta mempunyai hak untuk menggunakan prakarsa tersebut terlibat dalam setiap proses guna membangun dialog tanpa memperhitungkan jenjang dan struktur masing-masing pihak.

c) Transparansi. Semua pihak harus dapat menumbuhkembangkan komunikasi dan iklim berkomunikasi terbuka dan kondusif sehingga menimbulkan dialog.

(44)

d) Kesetaraan kewenangan (Sharing Power/Equal Powership). Berbagai pihak yang terlibat harus dapat menyeimbangkan distribusi kewenangan dan kekuasaan untuk menghindari terjadinya dominasi.

e) Kesetaraan Tanggung Jawab (Sharing Responsibility). Berbagai pihak mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena adanya kesetaraan kewenangan (sharing power) dan keterlibatannya dalam proses pengambilan keputusan dan langkah-langkah selanjutnya.

f) Pemberdayaan (Empowerment). Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari segala kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak, sehingga melalui keterlibatan aktif dalam setiap proses kegiatan, terjadi suatu proses saling belajar dan saling memberdayakan satu sama lain.

g) Kerjasama. Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang terlibat untuk saling berbagi kelebihan guna mengurangi berbagai kelemahan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan sumber daya manusia.

Kesimpulan di atas partisipasi menurut Sumampouw adalah harus punya dampak kepada setiap anggota dari hasil yang diperoleh, tidak ada yang dibeda- bedakan antara anggota, harus tranpasaran dalam transaksi apapun, kesetaraan hak dan kewajiban, anggota yang diberdayakan dan adanya kerjsama antara anggota.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program, sifat faktor-faktor tersebut dapat mendukung suatu keberhasilan program namun ada juga yang sifatnya dapat menghambat keberhasilan program. Misalnya saja faktor usia, terbatasnya harta benda, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.

Angell (dalam Ross, 1967: 130) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu:

1. Usia

Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai

(45)

dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya.

2. Jenis kelamin

Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur”

yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.

3. Pendidikan

Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi.

Pendidikan dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.

4. Pekerjaan dan penghasilan

Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian.

5. Lamanya tinggal

Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.

Dari kesimpulan di atas faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan dalam berpartisipasi menurut Angell adalah usia yang sudah matang, tidak memandang jenis kelamin, pendidikan yang biak, memiliki pekerjaan yang jelas dengan penghasilan yang baik, serta lamanya tinggal seorang tersebut tinggal di daerah tersebut, semakin lama dia tinggal di daerah tersebut maka akan semakin tinggi rasa partisipasinya akan semakin besar karena memiliki ikatan emosioanl yang dalam dan kuat.

Referensi

Dokumen terkait

Siswa melakukan tata-cara menulis dengan menggunakan etika yang baik dalam Siswa melakukan tata-cara menulis dengan menggunakan etika yang baik dalam tata bahasanya, sesuai dengan

daya termal kecil, sensitif terhadap rendah, rendahnya kekuatan mekanik suhu rendah, sangat sensitif terhadap polusi, bahan logam mulia yang mahal, dan dengan

Dari hasil penelitian terhadap parameter-parameter,maka dapat disimpulkan bahwa daerah perairan sungai Tambak Bayan yang memiliki kualitas air terbaik adalah stasiun 1, hal ini

Pelaporan keuangan sekarang ini diharapkan mampu memberikan pelaporan yang komprehensif mengenai kinerja ekonomi,social dan lingkungan perusahaan.Sementara itu cost 

Hasil pengambilan keputusan: PT Alam Permata Riau telah “MEMENUHI” standar verifikasi legalitas kayu untuk seluruh norma penilaian setiap verifier dan dinyatakan “LULUS”

penurunan tingkat kecemasan yang berarti. Hasil Analisis Bivariat.. Hasil Cross Tabulation Data Demografi Responden Kelompok Sebelum Pemberian Intervensi Terapi Dzikir

krena „u perlu rasanya untuk meningkatkan keberadaan kerajinan tersebut <* Kabupaten Magetan dengan menyediakan satu tempa, husu tuk.. promosi dan

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Riau tahun 2015, Industri Pengolahan memiliki sumber pertumbuhan tertinggi sebesar 0,99 persen,