1
UJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZI KERUPUK IKAN NILA (Oreochoromis Niloticus) DAN KOLANG KALING
Nursyakirah1, Zulhaida Lubis2, Fitri Ardiani3
1Alumni Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
2,3Staff Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Jl. Universitas No. 21 Kampus USU Medan 20155
Email : [email protected]
ABSTRACT
Crackers in general is a snack food that contains fat, the frying process is a contributor of fat content in crackers. Sugar palm fruit that has a high enough fiber can be used as an additional material for the making of crackers, besides nile tilapia can also be used as additional material for making crackers to add nutrient content in it. Crackers is one of the preferred snack people. This research purpose was to determine the acceptability test and nutritional content of crackers with the addition of nile tilapia and palm fruit.
The type of research was an experiment conducted by completely randomized design. There were 2 treatment, the first treatment with composition nile tilapia 50%, sugar palm fruit 10%, tapioca flour 40%, and second with composition the nile tilapia 10%, palm fruit 50% and tapioca flour 40%.
Test acceptability crackers done to 30 people the panel are student of public health faculty of University Sumatera Utara Medan, nutrient analysis was analyzed in the Laboratory of Industrial Research and Standarization Agency Medan. Data was analyzed by using Wilcoxon test . The results research showed that based on color and texture , the crackers that preferred is with the nile tilapia starch 10 %, sugar palm friut 50 % with total score 334 and nutrition content crackers is proteins 5,22 % ,fiber 0,98%, fat 25,4% . While based on smell and teste that was aqually favorable.
Crackers it suggested can be consumed as a snack food or food variation for familly, school children, and teenagers. Can contribute to the protein that is enough from the needs of daily to prevent protein deficiency
Keywords: Nile Tilapia, Sugar Palm Fruit, Crackers, Acceptability, Nutrient Content
2 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini, masyarakat banyak yang mengabaikan konsumsi makanan yang berserat karena lebih memilih makanan yang praktis dan siap santap. padahal, kehadiran serat dalam konsumsi makanan sangat penting. Peran serta dalam menjaga kesehatan sangat besar, diantaranya mencegah konstipasi (sembelit), mencegah terjadinya penyakit diverticulitis, serta mencegah obesitas yang bisa memicu terjadinya berbagai penyakit seperti diabetes milltus, atheroclerosis, jantung kroner dan kanker usus ( Rusilinti dan Kurharto, 2007).
Timbulnya berbagai penyakit degeneratif sebagai akibat kurang konsumsi serat menunjukkan bahwa konsumsi serat makanan menjadi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam menu sehari-hari. Produk- produk yang diperkaya dengan serat seperti biskuit, minuman sereal dan jus buah yang sudah difortifikasi saat ini banyak beredar di pasaran. Namun penambahan serat makanan pada produk berlemak belum banyak dilakukan karna pada umumya bahan baku dalam produk berlemak berasal dari pangan hewani sedangkan yang mengandung tinggi serat banyak terdapat pada pangan nabati (Alim, 2002).
Kolang kaling adalah nama cemilan kenyal berbentuk lonjong dan berwarna putih transparan dan dan mempunyai rasa yang menyegarkan.
Kolang kaling merupakan endosperma buah aren berupa protein albumin yang lunak dan putih seperti kaca jika masih muda. Dari segi komposisi kimia, Kolang-kaling kaya
akan serat dan mineral. Setiap 100 gram kolang-kaling mengandung energi 27 kkal, protein 0,4 gram, lemak 0,2 gram, karbohidrat 6 gram, serat 2,0 gram, kalsium 91 mg, fosfor 243 mg dan zat besi 0,5 mg, kadar air kolang-kaling mencapai 94% (Alim, 2002).
Cara untuk memperpanjang masa simpan kolang kaling adalah dengan cara mengolahnya dengan berbagai cara. Membuat kerupuk dari kolang kaling akan memperpanjang masa simpan. Hal ini akan membantu pengembangan industri rumah tangga, karena kerupuk merupakan salah satu jenis makanan yang digemari anak- anak sampai orang dewasa.
Nila (Oreochromis Niloticus) atau populer dengan nama sebutan
“Tilapia” merupakan salah satu jenis ikan penting dalam sistem budidaya perairan atau akuakultur dunia.
Departemen Perikanan dan Akuakultur FAO ( Food and Agriculture Organization) menempatkan ikan nila pada urutan ketiga setelah udang dan salmon sebagai contoh sukses perikanan dunia ( Kordi, 2010). Ikan nila dapat hidup di air tawar hingga air payau, mulai dari ketinggian 0 hingga 1.000 m dpl. Suhu yang baik untuk pertumbuhan 25- 30 0C, Ph 7-8, oksigen 3-5 ppm. Dengan aklimatisasi yang baik, nila dapat hidup pada salinitas hingga 30 ppt (Saparinto, 2009).
Ikan nila disukai oleh berbagai bangsa karena dagingnya enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah. Bibit ikan didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, barulah ikan
3 ini disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh Pemerintah melalui Direktur Jenderal Perikanan (Kantor Deputi Menegeristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).
Terdapat 3 jenis nila yang dikenal, yaitu: nila biasa, nila merah (nirah) dan nila albino.
Pemanfaatan keberadaan ikan nila di daerah Mandailing Natal masih kurang. Kebanyakan masyarakat di daerah ini melakukan budidaya ikan mas, namun perkembangan ikan mas di kalahkan oleh pesatnya perkembangan ikan nila. Keberadaan ikan nila di Mandailing Natal cukup melimpah, hal ini diketahui dari banyaknya masyarakat di daerah ini yang memiliki tambak, selain itu setiap aliran- aliran sungai yang bermuara ke sungai terbesar di Mandailing dijadikan sebagai tempat pembenihan ikan mas, ikan nila dan ikan lainnya yang biasa masyarakat menyebutnya dengan Lubuk Larangan.
Kerupuk merupakan suatu jenis makanan kecil yang sudah lama dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kerupuk dapat dikonsumsi sebagai makanan selingan maupun sebagai variasi dalam lauk pauk (Koswari, 2009). Kerupuk di kenal baik disegala usia maupun tingkat sosial masyarakat. Kerupuk mudah diperoleh di segala tempat, baik di kedai pinggir jalan, di super market, maupun di restoran hotel berbintang (Wahyono, 2003).
Kerupuk biasa dijadikan sebagai cemilan atau teman lauk pauk.
Sebagai komoditi dagangan kerupuk termasuk kedalam jenis produk
industri yang mempunyai potensi cukup baik. Saat ini pemasarannya berkembang tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri seperti Belanda, Singapura, Hongkong, Jepang, Suriname dan Amerikan Serikat. Asal mula kerupuk tidak jelas, karena jenis makanan ini tidak hanya di kenal dan dikonsumsi di negara kita, tetapi juga di negara – negara Asia lainnya seperti Malaysia, Singapura, Cina dan lain- lain.
Namun, besar kemungkinan jenis produk ini berasal dari Cina, yang kemudian disebar-luaskan berkat adanya hubungan dagang dan perpindahan penduduk dari negeri Cina ke negara-negara Asia lainnya.
Di Kabupaten Mandailing Natal, masyarakat sangat menyukai makanan seperti kerupuk. Salah satu makanan khas yang dapat di jumpai adalah kerupuk opak, incor incor, kerupuk sambal ( terbuat dari ubi) dan lain sebagainya.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pemanfaatan dan pengolahan ikan nila dan kolang kaling dalam masyarakat, dan ingin mengetahui bagaimana daya terima kerupuk ikan ikan nila dan kolang kaling.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), yang terdiri dua faktor yaitu kolang kaling dan ikan nila dengan menggunakan 2 perlakuan,
4 menggunakan kolang kaling yaitu 10% dan 50% serta ikan nila 10% dan 50% (r = 2), dengan simbol A1 dan A2 yang semua diulang sebanyak 2 kali (i = 2) pada saat proses pembuatan kerupuk dilalakukan sebanyak 2 kali, dengan maksud untuk memperkecil eror atau kesalahan yang mungkin terjadi pada saat penimbangan bahan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk.
Penelian dan pembuatan pelaksanaan uji daya terima kerupuk dilakukan di Laboratorium Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara ( FKM-USU).
Analisis zat gizi dilakukan di Laboratorium Badan Standarisasi Industri Medan. Penelitian ini dilakukan dari September 2016 - november 2017. Bahan yang digunakan dalam penelitianpenelitian ini adalah kerupuk ikan nila dan kolang kaling sebesar 50% dan 10 %, kolang kaling sebesar 10% dan 50%, dimana tiap- tiap perlakuan menggunakan tepung tapioka sebesar 40%. Berikut rincian pemakaian bahan yang digunakan pada tabel 1 Tabel 1 Jumlah Pemakaian Bahan
pada Pembuatan Kerupuk Ikan Nila dan Kolang Kaling
Bahan Kelompok Eksperimen
A1 A2
Ikan Nila (g) 200 40 Kolang kaling (g) 40 200 Tepung Tapioka (g) 160 160 Gula (g) 2 2 Garam (g) 5 5 Telur (btr) 1 1 Bawang Putih (g) 2 2 Soda kue (sdt) ¼ ¼
Berat total dari bahan utama = 400 gram
Tiap-tiap perlakuan menggunakana tepung tapioka (160 gr)
A1 : Ikan Nila (200 gr), kolang kaling (40 gr)
A2 : Ikan Nila (40 gr), Kolang Kaling (200 gr)
Proses Pembuatan Kerupuk Ikan Nila dan Kolang Kaling
Proses pembuatan kerupuk ikan nila dan kolang kaling yaitu dengan cara membersihkan dan menggilinag daging ikan nila dana kolang serta menimbang sesuai dengan masing -masing perlakuan.
Kemudian mencampurkan bahan ikan nila dan koliang kaling dengan garam, gula, pengembang kue, telur, dan bawang putih. Selanjutnya menguleni bahan selama 15 menit sampai semua bahan tercampur rata. Kemudian pencetakan adonana sesuai dengan cetakan yang diinginkan dan dilanjutkan dengan pengukusan.
Adonan yang sudah dicetak kemudian dikukus selama ± 2 jam didalam uap panas, untuk mengetahui adonan sudah matang tusukkan lidi ke adonan jika tidak lengket lagi maka adonan sudah matang. Adonan yang sudah matang kemudian didinginkan di udara terbuka selama 2 hari sampai adonan menjadi cukup keras sehingga lebih mudah untuk di iris. Adonan yang sudah dingin kemudian diiris dengan pisau, dalam pengirisan ini diusahakan agar dibuat setipis mungkin, dalam penelitian ini ketebalan irisan kerupuk yaitu 1-2 milimeter.
Adonan yang sudah diiris kemudian diletakkan kedalam nampan, kemudian dikeringkan dengan dijemur dibawah sinar matahari. Pengeringan di bawah matahari dengan suhu 30-35 0C dilakukan 5-6 jam selama dua hari, sedangkan pengeringan menggunakan oven dilakukan dengan suhu 60C0
5 selama 2 hari berturut- turut. Setelah benar-benar kering kemudian kerupuk sudah dapat digoreng, dengan suhu minyak penggorengan 1700C, namun dalam penelitian ini ½ kg minyak dipanaskan dengan api kecil dalam waktu 5 menit.
Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik sembilan titik sebagai acuan, namun mempermudah penelis dan peneliti skala ini diperkecil menjadi 3 tingkatan dengan skor yang paling rendah adalah 1 dan skor yang paling tinggi adalah 3. Untuk penilaian kesukaan/analisa sifat sensoris suatu komoditi diperlukan alat instrumen, alat yang digunakan terdiri dari orang/kelompok orang yang disebut panel, orang yang bertugas sebagai panel disebut panelis. Jenis panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih yang dipilih dari mahasiswa/mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sebanyak 30 orang.
Umur panelis berkisar 19-25 tahun.
Data yang dikumpulkan merupakan data mentah yang harus diorganisasi sedemikian rupa agar dapar disajikan dalam bentuk tabel atau grafik hingga mudah dianalisis dan di tarik kesimpulan (Budiarto, 2002).
Setelah diketahui tingkat penerimaan panelis terhadap kerupuk ikan nila dan kolang kaling, selanjutnya akan dilakukan uji analisis menggunakan program komputer (SPSS) yaitu analisis data menggunakan uji Paired Sampel T- Test (Uji T Berpasangan) yang digunakan untuk menguji perbedaan rata-rata dari dua sampel dengan syarat populasi yang diuji harus
berdistribusi normal, dalam penelitian ini data yg dihasilkan tidak berdistribusi normal sehingga dilanjutkan dengan menggunakan uji wilcoxon dengan maksud ingin mengetahui ada atau tidaknya perbedaan daya terima terhadap aroma, rasa, warna, dan tekstur dalam pembuatan kerupuk ikan nila dan kolang kaling.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Kerupuk Ikan Nila dan Kolang Kaling
Berdasarkan dua perlakuan yang berbeda terhadap kerupuk ikan nila dan kolang kaling yaitu A1 (ikannnila 50%: kolang kaling 10%) dan A2 (10% ikan nila : kolang kaling 50%) maka dihasilkan kerupuk yang berbeda. Kerupuk ikan nila dan kolang kaling yang dihasilkan pada perlakuan A1 yaitu memiliki warna putih kekuningan seperti kerupuk pada umumnya, aroma khas kerupuk ikan, dan memiliki rasa khas kerupuk ikan serta memiliki tekstur yang sam dengan kerupuk pada umumnya. Pada perlakuan A1 aroma yang dihasilkan sedikit khas ikan nila, warna yang dihasilkan kuning kecoklatan, rasa yang dihasilkan cenderung seperti kerupuk yang tidak mengandung ikan, tekstur renyah seperti kerupuk pada umunya.
Hasil Uji Organoleptik Warna Kerupuk Ikan Nila dan Kolang Kaling
Hasil analisis uji organoleptik terhadap Warna kerupuk ikan nila dan kolang kaling dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :
6 Tabel 2.Hasil Analisis Organoleptik
Kerupuk Terhadap Warna
Kriteria Warna
A1 A2
Panelis Total Skor
% Panelis Total Skor
%
Suka 17 51 56,67 25 75 83,33
Kurang Suka
13 26 28,89 5 10 11,11
Tidak Suka 0 0 0 0 0 0
Total 30 77 85,56 30 85 94,44
Berdarkan tabel 2 di atas dapat dilihat dari total skor kedua perlakuan dalam uji organoleptik terhadap warna, kerupuk dengan perlakuan A2 memiliki total skor lebih tinggi yaitu 85 (94,44%). Apabila dilihat dari kriteria daya terima, sampel A1 dan A2 termasuk kriteria suka.
Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan bahwa kedua perlakuan memiliki data yang tidak normal (nilai p<0,05) sehingga dilanjutkan dengan uji Wilcoxon. Hasil analisis uji Wilcoxon dengan tingkat signifikansi (α) sebesar p (0,046) <
0,05. Hal ini berarti ada perbedaan daya terima berdasarkan warna kerupuk A1 dan kerupuk A2, warna kerupuk yang paling disukai panelis adalah perlakuan A2.
Hasil Uji Organoleptik Terhadap Aroma Kerupuk Ikan Nila dan Kolang Kaling
Hasil analisis uji organoleptik terhadap Aroma kerupuk ikan nila dan kolang kaling dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini :
Tabel 3 Hasil Analisis Organoleptik Kerupuk Terhadap Aroma
Kriteria Aroma
A1 A2
Panelis Skor % Panelis Skor %
Suka 26 78 86,67 19 57 63,33
Kurang Suka 3 6 6,67 11 22 24,44
Tidak Suka 1 1 1,11 0 0 0
Total 30 85 94,45 30 79 87,77
Berdarkan tabel 3 di atas dapat dilihat dari total skor kedua perlakuan
dalam uji organoleptik terhadap aroma, kerupuk dengan perlakuan A1 (ikan nila 50% dan kolang kaling 10%) memiliki total skor lebih tinggi yaitu 85 (94,45%). Apabila dilihat dari kriteria daya terimanya perlakuan A1 dan A2 termasuk kriteria suka.
Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan bahwa kedua perlakuan memiliki data yang tidak normal (nilai p < 0,05) sehingga dilanjutkan dengan uji Wilcoxon. Hasil analisis uji Wilcoxon dengan tingkat signifikansi (α) sebesar p (0,109) >
0,05, menunjukkan tidak ada perbedaan daya terima berdasarkan aroma kerupuk A1 dan kerupuk A2 yang dihasilkan. Aroma kerupuk dari kedua perlakuan yang dilakukan sama-sama disukai.
Hasil Uji Organoleptik Terhadap Rasa Kerupuk Ikan Nila dan Kolang Kaling
Hasil analisis uji organoleptik terhadap Rasa kerupuk ikan nila dan kolang kaling dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini :
Tabel 4.Hasil Analisis Organoleptik Kerupuk Terhadap Rasa
Kriteria Rasa A1 A2
Panelis Skor % Panelis Skore %
Suka 27 81 90 20 60 66,67
Kurang Suka 3 6 6,67 10 20 22,22
Tidak Suka 0 0 0 0 0 0
Total 30 87 96,67 30 80 88,89
Berdarkan tabel 4 di atas dapat dilihat dari total skor kedua perlakuan dalam uji organoleptik terhadap rasa, kerupuk dengan perlakuan A1(ikan nila 50% dan kolang kaling 10%) memiliki total skor lebih tinggi yaitu 87 (96,67%). Apabila dilihat dari kriteria daya terimanya perlakuan A1(ikan nila 50% dan kolang kaling 10%) dan A2 (ikan nila 10% dan kolang kaling 50%) termasuk kriteria
7 suka. Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan bahwa kedua perlakuan memiliki data yang tidak normal (nilai p < 0,05) sehingga dilanjutkan dengan uji Wilcoxon. Hasil analisis uji Wilcoxon dengan tingkat signifikansi (α) sebesar p (0,439) >
0,05, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan daya terima berdasarkan rasa kerupuk A1 dan kerupuk A2 yang dihasilkan. Hal ini berarti, rasa dari kedua perlakuan yang dilakukan sama-sama disukai.
Hasil Uji Organoleptik Terhadap Tekstur Kerupuk Ikan Nila dan Kolang Kaling
Hasil analisis uji organoleptik terhadap Tekstur kerupuk ikan nila dan kolang kaling dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini :
Tabel 5. Hasil Analisis Organoleptik Kerupuk Terhadap Tekstur
Kriteria Tekstur A1 A2
Panelis Skor % Panelis Skore %
Suka 10 30 33,33 28 84 93,33
Kurang Suka 20 40 44,44 2 6 6,67
Tidak Suka 0 0 0 0 0 0
Total 30 70 77,77 30 90 100
Berdarkan tabel 5 di atas dapat dilihat dari total skor kedua perlakuan dalam uji organoleptik terhadap tekstur, kerupuk dengan perlakuan A2 memiliki total skor lebih tinggi yaitu 90 (100%). Apabila dilihat dari kriteria daya terimanya perlakuan A1 termasuk kriteria kurang suka dan A2 termasuk kriteria suka. Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan bahwa kedua perlakuan memiliki data yang tidak normal (nilai p < 0,05) (Lampiran 11) sehingga dilanjutkan dengan uji Wilcoxon. Hasil analisis uji Wilcoxon dengan tingkat signifikansi (α) sebesar p (0,00) <
0,05. Hal ini berarti ada perbedaan
daya terima berdasarkan tekstur kerupuk A1 dan kerupuk A2. Tekstur kerupuk yang paling disukai berada pada perlakuan A2.
Hasil Analisis Kandungan Protein, Lemak, Serat pada Kerupuk Ikan Nila dan Kolang Kaling
Hasil analisis uji kandungan protein, lemak, dan serat yang telah dilakukan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan pada kerupuk dengan dua perlakuan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 6.Kandungan Zat Gizi Kerupuk Ikan Nila dan Kolang Kaling
Zat Gizi A1 A2
Protein (g) 7,28 5,22
Lemak (g) 20,5 25,4
Serat (g) 0,92 0,98 Berdasarkan tabe1 6 di atas dapat dilihat hasil dari kandungan gizi kerupuk menunjukkan kandungan protein paling tinggi terdapat pada A1 yaitu kerupuk ikan nila 50% dan kolang kaling 10%. Kandungan lemak paling rendah terdapat pada A1 yaitu kerupuk ikan nila 40% dan kolang kaling 10%. Kadar serat paling tinggi terdapat pada A2 yaitu kerupuk ikan nila 10% dan kolang kaling 50%.
Selain daya terima yang menjadi pertimbangan untuk direkomendasikan pada masyarakat atas penerimaan kerupuk ikan nila dan kolang kaling ini adalah analisis sederhana terhadap biaya yang dibutuhkan dalam pembuatan kerupuk tersebut. B/C ini menunjukkan gambaran berapa kali lipat manfaat (benefit) yang diperoleh dari biaya
8 (cost) yang dikeluarkan. Apabila B/C
> 1, maka proyek atau gagasan usaha yang akan didirikan layak untuk dilaksanakan. Demikian pula sebaliknya, apabila net B/C < 1, maka proyek atau gagasan usaha yang akan didirikan tidak layak untuk dilaksanakan. B/C ratio merupakan manfaat bersih tambahan yg diterima proyek dari setiap 1 satuan biaya yg dikeluarkan.
Berdasarkan hasil analisi pada pembuatan kerupuk ikan nila dan kolang kaling per 0.4 kg adonan akan menghasilkan kerupuk sebanyak 0.3 kg, dengan asumsi harga rata-rata kerupuk ikan adalah sebesar Rp.
40.000/kg. Maka didapatkan nilai B/C sebesar 2,09. Angka ini menunjukkan bahwa setiap Rp. 1 nilai yang dikeluarkan untuk membuat kerupuk ikan nila dan kolang kaling akan menghasilakan keuntungan sebesar Rp. 2,09. Maka usaha produksi kerupuk ikan nila dan kolang kaling secara finansial layak untuk dilakukan dengan nilai B/C sebesar 2,09.
Hasil uji daya terima kerupuk ikan nila dan kolang kaling menunjukkan bahwa kerupuk dengan perlakukan A2 (ikan nila 10% dan kolang kaling 50%) lebih disukai oleh panelis berdasarkan warna dan tekstur, sedangkan aroma dan rasa kerupuk A1(ikan nila 50% dan kolang kaling 10%) dan A2 (ikan nila 10%
dan kolang kaling 50%) sama- sama disukai oleh panelis. Berdasarkan hasil analisis zat gizi yang dilakukan pada kerupuk ikan nila dan kolang kaling menujukkan bahwa kandungan protein paling tinggi terdapat pada kerupuk dengan perlakuan A1(ikan nila 50% dan kolang kaling 10%)
yaitu 7,28 gram , sedangkan kandungan serat dan lemak paling tinggi terdapat pada kerupuk dengan perlakuan A2 (ikan nila 10% dan kolang kaling 50%) yaitu serat 0,98 gram dan lemak 20,5 gram.
SARAN
Kerupuk ikan nila dan kolang kaling dapat dijadikan sebagai cemilan sehat atau variasi panganan jajanan pada keluarga, anak sekolah, ataupun remaja, yang mana merupakan cemilan yang mengandung protein, dan serat. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti kandungan kalsium dan zat gizi mikro lainnya pada kerupuk ikan nila dan kolang kaling.
Keterbatasan dalam penilitian ini terletak pada proses pengeringan kerupuk karena masih menggunakan bantuan sinar matahari sehingga waktu pengeringan kerupuk menjadi lebih lama. Disarankan untuk penelitian berikutnya menggunakan oven dalam pengeringan
DAFTAR PUSTAKA
Alim, Kusuma Yati. 2002.
Mempelajari Pembuatan dan Daya Terima Es Krim Kolang kaling. Tesis. Jurusan Gizi Masyarakat dan Ilmu Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Budiarto, Eko. 2002. Biostatistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Bandung : Penerbit Buku Kedokteran.
9 Kordi, M. Gufron H. 2010. “ Budidaya
Ikan Nila di Kolam Terpal”.
Yogyakrta : Lily Publisher Koswara, Sutrisno. 2009.Pengolahan
Aneka Kerupuk. Diakses 20 September 2016, dari http://tekpan. Unimas. ac. id.
Ruslianti dan Kusharto, Clara M.
2007. Sehat dengan Makanan Saparinto, Cahyo. 2006. Gizi dan
Anekan Masakan dari Bahan Ikan. Semarang : Effhar dan Dahara Prize Berserat. Jakarta : PT Agro Media Pustaka.
Wahyono, Rudy dan Marzuki. 2003.
Pembuatan Aneka Kerupuk.
Jakarta : Penebar Swadaya.